Anda di halaman 1dari 45

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Aluminium
Aluminium adalah logam yang paling banyak terdapat di kerak bumi,

dan unsur ketiga terbanyak setelah oksigen dan silikon. Aluminium terdapat di
kerak bumi sebanyak kira-kira 8,07% hingga 8,23% dari seluruh massa padat dari
kerak bumi, dengan produksi tahunan dunia sekitar 30 juta ton pertahun dalam
bentuk bauksit dan bebatuan lain (corrundum, gibbsite, boehmite, diaspore, dan
lain-lain) (USGS). Sulit menemukan aluminium murni di alam karena aluminium
merupakan logam yang cukup reaktif.
Selama 50 tahun terakhir, aluminium telah menjadi logam yang luas
penggunaannya setelah baja. Perkembangan ini didasarkan pada sifat-sifatnya
yang ringan, tahan korosi, kekuatan dan ductility yang cukup baik (aluminium
paduan), mudah diproduksi dan cukup ekonomis (aluminium daur ulang). Yang
paling terkenal adalah penggunaan aluminium sebagai bahan pembuat pesawat
terbang, yang memanfaatkan sifat ringan dan kuatnya.
Aluminium murni adalah logam yang lunak, tahan lama, ringan, dan
dapat ditempa dengan penampilan luar bervariasi antara keperakan hingga abuabu, tergantung kekasaran permukaannya. Kekuatan tensil aluminium murni
adalah 90 MPa, sedangkan aluminium paduan memiliki kekuatan tensil berkisar

Universitas Sumatera Utara

200-600 MPa. Aluminium memiliki berat sekitar satu pertiga baja, mudah
ditekuk, diperlakukan dengan mesin, dicor, ditarik (drawing), dan diekstrusi.
Resistansi terhadap korosi terjadi akibat fenomena pasivasi, yaitu
terbentuknya lapisan aluminium oksida ketika aluminium terpapar dengan udara
bebas. Lapisan aluminium oksida ini mencegah terjadinya oksidasi lebih jauh.
Aluminium paduan dengan tembaga kurang tahan terhadap korosi akibat reaksi
galvanik dengan paduan tembaga.
Aluminium juga merupakan konduktor panas dan elektrik yang baik.
Jika

dibandingkan

dengan

massanya,

aluminium

memiliki

keunggulan

dibandingkan dengan tembaga, yang saat ini merupakan logam konduktor panas
dan listrik yang cukup baik, namun cukup berat.Aluminium murni 100% tidak
memiliki kandungan unsur apapun selain aluminium itu sendiri, namun
aluminium murni yang dijual di pasaran tidak pernah mengandung 100%
aluminium, melainkan selalu ada pengotor yang terkandung di dalamnya.
Pengotor yang mungkin berada di dalam aluminium murni biasanya adalah
gelembung

gas

di

dalam

yang

masuk

akibat

proses

peleburan

dan

pendinginan/pengecoran yang tidak sempurna, material cetakan akibat kualitas


cetakan yang tidak baik, atau pengotor lainnya akibat kualitas bahan baku yang
tidak baik (misalnya pada proses daur ulang aluminium). Umumnya, aluminium
murni yang dijual di pasaran adalah aluminium murni 99%, misalnya aluminium
foil.
Pada aluminium paduan, kandungan unsur yang berada di dalamnya
dapat bervariasi tergantung jenis paduannya. Pada paduan 7075, yang merupakan

Universitas Sumatera Utara

bahan baku pembuatan pesawat terbang, memiliki kandungan sebesar 5,5% Zn,
2,5% Mg, 1,5% Cu, dan 0,3% Cr. Aluminium 2014, yang umum digunakan dalam
penempaan, memiliki kandungan 4,5% Cu, 0,8% Si, 0,8% Mn, dan 1,5% Mg.
Aluminium 5086 yang umum digunakan sebagai bahan pembuat badan kapal
pesiar, memiliki kandungan 4,5% Mg, 0,7% Mn, 0,4% Si, 0,25% Cr, 0,25% Zn,
dan 0,1% Cu.
2.1.1. Kandungan Atom atau Unsur
Alumunium murni mempunyai kemurnian hingga 99,96% dan minimal
99%. Zat pengotornya berupa unsur Fe dan Si. Alumunium paduan memiliki
berbagai kandungan atom-atom atau unsur-unsur utama (mayor) dan minor. Unsur
mayor seperti Mg, Mn, Zn, Cu, dan Si sedangkan unsur minor seperti Cr, Ca, Pb,
Ag, Fe, Sn, Zr, Ti, Sn, dan lain-lain. Unsur- unsur paduan yang utama dalam
almunium antara lain:
1. Copper (Cu), menaikkan kekuatan dan kekerasan, namun menurunkan
elongasi (pertambahan panjang pangjangan saat ditarik). Kandungan Cu
dalam alumunium yang paling optimal adalah antara 4-6%.
2. Zink atau Seng (Zn), menaikkan nilai tensile.
3. Mangan (Mn), menaikkan kekuatan dalam temperature tinggi.
4. Magnesium (Mg), menaikkan kekuatan alumunium dan menurunkan nilai
ductility-nya. Ketahanan korosi dan weldability juga baik.
5. Silikon (Si), menyebabkan paduan alumunium tersebut bisa diperlakukan
panas untuk menaikkan kekerasannya.

Universitas Sumatera Utara

2.1.2. Sifat-sifat Teknis Alumunium


a.

Kekuatan

Kekuatan dan kekerasan aluminium tidak begitu tinggi. Namun, dengan adanya
pemaduan dan heat treatment dapat meningkatkan kekuatan dan kekerasannya.
Kebanyakan material aluminium ditingkatkan kekuatannya dengan suatu
mekanisme penguatan bahan logam yang disebut precipitation hardening. Dalam
precipitation hardening harus ada dua fasa, yaitu fasa yang jumlahnya lebih
banyak disebut matriks dan fasa yang jumlahnya lebih sedikit disebut precipitate.
Mekanisme penguatan ini meliputi tiga tahapan, yaitu solid solution treatment:
memanaskan hingga diatas garis solvus untuk mendapatkan fasa larutan padat
yang homogen, quenching: didinginkan dengan cepat untuk mempertahankan
struktur mikro fasa padat homogeny agar tidak terjadi difusi, dan aging:
dipanaskan dengan temperatur tidak terlalu tinggi agar terjadi difusi fasa alpha
pada jarak

membentuk precipitate. Selain itu, ada beberapa cara pengujian

kekerasan yang berstandar yang digunakan untuk menguji kekerasan logam yaitu
antara lain pengujian Brinell, Rockwell, Vickers, Shore, dan Meyer.

b.

Modulus Elastisitas

Aluminium memiliki modulus elastisitas yang lebih rendah bila dibandingkan


dengan baja maupun besi, tetapi dari sisi strength to weight ratio, aluminium lebih
baik. Aluminium yang elastis memiliki titik lebur yang lebih rendah dan
kepadatan. Dalam kondisi yang dicairkan dapat diproses dalam berbagai cara. Hal
ini yang memungkinkan produk-produk dari aluminium yang akan dibentuk pada
dasarnya dekat dengan akhir dari desain produk.

Universitas Sumatera Utara

c.

Keuletan (ductility)

Semakin tinggi tingkat kemurnian aluminium maka akan semakin tinggi tingkat
keuletannya.

d.

Fatigue (Kelelahan)

Bahan aluminium tidak menunjukan batas kepenatan, karena aluminium akan


gagal jika ditekan.

e.

Recyclability (daya untuk didaur ulang)

Aluminium adalah 100% bahan yang didaur ulang tanpa downgrading dari
kualitas. Yang kembali dari aluminium, peleburannya memerlukan sedikit energy,
hanya sekitar 5% dari energy yang diperlukan untuk memproduksi logam utama
yang pada awalnya diperlukan dalam proses daur ulang.

f.

Reflectivity (daya pemantulan)

Aluminium adalah reflektor yang terlihat cahaya serta panas, dan yang bersamasama dengan berat rendah, membuatnya ideal untuk bahan reflektor misalnya
perabotan ringan.

2.2.

Magnesium
Magnesium merupakan logam yang ringan, putih keperak-perakan dan

cukup kuat. Magnesium mudah ternoda di udara, dan magnesium yang terbelahbelah secara halus dapat dengan mudah terbakar di udara dan mengeluarkan lidah
api putih yang menakjubkan.

Universitas Sumatera Utara

Magnesium digunakan di fotografi, flares, pyrotechnics, termasuk


incendiary bombs.Magnesium sepertiga lebih ringan dibanding aluminium dan
dalam campuran logam digunakan sebagai bahan konstruksi pesawat dan missile.
Logam ini memperbaiki karakter mekanik, fabrikasi dan las aluminium ketika
digunakan sebagai alloying agent. Magnesium digunakan dalam memproduksi
grafit dalam cast iron, dan digunakan sebagai bahan tambahan conventional
propellants. Magnesium juga digunakan sebagai agen pereduksi dalam produksi
uranium murni dan logam-logam lain dari garam-garamnya. Hidroksida (milk of
magnesia),

klorida,

sulfat

(Epsom

salts)

dan

sitrat

digunakan

dalam

kedokteran.Magnesite digunakan untuk refractory, sebagai batu bata dan lapisan


di tungku-tungku pemanas.
Magnesium dan paduannya lebih mahal daripada alumunium atau baja dan
hanya digunakan untuk industri pesawat terbang, alat potret, teropong, suku
cadang mesin dan untuk peralatan mesin yang berputar dengan cepat dimana
diperlukan nilai inersia yang rendah.Logam magnesium ini mempunyai
temperatur 650C yang perubahan fasanya dapat dilihat pada gambar 2.1.
Karena ketahanan korosi yang rendah ini maka magnesium memerlukan
perlakuan kimia atau pengecekan khusus segera setelah benda dicetak tekan.
Paduan magnesium memiliki sifat tuang yang baik dan sifat mekanik yang baik
dengan komposisi 9% Al, 0,5% Zn, 0,13% Mn, 0,5% Si, 0,3% Cu, 0,03% Ni dan
sisanya Mg. kadar Cu dan Ni harus rendah untuk menekan korosi.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.1 Diagram fasa magnesium (Matter; 1999)

2.2.1. Pembuatan Magnesium

Cara yang paling murah untuk membuat magnesium adalah dengan proses
elektrolitik. Pada masa Perang Dunia II, magnesium dibuat juga dengan dua
proses lain, yaitu proses silikotermik atau proses ferosilikon dan proses reduksi
karbon. Proses reduksi karbon ternyata tidak pernah dapat beroperasi secara
memuaskan, sehingga sejak lama tidak lagi dipakai. Proses silikotermik masih
banyak digunakan saat ini.

Elektrolisis Magnesium Klorida. Magnesium klorida yang diperlukan


diperoleh dari air garam dan reaksi magnesium hidroksida (dari air laut
atau dolomit) dengan asam klorida. Produsen perintis magnesium, yaitu
Dow Chemical Co. di Freeport dan Velasco, Texas, membuat magnesium
dengan mengelektrolisis magnesium klorida dari air laut, dimana gamping
yang diperlukan diperoleh dari kulit kerang. Kulit kerang yang seluruhnya

Universitas Sumatera Utara

terdiri dari kalsium karbonat yang hampir murni, dibakar sehingga


menjadi gamping, dijadikan slake, dan dicampur dengan air laut sehingga
magnesium hidroksida mengendap. Magnesium hidroksida ini dipisahkan
dengan menyaringnya dan direaksikan dengan asam klorida yang dibuat
dengan klor yang keluar dari sel. Dari sini terbentuk larutan magnesium
klorida yang lalu diuapkan menjadi magnesium klorida padat di dalam
evaporator dengan pemanasan langsung dan diikuti dengan pengeringan di
atas rak. Klorida ini cenderung terdekomposisi pada waktu pengeringan.
Setelah dehidrasi (proses penghilangan air), magnesium klorida tersebut
diumpankan ke sel elektrolisis, dimana bahan ini terdekomposisi menjadi
logam dan gas klor.

Proses Silikotermik atau Proses Ferosilikon. Langkah-langkah proses


silikotermik terdiri dari pencampuran dolomit gilingan yang dijadikan
slake dengan ferosilikon sebanyak 70-80% dan fluorspar 1% dan
kemudian dijadikan pelet. Pelet itu diumpankan ke dalam tanur. Tanur
kemudian divakumkan dan dipanaskan sampai 1170 derajat celsius.
Kalsium oksida (CaO) yang terdapat di dalam dolomit bakaran itu
membentuk dikalsium silikat yang tak melebur dan dikeluarkan dari
reaktor pada akhir proses. Reaksi pokok proses silikotermik ini adalah
sebagai berikut. 2(MgO.CaO) + 1/6FeSi6 --> 2Mg + (CaO)2SiO2 + 1/6Fe
Pada akhir proses, tanur didinginkan sedikit dan magnesium dikeluarkan
dari kondensor dengan suatu prosedur yang berdasarkan atas perbedaan
kontraksi antara magnesium dan baja.

Universitas Sumatera Utara

2.3.

Paduan Aluminium-Magnesium
Aluminium lebih banyak dipakai sebagai paduan daripada logam paduan

sebab tidak kehilangan sifat ringan dan sifat-sifat mekanisnya serta mampu cornya
diperbaiki dengan menambah unsur unsur lain. Unsur-unsur paduan yang tidak
ditambahkan pada aluminium murni selain dapat menambah kekuatan
mekaniknya juga dapat memberikan sifat-sifat baik lainnya seperti ketahanan
korosi dan ketahanan aus.
Keberadaan magnesium hingga 15,35% dapat menurunkan titik lebur
logam paduan yang cukup drastis, dari 660oC hingga 450oC. Namun, hal ini tidak
menjadikan aluminium paduan dapat ditempa menggunakan panas dengan mudah
karena korosi akan terjadi padasuhu di atas 60oC. Keberadaan magnesium juga
menjadikan logam paduan dapat bekerja dengan baik pada temperatur yang sangat
rendah, di mana kebanyakan logam akan mengalami failure pada temperatur
tersebut.
Paduan magnesium (Mg) merupakan logam yang paling ringan dalam hal
berat jenisnya.Magnesium mempunyai sifat yang cukup baik seperti alumunium,
hanya saja tidak tahan terhadap korosi. Magnesium tidak dapat dipakai pada suhu
diatas 150C karena kekuatannya akan berkurang dengan naiknya suhu.
Sedangkan pada suhu rendah kekuatan magnesium tetap tinggi.

Universitas Sumatera Utara

2.4.

Logam Busa (Metal Foam)


Solid foam didefenisikan sebagai material koloid dengan adanya fasa gas

yang terdispersi kedalam fasa padat. Jenis-jenis koloid yang dapat tebentuk dari
dua fasa seperti terlihat pada gambar 2.2.

Gambar 2.2 : Diagram klasifikasi koloid berdasarkan fasa-fasa


pembentuknyafoam (John Banhart, Advance Material; 1999)

Solid foam sering kali juga disebut dengan celullar foam karena fasa gas
yang terdispersi dalam solid membentuk konstruksi sel seperti pada gambar 2.3.
jika solid foam berasal dari materi logam (metal) maka dinamakan dengan metalic
foam.metal foam dibedakan dari logam berpori (posors metal) melalui nilai
densitasnya yang lebih kecil dan jumlah % fasa gas sebesar 30-98 % vol.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.3 : Struktur dalam Metal Foam (AlporasTM)

Untuk menghasilkan aluminium busa (Aluminium foam), serbuk


aluminium perlu dicampur dengan gas pada temperatur tinggi sehingga
aluminium bisa mengembang dan mengandung pori-pori udara. Sesudah itu
campuran aluminium dan gas dikeluarkan dari dapur dan didinginkan, sehingga
aluminium foam akan membeku sesuai dengan bentuk cetakannya. Hasil dari
metode ini adalah sel tertutup aluminium busa yang menunjukkan kulit seperti
pengecoran yang tipis pada bagian permukaannya. Gas yang biasa digunakan
untuk membuat pori-pori pada logam bisa berasal dari tiga hal, yaitu gas dari luar
yang disuntikkan ke dalam logam cair, blowing agent atau pun gas-gas yang
terlarut. Pada gambar 2.4 menunjukkan metode-metode yang biasa digunakan
untuk membuat metal foam. Dari gambar tersebut dapat diketahui bahwa secara
umum metalfoam dapat dibuat dari logam yang berbentuk lelehan (melt) dan
serbuk (powder).

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.4 : Skema beberapa metode pembuatan metal foam (John Banhart,
Advance Material; 1999)

Pada umumnya gelembung gas yang terbentuk di dalam lelehan logam akan
cenderung naik ke atas permukaan lelehan logam karena adanya gaya tekan ke
atas oleh zat cair. Namun gaya tekan terhadap gelembung udara ini dapat
dikurangi dengan cara meningkatkan kekentalan lelehan logam, penambahan
serbuk keramik atau penambahan unsur pemadu yang akan menjadi partikelpartikel penstabil. Adapun metode-metode yang umum digunakan untuk membuat
metal foam adalah :

1. Penambahan gas secara langsung (Hydro/Alcan)


2. Metode pemanfaatan Blowing Agent (Alporas)
3. Solid-Gas Eutectic Solidification (Gasar)
4. Metode kompaksi antara serbuk Aluminium dengan blowing Agent
(Foaminal/Alulight)
5. Foaming of Ingots Containing Blowing Agents (Formgrip/Foamcast)

Universitas Sumatera Utara

2.1.1. Penambahan Gas Secara Langsung

Pertama kali metode ini digunakan untuk membuat aluminium foam oleh
perusahaan Hydro Aluminium di Norwegia dan Cymat Aluminium Corporation di
Kanada. Skema yang dilakukan pada metode ini seperti ditunjukkan pada gambar
2.5.

Gambar 2.5 : Skema proses penambahan gas secara langsung (Curran; 2003)

Untuk mempertinggi kekentalan lelehan aluminium biasanya digunakan


partikel penguat seperti silicon-carbide, aluminium-oxide atau magnesium-oxide
sehingga kecenderungan naiknya gelembung gas ke permukaan lelehan logam
dapat dihambat. Pada metode ini, pertama kali disiapkan lelehan logam
aluminium yang mengandung salah satu partikel penguat tersebut di atas sehingga
campuran ini juga bisa disebut sebagai metal matrix composite. Namun dengan
cara ini, untuk memperoleh distribusi partikel yang merata di dalam lelehan
aluminium sangat sulit sehingga biasanya digunakan aluminium yang sudah
dipadukan. Fraksi volum dari partikel penguat adalah 10-20% dengan ukuran

Universitas Sumatera Utara

partikel rata-rata 5m 20m. Apabila ukuran partikel terlalu kecil atau terlalu
besar maka akan muncul masalah pada kemampuan pencampuran (difficult to
mix), kekentalan lelehan logam dan kestabilan metal foam yang terbentuk. Oleh
karena itu ukuran dan fraksi volum partikel penguat harus berada pada rentang
yang diperbolehkan sebagaimana pada gambar 2.6.

Gambar 2.6 : Rentang ukuran dan fraksi foam yang diperbolehkan untuk metal
foam(John Banhart, Advance Material; 1999)

Langkah kedua yaitu penyuntikan gas (udara, nitrogen atau argon) dengan
menggunakan rotating impeller atau vibrating nozzle yang akan membantu
pemerataan gelembung gas di dalam lelehan aluminium. Campuran lelehan
aluminum dan gelembung gas akan mengapung di bagian atas aluminium cair
kemudian akan mengalami pembekuan.
Densitas aluminium foam yang dihasilkan 0.069 gr/cm3 0,54 gr/cm3,
ukuran pori-pori yang dihasilkan antara 3mm sampai 25mm dan ketebalan
aluminium foam yang bisa dihasilkan mulai dari 50m (L.D. Kenny, Mater. Sci.
Forum, 1996). Parameter yang mempengaruhi proses ini adalah kecepatan aliran

Universitas Sumatera Utara

gas, kecepatan impeller dan frekuensi getaran nozzle. Adanya gaya gravitasi
berpengaruh selama proses pengeringan sehingga akan mempengaruhi produk
akhir metal foam. Produk ini cenderung memiliki gardien pada densitas, ukuran
pori-pori dan pemanjangan pori-pori (pores elongation).

2.1.2. Metode pemanfaatan Blowing Agent (AlporasTM)

Di pasaran, metode ini disebut Alporas. Pada metode ini digunakan


blowing agent sebagai pengganti dari udara yang disuntikkan pada metode
pertama. Blowing agent akan terurai dan menghasilkan gas akibat proses
pemanasan. Skema metode pembuatan metal foam dengan metode ini ditunjukkan
pada gambar 2.7.

Gambar 2.7 :Skema Proses foaming secara langsungdengan penambahan gas-releasing


powders.(Curran; 2003)

Pada metode ini, langkah pertama yang dilakukan yaitu penambahan


15%wt kalsium (Ca) ke dalam lelehan aluminium 680oC kemudian diaduk selama
beberapa menit. Selama proses pengadukan, kekentalan lelehan aluminium akan
meningkat sampai 5 kali karena pembentukan calcium-oxide (CaO), calciumaluminium-oxide (CaAl2O4) atau pun Al4Ca intermetalic.

Universitas Sumatera Utara

Pada proses ini sangat penting untuk menjaga lelehan logam yang sedang
mengembang agar tidak runtuh, oleh karena itu sebelumnya aluminium
ditambahkan Ca dan pada saat proses disuntikkan udara agar terbentuk CaO dan
CaAlO4 untuk meningkatkan viskositas dari lelehan. Dengan metode ini dapat
dihasilkan produk dengan */ s sekitar 0.05-0.3 dengan ukuran rongga 2-10 mm.
metode ini memiliki keterbatasan terhadap bentuk. Karena memrlukan
pengadukan pada saat penambahan senyawa penghasil gas maka metode ini tidak
dapat membentuk benda yang kompleks.
2.1.3. Solid-Gas Eutectic Solidification (Gasar)
Metode ini dikembangkan sejak beberapa dekade lalu dengan berdasar
pada teori bahwa beberapa jenis logam cair memiliki sistem eutectic bersama
dengan gas hidrogen. Apabila salah satu logam ini dilelehkan pada lingkungan
mengandung hidrogen dan tekanan tinggi (sampai 50 atm) akan diperoleh lelehan
logam dan hidrogen yang homogen. Apabila temperatur diturunkan, lelehan
logam akan mengalam transisi eutectic menjadi lelehan yang memiliki fasa
heterogen terdiri dari padatan dan gas (solid+gas). Apabila komposis sisem ini
mendekati komposis pada titik eutectic, maka proses segregasi akan terjadi pada
satu temperatur. Pada saat lelehan logam membeku, gas-gas akan berusaha keluar
dari lelehan namun terperangkap di dalam lelehan sehingga diperoleh logam padat
yang mengandung pori-pori berisi gas hidrogen. Metode ini menghasilkan produk
dengan pori-pori antara 10m sampai 10mm dengan panjang pori-pori antara
100m sampai 300m dan derajat porositas 5% sampai 75%. Pada umumnya,
bentuk pori yang akan didapat berupa pori besar yang memanjang sesuai arah
pembekuan. Kata Gasar sendiri tercipta dari akronim rusia yang berarti gas-

Universitas Sumatera Utara

reinforced. Saat ini metode ini telah diadaptasi oleh Jepang dengan penamaan
lotus-structure

karena

menyerupai

akar

lotus

(teratai).

Gambar

2.8

menunjukkan rute proses gasar dan hasil proses.

Gambar 2.8 : Rute proses aluminium foam dengan pembekuan eutectic dari Solid-Gas;
dan hasil proses(Curran; 2003)

2.1.4. Metode kompaksi antara serbuk Aluminium dengan blowing Agent


Aluminium foam juga bisa diperoleh dari serbuk aluminium yang dicampur
dengan blowing agent kemudian dikompaksi menjadi semi-finish product
(precursor) sebagaimana ditunjukkan pada gambar 2.9. Metode kompaksi yang
bisa dilakukan dengan pembebanan uni-axial atau isostatic compression, misalnya
rod extruder atau powder rolling. Metode ini diawali dengan pencampuran serbuk
aluminium (aluminium murni, aluminium paduan atau serbuk campuran
aluminium dengan logam lain) dengan Langkah selanjutnya adalah pemanasan
precursor pada temperatur lebur aluminium sehingga blowing agent akan terurai
dan menghasilkan gas hidrogen. Lelehan precursor akan mengembang dan
menghasilkan struktur yang memiliki banyak pori. Waktu yang diperlukan untuk
mencapai ekspansi maksimum dari lelehan logam tergantung pada temperatur dan

Universitas Sumatera Utara

ukuran precursor. Contoh metode kompaksi yang lazim digunakan adalah dengan
uniaxial atau isostatic compression, rod extrusion atau powder rolling.

Gambar 2.9 : Prinsip Metode kompaksi antara serbuk Aluminium dengan blowing
Agent(Curran; 2003)

2.1.5. Foaming of Ingots Containing Blowing Agents(Formgrip)


Metode ini dikembangkan dengan menggunakan bahan dasar ingot
aluminium agar tidak perlu menggunakan serbuk logam dalam pembuatan
aluminium foam. Material precursor juga dapat dibuat dengan mencampurkan
partikel titanium hydride (TiH2) kedalam logam cair, sesaat setelah cairan logam
akan membeku. Hasil precursor yang didapatkan, selanjutnya dapat diproses
dengan metode yang sama dengan yang sebelumnya. Untuk menghindari
pembentukan dini gas hidrogen saat pencampuran, maka pembekuan harus
dilakukan dengan cepat atau menggunakan blowing agent yang dipasifkan
sehingga mencegah pelepasan gas yang berlebihan. Salah satu metodenya adalah
dengan menggunakan mesin die-casting. Serbuk hidrida diinjeksikan kedalam
cetakan (die) bersamaan dengan logam cair. Untuk mendapatkan foam yang
stabil, maka sering digunakan partikel SiC sekitar 10-15 % volume.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.10 : Rute Proses Formgrip dan penampang melintang dari


produknya(Curran; 2003)

2.2.

Senyawa Penghasil Gas (Blowing Agent)


Blowing agent atau foaming agent adalahzat yang dapat memproduksi

suatu struktur cellular melalui proses foaming pada berbagai material yang telah
mengeras atau pada fase transisi, contohnya plastic, polymer dan metal. Blowing
agent dicampurkan pada saat material parent dalam keadaan cair. Struktur seluler
pada matriks akan mengurangi kepadatan, meningkatkan panas dan penyerapan
akustik, serta meningkatkan kekakuan yang relatif lebih baik dari material aslinya.
Dalam pembuatan metal foam digunakan jenis blowing agent yang
merupakan senyawa penghasil gas. Dimana senyawa tersebut adalah suatu zat
yang stabil pada temperatur kamar namun dapat melepaskan gas apabila
dipanaskan. Contoh dari senyawa penghasil gas adalah TiH2 yang telah secara
komersil digunakan. Senyawa penghasil gas akan melepaskan gas akan

Universitas Sumatera Utara

melepaskan gas pada temperature dekomposisinya (400-1300oC) gas inilah yang


akan mempuat cairan logam mengembang. Senyawa logam termasuk hidrida,
oksida, nitride, sulfide dan karbonat juga cocok digunakan.
Persayaratan umum dari senyawa penghasil gas yang dapat digunakan
sebagai blowing agent adalah temperature dekomposisinya secara termodinamika
sesuai dengan temperatur dimana logam tersebut meleleh. Jika temperature
dekomposisi terlalu rendah maka reaksi akan berlangsung secara cepat sehingga
tidak cukup waktu untuk senyawa penghasil gas terdispersi secara merata pada
lelehan logam. Jika temperaturnya terlalu tinggi maka foam akan runtuh sebelum
pembekuan, selain itu secara ekonomi juga tidak menguntungkan.
Kenetika dan reaksi dekomposisi juga penting, foaming harus terjadi
secara cepat agar didapatkan ukuran rongga yang diinginkan sebelum foam runtuh
atau gelembung keluar dari lelehan. Volume dari gas yang dihasilkan dari gas
yang dihasilkan oleh senyawa penghasil gas juga merupakan hal yang penting,
senyawa penghasil gas dengan kemampuan menghasilkan gas yang tinggi
membutuhkan pengadukan yang lebih sedikit. Senyawa penghasil gas haru
memiliki densitas yang relative sama dengan lelehan agar senyawa penghasil gas
dapt terdispersi secara merata.
2.2.1. Titanium Hidrida (TiH2)
Titanium Hidrida merupakan jenis senyawa penghasil gas yang termasuk
dalam kategori chemical blowing. TiH2 adalah senyawa kimia dari titanium dan
hidrogen, dengan hidrida yang sangat reaktif. TiH2 merupakan senyawa penghasil

Universitas Sumatera Utara

gas yang telah digunakan secara komersil dan telah banyak digunakan dalam
industri.
Titanium hidrida merupakan senyawa penghasil gas yang baik dan telah
teruji dapat mengasilkan foam yang bagus untuk metal foam, namun
kekurangannya adalah senyawa ini sangat mahal dan sangat tidak efektif jika
hanya digunakan untuk produksi skala kecil.
2.2.2. Kalsium Karbonat (CaCO3)
Kalsium karbonat umumnya bewarna putih dan umumnya sering djumpai
pada batu kapur, kalsit, marmer, dan batu gamping. Selain itu kalsium karbonat
juga banyak dijumpai pada skalaktit dan stalagmit yang terdapat di sekitar
pegunungan. Karbonat yang terdapat pada skalaktit dan stalagmit berasal dari
tetesan air tanah selama ribuan bahkan juataan tahun. Seperti namanya, kalsium
karbonat ini terdiri dari 2 unsur kalsium dan 1 unsur karbon dan 3 unsur oksigen.
Setiap unsur karbon terikat kuat dengan 3 oksigen, dan ikatan ini ikatannya lebih
longgar dari ikatan antara karbon dengan kalsium pada satu senyawa. Kalsium
karbonat bila dipanaskan akan pecah dan menjadi serbuk remah yang lunak yang
dinamakan calsium oksida (CaO).
Kalsium karbonat sendiri memiliki densitas yang mirip dengan aluminium
yaitu sekitar 2710 kg m3 sehingga dapat terdispersi secara baik pada lelehan
aluminium dan telah digunakan untuk membuat foam dari kaca selain itu jika
terjadi pengurangan pCO2, G reaksi akan menjadi lebih rendah sehingga
dekomposisi dapat terjadi pada temperatur yang lebih rendah. Jadi jika kita dapat
mengurangi tekanan parsial CO2 didalam rongga maka kita dapat melakukan

Universitas Sumatera Utara

foaming pada temperatur yang lebih rendah. Hal-hal inilah yang merupakan
peluang penggunaan kalsium karbonat sebagai senyawa penghasil gas.
Kalsium karbonat merupakan senyawa penghasil gas yang memiliki
potensi yang bagus karena murah dan ketersediannya yang banyak. Kalsium
karbonat sendiri memiliki densitas yang mirip dengan aluminium yaitu sekitar
2710 kg m-3 (Andri Agusta : 2009) sehingga dapat terdispersi secara baik pada
lelehan aluminium dan telah digunakan untuk membuat foam dari kaca.
2.2.3. Dolomite (CaMg(CO3)2)
Dolomite atau yang dikenal juga Kalsium Magnesium Karbonat,
dolomit adalah mineral yang berasal dari alam yang mengandung unsur hara
magnesium dan kalsium berbentuk tepung dengan rumus kimia CaMg(CO3)2.
Sama halnya seperti CaCO3 dolomit merupakan senyawa penghasil gas
dan memiliki potensi yang bagus karena harga yang ekonomis dan ketersediaan
yang banyak.
2.2.4. Zirkonium Hidrida (ZrH2)
Merupakan senyawa kimia campuran antara hidrida dan zirconium.
Dipasaran biasanya berupa serbuk berwana abu-abu kehitaman dan bersifat
mudah terbakar.
Sering digunakan dalam metalurgi serbuk sebagai hidrogen katalis dan
sebagai reducing agent, vacum tube getter, dan foaming agent pada produksi busa
metal. ZrH2 juga digunakan sebagai neutron moderator pada thermal-spectrum di
reaktor nuklir. Kegunaan lainnya adalah senyawa ini bertindak sebagai bahan

Universitas Sumatera Utara

bakar dalam komposisi piroteknik.Dalam pembuatan aluminium foam ZrH2


bubuk dengan jumlah 0.6% - 1.4% (wt) ditambahkan pada aluminium cair, saat
foaming pada temperatur antara 933 1013 K.

2.3.

Tahapan pembentukan struktur foam

2.3.1. Pertumbuhan Sel


Struktur sel umumnya terbangun melalui tahapan yang diperlihatkan pada
gambar 2.11. Bentuk sel pada umumnya hanya dikontrol oleh tegangan
permukaan, lalu membentuk pori bulat. Kemudian dilanjutkan dengan
pengembangan bentuk pori menjadi bertambah angular. Dikarenakan pergerakan
gelembnung relatif dengan gelembung lainnya menjadi sulit, maka akhirnya
membentuk jaringan 3 dimensi dari sel polihedral. Terminologi yang digunakan
untuk mengkarakterisasi struktur sel polyhedral dijelaskan melalui gambar 2.12.

Gambar 2.11 : skema pertumbuhan struktur sel dengan */ berkurang selama


pengembangan logam cair dengan menggunakan foaming agent
yang terdispersi.(John Banhart, Advance Material; 1999)

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.12 : Terminologi dan notasi struktur sel(John Banhart, Advance


Material; 1999)

2.3.2 Faktor yang Mempengaruhi Stabilitas Struktur Foam


2.3.2.1. Difusi Gas
Pada foam cair, perbedaan tekanan diantara sel dengan ukuran yang
berbeda akan menyebabkan terjadinya pengasaran, melalui mekanisme Otswald
Rippening. Tekanan gas didalam sel yang memiliki tekanan permukaan akan
berbanding terbalik dengan radius lengkungan selnya. Difusi yang terjadi, akan
tetapi dibatasi oleh tingkat difusivitas dan kelarutan berbagai macam gas
seringkali dapat diabaikan, kecuali H2 yang mempunyai kelarutan signifikan
dalam aluminium cair. Gambar 2.13 menunjukkan grafik kelarutan gas yang dapat
dikurangi secara signifikan dengan tambahan paduan Si. Dikarenakan, pada
proses foaming. Gelembung akan dipertahankan dalam keadaan cair untuk waktu
yang sebentar, maka dapat diasumsikan bahwa efek dari difusi gas pada struktur
sel dapat diabaikan.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.13: Kelarutan H2 didalam paduan Al-Si sebagai fungsi dari konsentrasi
Si.(John Banhart, Advance Material; 1999)

2.3.2.2. Pengaturan Sel


Jika dikomposisi pada sel yang berdekatan menunjukkan perbedaan
tekanan yang jauh dan tidak dapat terakomodasi dengan difusi, maka sel-sel dapat
mengatur kembali, lalu merubah sel tetangganya untuk mendistribusikan tekanan
kembali. Kemungkinan yang terjadi adalah permukaan sel dengan tegangan
permukaan yang rendah dapat melengkung.
2.3.2.3. Viskositas
Untuk membuat sel yang terdistribusi merata, maka gelembung harus
dapat ditahan didalam logam cair sampai foam membeku. Dengan kata lain,
kecepatan pergerakan naiknya gelembung dapat dikurangi. Pengaruh ukuran
gelembung dan tingkat viskositas logam cair pada kecepatan terminal gelembung
gas pada logam cair dapat diperoleh dengan menyeimbangkan kemampuan apung
gelembung dengan tahanan logam cair karena viskositas.

Universitas Sumatera Utara

2.3.2.4. Tegangan Permukaan


Tegangan permukaan pada sel polyhedral akan menyebabkan pembulatan
bentuk sel dengan batas datar yang melebar dan permukaan sel yang menipis. Hal
ini diperlihatkan pada gambar 2.14. Kejadian ini dibarengi dengan pembekuan
logam cair dari permukaan sel ke batas datar sel.

Gambar 2.14 : Efek dari tegangan permukaan pada batas sisi yang datar(John
Banhart, Advance Material; 1999)

Spesi yang bermigrasi dari permukaan gas-liquid, akan menurunkan energi


antar permukaan foam. Dengan membatasi efek dari tegangan permukaan pada
gelembung, maka akan mengurangi driving force aliran material dari permukaan
sel ke batas datar sel, karena bisa merusak (menipiskan) permukaan sel.
2.3.2.5. Oksidasi Pada Aluminium
Aluminium memiliki reaktifitas yang tinggi untuk membentuk lapisan
oksida sesuai dengan reaksi :
2Al(l) + 3/2O2(g) Al2O3(s)
Lapisan oksida ini lentur dan tidak terlalu signifikan mengganggu fluiditas dari
aluminium. Akan tetapi, keberadaan lapisan ini berefek pada tegangan
permukaan.

Universitas Sumatera Utara

Permukaan aluminium solid dapat teroksidasi secara cepat, meskipun laju


oksidasi akan turun atau diabaikan saat mencapai batas ketebalan oksida pada
permukaan. Batas ini dikenal sebagai Mott thickness dengan nilai 2 nm pada
temperatur kamar, dan relative tidak sensitive terhadap tekanan parsial oksigen.
Diatas 200oC lapisan oksida akan tumbuh secara cepat dengan sekala waktu
harian sehingga ketebalan akan menebal secara signifikan.

2.4.

Karakteristik Mekanik Aluminium Foam

2.4.1. Tingkat Skala


Metal foam dapat dikarakterisasi melalui 3 skala tingkatan, tingkat
pertama, metal foam dapat diperlakukan sebagai material teknik yang utuh (bulk
material), yaitu mengabaikan keberadaan porositas. Sifat material yang menjadi
perhatian adalah kekakuan, kekuatan, ketangguhan dan densitasnya. Sifat-sifat
tersbut merupakan fenomena pada material foam ketika berdeformasi plastis dan
mengalami strain hardening. Sifat-sifat ini menjadi parameter yang disesuaikan
dengan persyaratan untuk beberapa tipe produk foam komersil tertentu.
Pada tingkat kedua, metal foam dapat dilihat sebagai bagian sel-sel yang
dirangkaikan. Sifat yang diperhatikan, termasuk didalamnya adalah kisaran dan
distribusi dari ukuran sel pada sesimen tertentu; bentuk sel dan kelakuan ketika sel
tersebut di rangkaikan terhadap sel yang lain; ketebalan; dan profil permukaan
penampang melintang sel. Dalam usaha mengoptimalkan sifat mekanik dari metal
foam, maka saat ini telah terdapat penelitian yang mencari hubungan diantara
aspek struktur sel dengan sifat material teknik yang utuh (bulk material).

Universitas Sumatera Utara

Pada tingkat ketiga, struktur mikro dari logam matriks foam menjadi hal
yang signifikan. Seperti halnya struktur sel, maka gambaran distribusi fasa dapat
menentukan sifat metal foam. Proses produksi dari metalfoam seringkali
memerlukan partikel atau fasa tambahan yang berperan sebagai penstabil atau
surfactant yang juga berefek pada performa mekaniknya. Pada tingkat ini,
hubungan antara struktur mikro dan sifat meterial utuh, masih menjadi bahan
penelitian lanjutan.

2.4.2. Deformasi Tarik dan Tekan


Sifat elastik dari beberapa metal foam komersial saat ini telah dipelajari
secara luas. Secara umum, sifat tersebut memperlihatkan kesamaan kelakuan pada
deformasi tarik dan tekan, terutama untuk regangan yang kecil.
Sifat utama yang diinginkan dari metal foam adalah kemampuan untuk
menyerap

energi

tekan

plastis

pada

jumlah

yang

besar,

kemudian

mentransmisikan beban yang rendah secara konstan. Oleh karena itu, saat ini
deformasi tekan pada metal foam telah dipelajari secara mendalam dibandingkan
dengan deformasi tarik. Evaluasi terhadap penentuan sifat tarik saat ini masih sulit
untuk

disimpulkan.

Deformasi

plastis

pada

pembebanan

tarik,

hanya

memperlihatkan modus kegagalan dari foam saja.


Kekuatan luluh tarik pada metal foam biasanya sama atau lebih kecil
daripada kekuatan luluh tekan. Semisal, beberapa penelitian menemukan bahwa
kekuatan luluh tarik dan tekan dari metal foam AlporasTM, menunjukkan angka
yang mirip.

Universitas Sumatera Utara

2.4.3 Defomasi Metal Foam Pada Pembebanan Tekan


2.4.3.1. Sifat Pada Regangan Rendah
Karakteristik

yang

menonjol

adalah

tidak

adanya

daerah

yang

memperlihatkan deformasi kembali pada keadaan semula. Modulus tangensial


pada awal kurva pembebanannya cukup rendah daripada pembebanan yang
terekam saat metal foam dilepaskan pembebanannya. Selain itu, pada siklus
pembebanan-pelepasan beban, seringkali terlihat adanya kurva histersis.
Gambar 2.15, memperlihatkan skema kurva tegangan-regangan dari metal
foam (closed-cell) pada pembebanan tekan. Dimana . Pembebanan dilakukan dengan
2 siklus, sehingga memperlihatkan tegangan luluh, modulus elastisitas pada saat
pembebanan dan modulus elastisitas saat pelepasan beban.

Gambar 2. 15: Skema kurva tegangan regangan pada deformasi tahap awal untuk
metal foam dengan pori tertutup(John Banhart, Advance Material;
1999)

Perlu diperhatikan, bahwa deformasi elastis yang terlokalisasi muncul sebagai


akibat dari tidak seragamnya bentuk foam. Pada metal foam (open-cell) yang
mempunyai struktur sel seragam, tidak terdapat perbedaan diantara modulus

Universitas Sumatera Utara

pembebanan dan pelepasan beban. Modulus elastis tetap menjadi sifat yang paling
penting pada pemakaian aluminium untuk aplikasi konstruksi.
2.4.3.2 Keluluhan & Plastisitas Metal Foam
Deformasi plastis pada skala besar dari closed-cell, umumnya dimulai oleh
kegagalan dari sebuah pita sel pada penampang melintang spesimen. Kegagalan
ini muncul pada salah satu pita yang mengalami konsentrasi deformasi lokal.
Konsentrasi ini terbentuk selama tahap deformasi elastis (dalam skala utuh), juga
seringkali muncul di daerah yang mempunyai densitas lokal terendah. Deformasi
yang terjadi pada pita tersebut, selanjutnya akan menyebabkan pemadatan lokal,
dimana deformasi plastis (pada skala utuh) terjadi saat adanya kegagalan pada sel
yang lain. Pembentukan pita yang gagal ini, ditandai oleh turunnya beban yang
diterima oleh foam, proses ini digambarkan secara skematis pada gambar 2.16.
Daerah pada metal foam, yang telah mengalami kegagalan plastis akan
selalu berdampingan dengan daerah yang mengalami deformasi elastis. Ketika
regangan plastis makro yang besar, peluluhan akan terjadi dengan cara
menggagalkan sel yang belum terdeformasi, sehingga memberikan tegangan datar
yang konstan (plateau stress): ditunjukkan pada tahap 2 dari skema kurva
tegangan-regangan pada gambar 2.16.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.16 : Tiga tahapan pada kurva tegangan-regangan untuk metal


foam(John Banhart, Advance Material; 1999)

Kegagalan plastis, seringkali terjadi melalui penjalaran pita pertama yang


telah mengalami kegagalan sepanjang bidang spesimen. Pada sturuktur sel yang
tidak seragam, akan terkesan bahwa terdapat banyaknya keberadaan pita yang
gagal. Hal ini, adalah konsekuensi dari daerah yang mempunyai densitas lokal
tinggi pada struktur sel, yang mencegah penjalaran lanjutan, sehingga mendorong
terjadinya kegagalan plastis secara acak.
Ketika kegagalan pada pita sel berlanjut, terdapat satu titik dimana tidak
ada lagi ruang tersisa untuk berdeformasi dengan buckling. Hal ini digambarkan
melalui kenaikan secara tajam pada kurva tegangan-regangan, sebagai fungsi dari
kekuatan (tahap 3 pada gambar 2.16).
Possion's ratio, umumnya mempunyai harga mendekati nol, dikarenakan
tidak adanya peregangan lateral, yang biasanya terjadi saat deformasi plastis.
Denganadanya ruang bebas yang luas, berarti pita deformasi dapat mengikuti
jejak dimana resistansinya paling kecil, dan seringkali terdapat pada sudut 450
atau lebih pada arah penekanan. Kekuatan luluh hidrostatik, mempunyai
kemiripan dengan kekuatan luluh uniaksial.

Universitas Sumatera Utara

2.4.4 .

Modus Kegagalan Getas dan Ulet


Modus kegagalan metal foam (closed cell) dapat dibagi kedalam dua

kategori, yaitu modus kegagalan getas dan ulet. Modus kegagalan ulet ditandai
oleh daerah plateau stress yang relatif halus pada kurva tegangan-regangan,
diiringi dengan kenaikan tegangan sebagai akibat dari strain hardening atau
pemadatan. Sedangakan modus kegagalan getas ditandai dengan adanya
penurunan (drop) setelah kekuatan tekan awal, dilanjutkan dengan kurva
tegangan-regangan yang bergerigi (naik-turun), memperlihatkan adanya foam
yang pecah. Karakteristik kurva tegangan-regangan pada dua tipe kegagalan
diperlihatkan pada gambar 2.17. Strain hardening dapat memberikan kenaikan
yang halus pada kurva tegangan-regangan. Akan tetapi, fenomena ini hanya terjdi
pada metal foam yang mengalami modus kegagalan ulet dan mempunyai
kandungan paduan.

Gambar 2. 17: Kurva tegangan-regangan tekan untuk spesimen kubus dari


spesimen AlulightTM (ulet) dan AlcanTM (getas)

Universitas Sumatera Utara

2.4.5

Modus Kegagalan untuk Energy Absorber


Ketika mempertimbangkan kegunaan metal foam sebagai material

penyerap energi, terdapat 2 parameter kunci, yaitu: energi yang terserap per unit
massa ketika penekanan, dan tegangan dimana energi tersebut terserap. Parameter
pertama, ditunjukkan pada area dibawah kurva tegangan-regangan metal foam.
Berdasarkan aplikasi, bentuk kurva sebelum tegangan melampaui nilai kritis, e,
adalah penting. seperti yang diilustrasikan pada gambar 2.17, penurunan tegangan
setelah luluh, atau kenaikan strainhardening yang tinggi, dapat saja terjadi. pada
umumnya, hal ini tidak diinginkan. plateau stress(plateau), dapat juga direkayasa
agar cocok dengan tegangan kompresi untuk aplikasi-aplikasi tertentu, sekalipun
dengan cara mengurangi densification strain.

Gambar 2.18: Skema kurva tegangan regangan untuk: a) foam ideal, b) foam yang
mengalami kegagalan getas, dan c) foam dengan work hardening yang luas.
Daerah efektif saat penyerapan energi mekanik terjadi pada bagian kelabu
sebelum mencapai pembebebanan tekan kritis e(John Banhart, Advance
Material; 1999)

Universitas Sumatera Utara

2.5

Aplikasi-Aplikasi Aluminium Foam


Secara umum sifat-sifat yang dimiliki aluminium foam (kekakuan,

densitas, ketangguhan, dan lain sebagainya) terdapat juga pada material-material


lainya, namun keunggulan dari metal foam secara umum dan aluminium foam
secara khusus adalah kombinasi dari sifat-sifat tersebut yang tidak dapat di miliki
oleh material lain. Aluminium foam memiliki sifat :
a) Kekuatan (10 Mpa) dan Kekakuan (1 Gpa) struktur yang cukup tinggi.
b) Densitas yang rendah (sekitar 1/5 dari aluminium padatan).
c) Kemampuan untuk menyerap energi mekanik, panas, dan getaran yang besar.
d) Secara khusus untuk jalur indirect foaming aluminium foam juga dapat
membentuk struktur yang kompleks seperti pada gambar 2.19

Gambar 2.19: Struktur Kompleks dari Aluminium Foam(John Banhart, Metal Foam
Guide; 1999)

Kombinasi

sifat-sifat

yang

dimiliki

aluminium

foam

tersebut

menjadikannya cocok untuk beberapa aplikasi seperti konstruksi ringan, alat


penyerap energi mekanik, akustik serta termal yang relevan dengan industri

Universitas Sumatera Utara

otomotif. Aluminium foam juga berpotensi digunakan untuk aplikasi lain seperti
perkapalan, penerbangan serta teknik sipil. Diagram untuk beberapa aplikasi
didalam dunia otomotif serta sifat aluminium foam yang berhubungan
ditunjukkan pada gambar 2.20.

Gambar 2.20 : Diagram Sifat serta Aplikasi Aluminium Foam(John Banhart, Metal
Foam Guide; 1999)

2.5.1. Aplikasi struktur ringan


Foam secara intrinsik menggabungkan sifat kekakuan yang tinggi dengan
densitas yang rendah dibanding material bulk. Perlu di perhatikan bahwa jika
hanya kekuatan langsung yang diperhitungkan maka aluminium foam akan
memiliki performa yang sama atau bahkan sedikit lebih buruk dibanding material
bulk pada berat yang sama. Keuntungan sebenarnya dari foam adalah ketika
memperhitungkan beban bending yang dapat diterima suatu struktur sebagai
fungsi dari berat. Massa yang terdistribusi pada struktur rongga akan
meningkatkan momen inersia material secara keseluruhan sehingga akan
memberikan nilai kekakuan dan kekuatan terhadap beban bending yang lebih
tinggi dibanding bulk material untuk berat yang sama. Hal ini menjadikan foam

Universitas Sumatera Utara

berguna sebagai komponen penahan beban yang memiliki kekuatan yang tinggi
serta densitas yang rendah pada aplikasi di otomotif maupun penerbangan.
Aluminium foam dapat digunakan sebagai komponen penahan beban
secara langsung namun yang paling banyak digunakan adalah sebagai bagian dari
struktur yang saling berikatan (Gambar 2.21). Foam dapat digunakan sebagai
elemen pengisi bagian tengah sebuah struktur dari pelat logam seperti foam yang
mengisi struktur pipa atau batang untuk meningkatkan kekakuan tanpa menambah
berat secara signifikan.

Gambar 2.21 : (a) Pelat Aluminium Foam Sandwich (AFS) (b) Penggunaan Pelat AFS
pada Lifting Arm (c) Prototipe Engine Mounting Bracket BMW

2.5.2. Penyerap Energi Mekanik (impak)


Kategori dari aplikasi aluminium foam yang lain adalah pemanfaatan sifat
menyerap energi dari aluminium foam. Ketika ditekan foam menunjukkan hanya
sedikit deformasi elastis sebelum akhirnya runtuh. Pada sebagian besar foam
runtuhnya foam melibatkan deformasi plastis yang besar pada dinding rongga

Universitas Sumatera Utara

yang runtuh yang merambat pada rongga-rongga yang lain akibat pemberian
tegangan yang kecil dan hampir konstan. Pergerakan dislokasi pada logam akan
menyebabkan jumlah energi yang dapat diserap semakin besar. Hal ini
memungkinkan aplikasi material yang dapat menyerap tumbukan, ringan, dan
murah. Contoh aplikasi ini adalah badan mobil atau kereta api untuk mengurangi
beban tumbukan namun tetap ringan dan telah secara komersil diproduksi.

Gambar 2.22: Prototipe Crash Absorber(John Banhart, Metal Foam Guide; 1999)

2.5.3. Pengontrol panas


Aluminium memiliki ketahanan terhadap oksidasi dan beberapa bentuk
serangan kimia. Jika hal ini dikombinasikan dengan luas permukaaan yang besar
serta konduktifitas termal yang baik dari dinding rongga maka foam dengan
rongga terbuka cocok untuk aplikasi material penukar panas. Sebaliknya foam
dengan rongga tertutup dan secara intrinsik memiliki konduktivitas termal yang
rendah karena struktur rongganya dan memiliki ketahanan terhadap panas yang
tinggi dibanding logam penyusunya sebagai akibat terbentuknya lapisan oksida
pada permukaan aluminium cocok untuk aplikasi pelindung

panas. Gambar

2.23memperlihatkan contoh aplikasi metal foam sebagai pengontrol panas.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.23 : Dua jenis Heat Exchanger yang Terbuat dari Open Cell Foam
(gambar diambil dari ERG Aerospace) (John Banhart, Metal
Foam Guide; 1999)

2.6. Uji Kekerasan (Hardness Test)

Kekerasan (Hardness) adalah salah satu sifat mekanik (Mechanical


properties) dari suatu material. Kekerasan suatu material harus diketahui
khususnya untuk material yang dalam penggunaanya akan mangalami pergesekan
(frictional force) dan deformasi plastis. Deformasi plastis sendiri suatu keadaan
dari suatu material ketika material tersebut diberikan gaya maka struktur mikro
dari material tersebut sudah tidak bisa kembali ke bentuk asal artinya material
tersebut tidak dapat kembali ke bentuknya semula. Lebih ringkasnya kekerasan
didefinisikan sebagai kemampuan suatu material untuk menahan beban identasi
atau penetrasi (penekanan).

Di dalam aplikasi manufaktur, material dilakukan pengujian dengan dua


pertimbangan yaitu untuk mengetahui karakteristik suatu material baru dan
melihat mutu untuk memastikan suatu material memiliki spesifikasi kualitas
tertentu.

Universitas Sumatera Utara

Didunia teknik, umumnya pengujian kekerasan menggunakan 4 macam


metode pengujian kekerasan, yakni :

1.

Brinnel (HB / BHN)

2.

Rockwell (HR / RHN)

3.

Vikers (HV / VHN)

4.

Micro Hardness (knoop hardness)

2.6.1. Brinnel (HB / BHN)

Pengujian kekerasan dengan metode Brinnel bertujuan untuk menentukan


kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap bola baja
(identor) yang ditekankan pada permukaan material uji tersebut (spesimen).
Idealnya, pengujian Brinnel diperuntukan untuk material yang memiliki
permukaan yang kasar dengan uji kekuatan berkisar 500-3000 kgf. Identor (Bola
baja) biasanya telah dikeraskan dan diplating ataupun terbuat dari bahan Karbida
Tungsten.Uji kekerasanbrinnel dirumuskan dengan.

(2.1)

Pada gambar 2.24 menunjukkan set up dalam pengujian brinnel.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.24: Pengujian Brinnel dan perumusan untuk pengujian Brinnel


(www.google.com)

Berdasarkan gambar di atas maka dalam pengujian brinnel hal utama yang akan
diperhatikan adalah :

= Diameter bola (mm)

= impression diameter (mm)

= Load (beban) (kgf)

HB

= Brinell result (HB)

2.6.2. Rockwell (HR / RHN)

Pengujian kekerasan dengan metode Rockwell bertujuan menentukan


kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap indentor
berupa bola baja ataupun kerucut intan yang ditekankan pada permukaan material
uji tersebut.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.25 : Pengujian Rockwell (www.google.com)

Untuk mencari besarnya nilai kekerasan dengan menggunakan metode Rockwell


dijelaskan pada gambar 2.26, yaitu pada langkah 1 benda uji ditekan oleh indentor
dengan beban minor (Minor Load F0) setelah itu ditekan dengan beban mayor
(major Load F1) pada langkah 2, dan pada langkah 3 beban mayor diambil
sehingga yang tersisa adalah minor load dimana pada kondisi 3 ini indentor
ditahan seperti kondisi pada saat total load F yang terlihat pada Gambar 2.26.

Gambar 2.26:Prinsip kerja metode pengukuran kekerasan


Rockwell(www.google.com)

Besarnya minor load maupun major load tergantung dari jenis material yang akan
di uji, jenis-jenisnya bisa dilihat pada Tabel 2.1.Dibawah ini merupakan rumus
yang digunakan untuk mencari besarnya kekerasan dengan metode Rockwell.

Universitas Sumatera Utara

HR = E e ............................................... (2.2)

Dimana :

F0

= Beban Minor(Minor Load) (kgf)

F1

= Beban Mayor(Major Load) (kgf)

= Total beban (kgf)

= Jarak antara kondisi 1 dan kondisi 3 yang dibagi dengan 0.002 mm

= Jarak antara indentor saat diberi minor load dan zero reference line yang
untuk tiap jenis indentor berbeda-beda yang bias dilihat pada table 1

HR

= Besarnya nilai kekerasan dengan metode hardness

Tabel 2.1 menunjukkan skala yang dipakai dalam pengujian Rockwell skala dan
range uji dalam skala Rockwell.

Tabel 2.1Rockwell Hardness Scales

Scale
A

Indentor
Diamond cone

F0

F1

(kgf) (kgf) (kgf)


10

50

60

E
Jenis Material Uji
100 Exremely hard materials, tugsen
carbides, dll

1/16" steel ball

10

90

100

130 Medium hard materials, low dan


medium carbon steels, kuningan,
perunggu, dll

Diamond cone

10

140

150

100 Hardened steels, hardened and


tempered alloys

Diamond cone

10

90

100

100 Annealed kuningan dan tembaga

Universitas Sumatera Utara

1/8" steel ball

10

90

100

130 Berrylium copper,phosphor


bronze, dll

1/16" steel ball

10

50

60

130 Alumunium sheet

1/16" steel ball

10

140

150

130 Cast iron, alumunium alloys

1/8" steel ball

10

50

60

130 Plastik dan soft metals seperti


timah

1/8" steel ball

10

140

150

130 Sama dengan H scale

1/4" steel ball

10

50

60

130 Sama dengan H scale

1/4" steel ball

10

90

100

130 Sama dengan H scale

1/4" steel ball

10

140

150

130 Sama dengan H scale

1/2" steel ball

10

50

60

130 Sama dengan H scale

1/2" steel ball

10

90

100

130 Sama dengan H scale

1/2" steel ball

10

140

150

130 Sama dengan H scale

2.6.3. Vikers (HV / VHN)

Pengujian kekerasan dengan metode Vickers bertujuan menentukan


kekerasan suatu material dalam yaitu daya tahan material terhadap indentor intan
yang cukup kecil dan mempunyai bentuk geometri berbentuk piramid seperti
ditunjukkan pada gambar 2.27. Beban yang dikenakan juga jauh lebih kecil
dibanding dengan pengujian rockwell dan brinel yaitu antara 1 sampai 1000
gram.

Angka kekerasan Vickers (HV) didefinisikan sebagai hasil bagi (koefisien)


dari beban uji (F) dengan luas permukaan bekas luka tekan (injakan) dari
indentor(diagonalnya) (A) yang dikalikan dengan sin (136/2).

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.27 : Pengujian Vickers dan bentuk indentor Vickers (Callister, 2011)

Rumus yang digunakan

untuk menentukan besarnya nilai kekerasan

dengan metode vikers adalah :

(2.3)

....(2.4)

(2.5)

Dimana,
HV

= Angka kekerasan Vickers

= Beban (kgf)

= diagonal (mm)

Universitas Sumatera Utara

2.6.4. .

Micro Hardness (knoop hardness)

Mikrohardness test tahu sering disebut dengan knoop hardness testing


merupakan pengujian yang cocok untuk pengujian material yang nilai
kekerasannya rendah. Knoop biasanya digunakan untuk mengukur material yang
getas seperti keramik.

Gambar 2.28 : Bentuk indentor Knoop ( Callister, 2001)

Sedangkan rumus untuk menentukan besarnya nilai kekerasan dengan


menggunakan metode micro hardness adalah :

(2.6)

Dimana :
HK

= Angka kekerasan Knoop

= Beban (kgf)

= Panjang dari indentor (mm)\

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai