Anda di halaman 1dari 12

ANEMIA APLASTIK

I.

PENDAHULUAN
Anemia merupakan kelaianan hematologi yang paling sering
dijumpai, baik di klinik maupun di lapangan. Untuk mendapatkan
pengertian tentang anemia, maka kita perlu menetapkan definisi anemia :
1. Anemia ialah keadaan di mana massa eritrosit dan/atau massa
hemoglobin yang beredar tidak dapat memenuhi fungsinya untuk
menyediakan oksigen bagi jaringan tubuh.
2. Secara laboratorik dijabarkan sebagai penurunan di bawah normal
kadar hemoglobin (hemoglobin <12g/dl untuk anak umur 6-14 tahun
dan hemoglobin <11g/dl untuk anak umur 6 bulan-6 tahun), hitung
eritrosit, dan hematokrit (packed red cell).[1] Tetapi yang paling lazim
dipakai adalah kadar hemoglobin, kemudian kadar hematokrit. Harus
diingat bahwa terdapat keadaan-keadaan tertentu di mana ketiga
parameter tersebut tidak sejalan dengan massa eritrosit, seperti pada
dehidrasi, perdarahan akut, atau kehamilan.[2]
Anemia bukanlah suatu kesatuan penyakit tersendiri (disease entity), tetapi
merupakan gejala berbagai macam penyakit dasar (underlying disease).[2]

II.

DEFINISI
Anemia aplastik adalah suatu penyakit di mana sumsum tulang gagal
untuk memproduksi sel-sel darah yang cukup. Sumsum tulang merupakan
bagian dalam tulang berupa jaringan lunak eritrosit, leukosit, dan trombosit
sel darah dibentuk. Ketiga sel darah ini di buat oleh stem cell di sumsum
tulang. Pada anemia aplastik, stem cell mengalami kerusakan dan jumlahnya
sangat sedikit, sehingga sel-sel darah sangat sedikit dihasilkan.
Pada kebanyakan kasus anemia aplastik, ketiga sel darah ini
jumlahnya sangat rendah (disebut pansitopenia). Sangat jarang ditemukan
hanya satu jenis sel darah dalam jumlah rendah. Anemia aplastik dapat
berupa anemia aplastik yang diturunkan atau yang didapat. Anemia aplastik

yang didapat lebih umum terjadi dibandingkan dengan anemia aplastik yang
diturunkan.[3]
III.

EPIDEMIOLOGI
Anemia aplastik tergolong penyakit yang jarang dengan insiden di
negara maju 3-6 kasus/1 juta penduduk/tahun. Di negara Timur (Asia
tenggara dan Cina), insidensnya 2-3 kali lebih tinggi dibandingkan dengan
negara Barat. Laki-laki lebih sering terkena dibandingkan dengan wanita. [1]
Anemia aplastik didapat umumnya muncul pada usia 15 sampai 25 tahun,
puncak insidens kedua yang lebih kecil muncul setelah usia 60 tahun.
Perjalanan penyakit pada pria lebih berat dibandingkan dengan wanita. [2]
Insidensi anemia aplastik berdasarkan umur dan jenis kelamin
Umur saat didiagnosis (tahun)
Kasus
Jumlah
(N)
Insidens
2-14 15-24 25-44 45-64 > 65

Kasus
Insidens

17
1,92

25
2,83

22
1,52

28
2,56

31
5,89

123

Kasus
Insidens

12
1,43

11
1,41

15
1,00

31
2,58

43
4,89

112

i
Total
Kasus
Insidens

29
1,68

36
2,16

37
1,26

59
2,57

74
5,33

235

2,54

2,16

2,34

i
IV.

ETIOLOGI
Penyebab anemia aplastik sebagian besar (50-70%) tidak diketahui,
atau bersifat idiopatik. Kesulitan dalam mencari penyebab penyakit ini
disebabkan oleh proses penyakit yang berlangsung perlahan-lahan. [1]
Namun, beberapa anemia aplastik bersifat diturunkan. Seseorang dengan
anemia Fanconi atau diskeratosis kongenital memiliki risiko yang lebih
tinggi.

Paparan terhadap beberapa obat-obatan ataupun bahan-bahan kimia


dapat meningkatkan faktor risiko terkena anemia aplastik. Sangat penting
menyadari bahwa penggunaan obat-obat tertentu aman bagi orang yang
menggunakannya. Pada beberapa kasus, misalnya, beberapa orang
menderita anemia aplastik setelah menggunakan beberapa obat-obatan.
Demikian juga beberapa virus dihubungkan dengan anemia aplastik.
Namun, anemia aplastik yang terjadi akibat infeksi virus sangat kecil
persentasinya. [3]

a. Obat-Obatan
Beberapa obat-obatan yang dihubungkan dengan terjadinya anemia
aplastik antara lain :

Non-Steroid Anti Inflamattory Drugs (NSAIDS) merupakan obat


yang digunakan untuk mengobati nyeri dan inflamasi. Contohnya
antara lain Indometasin (Indocin ), piroxicam (Feldene ), dan

diclofenac (Foltaren ).
Amfetamin, termasuk MDMA (ekstasi)
Antibiotik, termasuk sulfonamid dan penisilin
Obat-obatan anti-tiroid, misalnya propylthiouracil dan metimazol

(Tapazole )
Carbonic anhydrase inhibitors, misalnya azetasolamide dan

methazolamide (digunakan untuk mengobati glaukoma)


Obat-obatan diabetes, misalnya tolbutamide, carbutamide, dan

chlorpropamide

Diuretik, misalnya furosemid (Lasix ) dan thiazid


Obat-obatan malaria, misalnya quinacrine dan kloroquin
Phenothiazines (Thorazine , Compazine ) obat-obatan untuk mual

dan beberapa masalah psikiatri


Allopurinol (Zyloprim ) digunakan untuk mengobati gout
Ticlopidine digunakan untuk mencegah strok dan serangan

jantung
Obat anti kejang, misalnya Karbamazepin (Tegretol ), Fenitoin

(Dilantin ), dan Asam Valproat


Kloramfenikol
Mesalazine, digunakan untuk mengobati kolitis ulseratif dan

Chrons disease.
b. Bahan-bahan Kimia
Paparan terhadap bahan-bahan kimia misalnya solven dan pestisida di
rumah maupun di tempat kerja juga merupakan faktor risiko. Bahanbahan kimia tersebut meliputi :
Benzena, biasa ditemukan di bensin, asap buangan kendaraan,

rokok kretek, gas emisi dari pabrik, limbah industri.


Pestisida, misalnya organofosfat

c. Faktor risiko lain :


Beberapa kondisi lain yang dihubungkan dengan terjadinya anemia
aplastik, antara lain :

V.

Hepatitis
Virus, misalnya Epstein-Barr virus, cytomegalovirus (CMV),

parvovirus B19, and HIV.


Kehamilan
Penyakit-penyakit autoimun, seperti Lupus (Sistemik Lupus

Eritematosus) dan Reumatoid Artritis


Radiasi [3]

KLASIFIKASI
Berdasarkan derajat pansitopenia darah tepi, anemia aplastik dapat
diklasifikasikan menjadi tidak berat, berat, atau sangat berat. Risiko
morbiditas dan mortalitas lebih berkolerasi dengan derajat keparahan
sitopenia ketimbang selularitas sumsum tulang. Infeksi jamur dan sepsis
4

bakterial merupakan penyebab kematian utama. Anemia aplastik tidak berat


jarang mengancam jiwa dan sebagian besar tidak membutuhkan terapi.[2]
Klasifikasi
Anemia aplastik tidak berat

Kriteria
Sumsum tulang hiposeluler namun
sitopenia tidak memenuhi kriteria

Anemia aplastik berat


Selularitas sumsum tulang
Sitopenia sedikitnya dua dari
tiga seri sel darah

berat
< 25%
Hitung neutrofil < 500/L
Hitung trombosit < 20.000/L
Hitung retikulosit absolut < 60.000
/L

Anemia aplastik sangat berat

Sama seperti di atas, kecuali hitung


neutrofil < 200/L

VI.

PATOGENESIS
Patogenesis Anemia Aplastik
Mekanisme terjadinya anemia aplastik diperkirakan melalui :
1. Kerusakan sel induk (seed theory) oleh mekanisme imunologik
Defek yang mendasari pada semua kasus tampaknya adalah
pengurangan yang bermakna dalam jumlah sel induk pluripotensial
hemopoietik, dan kelaianan pada sel induk yang ada atau reaksi imun
terhadap sel induk tersebut yang membuatnya tidak mampu membelah
dan berdiferensiasi secukupnya untuk mengisi sumsum tulang.[6]
Antigen apa yang menjadi pencetus timbulnya proses autoimun
belum diketahui. Mediator yang menyebabkan supresi hematopoesis
mungkin adalah proliferasi limfosit T sitotoksik : CD-8 dan HLA-DR
yang dapat dideteksi baik dalam darah tepi maupun dalam sumsum
tulang penderita anemia aplastik. Sel-sel ini memproduksi sitokin
inhibitor seperti TNF dan interferon- yang dapat menghambat
pertumbuhan sel-sel progenitor dengan cara memengaruhi mitosis dan
mengadakan apoptosis (kematian sel terprogram). Sel-sel ini juga
merangsang sumsum tulang untuk memproduksi asam nitrat yang
membantu timbulnya sitotoksisitas melalui proses imun sehingga
menyebabkan dienyahkannya sel-sel hematopoetik.[2]
2. Kerusakan lingkungan mikro (soil theory)

Kerusakan pada lingkungan mikro sumsum tulang disangkal


karena ternyata sel-sel stroma fungsinya masih normal masih dapat
memproduksi

faktor-faktor

pertumbuhan

dalam

jumlah

cukup

berdasarkan penelitian yang dilakukan dengan transplantasi sel induk


(SCT) yang memperlihatkan bahwa hal ini jarang terjadi karena sel
induk donor yang normal biasanya mampu hidup dalam rongga sumsum
VII.

tulang resepien.[1,4]
GAMBARAN KLINIS
Anemia aplastik mungkin muncul mendadak (dalam beberapa hari)
atau perlahan-lahan (berminggu-minggu atau berbulan-bulan). Hitung jenis
darah menentukan manifestasi klinik. Manifestasi klinik anemia aplastik
timbul akibat adanya anemia, leukopenia, dan trombositopenia.

eritrosit

Sel Induk
Hemopoetik

Pansitopenia

leukosit

trombosit

sindroma anemia
(a)

mudah infeksi
(febris, ulkus
mulut/faring,
sepsis) (b)

perdarahan (kulit,
mukosa, organ
dalam) (c)

Kerusakan sel induk


Gangguan lingkungan
a. Sindroma anemia
mikro: gejala umum anemia disebut juga sebagai sindrom
anemia, atau anemic syndrome. Gejala umum anemia atau sindrom
anemia adalah gejala yang timbul pada semua jenis anemia pada kadar
hemoglobin yang sudah menurun sedemikian rupa di bawah titik tertentu.
Gejala ini timbul karena anoksia organ target dan mekanisme kompensasi
tubuh terhadap penurunan hemoglobin. Gejala-gejala tersebut apabila
diklasifikasikan menurut sistem organ adalah sebagai berikut :
6

Sistem kardiovaskuler : lesu, cepat lelah, paslpitasi, takikardi, sesak

waktu kerja, angina pectoris, dan gagal jantung


Sistem saraf : sakit kepala, pusing, telinga mendenging, mata
berkunang-kunang, kelemahan otot, iritabel, lesu, perasaan dingin

pada ekstremitas
Epitel : warna pucat pada kulit dan mukosa, elastisitas kulit menurun,

rambut tipis, dan halus.


b. Gejala perdarahan : paling sering timbul dalam bentuk perdarahan kulit
seperti peteki dan ekimosis. Perdarahan mukosa dapat berupa epistaksis,
perdarahan subkonjungtiva, perdarahan gusi, hematemesis/melena, dan
pada wanita dapat dijumpai menorhagia. Perdarahan organ dalam jarang
dijumpai, tetapi jika terjadi perdarahan otak, sering bersifat fatal.
c. Tanda-tanda infeksi dapat berupa ulserasi mulut atau tenggorok, selulitis
leher, febris, dan sepsis atau syok septik.
d. Organomegali berupa hepatomegali, splenomegali, atau limfadenopati
tidak dijumpai.[2]
Anemia aplastik mungkin asimptomatik dan ditemukan pada
pemeriksaan rutin. Keluhan yang dapat ditemukan sangat bervariasi. Pada
tabel berikut ini, terlihat bahwa perdarahan, badan lemah, dan pusing
merupakan keluhan yang paling sering ditemukan.[5]
Keluhan Pasien Anemia Aplastik (n=70) Salonder, 1987
Jenis Keluhan
Perdarahan

%
83

Badan lemah

30

Pusing

69

Jantung berdebar

36

Demam

33

Nafsu makan berkurang

29

Pucat

26

Sesak napas

23

Penglihatan kabur

19

Telinga berdengung

13

Hasil pemeriksaan fisis pada pasien anemia aplastik pun sangat


bervariasi. Pada tabel di bawah, terlihat bahwa pucat ditemukan pada semua
pasien yang diteliti, sedangkan perdarahan ditemukan pada lebih dari
setengah jumlah pasien. Hepatomegali yang sebabnya bermacam-macam,
ditemukan pada sebagian kecil pasien, sedangkan splenomegali tidak
ditemukan pada satu kasus pun. Adanya splenomegali dan limfadenopati
justru meragukan diagnosis. [5]
Pemeriksaan fisis pada pasien Anemia Aplastik (n=70) Salonder, 1987
Jenis Keluhan
%
Pucat
100
Perdarahan

63

34

Kulit
Gusi
Retina
Hidung
Saluran cerna
vagina

26
20
7
6

Demam

Hepatomegali

16

Splenomegali

0
Adapun kelainan laboratorik yang dapat dijumpai pada anemia
aplastik adalah :
a. Anemia normokromik normositer disertai retikulositopenia
b. Anemia sering berat dengan kadar Hb < 7 g/dl
c. Leukopenia dengan relatif limfositosis, tidak dijumpai sel muda dalam
darah tepi
d. Trombositopenia, yang bervariasi dari ringan sampai sangat berat
e. Sumsum tulang : hipoplasia sampai aplasia. Aplasia tidak menyebar
secara merata pada seluruh sumsum tulang, sehingga sumsum tulang
yang normal dalam satu kali pemeriksaan tidak dapat menyingkirkan
diagnosis anemia aplastik, harus diulangi pada tempat-tempat yang
lain[1]

VIII. KRITERIA DIAGNOSIS


Pada dasarnya diagnosis anemia aplastik dibuat berdasarkan adanya
pansitopenia atau bisitopenia di darah tepi dengan hipoplasia sumsum
tulang, serta dengan menyingkirkan adanya infiltrasi atau supresi pada
sumsum tulang. Kriteria diagnosis anemia aplastik menurut International
Agranulocytosis and Aplastic Anemia Study Group (IAASG) adalah :
1. Satu dari tiga sebagai berikut :
a. Hemoglobin kurang dari 10 g/dl, atau hematokrit kurang dari 30%
b. Trombosit kurang dari 50 x109/L
c. Leukosit kurang dari 3,5 x109L, atau netrofil kurang dari 1,5
x109/L
2. Dengan retikulosit <30x109L (<1%)
3. Dengan gambaran sumsum tulang (harus ada spesimen adekuat) :
a. Penurunan selularitas dengan hilangnya atau menurunnya semua
sel hemopetik atau selularitas normal oleh hiperplasia eritroid
fokal dengan deplesi seri granulosit dan megakariosit.
b. Tidak adanya fibrosis yang bermakna atau infiltrasi neoplastik
4. Pansitopenia karena obat sitostatika atau radiasi terapeutik harus
diekslusi.
Setelah diagnosis ditegakkan maka perlu ditentukan derajat penyakit
anemia aplastik. Hal ini sangat penting dilakukan karena menentukan
strategi terapi.[1] Pada anemia aplastik berat (severe aplastic anemia) pasien
mengalami pansitopenia dengan memenuhi 2 dari 3 keriteria berikut ini :
Neutrofil < 500/mm3
Platelet < 20,000/mm3
Retikulosit < 40,000/mm3
Eritropoesis mungkin dapat merefleksikan makrositosis (MCV>
100fL), peningkatan hemoglobin fetus, dan antigen fetus pada membran sel
darah merah. Sumsum tulang hiposeluler dengan peningkatan lemak dan
lebih dari 70% sumsum tulang bersifat nonhematopoetik (hanya 30% yang
memiliki sel-sel hematopoetik). Megakariosit juga mengalami penurunan
jumlah.
Pasien dengan anemia aplastik moderat tidak akan dijumpai kriteriakriteria tersebut tetapi tetap mengalami pansitopenia dan hiposelularitas
sumsum tulang. Kategorisasi ini memiliki kegunaan untuk menentukan

prognosis karena pasien dengan anemia aplastik berat memiliki prognosis


IX.

yang kurang baik.[6,7]


PENATALAKSANAAN
Secara garis besar, terapi untuk anemia aplastik terdiri atas :
1. Terapi kausal
Terapi kausal adalah usaha untuk menghilangkan agen penyebab.
Hindarkan pemaparan lenih lanjut terhadap agen penyebab yang
diketahui, tetapi sering hal ini sulit dilakukan karena etiologinya yang
tidak jelas atau penyebabnya tidak dapat dikoreksi.
2. Terapi suportif
Terapi untuk mengatasi akibat pansitopenia.
a. Untuk mengatasi infeksi antara lain :
- Higiene mulut
- Identifikasi sumber infeksi serta pemberian antibiotik yang
tepat dan adekuat. Sebelum ada hasil biakan berikan
antibiotika berspektrum luas yang dapat mengatasi kuman
gram positif dan negatif. Biasanya dipakai derivat penisilin
semisintetik (ampisilin) dan gentamisin. Sekarang lebih sering
dipakai sefalosporin generasi ketiga. Jika hasil biakan sudah
datang, sesuaikan antibiotika dengan hasil tes kepekaan. Jika
dalam 5-7 hari panas tidak turun, pikirkan infeksi jamur, dapat
diberikan amphoterisin-B atau flukonasol parenteral.
b. Usaha untuk mengatasi anemia :
Berikan transfusi packed red cell (PRC) jika hemoglobin <7 g/dl
atau ada tanda payah jantung atau anemia yang sangat simtomatik.
Koreksi sampai Hb 9-10% tidak perlu sampai Hb normal karena
akan menekan hematopoesis internal.
c. Usaha untuk mengatasi perdarahan :
Berikan transfusi konsentrat trombosit jika terdapat perdarahan
mayor atau trombosit <20.000/mm3. Pemberian trombosit berulang
dapat menurunkan efektivitas trombosit karena timbulnya antibodi
antitrombosit. Kortikosteroid dapat mengurangi perdarahan kulit.
3. Terapi definitif yang terdiri atas :
Terapi definitif adalah terapi yang dapat memberikan kesembuhan
jangka panjang. Terapi definitif untuk anemia aplastik terdiri atas 2 jenis
pilihan terapi :

10

a. Terapi imunosupresif antara lain :


- Pemberian anti-lymphocyte globuline
- Terapi imunosupresif lain :
Pemberian metilprednisolon dosis

tinggi

dengan/

atau

siklosporin-A dilaporkan memberikan hasil pada beberapa


kasus, tetapi masih memerlukan konfirmasi lebih lanjut. Pernah
juga dilaporkan keberhasilan pemberian siklofosfamid dosis
tinggi.
b. Transplantasi sumsum tulang :
Transplasntasi sumsum tulang merupakan terapi definitif yang
memberikan harapan kesembuhan, tetapi biayanya sangat maha,
membutuhkan peralatan canggih, serta adanya kesulitan mencari
donor yang kompatible. Transplantasi sumsum tulang yaitu :
- Merupakan pilihan untuk kasus di bawah 40 tahun
- Diberikan siklosporin A untuk mengatasi GvHD (graft versus
host disease)
Transplantasi sumsum tulang memberikan kesembuhan jangka
panjang pada 60-70% kasus, dengan kesembuhan komplit.[1]
X.

PROGNOSIS
Riwayat alamiah anemia aplastik dapat berupa :
1. Berakhir dengan remisi sempurna. Hal ini jarang terjadi kecuali bila
iatrogenik akibat kemoterapi atau radiasi. Remisi sempuna biasanya
terjadi segera.
2. Meninggal dalam 1 tahun. Hal ini terjadi pada sebagian besar kasus.
3. Bertahan hidup selama 20 tahun atau lebih. Membaik dan bertahan
hidup lama, namun kebanyakan kasus mengalami remisi tidak
sempurna.
Jadi, pada anemia aplastik telah dibuat cara pengelompokan lain untuk
membedakan antara anemia aplastik berat dengan prognosis buruk dengan
anemia aplastik ringan dengan prognosis lebih baik. Dengan kemajuan
pengobatan, prognosis menjadi lebih baik.[2]

11

12

Anda mungkin juga menyukai