BAB 1. PENDAHULUAN
kematian sel (Panjaitan et al., 2007). Salah satu pemeriksaan laboratorium pada
kerusakan hati adalah pemeriksaan integritas hepatosit dengan pengukuran serum
yaitu enzim sitosol sel hati Serum Glutamic Pyruvic Transaminase (SGPT).
(Wibowo, 2005)
Antioksidan adalah senyawa kimia yang dapat menyumbangkan satu atau
lebih elektron kepada radikal bebas, sehingga radikal bebas tersebut dapat
diredam (Kuncahyo, 2007). Ada dua cara dalam mendapatkan antioksidan, yaitu
dari luar tubuh (eksogen) dan dalam tubuh (endogen). Antioksidan eksogen
didapat dengan mengkonsumsi makanan dan minuman yang mengandung vitamin
C dan E, -karoten maupun antioksidan sintetik seperti BHA, BHT dan TBHQ.
Contoh antioksidan endogen adalah enzim superoksida dismutase (SOD),
glutation peroksidase (GSH.Px) dan katalase. Antioksidan endogen sering kali
tidak mampu mengatasi stress oksidatif yang berlebih sehingga diperlukan
antioksidan eksogen untuk mengatasinya (Hartanto, 2012).
Indonesia memiliki banyak tanaman yang diketahui memiliki aktivitas
antioksidan, salah satunya yaitu daun katuk (Sauropus androgynus (L) Merr).
Masyarakat biasa menggunakan daun katuk sebagai obat diare, demam, bisul serta
memperlancar air susu ibu (ASI)(Andari, 2010).
Daun katuk memiliki kandungan minyak atsiri, sterol, saponin, flavonoid,
asam-asam organik, asam-asam amino, alkaloid, dan tannin (Khalasa et-al., 2013).
Flavonoid merupakan kandungan yang memiliki aktivitas antioksidan dalam daun
katuk, dengan jumlah sekitar 143 mg/100 g fw. Daun katuk, dengan kadar
flavonoid tersebut, adalah ekstrak yang memiliki kadar flavonoid tertinggi dari
sebelas ekstrak yang diuji dalam penelitian terdahulu (Andarwulan et-al., 2010).
Mekanisme kerja flavonoid sebagai antioksidan adalah dengan cara menghelat
logam dan menangkap oksigen radikal dan radikal bebas atau sebagai scavenger,
dan
menghambat
kerja
enzim
prooksidan
antara
lain
lipoxygenase,
menyebutkan ekstrak etanol 80% lebih baik dalam mendukung efek antioksidan
dari daun katuk dibandingkan dengan etanol 96% (Arista, 2013).
Berdasarkan latar belakang di atas, diperlukan suatu penelitian mengenai
uji aktivitas antioksidan ekstrak etanol 80% daun katuk.
Untuk mengetahui
peningkatan kadar SGPT pada tikus putih galur wistar (Rattus novergicus)
yang diinduksi CCl4.
2. Untuk mengetahui hubungan dosis respon ekstrak etanol 80% daun katuk
(Sauropus androgynus (L) Merr) dalam mencegah peningkatan kadar
SGPT pada tikus putih galur wistar (Rattus novergicus) yang diinduksi
CCl4.
OH
ROO
H2O2
1
O2
NO.
ONOO
HOCl
Inisiasi
ROOH + logam(n)
X + RH
b.
ROO + Logam(n-1) + H+
R + XH
Propagasi
R + O2
ROO
ROO + RH
ROOH + R
c.
Terminasi
ROO + ROO
ROOR + O2
ROO + R
ROOR
R + R
RR (Pazil, 2009)
bebas
triklorometil
(CCl3)
dalam
retikulum
endoplasmik
hati.
2.3. Antioksidan
Antioksidan adalah senyawa kimia yang dapat menyumbangkan satu atau
lebih elektron kepada radikal bebas, sehingga radikal bebas tersebut dapat
diredam. Penggunaan senyawa antioksidan juga anti radikal saat ini semakin
meluas seiring dengan semakin besarnya pemahaman masyarakat tentang
peranannya dalam menghambat penyakit degeneratif seperti penyakit jantung,
arteriosklerosis, kanker, serta
dalam industri farmasi, tetapi juga digunakan secara luas dalam industri makanan,
industri petroleum, industri karet, dan sebagainya (Kuncahyo, 2007).
Antioksidan memberikan perlindungan pada hati secara langsung maupun
tidak langsung. Secara langsung, antioksidan melindungi sel hati dari gangguan
radikal bebas dengan mekanisme menghambat oksidasi radikal bebas. Secara
tidak langsung, antioksidan menjaga fungsi hati dengan menetralisir radikal bebas
10
yang dapat mengganggu fungsi hati misalnya dengan menetralisir radikal bebas
yang dapat menghambat laju asupan nutrisi dan mineral yang dibutuhkan hati
untuk kelangsungan fungsi hati. (Joniada, 2011)
Chelators/Sequesstrants.
Antioksidan
primer
mengikuti
mekanisme
pemutusan rantai reaksi radikal dengan mendonorkan atom hidrogen secara cepat
pada suatu lipid yang radikal, produk yang dihasilkan lebih stabil dari produk
inisial. Contohnya flavonoid, tokoferol, senyawa thiol, yang dapat memutus rantai
reaksi propagasi dengan menyumbang elektron pada peroksi radikal dalam asam
lemak. Antioksidan sekunder dapat menghilangkan penginisiasi oksigen maupun
nitrogen radikal atau bereaksi dengan komponen atau enzim yang menginisiasi
reaksi radikal antara lain dengan menghambat enzim pengoksidasi dan
menginisiasi enzim pereduksi atau mereduksi oksigen tanpa membentuk spesies
radikal yang reaktif. Contohnya adalah sulfit, vitamin C, betakaroten, asam urat,
bilirubin dan albumin. Antioksidan tersier merupakan senyawa yang memperbaiki
sel-sel jaringan yang rusak karena serangan radikal bebas. Contohnya adalah
metionin sulfoksidan reduktase yang dapat memperbaiki DNA dalam inti sel.
Enzim tersebut bermanfaat untuk perbaikan DNA pada penderita kanker. Oxygen
Scavenger bekerja dengan mengikat oksigen sehingga tidak mendukung oksidasi.
Chelators/Sequesstrants berkerja dengan cara mengikat logam yang mampu
mengkatalisis reaksi oksidasi seperti asam sitrat dan asam amino. (Joniada, 2011)
11
2.4. Vitamin E
Vitamin E adalah vitamin yang larut lemak dan dibutuhkan tubuh. Vitamin
E dapat disimpan didalam tubuh sehingga tidak harus dikonsumsi setiap hari.
Vitamin E biasanya dicerna bersama makan yang mengandung lemak. Makanan
yang mengandung vitamin E diantaranya adalah minyak zaitun, kacang, kuning
telur, margarin, soya, keju dan sayuran hijau (Colombo, 2010).
Vitamin E berfungsi melindungi asam-asam lemak dari oksidasi dengan
cara menangkap radikal-radikal bebas. Radikal vitamin E bersifat stabil dan tidak
bereaksi dengan asam-asam lemak PUFA. Dari penelitian yang dilakukan secara
in vitro diperoleh informasi bahwa antara vitamin E terdapat interaksi yang
bersifat senergistik dalam fungsinya sebagai antioksidan. Vitamin E berperan
sebagai antioksidan lipofilik. Vitamin E dalam pakan akan dideposit ke dalam
daging banyaknya Vitamin E yang dideposit (mg/kg) tergantung pada dosis
vitamin E dalam pakan dan lamanya pemberian (Rukmiasih et-al., 2011)
12
Kingdom
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Subdivisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledonae
Ordo
: Euphorbiales
Famili
: Euphorbiaceae
Genus
: Sauropus
Spesies
13
berbentuk bulat seperti daun kelor. Permukaan atas daun berwarna hijau gelap,
sedangkan permukaan bawah daun berwarna hijau muda. Produk utama tanaman
katuk berupa daun yang masih muda. Daun katuk sangat potensial sebagai sumber
gizi karena memiliki kandungan gizi yang setara dengan daun singkong, daun
papaya, dan sayuran lainnya (Manik, 2011).
14
ml dengan metode maserasi, lalu pelarutnya diuapkan. Etanol 80% dipilih sebagai
pelarut dikarenakan etanol 80% memiliki nilai EC50 lebih rendah jika
dibandingkan dengan etanol 96%. Menurut Arista (2013), ekstrak etanol 80%
daun katuk lebih baik sebagai pengikat radikal bebas dibandingkan dengan
ekstrak etanol 96% daun katuk. Hal ini dikarenakan adanya kemungkinan
senyawa yang berperan sebagai antioksidan lebih bersifat polar dan lebih banyak
terekstrak pada etanol 80% (Arista, 2013)
Jumlah
1.
Kalori (kal)
59
2.
Protein (g)
4,8
3.
Lemak (g)
1,0
4.
Karbohidrat (g)
11,0
5.
Kalsium (g)
204
6.
Fosfor (g)
83
7.
Besi (mg)
2,7
8.
-karoten (g)
10370
9.
Thiamin (mg)
0,10
10.
239
11.
Air (%)
81
12.
Vitamin C (mg)
66
13.
1436
15
2.6. Flavonoid
Flavonoid merupakan salah satu kelompok senyawa metabolit sekunder
yang paling banyak ditemukan di dalam jaringan tanaman. Flavonoid termasuk
dalam golongan senyawa phenolik dengan struktur kimia C6-C3-C6. Kerangka
flavonoid terdiri atas satu cincin aromatik A, satu cincin aromatik B, dan cincin
tengah berupa heterosiklik yang mengandung oksigen dan bentuk teroksidasi
cincin ini dijadikan dasar pembagian flavonoid ke dalam sub-sub kelompoknya.
Sistem penomoran digunakan untuk membedakan posisi karbon di sekitar
molekulnya. Berbagai jenis senyawa, kandungan dan aktivitas antioksidatif
flavonoid sebagai salah satu kelompok antioksidan alami yang terdapat pada
sereal, sayur-sayuran dan buah, telah banyak dipublikasikan (Redha, 2010 dan
Joniada, 2011).
F-O. + RH
16
(Andarwulan et al., 2010). Senyawa flavonoid yang terkandung dalam daun katuk
diketahui ada enam jenis. Salah satunya adalah rutin dan lima yang lain adalah
senyawa flavonol dan flavon. Rutin dan flavonol merupakan antioksidan kuat
terhadap peroksidasi lipid (Sandhar et al., 2011; Redha, 2010 dan Wijono, 2003).
Kelas
Dosis (mg/KgBB)
1 atau kurang
Sangat toksik
1-50
Cukup toksik
50-500
Sedikit toksik
500-5000
5000-15000
(Wisnuaji, 2012)
Berdasarkan penelitian Wisnuaji yang berjudul Identifikasi Efek Toksik
Akut Jus Daun Katuk (Sauropus androgynus (L) Merr) pada Hepar Tikus Galur
Wistar disimpulkan bahwa nilai LD50 jus daun katuk pada tikus betina galur
wistar adalah >5000 mg/KgBB sehingga jus daun katuk tergolong praktis tidak
toksik pada uji toksisitas akut (Wisnuaji, 2012)
17
terletak
di
sebelah
kanan
atas
rongga
perut
di
bawah
18
dini
dari
hepatotoksik
adalah
peningkatan
enzim-enzim
19
20
retikulum endoplamik
hati
metabolisme sitokrom
P-450 2E1 (CYP2E1)
Flavonoid
triklorometil (CCl3)
radikal bebas
Atom H
Berikatan dengan
Oksigen menjadi
triklorometil peroksi
mengganggu
homeostasis Ca2+
Peningkatan SGPT
Gambar 2.3 Kerangka Konseptual Penelitian
21
Keterangan :
: merangsang
: mengikat
Kerangka konseptual pada Gambar 2.3 menjelaskan bahwa CCl4 akan
masuk ke dalam sirkulasi portal hepatik dan dimetabolisme dalam retikulum
endoplamik hati oleh sitokrom P-450 2E1 (CYP2E1) menjadi bentuk radikal
bebas triklorometil (CCl3). Selanjutnya CCl3 akan bergabung dengan Oksigen
dan membentuk radikal triklorometil peroksi (CCl3O2) yang dapat menyerang
lipid membran retikulum endoplasmik dan menyebabkan peroksidasi lipid
sehingga mengganggu homeostasis Ca2+ dan akhirnya menyebabkan kematian sel
hati. Kerusakan sel-sel hati menyebabkan menyebabkan enzim-enzim hati (SGPT)
keluar ke ekstrasel dan meningkat di sirkulasi. Kandungan ekstrak etanol 80%
daun katuk (Sauropus androgynus (L) Merr), flavonoid, berperan sebagai
antioksidan (radikal bebas scavenger) akan mendonorkan atom Hidrogen (H)
untuk mengikat radikal bebas (CCl3) dan memotong rantai radikal. Aktivitas
tersebut akan mencegah kerusakan sel-sel hati sehingga diharapkan mampu
mencegah peningkatan kadar SGPT.
22
Po
Perlakuan
7 hari
Induksi CCl4
Hari ke 8
Pengambilan serum
Hari ke 9
K(N)
Na-CMC
T1
K(-)
Na-CMC
i.p CCL4
T2
K(+)
p.o vit E
i.p CCL4
T3
p.o I
i.p CCL4
p.o II
i.p CCL4
T5
p.o III
i.p CCL4
T6
S
P1
P2
P3
Keterangan :
Po
R
S
K (N)
K (-)
T4
23
Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah Rattus novergicus Wistar Jantan yang
diperoleh dari peternak tikus yang ada di Malang.
3.3.2
Sampel
Pada penelitian ini terdapat kriteria inklusi dan eksklusi yang bertujuan
untuk membuat homogen sampel yang akan digunakan. Kriteria inklusi
sampel penelitian adalah sebagai berikut:
a. Rattus Novergicus galur wistar jantan.
b. Tikus berwarna bulu putih dan sehat(bergerak aktif).
c. Umur 2 bulan.
d. Berat 150-200 gram.
Sedangkan kriteria eksklusi sampel penelitian adalah tikus yang sakit,
yang mati sebelum proses randomisasi
24
3.3.3
Jumlah Sampel
Sampel dipilih dengan menggunakan teknik simple random sampling yang
kemudian dibagi menjadi 6 kelompok. Penelitian eksperimen dengan
rancangan acak lengkap, acak kelompok atau faktorial secara sederhana
untuk estimasi jumlah pengulangan atau besar sampel dalam penelitian ini
dapat dihitung dengan menggunakan rumus Federer sebagai berikut:
(t-1) (n-1)
15
(6-1) (n-1)
15
5(n-1)
15
5n-5
15
5n
20
Keterangan :
n
Variabel Bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah dosis ekstrak etanol 80% daun
katuk (Sauropus androgynus (L) Merr).
25
3.5.2
Variabel Terikat
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kadar SGPT tikus putih galur
wistar (Rattus novergicus).
3.5.3
Variabel Terkendali
Variabel terkendali dalam penelitian ini adalah:
a. Usia tikus
b. Jenis kelamin dan galur hewan coba
c. Berat badan tikus
d. Pemeliharaan dan perlakuan hewan coba
e. Lama perlakuan hewan coba
f. Dosis dan frekuensi pemberian CCl4
g. Frekuensi pemberian ekstak daun katuk
3.6.2
26
3.6.3
Dosis CCl4
Dosis larutan CCl4 yang digunakan adalah 1 ml/kgBB hanya diberikan 1
kali selama percobaan yaitu diberikan pada hari ke-7 setelah pemberian
proteksi ekstrak daun katuk selama 7 hari. Pemberian dosis larutan CCl4 1
mg/KgBB karena dengan dosis tersebut dalam 24 jam mampu merusak
membran sel dan komponen intrasel hati (Panjaitan et-al., 2007).
3.6.4
3.6.5
Hewan coba
Hewan coba yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus galur wistar
berjenis kelamin jantan yang sehat (bergerak aktif), berbulu putih dengan
berat badan berkisar 150-200 gram dan usia berkisar 2bulan.
Alat
27
3.7.2
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Bahan untuk pemeliharaan tikus adalah makanan standar, minuman dan
sekam.
b. Bahan untuk pembuatan ekstrak daun katuk adalah daun katuk segar,
air, etanol 80% dan Na-CMC.
c. Bahan untuk menyonde tikus adalah vitamin E, CCl4 dan ekstrak daun
katuk.
d. Tikus wistar jantan
3.8.2
3.8.3
a. Kelompok K(N)
: Pemberian Na-CMC 1 % 3 ml
b. Kelompok K(-)
c. Kelompok K(+)
28
d. Kelompok P1
e. Kelompok P2
f. Kelompok P3
3.8.4
3.8.5
Dosis Vitamin E
Beradasarkan penelitian terdahulu, dosis vitamin E sebesar 7 mg/200
g/bb/hari pada tikus dapat digunakan sebagai antioksidan (Suarsana,
2011).
3.8.6
Penginduksian CCl4
Masing-masing tikus pada kelompok (-),(+),(P1),(P2) dan (P3) diberi CCl4
secara intraperitoneal dengan dosis 1 mg/KgBB.CCl4 hanya diberikan 1
29
kali selama percobaan yaitu pada hari ke-8. Pengamatan dilakukan sampai
dengan 24 jam setelah pemberian. Selanjutkan dilakukan pengukuran
terhadap kadar SGPT (Panjaitan et al., 2007).
3.8.7
Pemeriksaan SGPT
Pemeriksaan SGPT dilakukan di Laboratorium Klinik Piramida dengan
menggunakan metode kinetik rekomendasi dari International Federation
of Clinical Chemistry (IFCC). Sampel yang digunakan yaitu (1) Serum, (2)
Plasma: Li-heparin atau K2-EDTA plasma.
3.8.8
a. Kelompok K(N)
b. Kelompok K(-)
c. Kelompok K(+)
d. Kelompok P1
e. Kelompok P2
f. Kelompok P3
30
31
Didiamkan semalan
Disaring, pisahkan ampas dan filtrat
Filtrat
Ampas
Dimaserasi kinetik ulang 3 kali
Dikumpulkan
32
Randomisasi
K(N)
K(-)
P1
P2
Vit E 7
Ekstrak
Ekstrak
Ekstrak
K(+)
P3
Na-CMC 3
Na-CMC 3
mg/200
daun katuk
daun katuk
daun katuk
ml peroral,
ml peroral
g/bb/hari
2800 mg/
4200mg/
5600mg/
selama 7
selama 7
selama 7
kgBB
kgBB
kgBB
hari
hari
hari
selama 7
selama 7
selama 7
hari
hari
hari
Analisis Statistik
33
4.1.2
hari, kemudian pada hari ke-8 diberikan induksi CCl4 pada semua kelompok
kecuali kelompok K (N). Penghitungan kadar SGPT serum darah sampel
penelitian dilakukan di Laboratorium Klinik Piramida dengan menggunakan
metode kinetic pada hari ke 9. Data SGPT dari masing-masing kelompok dapat
dilihat pada lampiran. Rata-rata kadar SGPT serum tikus berdasarkan data
tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Hasil Kadar SGPT
Kelompok Perlakuan
K(N)
83,7515,22
K(-)
203,2530,68
K(+)
17158,58
P1
116,7560,6
P2
1098,45
P3
94,2564,75
Hasil pemeriksaan kadar SGPT serum darah tikus dalam bentuk grafik
terdapat pada gambar di bawah ini.
34
203,2530,68
17158,58
83,7515,22
116,7560,6
1098,45
94,2564,75
Tabel 4.1 dan Gabar 4.1 memperlihatkan bahwa kelompok K(-) yang
diberikan induki CCl4 memiliki kadar SGPT yang lebih tinggi daripada kelompok
K(N). Hal ini menunjukkan pemberian CCl4 dapat meningkatkan kadar SGPT jika
dibandingkan dengan kelompok K(N) yang hanya diberikan Na CMC 1%. Pada
kelompok K(+) yang diberikan CCl4 dan vitamin E terlihat terjadi penurunan
kadar SGPT dibandingkan K(-). Berdasarkan tabel dan gambar diatas terlihat
adanya penurunan SGPT pada kelompok dosis ekstrak daun katuk yaitu P1, P2
dan P3 dibandingkan kelompok K(-).
Data persentase pencegahan peningkatan kadar SGPT dapat digunakan
untuk mengetahui efek dari perlakuan pada kelompok perlakuan dosis ekstrak
daun katuk dalam menurunkan kadar SGPT. Hasil perhitungan persentase
penurunan kadar SGPT terhadap kelompok K(-) dapat dilihat pada tabel 4.2.
Tabel 4.2 Persentase Pencegahan Peningkatan SGPT
Kelompok Perlakuan
P1
42,81 %
P2
46,38 %
P3
53,63 %
35
4.1.3
Analisis Data
Uji normalitas yang digunakan pada analisis data penelitian ini adalah uji
36
kelompok mana yang memiliki perbedaan selisih rerata kadar SGPT tikus yang
signifikan.
Berdasarkan hasil uji LSD kadar SGPT antar kelompok perlakuan diketahui
bahwa kelompok K(N) berbeda signifikan dengan kelompok K(-), dan K(+),
tetapi tidak berbeda signifikan terhadap kelompok P1, P2 dan P3. Kelompok K(-)
berbeda signifikan dengan kelompok K(N), P1, P2 dan P3. Kelompok K(+) hanya
berbeda signifikan dengan K(N) dan P3. Antar kelompok P1, P2 dan P3
menunjukkan hasil yang tidak berbeda signifikan.
Uji korelasi pada penelitian ini menggunakan uji Pearson Correlation.
Untuk hubungan antara dosis ekstrak daun katuk dengan penurunan kadar SGPT
diperoleh nilai sig = 0,113. Nilai tersebut menunjukkan bahwa korelasi antar
ketiga dosis ekstrak daun katuk adalah tidak bermakna. Nilai Pearson Correlation
sebesar -0,984 menunjukkan korelasi negatif.
4.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian, dapat dilihat bahwa rata-rata kadar SGPT
kelompok K(N) adalah 83,75 U/L. Berdasarkan rata-rata kadar tersebut dapat
diketahui bahwa pemberian Na CMC 1% pada K(N) tidak mempengaruhi kadar
SGPT. Jika dibandingkan dengan kelompok
signifikan (p < 0,05), kelompok K(-) yang diberikan CCl4 1 ml/kgBB terlihat
adanya peningkatan rata-rata kadar SGPT dengan nilai 203,25 U/L. Dari hasil
tersebut, pemberian karbon tetraklorida (CCl4) dapat meningkatkan kadar SGPT.
CCl4 akan masuk kedalam sirkulasi portal hepatik dan dimetabolisme oleh enzim
sitokrom P450 2E1 (CYP2E1) menjadi radikal bebas triklorometil (CCl3) dalam
retikulum endoplasmik hati. Triklorometil dengan oksigen akan membentuk
radikal triklorometil peroksi (CCl3O2) yang dapat menyerang lipid membran
retikulum endoplasmik dan menyebabkan peroksidasi lipid sehingga mengganggu
homeostasis Ca2+ dan akhirnya menyebabkan kematian sel (Panjaitan et al.,
2007).
Kelompok K(N) dibandingkan dengan kelompok P1, P2 dan P3 tidak
memiliki perbedaan yang signifikan. Ini berarti kelompok P1, P2 dan P3 yang
37
masing diberi dosis ekstrak 2800, 4200 dan 5600 mg/ kgBB dapat menurunkan
kadar SGPT mendekati kelompok K(N) yang sebagai kontrol normal.
Berdasarkan gambar 4.1, grafik kadar SGPT dari masing-masing dosis
menunjukkan bahwa penambahan dosis dapat menambah pencegahan peningkatan
kadar SGPT tikus wistar. Hal ini sesuai dengan penelitian terdahulu yang menjadi
acuan penelitian ini. Penelitian terdahulu yang memakai mencit sebagai hewan
coba, menunjukkan dosis 800 mg/ kgBB memiliki kadar SGPT paling rendah
(Joniada, 2011).
Kelompok K(N) memiliki perbedaan yang signifikan dengan kelompok
K(+). Kelompok K(+), sebagai kontrol positif yang diberi vitamin E 7
mg/200g/bb/hari diharapkan dapat mencegah peningkatan kadar SGPT agar dapat
dijadikan tolak ukur pencegahan pengingkatan SGPT dari ekstrak etanol 80%
daun katuk. Vitamin E dipilih sebagai kontrol positif karena mekanisme kerja dari
vitamin E sama dengan flavonoid dari ekstark daun katuk yang berfungsi
melindungi asam-asam lemak dari oksidasi dengan cara menangkap radikal bebas
(Rukmiasih et-al., 2011). Dalam penelitian ini terjadi sebaliknya. Jika
dibandingkan dengan kelompok K(-), kelompok K(+) tidak memiliki perbedaan
yang signifikan. Ini berarti terjadi sesuatu yang menghambat mekanisme
perlindungan dari vitamin E terhadap kerusakan yang disebabkan CCl4. Ternyata
dalam pemberiannya, CCl4 selain mengakibatkan perusakan lipid membran, CCl4
juga menghambat kerja berbagai antioksidan enzimatik seperti superoxide
dismutase (SOD), katalase (CAT) dan hepatik glutation (GSH) (Ganie et al,
2010). GSH sendiri berfungsi mengubah radikal vitamin E, yang terbentuk setelah
vitamin E mengikat radikal bebas, menjadi vitamin E kembali. Karena GSH
dihambat oleh CCl4, vitamin E tetap dalam bentuk radikal dan menjadi
prooksidan, sehingga terjadilah perusakan sel hati (Lone et al, 2013).
Kelompok K(-) memiliki perbedaan yang signifikan dengan kelompok P1,
P2 dan P3. Hal ini menunjukkan bahwa pada ketiga kelompok tersebut dengan
dosis masing-masing 2800, 4200 dan 5600 mg/kgBB mampu menurunkan kadar
SGPT secara signifikan terhadap kelompok K(-). Penurunan kadar SGPT pada
ketiga kelompok menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun katuk memiliki
38
kemampuan sebagai hepatoprotektor dari kerusakan sel hati akibat adanya radikal
bebas. Flavonoid merupakan kandungan yang memiliki aktivitas antioksidan
dalam daun katuk, dengan jumlah sekitar 143 mg/100 g fw yang terdiri dari rutin
dan senyawa flavonol dan flavon. Rutin dan flavonol merupakan antioksidan kuat
terhadap peroksidasi lipid (Sandhar et al., 2011; Redha, 2010 dan Wijono, 2003).
Aktivitas pengikatan radikal bebas dapat digambarkan sebagai berikut.
F-OH + R.
F-O. + RH
Flavonoid (F-OH) dapat mendonorkan atom hidrogennya untuk mengikat
radikal bebas (R.). Aktivitas ini juga terjadi pada proses pencegahan peroksidasi
lipid. Flavonoid menyumbangkan atom hidrogen kepada peroksi radikal untuk
memotong rantai reaksi radikal (Sandhar et al., 2011).
Kelompok K(+) memiliki perbedaan yang signifikan dengan kelompok
K(N) dan P3 tetapi tidak dengan kelompok K(-), P1 dan P2. Perbedaan signifikan
dengan kelompok K(N) dan P3 ini dikarenakan vitamin E dari kelompok K(+)
menjadi prooksidan dan menyebabkan perusakan sel hati. Hal ini juga menjadi
alasan terjadi perbedaan yang tidak signifikan antara kelompok K(+) dan K(-).
Perbedaan yang tidak signifikan dengan kelompok P1 dan P2 menunjukkan
bahwa kelompok P1 dan P2 masih belum dapat mencegah peningkatan kadar
SGPT tikus wistar sebaik kelompok P3.
Kelompok P1, P2 dan P3 menunjukkan adanya pencegahan peningkatan
kadar SGPT pada tikus wistar.
peningkatan dosis dari ekstrak etanol daun katuk dapat meningkatkan pencegahan
peningkatan kadar SGPT lebih baik. Dari hasil LSD, kelompok P1, P2 dan P3
tidak memiliki perbedaan yang signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa
pencegahan peningkatan kadar SGPT pada setiap kelompok perlakuan tidak
berbeda secara nyata.
39
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitin dapat ditarik kesimpulan bahwa :
1. Terdapat perbedaan efektifitas hepatoprotektor ekstrak etanol 80% daun
katuk (Sauropus androgynus (L) Merr) dalam mencegah peningkatan
kadar SGPT dari tikus putih galur wistar (Rattus novergicus) yang
diinduksi CCl4
2. Tidak terdapat hubungan dosis respon ekstrak etanol 80 % daun katuk
(Sauropus androgynus (L) Merr) dalam mencegah peningkatan kadar
SGPT dari tikus putih galur wistar (Rattus novergicus) yang diinduksi
CCl4
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian, telah terbukti ekstrak etanol 80% daun katuk
(Sauropus androgynus (L) Merr) dapat digunakan sebagai hepatoprotektor pada
tikus putih galur wistar (Rattus novergicus) yang diinduksi CCl4 dalam mencegah
peningkatan kadar SGPT. Saran yang diberikan oleh peneliti yaitu :
1. Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai aktivitas hepatoprotektor
daun katuk dengan pemeriksaan fungsi hati yang berbeda.
2. Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai aktivitas hepatoprotektor
daun katuk dengan pemeriksaan histopatologi hati.
3. Perlu adanya penelitian lebih lanjut untuk mengisolasi senyawa aktif
daun katuk sehingga dimungkinkan digunakan dosis yang lebih efektif.
40
DAFTAR PUSTAKA
Andari, A. 2010. Uji Aktifitas Ekstrak Daun Katu (Sauropus androgynus (L)
Merr) Sebagai Antioksidan Pada Minyak Kelapa. Yogyakarta: Fakultas
SAINS dan Teknologi Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga.
Arista, M. 2013. Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol 80% dan 96% Daun Katuk
(Sauropus androgynus (L.) Merr). Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas
Surabaya. Vol 2 (2) : 2-5.
Colombo, M. L. 2010. An Update on Vitamin E, Tocopherol and TocotrienolPerspectives. Torino: Department of Drug Science and Technology,
University of Torino.
Gaol, J. F. L. 2011. Isolasi Zat Warna Hijau Daun Katuk (Sauropus androgynus
Merr.) Sebagai Pewarna Tablet. Medan: Fakultas Farmasi Unversitas
Sumatera Utara.
Guyton, A. C. & Hall, J. E. 2006. Buku Ajar Fisiologi Kedeokteran, Edisi 11.
Jakarta: EGC.
41
Khalasa, T., Winarsih, S., dan Widodo, M. A. 2013. Uji Efektivitas Ekstrak Etanol
Daun Katuk (Sauropus androgynus) Sebagai Antibakteri Terhadap
Methicillin Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) Secara In Vitro.
Malang: Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya.
42
Panjaitan, T. D., Prasetyo, B., dan Limantara, L. 2008. Peranan Karotenoid Alami
dalam Menangkal Radikal Bebas. Info Kesehatan Masyarakat, Vol. 12 (1):
79-86.
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2009. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam, Jilid I, Edisi V. Jakarta: Interna Publishing.
Prihatni, Parwati, Sjahid, dan Rita. 2005. Efek Hepatotoksik Anti Tuberkulosis
Terhadap Kadar Aspartate Aminotransferase dan Alanine Aminotransferase
Serum Penderita Tuberkulosis Paru. Indonesian Journal of Clinical
Pathology and Medical Laboratory, Vol. 12, (1), 1-5.
Rianyta & Utami, S. 2013. Drug-Induced Liver Injury (DILI) pada Penggunaan
Propiltiourasil (PTU). CDK-203. Vol. 40 (4): 278-281.
43
Wisnuaji, L. K. 2012. Identifikasi Efek Toksik Akut Jus Daun Katuk (Sauropus
androgynous) Pada Hepar Tikus Galur Wistar. Surabaya : Fakultas Farmasi
Universitas Surabaya.
44
LAMPIRAN
A. Volume Maksimal Pemberian Larutan Sediaan Uji Pada Beberapa Hewan Uji
Jenis hewan uji
45
B. Tabel Konversi Perhitungan Dosis Untuk Berbagai Jenis (Spesies) Hewan Uji
Menurut Laurence & Bacharah, 1984
Mencit
20 gr
Tikus
200 gr
Marmut
400 gr
Kelinci
1,5 Kg
Kucing
2 Kg
Kera 4
Kg
Anjing
12 Kg
Manusia
70 Kg
Mencit
20 gr
Tikus
200 gr
Marmut
400 gr
Kelinci
1,5 Kg
Kucing
2 Kg
Kera
4 Kg
Anjing
12 Kg
Manusia
70 Kg
1,0
7,0
13,25
27,8
29,7
64,1
124,2
387,9
0,14
1,0
1,74
3,9
4,2
9,2
17,8
56,0
0,08
0,57
1,0
2,25
2,4
5,2
10,2
31,5
0,04
0,25
0,44
1,0
1,08
2,4
4,5
14,2
0.,03
0,23
0,41
0,92
1,0
2,2
4,1
13,0
0,016
0,12
0,19
0,42
0,45
1,0
1,9
6,1
0,008
0,06
0,10
0,22
0,24
0,52
1,0
3,1
0,0026
0,018
0,031
0,07
0,076
0,16
0,32
1,0
46
47
48
Tests of Normality
kelompok
Kolmogorov-Smirnova
Statistic
df
Sig.
kontrol normal .165
4
.
kontrol negatif .155
4
.
kontrol positif
.284
4
.
SGPT
dosis 2800
.219
4
.
dosis 4200
.223
4
.
dosis 5600
.212
4
.
a. Lilliefors Significance Correction
Shapiro-Wilk
Statistic
df
.991
4
.994
4
.900
4
.973
4
.945
4
.956
4
Between Groups
Within Groups
Total
Sum of
Squares
44318.333
37619.000
81937.333
ANOVA
SGPT
df
Mean Square
5
18
23
8863.667
2089.944
Sig.
4.241
.010
Sig.
.962
.975
.433
.862
.686
.757
49
Multiple Comparisons
Dependent Variable: SGPT
LSD
(I) kelompok (J) kelompok
Mean
Std. Error
Sig.
Difference (IJ)
kontrol negatif -119.500*
32.326
.002
*
kontrol positif
-87.250
32.326
.015
kontrol normal dosis 2800
-33.000
32.326
.321
dosis 4200
-25.250
32.326
.445
dosis 5600
-10.500
32.326
.749
*
kontrol normal 119.500
32.326
.002
kontrol positif
32.250
32.326
.332
kontrol negatif dosis 2800
86.500*
32.326
.015
*
dosis 4200
94.250
32.326
.009
dosis 5600
109.000*
32.326
.003
*
kontrol normal
87.250
32.326
.015
kontrol negatif
-32.250
32.326
.332
kontrol positif dosis 2800
54.250
32.326
.111
dosis 4200
62.000
32.326
.071
*
dosis 5600
76.750
32.326
.029
kontrol normal
33.000
32.326
.321
kontrol negatif
-86.500*
32.326
.015
dosis 2800 kontrol positif
-54.250
32.326
.111
dosis 4200
7.750
32.326
.813
dosis 5600
22.500
32.326
.495
kontrol normal
25.250
32.326
.445
*
kontrol negatif
-94.250
32.326
.009
dosis 4200 kontrol positif
-62.000
32.326
.071
dosis 2800
-7.750
32.326
.813
dosis 5600
14.750
32.326
.654
kontrol normal
10.500
32.326
.749
kontrol negatif -109.000*
32.326
.003
*
dosis 5600 kontrol positif
-76.750
32.326
.029
dosis 2800
-22.500
32.326
.495
dosis 4200
-14.750
32.326
.654
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
-51.59
-19.34
34.91
42.66
57.41
187.41
100.16
154.41
162.16
176.91
155.16
35.66
122.16
129.91
144.66
100.91
-18.59
13.66
75.66
90.41
93.16
-26.34
5.91
60.16
82.66
78.41
-41.09
-8.84
45.41
53.16
50
Correlations
SGPT
Pearson Correlation
1
SGPT
Sig. (2-tailed)
N
3
Pearson Correlation -.984
dosis
Sig. (2-tailed)
.113
N
3
dosis
-.984
.113
3
1
3
51
E. Ethical Clearance
52
53
F. Gambar Penelitian
Maserasi ekstrak
Rotary evaporator
54
Hewan coba
Perlakuan per oral pada hewan
NB : Ukuran kandang : 35 x 45 x 2,5 coba
cm