Anitawati Umar, Andi Sarmalia, Risna Risyani, Muh.Danawir Alwi, Hanum Latifah
Abstrak
Tujuan praktikum ini adalah untuk memaparkan kasus penyakit neonatal pada anjing.
Seekor anak anjing domestik bernama Grey yang berumur 3 bulan, memiliki warna rambut
abu-abu & coklat, berjenis kelamin jantan dengan berat badan 3 kg, bertingkah laku pasiv
(malas bergerak), suhu tubuh 38,3oC, frekuensi nadi 100x/menit, frekuensi nafas 36x/menit
dan frekuensi jantung 88x/menit. Anamnesis yang didapatkan Grey merupakan anjing liar,
pada rambutnya ditemukan ektoparasit, malas bergerak serta memiliki rambut yang
kusam,kering dan sedikit bau. Dilakukan pemeriksaan keadaan umum dengan hasil ekspresi
kepala yang lesu, posisi kepala menunduk, turgor kulit 2 detik, keadaan mata,hidung,mulut
dan telinga yang normal (tidak terdapat perubahan), sistem pernafasan saat di inspeksi,
perkusi, palpasi maupun di auskultasi dalam keadaan yang normal, sistem kardiovaskular
menunjukkan intensitas yang dangkal dengan ritme bradikardia, palpasi sistem digesti tidak
ada perubahan, daerah anus, alat perkemihan, alat gerak serta limfonodus semua
menunjukkan hasil yang normal (tidak ada perubahan). Dari hasil pemeriksaan tersebut,
dapat dikatakan bahwa Grey dalam keadaan sehat (tidak terkena penyakit neonatal), namun
perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut mengenai pemeriksaan parasitik. Terapi yang dapat
diberikan yaitu pemberian vitamin, obat anti parasit serta grooming. Kesimpulan yang dapat
diambil dari anamnesa serta penemuan klinis yakni Grey dalam keadaan sehat hanya saja
perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut yakni pemeriksaan parasitik. Karena dalam
praktikum kali ini tidak ditemukan adanya gejala-gejala yang mengarah ke penyakit neonatal
seperti Distemper, Canine parvovirus maupun Canine parainfluenza maka hanya dilakukan
perbandingan antara hewan yang sehat dengan hewan yang terserang penyakit-penyakit
neonatal tersebut.
Kata kunci : Anjing, Distemper, Canine parainfluenza, Canine parvovirus
Pendahuluan
Penyakit neonatal merupakan
penyakit yang menyerang pada individuindividu yang baru lahir. Penyakitpenyakit neonatal pada anjing antara lain
a. Canine Distemper
Etiologi
Distemper merupakan penyakit
yang sangat menular disebabkan oleh virus
Canine distemper virus dari family
Paramyxoviridae yang mirip dengan virus
yang menyebabkan penyakit cacar pada
manusia. Di dunia, distemper merupakan
penyakit yang menyebabkan banyak
kematian pada anjing.
Anjing yang
terkena virus ini akan menumpahkan
virusnya melalui sekresi tubuh. Menghirup
virus merupakan sumber penularan
pertama (Eldredge, et.al, 2007).
Menurut Headley dan Graca (2000)
menyatakan bahwa sebagian besar kasus
canine distemper terjadi pada musim
dingin. Selain itu, kasus infeksi virus
distemper juga dipengaruhi oleh umur
serta ras. Kejadian distemper sering terjadi
pada anjing yang masih muda dan belum
divaksinasi (Erawan et al. 2009). Anjing
dengan bentuk kepala yang panjang seperti
German Sheperd, Fox, Siberian Husky dan
Doberman lebih peka terkena distemper
dibandingkan
dengan
anjing
yang
memiliki bentuk kepala yang pendek
(Headley dan Graca 2000).
Canine distemper virus
peka
terhadap sinar ultraviolet, pemanasan dan
kekeringan. Virus distemper akan rusak
pada suhu 50-60oC selama 30 menit.
Ukuran virus distemper cukup besar
berkisar antar 150-250 nm, merupakan
virus
single-stranded
RNA
yang
diselubungi oleh lipoprotein (Deem et al.
2000).
Gejala Klinis
Virus distemper menyerang sel
otak, kulit, konjunctiva, membarana
mukosa, sistem respirasi serta sistem
digestiv. Tanda klinis awal dari distemper
muncul 6-9 hari setelah terpapar dan pada
kasus yang ringan gejala tidak terdeteksi.
Gejala awal yang ditimbulkan penyakit ini
antara lain demam mencapai 39,4oC 40,
Lanjutan
dan
b. Canine parvovirus
Etiologi
Parvovirus pada anjing merupakan
tambahan baru pada kelompok virus
Parvoviridae
dan memiliki sifat-sifat
kimia-fisis yang mirip dengan anggotaanggota lainnya pada famili tersebut. Virus
ini merupakan virus yang paling kecil dari
semua agen-agen viral dengan diameter
rata-rata 20 nanometer (18 nm - 22 nm),
tidak berselubung, simetri icosahedral dan
memiliki singgle-stranded DNA/DNA
bertangkai tunggal (Bachmann, 2000).
Infeksi Canine Parvovirus (CPV)
memiliki tingkat mortalitas yang sangat
Lanjutan
dan
Lanjutan
dan
c. Canine parainfluenza
Etiologi
Canine parainfluenza virus (CpiV2) merupakan virus RNA berantai tunggal
dari family Paramyxoviridae dan berelasi
dengan virus simian yang sangat menular.
Infeksinya dapat mengenai anjing semua
umur yang belum pernah terinfeksi atau
mendapatkan vaksinasi mengakibatkan
gejala klinis ringan yang terbatas pada
traktus respirasi atu infeksi yang secara
klinis tidak memperlihatkan gejala nyata.
(Mosallanejad et.al., 2009).
Gejala Klinis
Infeksi tunggal Parainfluenza pada
anjing akan menimbulkan gejala klinis
gangguan respirasi yang ringan atau
infeksi yang secara klinis tidak
memperlihatkan gejala yang nyata. Gejala
Hasil Praktikum
Kesimpulan
Diskusi
Dari hasil pemeriksaan klinis
praktikum demonstrasi klinik yang kami
lakukan, anjing yang menjadi pasien kami
tidak sedang terinfeksi penyakit apapun
(anjing dalam keadaan sehat). Dilihat dari
suhu tubuh, frekuensi nafas, frekuensi
pulsus, yang normal. Frekuensi jantung
yang sedikit menurun dan melemah
(bradikardia) yang mungkin terjadi akibat
anjing yang lelah (dalam keadaan istirahat)
sehingga kerja jantung juga menurun.
Turgor kulit yang normal tidak mengalami
dehidrasi, tidak terdapat nasal dan ocular
discharge yang biasanya ditemukan pada
pada
kasus
distemper,
maupun
parainfluenza yang biasanya menunjukkan
gejala tersebut. Tidak ditemukan adanya
diare berdarah maupun kesakitan saat
palpasi daerah abdomen yang biasanya
ditemukan pada kasus distemper maupun
parvovirus yang menyebabkan anjing
terkena diare berdarah, berbau anyir (pada
parvo) maupun kesakitan saat bagian
abdomen dipalpasi. Daerah sekitar anus
juga bersih tidak ada tanda-tanda bahwa
anjing pernah mengalami diare. Anjing
juga tidak menunjukkan reaksi batuk saat
bagian trakea di perkusi. Pada kasus
parainfluenza akan ditemukan refleks
batuk karena salah satu gejala dari
penyakit tersebut adalah batuk. Alat gerak
juga normal tidak ditemukan kepincangan,
tremor atau spasmus otot. Limfonodus
juga tidak mengalami pembesaran.
Namun, rambut anjing kusam,
kering, bau serta ditemukan beberapa
ektoparasit yang berjalan di permukaan
kulit. Sehingga dianjurkan untuk diberi
terapi
dengan
pemberian
vitamin,
antiparasit serta grooming agar kotoran-
Pustaka Acuan
A.Ellis, Jhon. 2012. A review of canine
parainfluenza virus infection in dogs.
Vetmed
Bachmann, P. Pereirarology. A. , M. D.
Hoggan, J. L. Melnick, H. G. and C.
Vago. 2000. Parvoviridae. Intervi- 5 :
531-536.
Carlson, D. G. and J. 1'1. Giffin. 2002.
Canine Parvovirus (CPV). in Dog
Owner's Home Veterinary Handbook,
1st Ed. Howell book House Inc. New
York.
Deem SL, Spelman LH, Yates RA,
Montali RJ. 2000. Canine Distemper In
Teresterial Carnivores: A Review.
Journal of Zoo and Wildlife Medicine
31(4): 441451
Eldredge Debra, et.al., 2007. Dog Owners
Home Veterinary Handbook. New
Jersey : Wiley Publishing
Erawan IGMK, Suartha IN, Batan IW,
Budiari ES, Mustikawati D. 2009.
Analisis Faktor Risiko Penyakit
Distemper pada Anjing di Denpasar.
Jurnal veteriner 10(3)
Headley SA, Graca DL. 2000. Canine
distemper: epidemiological finding of
250 cases. Brazilian Journal of
Veterinary
Science 37
Research
and
Animal
Lampiran