BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam keseharian di zaman sekarang yang semakin padat dengan
aktifitas masing- masing manusia dan untuk mengejar perkembangan zaman,
manusia tidak akan lepas dari fungsi normal musculoskeletal terutama tulang
yang menjadi alat gerak utama bagi manusia, tulang membentuk rangka
penujang dan pelindung bagian tubuh dan tempat untuk melekatnya otot-otot
yang menggerakan kerangka tubuh, namun dari perbuatan manusia itu
sendiri, fungsi tulang dapat terganggu karena mengalami fraktur. Fraktur
biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik. Kekuatan dan sudut dari
tenaga tersebut, keadaan tulang, dan jaringan lunak disekitar tulang akan
menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap
(Mansjoer, 2011).
insiden kecelakaan, tetapi faktor lain seperti proses degeneratif juga dapat
berpengaruh terhadap kejadian fraktur (Depkes RI, 2007).
Badan kesehatan dunia World Health Organitation (WHO) mencatat
di tahun (WHO) 2011 terdapat lebih dari 5,6 juta orang meninggal
dikarenakan insiden kecelakaan dan sekitar 1.3 juta orang mengalami
kecacatan fisik. Salah satu insiden kecelakaan yang memiliki prevalensi
cukup tinggi yaitu insiden fraktur cruris sekitar 40% dari insiden kecelakaan
yang terjadi.
Memang di negara ini, kasus kecelakaan lalu-lintas sangat tinggi.
Kecelakaan lalu-lintas merupakan pembunuh nomor tiga di Indonesia,
setelah penyakit jantung dan stroke. Menurut data kepolisian Republik
Indonesia Tahun 2011, jumlah kecelakaan di jalan mencapai 13.399 kejadian,
dengan kematian mencapai 9.865 orang, 6.142 orang mengalami luka berat,
dan 8.694 mengalami luka ringan. Dengan data itu, rata-rata setiap hari,
terjadi 40 kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan 30 orang meninggal
dunia. Adapun di Sulawesi Selatan, jumlah kecelakaan juga cenderung
meningkat di mana pada tahun 2001 jumlah korban mencapai 1717 orang,
tahun 2002 sebanyak 2.277 orang, 2003 sebanyak 2.672 orang, tahun 2004
jumlah ini meningkat menjadi 3.977 orang, tahun 2005 dari Januari sampai
September jumlah korban mencapai 3.620 orang dengan korban meninggal
903 orang.
Umumnya fraktur disebabkan oleh trauma atau aktivitas fisik di mana
terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang. Fraktur lebih sering terjadi
pada laki-laki daripada perempuan dengan umur dibawah 45 tahun dan
Pengelolaan
nyeri
fraktur,
bukan
saja
merupakan
upaya
dua
manajemen
untuk
mengatasi
nyeri
yaitu manajemen
untuk
dari
masalah
latar
yaitu
belakang
di
Bagaimana
atas,
maka
melakukan
penulis
Asuhan
pengkajian
keperawatan
pada
klien
dengan
diagnosa
keperawatan
pada
klien
dengan
khasanah
ilmu
melengkapi
konsep-konsep
keperawatan
intervensi
khususnya
untuk
keperawatan.
Dapat
Wawancara
Mengumpulkan data dengan cara melakukan anamnesa
langsung kepada klien (Auto Anamnesa dan wawancara dengan
keluarga atau orang lain yang mengetahui informasi tentang klien
(Allo Anamnesa).
2.
Observasi
Observasi ini dilakukan dengan pemeriksaan fisik dan
pengamatan langsung pada keadaan umum klien, pemeriksaan fisik
dilakukan melalui semua pancaindera yaitu, inspeksi, palpasi,
perkusi, dan auskultasi.
3.
Studi Dokumentasi
Studi dokumentasi dilakukan dengan pancaindera dengan cara
mempelajari status klien, dokumen perawatan medis dan dokumen
yang sah.
4.
Studi Kepustakaan
Dalam kepustakaan ini penulis menggunakan literature atau
sumber buku yang ada kaitannya dengan permasalahan yang telah di
bahas.
penatalaksanaan, komplikasi.
Konsep dasar asuhan keperawatan menguraikan tentang
pengkajian,
diagnosa
keperawatan,
rencana
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Konsep Dasar
2.1.1. Pengertian
asuhan
10
11
(Sobotta, 2012).
Keterangan :
a.
Corpus
b.
Tuberositas
Tibialis
c.
Caput Fibula
d.
Kondilus
e.
Kondilus
Lateralis
f.
Maleolus
Medialis
g.
Maleolus
Medialis
Lateralis
Tibia atau tulang kering merupakan kerangka yang utama dari
tungkai bawah dan terletak medial dan fibula. Tibia adalah tulang
pipa dengan sebuah batang dan ujung.
Ujung atas: memperlihatkan adanya konditur medial dan
konditur lateral memperhatikan posterior sebuah faset untuk
persendian dengan kepala fibula pada sendi tibia fibular superior.
12
Tuberkel dan tibia ada disebelah depan, tepat di bawah konditurkonditur ini.
Batang: bagian ini membentuk krista tibi. Permukaan posterior
ditandai oleh garis soleal atau linea poplika, yaitu garis meninggi di
atas tulang yang kuat dan yang berjalan ke bawah dan medial.
Ujung bawah: masuk dalam formasi persendian mata kaki,
tulangnya sedikit melebar dan ke bawah setelah medial menjulang
menjadi makolni medial.
Permukaan lateral dari ujung bawah bersendi dengan fibula
dan persendian tibia fibular anterior.
Fibula atau tulang betis adalah tulang sebelah lateral tungkai
bawah. Tulang ini adalah tulang pipa dengan sebuah batang dan
ujung-ujung atas berbentuk kepala dan bersendi dengan bagian
belakang luar tibia tetapi tidak masuk dalam formasi sendi lutut.
Batang ramping dan terbenam dalam otot tungkai dan banyak
memberi kaitan ujung bawah di sebelah bawah lebih memanjang
menjadi maleolus lateralis.
2.
13
yang
memegang
peranan
untuk
pembentukan
b. Sel osteoblas
14
peradangan yang
15
: jatuh
posisi berdiri
belakang.
2.
Spontan
Hal ini terjadi karena tarikan yang terlalu kuat, keras dan
mendadak.
3.
2.1.4.
Derajat I
16
Bila terdapat hubungan dengan dunia luar disebut luka kecil, biasanya
di akibatkan oleh karena tusukan fragmen tulang dari dalam menembus
keluar.
2.
Derajat II
Lukanya lebih besar (>1 cm), luka disebabkan oleh benturan dari luar.
3.
Derajat III
Lukanya lebih luas dari derajat II, lebih ke atas jaringan lunak banyak
yang ikut rusak (otot, syaraf, pembuluh darah) (Carol, 2013).
2.1.5.
Umur
Pada anak penyembuhannya lebih cepat, sedangkan pada lansia
penyembuhannya lebih lama.
2.
Keadaan umum
Keadaan umum sangat jelek, akan mempengaruhi penyembuhan.
3.
Infeksi
Sering terjadi pada open fraktur, hal ini sangat menghambat
penyembuhan dan fraktur.
4.
Faktor Immobilisasi
Bila dilaksanakan dengan baik akan lebih sempurna penyembuhannya.
5.
17
Tindakan pembedahan
(pemasangan alat
osteosintesis)
Adanya luka
insisi
Terputusnya kontinuitas
jaringan
Deformitas
Krepitasi
Timbul pergerakan abnormal
Rusaknya periosteum
pembuluh darah
Perdarahan
Resiko
infeksi
Gangguan
integritas
kulit
Fraktur terbuka/tertutup
Gangguan
Mobilitas fisik
Perangsangan pada
reseptor nyeri
Proses
Tranduksi
Haematum di canal
medula
Mengalami jaringan
mati
Nyeri
Merangsang terjadinya
proses peradangan
Gambar 2.1 Pathway Fraktur Cruris(Modifikasi Ayub, 2010, Barbara 2011 dan
Price 2009).
18
Tanda-tanda pasti
a. Perubahan bentuk tulang (deformitas)
b. Timbul pergerakan abnormal (terjadi di tempat fraktur atau
sendi sumbu)
c. Adanya krepitasi
d. Pada patah tulang (open fraktur) tampak adanya luka/vulnus
sehingga fragmen tulang tampak jelas atau bisa hanya luka kecil
(akibat tusukan fragmen dari dalam)
2.
Recognition
Adalah mengenali fraktur itu sendiri yaitu diagnosa yang ada
dengan
pemeriksaan
fisik
dan
penunjang
2.
Reduction (reposisi)
serta
dengan
19
Retention/Immobilisasi
Adalah suatu usaha untuk mempertahankan posisi tulang yang
telah
direposisi.
Di
samping
itu,
sangat
penting
untuk
segera
ostosintesis
dilakukan
setelah
pembedahan
karena
20
Rehabilitation
Adalah suatu cara untuk mengembalikan kemampuan klien untuk
melakukan aktivitas sehari-hari. Pengobatan yang dilakukan tidak
berarti banyak jika tidak diimbangi dengan latihan-latihan yang
dilakukan adalah latihan luar gerak sendi yang artinya suatu
latihan yang dilakukan untuk mencegah terjadinya kekakuan
(Kontraktur).
21
22
4.
Osification
Kalus yang menetap/permanen menjadikan tulang kaku karena
adanya penumpukan garam-garam kalsium dan satu bersama ujungujung tulang proses osificasi ini mulai dari kalus bagian luar,
kemudian bagian dalam dan terakhir bagian tengah. Proses ini terjadi
selama 3-10 hari.
5.
2.
benar.
Delayed union, tulang menyambung tapi
menyambungnya lebih lama dari waktu yang normal, hal ini bisa
terjadi karena traksi yang salah.
3.
23
Shock
Shock ini dapat timbul akibat rasa nyeri yang sangat hebat
yang ditimbulkan oleh fraktur itu sendiri. Di samping itu, karena
fraktur juga bisa menyebabkan pendarahan yang hebat sehingga
bisa menyebabkan shock hipovolemik.
2.
Infeksi
Pada patah tulang terbuka sering terjadi infeksi karena
adanya luka yang menghubungkan dunia luar yang akan
merupakan pintu masuk kuman.
3.
Nekrosis vaskuler
Patah tulang dapat menganggu aliran darah ke salah satu
fragmen sehingga fragmen tersebut mati karena terjadi iskemia.
4.
5.
24
2.2.
25
Dalam pengkajian klien dengan patah tulang, yang perlu dikaji adalah:
1. Biodata klien dan penanggung jawab
Meliputi Nama, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/bangsa,
pendidikan, pekerjaan, alamat, tanggal dan jam masuk, diagnosa medis
dan nomor registrasi. Sedangkan identitas penanggung jawab yang
perlu dikaji adalah nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan,
alamat dan hubungannya dengan klien.
2. Keluhan Utama
Keluhan utama yang sering terjadi adalah nyeri bekas operasi atau pada
bagian yang mengalami patah tulang.
3. Riwayat penyakit sekarang
Berisikan keluhan-keluhan yang dirasakan oleh klien. Trauma fisik
adalah penyebab utama terjadinya patah tulang, trauma bisa karena
kecelakaan lalu lintas, kecelakaan kerja ataupun kecelakaan olahraga.
Trauma ini bisa menimbulkan Fraktur karena data trauma melebihi
elastisitas tulang sehingga terjadi kerusakan jaringan.
4. Riwayat penyakit terdahulu
Pada klien dapat terjadi fraktur karena sebelumnya ada riwayat
penyakit infeksi mengenai tulang yang disebut dengan fraktur patologi
dimana trauma yang kecil sudah menimbulkan fraktur.
5. Riwayat penyakit keluarga
Terjadi fraktur tidak dipengaruhi oleh penyakit keluarga akan tetapi
pada fraktur patologis dapat disebabkan karena adanya riwayat
26
pengkajian
riwayat
biologis
ini
penulis
menggunakan
27
e. Kebutuhan istirahat
Klien patah tulang biasanya sering terbangun saat tidur karena adanya
rasa nyeri dan respon emosional, tetapi hal ini terjadi bila nyeri yang
hebat.
f. Kebutuhan berpakaian
Klien dengan patah tulang tidak pernah mengalami gangguan dalam
kebutuhan berpakaian.
g. Mempertahankan suhu tubuh
Pertahanan suhu tubuh klien dengan patah tulang biasanya masih
dalam batas normal, akan tetapi bila terjadi infeksi akibat patah
tulang, maka akan mengalami peningkatan suhu tubuh.
h. Kebutuhan personal hygiene
Adanya ketidakmampuan merawat diri, namun biasanya dalam hal ini
pemenuhan kebutuhan personal hygiene dibantu oleh keluarga dan
perawat karena keterbatasan aktivitas.
i. Kebutuhan berkomunikasi
Klien patah tulang masih dapat berkomunikasi dengan orang
sekitarnya seperti biasa.
j. Kebutuhan rasa aman dan nyaman
Biasanya mengalami gangguan karena rasa nyeri yang hebat dan
akibat pergeseran fragmen tulang pada darah fraktur . Tingkat nyeri
dibagi menjadi 3 yaitu nyeri ringan (1-3), nyeri sedang (4-6) dan nyeri
berat (7-10). Adapun cara pengakajian nyeri dengan P, Q, R, S, dan T.
28
P (paliatif)
Q (qualitas)
R (regio)
:lokasi nyeri.
S (skala)
T (waktu)
k. Kebutuhan bekerja
Karena keterbatasan aktivitas mengakibatkan klien dengan
patah
29
(Obtundasi,
Letargi),
yaitu
kesadaran
30
31
32
data
adalah
kemampuan
kognitif
dalam
Diagnosa Keperawatan
33
secara
pasti
untuk
menjaga
status
kesehatan,
masalah
kesehatan
aktual
dan
potensial
dimana
kewenangan
untuk
memberikan
tindakan
34
pemasangan
terjadinya
infeksi
berhubungan
dengan
adanya
35
Perencanaan
Sebagaimana
disebutkan
sebelumnya,
rencana
36
Diagnosa
Tujuan
Intervensi
keperawat
an
Nyeri
Setelah
dilakukan
akut
tindakana.Jelaskan tindakan yang akan
Keperawatan,gangguan
diberikan pada
rasa nyaman nyeri dapat klien
teratasi dengan criteria
hasil:
1. Klien menyatakan
nyeriberkurang/tulag
,
b.Pertahankan
2. Klien mampu
Imobilisasi
berpartisipasi dalam bagian
yang
aktivitas,
patah
3. Klien bisa
beristirahat dengan
santai,
4. Klien dapat
menunjukkan
c.Tinggikan dan
penggunaan
dukung
keterampilan
ekstremitas yang
relaksasis
terkena
5. Skala nyeri 0 dengan
menggunakan skala
(0-5)
c.Hindari
penggunaan
sprey plastik
Rasional
a.Klien mengerti
terhadap
yang
dilakukan
dan
mau
bekerjasama
untuk mengatasi
masalah klien.
b.Mengurangi
keluhan
nyeri
dan
mencegah
perubahan tulang
dan
mencegah
kesalahan posisi
tulang
meningkatkan
c.Aliran
darah
baik
vena
menurunkan
oedema
serta
mengurangi nyeri
c.Dapat
meningkatkan
ketidaknyamanan
karena
peningkatan
produksi panas.
d.Mempengaruhi
pilihan/pengawas
an
keefektifan
intervensi
selanjutnya.
d.Evaluasi
keluhan
nyeri/ketidaknya
maan,
perhatikan
lokasi
dan
karakteristik,
termasuk
intensitas
e.Menambah
37
e.Ciptakan
Diagnosa
Keperawa
tan
No.
Tujuan
Rasional
Intervensi
kenyamanan
lingkungan yang pasien
nyaman
f.menurunkan
f. Ajarkan dan ketidak
anjurkan klien nyamanan pada
tehnik relaksasi peristaltik usus
g.Tawarkan
tindakan
pengurang nyeri
g.dengan tehnik
relaksasi
dapat
meningkatkan
kenyamanan
h.untuk
h.Bantu pasien membantu
pengobatan nyeri
dalam
mengidentifikasi untuk membantu
tingkat
nyeri penanganan nyeri
yang beralasan
dan dapat di
terima
i.mempermudah
kerja
sama
i.Kolaborasi
dengan
intervensi
medis
dalam
terapi lain
pemberian anal
38
2.
No
3.
Gangguan
mobilisasi
fisik
Diagnosa
Keperawa
tan
Gangguan
integritas
kulit
Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
gangguan mobilitas fisik
dapat teratasi dengan
kriteria hasil:
1. Klien
dapat
meningkatkan/me
mpertahankan
mobilitas
pada
tingkat
paling
tinggi
2. Dapat
mempertahankan
Tujuan
a.Ketidakmamp
uan gerak dan
jelaskan tentang
immoblilitas
a.Klien mungkin
dibatasi
oleh
pandangan
diri
tentang
keterbatasan fisik
aktual
serta
memerlukan
informasi tentang
immobilisasi.
b.Bantu
klien
untuk berlatih
gerak pada
Intervensi
b.Meningkatkan
aliran darah ke
otot dan tulang
Rasional
posisi fungsional,
ekstremitas
3. Dapat melakukan yang sakit dan
aktivitas,
tidak sakit
4. Meningkatkan
kekuatan otot,
5. Klien
bebas
bergerak
untuk
meningkatkan
tonus otot dan
mencegah
kontraktur
Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
gangguan integritas kulit
dapat teratasi dengan
criteria hasil:
1. Klien
tidak
menyatakan
a.Bantu
klien
dalam
melakukan
latihan
secara
dini
setelah
nyeri berkurang
a.latihan gerak
sedini mungkin
dapat
mengurangi
komplikasi dan
mendukung
pulihnya fungsi
39
ketidakmampuan
organ.
tulang,
2. Mencapai
penyembuhan
luka b.Bantu
klien b.Agar
klien
sesuai
dalam perawatan merasa nyaman
waktu/penyembuhan
diri
dan
lesi terjadi
percaya d
4.
Resiko
terjadinya
infeksi
No
Diagnosa
Keperawa
tan
Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
tidak terdapat tanda
tanda infeksi
Tujuan
klinik septik
aseptik
b.Kaji
tonus
otot,
refleks
tendon
serta
kemampuan
untuk berbicara
b.kelakuan otot,
spasme tonik otot
tahan dan disfusi
menunjukkan
terjadinya tetanus
d.Adanya
kemerahan,
oedema,
nyeri,
pengeluaran
nanah
rasa
terbakar
merupakan tandatanda
infeksi
sehingga
perawatan dapat
segera
40
mengatasinya.
2.2.4. Pelaksanaan
Pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai
tujuan yang spesifik yaitu membantu klien dalam mencapai tujuan yang
telah ditetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan
penyakit, pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping (Nursalam,
2011).
Tindakan keperawatan yang dilakukan pada tahap pelaksanaan
pada dasarnya harus disesuaikan dengan intervensi yang ada pada tahap
perencanaan. Namun, tidak selamanya hal tersebut dapat dilakukan,
tergantung pada faktor-faktor tertentu. Beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi pelaksanaan perawatan dan harus dijadikan sebagai bahan
pertimbangan antara lain: keadaan klien, fasilitas atau alat yang ada,
pengorganisasian pekerjaan perawat, ketersediaan waktu serta lingkungan
fisik dimana asuhan keperawatan tersebut dilakukan.
2.2.5. Evaluasi
Evaluasi adalah perbandingan hasil-hasil yang diamati dengan kriteria
hasil yang dibuat pada tahap perencanaan. Klien keluar dari siklus proses
keperawatan
kembali ke dalam siklus apabila kriteria hasil belum dicapai (Allen, 2012).
Evaluasi merupakan tahap proses keperawatan yang terakhir. Tahap ini
merupakan kunci keberhasilan yang dinamis dari perawatan di dalam
41
2.
: Data subjektif
Perkembangan keadaan didasarkan pada apa yang dirasakan,
dikeluhkan, dan dikemukakan klien.
: Data objektif
Perkembangan yang bisa diamati dan diukur oleh perawat atau
tim kesehatan lain.
: Analisis
42
: Perencanaan
Rencana penanganan klien dalam hal ini didasarkan pada hasil
analisa di atas yang berisi malanjutkan rencana sebelumnya
apabila keadaan atau masalah belum teratasi dan membuat
rencana baru bila rencana awal tidak efektif.
: Implementasi
Tindakan yang dilakukan berdasarkan rencana.
: Evaluasi
Evaluasi berisi tentang sejauh mana rencana tindakan dan
evaluasi telah dilaksanakan dan sejauh mana masalah pasien
teratasi.
: Reassesment
Bila berhasil evaluasi menunjukkan masalah belum teratasi,
pengkajian ulang perlu dilakukan kembali melalui proses
pengumpulan data subjektif, data objektif, dan proses analisisnya.
Rencana evaluasi tindakan yang akan digunakan pada kasus
kelolaan adalah SOAP.
43
2.2.6
Dokumentasi Keperawatan
Dokumentasi keperawatan adalah pencatatan yang lengkap dan
akurat
terhadap
suatu
kejadian
dalam
proses
keperawatan.
dokumentasi
yang
mencatat
semua
pelayanan
klien,
merencanakan,
melaksanakan
tindakan