LP Hiv
LP Hiv
1. PENGERTIAN
Infeksi HIV adalah penyakit yang diakibatkan oleh infeksi virus HIV (Human
Immunodefisiensi Virus). AIDS adalah penyakit yang menunjukkan adanya sindrom
defisiensi imun selular sebagai akibat oleh infeksi virus HIV yang dapat menyebabkan
AIDS (Barhers, 2008).
2. ETIOLOGI
Sindrom immunodefisiensi didapat pediatrik (AIDS) disebabkan oleh virus
immunodefisiensi manusia / Human Immunodeficiency virus (HIV) tipe 1 (HIV-1) yang
melekat dan memasuki limfosit T helper CD4+, yang juga ditemukan dalam jumlah yang
lebih rendah pada monosit dan makrofag.
HIV-I merupakan retrovirus yang termasuk pada subfamili Lentivirus. Juga
sangat dekat dengan HIV-II, yang menyebabkan penyakit yang sama.
HIV adalah virus RNA dan merupakan parasit obligat intra sel .Dalam bentuknya
yang asli ia merupakan partikel yang inert, tidak dapat berkembang atau melukai
sampai ia masuk ke sel host ( sel target ).
Retrovirus mengandung kapsid sebelah dalam yang disusun dari protein struktur yang
dirujuk pada ukurannya.
Protein struktural utama adalah p24, terdeteksi dalam serum penderita yang terinfeksi
dengan beban virus tinggi.
Kapsid virion mengandung dua kopi RNA helai tunggal dan beberapa molekul
transkriptase balik. Transkriptase balik adalah polimerase DNA virus yang
menggabung nukleosid menjadi DNA dengan menggunakan RNA virus sebagai
model. ( Behrman, dkk , 1999 : 1128 )
HIV merupakan retrovirus sitopatik tidak bertransformasi mendorong terjadinya
immunodefisiensi dengan merusak sel T sasaran ( target )
Selubung ( envelope ) lipid HIV-I berasal dari membran sel pejamu yang terinfeksi
saat budding, yang mengandung dua glikoprotein virus, gp120 dan gp41. gp120
penting pada pengikatan pada molekul CD4 pejamu untuk memulai infeksi virus.
Ditemukan beberapa gen yang tidak ditemukan pada retrovirus lain, yaitu tat, vpu, vip,
nef, dan rev.tat dan rev, mengatur transkripsi HIV dan karenanya dapat dipakai
sebagai target terapi.
Virus diisolasi dari sel limfosit, serum cairan serebrospinal, dan semua sekresi dari
penderita yang terinfeksi. ( Robbins,dkk, 1998 : 140 ).
antibodi spesifik. Dengan memburuknya sistem imun secara progresif, tubuh menjadi
semakin rentan terhadap infeksi oportunis dan juga berkurang kemampuannya dalam
memperlambat replikasi HIV. Infeksi HIV dimanifestasikan sebagai penyakit multi-sistem
yang
dapat
bersifat
dorman
selama
bertahun-tahun
sambil
menyebabkan
HIV-1
4
PATOGENESIS
Jarum suntik
Ibu
Transfusi
Hub sexual
Transplasental
Sel Host
Limfosit T
Perinatal
CD4+
Hiperplasi
folikel
Internalisasi
Enzim RT-ase
Transkripsi terbalik
Mengubah RNA
menjadi DNA
Replikasi
virus masit
Limfadenopati
Viremia
Destruksi sel
CD4
Bertahap
Inf. Akut
Laten
Kel. Getah
bening perifer
Lim B
Kel. Sel. B
Pe Ab
spesifik
Pe Ig
total
Krisis
Integritas DNA
provirus ke Host
Hiper gamma
globulinemia
Transkripsi / translasi
& propagasi virus
Respon IgM
me
Inf. Oportunistik
Keganasan sekunder
AIDS
Monosit
makrorag
Penyebaran patogenesis
- Kematoksis
- Fagositosis
SSP
Inf. Oportunistik
SSP
Mata
Cryptococcus
Toxoplasma
Candida
Mycobacterium
TB
Tumor
Meningitis
Encepalitis
Demensia
Gangguan psikomotor
Kejang-kejang
CM V
Toxoplasma
Perivaskulitis
Retinitis
Hidung
Mulut
Paru
Sinusitis
Jamur oral thrush
Stomatitis herpes
Parotitis
Pnemonia
Kandidiasispneumocystis
oral / faring carinii (PPC)
Cytomegalovirus
Mycobacterium avium intracellare / M. TB
Lymphoid interstitial pneumonitis
Virus epstein Barr bronkopneumonia
Jantung
Kardiomiopati DC
Limpa
Splenomegali
pankreas
Hepar
hepatitis
GI track
Diare
Malabsorbsi
Kel. limfe
Ensepalopati
Salmonella
CMV
Kandida
Herpes simplex
Cryptosporodium
Camphilobacter
Limfodenopati
Ginjal
Focal glomerulosclerosis
Mesangial hyperplasia
Kulit
Darah
Proteinuria
6
VIREMIA
Sal. napas
SSP
Batang otak
Paru
Hidung
Alveolar
Hepatomegali
Splenomegali
Sinusitis
Hipotalamus
Menekan N. Vagus
Pirogen
Nyeri
Simpatis
Pneumonitis
interstisiel
Termostat
Vasodilatasi
PD
Akumulasi
sekret
Takikardi
TD
peHCL
Kejang2
Kardiomegali
Vasodilatasi
Kelj.
Sebasea
Batuk
Tidak spontan
Obstruksi sel
napas
Kerusakan
pertukaran
gas
Akumulasi
sekret
Ronki / tridor
Suplai O2
Pe perfusi
Intoleran aktifitas
Kardiomiopati
DC
Mual,
muntah,
anorexia
Usus
Otak
Ensefalitis
Resiko G3
integritas
kulit
Meningitis
Ensefalopathy
G3 motorik
Mal
absorbsi
BB
Diare
Integritas
kulit
G3 neuropati
pe
peristaltik
Nutrisi
Erithema
Dispneu
Perub. Pola napas
Resiko injuri
Keringat
Bersihan
jalan napas
Fatique
Lambung
Hipertermi
Eksudasi
spontan
Jantung
G3 neuro
psikiatrik
Eliminasi
alvi
Keseimbangan
cairan
Defisit /
hipovolume
Dehidrasi
Peperfusi
Vasodilatasi PD
Pe TIK
Demensia
Atralgia & / mialgia
Pe fungsi
kognitif
Immobilitas
fisik
Istirahat tidur
Nyeri
Ginjal
Turgor
Mata cowong
Ubun-ubun cekung
Mukosa kering
Oligouria
Eliminasi
uri
5. MANIFESTASI KLINIS
Bayi dan Anak
Bayi yang terinfeksi tidak dapat dikenali secara klinis sampai terjadi penyakit
berat atau sampai masalah kronis seperti diare, gagal tumbuh, atau kandidiasis oral
memberi kesan imunodefisiensi yang mendasari.
seminggu ) dianjurkan pada penderita pediatri dengan angka limfosit-T CD4+ rendah
(<25% angka absolut ).
Infeksi oportunistik penentu AIDS yang relatif sering kedua adalah esofagitis
akibat Candida albicans. Esofagitis Candida nampak sebagai anoreksia atau disfagia,
dikomplikasi oleh kehilangan berat badan, dan diobati dengan amfoterisin B dan
ketokonazol.
Infeksi oportunistik penting lain melibatkan ssstem saraf sentral, sepertii
Toxoplasma gondii. Infeksi Mycobacterium avium complex biasanya menimbulkan
gejala saluran cerna, dan herpes virus menimbulkan komplikasi retina, paru, hati, dan
neurologist. M. tuberculosis dan malaria yang tersebar di seluruh dunia adalah patogen
oportunistik pada penderita AIDS. Neoplasma relatif tidak sering pada penderita
terinfeksi HIV-1 pediatri. (Behrman,dkk,2002: 1129 )
Manifestasi klinisnya antara lain :
1) Berat badan lahir rendah
2) Gagal tumbuh
3) Limfadenopati umum
4) Hepatosplenomegali
5) Sinusitis
6) Infeksi saluran pernafasan atas berulang
7) Parotitis
8) Diare kronik atau kambuhan
9) Infeksi bakteri dan virus kambuhan
10) Infeksi virus Epstein-Barr persisten
11) Sariawan Orofaring
12) Trombositopenia
13) Infeksi bakteri seperti meningitis
14) Pneumonia Interstisial kronik
Lima puluh persen anak-anak dengan infeksi HIV terkena sarafnya yang
memanifestasikan
dirinya
sebagai
ensefalopati
progresif,
perkembangan
yang
Limfadenopati
Hepatomegali
Splenomegali
Dermatitis
Parotitis
Infeksi saluran pernapasan atas yang kambuhan/ persisten, sinusitis, atau otitis
media
Sariawan persisten selama lebih dari 2 bulan pada anak di atas 6 bulan
Kardiomiopati
Hepatitis
Leimiosarkoma
Nefropati
Nokardiosis
10
Penyakit sitomegalovirus ( selain hati, limpa, nodus ) dimulai pada umur > 1
bulan.
Ensefalopati HIV.
Ulkus herpes simpleks kronik ( durasi > 1 bulan ) atau pneumonitis atau
esofagitis, awitan saat berusia > 1 bulan.
Sarkoma kaposi.
6. PENDEKATAN DIAGNOSA
Pendekatan diagnosa HIV pada anak terutama bayi relatif lebih sukar dari pada orang
dewasa. Hal ini di samping karena tanda klinisnya yang tidak / kurang meyakinkan
akibat banyaknya penyakit lain yang harus dipikirkan sebagai diagnosa bandingnya,
juga karena pemeriksaan serologisnya yang sering membingungkan. Adanya antibodi
terhadap HIV (IgG) pada darah bayi dapat merupakan antibodi yang berasal dari
ibunya, karena antibodi ini dapat menembus plasenta, yang dapat menetap berada
dalam darah si anak sampai berumur 18 bulan. Kalau hal ini terjadi , maka memerlukan
pemeriksaan serial dan untuk mengevaluasi kebenaran terjadinya infeksi bagi si bayi.
Pada umumnya dikatakan, masih terdapatnya antibodi sampai lebih dari 15 bulan
menunjukkan adanya infeksi HIV pada bayi. Terdapatnya antibodi kelas IgM atau IgA,
mempunyai arti diagnostik yang lebih tinggi, dengan sensitifitas dan spesifitas sampai
98%.
Pada umumnya diagnosa infeksi HIV pada anak ditegakkan atas dasar :
11
Gejala Minor :
a)
b)
c)
d)
e)
f)
Metoda ini mempunyai spesifisitas yang tinggi, tetapi sensitivitas positive predictive
valuenya yang rendah. Pada umumnya digunakan hanya untuk melakukan
surveillance epidemiologi.
Untuk keperluan pencatatan dalam melaksanakan surveillance epidemiologi, CDC telah
membuat klasifikasi penderita AIDS pada anak sebagai berikut :
12
(lihat tabel 2)
Tabel 2. Klasifikasi infeksi HIV pada anak di bawah umur 18 tahun menurut Center for
Disease Control (CDC)
Klas
P-0
P1
P-2
Subklas / kategori
Infeksi yang tak dapat dipastikan (indeterminate infection)
Infeksi yang asimtomatik
Subklas A : Fungsi immun normal
Subklas B : Fungsi immun tak normal
Subklas C : Fungsi immun tidak diperiksa
Infeksi yang simtomatik
Subklas A : Hasil pemeriksaan tidak spesifik (2/lebih gejala menetap lebih 2
bulan)
Subklas B : Gejala neurologis yang progressip
Subklas C : Lymphoid interstitial pneumonitis
Subklas D : Penyakit infeksi sekunder
Kategori D-1
Infeksi sekunder yang spesifik, sebagaimana tercantum
dalam daftar definisi surveillance CDC untuk AIDS
Kategori D-2
Infeksi bakteri serius berulang
Kategori D-3
Penyakit infeksi sekunder yang lain
Subklas E : Kanker sekunder
Kategori E-1
Kanker sekunder sebagaimana tercantum dalam daftar
definisi surveillance CDC untuk AIDS
Kategori E-2
Kanker lain yang mungkin juga disebabkan karena
infeksi AIDS
Subklas F : Penyakit-penyakit lain yang mungkin juga disebabkan oleh infeksi
H HIV
Anak-anak yang menderita penyakit dengan gejala klinis yang tidak sesuai dengan
kriteria diagnosa infeksi HIV disebut AIDS Related Complex (ARC). Pada umumnya
gejalanya berupa : limfadenopati, peumonitis interstitialis, diare menahun, infeksi
berulang, kandidiasis mulutyang menetap, serta pembesaran hepar, namun belum ada
infeksi oportunistik atau keganasan.
Untuk memudahan dalam membuat diagnosa ARC, oleh CDC telah pula diberikan
kriterianya seperti tercantum pada tabel 3
Tabel 3. Kriteria AIDS Related Complex (ARC) pada anak (CDC)
Kriteria Mayor :
- Pneumonitis interstitialis
- Oral Thrush yang menetap / berulang
- Pembesaran kelenjar parotis
Kriteria Minor :
- Limfadenopati pada 2 tempat atau lebih (bilateral dihitung 1)
- Pembesaran hepar dan lien
- Diare menahun / berulang
- Kegagalan pertumbuhan (failure to thrive)
- Ensefalopati idiopatik progresip
13
Kriteria Laboratorium :
- Peningkatan IgA / IgM dalam serum
- Perbandingan T4/T8 terbalik
- IVAP rendah
Diagnosa ARC ditegakkan apabila ada 1 kriteria mayor, 1 kriteria minor. Serta 2 kriteria
laboratorium selama lebih dari 3 bulan.
7. UJI LABORATORIUM DAN DIAGNOSTIK
1) Elisa : Enzyme-linked imunosorbent assay (uji awal yang umum) mendeteksi
antibodi terhadap antigen HIV (umumnya dipakai untuk skrining HIV pada
individu yang berusia lebih dari 2 tahun).
2) Western blot (uji konfirmasi yang umum) mendeteksi adanya antibodi terhadap
beberapa protein spesifik HIV.
3) Kultur HIV standar emas untuk memastikan diagnosis pada bayi.
4) Reaksi rantai polimerase (polymerase chain reaction [PCR]) mendeteksi asam
deoksiribonukleat (DNA) HIV (uji langsung ini bermanfaat untuk mendiagnosis HIV
pada bayi dan anak.
5) Uji antigen HIV mendeteksi antigen HIV.
6) HIV, IgA, IgM mendeteksi antibodi HIV yang diproduksi bayi (secara
eksperimental dipakai untuk mendiagnosis HIV pada bayi).
Mendiagnosis infeksi HIV pada bayi dari ibu yang terinfeksi HIV tidak mudah.
Dengan menggunakan gabungan dari tes-tes di atas, diagnosis dapat ditetapkan pada
kebanyakan anak yang terinfeksi sebelum berusia 6 bulan.
1) Temuan laboratorium ini umumnya terdapat pada bayi dan anak-anak yang
terinfeksi HIV : Penurunan rasio CD4 terhadap CD8.
2) Limfopenia.
3) Anemia, trombositopenia.
4) Hipergammaglobulinemia (IgG, IgA, IgM).
5) Penurunan respon terhadap tes kulit (candida albican, tetanus).
6) Respon buruk terhadap vaksin yang didapat (dipteria, tetanus, morbili )
7) Haemophilus influenzae tipe B
8) Penurunan jumlah limfosit CD4+ absolut.
9) Penurunan persentase CD4+.
Bayi yang lahir dari ibu HIV positif yang berusia kurang dari 18 bulan dan yang
menunjukkan uji positif untuk sekurang-kurangnya 2 determinasi terpisah dari kultur
14
HIV, reaksi rantai polimerase HIV, atau antigen HIV, maka dia dapat dikatakan
terinfeksi HIV. Bayi yang lahir dari ibu HIV-positif, berusia kurang dari 18 bulan, dan
tidak positif terhadap ketiga uji tersebut dikatakan terpajan pada masa perinatal. Bayi
yang lahir dari ibu terinfeksi HIV yang ternyata antibodi HIV negatif dan tidak ada bukti
laboratorium lain yang menunjukkan bahwa ia terinfeksi HIV, maka ia dikatakan
Seroreverter.
( Cecily L. B, 2002, 212 )
8. PENATALAKSANAAN MEDIS
I.
Penalaksanaan perinatal terhadap bayi yang dilahirkan dari ibu yang terbukti
terinfeksi HIV.
Pembersihan bayi segera setelah lahir terhadap segala cairan yang berasal dari ibu
baik darah maupun cairan-cairan lain, sebaiknya segala tindakan terhadap si bayi
dikerjakan secara steril. Pertimbangan untuk tetap memberikan ASI harus dipikirkan
masak-masak, bahkan ada yang menganjurkan untuk penunjukan orang tua asuh.
Penting untuk senantiasa memonitor anti HIV, sejak si ibu hamil sampai melahirkan,
demikian juga sang bayi sampai berumur lebih dari 2 tahun. Ada pula yang
menganjurkan untuk melakukan terminasi kehamilan, bagi ibu yang jelas terkena
infeksi HIV, karena kemungkinan penularan pada bayinya sampai 50%.
Nama generik
Azidotimidin/zidovudin
Didanosin
Stavudin
Zalbitabin
Lamivudin
Singkatan
AZT
DDI
D4T
DDC
3TC
Indinavir
Ritonavir
Saquinavir
IDV
Non-Nucleoside-Reserve
Transcriptase Inhibitor (NNRTI)
Nevirapin
15
Pada
pemberian
pemakaian/
pengobatan
kemajuan
sering
dengan
dipakai
antiretroviral
perhitungan
sebagai
jumlah
indikator
CD4
serta
Pedoman terapi
PI + (1 atau 2 NRTI)
Didanosin
Kombinasi 2 NRTI
PI + (1 atau 2 NRTI)
Pindah ke terapi PI NRTI
Pada wanita hamil dengan infeksi HIV dapat diberi AZT 2 kali sehari peroral
sejak minggu ke 36 kehamilan sampai persalinan tanpa memandang jumlah
CD4, serta dianjurkan untuk tidak menyusui bayinya. Pada bayi yang baru lahir
bila ibunya HIV positif, dapat diobati dengan AZT sampai 6 minggu. Sebenarya
pada bayi / anak pengukuran viral-load penting karena rentang jumlah CD4
yang sangat bervariasi selama masa pertumbuhannya.
Sebagai profilaksis pasca pajanan dapat diberikan AZT sampai 4 minggu.
Zidovudin (Azidothymidine), mempunyai efek mempengaruhi proses replikasi
virus.
Dosis yang dianjurkan untuk anak-anak 80, 120, 160 mg/m 2, diberikan secara
intravena setiap 6 jam, selama 1-2 bulan, diikuti peroral selama
1-2 bulan
Peningkatan T4
16
terpenting
terhadap
Penumocystis
carinii,
Toxoplasma
dan
Cryptosporidium.
2.1.1 Terhadap Pneucystis Carinii, penyebab pneumonia
(Pneumocystis Carinii Pneumonia/PCP)
a. Pentamidin (IV/IM) 4 mg/kg/hr, selama 2 minggu, dosis tunggal.
b. Efek samping berupa : neuse, diare, hipotensi, hipoglikemia dan
gangguan fungsi ginjal
c.
b.
17
yang
spesifik.
Kadang-kadang
dipertimbangkan
pemberian
immunoglobulin.
3. Mengatasi Status Defisiensi Immun
Pada umumnya pemberian obat-obatan pada keadaan ini tidak banyak
memberikan keuntungan. Obat yang pernah dicoba :
a.
b.
4. Mengatasi Neoplasma
Neoplamsa yang terpenting adalah sarkoma kaposi. Kalau masih bersifat lokal,
diatasi dengan eksisi dan radio terapi, kalau sudah lanjut, hanya radioterapi,
dikombinasi dengan kemoterapi / interferron.
5. Pemberian Vaksinasi
Pada penelitian ternyata, bahwa anak yang terkena infeksi HIV, masih
mempunyai kemampuan immunitas terhadap vaksinasi yang baik sampai
berumur 1-2 tahun. Kemampuan ini menurun setelah berusia di atas 2 tahun,
bahkan ada yang mengatakan menghilang pada umur 4 tahun. Karenanya
vaksinasi rutin sesuai dengan Program Pengembangan Immunisasi yang ada
di Indonesia dapat tetap diberikan, dengan pertimbangan yang lebih terhadap
pemberian vaksin hidup, terutama BCG dan Polio.
Tabel 2 Penetapan kategori imun berdasarkan usia dan jumlah CD4
Kelompok Usia :
Jumlah CD4 dan Persentase
Kategori Imun
0 11 bulan
1 5 tahun
6 12 tahun
1) Tidak ada tanda>1500
>1000
>500
tanda supresi
>25%
>25%
>25%
2) Tanda-tanda
750-1499
500-999
200-499
supresi sedang
15-25%
15-25%
15-25%
3) Tanda
supresi
<750
<500
<200
hebat
<15%
<15%
<15%
18
9. PENCEGAHAN
Pemberian zidovudin selama kehamilan efektif dalam menurunkan resiko infeksi
janin dari wanita hamil yang terinfeksi HIV-1 pada minggu ke 14-34 kehamilan yang
belum mendapat obat ini karena memiliki limfosit CD4 yang jumlahnya lebih dari 200
sel/mmtanpa gejala klinis AIDS. Ibu mendapat terapi zidovudin oral ( 100 mg lima kali
sehari ) selama sisa masa kehamilan.
Saat persalinan obat diberikan secara intravena ; dosis awal 2 mg/kg diberikan
selama 1 jam dan disertai dengan infus sebanyak 1 mg/kg/jam hingga bersalin.
Bayi baru lahir mendapat terapi antivirus selama 6 minggu ( sirup zidovudin
dosis 2 mg/kg setiap 6 jam ) mulai pada 8-12 jam pascalahir. Hal ini mengakibatkan
penurunan resiko relatif sebesar 67,5% .
( Behrman, dkk, 1999 : 653 )
10.
KONSEP ASKEP
11. PENGKAJIAN
1.1
Anamnese
1.1.1
Identitas
-
AIDS pada anak di bawah umur 13 tahun di Amerika, 13% merupakan akibat
kontaminasi dengan darah, 5% akibat pengobatan hemofilia, 80% tertular dari
orang tuanya.
Study perspektif di Afrika menunjukan angka kematian anak usia lebih dari 15
bulan lahir dari ibu HIV (+) sebesar 16,5% penyebab terbanyak diare akut/
kronik dan pnemonie berulang.
1.1.2
Keluhan Utama
-
1.1.3
19
1.1.4
1.1.5
Penyalahgunaan zat
1.1.6
Penularan pada proses melahirkan, terjadi kontak darah ibu dan bayi
1.1.7
1.1.8
Riwayat Makanan
Anoreksia, mual, muntah
1.1.9
Riwayat Imunisasi
Jadwal immunisasi bayi dan anak dengan infeksi HIV
UMUR
2 bulan
4 bulan
6 bulan
12 bulan
15 bulan
18 bulan
24 bulan
4 6 tahun
14 16 Tahun
VAKSIN
DPT, Polio, Hepatitis B
DPT, Polio, Hepatitis B
DPT, Polio, Hepatitis B
Tes Tuberculin
MMR, Hepatitis
DPT, Polio, MMR
Vaksin Pnemokokkus
DPT, Polio, MMR
DT, Campak
Immunisasi polio harus diberikann inactived poli vaccine, bukan tipe live
attenuated polio vaccine virus mati bukan virus hidup
1.2
1.2.1
Sistem Penginderaan :
20
Pada Mata :
-
1.2.2
Sistem Pernafasan : Batuk lama dengan atau tanpa sputum, sesak nafas,
tachipnea, hipoxia, nyeri dada, nafas pendek waktu istirahat, gagal nafas.
1.2.3
1.2.4
Sistem Kardiovaskuler.
1.2.5
Sistem Integumen :
1.2.6
1.2.7
Sistem Perkemihan
Proteinurea
Sistem
Endokrin
Pembesaran
kelenjar
parotis,
limphadenophati,
Sistem Neurologi
21
1.2.9
Keterlambatan perkembangan .
1.2.10 Psikososial
1.3
Pemeriksaan Penunjang
1.3.1 Pemeriksaan Laboratorium :
Darah :
-
LFT
RFT
22
2.2
2.3
2.4
2.5
Kurangnya volume cairan tubuh sehubungan dengan diare dampak dari infeksi
oportunistik saluran pencernaan.
2.6
2.7
2.8
2.9
23
3.3 Diagnosa 1
Resiko terjadi infeksi sehubungan dengan penurunan daya tahan tubuh.
Tujuan : Anak bebas dari tanda dan gejala infeksi.
Kriteria Hasil :
Jumlah sel darah putih dan hitung jenis dalam batas normal.
R.VII
24
R.IX
Kejelasan
mengenai
pencegahan
akan
menyiapkan
keluarga
25
Tidak sianosis.
26
1. Kaji fungsi respirasi dengan mengkaji tipe RR, PCH, retraksi, warna kulit dan
warna kuku.
R.XXIV
Untuk
mendeteksi
gangguan
secara
dini
dapat
segera
dilakukan tindakan.
4. Atur posisi klien agar ventilasi paru maksimal dan efektif (misal : posisi semi
fowler)
R.XXVII
Hidrasi
membantu
menurunkan
viskositas
sekret
dan
mempermudah pengeluaran.
7. Anjurkan anak batuk secara efektif, chest fisioterapi nafas.
R.XXX Batuk merupakan mekanisme alamiah untuk mempertahankan bersihan
jalan
nafas.
Postural
drainge
dan
perkusi
merupakan
tindakan
dilakukan suction.
9. Gunakan aktifitas yang tidak terlalu banyak menggunakan energi selama
periode istirahat.
R.XXXII
Pemeliharaan
keseimbangan
antara
kebutuhan
dengan
27
5. Kaji tanda vital, waktu penekanan daerah perifer, turgor kulit, mukosa
membran, ubun-ubun tiap 4 jam.
R.XXXVII
3.8 Diagnosa 6
Gangguan integritas kulit sehubungan dengan diare.
Tujuan : Tidak terjadi gangguan integritas kulit.
Kriteria Hasil :
28
29
3.10 Diagnosa 8
Hipertermia sehubungan dengan infeksi HIV, infeksi oportunistik pengobatan.
Tujuan : Anak menunjukkan temperatur normal.
Kriteria Hasil :
hipotalamus anterior.
3. Beri kompres hangat, beri kipas angin.
R.LII
Melancarkan
aliran
darah,
membantu
menurunkan
panas
dan
Aktifitas perkembangan anak sesuai dengan usia dari segi personal / sosial,
bahasa, kognitif dan motorik.
30
31
Orang tua memahami daftar pengobatan, efek samping dan dosis obat.
32
33
DAFTAR PUSTAKA
Behrman, dkk (1999) Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Edisi 15. Jakatra : EGC
Betz, Cecily L (2002) Keperawatan Pediatri. Jakarta : EGC
Doenges, Marilynn E (2001) Rencana Keperawatan Maternal / Bayi. Edisi 2. Jakarta : EGC
Rampengan & Laurentz (1997) Ilmu Penyakit Tropik pada Anak. Jakarta : EGC
Robbins, dkk (1998) Dasar Patologi Penyakit. Edisi 5. Jakarta : EGC
RSUD Dr. Soetomo / FK UNAIR (2000), Instalasi Rawat Inap Anak, Surabaya.
Syahlan, JH (1997) AIDS dan Penanggulangan. Jakarta : Studio Driya Media
Wartono, JH (1999) AIDS Dikenal Untuk Dihindari. Jakarta : Lembaga Pengembangan
Informasi Indonesia.