TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Aluminium
Aluminium adalah logam yang paling banyak terdapat di kerak bumi,
dan unsur ketiga terbanyak setelah oksigen dan silikon. Aluminium terdapat di
kerak bumi sebanyak kira-kira 8,07% hingga 8,23% dari seluruh massa padat dari
kerak bumi, dengan produksi tahunan dunia sekitar 30 juta ton pertahun dalam
bentuk bauksit dan bebatuan lain (corrundum, gibbsite, boehmite, diaspore, dan
lain-lain) (USGS). Sulit menemukan aluminium murni di alam karena aluminium
merupakan logam yang cukup reaktif.
Selama 50 tahun terakhir, aluminium telah menjadi logam yang luas
penggunaannya setelah baja. Perkembangan ini didasarkan pada sifat-sifatnya
yang ringan, tahan korosi, kekuatan dan ductility yang cukup baik (aluminium
paduan), mudah diproduksi dan cukup ekonomis (aluminium daur ulang). Yang
paling terkenal adalah penggunaan aluminium sebagai bahan pembuat pesawat
terbang, yang memanfaatkan sifat ringan dan kuatnya.
Aluminium murni adalah logam yang lunak, tahan lama, ringan, dan
dapat ditempa dengan penampilan luar bervariasi antara keperakan hingga abuabu, tergantung kekasaran permukaannya. Kekuatan tensil aluminium murni
adalah 90 MPa, sedangkan aluminium paduan memiliki kekuatan tensil berkisar
200-600 MPa. Aluminium memiliki berat sekitar satu pertiga baja, mudah
ditekuk, diperlakukan dengan mesin, dicor, ditarik (drawing), dan diekstrusi.
Resistansi terhadap korosi terjadi akibat fenomena pasivasi, yaitu
terbentuknya lapisan aluminium oksida ketika aluminium terpapar dengan udara
bebas. Lapisan aluminium oksida ini mencegah terjadinya oksidasi lebih jauh.
Aluminium paduan dengan tembaga kurang tahan terhadap korosi akibat reaksi
galvanik dengan paduan tembaga.
Aluminium juga merupakan konduktor panas dan elektrik yang baik.
Jika
dibandingkan
dengan
massanya,
aluminium
memiliki
keunggulan
dibandingkan dengan tembaga, yang saat ini merupakan logam konduktor panas
dan listrik yang cukup baik, namun cukup berat.Aluminium murni 100% tidak
memiliki kandungan unsur apapun selain aluminium itu sendiri, namun
aluminium murni yang dijual di pasaran tidak pernah mengandung 100%
aluminium, melainkan selalu ada pengotor yang terkandung di dalamnya.
Pengotor yang mungkin berada di dalam aluminium murni biasanya adalah
gelembung
gas
di
dalam
yang
masuk
akibat
proses
peleburan
dan
bahan baku pembuatan pesawat terbang, memiliki kandungan sebesar 5,5% Zn,
2,5% Mg, 1,5% Cu, dan 0,3% Cr. Aluminium 2014, yang umum digunakan dalam
penempaan, memiliki kandungan 4,5% Cu, 0,8% Si, 0,8% Mn, dan 1,5% Mg.
Aluminium 5086 yang umum digunakan sebagai bahan pembuat badan kapal
pesiar, memiliki kandungan 4,5% Mg, 0,7% Mn, 0,4% Si, 0,25% Cr, 0,25% Zn,
dan 0,1% Cu.
2.1.1. Kandungan Atom atau Unsur
Alumunium murni mempunyai kemurnian hingga 99,96% dan minimal
99%. Zat pengotornya berupa unsur Fe dan Si. Alumunium paduan memiliki
berbagai kandungan atom-atom atau unsur-unsur utama (mayor) dan minor. Unsur
mayor seperti Mg, Mn, Zn, Cu, dan Si sedangkan unsur minor seperti Cr, Ca, Pb,
Ag, Fe, Sn, Zr, Ti, Sn, dan lain-lain. Unsur- unsur paduan yang utama dalam
almunium antara lain:
1. Copper (Cu), menaikkan kekuatan dan kekerasan, namun menurunkan
elongasi (pertambahan panjang pangjangan saat ditarik). Kandungan Cu
dalam alumunium yang paling optimal adalah antara 4-6%.
2. Zink atau Seng (Zn), menaikkan nilai tensile.
3. Mangan (Mn), menaikkan kekuatan dalam temperature tinggi.
4. Magnesium (Mg), menaikkan kekuatan alumunium dan menurunkan nilai
ductility-nya. Ketahanan korosi dan weldability juga baik.
5. Silikon (Si), menyebabkan paduan alumunium tersebut bisa diperlakukan
panas untuk menaikkan kekerasannya.
Kekuatan
Kekuatan dan kekerasan aluminium tidak begitu tinggi. Namun, dengan adanya
pemaduan dan heat treatment dapat meningkatkan kekuatan dan kekerasannya.
Kebanyakan material aluminium ditingkatkan kekuatannya dengan suatu
mekanisme penguatan bahan logam yang disebut precipitation hardening. Dalam
precipitation hardening harus ada dua fasa, yaitu fasa yang jumlahnya lebih
banyak disebut matriks dan fasa yang jumlahnya lebih sedikit disebut precipitate.
Mekanisme penguatan ini meliputi tiga tahapan, yaitu solid solution treatment:
memanaskan hingga diatas garis solvus untuk mendapatkan fasa larutan padat
yang homogen, quenching: didinginkan dengan cepat untuk mempertahankan
struktur mikro fasa padat homogeny agar tidak terjadi difusi, dan aging:
dipanaskan dengan temperatur tidak terlalu tinggi agar terjadi difusi fasa alpha
pada jarak
kekerasan yang berstandar yang digunakan untuk menguji kekerasan logam yaitu
antara lain pengujian Brinell, Rockwell, Vickers, Shore, dan Meyer.
b.
Modulus Elastisitas
c.
Keuletan (ductility)
Semakin tinggi tingkat kemurnian aluminium maka akan semakin tinggi tingkat
keuletannya.
d.
Fatigue (Kelelahan)
e.
Aluminium adalah 100% bahan yang didaur ulang tanpa downgrading dari
kualitas. Yang kembali dari aluminium, peleburannya memerlukan sedikit energy,
hanya sekitar 5% dari energy yang diperlukan untuk memproduksi logam utama
yang pada awalnya diperlukan dalam proses daur ulang.
f.
Aluminium adalah reflektor yang terlihat cahaya serta panas, dan yang bersamasama dengan berat rendah, membuatnya ideal untuk bahan reflektor misalnya
perabotan ringan.
2.2.
Magnesium
Magnesium merupakan logam yang ringan, putih keperak-perakan dan
cukup kuat. Magnesium mudah ternoda di udara, dan magnesium yang terbelahbelah secara halus dapat dengan mudah terbakar di udara dan mengeluarkan lidah
api putih yang menakjubkan.
klorida,
sulfat
(Epsom
salts)
dan
sitrat
digunakan
dalam
Cara yang paling murah untuk membuat magnesium adalah dengan proses
elektrolitik. Pada masa Perang Dunia II, magnesium dibuat juga dengan dua
proses lain, yaitu proses silikotermik atau proses ferosilikon dan proses reduksi
karbon. Proses reduksi karbon ternyata tidak pernah dapat beroperasi secara
memuaskan, sehingga sejak lama tidak lagi dipakai. Proses silikotermik masih
banyak digunakan saat ini.
2.3.
Paduan Aluminium-Magnesium
Aluminium lebih banyak dipakai sebagai paduan daripada logam paduan
sebab tidak kehilangan sifat ringan dan sifat-sifat mekanisnya serta mampu cornya
diperbaiki dengan menambah unsur unsur lain. Unsur-unsur paduan yang tidak
ditambahkan pada aluminium murni selain dapat menambah kekuatan
mekaniknya juga dapat memberikan sifat-sifat baik lainnya seperti ketahanan
korosi dan ketahanan aus.
Keberadaan magnesium hingga 15,35% dapat menurunkan titik lebur
logam paduan yang cukup drastis, dari 660oC hingga 450oC. Namun, hal ini tidak
menjadikan aluminium paduan dapat ditempa menggunakan panas dengan mudah
karena korosi akan terjadi padasuhu di atas 60oC. Keberadaan magnesium juga
menjadikan logam paduan dapat bekerja dengan baik pada temperatur yang sangat
rendah, di mana kebanyakan logam akan mengalami failure pada temperatur
tersebut.
Paduan magnesium (Mg) merupakan logam yang paling ringan dalam hal
berat jenisnya.Magnesium mempunyai sifat yang cukup baik seperti alumunium,
hanya saja tidak tahan terhadap korosi. Magnesium tidak dapat dipakai pada suhu
diatas 150C karena kekuatannya akan berkurang dengan naiknya suhu.
Sedangkan pada suhu rendah kekuatan magnesium tetap tinggi.
2.4.
yang terdispersi kedalam fasa padat. Jenis-jenis koloid yang dapat tebentuk dari
dua fasa seperti terlihat pada gambar 2.2.
Solid foam sering kali juga disebut dengan celullar foam karena fasa gas
yang terdispersi dalam solid membentuk konstruksi sel seperti pada gambar 2.3.
jika solid foam berasal dari materi logam (metal) maka dinamakan dengan metalic
foam.metal foam dibedakan dari logam berpori (posors metal) melalui nilai
densitasnya yang lebih kecil dan jumlah % fasa gas sebesar 30-98 % vol.
Gambar 2.4 : Skema beberapa metode pembuatan metal foam (John Banhart,
Advance Material; 1999)
Pada umumnya gelembung gas yang terbentuk di dalam lelehan logam akan
cenderung naik ke atas permukaan lelehan logam karena adanya gaya tekan ke
atas oleh zat cair. Namun gaya tekan terhadap gelembung udara ini dapat
dikurangi dengan cara meningkatkan kekentalan lelehan logam, penambahan
serbuk keramik atau penambahan unsur pemadu yang akan menjadi partikelpartikel penstabil. Adapun metode-metode yang umum digunakan untuk membuat
metal foam adalah :
Pertama kali metode ini digunakan untuk membuat aluminium foam oleh
perusahaan Hydro Aluminium di Norwegia dan Cymat Aluminium Corporation di
Kanada. Skema yang dilakukan pada metode ini seperti ditunjukkan pada gambar
2.5.
Gambar 2.5 : Skema proses penambahan gas secara langsung (Curran; 2003)
partikel rata-rata 5m 20m. Apabila ukuran partikel terlalu kecil atau terlalu
besar maka akan muncul masalah pada kemampuan pencampuran (difficult to
mix), kekentalan lelehan logam dan kestabilan metal foam yang terbentuk. Oleh
karena itu ukuran dan fraksi volum partikel penguat harus berada pada rentang
yang diperbolehkan sebagaimana pada gambar 2.6.
Gambar 2.6 : Rentang ukuran dan fraksi foam yang diperbolehkan untuk metal
foam(John Banhart, Advance Material; 1999)
Langkah kedua yaitu penyuntikan gas (udara, nitrogen atau argon) dengan
menggunakan rotating impeller atau vibrating nozzle yang akan membantu
pemerataan gelembung gas di dalam lelehan aluminium. Campuran lelehan
aluminum dan gelembung gas akan mengapung di bagian atas aluminium cair
kemudian akan mengalami pembekuan.
Densitas aluminium foam yang dihasilkan 0.069 gr/cm3 0,54 gr/cm3,
ukuran pori-pori yang dihasilkan antara 3mm sampai 25mm dan ketebalan
aluminium foam yang bisa dihasilkan mulai dari 50m (L.D. Kenny, Mater. Sci.
Forum, 1996). Parameter yang mempengaruhi proses ini adalah kecepatan aliran
gas, kecepatan impeller dan frekuensi getaran nozzle. Adanya gaya gravitasi
berpengaruh selama proses pengeringan sehingga akan mempengaruhi produk
akhir metal foam. Produk ini cenderung memiliki gardien pada densitas, ukuran
pori-pori dan pemanjangan pori-pori (pores elongation).
Pada proses ini sangat penting untuk menjaga lelehan logam yang sedang
mengembang agar tidak runtuh, oleh karena itu sebelumnya aluminium
ditambahkan Ca dan pada saat proses disuntikkan udara agar terbentuk CaO dan
CaAlO4 untuk meningkatkan viskositas dari lelehan. Dengan metode ini dapat
dihasilkan produk dengan */ s sekitar 0.05-0.3 dengan ukuran rongga 2-10 mm.
metode ini memiliki keterbatasan terhadap bentuk. Karena memrlukan
pengadukan pada saat penambahan senyawa penghasil gas maka metode ini tidak
dapat membentuk benda yang kompleks.
2.1.3. Solid-Gas Eutectic Solidification (Gasar)
Metode ini dikembangkan sejak beberapa dekade lalu dengan berdasar
pada teori bahwa beberapa jenis logam cair memiliki sistem eutectic bersama
dengan gas hidrogen. Apabila salah satu logam ini dilelehkan pada lingkungan
mengandung hidrogen dan tekanan tinggi (sampai 50 atm) akan diperoleh lelehan
logam dan hidrogen yang homogen. Apabila temperatur diturunkan, lelehan
logam akan mengalam transisi eutectic menjadi lelehan yang memiliki fasa
heterogen terdiri dari padatan dan gas (solid+gas). Apabila komposis sisem ini
mendekati komposis pada titik eutectic, maka proses segregasi akan terjadi pada
satu temperatur. Pada saat lelehan logam membeku, gas-gas akan berusaha keluar
dari lelehan namun terperangkap di dalam lelehan sehingga diperoleh logam padat
yang mengandung pori-pori berisi gas hidrogen. Metode ini menghasilkan produk
dengan pori-pori antara 10m sampai 10mm dengan panjang pori-pori antara
100m sampai 300m dan derajat porositas 5% sampai 75%. Pada umumnya,
bentuk pori yang akan didapat berupa pori besar yang memanjang sesuai arah
pembekuan. Kata Gasar sendiri tercipta dari akronim rusia yang berarti gas-
reinforced. Saat ini metode ini telah diadaptasi oleh Jepang dengan penamaan
lotus-structure
karena
menyerupai
akar
lotus
(teratai).
Gambar
2.8
Gambar 2.8 : Rute proses aluminium foam dengan pembekuan eutectic dari Solid-Gas;
dan hasil proses(Curran; 2003)
ukuran precursor. Contoh metode kompaksi yang lazim digunakan adalah dengan
uniaxial atau isostatic compression, rod extrusion atau powder rolling.
Gambar 2.9 : Prinsip Metode kompaksi antara serbuk Aluminium dengan blowing
Agent(Curran; 2003)
2.2.
suatu struktur cellular melalui proses foaming pada berbagai material yang telah
mengeras atau pada fase transisi, contohnya plastic, polymer dan metal. Blowing
agent dicampurkan pada saat material parent dalam keadaan cair. Struktur seluler
pada matriks akan mengurangi kepadatan, meningkatkan panas dan penyerapan
akustik, serta meningkatkan kekakuan yang relatif lebih baik dari material aslinya.
Dalam pembuatan metal foam digunakan jenis blowing agent yang
merupakan senyawa penghasil gas. Dimana senyawa tersebut adalah suatu zat
yang stabil pada temperatur kamar namun dapat melepaskan gas apabila
dipanaskan. Contoh dari senyawa penghasil gas adalah TiH2 yang telah secara
komersil digunakan. Senyawa penghasil gas akan melepaskan gas akan
gas yang telah digunakan secara komersil dan telah banyak digunakan dalam
industri.
Titanium hidrida merupakan senyawa penghasil gas yang baik dan telah
teruji dapat mengasilkan foam yang bagus untuk metal foam, namun
kekurangannya adalah senyawa ini sangat mahal dan sangat tidak efektif jika
hanya digunakan untuk produksi skala kecil.
2.2.2. Kalsium Karbonat (CaCO3)
Kalsium karbonat umumnya bewarna putih dan umumnya sering djumpai
pada batu kapur, kalsit, marmer, dan batu gamping. Selain itu kalsium karbonat
juga banyak dijumpai pada skalaktit dan stalagmit yang terdapat di sekitar
pegunungan. Karbonat yang terdapat pada skalaktit dan stalagmit berasal dari
tetesan air tanah selama ribuan bahkan juataan tahun. Seperti namanya, kalsium
karbonat ini terdiri dari 2 unsur kalsium dan 1 unsur karbon dan 3 unsur oksigen.
Setiap unsur karbon terikat kuat dengan 3 oksigen, dan ikatan ini ikatannya lebih
longgar dari ikatan antara karbon dengan kalsium pada satu senyawa. Kalsium
karbonat bila dipanaskan akan pecah dan menjadi serbuk remah yang lunak yang
dinamakan calsium oksida (CaO).
Kalsium karbonat sendiri memiliki densitas yang mirip dengan aluminium
yaitu sekitar 2710 kg m3 sehingga dapat terdispersi secara baik pada lelehan
aluminium dan telah digunakan untuk membuat foam dari kaca selain itu jika
terjadi pengurangan pCO2, G reaksi akan menjadi lebih rendah sehingga
dekomposisi dapat terjadi pada temperatur yang lebih rendah. Jadi jika kita dapat
mengurangi tekanan parsial CO2 didalam rongga maka kita dapat melakukan
foaming pada temperatur yang lebih rendah. Hal-hal inilah yang merupakan
peluang penggunaan kalsium karbonat sebagai senyawa penghasil gas.
Kalsium karbonat merupakan senyawa penghasil gas yang memiliki
potensi yang bagus karena murah dan ketersediannya yang banyak. Kalsium
karbonat sendiri memiliki densitas yang mirip dengan aluminium yaitu sekitar
2710 kg m-3 (Andri Agusta : 2009) sehingga dapat terdispersi secara baik pada
lelehan aluminium dan telah digunakan untuk membuat foam dari kaca.
2.2.3. Dolomite (CaMg(CO3)2)
Dolomite atau yang dikenal juga Kalsium Magnesium Karbonat,
dolomit adalah mineral yang berasal dari alam yang mengandung unsur hara
magnesium dan kalsium berbentuk tepung dengan rumus kimia CaMg(CO3)2.
Sama halnya seperti CaCO3 dolomit merupakan senyawa penghasil gas
dan memiliki potensi yang bagus karena harga yang ekonomis dan ketersediaan
yang banyak.
2.2.4. Zirkonium Hidrida (ZrH2)
Merupakan senyawa kimia campuran antara hidrida dan zirconium.
Dipasaran biasanya berupa serbuk berwana abu-abu kehitaman dan bersifat
mudah terbakar.
Sering digunakan dalam metalurgi serbuk sebagai hidrogen katalis dan
sebagai reducing agent, vacum tube getter, dan foaming agent pada produksi busa
metal. ZrH2 juga digunakan sebagai neutron moderator pada thermal-spectrum di
reaktor nuklir. Kegunaan lainnya adalah senyawa ini bertindak sebagai bahan
2.3.
Gambar 2.13: Kelarutan H2 didalam paduan Al-Si sebagai fungsi dari konsentrasi
Si.(John Banhart, Advance Material; 1999)
Gambar 2.14 : Efek dari tegangan permukaan pada batas sisi yang datar(John
Banhart, Advance Material; 1999)
2.4.
Pada tingkat ketiga, struktur mikro dari logam matriks foam menjadi hal
yang signifikan. Seperti halnya struktur sel, maka gambaran distribusi fasa dapat
menentukan sifat metal foam. Proses produksi dari metalfoam seringkali
memerlukan partikel atau fasa tambahan yang berperan sebagai penstabil atau
surfactant yang juga berefek pada performa mekaniknya. Pada tingkat ini,
hubungan antara struktur mikro dan sifat meterial utuh, masih menjadi bahan
penelitian lanjutan.
energi
tekan
plastis
pada
jumlah
yang
besar,
kemudian
mentransmisikan beban yang rendah secara konstan. Oleh karena itu, saat ini
deformasi tekan pada metal foam telah dipelajari secara mendalam dibandingkan
dengan deformasi tarik. Evaluasi terhadap penentuan sifat tarik saat ini masih sulit
untuk
disimpulkan.
Deformasi
plastis
pada
pembebanan
tarik,
hanya
yang
menonjol
adalah
tidak
adanya
daerah
yang
Gambar 2. 15: Skema kurva tegangan regangan pada deformasi tahap awal untuk
metal foam dengan pori tertutup(John Banhart, Advance Material;
1999)
pembebanan dan pelepasan beban. Modulus elastis tetap menjadi sifat yang paling
penting pada pemakaian aluminium untuk aplikasi konstruksi.
2.4.3.2 Keluluhan & Plastisitas Metal Foam
Deformasi plastis pada skala besar dari closed-cell, umumnya dimulai oleh
kegagalan dari sebuah pita sel pada penampang melintang spesimen. Kegagalan
ini muncul pada salah satu pita yang mengalami konsentrasi deformasi lokal.
Konsentrasi ini terbentuk selama tahap deformasi elastis (dalam skala utuh), juga
seringkali muncul di daerah yang mempunyai densitas lokal terendah. Deformasi
yang terjadi pada pita tersebut, selanjutnya akan menyebabkan pemadatan lokal,
dimana deformasi plastis (pada skala utuh) terjadi saat adanya kegagalan pada sel
yang lain. Pembentukan pita yang gagal ini, ditandai oleh turunnya beban yang
diterima oleh foam, proses ini digambarkan secara skematis pada gambar 2.16.
Daerah pada metal foam, yang telah mengalami kegagalan plastis akan
selalu berdampingan dengan daerah yang mengalami deformasi elastis. Ketika
regangan plastis makro yang besar, peluluhan akan terjadi dengan cara
menggagalkan sel yang belum terdeformasi, sehingga memberikan tegangan datar
yang konstan (plateau stress): ditunjukkan pada tahap 2 dari skema kurva
tegangan-regangan pada gambar 2.16.
2.4.4 .
kategori, yaitu modus kegagalan getas dan ulet. Modus kegagalan ulet ditandai
oleh daerah plateau stress yang relatif halus pada kurva tegangan-regangan,
diiringi dengan kenaikan tegangan sebagai akibat dari strain hardening atau
pemadatan. Sedangakan modus kegagalan getas ditandai dengan adanya
penurunan (drop) setelah kekuatan tekan awal, dilanjutkan dengan kurva
tegangan-regangan yang bergerigi (naik-turun), memperlihatkan adanya foam
yang pecah. Karakteristik kurva tegangan-regangan pada dua tipe kegagalan
diperlihatkan pada gambar 2.17. Strain hardening dapat memberikan kenaikan
yang halus pada kurva tegangan-regangan. Akan tetapi, fenomena ini hanya terjdi
pada metal foam yang mengalami modus kegagalan ulet dan mempunyai
kandungan paduan.
2.4.5
penyerap energi, terdapat 2 parameter kunci, yaitu: energi yang terserap per unit
massa ketika penekanan, dan tegangan dimana energi tersebut terserap. Parameter
pertama, ditunjukkan pada area dibawah kurva tegangan-regangan metal foam.
Berdasarkan aplikasi, bentuk kurva sebelum tegangan melampaui nilai kritis, e,
adalah penting. seperti yang diilustrasikan pada gambar 2.17, penurunan tegangan
setelah luluh, atau kenaikan strainhardening yang tinggi, dapat saja terjadi. pada
umumnya, hal ini tidak diinginkan. plateau stress(plateau), dapat juga direkayasa
agar cocok dengan tegangan kompresi untuk aplikasi-aplikasi tertentu, sekalipun
dengan cara mengurangi densification strain.
Gambar 2.18: Skema kurva tegangan regangan untuk: a) foam ideal, b) foam yang
mengalami kegagalan getas, dan c) foam dengan work hardening yang luas.
Daerah efektif saat penyerapan energi mekanik terjadi pada bagian kelabu
sebelum mencapai pembebebanan tekan kritis e(John Banhart, Advance
Material; 1999)
2.5
Gambar 2.19: Struktur Kompleks dari Aluminium Foam(John Banhart, Metal Foam
Guide; 1999)
Kombinasi
sifat-sifat
yang
dimiliki
aluminium
foam
tersebut
otomotif. Aluminium foam juga berpotensi digunakan untuk aplikasi lain seperti
perkapalan, penerbangan serta teknik sipil. Diagram untuk beberapa aplikasi
didalam dunia otomotif serta sifat aluminium foam yang berhubungan
ditunjukkan pada gambar 2.20.
Gambar 2.20 : Diagram Sifat serta Aplikasi Aluminium Foam(John Banhart, Metal
Foam Guide; 1999)
berguna sebagai komponen penahan beban yang memiliki kekuatan yang tinggi
serta densitas yang rendah pada aplikasi di otomotif maupun penerbangan.
Aluminium foam dapat digunakan sebagai komponen penahan beban
secara langsung namun yang paling banyak digunakan adalah sebagai bagian dari
struktur yang saling berikatan (Gambar 2.21). Foam dapat digunakan sebagai
elemen pengisi bagian tengah sebuah struktur dari pelat logam seperti foam yang
mengisi struktur pipa atau batang untuk meningkatkan kekakuan tanpa menambah
berat secara signifikan.
Gambar 2.21 : (a) Pelat Aluminium Foam Sandwich (AFS) (b) Penggunaan Pelat AFS
pada Lifting Arm (c) Prototipe Engine Mounting Bracket BMW
yang runtuh yang merambat pada rongga-rongga yang lain akibat pemberian
tegangan yang kecil dan hampir konstan. Pergerakan dislokasi pada logam akan
menyebabkan jumlah energi yang dapat diserap semakin besar. Hal ini
memungkinkan aplikasi material yang dapat menyerap tumbukan, ringan, dan
murah. Contoh aplikasi ini adalah badan mobil atau kereta api untuk mengurangi
beban tumbukan namun tetap ringan dan telah secara komersil diproduksi.
Gambar 2.22: Prototipe Crash Absorber(John Banhart, Metal Foam Guide; 1999)
panas. Gambar
Gambar 2.23 : Dua jenis Heat Exchanger yang Terbuat dari Open Cell Foam
(gambar diambil dari ERG Aerospace) (John Banhart, Metal
Foam Guide; 1999)
1.
2.
3.
4.
(2.1)
Berdasarkan gambar di atas maka dalam pengujian brinnel hal utama yang akan
diperhatikan adalah :
HB
Besarnya minor load maupun major load tergantung dari jenis material yang akan
di uji, jenis-jenisnya bisa dilihat pada Tabel 2.1.Dibawah ini merupakan rumus
yang digunakan untuk mencari besarnya kekerasan dengan metode Rockwell.
HR = E e ............................................... (2.2)
Dimana :
F0
F1
= Jarak antara indentor saat diberi minor load dan zero reference line yang
untuk tiap jenis indentor berbeda-beda yang bias dilihat pada table 1
HR
Tabel 2.1 menunjukkan skala yang dipakai dalam pengujian Rockwell skala dan
range uji dalam skala Rockwell.
Scale
A
Indentor
Diamond cone
F0
F1
50
60
E
Jenis Material Uji
100 Exremely hard materials, tugsen
carbides, dll
10
90
100
Diamond cone
10
140
150
Diamond cone
10
90
100
10
90
100
10
50
60
10
140
150
10
50
60
10
140
150
10
50
60
10
90
100
10
140
150
10
50
60
10
90
100
10
140
150
Gambar 2.27 : Pengujian Vickers dan bentuk indentor Vickers (Callister, 2011)
(2.3)
....(2.4)
(2.5)
Dimana,
HV
= Beban (kgf)
= diagonal (mm)
2.6.4. .
(2.6)
Dimana :
HK
= Beban (kgf)