Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN
A Latar Belakang
Berbicara tentang bagaimana suatu golongan batubara dapat terbentuk tidak
akan lepas dari 2 teori. Tersebut berkaitan dengan tempat terbentuknya batubara,
lantas seperti apa bunyi dari kedua teori di atas? Berikut jawabannya..
a

Teori Insitu
mengatakan bahwa tempat terbentuknya batubara berada pada tempat yang
sama dengan tempat tumbuhnya tumbuhan yang menjadi cikal bakal
pembentukan batubara itu sendiri. Jadi, ketika ada suatu kelompok tumbuhan
tumbuh dan membusuk disuatu tempat, maka kelak tumbuhan yang membusuk
ini akan tertimbun oleh suatu endapan dan setelah melalui proses panjang
bertahun-tahun lamanya maka jika prosesnya berlangsung normal, di tempat
tersebut akan terbentuk batubara muda yang disebut lignite.

b Teori Drift
mengatakan bahwa tempat terbentuknya batubara berbeda dengan tempat asal
tumbuhan berada. Jadi, ada media yang menyebabkan tumbuhan yang
membusuk itu dapat berpindah ke tempat lain, nah di tempat yang baru itulah
tumbuhan tadi mengalami proses coalification (pembatubaraan), dimana di
awal pembentukannya akan terbentuk batubara muda atau lignite.
Dalam proses pembentukan batu bara ada dua tahapan yang akan dilalui oleh
tumbuhan yang menjadi bahan pembentuk batubara.

Tahap pertama yaitu Proses Biokimia, disini material pembentuk batubara


akan mengalami pembusukan yang dibantu oleh bakteri anaerob, nantinya
tumbuhan tersebut akan menjadi gambut.

Tahap kedua yaitu Proses Geokimia atau disebut juga Malihan, disini
tumbuhan yang telah menggambut akan berubah menjadi batubara muda
(lignite), tekanan serta suhu yang ada di bawah permukaan tanah akan
membantu proses perubahan lignite menjadi sub-bituminous lalu kemudian
menjadi bituminous hingga terakhir menjadi anthracite.

Pada proses pembentukan batu bara ada beberapa faktor yang mempengaruhi
proses tersebut, khusus untuk pembentukan tumbuhan menjadi gambut (tahap
penggambutan) faktor-faktor yang mempengaruhi antara lain evolusi tumbuhan,
iklim, struktur geologi suatu daerah, pH serta aktivitas bakteri (bakteri anaerob),
dan lingkungan pengendapan seperti yang kami bahas pada makalah ini.
B Tujuan
Dalam menyusun makalah ini penulis mempunyai beberapa tujuan, yaitu:

Mengetahui proses pembentukan gambut

Mengetahui faktor faktor pembentukan gambut


C Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, masalah masalah yang di bahas dapat

dirumuskan sebagai berikut :

Bagaimana proses pembentukan gambut ?

Apa saja faktor faktor yang mempengaruhi pembentukan gambut ?

BAB II
PEMBAHASAN
A Gambut
Gambut adalah batuan sedimen organik yang dapat terbakar berasal dari
tumpukan dan hancuran bagian dari tumbuhan yang terhumifikasi dan dalam
keadaan tertutup udara (dibawah air) tidak padat, kandungan air > 75% dan
kandungan mineral < 50% (dalam persen berat). Tahap penggambutan
(peatification) adalah tahap dimana sisa-sisa tumbuhan yang terakumulasi
tersimpan dalam kondisi reduksi di daerah rawa dengan sistem pengeringan yang
buruk dan selalu tergenang air pada kedalaman 0,5 10 meter. Material tumbuhan
yang busuk ini melepaskan H, N, O, dan C dalam bentuk senyawa CO2, H2O, dan
NH3 untuk menjadi humus. Selanjutnya oleh bakteri anaerobik dan fungi diubah
menjadi gambut.
Pembusukan tumbuhan adalah proses peruraian unsur yang merupakan
bagian transformasi biokimia dari bahan organik tumbuhan. Setelah tumbuhan
mati, maka yang berperan adalah proses degradasi biokimia. Prosesnya adalah
pembusukan oleh kerja bakteri dan jamur, terutama di daerah yang bertemperatur
hangat dan lembab daripada di daerah kering dan bertemperatur dingin. Bakteri
bekerja pada lingkungan tanpa oksigen, mula-mula menghancurkan bagian yang
lunak dari tumbuhan seperti cellulose, protoplasma, dan pati. Dalam suasana
kekurangan oksigen akan berakibat keluarnya air dan sebagian unsur karbon
dalam bentuk karbondioksida, karbonmonoksida, dan metan. Akibat pelepasan
unsur atau senyawa tersebut, maka jumlah relatif unsur karbon akan bertambah.
Dari proses ini akan terjadi perubahan dari kayu menjadi gambut.
Kecepatan pembentukan gambut bergantung pada kecepatan pertumbuhan
tumbuhan dan proses pembusukan. Bila tumbuhan yang mati tertutup oleh air
dengan cepat, maka akan terjadi proses penguraian oleh bakteri. Sebaliknya
apabila tumbuhan yang telah mati terlalu lama berada di udara terbuka, maka
kecepatan pembentukan gambut akan berkurang, karena hanya bagian yang keras
saja yang tertinggal, sehingga menyulitkan penguraian oleh bakteri. Pembusukan
umumnya berjalan lebih cepat pada kondisi lingkungan yang selalu berganti, yaitu

dari reduksi ke oksidasi dan seterusnya. Kadar pembusukan akan berpengaruh


terhadap batubara yang akan terbentuk.
B Pembentukan Gambut
Tahap diagenesa gambut merupakan tahap awal pembentukan batubara, yaitu
mencakup perubahan oleh mikroba dan proses kimia. Dimulai dari pembusukan
tumbuhan sampai terbentuk gambut (peat). Pada tahap ini dicirikan oleh aktivitas
bakteri aerob (membutuhkan oksigen) dan anaerob (tidak membutuhkan oksigen).
Jika tumbuhan tumbang di suatu rawa, maka dapat terjadi proses biokimia
yang secara vertikal dapat dibagi menjadi dua zone, yaitu zone permukaan yang
umumnya perubahan berlangsung dengan bantuan oksigen dan zone tengah
sampai kedalaman 0,5 m yang disebut dengan peatigenic layer (Teichmuller,
1982). Pada zone peatigenic terdapat bakteri aerob, lumut, dan actinomyces yang
aktif. Bakteri aerob akan menyebabkan oksidasi biologi pada komponenkomponen tumbuhan yang material utamanya adalah cellulose. Senyawa-senyawa
protein dan gula cenderung terhidrolisa. Cellulose akan diubah menjadi glikose
dengan cara hidrolisis:
C6H10O5 + H2O C6H12O6
(cellulose)

(glikose)

Jika suplai oksigen berlangsung terus, maka proses ini akan menuju pada
penguraian lengkap dari senyawa organik, yaitu:
C6H10O5 + 6 O2 6 CO2 + 5 H2O
Bagian-bagian dari material tumbuhan tersebut cenderung membentuk koloid
dan umumnya disebut dengan asam humus (humic acid). Lemak dan material
resin umumnya hanya mengalami perubahan sedikit.
Apabila kandungan oksigen air rawa sangat rendah dan dengan bertambahnya
kedalaman, sehingga tidak memungkinkan bakteri-bakteri aerob hidup, maka sisa
tumbuhan tersebut tidak mengalami proses pembusukan dan penghancuran yang
sempurna, dengan kata lain tidak terjadi proses oksidasi yang sempurna. Pada

kondisi tersebut hanya bakteri-bakteri anaerob saja yang berfungsi melakukan


proses pembusukan yang kemudian membentuk gambut (peat).
Prosesnya adalah dengan bertambahnya kedalaman, maka bakteri aerob akan
berkurang (mati) dan diganti dengan bakteri anaerob sampai kedalaman 10 m,
dimana kehidupan bakteri makin berkurang dan hanya terjadi perubahan kimia,
terutama kondensasi primer, polymerisasi, dan reaksi reduksi. Pada bakteri
anaerob akan mengkonsumsi oksigen dari substansi organik dan mengubahnya
menjadi produk bituminous yang kaya hidrogen, selanjutnya dengan tidak
tersedianya oksigen, maka hidrogen dan karbon akan menjadi H2O, CH4, CO, dan
CO2.
Apabila ditinjau secara vertikal, maka lapisan gambut paling atas mempunyai
pertambahan kandungan karbon relatif cepat sesuai kedalamannya sampai
peatigenic layer, yakni 45-50% sampai 55-60%. Lebih dalam lagi, pertambahan
kandungan karbon mencapai 64%. Kandungan karbon yang tinggi pada peatigenic
layer disebabkan karena pada lapisan tersebut kaya substansi yang mengandung
oksigen, terutama cellulose dan humicellulose yang diubah secara mikrobiologi.
Dari keseluruhan proses, maka pembentukan substansi humus merupakan
proses penting yang tidak tergantung pada fasies dan tidak semata-mata pada
kedalaman. Oleh karena itu, faktor yang mempengaruhi proses humifikasi dimana
bakteri dapat beraktivitas dengan baik adalah kondisi lingkungan berikut ini:
1. Keasaman air, yaitu pada pH 7,0-7,5.
2. Kedalaman, yaitu pada kedalaman sekitar 0,5 m untuk bakteri aerob,
sedangkan untuk bakteri anaerob bisa sampai kedalaman 10 m.
3. Suplai oksigen, akan menurun mengikuti kedalaman.
4. Temperatur lingkungan, pada suhu yang hangat akan mendukung kehidupan
bakteri.
Potonie (1920 dalam Teichmuller, 1982 dan Diessel, 1984) menyebutkan
bahwa pada rumpun tumbuhan yang sama, iklim dan kondisi lingkungan yang
sama, maka potensial redox (Eh) memegang peranan penting untuk aktifitas
bakteri dan penggambutan. Ketersediaan oksigen menentukan apakah proses
penggambutan berjalan atau tidak. Berikut ini transformasi organik dalam

kaitannya dengan ketersediaan oksigen, dimana salah satu dari empat proses
biokimia di bawah ini akan terjadi pada tumbuhan yang telah mati, yaitu:
1. Bahan tumbuhan bereaksi dengan oksigen dan merapuh (desintegration),
menghasilkan zat terbang, terutama CO2, metan, dan air. Umumnya
menghasilkan sisa yang tidak padat. Beberapa unsur utama tumbuhan akan
lebih tahan pada tipe ubahan ini, misal resin dan lilin.
2.

Proses humifikasi atau pembusukan, yaitu bahan tumbuhan akan berubah


menjadi humus akibat oleh terbatasnya oksigen dari atmosfir dan tingginya
kandungan air lembab. Batubara yang dihasilkan berupa humic coal.

3. Proses penggambutan (peatification), yaitu keadaan muka air tinggi di atas


lapisan yang terakmulasi dapat mencegah terjadinya oksidasi, akibatnya pada
lingkungan yang reduksi dan adanya bakteri anaerob, jaringan-jaringan
tumbuhan menjadi hancur, kemudian terakumulasi dan menjadi gambut,
selanjutnya akan menghasilkan humic coal.
4. Putrefaction (permentasi) yaitu peruraian hancuran tanaman akuatik (terutama
algae), bahan hanyutan, dan plankton dalam lingkungan reduksi pada kondisi
air diam (stagnant), hasilnya membentuk sapropel, sedangkan batubara yang
dihasilkan adalah batubara sapropelik.
Secara umum tahapan biokimia dapat dikelompokan menjadi dua jenis
(Diessel, 1992), yaitu:
Vitrinisasi (vitrinisation path)
Hasil humifikasi pada dekomposisi hidrolik terhadap tumbuhan yang telah
mati akan mengalami suatu deret kestabilan dari kandungan sel-sel yang lunak
menjadi celulose, hemicelulose, dan beberapa komponen yang lebih tahan seperti
lignin (Waksman dan Stevens, 1929). Fluida humik akan berubah sepanjang
tahapan humifikasi. Kompaksi dan dehidrasi gambut akibat penambahan beban
oleh lapisan penutup mengakibatkan fluida humik mengental. Dalam batubara
muda fluida humik muncul sebagai humocollinit (jika berupa koloid) dan
humodetrinit (jika bercampur dengan fragmen-fragmen sisa sel). Koloid humik
dapat mengisi ruang-ruang sel jaringan tumbuhan dan setelah pembatubaraan
pada tingkat batubara bitumen akan muncul sebagai gelocollinit. Setelah

presipitasi, koloid humik dapat berupa granular (sebagai porigelinit) dan


kemudian lumer (gelify) berbentuk larutan atau zat yang jernih (sebagai
eugellinit).
Fusinitisasi (fusinitisation path)
Pada lapisan batubara juga ditemukan maseral-maseral inertinit yang
mempunyai kandungan karbon tinggi, artinya menunjukan bahwa bahan-bahan
tumbuhan ini sebelum sedimentasi berakhir telah mengalami dehidrasi pada suatu
periode kering dan oksidasi yang intensif (fusinitisasi). Ada tiga model proses
fusinitisasi, yaitu:

Pengawetan akibat pengeringan dinding sel dan dehidrasi pada koloid koloid
humik yang kemudian terubah sehingga tidak dapat mengalami rehidrasi dan
melanjutkan

hidrolisa.

Hasilnya

disebut

oxi-semifusinite

yang

memperlihatkan efek humifikasi akibat mikroba dengan baik.

Pembentukan semifusinit sebagai akibat dekomposisi selektif oleh organisme


terhadap jaringan kayu, terutama jaringan yang lunak (degrado semifusinit).

Akibat pembakaran pada gambut (pyrofusinite) yang tidak sempurna, maka


akan menyebabkan perbedaan reflektansi dari jaringan-jaringan sel tumbuhan
dengan berbedanya kedalaman.
Ciri umum gambut adalah sebagai berikut:

Berwarna kecoklatan sampai hitam.


Kandungan air > 75% (pada brown coal < 75%)
Kandungan karbon umumnya < 60% (pada brown coal > 60%).
Masih memperlihatkan struktur tumbuhan asal, terdapat sellulose (pada
brown coal cellulose tidak hadir).
Dapat dipotong dengan pisau (pada brown coal tidak dapat dipotong).
Bersifat porous, bila diperas dengan tangan, keluar airnya.
Berdasarkan ciri di atas adalah tidak mudah secara pasti membedakan antara
peat dan brown coal, apalagi proses perubahannya berlangsung secara bertahap.

C Faktor Faktor Pembentukan Batubara


Lapisan batubara umumnya berasal dari peat(gambut) deposit di suatu rawa.
Faktor-faktor penting dalam pembentukkan peat:

Evolusi tumbuhan

Iklim

Paleografi dan Tektonik

Evolusi Tumbuhan
Batubara tertua yang berumur Hurorian Tengah dari Michigan berasal dari

alga dan fungi. Sedangkan pada jaman Devon Bawah dan Atas, batubara
kebanyakan berasal dari Psilophites (spt: Taeniocrada decheniana (lower devon)).
Kebanyakan batubara dari jaman ini memiliki rata-rata lapisan yang tipis(3-4m)
dan tidak punya nilai ekonomis.
Pada Carbon Atas, tumbuhan mulai tinggi-tinggi hingga mencapai ketinggian
lebih dari 30m namun belum seberagam sekarang. Pada jaman ini didominasi
oleh: Lepidodendron, Sigillaria, Leginopteris oldhamia, Calamitea. Jaman Upper
Carboniferous dikenal sebagai perioda bituminous coal.
Lapisan penting batubara berumur Perm terdapat di USSR, dominan
terbentuk dari Gymnosperm cordaites. Pada jaman Mesozoic terutama Jura dan
Cretaceous Bawah, Gymnosperm(Ginkcophyta, Cycadophyta dan Cornifers)
merupakan tumbuhan penting pembentuk batubara, terutama di Siberia dan Asia
Tengah.
Pada rawa-rawa berumur Cretaceous Atas dan Tersier tumbuhan Angiosperm
tumbuh dengan pesat di N. America, Europe, Japan dan Australia. Jika
dibandingkan dengan tumbuhan pada masa Carbon, tumbuhan pada jaman
Mesozoic terutama jaman Tersier lebih beragam dan spesifik serta menghasilkan
deposit peat yang tebal dan beragam dalam tipe fasiesnya. Perkembangan dan
evolusi flora akan berpengaruh pada keragaman jenis dan tipe batubara yang
dihasilkan.

Ragam tumbuh tumbuhan seperti yang dikenal pada saat ini telah
mengalami proses evolusi yang sangat panjang mulai dari zaman Devon.
Perkembangan jenis tumbuhan untuk setiap waktu geologi mulai dari satu jenis
tumbuhan (alga/ganggang) pada zaman sebelum Devon menjadi sekian banyak
pada waktu waktu berikutnya. Perkembangan ini perlu diketahui karena ada
beberapa tumbuhan yang hanya tumbuh pada zaman tertentu saja sehingga dengan
mengenal perkembangan ini akan memudahkan untuk mengintrepentasikan
genesanya. Sisa tumbuhan pembentuk batubara kadang kadang mudah dikenal
dibawah mikroskop. Sisa tumbuhan seperti spora, tepung sari, serat, sel, dan
sebagainya sering dipakai untuk mengenal jenis tumbuhan pembentuk batubara
(paleobotani atau maseral). Disamping itu ada beberapa metoda yang lain ( seperti
geokimia organik) yang sering dipakai untuk mengenal jenis tumbuhan
pembentuk batubara.
Pada zaman Devon bawah tumbuhan bawah air tumbuh oada lagun yang
dangkal (terendam). Dari sini terjadi lapisan batubara yang tipis, yang
diketemukan di Haliseriten- Schichten dari Renish-Schiefergebirge (Jerman). Pada
batuan ini ada lapisan Vitrinit yang terbentuk dari Taeniocrada decheniana.
Tumbuhan darat pertama yang mendukung terbentuknya batusabak dengan karbon
yang banyak yang juga hanya menghasilkan lapisan vitrinit yang tipis.
Penyebaran tumbuhan darat di seluruh benua mengakibatkan pembentukan
lapisan batubara yang berkemungkinan lebih potensial. Pada Devon Tengah di
Kuznetsk basin masih ada Psiliphytes, ditemukan di lapisan batubara.
Cepatnya berkembang tumbuhan pada Lower dan Upper Cretaceus mengarah
pada perkembangan angiosperm. Dibandingkan dengan flora pada zaman
Mezosoikum (khususnya tersier ) mempunyai ragam yang lebih banyak dan
terspesialisasi, sehingga banyak tipe fasies ditemiukan pada lapisan gambut ynag
tebal.
b

Iklim
Gambut berasal dari tumbuhan, sedangkan perkembangan tumbuhan

dipengaruhi oleh iklim, lebih khusus lagi adalah kelembaban. Pada daerah
beriklim tropik dan subtropik yang bertemperatur tinggi, umumnya sesuai untuk

pertumbuhan tumbuhan dibandingkan daerah beriklim dingin. Di samping itu,


suhu yang lebih panas tidak hanya mempercepat pertumbuhan tumbuhan, tetapi
juga mempercepat pembusukan.
Hasil penelitian menyebutkan bahwa hutan rawa tropis mempunyai siklus
pertumbuhan setiap 7-9 tahun dan tumbuhan mencapai tinggi sekitar 30 m,
sementara di iklim dingin atau sedang untuk waktu yang sama pertumbuhannya
hanya mencapai ketinggian 5-6 m. Daerah iklim sedang miskin bahan makanan,
sehingga didominasi oleh lumut, sedangkan daerah tropik didominasi pohon.
Pada Karbon Akhir atau Tersier Awal, umumnya gambut terbentuk di iklim
tropis dan basah. Meskipun demikian, di belahan bumi selatan dan Siberia
dijumpai batubara yang terbentuk di iklim sedang dan basah, bahkan di iklim
dingin seperti batubara Gondwana (Permo-Karbon) dengan tumbuhan utama
Gangamopteris, Glossopteris, Cycadophyta, dan Conifers.
Lapisan batubara yang terbentuk di lingkungan iklim tropis basah umumnya
tebal dan cemerlang (bright coal), sebaliknya di iklim sedang atau dingin terdiri
dari sedikit batubara cemerlang. Meskipun demikian, selama pembentukan
batubara tidak selalu iklimnya tetap, seperti di belahan bumi selatan terdapat
batubara tebal diselingi lapisan yang tidak mengandung batubara. Kondisi ini
ditafsirkan sebagai masa yang kering dengan ciri sedimen berkadar garam tinggi
dan diperkirakan suhunya lebih dingin dibanding suhu sekarang.
Pada iklim yang lebih hangat dan basah tumbuhan tumbuh lebih cepat dan
beragam. Lapisan-lapisan kaya batubara berumur Carbon Atas, Cretaceous Atas
dan Tersier Awal diendapkan pada iklim seperti ini. Namun pada hemisphere
selatan dan Siberia juga terdapat endapan batubara yang kaya yang diendapakan
pada iklim yang sedang hingga dingin, contohnya batubara inter-post glacial
PermoCarbon Gondwana (dari Ganganopteris glossopteris) dan batubara umur
Perm dan Jura Bawah dari Angara konitnen. Lapisan batubara yang diendapkan
pada iklim hangat dan basah biasanya lebih terang dan tebal dibandingkan dengan
yang diendapkan pada iklim basah.
Iklim suatu daerah secara tidak langsung bisa mengendalikan faktor yanglain.
Iklim tropis menawarkan terbentuknya gambut yang lebih cepat karenakecepatan
tumbuh dari tumbuh-tumbuhan lebih besar dengan ragam yangsangat bervariasi.

Temperatur yang tinggi dengan kelembaban yang tinggi juga berpengaruh pada
proses pembentukan gambut.Rawa di daerah tropis bisa menghasilkan kayu yang
mencapai ketinggian30 meter dalam waktu 7 - 9 tahun sementara tumbuhan di
daerah rawadengan iklim sedang hanya mencapai ketinggian 5 - 6 meter dalam
jangkawaktu yang sama. Daerah dengan iklim sedang miskin akan bahan
makanansehingga hanya didominasi oleh lumut, sedangkan daerah tropis
didominasioleh pohon.Pembentukan gambut terjadi kebanyakan di daerah yang
beriklim panas,banyak air (khususnya Karbon Atas). Formasi yang terkaya akan
lapisanbatubara terendapkan pada daerah beriklim panas (termasuk juga
untukbatubara yang penting pada Jaman Upper Cretaceous dan Tersier Bawah
diAmerika Utara dan di belahan bumi bagian Selatan yang beriklim kadangdingin
dan basah), contohnya : Siberia, Inter dan Post Glacial PermoKarbon, Gondwana
Coal dengan Gangamopteris Glossopteris dan Perm danJura-Cretasius Bawah dari
Angara Continent (Tunguska dan Lena Regions).Lapisan batubara yang
terendapkan di daerah yang banyak air dan hangatakan menghasilkan banyak
lapisan dan tebal yang terjadi dari batang kayuyang besar/tebal (bright coal), dan
sebaliknya untuk iklim dingin. Dengan naiknya suhu tidak hanya pertumbuhan
pohon menjadi cepat tapi juga proses dekomposisi juda menjadi lebih cepat.
c

Paleogarfi dan Tektonik

Paleografi
Formasi lapisan tergantung pada hubungan paleogeografi dan struktur pada

daerah sedimentasi. Pembentukan peat (gambut) terjadi pada daerah yang


depresi permukaan dan memerlukan muka air yang relatif tetap sepanjang tahun
diatas atau minimal sama dengan permukaan tanah. Kondisi ini banyak muncul
pada flat coastal area dimana banyak rawa yang berasosiasi dengan persisir pantai.
Morfologi cekungan mempunyai arti penting di dalam menentukan
penyebaran rawa-rawa tempat batubara terbentuk. Pada daerah pantai datar dan
tidak berbukit merupakan lingkungan yang baik untuk pembentukan batubara,
demikian juga di daerah cekungan benua, tetapi jumlahnya terbatas. Pada dataran
stabil, erosi akan mempengaruhi ukuran dan bentuk lakustrin, asal dan luas
pengaliran,

aliran

air,

dan

permukaan

airtanah.

Faktor-faktor

tersebut

mempengaruhi pembentukan batubara. Jika air tanah cukup tingginya dan


berlangsung lama maka kadang kadang iklim padang rumput tanpa adnya pohon
pun bisa jadi gambut. Ini hanya tergantung pada penurunan permukaan. Rawa bisa
juga terjadi pada bekas kawah gunung api. Rawa bisa tawar atau sudah tercampur
dengan air asin di tepi pantai atau di tepi danau besar.
2

Tektonik
Di dalam genesa cekungan batubara, posisi geotektonik merupakan faktor

yang umum, dominan, dan memegang peranan penting. Posisi geotektonik


mempengaruhi iklim, morfologi cekungan, kecepatan sedimentasi, kecepatan
penurunan dasar cekungan, jenis flora, dan pada akhirnya akan berpengaruh
terhadap jenis batubara (coal type), derajat batubara (coal rank), dan geometri
lapisan batubara yang terbentuk.
Pada daerah bertektonik kuat, penurunan cekungan akan berjalan cepat
selama pengendapan berlangsung. Akibatnya akan berpengaruh terhadap
perbedaan petrografi dan geometri lapisan batubara serta menambah kontaminasi
mineral, seperti sulfida, klorit, dan karbonat. Cekungan batubara dapat terbentuk
diberbagai posisi dari suatu tatanan tektonik. Batubara di Sumatera Selatan terjadi
di cekungan belakang busur pada lingkungan yang sebagian besar berair payau,
sedangkan batubara Ombilin terjadi di cekungan intra-montane pada lingkungan
air tawar. Batubara di Bengkulu terjadi cekungan muka busur pada lingkungan
delta. Batubara di Kalimantan Timur pada delta yang progradasi, seperti di Delta
Mahakam.

BAB III
PENUTUP
A Kesimpulan
Gambut adalah batuan sedimen organik yang dapat terbakar berasal dari
tumpukan dan hancuran bagian dari tumbuhan yang terhumifikasi dan dalam
keadaan tertutup udara (dibawah air) tidak padat, kandungan air > 75% dan
kandungan mineral < 50% (dalam persen berat). Tahap diagenesa gambut
merupakan tahap awal pembentukan batubara, yaitu mencakup perubahan oleh
mikroba dan proses kimia. Dimulai dari pembusukan tumbuhan sampai terbentuk
gambut (peat). Pada tahap ini dicirikan oleh aktivitas bakteri aerob (membutuhkan
oksigen) dan anaerob (tidak membutuhkan oksigen). Faktor faktor yang
mempengaruhi pembentukan lumut yaitu evolusi tumbuhan, iklim, paleografi dan
tektonik.
B Saran
Gambut adalah proses awal dari pembentukan batubara. Dalam pembentukan
ini diperlukan waktu yang sangat lama. Dari proses gambut untuk mencapai
batubara memerlukan waktu yang sangat lama. Sehingga dalam penggunaannya
harus seefisien mungkin. Karena untuk proses pembentukan gambut, dan dari
gambut ke batubara memerlukan waktu yang lama. Dan untuk saat ini batubara
sangat membantu proses kerja dalam berbagai bidang industri.

Anda mungkin juga menyukai