Anda di halaman 1dari 19

1

BAB I
PENDAHULUAN
Appendisitis adalah peradangan yang terjadi pada appendix vermicularis.
Appendix merupakan organ tubular yang terletak pada pangkal usus besar yang
berada di perut kanan bawah dan organ ini mensekresikan IgA namun seringkali
menimbulkan masalah bagi kesehatan. Peradangan akut Appendix atau
Appendicitis acuta menyebabkan komplikasi yang berbahaya apabila tidak segera
dilakukan tindakan bedah.
Appendisitis merupakan kasus bedah akut abdomen yang paling sering
ditemukan. Appendisitis dapat mengenai semua kelompok usia. Hanya 50-70%
kasus yang bisa didiagnosis dengan tepat pada saat penilaian awal.
Semua kasus appendicitis memerlukan tindakan pengangkatan dari
Appendix yang terinflamasi, baik dengan laparotomy maupun dengan
laparoscopy. Apabila tidak dilakukan tindakan pengobatan, maka angka kematian
akan tinggi, terutama disebabkan karena peritonitis dan syok. Reginald Fitz pada
tahun 1886 adalah orang pertama yang menjelaskan bahwa Appendicitis acuta
merupakan salah satu penyebab utama terjadinya akut abdomen di seluruh dunia 3.
Appendicular infiltrat merupakan komplikasi dari appendisitis acut yang
terjadi bila appendisitis gangrenosa atau mikroperforasi dilokalisir atau dibungkus
oleh omentum dan/atau lekuk usus halus.

BAB II
1

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Fisiologi Appendix
Apendiks merupakan suatu organ yang berbentuk tabung dan panjangnya
kira-kira, dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian proximal dan
melebar di bagian distal. Pada bayi, appendiks berbentuk kerucut, lebar pada
pangkalnya dan menyempit diujungnya. Pangkalnya terletak pada posteromedial
caecum. Apendiks terletak dikuadran kanan bawah abdomen. Tepatnya di
ileosecum dan merupakan pertemuan ketiga taenia coli (taenia libera, taenia
colica, dan taenia omentum). Dari topografianatomi, letak pangkal appendiks
berada pada titik Mc Burney, yaitu titik pada garis antara umbilicus dan SIAS
kanan yang berjarak 1/3 dari SIAS kanan.1
Apendiks vermiformis disangga oleh mesoapendiks yang bergabung
dengan mesenterium usus halus pada daerah ileum terminal. Mesenteriolum
berisi a. Apendikularis (cabang a.ileocolica). Orificiumnya 2,5cm dari katup
ileocecal. Mesoapendiknya merupakan jaringan lemak yang mempunyai
pembuluh appendiceal dan terkadang juga memiliki limfonodi kecil. Pada 65 %
kasus,

apendiks

terletak

intraperitoneal.

Kedudukan

itu memungkinkan

apendiks bergerak dan ruang geraknya bergantung pada panjang mesoapendiks.2


Appendiks dipersarafi oleh parasimpatis dan simpatis. Persarafan
parasimpatis berasal dari cabang nervus vagus yang mengikuti arteri mesenterika
superior dan arteri appendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari
nervus thorakalis X. Oleh karena itu, nyeri viseral pada appendisitis bermula di
sekitar umbilikus. Pendarahan appendiks berasal dari arteri appendikularis,
cabang dari a.Ileocecalis, cabang dari a. Mesenterica superior. A. Appendikularis
merupakan arteri tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena
trombosis pada infeksi, appendiks akan mengalami gangren. Secara histologis,
appendiks mempunyai basis stuktur yang sama seperti usus besar.

Gambar 1: Anatomi apendiks

Gambar 2: Jenis posisi dan letak apendiks


1.

12 o clock: Retrocolic or retrocecal (dibelakang cecum


atau colon)

2.

2 o clock: Splenic (ke atas kiri Preileal and Postileal)

3.

3 o clock: Promonteric (secara horizontal menuju ke kiri ke


arah sacral promontory)

4.

4 o clock: Pelvic (turun ke dalam pelvis)

5.

6 o clock: Subcecal (di bawah caecum dan menuju ke


inguinal canal)

6.

11 o clcok: Paracolic (menuju keatas kanan)

HISTOLOGI APENDIKS

Tunika mucosa : memiliki kriptus tapi tidak memiliki villus.


Tunika submucosa : banyak folikel lymphoid.
Tunika muscularis : stratum sirculare sebelah dalam dan stratum

longitudinal ( gabungan tiga tinea coli) sebelah luar.


Tunika serosa : bila letaknya intraperitoneal asalnya dari peritoneum
visceral

FISIOLOGI APENDIKS
Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari.

Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated


Lymphoid Tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk apendiks,
ialah IgA. Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi.
Namun demikian, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi system imun
tubuh karena jumlah jaringan limfe disini kecil sekali jika dibandingkan dengan
jumlahnya di saluran cerna dan diseluruh tubuh
Jaringan limfoid pertama kali muncul pada apendiks sekitar 2 minggu
setelah lahir. Jumlahnya meningkat selama pubertas, dan menetap saat dewasa dan
4

kemudian berkurang mengikuti umur. Setelah umur 60 tahun, tidak ada jaringan
limfoid lagi di apendiks dan terjadi penghancuran lumen apendiks komplit.
Immunoglobulin sekretorius dihasilkan sebagai bagian dari jaringan limfoid yang
berhubungan dengan usus untuk melindungi lingkungan anterior. Apendiks
bermanfaat tetapi tidak diperlukan
2.2

Definisi

Gambar 3 : Apendisitis
Apendisitis

merupakan

peradangan

pada

appendiks

vermiformis.

Peradangan akut apendiks memerlukan tindakan bedah segera untuk mencegah


komplikasi yang umumnya berbahaya. 3
2.3 Etiologi
Faktor predisposisi utama terjadinya apendisitis akut adalah obstruksi
lumen apendiks vermiformis. Fekalit adalah penyebab utama terjadinya obstruksi
apendiks vermiformis.4 Disamping hiperplasia jaringan limfoid, tumor apendiks
vermiformis, dan cacing askaris dapat pula menyebabkan sumbatan. Erosi mukosa
apendiks vermiformis akibat parasit E.histolytica merupakan penyebab lain yang
dapat menimbulkan apendisitis.2
Burkitt mengatakan peran kebiasaan makan makanan rendah serat dan
kandungan lemak serta gula yang tinggi pada orang Barat, serta pengaruh
konstipasi, berhubungan dengan timbulnya

apendisitis. Konstipasi akan

menaikkan tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional

apendiks vermiformis dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon. Semua


ini akan mempermudah timbulnya apendisitis akut.3
Apendisitis akut merupakan infeksi bakteri. Faktor-faktor yang dapat
menjadi pencetus apendisitis akut :
1.

Obsruksi lumen apendiks : Obstruksi ini akan menyebabkan


distensi pada apendiks karena terkumpulnya cairan intraluminal.
Obstruksi ini dapat disebabkan oleh :
- Masuknya fekalit
- Kerusakan mukosa dan adanya tumor
- Terdapat bekuan darah
- Sumbatan oleh cacing ascaris
- Pengendapan barium di pemeriksaan x-ray sebelumnya.
2. Ras dan makanan
a. Lebih banyak pada orang barat.
b. Makan daging kemungkinannya lebih besar.
3. Konstipasi dan pemakaian laksatif
Flora usus normal apatogen menjadi patogen.
4.

2.4

Fokal infeksi dari tempat lain yang manjalar secara hematogen.

Epidemiologi
Di Amerika Serikat setiap tahunnya terdapat 250.000 kasus apendisitis.

Insiden apendisitis paling tinggi pada usia 10-30 tahun, dan jarang ditemukan
pada anak usia kurang dari 2 tahun. Setelah usia 30 tahun insiden apendisitis
menurun, tapi apendisitis bisa terjadi pada setiap umur individu. Pada remaja dan
dewasa muda rasio perbandingan antara laki-laki dan perempuan sekitar 3 : 2.
Setelah usia 25 tahun, rasionya menurun sampai pada usia pertengahan 30 tahun
menjadi seimbang antara laki-laki dan perempuan. Sekitar 20-30% kasus
apendisitis perforasi terjadi di Afrika, sedangkan di Amerika sebanyak 38,7%
insidensi apendisitis perforasi terjadi pada laki-laki dan 23,5% pada wanita.
2.5 Patofisiologi

Patologi apendisitis berawal dari mukosa dan kemudian melibatkan


seluruh lapisan dinding apendiks vermiformis dalam waktu 24-48 jam pertama.
Jaringan mukosa pada apendiks vermiformis menghasilkan mukus (lendir) setiap
harinya. Terjadinya obstruksi lumen menyebabkan sekresi mukus dan cairan,
akibatnya terjadi peningkatan tekanan luminal sebesar 60 cmH2O, yang
seharusnya hanya berkapasitas 0,1-0,2 mL. Bakteri dalam lumen apendiks
vermiformis berkembang dan menginvasi dinding apendiks vermiformis sejalan
dengan terjadinya pembesaran vena dan kemudian terganggunya arteri akibat
tekanan intraluminal yang tinggi.3
Ketika tekanan kapiler melampaui batas, terjadi iskemi mukosa, inflamasi
dan ulserasi. Pada akhirnya, pertumbuhan bakteri yang berlebihan di dalam lumen
dan invasi bakteri ke dalam mukosa dan submukosa menyebabkan peradangan
transmural, edema, stasis pembuluh darah, dan nekrosis muskularis yang
dinamakan apendisitis kataralis. Jika proses ini terus berlangsung, menyebabkan
edema dan kongesti pembuluh darah yang semakin parah dan membentuk abses di
dinding apendiks vermiformis serta cairan purulen, proses ini dinamakan
apendisitis flegmonosa. Kemudian terjadi gangren atau kematian jaringan yang
disebut apendisitis gangrenosa.3
Jika dinding apendiks vermiformis yang terjadi gangrene pecah, tandanya
apendisitis berada dalam keadaan perforasi. Untuk membatasi proses radang ini
tubuh juga melakukan upaya pertahanan dengan menutup apendiks vermiformis
dengan omentum, usus halus, atau adneksa sehingga terbentuk massa
periapendikuler yang secara salah dikenal dengan istilah infiltrat apendiks. Pada
anak-anak dengan omentum yang lebih pendek, apendiks vermiformis yang lebih
panjang, dan dinding apendiks vermiformis yang lebih tipis, serta daya tahan
tubuh yang masih kurang, dapat memudahkan terjadinya apendisitis perforasi.
Sedangkan pada orang tua, apendisitis perforasi mudah terjadi karena adanya
gangguan pembuluh darah. Apendiks vermiformis yang pernah meradang tidak
akan sembuh sempurna tetapi membentuk jaringan parut yang melengket dengan
jaringan sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang di
perut kanan bawah. Sehingga suatu saat, organ ini dapat mengalami peradangan
akut lagi dan dinyatakan mengalami eksaserbasi akut
7

2.6 Manifestasi Klinis


Berdasarkan letak anatomis apendiks
1. Bila letak apendiks retrosekal retroperitoneal, yaitu di belakang sekum
(terlindung oleh sekum), tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan
tidak ada tanda rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih kearah perut kanan atau
nyeri timbul pada saat melakukan gerakan seperti berjalan, bernapas dalam, batuk,
dan mengedan. Nyeri ini timbul karena adanya kontraksi m.psoas mayor yang
menegang dari dorsal.
2. Bila apendiks terletak di rongga pelvis
- Bila apendiks terletak di dekat atau menempel pada rektum, akan timbul
rangsangan sigmoid atau rektum, sehingga peristalsis meningkat, pengosongan
rektum akan menjadi lebih cepat dan berulang-ulang (diare).
- Bila apendiks terletak di dekat atau menempel pada kandung kemih, dapat
terjadi peningkatan frekuensi kemih, karena rangsangannya dindingnya
Manifestasi klinis apendisitis akut:
tanda awal
nyeri mulai di epigastrium atau regio umbilikus disertai mual dan anoreksi
nyeri pindah ke kanan bawah dan menunjukkan tanda rangsangan peritoneum
lokal di titik McBurney

nyeri tekan

nyeri lepas

defans muskuler

nyeri rangsangan peritoneum tidak langsung

nyeri tekan bawah pada tekanan kiri (Rovsing)

nyeri kanan bawah bila tekanan di sebelah kiri dilepaskan (Blumberg)

nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak seperti nafas dalam, berjalan,
batuk, mengedan

2.6 Diagnosis Banding


Surgical

Medical

Urological

Gynaecologic
al

Intestinal obstruction

Gastroenteritis

Intussusception

Pneumonia

Acute cholecystitis

Terminal ileitis

Right
pyelonephritis

Ruptured ovarian
follicle

Perforated peptic
ulcer

Diabetic
ketoacidosis

Urinary tract
infection

Torted ovarian
cyst

Mesenteric adenitis

Preherpetic pain
on the right 10th

Salpingitis/pelvic
inflammatory

and 11th dorsal

disease

Meckels
diverticulitis

Right ureteric Ectopic


colic
pregnancy

Colonic/appendicular nerves
diverticulitis
Porphyria
Pancreatitis
Rectus sheath
haematoma

2.7 Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan laboratorium
Urinalisis
Radiologi
Ultrasonografi

2.8 Tatalaksana
Bila sudah terdiagnosis dengan tepat, tindakan paling tepat adalah
apendektomi. Pada apendisitis tanpa komplikasi biasanya tidak diperlukan

10

antibiotik kecuali pada apendisitis gangrenosa dan perforate. Penundaan tindakan


bedah sambil memberikan antibiotic dapat mengakibatkan abses atau perforasi.
Tindakan Operasi Apendiktomi, merupakan tindakan pemotongan apendiks.
Dapat dilakukan secara terbuka atau laparoskopi

Gambar 4: Apendektomi secara terbuka


Pada

apendektomi terbuka, insisi McBurney paling banyak dipilih .

Operasi ini dilakukan di bawah pengaruh anestesi umum.

Jika apendiks

mengalami perforasi maka abses disedot dan diguyur dengan NaCl dan disedot
hingga bersih.

Gambar 5: Apendektomi menggunakan teknik lapaskopi


Laparoskopi merupakan tindakan mengguankan kamera fiberoptik yang
dimasukkan kedalam abdomen, apendiks dapat divisualisasi secara langsung.
Teknik ini dilakukan dibawah pengaruh anestesi umum. Bila saat melakukan
tindakan ini di dapatkan peradangan pada apendiks maka dapat langsung
dilakukan pengangkatan apendiks
Skor Alvarado adalah suatu sistem pen-skor-an yang digunakan untuk
menetapkan ada atau tidaknya diagnosis appendisitis akut (penyakit usus buntu).
10

11

Skor Alvarado merupakan delapan komponen skor yang terdiri dari enam
komponen klinik dan dua komponen laboratorium dengan total skor maksimal
Tabel 1: Skor Alvarado
Tabel Skor Alvarado
Gejala Klinis

Skor

Nyeri abdominal pindah ke fossa iliaka kanan

Nafsu makan menurun

Mual dan atau muntah


Tanda Klinis

Nyeri lepas

Nyeri tekan fossa iliaka kanan

Demam (suhu > 37,2 C)


Pemeriksaan Laboratoris

Leukositosis (leukosit > 10.000/ml)

Shift to the left (neutrofil > 75%)

TOTAL

10

Interpretasi:
Skor 7-10 = Apendisitis akut
Skor 5-6 = Curiga apendisitis akut
Skor 1-4 = Bukan apendisitis akut
2.9 Komplikasi
Menurut Smeltzer dan Bare (2002), komplikasi potensial setelah
apendiktomi antara lain:
1. Peritonitis
Observasi terhadap nyeri tekan abdomen, demam, muntah, kekakuan
abdomen, dan takikardia. Lakukan penghisapan nasogastrik konstan. Perbaiki
dehidrasi sesuai program. Berikan preparat antibiotik sesuai program.

11

12

s
2. Abses pelvis atau lumbal
Evaluasi adanya anoreksi, menggigil, demam, dan diaforesis. Observasi
adanya diare, yang dapat menunjukkan abses pelvis, siapkan pasien untuk
pemeriksaan rektal. Siapkan pasien untuk prosedur drainase operatif.
3. Abses Subfrenik (abses dibawah diafragma)
Kaji pasien terhadap adanya menggigil, demam, diaforesis. Siapkan untuk
pemeriksaan sinar-x. Siapkan drainase bedah terhadap abses.
2.10 Prognosis
Prognosis baik bila dilakukan diagnosis dini sebelum ruptur, dan diberi
antibiotik yang lebih baik. Apendisitis akut tanpa perforata memiliki mortalitas
sekitar 0,1%, dan mencapai 15% pada orang tua dengan perforata. Umumnya,
mortalitas berhubungan dengan sepsis, emboli paru, ataupun aspirasi.

12

13

BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas Pasien
Nama
Umur
Alamat
Pekerjaan
Tanggal Masuk
Tanggal Pemeriksaan

: Ny. SP
: 25 tahun
: Aceh Besar
: IRT
: 01 Juli 2015
: 01 Juli 2015

3.2 Anamnesis
Keluhan Utama
Keluhan Tambahan
RPS

: Nyeri perut kanan bawah


: Mual, muntah
: Pasien datang dibawa keluarga ke IGD RSUDZA dengan
keluhan nyeri pada perut kanan bawah yang dirasakan sejak
tiga hari SMRS. Nyeri memberat sejak 6 jam SMRS. Awal
nya nyeri dirasakan berpindah-pindah diseluruh lapangan
perut dan menetap pada bagian kanan bawah. Mual,
muntah, penurunan nafsu makan, nyeri saat BAK juga
dikeluhkan oleh pasien. Selama ini pasien tidak menstruasi

RPD

selama 2 tahun dengan pemakaian suntik KB.


: Sebelumnya pasien belum pernah mengalami hal seperti

RPK
RKS

ini
: Dikeluarga tidak ada yang mengalami seperti pasien
: Pasien suka makan makanan yang pedas sejak pasien SMP

3.3 Pemeriksaan Umum


Kesadaran
: Compos Mentis
Tekanan Darah
: 110/70 mmHg
Nadi
: 80 x/i
Pernapasan
: 20 x/i
Suhu
: 36,9C
Anemis
: Tidak dijumpai
Sianosis
: Tidak dijumpai
Dispnoe
: Tidak dijumpai
Ikterik
: Tidak dijumpai
Oedem
: Tidak dijumpai
3.4 Pemeriksaan Fisik
Kepala
: Normochepali
Mata
: pupil isokor, sklera ikterik (-/-), konjungtiva anemis (-/-)
Leher
: Pembesaran KGB(-) JVP tidak meningkat
13

14

Thoraks

:
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi

Jantung
Abdomen

: Pergerakan dinding dada simetris


: Stem fremitus kanan = Stem fremitus kiri
: Sonor/Sonor
: Suara pernapasan vesikuler di seluruh

lapangan paru. Suara tambahan tidak dijumpai


: BJ I > BJ II, reguler (+) bising (-)
:
Inspeksi : Simetris, Distensi (+)
Palpasi
: Abdomen kuadran kanan bawah
Nyeri tekan (+)
Mc Burney (+ )
Rovsing Sign ( +)
Psoas Sign (+ )
Obturator Sign ( +)
Perkusi
: Hipertimpani
Auskultasi : Peristaltik meningkat

Ekstremitas
Ekstremitas
Sianotik
Edema
Ikterik
Gerakan
Tonus otot
Sensibilitas
Atrofi otot
Akral dingin

Superior
Inferior
Kanan
Kiri
Kanan
Kiri
Aktif
Aktif
Aktif
Aktif
Normotonus Normotonus Normotonus Normotonus
N
N
N
N
-

Status Lokalis
Rectal Touche : Tidak ditemukan adanya benjolan, nyeri tekan (+)
3.5 Resume Klinis
seorang pasien wanita berumur 25 tahun ke IGD RSUDZA dengan
keluhan nyeri pada perut kanan bawah yang dirasakan sejak tiga hari SMRS.
Nyeri memberat sejak 6 jam SMRS. Awal nya nyeri dirasakan berpindah-pindah
diseluruh lapangan perut dan menetap pada bagian kanan bawah. Mual, muntah,
penurunan nafsu makan, nyeri saat BAK juga dikeluhkan oleh pasien. Selama ini
pasien tidak menstruasi selama 2 tahun dengan pemakaian suntik KB.
3.6 Usul Pemeriksaan Penunjang
14

15

Laboratorium 01 Juli 2015


Jenis Pemeriksaan
Darah Rutin
Hemoglobin
Hematokrit
Eritrosit
Leukosit
Trombosit
Hitung Jenis:
Eosinofil
Basofil
N.Segmen
Limfosit
Monosit
Faal Hemostasis
Waktu perdarahan
Waktu pembekuan
Diabetes
Glukosa darah sewaktu
Ginjal
Ureum
Kreatinin

Hasil

Nilai normal

13,4
40
4,5
15,4
236

12,0-15,0 g/dl
37-47n%
4,2-5,4106/mm3
4,5-10,5 103/mm3
150-450 103/mm3
0-6 %
0-2 %
50-70 %
20-40 %
2-8 %

2
0
86
7
7

1-7 menit
5-15 menit
3
9
175

<200 mg/dl
13-43 mg/ dl
0,51-0,95 mg/dl

14
0,50

Interpretasi BNO : Preperitoneal fatline baik


Distribusi udara usus mencapai pelvis
Psoas line baik
Kontur ginjal normal
Tidak tampak opasitas pada traktus urinarius.
Tulang dan jaringan lunak normal
Kesan : Dalam Batas Normal
Interpretasi Foto Thorak :
Pulmo : Dalam Batas Normal
Cor : Kardiomegali >50%
15

16

3.8 Diagnosis Klinis


Apendisitis akut
3.9 Rencana Terapi
- IVFD 20 gtt/i
- Inj Ceftriaxon 1 gr/12 jam
3.10 Rencana Tindakan
- Apendektomi
3.11 Laporan Pembedahan
Operasi dilakukan pada tanggal 01 juli 2015 dengan tindakan
appedektomi. Posisi pasien dalam keadaan supine dengan spinal anastesi.
Dilakukan eksploriasi, tampak appendix, hiperemis, oedem, panjang 8-9 cm, tidak
adanya pelforasi.

3.12 PROGNOSIS
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : bonam
Quo ad sanactionam : bonam

BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien datang dengan keluhan nyeri pada perut kanan bawah yang
dirasakan sejak tiga hari SMRS. Nyeri memberat sejak 6 jam SMRS. Awal nya
nyeri dirasakan berpindah-pindah diseluruh lapangan perut dan menetap pada
16

17

bagian kanan bawah. Mual, muntah, penurunan nafsu makan, nyeri saat BAK juga
dikeluhkan oleh pasien.
Hal ini sesuai dengan teori bahwa nyeri perut adalah gejala utama dari
apendisitis. Perlu diingat bahwa nyeri perut bisa terjadi akibat penyakit penyakit
dari hampir semua organ tubuh. Tidak ada yang sederhana maupun begitu sulit
untuk mendiagnosis apendistis. Gejala klasik apendisitis adalah nyeri samar-samar
dan tumpul yang merupakan nyeri viseral di daerah epigastrium sekitar umbilikus.
Nyeri perut ini sering disertai mual serta satu atau lebih episode muntah dengan
rasa sakit, dan setelah beberapa jam, nyeri akan beralih ke perut kanan bawah
pada titik McBurney. Umumnya nafsu makan akan menurun. Rasa sakit menjadi
terus menerus dan lebih tajam serta lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri
somatik setempat, akibatnya pasien menemukan gerakan tidak nyaman dan ingin
berbaring diam, dan sering dengan kaki tertekuk.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan Simetris, Distensi, nyeri

tekan

Nyeri tekan (+), Mc Burney (+ ), Rovsing Sign ( +), Psoas Sign

(+ ), Obturator Sign ( +), Hipertimpani, pada Auskultasi Peristaltik meningkat.


Hal ini sesuai dengan teori pasien dengan apendisitis biasanya
berbaring dengan terlentang, karena gerakan apa saja dapat meningkatkan rasa
sakit. Jika diminta untuk menggerakkan paha terutama paha kanan pasien akan
melakukan dengan perlahan-lahan dan hati-hati. Jika dilakukan palpasi akan
didapatkan nyeri yang terbatas pada region iliaka kanan, biasanya di sertai nyeri
lepas. Defans muskuler menunjukkan adanya rangsangan parietal. Tanda rovsing
adalah apabila melakukan penekanan pada perut kiri bawah maka akan dirasakan
nyeri pada perut kanan bawah. Peristalsis usus sering didapatkan normal tetapi
dapat menghilang akibat adanya ileus paralitik yang disebabkan oleh apendisitis
perforata. Uji psoas dan uji obturator merupakan pemeriksaan yang lebih
ditujukan untuk mengetahui letak apendiks vermiformis. Cara melakukan uji
psoas yaitu dengan rangsangan otot psoas melalui hiperekstensi sendi panggul
kanan atau fleksi aktif sendi panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan.
Tindakan ini akan menimbulkan nyeri bila apendiks vermiformis yang meradang
menempel di otot psoas mayor. Pada pemeriksaan uji obturator untuk melihat
bilamana apendiks vermiformis yang meradang bersentuhan dengan otot obturator
internus .
17

18

Pada pemeriksaan penunjang ditemukan adanya peningkatan leukosit yaitu


sebesar 15,4103/mm3. Hal ini sesuai dengan teori bahwa pemeriksaan
laboratorium rutin sangat membantu dalam mendiagnosis apendisitis akut,
terutama untuk mengesampingkan diagnosis lain. Pemeriksaan laboratorium yang
rutin dilakukan adalah jumlah leukosit darah. Jumlah leukosit darah biasanya
meningkat pada kasus apendisitis. Hitung jumlah leukosit darah merupakan
pemeriksaan yang mudah dilakukan dan memiliki standar pemeriksaan terbaik.
Pada kebanyakan kasus terdapat leukositosis, terlebih pada kasus dengan
komplikasi berupa perforasi. Penelitian yang dilakukan oleh Guraya SY
menyatakan bahwa peningkatan jumlah leukosit darah yang tinggi merupakan
indikator yang dapat menentukan derajat keparahan apendisitis. Tetapi, penyakit
inflamasi pelvik terutama pada wanita akan memberikan gambaran laboratorium
yang terkadang sulit dibedakan dengan apendisitis akut. Terjadinya apendisitis
akut dan adanya perubahan dinding apendiks vermiformis secara signifikan
berhubungan dengan meningkatnya jumlah leukosit darah. Temuan ini
menunjukkan

bahwa

peningkatan

jumlah

leukosit

berhubungan

dengan

peradangan mural dari apendiks vermiformis, yang merupakan tanda khas pada
apendisitis secara dini. Beberapa penulis menekankan bahwa leukosit darah
polimorfik merupakan fitur penting dalam mendiagnosis apendisitis akut.
Leukositosis ringan, mulai dari 10.000 - 18.000 sel/mm3, biasanya terdapat pada
pasien apendisitis akut. Namun, peningkatan jumlah leukosit darah berbeda pada
setiap pasien apendisitis. Beberapa pustaka lain menyebutkan bahwa leukosit
darah yang meningkat >12.000 sel/mm3 pada sekitar tiga-perempat dari pasien
dengan apendisitis akut. Apabila jumlah leukosit darah meningkat >18.000
sel/mm3 menyebabkan kemungkinan terjadinya komplikasi berupa perforasi.
DAFTAR PUSTAKA
1.

Townsend C M, Beauchamp R D,Evers B M, Mattox K L. Sabiston Textbook

2.

Of Surgery, 18th Edition, Elsevier, India, 2008; pg 1333-47


Anand N, Kent T S, First Aid For the Surgery. McGraw-Hill, 2003; pg 251-

3.

57
Riwanto. Apendiks. Dalam : De Jong W., Sjamsuhidajat R. Buku Ajar Ilmu
Bedah, Edisi 3, di terbitkan EGC, Jakarta, 2007 ; hal 755-62
18

19

4.

Medchrome : Medical And Health Articles, Anatomy Of Appendix And


Appendicitis,

5.

July

9,

2011:http://medchrome.com/basic-

science/anatomy/anatomy-appendix-appendicitis/
Emergency Diagnostic Radiology, Alvarado Score for Acute Appendicitis,
2009

:http://emergencyradiology.wordpress.com/2009/02/05/alvarado-

score-for-acute-appendicitis/

19

Anda mungkin juga menyukai