UNIVERSITAS
ISLAM
INDONESIA
FAKULTAS
KEDOKTERAN
Nama Dokter Muda
NIM
Tanggal Ujian
Rumah sakit
Gelombang Periode
I.
IDENTITAS PASIEN
Nama
Jenis Kelamin
Umur
Alamat
Agama
Bangsal
Pekerjaan
Tanggal Masuk
Nomor RM
II.
Tanda Tangan
:
:
:
:
:
:
:
:
:
Nn. PR
Perempuan
19 tahun
Banjarkerta, Karanganyar, Purbalingga
Islam
Flamboyan
Mahasiswi
31 Juli 2015
462577
ANAMNESIS
Diberikan oleh : Pasien
Keluhan Utama
: Gusi berdarah
bintik kemerahan di kulit tangan dan kaki, dan memar-memar pada kedua
tungkai.
Riwayat Penyakit Dahulu
:
Riwayat keluhan serupa sebelumnya (+) di bulan April 2015 kemudian
mondok.
Pasien sering memar-memar pada lengan atau tungkainya tanpa sebab
apapun.
Riwayat pengobatan rutin ke dokter spesialis penyakit dalam (+) sejak 1,5
tahun yang lalu karena anemia.
Riwayat kelainan darah disangkal.
Riwayat perdarahan banyak disangkal.
Riwayat kanker disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga
:
Riwayat anemia pada ayah atau ibu disangkal.
Riwayat kelainan darah pada ayah atau ibu disangkal.
Riwayat kanker pada ayah atau ibu disangkal.
Lingkungan dan Kebiasaan
:
Tidak ada yang spesifik dari lingkungan dan kebiasaan pasien.
III.
IV.
: 110/70 mmHg
: 92 kali/menit
: 18 kali/menit
: 36,3 C
: cukup
: compos mentis
:
:
:
: gizi baik
:
(Gambarkan pada skema di atas jika ada kelainan lokal dan berikan
keterangan secukupnya)
B. Pemeriksaan Kepala
1. Mata
: Konjungtiva anemis
: (+/+) minimal
Sklera ikterik
: (-)
2. Hidung
: Discharge
: (-/-)
Epistaksis
: (-/-)
Deviasi
: (-)
Nyeri tekan hidung
: (-/-)
Nyeri tekan sinus paranasal : (-/-)
3. Telinga
: Kelainan bentuk telinga
: (-/-)
Discharge
: (-/-)
Benjolan
: (-/-)
Pembesaran limfonodi
: (-/-)
Nyeri tekan
: (-/-)
4. Mulut
: Bentuk bibir
: normal, tampak pecah-pecah
Pucat
: (-)
C. Pemeriksaan Leher
1. Inspeksi : Benjolan/ massa
Pembesaran limfonodi
Vena jugularis
2. Palpasi
: Benjolan/ massa
Nyeri tekan
3. Pemeriksaan Trakea
Deviasi trakea
4. Pemeriksaan Kelenjar Tiroid
Pembesaran kelenjar tiroid
Pemeriksaan sudut tangensial
Ikut bergerak saat menelan
Konsistensi
Nyeri tekan
Bruit
5. Pemeriksaan Tekanan Vena Sentral
: (-)
: (-)
: (tidak dilakukan)
: (tidak dilakukan)
: (tidak dilakukan)
: (tidak dilakukan)
: (tidak dilakukan)
: (tidak dilakukan)
: (tidak dilakukan)
: (tidak dilakukan)
: (tidak dilakukan)
: (tidak dilakukan)
: (tidak dilakukan)
D. Pemeriksaan Thoraks
Jantung
Inspeksi : Sianosis sentral
: (-)
Pulsasi ictus cordis : tidak tampak
Palpasi
: Pulsasi ictus cordis : di SIC V linea midclavicularis
Perkusi
Paru
Inspeksi
Ren
Xyphoideus
: Hepar
Lien
Massa abdomen
Nyeri tekan
Spasme otot
: Nyeri ketok ginjal
: (-)
: (-)
: dalam batas normal
: dalam batas normal
: (+)
: (-)
: tak tampak
: tak tampak
: (+) normal
: (+)
: SIC V linea midclavicularis
: 2 cm di bawah processus
: tidak teraba
: tidak teraba
: (-)
: (-)
: (-)
: (-/-)
F. Pemeriksaan Ekstremitas
Lengan
: teraba hangat (+), purpura (+/+)
Tangan
: teraba hangat (+), edema (-/-), purpura (+/+)
Kaki
: teraba hangat (+), pulsasi arteri dorsum pedis (+/+)
edema (-/-), purpura (+/+), lebam tungkai (+/+)
V.
Dari pemeriksaan fisik Nn. PR, 19 tahun, didapatkan keadaan umum cukup,
bibir tampak pecah-pecah (+), purpura di ekstremitas atas dan bawah (+/+),
lebam di ekstremitas bawah (+/+).
VI.
DAFTAR
MASALAH
PASIEN
(BERDASARKAN
DATA
VII.
VIII.
IX.
DIAGNOSIS
Evans Syndrome
Gastroenteritis Akut
DIAGNOSIS BANDING
RENCANA TINDAKAN
A. Tindakan Terapi (di IGD)
- Infus NaCl 20 tpm
- Inj. Ranitidine 2 x I amp iv
- Inj. Ondancentron 3 x I amp iv
- Inj. Ceftriaxone 2 x 1 g (skintest)
- Syr. Antasid 3 x II Cth ac
- Tab. Diaform 3 x II tab (tiap BAB)
- Tab. Curcuma 2 x I tab pc
B. Tindakan Terapi (di Bangsal)
- Hidrasi Infus NaCl 20 tpm
- Steroid Inj. Metilprednisolon 2 x 62.5 mg iv
- Antiemetic Inj. Ondancentron 2 x I amp iv
- Antiperdarahan Inj. Asam Traneksamat 3 x II amp iv
- Pemicu faktor pembekuan darah Inj. Vitamin K 3 x II amp iv
- Antibiotic Tab. Ciprofloxacin 2 x I tab
- Antidiare Tab. Diaform 3 x II tab
- PPI Cap. Lansoprazol 1-0-1
- Pelindung mukosa lambung Tab. Sucralfat 3 x I tab
- Penurun asam lambung Syr. Antacid 3 x II Cth ac
- Pengganti trombosit Transfusi TC 6 kolf
Bila AT > 20 x 103/L Transfusi PRC 1 kolf/hari hingga Hb > 8
mg/dL
C. Rencana Pemeriksaan Penunjang
5
X.
Laboratorium Darah
8.1
6.4
27
2.6
1
31
31
101
mg/dL
x 103 / L
%
x 106 / L
x 103 / L
pg
g/dL
fL
0
0
77
17
6
%
%
%
%
%
6.0
3.5
20
1.9
2
31
30
104
mg/dL
x 103 / L
%
x 106 / L
x 103 / L
pg
g/dL
fL
1
0
71
22
6
%
%
%
%
%
EVANS SYNDROME
A. DEFINISI
Evans Syndrome adalah suatu penyakit autoimun di mana antibody
menyerang sel darah merah dan trombosit mereka sendiri yang menyebabkan
anemia hemolitik autoimun dan trombositopenia karena imun.
Evans syndrome adalah kondisi yang sangat jarang ditemukan karena
diagnosis penyakit ini hanya ditemukan di 0.8% sampai 3.7% dari keseluruhan
pasien dengan ITP (Purpura Trombositopeni Ideopatik) ataupun AIHA
(Anemia Hemolitik Autoimun).
B. ETIOLOGI
Penyebab pasti dari Evans Syndrome sampai saat ini belum diketahui
secara pasti. Sindrom ini pertama kali dijelaskan oleh RS Evan dan kawankawan pada tahun 1951.
C. PATOFISIOLOGI
Walaupun Evans Syndrome muncul sebagai panyakit yang disebabkan
oleh autoimun, sampai saat ini patofisiologi yang jelas masih belum diketahui.
Kebanyakan penelitian hanya mempunyai sedikit jumlah pasien dan
interpretasi dari hasil penelitian sulit dibuat karena beberapa kasus Evans
Syndrome ini ternyata juga memiliki sitopenia autoimun sekunder yang
merupakan bagian dari autoimun limfoproliferatif sindrom. Bagaimanapun,
masih ada beberapa bukti abnormalitas di kedua sel dan imunitas humoral
pada Evans Syndrome yang secara langsung menyerang antigen spesifik yang
terdapat pada sel darah merah, platelet dan neutrofil.
Pada penelitian Wang et al (1983) yang menggunakan 6 anak yang
menderita penyakit ini menemukan adanya penurunan persentase dari IgG,
IgM, IgA, dan T4 sel, serta peningkatan persentase T8 sel dan penurunan
yang nyata dari rasio T4:T8 dibandingkan orang normal dan pasien dengan
ITP kronis, dan ini berhubungan dengan sitopenia pada pasien. Abnormalitas
tersebut
umur 12 tahun dengan Evans Syndrome. Walaupun jumlah CD4 dan CD8
nya menurun, menariknya penurunan rasio tersebut tetap bertahan walaupun
telah dilakukan splenektomi. Mereka juga menemukan kenaikan produksi IL10 dan IF- sehingga mereka mengemukakan ini disebabkan oleh aktivasi
autoreaksi, produksi antibodi sel B. Bagaimanapun, abnormalitas dari
imunitas selular masih belum jelas seperti yang terlihat pada keadaan
autoimun dan infeksi virus. Dan keadaan ini tidak spesifik dengan Evans
Syndrome.
Sekalipun frekuensi dari hematopoesis sel spesifik autoantibodi pada
pasien Evans Syndrome diketahui, namun masih sedikit sekali informasi yang
menyatakan tentang target antigen. Perubahan di serum imunoglobulin level
pada Evans Syndrome dilaporkan pada beberapa penelitian namun semuanya
tidak mempunyai jumlah yang konsisten ataupun spesifik.
Apoptosis dari limfosit yang telah teraktivasi sangat berpengaruh pada
homeostatis imunitas tubuh. Protein permukaan sel Fas (CD95) dan ligannya
memainkan peranan penting dalam mengatur apoptosis limfosit. Rusaknya
permukaan fas dan ligannya menyebabkan penumpukan jumlah limfosit tua
dan menyebabkan penyakit autoimun pada tikus. Hasil dari beberapa
penelitian menyatakan rusaknya fase apoptosis limfosit oleh karena mutasi
gen fas yang menyebabkan sindrom autoimun limfoproliferatif berat pada
manusia.
D. MANIFESTASI KLINIS
Pasien dengan AIHA dan ITP dapat muncul satu per satu ataupun
bersamaan. Perkembangan sitopenia yang kedua ini bisa muncul setelah
berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun setelah sitopenia pertama dan
mengakibatkan diagnosisnya tertunda.
Manifestasi klinisnya bisa dari anemia hemolitiknya, seperti tampak
pucat, lemas, atau gagal jantung pada kasus yang berat. Manifestasi klinis dari
ITP seperti munculnya petekie, purpura, memar, dan perdarahan mukokutan.
E. DIAGNOSIS
Kriteria diagnosis Evans Syndrome:
F. TATALAKSANA
Tatalaksana untuk Evans Syndrome masih meragukan sampai saat ini.
Sindrom ini bisa berulang dan respon terhadap pengobatan masih sangat
bervariasi bahkan dalam individu yang sama. Indikasi pengobatan juga belum
ditemukan pada penelitian. Bagaimanapun sangat berguna untuk mengobati
pasien secara simptomatis.
Sampai saat ini belum ada RCT dalam Evans Syndrome dan beberapa
penelitian yang sudah-sudah hanya menggunakan sedikit sekali pasien.
Lini Pertama
Pengobatan lini pertama yang paling sering digunakan yaitu kortikosteroid
dan/atau imunoglobulin intravena. Pada keadaan akut, transfusi darah atau
platelet bisa diberikan untuk mengurangi gejala.
Kortikosteroid merupakan obat lini pertama dengan hasil yang lumayan.
Dari beberapa penelitian banyak yang mengalami perbaikan walau tidak
sampai tahap sembuh. Dosis Prednisolon yang digunakan sangat bervariasi
dari 1 mg/kg BB/hari sampai 4 mg/kg BB/hari. Bahkan respon yang bagus
juga ada pada pemberian dosis besar Metilprednisolon intravena 30 mg/kg
BB/hari untuk 3 hari, kemudian 20 mg/kg BB/hari untuk 4 hari,
dilanjutkan 10,5,2,1 mg/kg BB/hari untuk tiap minggunya.
Imunoglobulin intravena diberikan pada pasien yang memiliki inefektif
steroid atau pasien yang tidak bisa menerima dosis tinggi. Dosis yang
biasa digunakan 2 g/kg BB dalam dosis terbagi.
Lini kedua
Pengobatan lini kedua meliputi imunosupresif agen (siklosporin,
mikopenolat mofetil dan danazol), rituximab dan kemoterapi (vincristine),
splenektomi juga termasuk pengobatan lini kedua. Pemilihan obat ini
tergantung dari kriteria klinis seperti umur pasien, beratnya penyakit dan
riwayat pengobatan sebelumnya.
Pengobatan menggunakan siklosporin digunakan dosis 5 mg/kg BB 2 kali
sehari
bisa
digunakan
bersamaan
dengan
prednisolon.
Menurut
10
11