Anda di halaman 1dari 8

Stabilitas perekonomian di suatu negara merupakan syarat fundamental bagi terciptanya

peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui pertumbuhan yang tinggi dan peningkatan


kualitas pertumbuhan. Ketidakstabilan akan menyulitkan masyarakat swasta maupun rumah
tangga dalam menyusun rencana kedepannya, khususnya terkait dengan investasi. Tingkat
investasi yang rendah akan menurunkan potensi pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Krisis
keuangan yang terjadi sejak pertengahan 2008 mengakibatkan penurunan tajam terhadap
pertumbuhan ekonomi dunia dan bahkan hampir seluruh negara mengalami kontraksi ekonomi.
Kebijakan fiskal yang dibuat oleh pemerintah merujuk pada peningkatan stimulus fiskal yang
harus dilakukan. Stimulus fiskal adalah bagian dari kebijakan fiskal pemerintah yang ditujukan
untuk mempengaruhi permintaan agregat (aggregate demand) yang selanjutnya (diharapkan)
akan berpangaruh pada aktivitas perekonomian dalam jangka pendek. Pada umumnya, stimulus
fiskal diberikan ketika perekonomian berada pada level terendah di mana angka pertumbuhan
cenderung mengalami menurun secara terus menerus. Pemerintah menyampaikan paket stimulus
fiskal 2009 dengan nilai nominal sebesar Rp 73,3 triliun, setara dengan 1,4% PDB. Ada dua
bentuk instrumen fiskal yang digunakan yaitu (1) pemotongan pajak dan (2) menaikkan besarnya
belanja pemerintah.
Sebagai contoh, ketika George W. Bush dipilih menjadi presiden pada tahun 2001, salah
satu isi kampanyenya adalah terkait dengan pemotongan pajak di Amerika Serikat Beliau dan
para penasehatnya menggunakan teori suppy-side dan retorika Keynesian untuk membuat
kebijakan. Saat kampanye berlangsung, kondisi perekonomian sedang stabil, mereka berargumen
bahwa tingkat marjinal pajak yang lebih rendah akan meningkatkan insentif kerja. Namun,
kondisi perekonomian mulai berjalan lambat yang mengakibatkan pengangguran meningkat dari
3,9 persen pada bulan Oktober menjadi 4,5 persen pada bulan April 2001. Argumen ini beralih ke
penekanan bahwa pemotongan pajak akan mendorong pengeluaran dan mengurangi risiko
terjadinya resesi. Pada akhirnya Kongres menyetujui pemotongan pajak pada bulan Mei 2001.
Apabila dibandingkan dengan proposal asli Bush, tingkat potongan pajak yang disetujui Kongres
lebih kecil dalam jangka panjang. Tetapi undang-undang ini menambahkan rabat pajak sebesar
$600 per keluarga ($300 untuk setiap pembayar pajak tunggal), seperti yang diberlakukan pada
musim panas 2001. Konsisten dengan teori Keynesian, tujuan dari rabat ini adalah untuk
memberikan stimulus yang cepat kepada permintaan agregat.

Menurut Keynesian, kebijakan fiskal memiliki effect multiplier pada pendapatan. Hal
inilah yang menyebabkan pemerintah pada masa krisis mengeluarkan berbagai kebijakan fiskal
untuk memacu perekonomiannya. Dalam Mankiw (2003) disebutkan alasan kebijakan fiskal
memiliki dampak pengganda (multiplied effect) terhadap pendapatan adalah karena berdasarkan
fungsi konsumsi C= C(Y-T), pendapatan yang lebih tinggi menyebabkan konsumsi yang lebih
tinggi. Ketika kenaikan belaja pemerintah meningkatkan pendapatan, itu juga meningkatkan
konsumsi, yang selanjutnya meningkatkan pendapatan, kemudian meningkatkan konsumsi, dan
seterusnya. Stimulus fiskal dianggap sebagai solusi yang efektif dalam meredam masa resesi
yang kelam dan memacu pertumbuhan ekonomi serta mengurangi gap antara GDP potensial dan
GDP aktual yang terjadi akibat hilangnya output karena hantaman krisis.
Ketika terjadi krisis ekonomi, mekanisme pasar tidak bekerja sebagaimana mestinya
karena penurunan daya beli masyarakat dan situasi dunia yang ragu-ragu untuk melakukan
investasi. Di Indonesia, pemerintah berupaya untuk menggerakan roda perekonomian dan
mendorong investasi. Dalam APBN 2009, pemerintah Indonesia mencadangkan dana untuk
stimulus fiskal sebesar Rp 73,3 triliun dengan komposisi: Rp 4,2 triliun dialokasikan bagi
stimulus dunia usaha atau lapangan kerja; Rp 0,6 triliun untuk PNPM; dan Rp 12,2 triliun untuk
belanja infrastruktur.

Program Stimulus Fiskal APBN 2009

Dari data diatas, terlihat bahwa kebijakan fiskal memiliki pengaruh secara langsung
terhadap besarnya pajak yang dibayarkan oleh perusahaan. Dana stimulus fiskal sebesar Rp 73,3
triliun tersebut juga berbentuk penurunan beban pajak bagi wajib pajak seperti penurunan PPh
wajib pajak perorangan atau perusahaan dan kenaikan pendapatan tidak kena pajak (PTKP).
Stimulus fiskal tidak hanya memberikan keuntungan bagi negara tetapi juga berdampak
pada perusahaan. Perusahaan dapat mendapatkan manfaat dengan adanya (1) pertumbuhan
ekonomi dan (2) Beban Pajak yang dibayarkan perusahaaan.

(1) Pertumbuhan ekonomi


Saat krisis ekonomi berlangsung, mekanisme pasar memang sedikit terganggu karena daya
beli masyarakat rendah dan keengganan investasi sehingga pemerintah tetap mendorong
investasi untuk menggerakkan roda perekonomian. Oleh karena itu, pemerintah
mengeluarkan dana sebesar Rp. 73,3 triliun dalam program stimulus fiskal. Stimulus fiskal
ini digunakan untuk stimulus dunia usaha, PNPM dan belanja infrastruktur ke beberapa
departemen didalam pemerintahan diantaranya Pekerjaan Umum, Perhubungan, Energi,
Kelautan dan Perikanan, Perumahan Rakyat, Koperasi dan UKM, Perdagangan, Tenaga
Kerja dan transmigrasi, dan Kesehatan. Perusahaan-perusahaan swasta yang operasi
bisnisnya berkaitan dengan proyek-proyek yang diampu departemen yang telah disebutkan
dapat menggunakan kesempatan ini untuk turut serta dalam proyek untu memaksimalkan
laba perusahaan.
(2) Beban Pajak yang dibayarkan perusahaan
Paket stimulus fiskal sebesar Rp 73,3 triliun yang disebutkan diatas juga dalam bentuk
penurunan beban pajak bagi wajib pajak seperti penurunan tarif PPh wajib pajak perorangan
atau perusahaan dan kenaikan pendapatan tidak kena pajak (PTKP).
Pemerintah juga memperkenalkan stimulus melalui penurunan pendapatan, dengan
mengurangi tarif pajak serta meningkatkan pajak dan subsidi non-pajak ditanggung oleh
Pemerintah. stimulus tersebut dirancang untuk mempertahankan daya beli rumah tangga serta
memberikan insentif untuk bisnis di tengah krisis ekonomi global. Pada tahun 2009 diperkirakan
penghematan yang dibuat oleh perusahaan dan individu melalui pengurangan pajak penghasilan
sebesar Rp 50,3 triliun, yakni penurunan sebesar 9,3% di Pajak Penghasilan Badan Usaha dan
7,7% pada Pajak Penghasilan Individual, dibandingkan dengan pendapatan dari pajak
penghasilan di tahun 2008 yang berjumlah Rp. 305 triliun. Selain itu, stimulus fiskal juga
diperkenalkan dalam bentuk pengecualian PPN untuk minyak goreng dan bahan bakar nabati
(BBN) serta kegiatan eksplorasi minyak dan gas bumi, sebesar Rp. 3,5 triliun. Nilai PPN yang
diterima pada tahun 2008 adalah Rp 195,5 triliun, sehingga stimulus fiskal dari PPN ini setara
dengan 1,79%. Usaha terakhir meliputi penurunan bea masuk (BM) untuk bahan baku dan modal
sebesar Rp. 2,5 triliun, yang menunjukkan penurunan sebesar 14% dibandingkan tahun 2008
(pendapatan dari bea impor Rp 17,8 triliun). Secara nominal, stimulus fiskal dari pengurangan
pajak mencapai Rp. 60,5 triliun, yang akan mempengaruhi perekonomian melalui mekanisme

PPh, PPN dan bea impor. Secara garis besar, stimulus fiskal Indonesia tahun 2009 disajikan pada
tabel dibawah ini:

Sumber: Bank Indonesia


Banyak yang menyangsikan efektivitas stimulus fiskal yang diterapkan di Indonesia.
Pertama, dengan pendekatan berupa keringanan dan subsidi pajak, sebenarnya pemerintah
mengambil posisi pasif dalam mengantisipasi krisis. Sebagai ilustrasi, subsidi harga obat generik
serta pembebasan Pajak Pertambahan Nilai atas beberapa produk akhir untuk minyak goring dan
bahan bakar nabati (BBN) tidak signifikan dalam memperkuat daya beli masyarakat miskin atau
mendorong konsumsi dalam negeri. Hal itu disebabkan harga kebutuhan pokok dalam negeri
maupun produk manufaktur tidak secara otomatis turun dengan adanya subsidi harga tersebut.
Subsidi pajak menjadi tidak efektif jika diberikan kepada sektor-sektor usaha yang sudah tidak
layak lagi menjadi obyek pajak karena mereka sudah terancam bangkrut. Apalagi gejala
deindustrialisasi, dalam bentuk penutupan perusahaan dan pengurangan tenaga kerja sudah mulai
terlihat.

Sumber: Bank Indonesia


Tabel di atas menunjukan bahwa dalam APBN tahun 2009, telah dimasukkan penurunan
tarif pajak orang pribadi sebagai hasil diberlakukannya amandemen UU PPh. Dengan demikian,
pendapatan riil masyarakat meningkat sehingga diharapkan akan mampu mendorong daya beli.
Penurunan tarif PPh orang pribadi memberikan pengurangan pembayaran pajak (tax saving)
sebesar Rp 24,5 triliun yang berdampak pada bertambahnya likuiditas perekonomian dan
mendorong daya beli rumah tangga.
Kedua, masalah-masalah teknis dan nonteknis yang berkaitan dengan penyerapan
anggaran harus diperbaiki sebelum stimulus dikeluarkan. Keberhasilan stimulus sangat
bergantung pada kecepatan daya serap dan pencairan dana stimulus tersebut. Stimulus harus
diberikan sedini mungkin di awal tahun agar terserap seluruhnya ke dalam perekonomian dan
memberikan dampak pengganda yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi dan
pengurangan PHK.
Ketiga, pemerintah tidak banyak mengucurkan dana segar (direct stimulus) untuk
menciptakan program dan proyek yang menggerakkan perekonomian. Terkait dana segar yang
sifatnya langsung dapat bisa dirasakan oleh rakyat, menyebabkan daya beli dan menciptakan
lapangan kerja baru meningkat. Bagi pelaku bisnis di sektor riil nampaknya dibutuhkan stimulan
kebijakan yang lebih mendasar. Ancaman Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan pengangguran
nampaknya akan dirasakan pada semester pertama 2009.

Keeempat, pentingnya dialog dan kesepakatan antara pemerintah dan pengusaha untuk
fokus pemberian stimulus fiskal kepada sektor mana saja. Pemerintah perlu menggandeng Kadin
dan seluruh asosiasi bisnis dalam penentuan sektor yang perlu diberikan stimulus tambahan.
Kelima, pemerintah perlu mengajak pemda kabupaten, kota, dan provinsi dalam
menyusun stimulus kebijakan yang lebih komprehensif. Praktik realisasi APBN dan APBD
selama ini lebih bernuansa sektoral, tetapi mengabaikan perbedaan masalah dan kebutuhan
antardaerah. Banyak dana daerah yang masih disimpan dalam bentuk SBI menunjukkan: (1)
betapa masih adanya peluang pembiayaan; (2) belum adanya sense of crisis bagi kebanyakan
pemda di Indonesia.
Menurut Menteri Keuangan (Sri Mulyani) pada masa itu, pada tahun 2010 anggaran dan
program stimulus fiskal masih tersedia. Namun, sebutannya bukanlah stimulus fiskal. Menurut
Menkeu, sesuai pembahasan negara-negara anggota G-20 baru-baru ini, yang disebut stimulus
fiskal adalah bentuk pengeluaran pemerintah, yakni belanja maupun pemotongan atau
pengurangan pajak, atau dalam bentuk bantuan sosial langsung ke masyarakat. Penjelasan di atas
berbeda dengan pengertian stimulus selama ini, yakni berupa anggaran yang langsung disalurkan
untuk belanja dan pembiayaan kementrian/lembaga (K/L). Untuk itu, pemerintah akan lebih
mengutamakan stimulus berupa pengurangan pajak, meskipun tidak berarti anggaran K/L akan
dikurangi. Menurut observasi yang telah dilakukan selama delapan bulan ini, stimulus yang
paling efektif adalah yang berhubungan dengan penurunan pajak. Ini disebabkan karena dapat
langsung dinikmati oleh masyarakat. Sedangkan terkait dengan belanja negara, membutuhkan
proses administrasi yang cukup rumit.
Melalui penjelasan di atas, menurut saya stimulus fiskal merupakan kebijakan yang
sangat penting. Stimulus fiskal memiliki dampak bagi beberapa pihak, yaitu bagi pengusaha,
pemotongan pajak sangat membantu mengurangi beban biaya operasional, sehingga akan
berguna untuk mempertahankan kapasitas produksinya. Bagi masayarakat, penurunan tarif PPh
orang pribadi dan kenaikan penghasilan tidak kena pajak, subsidi harga untuk obat generik dan
minyak goreng, dan PPN untuk produk akhir ditanggung pemerintah, serta penurunan harga
BBM tentunya akan meningkatkan daya beli masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. Mengatasi Dampak Krisis Global Melalui Program Stimulus Fiskal APBN 2009.
Departemen Keuangan
http://aph168.blogspot.com/2009/12/dampak-kebijakan-stimulus-fiskal.html

(Diakses

pada

Rabu, 26 Desember 2012)


http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/7AB8DDF7-2E3D-4E62-B8D086E14C63325E/15749/APBN
Penyesuaian_20091.pdf (Diakses pada Kamis, 27 Desember 2012)
http://purpl3star.wordpress.com/2009/02/11/stimulus-fiskal-dalam-apbn-2009/

(Diakses

pada

Selasa, 25 Desember 2012)


Investor Daily Indonesia
Mankiw, N. Gregory. 2004. Principles of Economics. 3th Edition. South-Western College
Prima, Hamidi dkk. 2010. Stimulus Fiskal sebagai Penangkal Dampak Krisis Global.
www.setneg.go.id (Diakses pada Senin, 24 Desember 2012)
Simorangkir, Iskandar dan Justina Adamanti. 2010. Peran Stimulus Fiskal dan Pelonggaran
Moneter pada Perekonomian Indonesia selama Krisis Finansial Global : Dengan
Pendekatan Financial Computable General Equilibrium. Jurnal Ekonomi dan Perbankan :
Bank Indonesia

Anda mungkin juga menyukai