Strabismus
Strabismus
STRABISMUS
Disusun oleh :
Winda Fricilia Oktarina
2009730116
Pembimbing :
Dr. Hj. Ratna,Sp.M
KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMUN PENYAKIT MATA
RUMAH SAKIT ISLAM PONDOK KOPI
JAKARTA
2013
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan bimbingan dan petunjuk-Nya, akhirnya dengan ini saya dapat menyelesaikan
Referat dalam STASE MATA RSIJ PONDOK KOPI sesuai pada waktu yang telah
ditentukan.
Tujuan disusunnya referat ini, sebagai dasar kewajiban dari suatu proses kegiatan
yang kami lakukan yang kemudian diaplikasikan dalam bentuk praktik kehidupan seharihari,
Akhir kata, kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada Dr.Hj.Ratna,Sp.M
MARS sebagai pembimbing saya dalam pembuatan referat ini. Permohonan maaf juga
saya ucapkan apabila terdapat kesalahan dan kekurangan dalam penyusunan laporan ini.
Untuk itu, diperlukan kritik dan saran yang membangun untuk kami di masa yang akan
datang dan sangat membantu dalam membentuk pribadi seorang dokter yang baik. Semoga
laporan yang kami susun ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Penyusun
ii
DATAR ISI
PENDAHULUAN ................................................................................
I.
II.
BAB II
3
PEMBAHASAN ..................................................................................
I.
II.
III.
BAB III
20
Definisi .....................................................................................
3
Etiologi .....................................................................................
3
Diagnosa ..................................................................................
3
1. STRABISMUS PARALITIKA ..........................................
4
2. STRABISMUS NONPARALITIK ..................................
11
KESIMPULAN
..................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
I.
LATAR BELAKANG
Mata merupakan salah satu organ indera manusia yang mempunyai
manfaat sangat besar. Kelainan yang mengganggu fungsi mata salah satunya
adalah strabismus. Pada penelitian yang dilakukan di Jogjakarta tahun 2004,
didapatkan frekuensi kasus strabismus tipe esotropia sebesar 58%, tipe
eksotropia sebesar 38% dan tipe lain sebesar 4%.
BAB II
PEMBAHASAN
I.
DEFINISI
STRABISMUS adalah suatu keadaan dimana kedudukan kedua bola
mata tidak searah. Strabismus merupakan suatu kelainan posisi bola mata dan
bisa terjadi pada arah atau jauh penglihatan tertentu saja, atau terjadi pada semua
arah dan jarak penglihatan. ( 4, 5, 6 )
II. Etiologi
Strabismus ditimbulkan oleh cacat motorik, sensorik atau sentral. Cacat
sensorik disebabkan oleh penglihatan yang buruk, tempat ptosis, palpebra, Parut
Kornea Katarak Kongenital Cacat Sentral akibat kerusakan otak.
Cacat Sensorik dan Sentral menimbulkan Strabismus Konkomitan atau non
paralitik. Cacat motorik seperti paresis otot mata akan menyebabkan gerakan
abnormal mata yang menimbulkan strabismus paralitik. ( 4, 5 )
Gangguan fungsi mata seperti pada kasus kesalahan refraksi berat atau
pandangan yang lemah karena penyakit bisa berakhir pada strabismus.
Ambliopia (berkurangnya ketajaman penglihatan) dapat terjadi pada strabismus,
biasanya
menyimpang. ( 5 )
strabismus
laten
= heteroforia
-
akomodatif
non akomodatif
Gerak mata terbatas, pada daerah dimana otot yang lumpuh bekerja. Hal ini
menjadi nyata pada kelumpuhan total dan kurang nampak pada parese. Ini dapat
dilihat, bila penderita diminta supaya matanya mengikuti suatu obyek yang
digerakkan ke 6 arah kardinal, tanpa menggerakkan kepalanya (excurtion test).
Keterbatasan gerak kadang-kadang hanya ringan saja, sehingga diagnosa
berdasarkan pada adanya diplopia saja. ( 4 )
2.
Deviasi
Kalau mata digerakkan kearah lapangan dimana otot yang lumpuh
bekerja, mata yang sehat akan menjurus kearah ini dengan baik, sedangkan mata
yang sakit tertinggal. Deviasi ini akan tampak lebih jelas, bila kedua mata
digerakkan kearah dimana otot yang lumpuh bekerja. Tetapi bila mata
digerakkan kearah dimana otot yang lumpuh ini tidak berpengaruh, deviasinya
tak tampak.
Contoh : kelumpuhan m.rektus lateralis, menyebabkan esotropia, mata
berdeviasi kenasal. Deviasi ini tampak jelas bila kedua mata digerakkan kearah
temporal dan menjadi tidak nyata, bila digerakkan kearah nasal. Deviasi dari
mata yang strabismus disebut deviasi primer, selalu kearah berlawanan dengan
arah bekerjanya otot yang lumpuh. Kalau mata yang sakit melihat sesuatu obyek
dan mata yang sehat ditutup maka mata yang sehat ini akan berdeviasi pada arah
yang sesuai dengan mata yang sakit, tetapi dengan kekuatan yang lebih besar.
Deviasi dari mata yang sehat disebut deviasi sekunder. Deviasi sekunder ini
lebih besar, karena rangsangan yang kuat dibutuhkan mata yang sakit untuk
melihat kearah tempat otot yang sakit bekerja. Kekuatan rangsangan yang sama
didapatkan pula oleh otot yang normal sebagai pasangannya, karena itu timbul
deviasi sekunder yang kuat, pada mata yang sehat (hukum Hering). ( 4, 5 )
Ini merupakan cara untuk membedakan strabismus paralitik dari yang
nonparalitika, dimana diviasi primer sama dengan diviasi sekunder.
3.
Diplopia : terjadi pada lapangan kerja otot yang lumpuh dan menjadi lebih nyata
bila mata digerakkan kearah kanan.
4.
5.
6.
Dengan demikian dapat diketahui mata mana dan otot mana pada mata itu yang
salah.
Caranya : Penderita disuruh mengikuti gerak korek api, dengan matanya, tanpa
menggerakkan kepalanya, yang digerakkan keatas, kebawah, kekanan dan kekiri,
secara maksimal. Diperhatikan apakah timbul diplopia pada salah satu arah.
Umpamanya pada waktu melihat kekanan tampak diplopia. Dalam hal ini ada 2
kemungkinan :
1. Mata kiri yang tertinggal karena eksotropi mata kiri = kelumpuhan m.rektus
internus
2. Mata kanan tertinggal, karena esotropia mata kanan = kelumpuhan m.rektus
eksternus.
Kemungkinan
Kiri
OS
OD
OS
OD
kanan
Pada eksotropia mata kiri (OS) = paralise m.rektus internus pada mata kiri
Rangsangan pada mata kanan difovea sentralis.
Pada OS, retina yang terangsang disebelah kiri fovea sentralis, jadi bayangan OS
ada disebelah kanan dari bayangan OD yang melalui fovea sentralis, dilapangan
penglihatan.
OD
OS
bayangan palsunya terletak pada sisi yang sama dengan mata yang berdeviasi.
Dengan menutup salah satu mata, setelah terlihat diplopia, dapatlah diketahui
kedudukan bayangan dari diplopia itu, karena bayangan yang hilang menunjukkan
kedudukan bayangan mata itu. Umpamanya bayangan yang sebelah kiri yang hilang,
bila mata kanan yang ditutup, maka bayangan yang sebelah kiri adalah bayangan dari
mata kanan. ( 4 )
Pengukuran derajat deviasinya dengan tes Hirschberg, tes Krimski, tes Maddox
cross.
Penderita strabismus paralitika sebaiknya dirujuk dahulu dengan seorang ahli
saraf, sebelum diberikan pengobatan pada matanya, untuk menentukan da mengobati
penyebabnya, yang seringkali merupakan keadaan yang gawat seperti tumor diotak.
Kalau dari fihak bagian saraf sudah dianggap tengan barulah matanya diberi
pengobatan.
Kelumpuhan otot dapat mengenai satu otot, biasanya m.rektus lateralis, m.obliqus
superior atau salah satu otot yang diurus oleh N.III. Dapat juga mengenai beberapa
otot yang diurus oleh N.III.
10
Tanda-tandanya :
-
diplopi homonim, yang menjadi lebih hebat, bila mata digerakkan kearah luar
deviasinya menghilang, bila mata digerakkan kearah yang berlawanan dengan otot
yang lumpuh
pada anak dibawah 6 tahun, dimana pola sensorisnya belum tetap, timbul supresi,
sehingga tidak timbul diplopia
Pengobatan :
11
ptosis.
bola mata hampir tak dapat bergerak. Keterbatasan bergerak kearah atas, kenasal
dan sedikit kearah bawah.
mata berdeviasi ketemporal, sedikit kebawah. Kepala berputar kearah bahu pada
sisi otot yang lumpuh.
sedikit eksoftalmus, akibat paralise dari 3 mm rekti yang dalam keadaan normal
mendorong mata kebelakang.
12
kontusio bulbi
13
2. STRABISMUS NONPARALITIK
14
Disini kekuatan duksi dari semua otot normal dan mata yang berdeviasi
mengikuti gerak mata yang sebelahnya pada semua arah dan selalu berdeviasi
dengan kekuatan yang sama. Deviasi primer (deviasi pada mata yang sakit) sama
dengan deviasi sekunder (deviasi pada mata yang sehat). Mata yang ditujukan pada
obyek disebut fixing eye, sedang mata yang berdeviasi disebut squinting eye.
Dibedakan strabismus nonparalitika - nonakomodatif.
- akomodatif berhubungan dengan kelainan
refraksi.
STRABISMUS NONPARALITIK NONAKOMODATIF :
Deviasinya telah timbul pada waktu lahir atau pada tahun-tahun pertama.
Deviasinya sama kesemua arah dan tidak dipengaruhi oleh akomodasi. Karena itu
penyebabnya tak ada hubungannya dengan kelainan refraksi atau kelumpuhan otototot. Mungkin disebabkan oleh : ( 1, 4 )
Insersi yang salah dari otot-otot yang bekerja horizontal
Gangguan keseimbangan gerak bola mata, dapat terjadi karena gangguan
yang bersifat sentral, berupa kelainan kwantitas rangsangan pada otot. Hal ini
disebabkan kesalahan persarafan terutama dari perjalanan supranuklear, yang
mengelola konvergensi dan divergensi. Kelainan ini dapat menimbulkan proporsi
yang tidak baik antara kekuatan konvergensi dan divergensi. Untuk melakukan
konvergensi dari kedua mata, harus ada kontraksi yang sama dan serentak dari kedua
m.rektus internus, sehingga terjadi gerakan yang sama dan simultan dari mata ke
nasal. Divergensi dan konvergensi adalah bertentangan, overaction dari yang satu
menyebabkan kelemahan dari yang lain dan sebaliknya. Rangsangan sentral yang
berlebihan untuk konvergensi, menyebabkan kedudukan bola mata yang normal
untuk penglihatan jauh (divergensi) sedang menjadi strabismus konvergens untuk
penglihatan dekat (konvergensi).
Dibedakan :
1. Kelebihan konvergensi : (convergence excess)
15
Tanda-tanda :
16
1. Kelainan kosmetik, sehingga pada anak-anak yang lebih besar merupakan beban
mental.
2. Tak terdapat tanda-tanda astenopia.
3. Tak ada hubungan dengan kelainan refraksi.
4. Tak ada diplopia, karena terdapat supresi dari bayangan pada mata yang
berdeviasi.
Pada strabismus yang monokuler, karena supresi dapat terjadi ambliopia ex
anopsia. Bila deviasinya mulai pada umur muda dan sudut deviasinya besar, maka
bayangan dimakula yang terdapat pada mata yang fiksasi (fixing eye) terdapat
didaerah diluar makula pada mata yang berdeviasi (squiting eye). Jadi terdapat
abnormal retinal correspondence (binocular fals projection). Pengukuran derajat
deviasinya dilakukan dengan : tes Hisrchberg, tes Krimsky, tes Maddox cross.
Pemeriksaan kekuatan duksi untuk mengukur kekuatan otot. ( 3, 4, 5 )
Pengobatan :
1. Preoperatif
2. Operatif
Ad. 1. Preoperatif :
Pengobatan yang paling ideal pada setiap strabismus adalah bila tercapai hasil
fungsionil yang baik, yaitu penglihatan binokuler yang normal dengan stereopsis,
disamping perbaikan kosmetik. Hal ini sukar dicapai karena tergantung dari pada :
1. lamanya strabismus.
2. umur anak pada waktu diperiksa.
3. sikap orang tuanya.
4. kelainan refraksi.
Pada strabismus yang sudah berlangsung lama dan anak berumur 6 tahun atau
lebih pada waktu diperiksa pertama, maka hasil pengobatannya hanya kosmetis saja.
Sedapat mungkin ambliopia pada mata yang berdeviasi harus dihilangkan dengan :
17
1.
2.
Pengobatan dengan cara penutupan, pada anak yang sudah mengerti (3 tahun),
harus dikombinasikan dengan latihan ortoptik untuk mendapatkan penglihatan
binokuler yang baik. Kalau pengobatan preoperatif sudah cukup lama dilakukan,
kira-kira 1 tahun, tetapi tak berhasil, maka dilakukan operasi.
Tindakan operatif sebaiknya dilakukan pada umur 4-5 tahun, supaya bila masih ada
strabismusnya yang belum terkoreksi dapat dibantu dengan latihan.
Prinsip operasinya : - reseksi dari otot yang terlalu kuat
- reseksi dari otot yang terlalu lemah. ( 4 )
ESOTROPIA NONAKOMODATIVA
18
19
Pengobatan :
1. koreksi dari kelainan refraksi, dengan sikloplegia.
2. hindari ambliopia dengan penetesan atropin atau penutupan pada mata yang
sehat.
3. meluruskan aksis visualis dengan operasi (mata menjadi ortofori).
4. memperbaiki penglihatan binokuler dengan latihan ortoptik.
STRABISMUS
KONVERGENS
NONPARALITIK
AKOMODATIF
(KONKOMITAN AKOMODATIF)
Dinamakan juga esotropia, dimana mata berdeviasi kearah nasal. Kelainan ini
berhubungan dengan hipermetropia atau hipermetropia yang disertai astigmat.
Tampak pada umur muda, antara 1-4 tahun, dimana anak mulai mempergunakan
akomodasinya untuk melihat benda-benda dekat seperti mainan atau gambar-gambar.
Mula-mula timbul periodik, pada waktu penglihatan dekat atau bila keadaan
umumnya terganggu, kemudian menjadi tetap, baik pada penglihatan jauh ataupun
dekat.
Kadang-kadang dapat menghilang pada usia pubertas. Anak yang
hipermetrop, mempergunakan akomodasi pada waktu penglihatan jauh, pada
penglihatan dekat akomodasi yang dibutuhkan lebih banyak lagi. Akomodasi dan
konvergensi erat hubungannya, dengan penambahan akomodasi konvergensinyapun
bertambah pula. Pada anak dengan hipermetrop ini, mulai terlihat esoforia periodik
pada penglihatan dekat, disebabkan rangsangan berlebihan untuk konvergensi.
Lambat laun kelainan deviasi ini bertambah sampai fiksasi binokuler untuk
penglihatan dekat tak dapat dipertahankan lagi, dan terjadilah strabismus konvergens
untuk dekat. Kemudian terjadi pula esotropia pada penglihatan jauh.
20
Pengobatan :
1.
2.
Mata yang sehat ditutup atau ditetesi atropin untuk memperbaiki visus pada mata
yang sakit, 1 tetes 1 bulan 1 kali dapat juga dengan homatropin setiap hari atau
penutupan mata yang sehat. Kacamata harus diperiksa berulang kali, karena
mungkin terdapat perubahan, sampai kelainan refraksinya tetap.
3.
4.
Kalau setelah tindakan diatas esotropianya masih ada, dan kelainan deviasinya
tidak begitu besar, dapat diberikan koreksi dengan prisma, basis temporal.
5.
6.
STRABISMUS
DIVERGENS
NONPARALITIK
AKOMODATIF
21
Pada miopia mulai dengan kelemahan akomodasi pada jarak dekat, orang
miop hanya sedikit atau tidak memerlukan akomodasi, sehingga menimbulkan
kelemahan konvergensi dan timbullah kelainan eksotropia untuk penglihatan dekat
sedang untuk penglihatan jauhnya normal. tetapi pada keadaan yang lebih lanjut,
timbul juga eksotropia pada jarak jauh. Bila penyebabnya divergens yang berlebihan,
yang biasanya merupakan kelainan primer, mulai tampak sebagai eksotropia untuk
jarak jauh. Tetapi lama kelamaan kekuatan konvergensi melemah, sehingga menjadi
kelainan yang menetap, baik untuk jauh maupun dekat.
Pengobatan :
1. Koreksi penuh dari miopinya, ditambah overkoreksi 0,5-0,75 dioptri untuk
memaksa mata itu berakomodasi, kacamata ini harus dipakai terus-menerus.
2. Latihan ortoptik, untuk memperbaiki penglihatan binokuler, disamping terapi
oklusi.
3. Operasi, bila cara yang terdahulu tak memberikan pengobatan yang memuaskan.
Pada eksotropia hanya untuk jarak jauh, dilakukan dari m.rektus lateralis,
sedang pada kelemahan dari daya konvergensi, yang timbulkan eksotropia pada jarak
dekat dilakukan reseksi dari m.rektus medialis. Untuk eksotropia yang menetap
22
untuk jauh dan dekat, dilakukan operasi kombinasi. Bila kelainan deviasinya tak
begitu besar, dapat dicoba dulu dengan kacamata prisma basis nasal.
Pada bayi dan anak kecil ada kecenderungan konvergensi yang berlebihan,
yang dipengaruhi oleh persarafan supranuklear. Kecenderungan untuk berdivergensi
menjadi lebih besar dengan bertambahnya umur. Karena itu, bila tidak ada daya
untuk berfusi, seperti pada mata yang buta atau mata dengan visus yang sangat
menurun, maka mata ini akan berdeviasi kenasal pada anak-anak sampai umur 6
tahun dan pada orang-orang yang lebih dari 6 tahun usianya akan berdeviasi kearah
temporal. ( 4 )
23
BAB III
KESIMPULAN
1. Diagnosa Strabismus ditegakkan berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik
berdasarkan diagnosa kualitatif dan kuantitatif.
2. Tujuan pengobatan Strabismus pada anak-anak yaitu mengembalikan efek
sensorik yang hilang dan mempertahankan mata yang telah membaik dan telah
diluruskan, baik secara bedah maupun non bedah.
3. Tujuan pengobatan Strabismus pada orang dewasa, dengan strabismus yang
didapat yaitu mengurangi deviasi dan memperbaiki penglihatan binokuler
tunggal.
4. Langkah penanganan adalah memperbaiki tujuan penglihatan sehingga sensasi
penglihatan kedua mata sama, kemudian memperbaiki kedudukan bola mata.
5. Hasil akhir dari penatalaksanaan Strabismus tidak dapat mencapai penyembuhan
total, hanya bisa memperbaiki visus, dan merupakaan hal yang harus
diperioritaskan dalam penatalaksanaan Strabismus adalah mengetahui atau dapat
mendiagnosa sedini mungkin kelainan yang terjadi sehingga efek terapi yang
dicapai lebih optimal.
24
DAFTAR PUSTAKA
1. Radjamin. T, 1993, Strabismus, dalam Ilmu Penyakit Mata, Perhimpunan Dokter
Ahli Mata Indonesia, Airlangga University Press, 121-126.
2. Ilyas S, 1998, Strabismus, dalam Ilmu Penyakit Mata, Balai Penerbit FKUI,
Jakarta, 233-265.
3. Ilyas S, 2000, Strabismus, dalam Sari Ilmu Penyakit Mata, Balai Penerbit FKUI,
Jakarta, 181-194.
4. Wijana. N, 1993, Strabismus, dalam Ilmu Penyakit Mata, Abadi Tegal, Jakarta,
282-311.
5. Voughan D, Asbury T, 1996, Strabismus, dalam Oftalmologi Umum, edisi II, Jilid
1, Widya Medika, Jakarta, 237-263.
6. Glasspool. MG, 1994, Strabismus, dalam Atlas Berwarna Oftalmologi, Widya
Medika, Jakarta, 91-96.
25
26
27