Menurut Keynesian, kebijakan fiskal memiliki effect multiplier pada pendapatan. Hal
inilah yang menyebabkan pemerintah pada masa krisis mengeluarkan berbagai kebijakan fiskal
untuk memacu perekonomiannya. Dalam Mankiw (2003) disebutkan alasan kebijakan fiskal
memiliki dampak pengganda (multiplied effect) terhadap pendapatan adalah karena berdasarkan
fungsi konsumsi C= C(Y-T), pendapatan yang lebih tinggi menyebabkan konsumsi yang lebih
tinggi. Ketika kenaikan belaja pemerintah meningkatkan pendapatan, itu juga meningkatkan
konsumsi, yang selanjutnya meningkatkan pendapatan, kemudian meningkatkan konsumsi, dan
seterusnya. Stimulus fiskal dianggap sebagai solusi yang efektif dalam meredam masa resesi
yang kelam dan memacu pertumbuhan ekonomi serta mengurangi gap antara GDP potensial dan
GDP aktual yang terjadi akibat hilangnya output karena hantaman krisis.
Ketika terjadi krisis ekonomi, mekanisme pasar tidak bekerja sebagaimana mestinya
karena penurunan daya beli masyarakat dan situasi dunia yang ragu-ragu untuk melakukan
investasi. Di Indonesia, pemerintah berupaya untuk menggerakan roda perekonomian dan
mendorong investasi. Dalam APBN 2009, pemerintah Indonesia mencadangkan dana untuk
stimulus fiskal sebesar Rp 73,3 triliun dengan komposisi: Rp 4,2 triliun dialokasikan bagi
stimulus dunia usaha atau lapangan kerja; Rp 0,6 triliun untuk PNPM; dan Rp 12,2 triliun untuk
belanja infrastruktur.
Dari data diatas, terlihat bahwa kebijakan fiskal memiliki pengaruh secara langsung
terhadap besarnya pajak yang dibayarkan oleh perusahaan. Dana stimulus fiskal sebesar Rp 73,3
triliun tersebut juga berbentuk penurunan beban pajak bagi wajib pajak seperti penurunan PPh
wajib pajak perorangan atau perusahaan dan kenaikan pendapatan tidak kena pajak (PTKP).
Stimulus fiskal tidak hanya memberikan keuntungan bagi negara tetapi juga berdampak
pada perusahaan. Perusahaan dapat mendapatkan manfaat dengan adanya (1) pertumbuhan
ekonomi dan (2) Beban Pajak yang dibayarkan perusahaaan.
PPh, PPN dan bea impor. Secara garis besar, stimulus fiskal Indonesia tahun 2009 disajikan pada
tabel dibawah ini:
Keeempat, pentingnya dialog dan kesepakatan antara pemerintah dan pengusaha untuk
fokus pemberian stimulus fiskal kepada sektor mana saja. Pemerintah perlu menggandeng Kadin
dan seluruh asosiasi bisnis dalam penentuan sektor yang perlu diberikan stimulus tambahan.
Kelima, pemerintah perlu mengajak pemda kabupaten, kota, dan provinsi dalam
menyusun stimulus kebijakan yang lebih komprehensif. Praktik realisasi APBN dan APBD
selama ini lebih bernuansa sektoral, tetapi mengabaikan perbedaan masalah dan kebutuhan
antardaerah. Banyak dana daerah yang masih disimpan dalam bentuk SBI menunjukkan: (1)
betapa masih adanya peluang pembiayaan; (2) belum adanya sense of crisis bagi kebanyakan
pemda di Indonesia.
Menurut Menteri Keuangan (Sri Mulyani) pada masa itu, pada tahun 2010 anggaran dan
program stimulus fiskal masih tersedia. Namun, sebutannya bukanlah stimulus fiskal. Menurut
Menkeu, sesuai pembahasan negara-negara anggota G-20 baru-baru ini, yang disebut stimulus
fiskal adalah bentuk pengeluaran pemerintah, yakni belanja maupun pemotongan atau
pengurangan pajak, atau dalam bentuk bantuan sosial langsung ke masyarakat. Penjelasan di atas
berbeda dengan pengertian stimulus selama ini, yakni berupa anggaran yang langsung disalurkan
untuk belanja dan pembiayaan kementrian/lembaga (K/L). Untuk itu, pemerintah akan lebih
mengutamakan stimulus berupa pengurangan pajak, meskipun tidak berarti anggaran K/L akan
dikurangi. Menurut observasi yang telah dilakukan selama delapan bulan ini, stimulus yang
paling efektif adalah yang berhubungan dengan penurunan pajak. Ini disebabkan karena dapat
langsung dinikmati oleh masyarakat. Sedangkan terkait dengan belanja negara, membutuhkan
proses administrasi yang cukup rumit.
Melalui penjelasan di atas, menurut saya stimulus fiskal merupakan kebijakan yang
sangat penting. Stimulus fiskal memiliki dampak bagi beberapa pihak, yaitu bagi pengusaha,
pemotongan pajak sangat membantu mengurangi beban biaya operasional, sehingga akan
berguna untuk mempertahankan kapasitas produksinya. Bagi masayarakat, penurunan tarif PPh
orang pribadi dan kenaikan penghasilan tidak kena pajak, subsidi harga untuk obat generik dan
minyak goreng, dan PPN untuk produk akhir ditanggung pemerintah, serta penurunan harga
BBM tentunya akan meningkatkan daya beli masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. Mengatasi Dampak Krisis Global Melalui Program Stimulus Fiskal APBN 2009.
Departemen Keuangan
http://aph168.blogspot.com/2009/12/dampak-kebijakan-stimulus-fiskal.html
(Diakses
pada
(Diakses
pada