TINJAUAN PUSTAKA
Sifat dan Ciri Tanah Andisol
Tanah Andisol di Indonesia diperkirakan luasnya 5.395.000 ha atau
2,9% dari luas daratan di Indonesia. Andisol terluas terdapat di provinsi
Sumatera Utara dengan luas 1.062 ha atau sekitar 19,86 % dari luas seluruh
Andisol di Indonesia, diikuti provinsi Jawa Timur 0,37 juta ha. Tanah Andisol di
Sumatera menyebar pada dataran tinggi sepanjang Bukit Barisan yang ada gunung
volkaniknya (Mukhlis, 2011).
Tanah Andisol atau yang dulu dikenal sebagai tanah Andosol adalah tanah
yang berwarna hitam kelam, sangat porous, mengandung bahan organik dan
lempung tipe amorf, terutama alofan serta sedikit silika, alumina atau
hidroksida-besi. Ciri morfologi tanah ini adalah horizon A1 yang tebal berwarna
kelam, coklat sampai hitam, sangat porous, sangat gembur, tidak liat (non-plastic),
tidak lekat, struktur remah atau granuler, terasa berminyak (smeary) karena
mengandung bahan organik antara 8% 30% dengan pH 4,5 6, beralih tegas ke
horizon B2 berwarna kuning sampai coklat tekstur sedang, struktur gumpal,
mengandung bahan organik antara 2% 8% dengan kapasitas pengikat air tinggi,
terasa seperti sabun (soapy) jika diremas, dan/atau beralih tegas langsung ke
horizon C berbentuk batang gibsit dari oksida Al atau Fe degan bahan amorf
terdiri atas plasma porous isotropik. Sifat mineraloginya yaitu fraksi debu dan
pasir halus berupa gelas vulkanik dengan mineral feromagnesium, dan fraksi
lempung sebagian besar alofan berkembang mengandung halloysit juga
(Darmawijaya, 1990).
15
16
yang tinggi sangat ditentukan oleh sifat: (1) bahan induk yang terdiri dari
kumulatif deposit abu vulkan, (2) solum tanah yang cukup dalam selingga zona
perakaran tidak terganggu, (3) horizon humus tebal dan mengandung sejumlah
N organik, (4) air yang tersedia untuk tanaman cukup banyak. Oleh karena
kebanyakan tanah Andisol adalah tanah yang sangat produktif, maka secara
intensif tanah ini ditanami baik tanaman semusim maupun tanaman tahunan
dengan produktivitas yang cukup tinggi. Tanah ini menempati wilayah dataran
tinggi sekitar 700 m dpl atau lebih tinggi, penggunaan utama umumnya untuk
pertanian pangan lahan kering (jagung, kacang tanah, ubi kayu, dan umbiumbian), hortikultura sayuran dataran tinggi (kentang, wortel, kubis, kacang
merah), bunga, dan juga tanaman perkebunan (teh, kopi, cengkeh, vanili). Tanah
Andisol yang tidak dipergunakan untuk pertanian umumnya tertutupi hutan
sekunder dan semak belukar (Mukhlis, 2011).
Sifat-Sifat Sumber Fosfat yang Digunakan
Fosfor (P) merupakan unsur yang diperlukan dalam jumlah besar (hara
makro). Jumlah fosfor dalam tanaman lebih kecil dibandingkan dengan
nitrogen dan kalium, tetapi fosfor dianggap sebagai kunci kehidupan (key of life)
(Rosmarkam, dan Yuwono, 2002). Menurut Lubis, dkk (1986) Fosfor, seperti
ortho-fosfat memegang peranan penting, mungkin alasannya adalah bahwa unsur
ini masuk pembentuk nucleus dan essensial dalam pembelahan sel dan penting
pula dalam perkembangan jaringan meristem.
Menurut Buckman dan Brady (1986) fungsi fosfor itu sendiri berpengaruh
menguntungkan pada hal-hal sebagai berikut, yaitu:
1. Pembelahan sel dan pembentukan lemak serta albumin.
17
18
kandang, sisa-sisa tanaman termasuk pupuk hijau, dan senyawa asli unsur ini yang
organik dan anorganik yang terdapat dalam tanah.
Di alam terdapat sekitar 150 jenis mineral fosfat dengan kandungan P
sekitar 1-38% P2O5. Sebagian fosfat alam ditemukan dalam bentuk apatit. Pada
umumnya deposit fosfat alam berasal dari batuan sedimen dalam bentuk karbonat
fluorapatit
yang
disebut
francolite
(Ca10-x-yNaxMgy(PO4)6-z(CO3)zF0,4zF2),
sedangkan deposit berasal dari batuan beku dan metamorfik biasanya dalam
bentuk fluorapatit (Ca10(PO4)6F2) dan hidroksi apatit (Ca10(PO4)6(OH)2). Adapun
deposit yang berasal dari ekskresi burung dan kelelawar (guano) umumnya
ditemukan dalam bentuk karbonat hidroksi apatit (Ca10(PO4,CO3)6(OH)2). Mineral
lain seperti kuarsa, kalsit, dan dolomit umumnya juga ditemukan dalam mineral
apatit sebagai secondary mineral (Sutriadi, dkk, (2010).
Hampir semua pupuk fosfat komersial berasal dari batuan fosfat kecuali
Basic Slag, selain itu dapat pula berasal dari mineral-mineral fosfat dan bahan
organik seperti tepung tulang dan guano. Untuk lebih memudahkan mengenal
pupuk fosfat biasanya dilakukan penggolongan atau pengklasifikasian.
Pupuk fosfat yang larut didalam air salah satu contohnya adalah Superfosfat
seperti TSP dan SP-36. Superfosfat Triple (TSP) dibuat melalui pengasaman
batuan fosfat dengan H3PO4 dengan peralatan dan proses yang sama dengan
pupuk superfosfat biasa. Pupuk ini mempunyai rumus kimia yang sama dengan
pupu superfosfat rangkap Ca(H2PO4)2, pupuk padat yang berbentuk butiran kasar,
19
berwarna abu-abu, dan mudah larut dalam air, selain itu tidak bersifat higroskopis
dan reaksinya didalam tanah netral, dengan kandungan hara sekitar 46-48 %
P2O5. Tetapi pupuk TSP ini sekarang tidak lagi di produksi di Indonesia, dan
sebagai gantinya digunakan pupuk superfosfat lain yang kadar P2O5 nya lebih
rendah yaitu 36% atau dikenal dengan SP-36. Sifat fisik dan kimiawi dari SP-36
tidak jauh berbeda dengan pupuk TSP. Sementara pupuk fosfat larut dalam asam
sitrat Basic Slag dan FMP(Fused Magnesium Posfat), pupuk ini tidak larut
didalam air tetapi didalam tanah mudah hancur dan membebaskan fosfatnya.
Kalau pupuk fosfat yang larut dalam keras umumnya pupuk-pupuk yang berasal
dari batuan fosfat atau Rock Phosphate (Damanik, dkk, 2010).
Ciri-ciri senyawa pupuk P yang ditambahkan dan watak lingkungan di
sekitar partikel-partikel pupuk adalah menentukan sumber P untuk tanaman yang
terbentuk dalam tanah. Senyawa-senyawa P dapat diklasifikasikan ke dalam tiga
kelompok berdasarkan kelarutannya: (i) P dalam bentuk larut air, (ii) P tidak
mudah larut dalam air tetapi larut dalam larutan ammonium sitrat netral,
(iii) P tidak larut dalam ammonium sitrat netral. Kelarutan ini menciptakan pH
yang masam atau basa. Terdapat pengaruh nyata dari perbedaan pH dari berbagai
sumber pupuk fosfat. Akan tetapi, pengaruh-pengaruh ini hanya menyangkut
sebagian kecil dari volume tanah total, bersifat sementara, dan tidak mempunyai
suatu pengaruh yang besar terhadap pH tanah keseluruhan (Young, dkk, 1997).
Kotoran Sapi dan Kerbau juga merupakan salah satu sumber pupuk P.
Lubis, dkk (1986) menyatakan bahwa seekor sapi dewasa di Indonesia rata-rata
setiap tahun menghasilkan sekitar 7.500 kg kotoran segar (500 kg pupuk busuk)
yang mengandung sekitar 15 kg N, 15 kg P2O5, dan 20 kg K2O. Sedangkan seekor
20
21
10 kg/ha per tahun) biasanya kecil bila dibandingkan dengan masukan pupuk,
kehilangan ini dapat menyumbang pada masalah eutrofikasi, terutama pada areal
yang sensitif. Sementara kandungan Cd dalam pupuk-pupuk P sering tidak
dianggap sebagai suatu masalah di bawah praktik pertanian yang normal
(Gilliam, dkk, 1997).
Hasil studi Andisol di Chinchina (Columbia) diperoleh bahwa dari 160
ppm P-anorganik tanah hanya 8 ppm P yang tersedia, selebihnya diikat oleh Al
dan Fe oksida bebas. Pada kasus yang sama, bahwa 1500-3000 ppm P yang
diberikan ternyata 60-80% terikat sesquioksida; 5-9% terikat membentuk fraksi
organik. Jerapan fosfat di Andisol Jepang lebih dari 1500 mg P2O5/100 g tanah
(Weda, 1989, dalam Muklis, 2011). Pemberian fosfat dalam jumlah besar telah
dilakukan lama di Jepang untuk memaksimalkan produksi tanaman, khususnya
pada tanah-tanah yang intensif dibudidayakan. Praktek ini telah mengakibatkan
akumulasi fosfat dalam jumlah nyata didalam tanah hingga tingkat yang
berlebihan bagi pertumbuhan tanaman. Suatu penelitian menunjukkan hubungan
kuadratik antara P-truog dan hasil Spinach di tanah Andisol Alofanik kaya humus.
Produksi meningkat dengan meningkatnya P-truog tanah dan mencapai
maksimum pada tingkat P2O5 1.30-2.20 g/kg. Produksi menurun pada tingkat P
yang lebih tinggi, ini menunjukkan efek pengganggu dari kelebihan fosfor pada
produksi tanaman. Recoveri pupuk fosfor oleh tanaman pertanian di Andisol
umumnya kurang dari 20%.
Kebutuhan fosfat standar (KFS) adalah jumlah miligram P yang
dibutuhkan untuk satu kilogram tanah untuk mencapai konsentrasi 0,2 ppm P
untuk pertumbuhan yang optimum. Hal ini didukung pernyataan Mukhlis (2005)
22
23
24