Anda di halaman 1dari 7

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Dasar MIPA Universitas Lambung
Mangkurat yang meliputi kegiatan persiapan dan pelaksanaan penelitiannya
sedangkan untuk analisa yang menggunakan instrumentasi Atomic absorption
spectroscopy (AAS) dilaksanakan di Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan
Pengendalian Penyakit Banjarbaru, analisa yang menggunakan instrumentasi X-ray
diffraction (XRD) dan Fourier Transform- Infra Red (FT-IR) dilaksanakan di
Laboratorium Kimia Analitik dan Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas MIPA
Universitas Gajah Mada dan untuk Surface Area Analyzer (SAA) dilaksanakan di
Laboratorium Instrumentasi Teknik Kimia Universitas Gajah Mada.
Penelitian ini dilaksanakan selama kurang lebih satu tahun yaitu bulan Juli
2013 hingga Juni 2014, yang meliputi kegiatan persiapan, pelaksanaan di
laboratorium, analisa bahan baku, analisa sampel dan analisa bahan jadi,
pengolahan data dan pembuatan laporan.

1.2. Bahan dan Alat Penelitian


4.2.1 Bahan Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah abu layang
batubara yang didapatkan dari hasil pembakaran batubara pada industrisemen di
Kalimantan Selatan, kitosan (Industrial Grade) dari cangkang udang dengan derajat
deasetilasi (DD) 80-85%, ukuran partikel 20-30 mm, viskositas 233 cps, kandungan
abu 1,27 % dan pH (1 %) 78 yang diperoleh dari Biotech Surindo, Glutaraldehida
25% dari Merck, Asam Oksalat 5%, Asam Sulfat (H2SO4), Asam Klorida (HCl),
Natrium Hidroksida (NaOH), Merkuri Sulfat (HgSO4) dan akuades.
4.2.2 Alat Penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat penghancur, ayakan
120 mesh, peralatan gelas yang biasa digunakan, magnetic stirrer, shaker,
timbangan, oven, furnace, kertas saring, dan peralatan instrumentasi yaitu Atomic
Absorption Spectroscopy (AAS) (merk, Perkin Elmer 3110), Fourier Transform- Infra
Red (FT-IR) (merk, 1000PC Perkin Elmer), X-Ray Diffraction (XRD) (Merk
PanAnalytical, Type: Expert Pro.), X-Ray Fluorescence (XRF) (Merk Philips) dan
Surface Area Analyzer (SAA) (merk, Quantachrome NovaWin2).

4.3. Metode Penelitian


4.3.1. Preparasi bahan baku
4.3.1.1. Abu layang batubara
Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini berupa abu layang batubara
yang diambil dari hasil pembakaran batubara pada industri semen di Kalimantan
Selatan. Abu layang yang didapat pertama-tama dihancurkan dengan cara ditumbuk
untuk memperkecil ukuran abu layang. Kemudian, dikeringkan dalam oven selama 1
jam pada temperatur 100 oC untuk mengurangi kadar air, selanjutnya diayak dengan
ayakan 120 mesh.
Abu layang yang lolos dari ayakan 120 mesh, direndam dengan HCl 1 M
selama 24 jam pada suhu kamar, disaring dengan kertas saring, dan dicuci dengan
akuades sampai netral. Dikeringkan selama 2 jam pada suhu 100 oC menggunakan
oven, didinginkan, kemudian direndam dalam H2SO4 1 M selama 5 jam. Selanjutnya
disaring dan dicuci kembali dengan akuades sampai pH larutan menjadi netral. Abu
layang yang terbentuk, dikeringkan selama 2 jam pada suhu 100 oC. Kemudian
dilanjutkan dengan proses kalsinasi dalam furnace pada suhu 500 oC selama 2 jam.
4.3.1.2. Kitosan
Kitosan berbentuk gel dibuat dengan cara sebagai berikut. kitosan ditimbang
sebanyak 2 g dan dimasukkan dalam Beaker gelas. Kemudian ditambahkan larutan
asam oksalat 5%. Selanjutnya diaduk menggunakan magnetic stirrer pada

temperatur 60-70 oC hingga seluruh kitosan terlarut. Setelah itu larutan kitosan
yang terbentuk didinginkan pada temperatur ruang. Hal yang sama juga dilakukan
untuk pembuatan larutan kitosan dengan massa kitosan sebesar 3 dan 4 g.
4.3.2. Pembuatan pelet komposit abu layang batubara-kitosan terikat silang
glutaraldehid
Pembuatan pelet abu layang-kitosan dilakukan dengan cara sebagai berikut.
Larutan kitosan yang telah dibuat pada metode 4.3.1.2. diambil 20 mL dan abu
layang batubara dimasukkan kedalamnya, dengan variasi berat 2, 3 dan 4 g abu
layang batubara sambil diaduk menggunakan magnetic stirrer pada temeperatur
kamar. Larutan yang terbentuk merupakan komposit abu layang batubara-kitosan.
Komposit abu layang-kitosan yang terbentuk diambil menggunakan pipet tetes dan
diteteskan secara tetes demi tetes ke dalam larutan NaOH 2 M. hal ini lakukan
sampai larutan habis untuk semua variabel, sehingga diperoleh pelet yang
berbentuk granul. Kemudian pelet yang terbentuk dipisahkan dari larutan NaOH dan
direndam selama 24 jam dalam larutan glutaraldehid. Setelah 24 jam, pelet disaring
dan dicuci dengan akuades hingga pH larutan menjadi netral. Kemudian pelet
tersebut dikeringkan dalam oven selama 24 jam pada temperatur 60-70 oC, maka
terbentuk pelet komposit abu layang batubara-kitosan yang terikat silang
glutaraldehid.

4.3.3. Adsorpsi Hg2+ dalam pelet komposit abu layang


Proses adsorpsi Hg2+ dilakukan dengan cara sebagai berikut. Pelet komposit
abu layang-kitosan yang terikat silang dimasukkan dalam 100 mL larutan HgSO 4.
Kemudian dilakukan proses absorpsi pada pH2, 3, 4, 5, dan 6 serta kecepatan
pengadukan 60, 120, dan 180 rpm selama 60 menit. Setelah proses adsorpsi selesai
dilanjutkan dengan proses filtrasi dan filtrat yang diperoleh dianalisa menggunakan
Atomic Absorption Spectroscopy (AAS).
4.4. Analisis Data
4.4.1. Penentuan gugus fungsi dengan FT-IR
Karakterisasi dari spektroskopi inframerah ini dilakukan untuk mengetahui
gugus fungsi yang terdapat pada pelet yang telah dimodifikasi, kitosan dan pelet
yang belum termodifikasi. Pelet modifikasi disiapkan dengan digerus kemudian
dicampur dengan pelet KBr. Campuran tersebut digerus dengan mortar agat dan
dipress sehingga dihasilkan lempeng yang transparan, kemudian dilakukan analisis
dengan spektrofotometer inframerah. Hal tersebut juga diperlakukan pada kitosan
dan pelet yang belum termodifikasi.
4.4.2. Analisis pori dengan Brunauer-Emmett-Teller (BET)
Analisis dengan menggunakan analisis BET membuktikan luas permukaan
yang spesifik dari bahan dengan multilayer nitrogen yang mengukur adsorpsi

sebagai fungsi tekanan relatif menggunakan otomatis analyzer. Teknik ini meliputi
daerah eksternal dan daerah pori yang ditentukan dengan total luas permukaan
spesifik dalam m2/g yang mempelajari efek porositas dan ukuran partikel dalam
aplikasnya.
4.4.3. Analisis kandungan pelet menggunakan Spektroskopi Serapan Atom
(SSA)
Analisis menggunakan SSA dilakukan unuk menentukan kosentrasi elemen
logam yang terkandung dalam sampel. Dimana lampu yang terdapat dalam SSA
dihasilkan oleh lampu katoda berongga. Di dalam lampu terdapat katoda logam
silinder yang mengandung logam untuk eksitasi, dan anoda. Ketika tegangan tinggi
diterapkan pada anoda dan katoda, atom logam di katoda tereksitasi dalam
memproduksi cahaya dengan spektrum emisi tertentu. Jenis tabung katoda
berongga tergantung pada logam yang dianalisis. Elektron dari atom dalam nyala
dapat dipromosikan ke orbital yang lebih tinggi untuk sesaat dengan menyerap
sejumlah energi. Jumlah energi ini adalah khusus untuk transisi elektron tertentu
dalam elemen tertentu. Jumlah energi yang dimasukkan ke dalam api telah
diketahui, dan jumlah yang tersisa di sisi lain (pada detektor) dapat diukur, dapat
diperhitungan berapa banyak transisi ini terjadi, kemudian diperoleh sinyal yang
proporsional untuk konsentrasi elemen yang diukur.

4.4.4. Analisis struktur pelet dengan X-ray diffraction (XRD)


Analisis menggunakan XRD digunakan untuk mengetahui struktur kristal, yang
berdasarkan interferensi konstruktif sinar-X monokromatik dan sampel kristal. SinarX yang dihasilkan oleh tabung sinar katoda, disaring untuk menghasilkan radiasi
monokromatik, masuk ke dalam coll untuk mendeteksi konsentrasi yang ada yang
diarahkan ke sampel. Interaksi sinar dengan sampel menghasilkan interferensi
konstruktif (dan sinar difraksi) ketika kondisi terpenuhi dengan Hukum Bragg (n =
2d sin ). Hukum ini berkaitan dengan panjang gelombang radiasi elektromagnetik
dengan sudut difraksi dan jarak kisi dalam sampel kristal.

Anda mungkin juga menyukai