Anda di halaman 1dari 32

POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK)

PERKEBUNAN LADA

BANK INDONESIA
Direktorat Kredit, BPR dan UMKM
Telepon : (021) 3818043 Fax: (021) 3518951, Email : tbtlkm@bi.go.id

DAFTAR ISI
1. Pendahuluan ............................................................................................................ 2
a. Latar Belakang ........................................................................................................... 2
b. Tujuan ........................................................................................................................... 3
2. Kemitraan Terpadu................................................................................................ 5
a. Organisasi .................................................................................................................... 5
b. Pola Kerjasama .......................................................................................................... 7
c. Penyiapan Proyek ...................................................................................................... 8
d. Mekanisme Proyek .................................................................................................... 9
e. Perjanjian Kerjasama ............................................................................................. 10
3. Aspek Pemasaran................................................................................................. 12
a. Peluang Pasar ........................................................................................................... 12
b. Perdagangan Bursa Komoditi Lada .................................................................... 15
c. Tata Niaga Komoditi Lada ..................................................................................... 16
4. Aspek Produksi ..................................................................................................... 17
a. Spesifikasi Teknis Produksi .................................................................................. 17
b. Penyiapan Lahan, Pembibitan dan Penanaman ............................................. 17
c. Pemeliharaan Tanaman ......................................................................................... 18
d. Pengendalian Hama dan Penyakit...................................................................... 19
e. Panen dan Pengolahan Hasil................................................................................ 20
5. Aspek Keuangan ................................................................................................... 22
a. Asumsi ........................................................................................................................ 22
b. Kebutuhan Biaya Investasi dan Biaya Produksi............................................. 22
c. Sumber Dana ............................................................................................................ 22
d. Kelayakan Finansial ................................................................................................ 23
6. Aspek Sosial Ekonomi ........................................................................................ 26
7. Penutup .................................................................................................................... 28
LAMPIRAN .................................................................................................................... 31

Bank Indonesia Perkebunan Lada

1. Pendahuluan
a. Latar Belakang
Lada (Piper negrum) merupakan salah satu komoditi ekspor pertanian yang
menjadi andalan penghasil devisa Indonesia. Sentra-sentra penghasil utama
lada di Indonesia adalah Bangka, Lampung, Kalimantan Tengah, Kalimantan
Timur dan Sulawesi Selatan.
Berdasarkan perbedaan waktu pemetikan dan proses pengolahannya dikenal
dua macam lada yakni lada putih dan lada hitam. Lada putih adalah buah
lada yang dipetik saat matang penuh. Kemudian dilepaskan kulitnya dengan
cara merendamnya dalam air mengalir selama kurang lebih dua minggu,
untuk kemudian dijemur selama tiga hari. Adapun lada hitam adalah buah
lada yang dipetik saat matang petik (kulit masih hijau) dan langsung di
jemur selama tiga hari tanpa direndam terlebih dahulu.
Penggunaan lada selama ini baik dalam maupun luar negeri, terutama untuk
industri makanan khususnya pengawetan daging dan sebagai bumbu
masakan. Penggunaan lada lainnya adalah untuk industri farmasi dan
sebagai salah satu bahan wewangian.
Sejak tahun 1970 empat negara produsen terbesar yakni, Brazil, India,
Indonesia dan Malaysia mendirikan International Pepper Community (IPC)
yang dibentuk karena kondisi perdagangan international dewasa ini lebih
banyak memberikan keuntungan kepada negara-negara maju. Ekspor lada
dunia priode 1993 - 1997 naik rata-rata 4,28% pertahun. Posisi Indonesia
sebagai negara pengekspor lada terbesar di tahun 1996, kini hanya
menduduki urutan ketiga setelah Singapura dan India.
Pada tahun 1997 tercatat terdapat 104 negara eksportir dan importir lada,
sementara pada waktu yang sama hanya terdapat 30 negara produsen lada
dan 145 negara importir.
Harga merupakan salah satu faktor penting yang menyebabkan lada menjadi
komoditi potensiil untuk diperdagangkan. Dalam dominasi dollar AS maupun
rupiah, harga lada terus meningkat selama kurun waktu 1993 - 1997. Pada
tahun 1993 harga ekspor lada rata-rata dunia mencapai 1,43 dollar AS,
kemudian meningkat hingga 3,64 dollar AS per kg-nya pada tahun 1997,
atau naik 154,9% dalam waktu 4 tahun. Harga ekspor lada Indonesia sendiri
selalu lebih tinggi dari pada harga rata-rata ekspor dunia tersebut ( >
16,5% ). Pada tahun 1997 harga lada Indonesia mencapai 4,89 dollar AS per
kg-nya.
Walaupun Indonesia tercatat sebagai penghasil lada dunia, namun ternyata
tingkat produktivitas lada petani Indonesia masih sangat rendah, hanya
berkisar 500 kg per ha per tahun. Adapun tingkat produktivitas yang ideal
Bank Indonesia Perkebunan Lada

adalah 1 - 1,2 ton per ha per tahun, bandingkan dengan Kamboja dan
Malaysia dapat mencapai 3 sampai 5 ton per ha per tahunnya. Rendahnya
tingkat produktivitas ini disadari sebagai suatu akibat cara budidaya yang
belum intensif, yang merupakan muara dari berbagai macam sebab antara
lain : rendahnya pengetahuan dan kesadaran petani serta efektivitas dan
peran instansi pemerintah terkait.
Secara teknis tanaman lada termasuk salah satu tanaman yang dapat
dibudidayakan di berbagai tempat di Indonesia. Namun demikian faktor yang
paling krusial dalam pembudidayaan lada adalah adanya penyakit yang
hingga kini belum 100% dapat diatasi, yaitu penyakit busuk pangkal batang
dan daun kuning.
Beberapa upaya perlu ditempuh untuk mengejar peningkatan produksi lada
antara lain :
Pertama, membantu pihak usaha kecil (UK) dalam bidang agribisnis
tanaman lada agar mereka mampu memanfaatkan peluang dan sekaligus
memecahkan masalah yang dihadapi (kelemahan sistem, penerapan
teknologi, distribusi/pemasaran) yang dilaksanakan melalui pengembangan
kebijakan di sektor pemerintah, moneter dan sektor riil.
Kedua, mendorong usaha besar (UB) untuk turut aktif meningkatkan
produksi lada dalam bentuk kemitraan dengan petani (UK) dalam Program
Kemitraan Terpadu (PKT). Dengan pola hubungan kemitraan ini diharapkan
agar kendala yang dihadapi UK dalam hal permodalan dan pemasaran, serta
teknologi dapat diatasi, sekaligus untuk menjamin keberhasilan UK guna
mendapatkan kredit perbankan.
Ketiga, mengarahkan pengembangan PKT tanaman lada ke kawasankawasan yang masih potensial di luar Kalimantan Tengah dan Lampung,
khususnya daerah-daerah transmigrasi yang telah memiliki jaringan irigasi
teknis, atau daerah transmigran yang memiliki lahan usaha II tetapi belum
dimanfaatkan (lahan tidur).
b. Tujuan
Tujuan utama penyajian Laporan Kelayakan PKT " Pengembangan Usaha
Perkebunan Lada" ini yaitu untuk :
a. Menyediakan suatu referensi bagi perbankan tentang kelayakan
budidaya tanaman lada yang ditinjau dari sisi prospek atau kelayakan
pasar/pemasarannya, kelayakan budidaya yang dilaksanakan dengan
penerapan teknologi maju, kelayakan dari sisi keuangan terutama
bilamana sebagian dari biaya yang diperlukan akan dibiayai oleh bank
dan format pengorganisasian pelaksanaan proyeknya yang dapat
menjamin keuntungan bagi semua unsur yang ikut serta dalam
pelaksanaan proyek;

Bank Indonesia Perkebunan Lada

b. Dengan referensi kelayakan tersebut, dihapapkan perbankan dapat


meriplikasikan pelaksanaan proyek di daerah-daerah atau lokasi yang
sesuai dengan kajian kelayakan yang dimaksud;
c. Dengan demikian, tujuan dalam pengembangan usaha kecil melalui
peningkatan mutu budidaya tanaman lada tercapai sasarannya, yang
di tempuh melalui peningkatan realisasi kredit yang cocok untuk usaha
kecil, meningkatkan keamanan pelaksanaan kreditnya, meningkatkan
pendapatan kesejahteraan petani lada;
d. Mendorong perluasan kawasan budidaya
meningkatkan produksi lada nasional.

Bank Indonesia Perkebunan Lada

tanaman

lada

serta

2. Kemitraan Terpadu
a. Organisasi
Proyek Kemitraan Terpadu (PKT) adalah suatu program kemitraan terpadu
yang melibatkan usaha besar (inti), usaha kecil (plasma) dengan melibatkan
bank sebagai pemberi kredit dalam suatu ikatan kerja sama yang dituangkan
dalam nota kesepakatan. Tujuan PKT antara lain adalah untuk meningkatkan
kelayakan plasma, meningkatkan keterkaitan dan kerjasama yang saling
menguntungkan antara inti dan plasma, serta membantu bank dalam
meningkatkan kredit usaha kecil secara lebih aman dan efisien.
Dalam melakukan kemitraan hubunga kemitraan, perusahaan inti (Industri
Pengolahan atau Eksportir) dan petani plasma/usaha kecil mempunyai
kedudukan hukum yang setara. Kemitraan dilaksanakan dengan disertai
pembinaan oleh perusahaan inti, dimulai dari penyediaan sarana produksi,
bimbingan teknis dan pemasaran hasil produksi.
Proyek Kemitraan Terpadu ini merupakan kerjasama kemitraan dalam bidang
usaha melibatkan tiga unsur, yaitu (1) Petani/Kelompok Tani atau usaha
kecil, (2) Pengusaha Besar atau eksportir, dan (3) Bank pemberi KKPA.
Masing-masing pihak memiliki peranan di dalam PKT yang sesuai dengan
bidang usahanya. Hubungan kerjasama antara kelompok petani/usaha kecil
dengan Pengusaha Pengolahan atau eksportir dalam PKT, dibuat seperti
halnya hubungan antara Plasma dengan Inti di dalam Pola Perusahaan Inti
Rakyat (PIR). Petani/usaha kecil merupakan plasma dan Perusahaan
Pengelolaan/Eksportir sebagai Inti. Kerjasama kemitraan ini kemudian
menjadi terpadu dengan keikut sertaan pihak bank yang memberi bantuan
pinjaman bagi pembiayaan usaha petani plasma. Proyek ini kemudian dikenal
sebagai PKT yang disiapkan dengan mendasarkan pada adanya saling
berkepentingan diantara semua pihak yang bermitra.
1. Petani Plasma
Sesuai keperluan, petani yang dapat ikut dalam proyek ini bisa terdiri atas
(a) Petani yang akan menggunakan lahan usaha pertaniannya untuk
penanaman dan perkebunan atau usaha kecil lain, (b) Petani /usaha kecil
yang telah memiliki usaha tetapi dalam keadaan yang perlu ditingkatkan
dalam untuk itu memerlukan bantuan modal.
Untuk kelompok (a), kegiatan proyek dimulai dari penyiapan lahan dan
penanaman atau penyiapan usaha, sedangkan untuk kelompok (b), kegiatan
dimulai dari telah adanya kebun atau usaha yang berjalan, dalam batas
masih bisa ditingkatkan produktivitasnya dengan perbaikan pada aspek
usaha.

Bank Indonesia Perkebunan Lada

Luas lahan atau skala usaha bisa bervariasi sesuai luasan atau skala yang
dimiliki oleh masing-masing petani/usaha kecil. Pada setiap kelompok
tani/kelompok usaha, ditunjuk seorang Ketua dan Sekretaris merangkap
Bendahara. Tugas Ketua dan Sekretaris Kelompok adalah mengadakan
koordinasi untuk pelaksanaan kegiatan yang harus dilakukan oleh para
petani anggotanya, didalam mengadakan hubungan dengan pihak Koperasi
dan instansi lainnya yang perlu, sesuai hasil kesepakatan anggota. Ketua
kelompok wajib menyelenggarakan pertemuan kelompok secara rutin yang
waktunya ditentukan berdasarkan kesepakatan kelompok.
2. Koperasi
Parapetani/usaha kecil plasma sebagai peserta suatu PKT, sebaiknya menjadi
anggota suata koperasi primer di tempatnya. Koperasi bisa melakukan
kegiatan-kegiatan untuk membantu plasma di dalam pembangunan
kebun/usaha sesuai keperluannya. Fasilitas KKPA hanya bisa diperoleh
melalui keanggotaan koperasi. Koperasi yang mengusahakan KKPA harus
sudah berbadan hukum dan memiliki kemampuan serta fasilitas yang cukup
baik untuk keperluan pengelolaan administrasi pinjaman KKPA para
anggotanya. Jika menggunakan skim Kredit Usaha Kecil (KUK), kehadiran
koperasi primer tidak merupakan keharusan
3. Perusahaan Besar dan Pengelola/Eksportir
Suatu Perusahaan dan Pengelola/Eksportir yang bersedia menjalin kerjasama
sebagai inti dalam Proyek Kemitraan terpadu ini, harus memiliki kemampuan
dan fasilitas pengolahan untuk bisa menlakukan ekspor, serta bersedia
membeli seluruh produksi dari plasma untuk selanjutnya diolah di pabrik dan
atau diekspor. Disamping ini, perusahaan inti perlu memberikan bimbingan
teknis usaha dan membantu dalam pengadaan sarana produksi untuk
keperluan petani plasma/usaha kecil.
Apabila Perusahaan Mitra tidak memiliki kemampuan cukup untuk
mengadakan pembinaan teknis usaha, PKT tetap akan bisa dikembangkan
dengan sekurang-kurangnya pihak Inti memiliki fasilitas pengolahan untuk
diekspor, hal ini penting untuk memastikan adanya pemasaran bagi produksi
petani atau plasma. Meskipun demikian petani plasma/usaha kecil
dimungkinkan untuk mengolah hasil panennya, yang kemudian harus dijual
kepada Perusahaan Inti.
Dalam hal perusahaan inti tidak bisa melakukan pembinaan teknis, kegiatan
pembibingan harus dapat diadakan oleh Koperasi dengan memanfaatkan
bantuan tenaga pihak Dinas Perkebunan atau lainnya yang dikoordinasikan
oleh Koperasi. Apabila koperasi menggunakan tenaga Penyuluh Pertanian
Lapangan (PPL), perlu mendapatkan persetujuan Dinas Perkebunan setempat
dan koperasi memberikan bantuan biaya yang diperlukan.

Bank Indonesia Perkebunan Lada

Koperasi juga bisa memperkerjakan langsung tenaga-tenaga teknis yang


memiliki keterampilan dibidang perkebunan/usaha untuk membimbing
petani/usaha kecil dengan dibiayai sendiri oleh Koperasi. Tenaga-tenaga ini
bisa diberi honorarium oleh Koperasi yang bisa kemudian dibebankan kepada
petani, dari hasil penjualan secara proposional menurut besarnya produksi.
Sehingga makin tinggi produksi kebun petani/usaha kecil, akan semakin
besar pula honor yang diterimanya.
4. Bank
Bank berdasarkan adanya kelayakan usaha dalam kemitraan antara pihak
Petani Plasma dengan Perusahaan Perkebunan dan Pengolahan/Eksportir
sebagai inti, dapat kemudian melibatkan diri untuk biaya investasi dan modal
kerja pembangunan atau perbaikan kebun.
Disamping mengadakan pengamatan terhadap kelayakan aspek-aspek
budidaya/produksi yang diperlukan, termasuk kelayakan keuangan. Pihak
bank di dalam mengadakan evaluasi, juga harus memastikan bagaimana
pengelolaan kredit dan persyaratan lainnya yang diperlukan sehingga dapat
menunjang keberhasilan proyek. Skim kredit yang akan digunakan untuk
pembiayaan ini, bisa dipilih berdasarkan besarnya tingkat bunga yang sesuai
dengan bentuk usaha tani ini, sehingga mengarah pada perolehannya
pendapatan bersih petani yang paling besar.
Dalam pelaksanaanya, Bank harus dapat mengatur cara petani plasma akan
mencairkan kredit dan mempergunakannya untuk keperluan operasional
lapangan, dan bagaimana petani akan membayar angsuran pengembalian
pokok pinjaman beserta bunganya. Untuk ini, bank agar membuat perjanjian
kerjasama dengan pihak perusahaan inti, berdasarkan kesepakatan pihak
petani/kelompok tani/koperasi. Perusahaan inti akan memotong uang hasil
penjualan petani plasma/usaha kecil sejumlah yang disepakati bersama
untuk dibayarkan langsung kepada bank. Besarnya potongan disesuaikan
dengan rencana angsuran yang telah dibuat pada waktu perjanjian kredit
dibuat oleh pihak petani/Kelompok tani/koperasi. Perusahaan inti akan
memotong uang hasil penjualan petani plasma/usaha kecil sejumlah yang
disepakati bersama untuk dibayarkan langsung kepada Bank. Besarnya
potongan disesuaikan dengan rencana angsuran yang telah dibuat pada
waktu perjanjian kredit dibuat oleh pihak petani plasma dengan bank.
b. Pola Kerjasama
Kemitraan antara petani/kelompok tani/koperasi dengan perusahaan mitra,
dapat dibuat menurut dua pola yaitu :
a. Petani yang tergabung dalam kelompok-kelompok tani mengadakan
perjanjian kerjasama langsung kepada Perusahaan Perkebunan/
Pengolahan Eksportir.

Bank Indonesia Perkebunan Lada

Dengan bentuk kerja sama seperti ini, pemberian kredit yang berupa KKPA
kepada petani plasma dilakukan dengan kedudukan Koperasi sebagai
Channeling Agent, dan pengelolaannya langsung ditangani oleh Kelompok
tani. Sedangkan masalah pembinaan harus bisa diberikan oleh Perusahaan
Mitra.
b. Petani yang tergabung dalam kelompok-kelompok tani, melalui
koperasinya mengadakan perjanjian yang dibuat antara Koperasi
(mewakili
anggotanya)
dengan
perusahaan
perkebunan/
pengolahan/eksportir.

Dalam bentuk kerjasama seperti ini, pemberian KKPA kepada petani plasma
dilakukan dengan kedudukan koperasi sebagai Executing Agent. Masalah
pembinaan teknis budidaya tanaman/pengelolaan usaha, apabila tidak dapat
dilaksanakan oleh pihak Perusahaan Mitra, akan menjadi tanggung jawab
koperasi.
c. Penyiapan Proyek
Untuk melihat bahwa PKT ini dikembangkan dengan
proses kegiatannya nanti memperoleh kelancaran dan
dapat dilihat dari bagaimana PKT ini disiapkan.
mempergunakan KKPA untuk modal usaha plasma,
dari :

sebaiknya dan dalam


keberhasilan, minimal
Kalau PKT ini akan
perintisannya dimulai

a. Adanya petani/pengusaha kecil yang telah menjadi anggota koperasi


dan lahan pemilikannya akan dijadikan kebun/tempat usaha atau
lahan kebun/usahanya sudah ada tetapi akan ditingkatkan
produktivitasnya. Petani/usaha kecil tersebut harus menghimpun diri
dalam kelompok dengan anggota sekitar 25 petani/kelompok usaha.

Bank Indonesia Perkebunan Lada

Berdasarkan persetujuan bersama, yang didapatkan melalui


pertemuan anggota kelompok, mereka bersedia atau berkeinginan
untuk
bekerja
sama
dengan
perusahaan
perkebunan/
pengolahan/eksportir dan bersedia mengajukan permohonan kredit
(KKPA) untuk keperluan peningkatan usaha;
b. Adanya perusahaan perkebunan/pengolahan dan eksportir, yang
bersedia menjadi mitra petani/usaha kecil, dan dapat membantu
memberikan pembinaan teknik budidaya/produksi serta proses
pemasarannya;
c. Dipertemukannya kelompok tani/usaha kecil dan pengusaha
perkebunan/pengolahan dan eksportir tersebut, untuk memperoleh
kesepakatan di antara keduanya untuk bermitra. Prakarsa bisa dimulai
dari salah satu pihak untuk mengadakan pendekatan, atau ada pihak
yang akan membantu sebagai mediator, peran konsultan bisa
dimanfaatkan untuk mengadakan identifikasi dan menghubungkan
pihak kelompok tani/usaha kecil yang potensial dengan perusahaan
yang dipilih memiliki kemampuan tinggi memberikan fasilitas yang
diperlukan oleh pihak petani/usaha kecil;
d. Diperoleh dukungan untuk kemitraan yang melibatkan para
anggotanya oleh pihak koperasi. Koperasi harus memiliki kemampuan
di dalam mengorganisasikan dan mengelola administrasi yang
berkaitan dengan PKT ini. Apabila keterampilan koperasi kurang, untuk
peningkatannya dapat diharapkan nantinya mendapat pembinaan dari
perusahaan mitra. Koperasi kemudian mengadakan langkah-langkah
yang berkaitan dengan formalitas PKT sesuai fungsinya. Dalam
kaitannya dengan penggunaan KKPA, Koperasi harus mendapatkan
persetujuan dari para anggotanya, apakah akan beritndak sebagai
badan pelaksana (executing agent) atau badan penyalur (channeling
agent);
e. Diperolehnya rekomendasi tentang pengembangan PKT ini oleh pihak
instansi pemerintah setempat yang berkaitan (Dinas Perkebunan,
Dinas Koperasi, Kantor Badan Pertanahan, dan Pemda);
f. Lahan yang akan digunakan untuk perkebunan/usaha dalam PKT ini,
harus jelas statusnya kepemilikannya bahwa sudah/atau akan bisa
diberikan sertifikat dan buka merupakan lahan yang masih belum jelas
statusnya yang benar ditanami/tempat usaha. Untuk itu perlu adanya
kejelasan dari pihak Kantor Badan Pertanahan dan pihak Departemen
Kehutanan dan Perkebunan.
d. Mekanisme Proyek
Mekanisme Proyek Kemitraan Terpadu dapat dilihat pada skema berikut ini :

Bank Indonesia Perkebunan Lada

Bank pelaksana akan menilai kelayakan usaha sesuai dengan prinsip-prinsip


bank teknis. Jika proyek layak untuk dikembangkan, perlu dibuat suatu nota
kesepakatan (Memorandum of Understanding = MoU) yang mengikat hak
dan kewajiban masing-masing pihak yang bermitra (inti, Plasma/Koperasi
dan Bank). Sesuai dengan nota kesepakatan, atas kuasa koperasi atau
plasma, kredit perbankan dapat dialihkan dari rekening koperasi/plasma ke
rekening inti untuk selanjutnya disalurkan ke plasma dalam bentuk sarana
produksi, dana pekerjaan fisik, dan lain-lain. Dengan demikian plasma tidak
akan menerima uang tunai dari perbankan, tetapi yang diterima adalah
sarana produksi pertanian yang penyalurannya dapat melalui inti atau
koperasi. Petani plasma melaksanakan proses produksi. Hasil tanaman
plasma dijual ke inti dengan harga yang telah disepakati dalam MoU.
Perusahaan inti akan memotong sebagian hasil penjualan plasma untuk
diserahkan kepada bank sebagai angsuran pinjaman dan sisanya
dikembalikan ke petani sebagai pendapatan bersih.
e. Perjanjian Kerjasama
Untuk meresmikan kerja sama kemitraan ini, perlu dikukuhkan dalam suatu
surat perjanjian kerjasama yang dibuat dan ditandatangani oleh pihak-pihak
yang bekerjasama berdasarkan kesepakatan mereka. Dalam perjanjian
kerjasama itu dicantumkan kesepakatan apa yang akan menjadi kewajiban
dan hak dari masing-masing pihak yang menjalin kerja sama kemitraan itu.

Bank Indonesia Perkebunan Lada

10

Perjanjian tersebut memuat ketentuan yang menyangkut kewajiban pihak


Mitra Perusahaan (Inti) dan petani/usaha kecil (plasma) antara lain sebagai
berikut :
1. Kewajiban Perusahaan Perkebunan/Pengolahan/Eksportir sebagai mitra
(inti)
a. Memberikan bantuan pembinaan budidaya/produksi dan penaganan
hasil;
b. Membantu petani di dalam menyiapkan kebun, pengadaan sarana
produksi (bibit, pupuk dan obat-obatan), penanaman serta
pemeliharaan kebun/usaha;
c. Melakukan pengawasan terhadap cara panen dan pengelolaan pasca
panen untuk mencapai mutu yang tinggi;
d. Melakukan pembelian produksi petani plasma; dan
e. Membantu petani plasma dan bank di dalam masalah pelunasan kredit
bank (KKPA) dan bunganya, serta bertindak sebagai avalis dalam
rangka pemberian kredit bank untuk petani plasma.
2. Kewajiban petani peserta sebagai plasma
a. Menyediakan lahan pemilikannya untuk budidaya;;
b. Menghimpun diri secara berkelompok dengan petani tetangganya yang
lahan usahanya berdekatan dan sama-sama ditanami;
c. Melakukan pengawasan terhadap cara panen dan pengelolaan pascapanen untuk mencapai mutu hasil yang diharapkan;
d. Menggunakan sarana produksi dengan sepenuhnya seperti yang
disediakan dalam rencana pada waktu mengajukan permintaan kredit;
e. Menyediakan sarana produksi lainnya, sesuai rekomendasi budidaya
oleh pihak Dinas Perkebunan/instansi terkait setempat yang tidak
termasuk di dalam rencana waktu mengajukan permintaan kredit;
f. Melaksanakan pemungutan hasil (panen) dan mengadakan perawatan
sesuai petunjuk Perusahaan Mitra untuk kemudian seluruh hasil panen
dijual kepada Perusahaan Mitra ; dan
g. Pada saat pernjualan hasil petani akan menerima pembayaran harga
produk sesuai kesepakatan dalam perjanjian dengan terlebih dahulu
dipotong sejumlah kewajiban petani melunasi angsuran kredit bank
dan pembayaran bunganya.

Bank Indonesia Perkebunan Lada

11

3. Aspek Pemasaran
a. Peluang Pasar
1. Perkembangan Produksi Lada Dunia
Produksi lada dunia sejak tahun 1991 hingga tahun tahun 1998 mengalami
penurunan, rata-rata sebesar 3,38% per tahun atau setara dengan 9.537 ton
lada kering. Penurunan lada ini disebabkan total produksi lada negara-negara
produsen utama dunia menurun.

Gambar 1. Kecenderungan Produksi Lada Dunia


Berdasarkan data FAO, Indonesia tetap memegang predikat sebagai negara
produsen lada terbesar dengan produksi sebesar 52.188 ton atau 25,4% dari
total produksi dunia, walau juga mengalami penurunan produksi sebesar
17.711 ton terhitung sejak tahun 1990.Beberapa sebab terjadinya penurunan
produksi adalah adanya serangan penyakit yang hingga kini belum dapat
ditemukan
cara
penanggulangannya
dan
rendahnya
produktivitas
perkebunan lada di Indonesia. Produktivitas kebun lada di Indonesia
termasuk kategori tertinggi di dunia, bandingkan dengan Kamboja dan
Thailand yang masing-masing dapat menghasilkan 6.500 kg/ha dan 3.250
kg/ha.

No
1
2
3
4
5
6
7
8

Tabel 1.
10 Negara Utama Penghasil Lada Produksi (Ton)
Negara
1996
1997
1998
Indonesia
52.168
49.660
52.188
Brazil
34.468
21.850
22.386
Sri Langka
17.000
17.000
17.000
China
14.000
14.000
14.000
Malaysia
12.276
12.276
12.276
Vietnam
10.600
10.700
10.700
Thailand
7.730
7.074
6.500
India
6.158
5.537
5.537

Bank Indonesia Perkebunan Lada

%
25,45%
10,9%
8,3%
6,8%
6,0%
5,2%
3,2%
2,7%

12

9
10
11

Mexico
Cambodia
Dunia

2.400
1.800
224.568

2.700
2.000
203.230

2.700
2.000
205.834

0,0%
1,0%

2. Perkembangan Ekspor Lada


Tabel 2.
Negara Utama Pengekspor Lada
No Negara
1995
1996
Dunia
224.850
241.440
1
Singapore
46.834
38.398
2
India
25.270
47.211
3
Indonesia
57.781
36.849
4
Malaysia
14.869
28.124
5
Vietnam
17.900
25.300
6
Brazil
22.158
24.178
7
Netherlands
9.559
8.397
8
Mexico
3.085
4.200
9
Germany
2.377
2.903
10
China
998
1.430
11
U. Arab Emirates
6.349
3.924
12
Sri Lanka
2.082
2.612
13
South Afrika
99
1.453
Sumber : FAO. Statistik

1997
243.685.
48.909
40.000
33.386
29.000
23.000
13.692
13.055
4.210
4.115
4.026
3.924
3.485.
3.110

Kecendrungan ekspor lada dunia sejak tahun 1993 hingga 1997 naik ratarata 4,28% pertahun. Indonesia memperlihatkan suatu trend yang tidak
beraturan, pada tahun 1994 dan 1995 mengalami kenaikan 30,2% dan
60,3%. Sedangkan pada dua tahun berikutnya menurun 36% dan 9,4%.
Kebutuhan konsumsi dalam negeri sedikit banyaknya memperngaruhi naik
dan turunnya ekspor Indonesia ini, disaat kebutuhan dalam negeri melonjok,
maka ekspor akan menurun, demikian sebaliknya.

Gambar 2. Pangsa-pangsa Ekspor Lada Indonesia

Bank Indonesia Perkebunan Lada

13

Tiga negara teratas eksportir lada (Indonesia, India, Singapura) dalam tiga
tahun terakhir saling berebut posisi sebagai negara pengekspor lada terbesar
didunia. Di tahun 1995 Indonesia menempati posisi teratas dengan pangsa
pasar 25,7%, namun disebabkan meningkatnya kebutuhan konsumsi dalam
negeri Indonesia akhirnya hanya menduduki posisi ketiga (13,7%) pada
tahun 1997. Seperti terlihat pada grafik diatas, untuk tahun 1997 Singapura
meraih pangsa terbesar dengan 20,07% diikuti India dengan pangsa pasar
sebesar 16,4%.
3. Perkembangan Harga
Dalam kurun waktu antara tahun 1993 hingga 1997, perkembangan harga
lada baik dilihat dari mata uang dollar AS maupun Rupiah, cendrung
meningkat tajam, walaupun juga sempat mengalami penurunan, namun
penurunan tersebut tidak berarti bila dibanding peningkatannya. Berdasarkan
data F.A.O statistic, harga lada Indonesia di pasaran ekspor dunia rata-rata
lebih tinggi 16,5% dari harga rata-rata lada dunia. Satu dari sekian sebabnya
adalah kualitas lada Indonesia diakui sebagai salah satu yang terbaik didunia
(A1 Super).

Gambar 3. Perkembangan Harga Ekspor Lada Indonesia dan Dunia (Rp./Kg)


Harga lada Indonesia di pasaran ekspor tahun 1994 mencapai $ 2,18 atau
naik 7,6% dari tahun sebelumnya (US$ 1,66). Hal yang sama terjadi pula
untuk tahun berikutnya walau dengan persentase kenaikan yang lebih kecil
(0,8%). Satu-satunya penurunan terjadi di tahun 1996 dengan turun sebesar
- 0,3%. Penurunan ini disebabkan membanjirnya lada yang terlibat dari
peningkatan ekspor lada dunia yang besar yakni 7,6% pada priode tersebut
(1994, 1995 sebesar 3,89% dan 4,9%). Dipengaruhi oleh krisis ekonomi
yang melanda Asia Tenggara mulai pertengahan tahun 1997, harga naik
54,2% dari tahun sebelumnya. Sementara itu harga ekspor lada Indonesia
mengalami peningkatan yang lebih besar lagi yakni 82,1% untuk menjadi US
$ 4,89 per Kg nya. Diukur dalam nilai rupiah yang disebabkan depresiasi nilai
rupiah terhadap dollar AS, harga ekspor lada Indonesia di tahun 1998/1999
meningkat hingga mencapai Rp. 60.000 per Kg dari sebelumnya Rp. 24.433
per Kg.

Bank Indonesia Perkebunan Lada

14

Pada dasarnya, Indonesia sebagai negara produsen dan eksportir riil terbesar
(Singapura dan India adalah negara perantara perdagangan lada), dapat
menjadi Price Setter harga lada dunia. Indonesia dapat saja menentukan
berapa harga jual yang diinginkannya. Hal ini disebabkan negara produsen
lain, tidak akan mampu mengganti pasokan lada sebesar yang dipasok oleh
Indonesia.
Tabel 3.
Perkembangan Harga Lada
Harga Per Kg
Harga Per Kg (Rp)
Tahun
Dunia
Indonesia Dunia
Indonesia
1993
1,43
1,66
3.209
3.739
1994
2,11
2,18
5.959
5.129
1995
2,58
2,69
6.337
6.609
1996
2,36
2,69
6.055
6.889
1997
3,64
4,89
18.175
34.433
1998
60.000*
1999
40.000*
Sumber : F.A.O Statistik
* Data di lapangan (terpengaruh nilai rupiah)

4. Peluang Pemasaran dan Pengembangan Lada


Penurunan ekspor lada Indonesia yang mengakibatkan terambilnya pangsa
pasar ekspor Indonesia, merupakan suatu tantangan dan peluang lebih
meningkatkan produksi lada. Peluang pasar dari sisi produksi ini berasal dari
dari dua hal yakni : dari peningkatan produksi yang memang masih
dibutuhkan, terlihat dari kecendrungan ekspor dunia yang meningkat,
sementara angka produksi dunia justru mengalami penurunan. Hal lain
adalah bagi negara produsen (terutama Indonesia) perlu melakukan
terobosan tidak untuk di reekspor). Dipastikan dengan menjual langsung
tanpa (negara) perantara, harga yang diraih akan lebih tinggi.
Dilihat dari sisi perkembangan harga, peluang pengembangan komoditi lada
juga menjanjikan. Peluang dari sisi harga ini juga disebabkan dua hal,
pertama dikarenakan kenaikkan riil harga lada (dalam denomisasi dollar AS),
kedua kenaikkan disebabkan depresiasi rupiah terhadap dollar AS.
Persentase kenaikan biaya produksi yang mengiringinya, masih lebih kecil
dibanding persentase kenaikkan harga.
b. Perdagangan Bursa Komoditi Lada
Perdagangan ekspor lada yang umumnya bebas ternyata membuat
pembentukan harga menjadi lumayan rumit, hal tersebut disebabkan tidak
saja berdasarkan aspek fundamental (global supply), tetapi juga aspek non
fundamental (seperti sentimen pasar). Sentimen pasar merupakan produk

Bank Indonesia Perkebunan Lada

15

dan sikap seluruh pelaku pasar mulai dari petani lada, pedagang perantara,
eksportir, pada dealers (importir), para speculator (fund manager) dan para
grider/food industries (end users) sendiri. Oleh karena itu faktor resiko
tetap akan dihadapi para eksportir dalam memutuskan kebijaksanaan
penjualannya.
Para eksportir lada cenderung akan terpaksa terlibat dalam perdagangan
ekspor yang berspekulasi dengan menerapkan Long Covering (buy first sell
later) atau Short Covering (sell first buy later), khususnya bila
berkeinginan transaksi besar. Lanjutan dalam kegiatan ini adalah perlunya
upaya lindung nilai (hedging) pada bursa komoditi. Bursa komoditi lada telah
dibentuk di Kochi, Kerala, India. Adapun instrumennya bernama
International Pepper Futteres Contract.
c. Tata Niaga Komoditi Lada
Secara umum urutan tata niaga berawal dari petani, pedagang pengumpul,
pedagang besar, pedagang antar pulau dan eksportir. Panjangnya rantai
tataniaga ini menyebabkan petani menerima margin keuntungan lebih kecil
dari yang seharusnya mereka peroleh. Kendala lokasi petani yang terpencil
(umumnya di Kalimatan Tengah) menyebabkan akses informasi mengenai
harga sangat terlambat.
Dengan menerapkan MK-PKT ini, maka rantai tata niaga lada kering dapat
diperpendek sehingga margin keuntungan petani akan lebih besar.

Bank Indonesia Perkebunan Lada

16

4. Aspek Produksi
a. Spesifikasi Teknis Produksi
Tanaman lada menghendaki temperatur yang tinggi, curah hujan merata
sepanjang tahun, dan daerah yang kaya akan zat hara serta tanahnya agak
miring. Ketinggian tempat itu di bawah 600 m dpl. Curah hujan minimal
2200 mm dan maksimal 5000 mm.
Lahan yang cocok untuk tanaman lada sedapat mungkin dipilih tempat yang
agak miring, subur dan gembur, banyak humusnya, serta mendapat sinar
matahari cukup. Bila tanahnya datar maka perlu dibuat akar drainase agar
air hujan tidak tergenang. Genangan air hujan dapat merusak akar tanaman
lada.
Tanaman lada cocok di daerah tropis yang beriklim panas dan lembab. Suhu
minimal 20 derajat Celsius dan kelembaban relatif minimal 60% dan
maksimal 93%. Iklim yang sesuai di Indonesia adalah Pulau Sumatera.
b. Penyiapan Lahan, Pembibitan dan Penanaman
Setelah mengadakan pembibitan, maka petani mempunyai waktu empat
bulan untuk menyiapkan lahan penanaman. Dalam pembukaan lahan baru
penting untuk membuang semua bekas akar, karena tanaman lada peka
terhadap penyakit. Pembersihan lahan ( land clearing) dengan alat berat
tidak menguntungkan, karena akan merusak kesuburan tanah.
Budidaya lada di Pulau Bangka umumnya menggunakan sistem kultur
tunggal, dimana kebun lada tidak dicampur dengan tanaman lain. Tajar
(bahasa Bangka adalah junjungan ) yang dipergunakan adalah tajar mati,
tanamannya padat 1 ha ditanami 2500 pohon. Pemeliharaan dilakukan
secara kontinyu, dan hasil per Ha dari budidaya yang intensif ini bisa
mencapai 4 ton (biasanya pada TM2). Selain itu juga ada yang menggunakan
tajar mati dari semen (beton). Sentra produksi di Pulau Bangka adalah
daerah Bangka Selatan terutama di Kecamatan Toboali. Penyiapan lahan
dilakukan pada musim kemarau biasanya bulan Juni, dimana lahan
belukar/hutan ditebang dan dibersihkan setelah itu semua kayu dikumpulkan
dan dibakar. Semua tunggul di bongkar dan dibersihkan secara manual.
Areal dicangkul sedalam 30 cm, kemudian disusul dengan pembuatan lubang
untuk tanaman tajar sementara. Tajar-tajar itu ditanam dengan jarak 2,10 x
2,10 meter dan dilanjutkan dengan membuat lubang tanaman lada.
Pembuatan lubang berukuran 40 x 40 cm pada bagian atas dan bagian
bawah 20 x 20 cm.

Bank Indonesia Perkebunan Lada

17

1. Pembibitan
Pembibitan lada bisa dilakukan dengan Generatif, yaitu bibit berasal dari biji.
Biji tersebut dipilih dari pohon induk yang berbuah baik, sehat dan
produksinya tinggi. Kemudian biji lada tersebut dibesarkan dalam
persemaian. Semai-semai itu bisa dipindahkan ke kebun setelah berdaun 4
helai, berumur kira-kira 4 bulan.
Cara vegetatif dilakukan dengan cara menyetek, menyambung atau okulasi.
Namun yang paling umum dilakukan adalah dengan setekan. Bahan stek
diambil dari cabang-cabang orthtrop, sulur tanah, dan sulur gantung dari
induk tanaman yang produksinya tinggi dan tahan penyakit. Panjangnya stek
50 - 60 cm terdiri dari 6 - 7 ruas. Stek-stek ditanam dalam jambangan lebih
dahulu. Di Bangka bibit yang digunakan hanya stek stolon, diambil dari
kebun pembibitan khusus dengan maksud untuk memperoleh stolon yang
memanjat pada tajar dan mempunyai akar lekat. Stolon diambil dari pucuk
batang primer atau pucuk cabang orthotrop yang mempunyai ruas 5 - 7
buah. Selain itu juga digunakan bibit dari sulut gantung dan sulur tanah .
Sulur gantung adalah cabang orthotrop yang tidak melekat pada tajar
sehingga menggantung. Sulur gantung ini panjangnya bisa 3 - 4 meter,
sehingga bisa dipakai sebagai bibit 50 - 60 cm. Sulur tanah adalah cabangcabang yang tumbuh di permukaan tanah, sulur ini bisa dijadikan bibit bila
tanaman telah berumur 1 - 1,5 tahun.
2. Penanaman
Penanaman lada membutuhkan waktu yang tepat, harus memperhatikan
keadaan iklim dan pertumbuhan. Waktu yang baik adalah akhir bulan
Nopember sampai Januari. Cara pengambilan bibit dari persemaian :
1. sepuluh sampai 2 minggu sebelum bibit dipotong, daun dan ranting
yang tidak berguna harus dibuang.
2. Sepuluh sampai 2 minggu setelah luka dari pemotongan daun dan
ranting sembuh, kemudian baru dilakukan pemotongan bibit.
3. Panjang pemotongan bibit 7 buah ruas.
4. Potongan bibit stolon dijambang 1 - 2 minggu atau langsung ditanam.
c. Pemeliharaan Tanaman
Pemeliharaan tanaman lada dilakukan terhadap tajar, tanaman, pengawetan
tanah, pemupukan, dan pemberantasan hama/penyakit tanaman lada.
Pemeliharaan tajar diperlukan untuk menjaga keberhasilan produksi lada.
Tajar yang rusak harus diperbaiki atau diganti dengan tajar yang lebih baik.
Pemeliharaan
tanaman
meliputi
pengikatan
tajar,
sulaman,
dan
pemangkasan daun, cabang dan bunga. Pemitikan bunga dilakukan pada
bunga pertama setelah lada berumur 18 bulan - 2 tahun. Bunga-bunga tahun
Bank Indonesia Perkebunan Lada

18

ke 3 juga dipetik/dibuang 2/3 nya dan bunga tahun keempat dipetik 1/3 nya.
Pemetikan bunga dilakukan secara hati-hati.
Pemupukan
Karena lada termasuk tanaman hutan, maka tanaman lada menuntut tanah
yang subur, kaya akan humus, dengan Ph tanah 5,5 - 6,5. Pemupukan
organis dilakukan dengan pemotongan rumput liar, hasil pangkasan pohon
pelindung, atau tajar hidup. Pemupukan anorganis per ha menurut Maetre
setiap tahunnya adalah N = 200 kg; P205 50 kg, dan K2O 100 kg. Jadi
perbandingan N : P : K = 4 : 1 : 2
Berdasarkan perbandingan tersebut, maka penggunaan pupuk anorganis
lainnya Urea, TS dan ZK per ha adalah urea 435 kg, TS 132 Kg, dan ZK 200
kg per ha pertahun.
d. Pengendalian Hama dan Penyakit
Kerusakan tanaman lada disebabkan oleh beberapa macam cendawan,
bakteri, virus dan penyakit fisiologis. Penyebab penyakit antara lain :
1). Penyakit Busuk Kaki (Leher Akar)
Disebabkan oleh cendawan Phytophtora palmigora Butler variates piperis.
Gejala-gejalanya :

Bila Kulit batangnya disayat, dibawahnya berwarna coklat sampai


coklat tua.
Daun berwarna bercak-bercak sawo matang dan di tengah-tengahnya
daun berwarna abu-abu.
Akhirnya daun menjadi kuning, terkulai, dan dari ujung berwarna
hitam, kemudian daun berguguran.
Infeksi berjalan cepat dan dalam 10 hari tanaman yang terserang akan
mati semua, dan dalam musim kering bisa 3 - 4 hari semua tanaman
lada akan mati.

2). Penyakit Busuk Tunggul


Penyebabnya adalah cendawan Rosilinea bunodes. Gejalanya
menguning dan rontok, kemudian seluruh tanaman mengering.

daun

3). Penyakit Busuk Akar


Penyebab penyakit ini adalah cendawan Ganodema ludicium. Gejalagejalanya : akibat serangan akar membusuk, tanaman bagian atas menjadi
kuning layu.

Bank Indonesia Perkebunan Lada

19

4). Penyakit Kuning (Yellow Disease)


Di Pulau Bangka penyakit ini disebut sakit bujang yang bisa menimbulkan
kerugian besar. Penyebabnya adalah cacing-cacing kecil yang merusak akarakar rambut. Tanaman yang terserang baru diketahui setelah satu tahun.
Setelah semua daun menguning, walaupun sekelilingnya masih tampak
hijau, tanaman pasti sudah terinfeksi.
5).

Penyakit Fisiologis, yaitu mati awal

Hama : Berbagai serangan hama tanaman lada antara lain serangan


kumbang lada, kumbang lada besar dan serangan serangga lainnya.
Pemberantasan dilakukan dengan insektisida dan perawatan tanaman secara
intensif. Dalam MK-PKT Lada ini analisis didasarkan pada penggunaan
pestisida per ha per tahun sebagai berikut :

Pestisida BIO 25 liter


Insektisida 2, 5 liter
Fungisida 2, 5 liter
Namatsida 25 liter

e. Panen dan Pengolahan Hasil


Sebelum lada berumur 2 tahun, semua malai yang tumbuh harus dipetik
agar tidak sampai menjadi buah. Musim bunga tergantung iklim. Lada
berbunga setelah musim kemarau, pada permulaan musim hujan. Setelah
hujan 10 - 15 hari tanaman itu akan tumbuh tunas cabang buah dan
sekaligus akan tumbuh bunga malai. Priode pembungaan itu berlangsung 2 3 bulan. Tumbuhnya malai bunga akan makan waktu 5 - 6 bulan. Waktu
setelah mekarnya bunga sampai dengan masaknya buah adalah 4 bulan, jadi
sejak berbunga sampai masaknya buah memerlukan waktu 9 bulan. Bila
sudah mencapai 9 bulan, sebagian buah sudah berwarna hijau, kuning dan
merah. Hal ini menunjukkan bahwa setiap buah siap dipetik.
Produktivitas lahan per ha kondisi normal/ diharapkan dalam MP-PKT lada
adalah :

Tanaman
Tanaman
Tanaman
ha.
Tanaman
ha.
Tanaman

menghasilkan (TM-I) 0,6 kg per pohon atau 1500 kg per ha.


menghasilkan (TM-II) 1,5 kg per pohon atau 3750 kg per ha.
menghasilkan (TM-III) 0,6 kg per pohon atau 1500 kg per
menghasilkan (TM-IV) 0,5 kg per pohon atau 1250 kg per
menghasilkan (TM-V) 0,4 kg per pohon atau 1000 kg per ha.

Pengolahan lada putih di Bangka dilakukan setelah pemetikan itu selesai.


Buah lada dimasukkan ke dalam karung/kantung dan direndamkan dalam air
yang mengalir 7 - 10 hari, sehingga buah dan kulitnya membusuk. Setelah

Bank Indonesia Perkebunan Lada

20

kulitnya membusuk dilakukan penginjakan supaya kulit gagangnya lepas dan


dibersihkan. Biji-biji yang kulitnya telah terkelupas dilakukan pencucian
hingga bersih dan disaring. Setelah itu dilakukan penjemuran di sinar
matahari.
Lada hitam juga dapat diolah menjadi lada putih dengan menggunakan
mesin pengupas kopi. Mesin itu dapat disetel sesuai dengan besar/kecilnya
biji lada.
Peningkatan Mutu Lada .Tuntutan pasar ekspor terhadap mutu lada putih
Bangka semakin tinggi. Lada putih tidak boleh bercampur bagian-bagian
tanah, krikil dan lainnya. Toleransi tangkai dan debu maksimal 1% serta
kadar air 15%.

Bank Indonesia Perkebunan Lada

21

5. Aspek Keuangan
a. Asumsi
Aspek keuangan untuk budidaya Lada, yang merupakan satu kesatuan usaha
dihitung dengan asumsi-asumsi :
a. Setiap pengusaha/petani telah memiliki lahan seluas 1 hektar.
b. Populasi tanaman selama umur proyek 2.500 pohon
c. Produktivitas per pohon rata-rata pada TM-I 0,6 kg; TM-II 1,5 kg; TMIII 0,6 kg; TM-IV 0,5 kg dan pada TM-V 0,4 kg.
d. Biaya investasi dan operasi dibebankan kepada setiap satu Ha lahan.
e. Arus kas proyek dibuat dalam 2 skenario. Pada skenario I :
Pembiayaan proyek diperoleh dari skim kredit umum dengan suku
bunga 24% per tahun. Masa grace period selama 0 - 2 tahun dan
bunga selama masa konstruksi (IDC) di kapitalisasi. Untuk ini setiap
petani dibebani tambahan biaya untuk premi asuransi 3%. Pinjaman
bank dilunasi dalam waktu 5 tahun. Sedangkan pada skenario II
pembiayaan dengan dana sendiri dan tanpa premi asuransi.
b. Kebutuhan Biaya Investasi dan Biaya Produksi
nalisa perkiraan biaya investasi usaha tani lada per Ha di buat seperti yang
terlihat pada Lampiran 1 s.d. 4. Berdasarkan lampiran tersebut biaya
investasi atas pembukaan, persiapan, dan penanaman berjumlah Rp.
29.762.500.
Biaya pemeliharaan pada TBM - I Rp 9.925.000 pada TBM - II Rp 8.725.000
serta total biaya produksi tetap pada masa tanaman menghasilkan (TM) per
tahunnya sebesar Rp. 8.125.000 dan biaya variabel per unit produksi Rp
4.645. Dengan demikian, maka total biaya produksi/eksploitasi TM - I Rp
15.093.750; TM - II Rp 25.546.875; TM - III Rp. 15.093.750; TM - IV Rp.
13.932.292; dan TM-V Rp 12.770.833 (Lampiran 5).
c. Sumber Dana
Total investasi proyek budidaya lada per ha sebesar Rp. 54.851.363. Bila
diperhitungkan pembiayaan 100% dari kredit umum dengan IDC selama 3
tahun dan suku bunga 24% (Rp.32.049.171) maka total kredit berjumlah Rp.
86.900.534 dengan perincian sebagai berikut :

Bank Indonesia Perkebunan Lada

22

Pengeluaran

Tabun ke - 0

Tahun ke - 1

Tahun ke - 2

Total Biaya

Rp.33.720.913

Rp. 11.245.025

Rp.
9.885.425

ICD

Rp. 8.093.019

Rp. 10.791.825

Rp.
13.164.327

d. Kelayakan Finansial
Analisa kelayakan finansial ini digunakan untuk melihat apakah suatu proyek
dapat dilaksanakan secara ekonomis. Pendekatan ini digunakan untuk
melihat kelayakan proyek dari segi finansial dengan menggunakan kriteria
investasi (investment criteria) yang meliputi proyek arus kas, Net Present
Value (NPV), Internal Rate of Return, Benefit Cost Ratio, dan Analisa
Sensitivitas.
1. Proyeksi Arus Kas
Proyeksi arus kas adalah perkiraan jumlah dana yang masuk (cash in
flow ) dan arus kas keluar (cash outflow) selama umur proyek.
Berdasarkan asumsi diatas, maka perhitungan arus kas dibuat dalam
dua skenario sebagaimana di sajikan dalam Lampiran 5 dan Lampiran
6. Dalam skenario I pada TM - I saldo (net cash flow) mengalami
defisit sebesar Rp. 3,3 juta dan setelah itu dari TM - II s.d. TM - V
positif. Kumulatif Net Cash Flow selama 5 tahun Rp. 64,7 juta.
Produktivitas TM -II cukup tinggi dan pada tahun tersebut angsuran
pinjaman dapat digandakan dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Pinjaman akan dengan mudah dapat dilunasi dalam waktu 5 tahun.
2. NPV, IRR, B/C Ratio, Payback Period.
Net Present Value (NPV) dihitung berdasarkan selisih antara nilai
sekarang atas penerimaan (benefit) yang telah didiskonto yang akan
diterima dan dikurang dengan nilai sekarang atas biaya/pengeluaran
(cost yang telah didiskonto) yang akan dikeluarkan selama umur
proyek umur proyek. Hasil perhitungan menunjukkan nilai-nilai NPV
dengan DF 24% Rp. 30.920.085.
Internal Rate of Return (IRR) adalah tingkat bunga/discounted factor
rate yang mempersamakan nilai sekarang (present value) penerimaan
dengan nilai sekarang jumlah biaya yang dikeluarkan selama umur
proyek. Hasil perhitungan IRR proyek ini adalah 41,13%.
Benefit Cost Ratio (B/C) adalah nilai perbandingan antara benefit pada
Bank Indonesia Perkebunan Lada

23

tingkat bunga yang berlaku (discount factor) dari cost yang


didiskontokan dengan tingkat bunga yang sama selama umur proyek.
Hasil perhitungan B/C ratio dengan DF 24% adalah 1,63%.
Hasil penilaian kelayakan ini menunjukkan bahwa proyek ini masih
layak dibiayai dengan kredit umum yang mengenakan suku bunga
24%.
Playback Period adalah berapa lama waktu yang diperlukan untuk
mengembalikan biaya investasi proyek. Hasil perhitungan (lihat
lampiran) menunjukkan bahwa Pay Back Period budidaya tanaman
lada adalah 3,08 tahun.
3. Analisa Sensitivitas
Analisa sensitivitas (sensitivity analysis) adalah untuk
kelayakan suatu investasi dengan adanya perubahan satu
dominan dalam arus kas proyek. Dalam perhitungan
sensitivitas ini digunakan kemungkinan terjadi perubahan tiga
utama selama umur proyek yaitu

melihat
variabel
analisa
variabel

1). Produktivitas produksi turun 20% atau


2). Harga jual mengalami penurunan 25% atau
3). Biaya konstruksi dan biaya produksi mengalami kenaikan sebesar
35%.
Dari sensitifitas tersebut menunjukkan bahwa bila produktivitas
produksi turun 20% maka nilai-nilai kriteria kelayakan menjadi sbb
1). Internal rate of Return 35,72% masih lebih besar dari suku bunga
Kredit Umum (24%)
2). B/C ratio 1,41% dan
3). NPV Rp. 20.058.921. Maksimum penurunan produktivitas produksi
adalah 39%.
4. Penurunan harga jual per kg sebesar 25% akan menghasilkan nilainilai kriteria kelayakan sbb :
1). Internal rate of return 30,68% lebih besar sedikit dari suku bunga
Kredit Umum (24%).
2). B/C ratio 1,22% dan
3). NPV Rp. 10.814.892
Maksimum penurunan harga adalah sebesar 33%, bila terjadi
penurunan di atas 33% maka proyek menjadi tidak layak/
menguntungkan.

Bank Indonesia Perkebunan Lada

24

Sedangkan bila biaya konstruksi dan biaya produksi naik 35%, maka
nilai-nilai kriteria kelayakan menjadi sbb :
1). Internal rate or Return 32,80% masih sedikit lebih besar dari suku
bunga Kredit Umum (24%)
2). B/C ratio 1,30% dan
3). NPV Rp. 18.515.089
Maksimum kenaikan biaya konstruksi dan biaya produksi sebesar
63%. Dengan demikian maka proyek ini paling peka terhadap
penurunan harga jual dibanding dengan kenaikan biaya konstruksi dan
biaya produksi.
5. Proyeksi Rugi/Laba dan Analisa Titik Impas
Dalam perhitungan proyeksi Rugi/Laba proyek ini diasumsikan bahwa
biaya penyusutan tidak diperhitungkan, karena penggunaan dan nilai
aktiva tetap relatif kecil. Selain itu tarif pajak diasumsikan sebesar
15%. Perhitungan proyeksi rugi/laba proyek budidaya tanaman lada
disajikan dalam Lampiran 7. Berdasarkan lampiran tersebut rata-rata
laba bersih per tahun selama umur proyek menghasilkan adalah Rp.
10.845.187 atau laba bersih per bulan Rp. 903.766. Profit Margin ratarata per tahun sebesar 42,5%.
Analisa Titik Impas sebagai berikut :
1). Harga jual lada putih Rp. 35.000 per kg
2). Biaya variabel Rp. 4.750 per kg
3). Total biaya Tetap Rp. 8.125.000 per tahun
4). BEP (in Volume) 232 kg
5). BEP (sales in Rp) Rp. 8.125.000

Bank Indonesia Perkebunan Lada

25

6. Aspek Sosial Ekonomi


Peningkatan Ekspor dan Pendapatan
Keberhasilan peningkatan produksi lada dalam negeri sebagai salah satu
sasaran MK-PKT ini akan membantu pemerintah dalam upaya peningkatan
perolehan devisa dari sub sektor perkebunan.
Juga merupakan hal yang pasti adalah pelaksanaan PKT Budidaya Lada akan
memberikan peluang usaha bagi para petani kecil yang berminat dalam
memanfaatkan lahan untuk berusaha tani lada. Model budidaya lada yang
dirumuskan dalam Model Kelayakan (MK-PKT) ini di desain agar petani lada
tersebut mempu menggantungkan sebagian besar dari sumber pendapatan
keluarga semata-mata dari hasil panen dan penjualan hasil ladanya.
Sementara itu dengan kemampuan untuk mereplikasikan yang relatif besar
akan memberikan kesempatan kepada lokasi pengembangan guna
menyumbangkan kepada pendapatan asli daerah melalui pajak yang berhasil
ditarik di setiap subsektor ekonomi yang terkait di hulu dan dihulu subsektor
budidaya lada.
Penciptaan dan Pemeliharaan Lapangan Tenaga Kerja
Pelaksanaan PKT ini akan memberi kesempatan bagi para tenaga kerja
terampil, tenaga kerja ahli dan tenaga kerja tidak tetap (tenaga kerja kasar),
baik yang terkait dengan semua aspek di sisi hulu subsektor produksi lada
yang dirumuskan dalam PKT ini (disektor penyediaan saprodi, bibit,
peralatan dan lain-lain), pada tahapan persiapan dan pelaksanaan PKT ini,
tahapan produksi dan operasional proyek serta pada subsektor ekonomi yang
berada di sisi hilir subsektor lada.
Pemberdayaan Ekonomi Rakyat
Keberhasilan pengembangan lada pada lokasi yang cocok untuk tanaman ini
akan membantu pemerintah dalam rangka pengalokasian dan penetapan
sumber lahan bagi kepentingan pelestarian pengembangan mata dagangan
tertentu termasuk lada, yang mampu memberi kesempatan luas bagi
pengusaha yang bergerak dalam subsektor budidaya maupun sebagai
subsektor yang membantu pemerintah dalam rangka pemberdayaan
ekonomi rakyat.
Peningkatan Teknologi
Keberhasilan pelaksanaan MK-PKT dapat meningkatkan pendapatan para
petani lada, menciptakan dan memelihara lapangan kerja sehingga memberi
ransangan bagi para peneliti secara berkesinambungan untuk terus meneliti

Bank Indonesia Perkebunan Lada

26

dan menciptakan lada yang unggul di wilayah-wilayah produksi yang cocok di


Indonesia untuk pembudidayaan lada dengan produktivitas yang tinggi.

Bank Indonesia Perkebunan Lada

27

7. Penutup
PKT LADA
MK PKT Lada ini diharapkan dapat merupakan salah satu produk pembiayaan
yang sangat menguntungkan bagi masyarakat dan dapat membantu
perbankan dalam meningkatkan kredit yang cocok untuk usaha kecil.
Keunggulan MK PKT ini sebagai salah satu kemungkinan produk unggulan
perbankan yaitu karena memiliki unsur-unsur keunggulan sebagai berikut :
a. Potensi dan Jaminan Pasar
Lada telah menjadi mata dagangan penting komoditi dunia, terbukti dengan
keterlibatan 104 negara yang berperan sebagai eksportir, sedangkan dari
jumlah tersebut hanya terdapat 30 negara produsen lada, yang berarti paling
sedikit terdapat 74 negara yang hanya berperan sebagai pedagang
perantara.
Secara historis harga lada dunia memang menunjukkan kecenderungan
fluktuatif, namun trend harga lada tetap meningkat secara pasti. Sementara
itu perkembangan ekspor dunia juga meningkat dalam enam tahun terakhir
dengan rata-rata 4,28% per tahunnya sedangkan kecendrungan produksi
dunia justru menurun dengan rata-rata 3,38% per tahunnya. Oleh karena itu
prospek budidaya lada dari sisi potensi pasar sangat menjanjikan.
b. Menghadirkan Kegiatan Pendampingan
Untuk menunjang keberhasilan PKT ini, Perusahaan Mitra menyediakan
bantuan teknis yang profesional (bermutu) secara berkesinambungan.
Bantuan pedampingan ini dimulai semenjak pelaksanaan budidaya tanaman
dan penjualan, serta dalam tahapan pengelolaan dana hasil penjualan.
Bantuan pedampingan yang dimaksudkan agar pelaksanaan proyek dapat
berjalan sesuai dengan perencanaan, ditujukan untuk kepentingan dan
keuntungan Petani, Koperasi Primer yang bersangkutan, Perusahaan Mitra
maupun untuk pengamanan kredit Bank.
c. Adanya Kemampuan Untuk Memanfaatkan Kredit Berbunga Pasar
"Internal Rate of Return (IRR)" yang relatif lebih besar dari bunga kredit
bank menyebabkan PKT ini layak dilaksanakan dan dikembangkan Net
Present Value proyek menunjukkan bahwa proyek ini mampu memberikan
manfaat yang besar bagi pendapatan petani lada.
d. Cash Flow Sebagai Alat Pengontrol Pengembalian Kredit
Pengembalian kredit didasarkan, disesuaikan dan mengacu kepada
Perkembangan serta kekuatan cash flow. Dengan sistem mengangsur, maka

Bank Indonesia Perkebunan Lada

28

proyek memungkinkan para petani untuk mampu menghimpun dana sendiri


dan lepas dari ketergantungan terhadap kredit. Dari analisa sensitivitas di
simpulkan bahwa proyek ini tetap layak walaupun terjadi kenaikan biaya
produksi sampai 35%, atau penurunan volume produksi 25%, atau bila
penurunan harga jual sebesar 25%.
e. Adanya Potensi Kegiatan Kelompok Yang Berkaitan Dengan Kredit
Pembentukan dan mengaktifkan kegiatan kelompok tersebut ditujukan
antara lain untuk kegiatan simpan-pinjam. Dari sebagian dana simpanan
tersebut, secara potensial dapat digunakan sebagai dana untuk membantu
proses pengembalian angsuran pokok dan bunga (bilamana diperlukan), atau
untuk jenis kegiatan produktif laiinnya.
Dengan mengikutsertakan Petani sejak sedini mungkin dalam perencanaan
dan pelaksanaan proyek, akan terbentuk dan tercipta pula aspek
transparansi yang sangat diperlukan bagi kelancaraan penyelenggaraan
proyek dan proses perkreditannya.
f. Nota Kesepakatan
Mengingat proyek PKT Budidaya Lada ini melibatkan banyak pihak
berlangsung dalam rentang waktu yang panjang dan menyangkut berbagai
macam hal yang bersifat kuantitas, maka PKT ini haruslah dituangkan dalam
perjanjian kerjasama dalam bentuk Nota Kesepakatan.
Program Pendampingan yang Jelas
Sehubungan dengan masih adanya kemungkinan muncul permasalahan
terutama pada saat proyek dan kredit masuk dalam tahapan pelaksanaan
dan tahapan mengangsur, maka perlu diusahakan agar petani lada yang
telah direkrut dan merupakan calon nominatif semaksimal mungkin dapat
diikutsertakan dalam perencanaan (ide dan pengembangannya) sedini
mungkin. Maksud dan tujuan mengikut sertakan mereka sedini mungkin
yaitu agar mulai dari proses perencanaan para Petani benar-benar dapat
memahami perlunya kesungguhan dalam melaksanakan kemitraan. Dengan
memahami tentang perlunya kesungguhan dalam melaksanakan proyek
sesuai dengan yang diminta oleh persyaratan pasar, teknis dan finansial
maka kemitraan akan berjalan secara berkesinambungan.
Pemahaman Titik-Titik Rawan dan Transparansi
Proses pemahaman terhadap titik-titik rawan, baik yang terdapat dalam
pelaksanaan proses pemasaran lada, penerapan teknologi produksi dan
penanganan produksi serta aspek keuangan, perlu didasarkan atas suatu
dokumen kesepahaman umum dan atau nota kesepakatan yang rinci dan
diuraikan dalam bentuk yang sangat mudah dipahami oleh para Petani Lada.

Bank Indonesia Perkebunan Lada

29

Bank Indonesia Perkebunan Lada

30

LAMPIRAN

Bank Indonesia Perkebunan Lada

31

Anda mungkin juga menyukai