JALAN BARU
PENDIDIKAN
POLITIK RAKYAT
Daftar Isi
Kata Pengantar
Prolog
iv
vi
1. Budaya Politik
Eddy Kurniadi
2. Politik Anggaran
Mokhammad Ikhsan
3. Forum Diskusi Anggaran:
Meretas Daulat Rakyat dalam Penganggaran Daerah
Umar Alam Nusantara dan Wulandari
4. Kursus Politik Anggaran sebagai Rintisan Pendidikan
Politik Rakyat di Kabupaten Bandung
Deni Riswandani
5. Rapor Merah Bupati: Hasil Penilaian Rakyat
terhadap Kinerja Penerima Mandat
Dadan Ramdan dan Wulandari
6. Memancing Anggaran dengan Keping Koin
dan Gerakan Seribu Tangan
Umar Alam Nusantara
7. Kursus Politik Anggaran, Membangkitkan Gairah
Gerakan Sosial di Kabupaten Bandung
Heri Ferdian
8. Mengembangkan Kurpola sebagai Upaya
Mencerdaskan Bangsa
Donny Setiawan
9. Kesaksian Beberapa Alumnus
93
106
113
1
11
23
34
59
73
83
iii
Kata Pengantar
Kurang lebih satu tahun yang lalu, gagasan melahirkan sekolah politik anggaran
muncul secara tidak sengaja ketika saya bertemu dengan Bung Diding Sakri,
Ketua Perkumpulan INISIATIF di Gedung Indonesia Menggugat, di Bandung.
Kebetulan, kami samasama mengikuti kegiatan pertukaran pengalaman
tentang prosesproses perencanaan dan anggaran yang baik dari lima daerah
di Indonesia. Bung Diding ketika itu menjadi moderator diskusinya, sementara
saya menjadi salah satu peserta dari Jakarta.
Ide sekolah politik anggaran tidak dapat dilepaskan dari otokritik yang saat itu
muncul dari sebagian besar peserta, termasuk penyelenggara : FPPM (Forum
Pengembangan Partisipasi Masyarakat). Salah seorang pembicara merefleksikan
dengan baik bagaimana aktivis Bandung sukses menjadi konsultan di Jakarta
sampai malang-melintang ke daerahdaerah lain di penjuru Indonesia.
Sementara, nasib proses perencanaan dan hasilhasil keputusan anggaran di
Bandung masih saja jauh dari baik. Banyaknya aktivis ternyata tidak serta merta
menjadikan lebih baiknya proses perencanaan dan penganggaran di daerah ini.
Jadilah, gagasan Bandung butuh Sekolah Anggaran muncul dan semakin
mengerucut. Awalnya, Kursus Politik Anggaran begitu seterusnya ia disebut,
hanya hendak ditujukan untuk masyarakat umum, aktivis LSM dan wakilwakil
rakyat di parlemen daerah. Namun, ketika itu saya mengusulkan bagaimana
iv
Mickael B. Hoelman
Manajer Program Demokrasi dan Tata Pemerintahan
Yayasan Tifa
Prolog
Dua orang itu sedang dudukduduk di teras sebuah gedung yang besar nan
megah sambil menyandarkan kakinya ke tiang tembok yang nampaknya
sangat kokoh, sembari mengisap rokok dalam-dalam. Tak lama kemudian
menyemburkannya keluar, tanpa memperdulikan peringatan tertulis pada
secarik kertas yang menempel di tembok dan tepat berada di atas kepalanya,
bahwa di situ dilarang merokok seraya berkata, Bosenlah... terus wee... rame
di ...rencanakeun pelaksanaanna..mah.... nu taun kamari oge teu puguh
juntrungna...! 1
Kemudian dibalas oleh temannya... yang ada di sebelahnya, Heuueh ....lah...
da lamun seug ..aya anu sejen,..nu daek jadi delegasi sayah mah ...geus hoream
kikieuanteh...komo deui di denge-denge teh.... lolobanamah program teh
..keur kapentingan politik maranehna keneh we... rakyatmah ngan ukur jadi
alat wungkul...terus we...dibobodo.. 2
1. Bosanlah ... terus saja rame direncanakan, sementara pelaksanaannya yang tahun lalupun
tidak jelas ke mana arahnya.
2. Iya..lah.. seandainya ada orang lain yang mau jadi delegasi, saya sudah bosan terlibat seperti
ini,... apalagi didengar-dengar kebanyakan program itu untuk kepentingan politik mereka
sendiri, sementara rakyat hanya jadi alat saja. Terus saja dibodohi
vi
vii
Ujang Sutisna
Ketua Presidium FDA
viii
Budaya Politik
Eddy Kurniady
Pengantar
Walaupun kajian masalah budaya politik di Indonesia akhirakhir ini kurang lagi
mendapat minat di kalangan ilmuwan politik Indonesia, namun ia masih tetap
merupakan sebuah topik kajian yang sangat menarik. Hal itu terjadi karena
beberapa hal.
Penjelasan yang bersifat kultural dalam memahami politik Indonesia kurang
representatif bila dibandingkan dengan penjelasan bersifat lain. Penjelasan
yang bersifat kultural dipersepsikan terlampau berorientasi kepada perilaku
terhadap kelompok politik sebuah etnik dominan di Indonesia, sehingga tidak
dapat dijadikan parameter dalam memahami politik Indonesia kontemporer
yang sudah semakin kompleks.
Ketika memasuki dekade 80-an, kalangan ilmuwan politik sudah mulai
dihadapkan pada penjelasan bersifat alternatif, yang dianggap lebih representatif
dengan tingkat generalisasi yang tinggi. Penjelasan alternatif yang muncul
dikenal dengan pendekatan ekonomi politik, yang juga bersifat strukturalis,
yang mencoba mengaitkan antara persoalan politik dengan masalah ekonomi.
Konsep budaya politik baru muncul dan mewarnai wacana ilmu politik pada
akhir Perang Dunia ke II, sebagai dampak perkembangan politik Amerika
Serikat. Setelah Perang Dunia II selesai, di Amerika Serikat terjadi apa yang
disebut revolusi dalam ilmu politik, yang dikenal sebagai behavioral revolution,
atau ada juga yang menamakannya dengan behaviorism. Terjadinya behavioral
revolution dalam ilmu politik adalah sebagai dampak semakin menguatnya
tradisi atau mazhab positivism. Mazhab ini adalah paham yang percaya bahwa
ilmu sosial mampu memberikan penjelasan atas gejala-gejala sosial seperti halnya
ilmuilmu alam memberikan penjelasan terhadap gejalagejala alam. Paham ini
sangat kuat diyakini oleh tokoh-tokoh besar sosiologi, seperti Herbert Spencer,
August Comte, Emile Durkheim. Paham positivism merupakan pendapat yang
sangat kuat di Amerika serikat semenjak Charles E. Merriam mempeloporinya
di Universitas Chicago, yang kemudian dikenal sebagai The Chicago School atau
disebut Mazhab Chicago, yang memulai pendekatan baru dalam ilmu politik.
Selain itu, salah satu faktor penompang lahirnya behavioral revolution ini adalah
muncul dan berkembangnya kecenderungan baru dalam dunia penelitian,
yaitu kecenderungan melakukan penelitian survei (survey research). Penelitian
ini dapat menjangkau responden dalam jumlah yang sangat besar, guna
memahami sikap, orientasi dan perilaku kalangan masyarakat disertai latar
belakang sosial, ekonomi, dan politiknya. Biasanya penelitian survei tersebut
dilakukan oleh mereka yang terlibat dalam usaha menelusuri opini publik dalam
rangka pemilihan Presiden, Gubernur maupun Senator di Amerika Serikat. Oleh
1 Gaffar Afan (1999), Politik Indonesia : Transisi Menuju Demokrasi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta
karena itu, tidak heran di Amerika Serikat muncul sejumlah lembaga peneliti
opini publik dengan mengadakan jajak pendapat atau yang dikenal dengan
Public Opinion Poll, seperti Gallup Poll, Haris Poll, dan yang biasanya bekerja
sama dengan media massa yang ada seperti ABC, CBS, NBC dan CNN. Pada
saat itu di Amerika Serikat juga muncul sebuah revolusi baru dalam bidang
rekayasa dan teknologi ketika diketemukan komputer dengan kemampuan
analisis data secara cepat dan dalam jumlah yang besar.
Salah satu dampak yang sangat menyolok dari behavioral revolution adalah
munculnya sejumlah teori, baik yang bersifat grand maupun yang ada pada
tingkat menengah (middle level theory). Akibatnya, ilmu politik diperkaya
dengan sejumlah istilah, seperti misalnya system analysis, interest aggregation,
interest articulation, political sozialization, politik culture, convertion, rule
making, rule aflication, rule adjudication dan lain sebagainya.
Teori tentang budaya politik merupakan salah satu bentuk teori yang
dikembangkan dalam memahami sistem politik. Di antara kalangan teoritisi ilmu
politik, yang sangat berperan mengembangkan teori kebudayaan politik adalah
Gabriel Almond dan Sidney Verba. Keduanya melakukan kajian di lima negara
yang kemudian melahirkan buku yang sangat berpengaruh pada 1960-an dan
1970-an, yaitu The Civic Culture2. Civic Culture inilah yang menurut Almond
dan Verba merupakan basis bagi budaya politik yang membentuk demokrasi.
Budaya politik merupakan sikap individu terhadap sistem politik dan komponenkomponennya, dan juga sikap individu terhadap peran-peran yang dapat
dimainkannya dalam sebuah sistem politik tertentu (Almond and Verba, 1963,
hal.13). Budaya politik tidak lain dari orientasi psikologis terhadap obyek sosial
(dalam hal ini sistem politik) kemudian mengalami proses internalisasi ke dalam
bentuk orientasi yang bersifat kognitif, afektif dan evaluatif.
Orientasi kognitif menyangkut pemahaman dan keyakinan individu terhadap
sistem politik dan atributnya. Bisa diartikan seperti tentang ibukota negara,
lambang negara, kepala negara, batas-batas negara, mata uang yang dipakai
dan lain sebagainya. Sementara orientasi afektif menyangkut ikatan emosional
yang dimilki oleh individu terhadap sistem politik. Jadi menyangkut feelings
terhadap sistem politik. Sedangkan orientasi evaluatif berhubungan dengan
kapasitas individu dalam memberikan penilaian terhadap sistem politik dan
bagaimana peran individu di dalamnya.
Dalam sebuah masyarakat yang sikap orientasi politiknya didominasi oleh
karakteristik yang bersifat kognitif akan terbentuk budaya politik yang parochial.
Sedangkan yang bersifat afektif akan terbentuk budaya politik yang bersifat
2 Gabriel Almond, Sidney Verba (1963), The Civic Culture : Political Attitude and Democracy in
Five Nations, Princeton University Press, New York
ORIENTASI
POLITIK
Kognitif
Budaya Politik
Parokial Subjektif Partisipatif
X
Affektif
Evaluatif
Budaya politik yang demokratik, yaitu budaya politik yang partisipatif, akan
mendukung terbentuknya sebuah sistem politik yang demokratik karena
menyangkut suatu kumpulan sistem keyakinan, sikap, norma, persepsi dan
sejenisnya, yang menompang terwujudnya partisipasi (Almond dan Verba,
h.178 ). Keyakinan akan kemampuan seseorang merupakan kunci bagi sebuah
sikap politik, dan keyakinan akan kemampuan tersebut merupakan kunci bagi
terbentuk dan terpeliharanya demokrasi.
Jadi kompetensi merupakan kata kunci. Konsekuensi selanjutnya, pemerintah
harus mengambil langkahlangkah yang memperhatikan kepentingan warga
masyarakat. Kalau tidak, warga masyarakat akan mengalami deprivasi, kecewa
dan meninggalkan pemerintahnya. Sebaliknya, apabila warga tidak merasa
kompeten untuk terlibat dalam proses politik, implikasinya pemerintah akan
menjadi dominan dalam penyelenggaraan negara.
Almond dan Verba mengaitkan antara tinggirendahnya budaya politik, yaitu
civil culture dengan stabilitas demokrasi dalam sebuah negara seperti terlihat
pada gambar berikut ini :
Civic Culture
Matriks
Stabilitas
Demokrasi
TinggiMenengah
Tinggi
Rendah
Rendah
Sangat
Rendah
Jerman,
Italia
Meksiko,
Indonesia
Inggris,
AS
Proses pembentukan budaya politik dilakukan melalui apa yang disebut sebagai
sosialisasi politik, yaitu proses penerusan dan pewarisan nilai dari satu generasi ke
generasi berikutnya. Sistem nilai, norma, dan keyakinan yang dimiliki oleh sebuah
generasi dapat diturunkan kepada generasi berikutnya melalui berbagai media,
seperti: keluarga, sanak-saudara, kelompok, sekolah, ditopang oleh media cetak,
elektronik dan lain sebagainya yang bisa disebut sebagai agent dari sosialisasi politik.
Keluarga merupakan agent pertama yang sangat menentukan pola pembentukan
nilai politik bagi seorang individu. Dalam lingkungan agama, ditanamkan nilainilai
agama yang sangat tinggi dengan segala atribut yang melekat di dalamnya. Dari
situlah sikap dan orientasi politik melekat dan terbentuk.
Dalam sebuah sistem yang negara memainkan peranan yang sangat dominan,
dalam pembentukan nilainilai dan norma politik, maka norma dan keyakinan
penguasa negara, harus diikuti oleh warganya. Oleh karena itu segala sesuatu
yang berbeda dengan kehendak negara disingkirkan.
Kecenderungan Patronase
M/B = Middleman/Broker
CL = Client
Sebagaimana diketahui bahwa partai politik adalah organisasi politik yang dibuat
oleh warga negara untuk ikut menentukan arah negara. Apa yang dilakukan oleh
negara dengan sendirinya sangat berpengaruh terhadap kehidupan sehari-hari
rakyat. Partai politik secara tidak langsung maupun langsung, sangat berpengaruh
pada kehidupan sehari-hari rakyat. Dalam konteks itulah demokrasi meletakkan
partai politik sebagai sarana rakyat dalam menentukan arah dan masa depan
negara.
Rakyat memberikan dukungan terhadap partai politik tertentu biasanya
memperhatikan beberapa hal, seperti (1) garis-garis besar haluan perjuangan, (2)
konsistensi, praktik dan sepak terjang partai, dan (3) kemampuan dan kapasitas
SDM dalam memperjuangkan kepentingan rakyat dan integritas yang baik. Dalam
hal ini jelas, partai memang berkepentingan atas dukungan yang diberikan rakyat
dan legitimasi tergantung dukungan rakyat4.
Dari gambaran di atas sudah tersirat beberapa fungsi penting partai politik.
Adapun fungsifungsi pokok partai politik adalah sebagai berikut :
1. Sebagai sarana atau media pendidikan, komunikasi dan sosialisasi politik
bagi anggotanya atau masyarakat secara luas.
2. Sebagai penyerap, penghimpun dan penyalur aspirasi rakyat.
3. Sebagai media partisipasi politik warga negara.
4. Sebagai sarana rekrutmen untuk pengisian jabatan politik dalam
pemerintahan negara.
5. Sebagai pihak yang turut menciptakan kondisi kondusif bagi upaya
pemakmuran rakyat.
4 Naning Mardiniah, E. Sobirin Nadj, Anwar, Widodo Dwi Putro, Baharuddin (2004), Memperkuat Posisi Politik Rakyat, LP3ES, Jakarta. Lihat hal. 65-66
Telaahan sampai hari ini, sangat jarang partai politik yang secara sempurna
dapat melakukan fungsifungsinya. Dari lima fungsi partai politik di atas,
yang paling susah dilakukan dengan baik adalah fungsi penyerap, penyusun
dan penyalur aspirasi rakyat yang bisa disebut fungsi agregasi dan artikulasi
kepentingan rakyat.
Penutup
Uraian yang dikemukakan di atas memberikan gambaran untuk menjamin
keberhasilan perubahan pelaksanaan pemerintahan daerah sesuai undang
undang. Diperlukan pemimpin yang memiliki visi kuat (visioner leader) yang
mampu menentukan arah dan mengendalikan jalannya perubahan, pada tiga
dimensi, struktural, fungsional dan dimensi kultural (budaya).
Politik Anggaran
Mokhamad Ikhsan
Bila dilihat dari konsep dan praktiknya yang ideal, proses penyusunan APBD
terdiri dari dua (2) hal mendasar, yaitu perencanaan dan penganggaran.
Serta dari sifatnya, perencanaan dan penganggaran di pemerintahan daerah
dilaksanakan secara terintegrasi (unified budgeting) dengan berlandaskan pada
konsep penggunaan sumber daya/dana yang ada untuk pemenuhan kebutuhan
publik (money follows function).
1. Lihat Rubin, Irene S., (2000), The Politics of Public Budgeting : Getting and Spending, Borrowing and Balancing, New York, NY: Chatham House Publishers
11
12
Perencanaan APBD
13
Penyusunan Program/Kegiatan
14
Pelaksanaan APBD
15
16
17
Titik-Titik Rawan
18
19
Yang masih perlu dicermati secara serius dalam praktiknya adalah sebagai berikut,
pertama, masalah pokoknya adalah keterputusan antara kelompok-kelompok yang
memahami aspek serta akibat politik anggaran daerah, dan massa di akar rumput
yang awam terhadap anggaran daerah, tetapi menerima dampak langsung dari
kinerja politik anggaran, serta mempunyai kebutuhan langsung yang signifikan.
Kedua, lemahnya advokasi dalam mobilisasi sumber daya (resource mobilization),
tempat ruang-ruang negosiasi politik dan transaksi anggaran dalam memobilisasi
sumber daya nyaris tertutup bagi kelompok-kelompok masyarakat.
Ketiga, kelemahan dalam melakukan mobilisasi politik, karena yang terjadi di
daerah adalah kuatnya kelompok demokrat mengambang -kini mengisi ruangruang pemerintahan- yang akan tetap mempertahankan sistem yang sudah mapan.
Oleh karena itu, perlu melakukan upaya serius secara terus-menerus. Berkaca
pada kelemahan gerakan kelompok masyarakat yang terjadi sekarang, dibutuhkan
setidaknya, pertama, karena keterputusan antara kelompok masyarakat yang
melek politik anggaran dan massa yang awam, maka dibutuhkan aksi kolektif
dari organisasi yang melakukan pendidikan dan pemahaman terhadap politik
anggaran dengan mengoptimalkan potential issue di masing-masing wilayah,
seperti menghimpun dan memobilisasi potensi wilayah versus alokasi anggaran
yang tersedia tiap tahun. Sehingga tercipta identitas kolektif dan ruang politik,
yang kemudian diharapkan menjadi energi politik yang semakin besar untuk
menegosiasikan kepentingan dalam proses politik anggaran.
Kedua, mengingat wilayah kerja yang luas. Upaya menanamkan agen-agen di tiap
kecamatan harus dilakukan, fokus di issue lokal, serta menggarap secara optimal
setiap masalah dalam ruang lingkup terbatas. Logikanya, akan lebih optimal dalam
merebut ruang politik kecamatan, dibandingkan dalam skala kabupaten.
Alasannya jelas, karena pengorganisasian politik akan lebih mudah dilakukan di
level lokal; wilayah kerja yang lebih kecil memudahkan untuk menemukan identitas
kolektif; menemukan masalah lokal yang lebih riil; jarak dengan konstituen massa
lebih dekat; karena keragaman jenis kebutuhan sosial di masing-masing wilayah
membutuhkan pendekatan yang berbeda; dan faktor kekayaan dan keragaman
nilai kultural di level lokal bisa lebih memperkaya potensi gerakan sosial.
Dua hal penting di atas, akan menjadi anti tesis dari politik anggaran yang sedang
berlangsung. Model ini diarahkan untuk melakukan mobilisasi politik untuk
melawan kaum demokrat mengambang yang menguasai ranah politik anggaran.
Dalam praktiknya, gerakan ini pun harus diisi oleh figur yang sudah terlebih dahulu
melewati proses rekrutmen politik di gerakan sosial yang mampu melakukan
koreksi dan reformasi dalam setiap siklus perencanaan dan penganggaran.
20
Setiap lima tahun, rakyat memilih wakil-wakilnya untuk duduk di legislatif (DPR/
DPRD) maupun di eksekutif (pemerintah). Mereka dipilih secara prosedural
melalui pemilihan umum. Menurut konstitusi, legislatif dan eksekutif memegang
mandat dan otoritas untuk menyelenggarakan kekuasaan. Baik kekuasaan
atas pemerintahan, politik, ekonomi, dan sumber daya alam. Kekuasaan itu
sepenuhnya harus ditujukan untuk menciptakan kesejahteraan rakyat.
Tatkala hajat demokrasi digelar, suasana berlangsung cukup meriah. Berbagai
aksesoris partai bertaburan janjijanji politik tersebar di setiap sudut. Kandidat
berlomba-lomba merebut simpati pemilih dengan bunga-bunga kampanye dan
janji manis politik. Inilah saat bulan madu antara pemilih dan para kandidat.
Transaksipun terjadilah. Pada umumnya, transaksi dibangun bukan atas dasar
nilai dari program yang ditawarkan. Uang menjadi alat tukar utama dalam
proses ini. Sangat pragmatis dan saling menipu.
Tragedi demokrasi ini berlangsung terus setiap lima tahun di berbagai level.
Mulai dari tingkat kabupaten/kota, provinsi sampai nasional. Suara rakyat
dihargai sebatas nilai rupiah yang dibayarkan. Korbannya tentu saja saja nasib
rakyat selama kurun waktu 5 tahun.
23
24
25
26
27
Pasal 29
(1) RKPD sebagaimana dimaksud dalam pasal 28 menjadi pedoman
penyusunan RAPBD;
(2) Pembahasan RAPBD melibatkan tiga pihak yaitu:
a. DPRD yang memiliki hak budget;
b. Pemerintah Kabupaten yang akan menjalankan APBD;
c. Delegasi masyarakat yang dipilih dari peserta
Musrenbang Kabupaten.
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
28
Bagian Ketiga
Jenis Informasi
Paragraf 1
Informasi yang wajib diumumkan secara aktif
Pasal 4
Hasil-hasil kegiatan yang dilaksanakan oleh Badan Publik.
Aspek-aspek perumusan, perencanaan, pengambilan kebijakan/
keputusan meliputi:
a. Informasi berkaitan dengan seluruh proses perencanaan
kegiatan Badan Publik baik visi/strategi, perencanaan
tahunan mulai tingkat Kelurahan/Desa, Kecamatan maupun
Kabupaten;
b. Informasi penganggaran, mulai dari mekanisme
dan proses perencanaan, penetapan, pelaksanaan
penggunaan anggaran pada Badan Publik;
c. Informasi tentang pelayanan publik;
d. Informasi proses perjanjian/kontrak atau kesepakatan dan
yang diterbitkan dalam kerangka kewenangan daerah.
Informasi penyusunan tata ruang mulai dari perencanaan,
pembahasan, penetapan, sampai dengan peruntukkannya.
Informasi tentang pengadaan barang dan jasa.
Informasi hasil pengawasan.
Informasi kelembagaan dan ketatalaksanaan Badan Publik.
29
30
31
Advokasi anggaran adalah ibarat sebuah arena pertarungan. Banyak pihak yang
terlibat dengan kepentingan yang beragam, memperebutkan kue anggaran yang
terbatas ini. Di situ ada masyarakat politik, masyarakat sipil, masyarakat ekonomi
dan masyarakat birokrasi. Masing-masing membawa program dan agenda yang
diperjuangkan. Hal ini memang tidak bisa dihindari, karena nalar dan kepentingan
masing-masing pihak jelas berbeda bahkan seringkali berlawanan. Kekuatan
seringkali tidak berimbang dan masyarakat sipil selalu dalam posisi lemah.
Masyarakat politik, ekonomi dan birokrasi masih terlalu dominan. Dibutuhkan
kekuatan, kejelian strategi dan kepekaan politik untuk menyainginya.
Beberapa strategi yang bisa dilakukan oleh masyarakat sipil dalam melakukan
advokasi anggaran, yakni membangun kekuatan akar rumput, konsolidasi jaringan,
pendidikan politik anggaran, diseminasi informasi serta kerja-kerja politik.
Strategi advokasi ini harus berjalan utuh dalam sebuah kerangka advokasi.
Masyarakat sipil sering tampil tidak percaya diri. Lemah dalam konsolidasi,
kurang terampil dan gagap ketika masuk ruang-ruang politik. Kadangkala
kuat dalam kerja-kerja pengorganisasian dan jaringan tapi sering lemah dalam
penyusunan konsep dan kerja politik. Begitupun sebaliknya, ada yang kuat dalam
konsep tapi miskin dengan pengorganisasian jaringan. Kondisi ini menjadi faktor
penghambat partisipasi masyarakat sipil dalam advokasi anggaran. Salah satu
yang menonjol adalah lemahnya kapasitas dalam memahami sistem perencanaan
dan penganggaran. Anggaran sarat dengan peraturan perundang-undangan,
administrasi pemerintahan, dan angka-angka yang rumit sulit dipahami.
Di sisi lain, akses terhadap dokumen-dokumen anggaran sangat sulit. Seakanakan dokumen anggaran adalah dokumen rahasia yang tidak boleh diketahui oleh
publik. Hal ini berakibat kepada terbentuknya satu kondisi asimetris. Satu kelompok
kecil (DPRD dan birokrat) menguasai banyak informasi dan kelompok besar
(masyarakat) memiliki sedikit informasi. Kesenjangan ini menjadi potensi terjadi
penyelewengan dan manipulasi anggaran. Dalam konteks ini, apartur birokrat
paling mempunyai kapasitas mumpuni dibandingkan dengan masyarakat bahkan
dengan DPRD sekalipun. Sehingga anggaran sengaja dirancang untuk pro birokrat.
Hasil analisis FDA menunjukkan birokrasi adalah pemangsa terbesar anggaran,
lebih banyak menghabiskan daripada menghasilkan.
Ada skenario politik bagaimana isu anggaran ini dijauhkan dari rakyat.
Rakyat tidak perlu repot-repot untuk ikut terlibat dalam perencanaan dan
penganggaran. Sehingga, dukungan peraturan perundang-undangan yang
mendorong dan menjamin partisipasi belum berjalan dengan baik. Teks hukum
berbenturan dengan budaya hukum. DPRD dan pemerintah belum sepenuhnya
siap harus duduk bersama masyarakat. Bagi mereka aneh rasanya ketika
melakukan rapat-rapat anggaran di situ hadir masyarakat sipil. Kondisi sosial
politik memang belum kondusif dengan partisipasi langsung. Proses rekayasa
sosial dan perubahan budaya politik menjadi bagian dari kerangka advokasi.
32
33
35
36
37
38
Materi Pembelajaran
Staf Pengajar
Ujang Sutisna
Dadan Saputra
Dadan Saputra
Ujang Sutisna
Ujang Sutisna
Moch Ikhsan
Saeful Muluk
Saeful Muluk
10
Andi Alifah
11
Dadan Saputra
12
Dadan Saputra
13
14
Tatang RW
Elly
M. Jefri Rohman
Tabel 2
Materi Kelas Mahasiswa dan Pemuda
Pokok
Bahasan
Materi Pembelajaran
Staf Pengajar
Eddy Kurniadi
Ujang Sutisna
Andi Alifah
10
11
Eddy Kurniadi
12
Dadan Saputra
13
Rival Zaelani
14
15
Dadan Saputra
Juandi
Ujang Sutisna
Rival Zaelani
Elly
Saeful Muluk
Asep Yani
M. Jefry Rohman
Dadan Ramdan
39
Tabel 3
Materi Kelas Pelajar
Pokok
Bahasan
Materi Pembelajaran
Staf Pengajar
Juandi
M. Jefry Rohman
Ujang Sutisna
Saeful Muluk
Dadan Saputra
Asep Rohmandar
Tabel 4
Materi Kelas Kader Partai
40
Pokok
Bahasan
Materi Pembelajaran
Staf Pengajar
Eddy Kurniadi
2a
Ir. H. Tatang R.
Wiraatmadja
2b
Heri Ferdian
Setiabudhi
Saeful Muluk
Saeful Muluk
Politik APBD
Muhammad
Ikhsan
Oky Syeiful
Rahmadsyah
Prof.DR
Asep Warlan
Nama Pengurus
Jabatan Administrasi
Kepala Kurpola
Andi Alifah
Eli Latifah
Heri Ferdian
Ramdan
Deni Riswandani
Euis Iriawati
Eddy Kurniadi
Rifal Zaelani
Bendahara Kurpola
Penyusun Kurikulum
Notulensi
41
Nama
Peserta
Kelas Minggu
Utusan
L/P
No
Nama
Peserta
Utusan
L/P
Eka
Susilawati
APDK (Asosiasi
Perpustakaan
Desa &
Kelurahan)
Laksmi
Krishna
Poksimas
(Kelompok
Partisipasi
Masy.)
Asep R.
FKSMPB
Eli Yulipah
Poksimas
Deden
Fatah
BKM
Yeti
Poksimas
Hani
Rofikoh
LP3U
Owi
Nahrowi
Elingan
(Elemen Lingk.)
Iwan Fauzi
LP3U
Fathoni
Elingan
(Elemen Lingk.)
Imas
Syarifah
PSDK (Pusat
Sumber Daya
Komunitas)
Hera
Nurrayati
PSDK
A Franca
K. S
Asep
Maher
MAPAG
Elga
Subangkit
PSDK
Agus
Tresna
Gemas
(Gerakan
Masyarakat
Solokanjeruk)
Hafidz
Muslim
LSIS (Lembaga
Studi Islam &
Sosial)
10 Komara
Gemas
10 Mulyana
SPSI
11 Edi Yusup
LPM
Baleendah
11 Nia Qolbu
Nia
Fatayat NU
12 Yudi
Paryudi
12 Rukman
YPPPMD
Pembrdayaan
Masy. Desa)
13 Iwan Bace
PBM
13 Saefulloh
Forum Gunung
Manglayang
42
Kelas Sabtu
No
Nama
Peserta
Utusan
Kelas Minggu
L/P
No
Nama
Peserta
Utusan
L/P
14 M. Ridwan GMM
(Generasi
Muda
Majalaya)
14 Dada
Rukanda
Koperasi Akur
15 Dian
Mardiana
FPPM
16 Saefulloh
Forum Gunung
Manglayang
16 Asep Iqbal
R.
Karang Taruna
Pangalengan
17 Jaja
Samsaka Ibun
17 Umar H.
Wanaputri
18 Tita
SAPA Institute
19 Ai Kustini
SAPA Institute
20 Elita Cici
SAPA Institute
18 Arifin S.
19 Syarif
Hidayat
Gambar 1
Foto Kurpola Kelas LSM/CSO
43
Tabel 7
Peserta Kurpola Kelas Mahasiswa dan Pemuda
Kelas Sabtu
No Nama Peserta
Utusan
Kelas Minggu
L/P
No
Nama
Peserta
Utusan
L/P
Rismayanti
UNIBBA
Sumarna
Sukamantri
Asti Daryanti
UNIBBA
Elis N.
Darwati
Tita Puspita
UNIBBA
Agung
Hermawan
Tarumajaya
Diki Winandi
UNIBBA
Aji Setyo
Leksono
UNIBBA
Agus
Hidayat
Tarumajaya
M. Fauzi
Ridwan
UKSK UPI
Uus
Kusmana
Tarumajaya
N. Eva Nurasyi
STAI Baitul
Arqom
Dedi
Rustandi
Tarumajaya
Nur Saripah
STAI Baitul
Arqom
Agus
Dukuh
Deni Nurwandi
Warga
Bakti
10
R. Nurdin
Hidayat
Yamisa
10 Ella
11 Septianto
UNIBBA
11
12 Eyang
Cipinang
12 Ira
44
Ellys
Hendrayati
UNIBBA
L
P
UNIBBA
UNIBBA
Gambar 2
Foto Kurpola Kelas Mahasiswa dan Pemuda
Tabel 8
Peserta Kurpola Kelas Pelajar
No.
Nama Peserta
Utusan
L/P
Nia Yulianti
Kiki Fitria S.
Iwa A. Rohiman
Rohmatul Hidayah
Ganjar Taufiq H.
Tika K.
Adni S.
Gin Gin
Ilham Maulana
10
11
Ikbar Amad N.
12
Septian Eko S.
13
Ahmad Satia
14
Hendra Wiranata
15
Ishmah L.
16
Syahril Siddiq
45
No.
Nama Peserta
Utusan
17
Fahad Firmansyah
MA Al-Fatah, Kertasari
18
Yogi Gunawan
MA Al-Fatah, Kertasari
19
Rafi Nazmudin
20
Yudi Romansyah
21
22
Neng Tika Y.
23
Yuni Nuraeni
24
Isma Purnamasari
SMAN 1 Dayeuhkolot
25
Dewi H.
SMPN 2 Baleendah
26
Trias OCD
SMPN 2 Baleendah
27
Sri Asih M.
SMPN 2 Baleendah
28
Fahri N.
SMPN 2 Baleendah
29
Cecep S.
Gambar 3
Foto Kurpola Kelas Pelajar
46
L/P
Tabel 9
Peserta Kurpola Kelas Kader Partai
No.
Nama
Partai
L/P
Yasin Muslim
Partai Gerindra
Hendi Suryadi
Partai Gerindra
Deni Rusmawan
Agus Saptaludin
Partai Demokrat
Drs. H. Agus
Setiabudi
Partai Demokrat
Dede Waryat
Partai Demokrat
Eddy Hidayat, SE
PDI Perjuangan
Dena Acong
PDI Perjuangan
10
Atep Mulyana
11
Denny Muhammad
Abdullah
12
Ade Sulaeman
13
Jajang Taryono
14
15
16
Yaya Karyana
17
Erik Faisal
18
Dadan Khoerudin
19
Reni Rohaeni
Partai Golkar
20
Partai Golkar
21
Rukmin Suherman
22
Dadang Sambas
47
Gambar 4
Foto Kurpola Kelas Kader Partai
Pengeluaran
Rp.
203.125.925
Item
Operasional Kantor
29.882.825
Pelaksanaan Kurpola
159.683.100
Publikasi
Monev
Total
203.125.925
Rp.
Total
12.560.000
1.000.000
203.125.925
48
% dari Total
Belanja
Jumlah (Rp.)
922.834.832.039,00
47,03
Belanja Bunga
0,00
0,00
Belanja Subsisi
0,00
0,00
3.770.000.000,00
0,19
106.897.050.000,00
5,45
72.035.982.000,00
3,67
52.295.576.500,00
2,67
9.420.000.000,00
0,48
1.167.253.440.539,00
59,49
110.096.257.450,00
5,61
214.906.783.695,00
10.95
Belanja Modal
469.920.579.115,00
23,95
Sub Total
794.923.620.620,00
40,51
1.962.177.060.799,00
100,00
Belanja Hibah
Belanja Bantuan Sosial
Total Belanja
49
Tabel 12
Hasil Latihan Analisis Peserta Terhadap
Ringkasan Belanja Tidak Langsung dan Belanja Langsung RAPBD 2007
Kategori Belanja
Jumlah (Rp.)
% dari Total
Belanja
922,834,832,039,00
47,03
110,096,257,450,00
5,61
1.032.931.089.489,00
52,64
Belanja Bunga
0,00
0,00
Belanja Subsidi
0,00
0,00
3.770.000.000,00
0,19
106.897.050.000,00
5,45
72.035.982.000,00
3,67
52.295.576.500,00
2,67
9.420.000.000,00
0,48
214.906.783.695,00
10,95
Belanja Modal
469.920.579.115,00
23,95
Sub Total
929.245.971.310,00
47,36
1.962.177.060.799,00
100,00
Sub Total
Belanja yang Diterima Publik
Belanja Hibah
Total Belanja
50
Tabel 13
Hasil Latihan Analisis Peserta terhadap Perhitungan Rata-rata
Kondisi APBD Kabupaten Bandung dari Tahun 2007 2010
Pendapatan Daerah
Uraian
Jumlah
(triliun)
Belanja Daerah
%
0,145
Dana Perimbangan
1,275
81
1,144
73
0,017
0,114
0,155
10
Total Pendapatan
Daerah
1,576
100
Uraian
Jumlah
(triliun)
Belanja
Pegawai
0,986
57
Belanja Publik
0,589
43
Total Belanja
Daerah
1,732
100
Dari hasil Perhitungan Analisis Kondisi Anggaran APBD dalam tabel tersebut
maka anggaran belanja publik yang terserap atau terealisasi sebesar 416
Miliar (71 %) dan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran sebesar 173 Miliar (29
%).
51
Adapun hasil metode riset CRC melalui FGD dengan peserta Kurpola terkait
pengelolaan anggaran di Kabupaten Bandung sebagai berikut :
Tabel 14
Hasil Riset CRC
Masalah
Situasi
Pemerintahan
Kebobrokan birokrasi
pemerintahan menyebabkan
akses dan kapasitas masyarakat
tersumbat yang pada akhirnya
memunculkan masalah Hak
Ekosob masyarakat seperti :
Tidak Aspiratif,
Tidak Partisipatif,
Tidak Transparan,
Tidak Akuntabel
1. Ketidakmampuan masyarakat
memenuhi kebutuhan pokok,
2. Ketidakmampuan masyarakat
untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan yang layak,
3. Ketidakmampuan untuk
mengenyam pendidikan yang
tinggi.
Terjadinya Korupsi,
Kolusi dan
Nepotisme
Karakteristik
Pelayanan Publik
Pelayanan publik
tidak terbuka
Pengawasan dan
penegakan hukum
yang lemah
3 Lihat Prolog hal. xi, Tulus dkk (2002), Memecah Ketakutan Menjadi Kekuatan, kisah-kisah
advokasi di Indonesia, Insist Press, Yogyakarta.
52
Adapun hasil pemetaan yang dilakukan oleh peserta Kurpola dalam strategi
advokasi kebijakan anggaran di Kabupaten Bandung sebagai berikut:
Tabel 15
Strategi Advokasi Kebijakan Anggaran
Strength
Weakness
Opportunity
Threath
Persamaan
persepsi
masyarakat
Kapasitas materi
pengetahuan
lemah
Adanya kebijakan
reformasi atau
kebijakan prorakyat
Masyarakat dianggap
lemah dan dianggap
salah dalam
menginterprestasikan
kebijakan reformasi
Memperluas
jaringan
masyarakat
Sarana kurang
Mencari donatur
non pemerintah
Akses jaringan
masyarakat dan
donatur ditutup
Mobilisasi
masyarakat
Gampang
emosi, mudah
dipecah belah
Terbangunnya
kekuatan
masyarakat
Munculnya demo
tandingan, politik adu
domba
53
kegiatan Kurpola tersebut. Dengan cara seperti itu, motivasi dan semangat
pengelola program dan peserta Kurpola untuk mengadvokasi kebijakan
anggaran yang pro kesejahteraan rakyat akan tetap selalu ada.
54
Penutup
Negara telah menjamin bahwa setiap warga negara, tidak terkecuali masyarakat
sipil di Kabupaten Bandung berhak berperan serta dalam pengelolaan negara
(Kabupaten Bandung). Negarapun telah menjamin bahwa semua warganya
harus mendapatkan pelayanan hak dasar ekonomi, sosial, budaya, politik dan
kenyamanan lingkungan. Namun disadari atau tidak nampaknya Pemerintahan
di Kabupaten Bandung belum sungguh-sungguh menjalankan jaminan tersebut
dikarenakan pemusatan kekuasaan yang bersifat eksesif di tangan birokrasi
dan pengambil kebijakan, yang akhirnya mempengaruhi (baca : melemahkan)
kontrol sosial dari masyarakatnya. Padahal dalam sebuah negara yang demokrasi
kontrol sosial adalah mutlak.
Untuk menghadapi pemerintahan yang eksesif tersebut, gerakan advokasi
masyarakat sangat diperlukan, karena walau bagaimanapun masyarakatlah
punya kuasa dalam menentukan tatanan pemerintahan dan tujuan negara.
Pemerintah hanyalah abdi masyarakat yang harus mengemban tanggung
jawab dalam melaksanakan tugas kepemerintahannya. Oleh karena itu, yang
harus dilakukan masyarakat sipil adalah membangun kekuatan untuk merebut
kedaulatan.
55
57
Menyusun Rapor
Penyusunan rapor dimulai dengan mengkaji dokumen perencanaan dan
penganggaran sebagai data sekunder. Dokumendokumen tersebut adalah
: dokumen RPJMD tahun 2005-2010, data BPS Kabupaten Bandung 2008,
dokumen APBD tahun 2005-2010 Dokumen RKPD tahun 2010. Dokumen
tersebut disandingkan dengan faktafakta yang ada di lapangan. Faktafakta
lapangan diambil dari hasil observasi dan pengalaman para peserta diskusi.
Hal ini dilakukan melalui diskusi yang diikuti oleh FDA dan jaringan termasuk
beberapa alumni Kursus Politik Anggaran. Diskusi diselenggarakan tanggal 1920 Oktober 2010 di Saung Anggaran FDA. Hasil diskusi tersebut kemudian
dituangkan dalam Dokumen Rapor untuk Bupati.
58
Tentu saja hal ini mengundang reaksi dari para pihak terutama pihak pemerintah
daerah. Reaksi tersebut antara lain berupa pelarangan beredarnya media
yang memuat berita Rapor Merah di lingkungan kantor Pemerintah Daerah
Kabupaten Bandung pada hari itu. Reaksi lain adalah pernyataan dari Sekretaris
Daerah yang mempertanyakan validitas metode penilaian. Pernyatan tersebut
dimuat dalam beberapa media keesokan harinya.
Sayangnya rencana untuk menyerahkan Dokumen Rapor Merah ke pihak DPRD
urung dilakukan. Sehingga opini tentang penilaian versi rakyat tersebut tidak
bergulir menjadi gerakan yang lebih luas.
59
Rapor Merah baru sebatas alat kampanye publik. Belum menjadi alat ukur yang
memiliki dampak hukum terhadap para pengelola pemerintahan yang gagal
menjalankan janjijanji politiknya. Jangankan gerakan masyarakat yang bersifat
ekstra parlementer, legislatif sekalipun tidak memiliki kewenangan politik
untuk menghukum pengingkaran janjijanji tersebut. Fraksifraksi yang
menganggap bupati gagal menjalankan mandatnya, paling banter, hanya bisa
melakukan walk out pada saat pembahasan LKPJ. Inilah sikap paling keras yang
mungkin dilakukan oleh anggota legislatif.
Sebagai instrumen gerakan sosial, Rapor Merah perlu terus dikembangkan untuk
melakukan kontrol terhadap kinerja para pejabat publik termasuk terhadap para
anggota legislatif dan pelaksana kewenangan yudikatif. Kekuatan rakyat dalam
melakukan kontrol, bukan pada ketajaman analisisnya. Kekuatan rakyat pada
kedaulatannya sebagai pemberi mandat. Kekuatan rakyat ada pada fakta
fakta yang mereka rasakan langsung sebagai akibat dari kegagalan pelaksana
mandat. Rapor Merah dari rakyat adalah celah untuk memberi arti bahwa
suara rakyat yang dikumpulkan melalui bilikbilik suara pemilihan bukanlah
suara bisu. Suara yang selama ini disulap menjadi deretan angka kemenangan
para kandidat. Suara rakyat bisa menjadi suara yang memiliki bunyi, berdenting
nyaring manakala mandatnya dikhianati.
60
Visi
Misi
Penilaian
Kebijakan/Program
Peningkatan transparansi
program-program
pembangunan.
Evaluasi/Fakta di Lapangan
Nilai
4,5
61
Isu
Kebijakan/Program
Evaluasi/Fakta di Lapangan
Pengembangan
SKPD belum melaksanakan
akuntabilitas kinerja Instansi
akuntansi dan keuangan
Pemerintah.
secara mandiri (masih
melibatkan konsultan/tim
badan keuangan daerah).
Renstra dan Renja SKPD tidak
berdasarkan data yang valid.
Tidak ada konsistensi
kebijakan pelaksanaan
pembangunan dengan
kebijakan perencanaan.
Pengembangan manajemen Partisipasi baru dalam proses
Partisipatif.
perencanaan, belum sampai
pada proses pembahasan
dan penetapan anggaran
pembangunan.
Tidak ada jaminan kepastian
usulan masyarakat di
Musrenbang teranggarkan di
APBD .
Kebijakan Peningkatan
Kualitas Pelayanan Publik:
1. Intensifikasi Standar
Pelayanan Minimal.
2. Debirokratisasi
Pelayanan Publik.
Kebijakan Peningkatan
PAD di bawah 10% per
Kapasitas Keuangan Daerah
tahun, terindikasi mark
1. Optimalisasi pendapatan
down.
asli daerah melalui
Belanja publik lebih kecil dari
intensifikasi retribusi dan
belanja pegawai.
pajak daerah.
SILPA di atas 10%,
2. Peningkatan efisiensi
menunjukkan buruknya
dan keefektifan
kinerja pemerintah daerah.
pembiayaan daerah.
3. Optimalisasi kinerja
Badan Usaha Milik
Daerah.
62
Nilai
Kebijakan/Program
Evaluasi/Fakta di
Lapangan
Good
Governance/
Tata
Pemerintahan
yang Baik
1. Kebijakan
Dalam Pilkada 2010
Peningkatan
terjadi money politic.
Pembiaran korban
Kewaspadaan
bencana.
Terhadap Ancaman
Instabilitas Kehidupan
Masyarakat.
2. Kebijakan Penegakan
Supremasi Hukum
dan Perlindungan
HAM.
3. Kebijakan
Peningkatan
Kesadaran Politik
Masyarakat dan
Pengembangan
Tatanan Kehidupan
Politik yang
Demokratis.
Nilai
6
Kebijakan/Program
Evaluasi/Fakta di Lapangan
Nilai
Pendidikan
Kebijakan Peningkatan
Kualitas Pendidikan.
3,5
63
Isu
Kesehatan
Kebijakan/Program
Evaluasi/Fakta di Lapangan
Peningkatan rata-rata
lama sekolah (RLS).
1. Peningkatan kualitas
pelayanan kesehatan
masyarakat.
2. Perlindungan ibu,
anak dan reproduksi
3. Penanggulangan
penyakit.
4. Pengembangan
jaminan pelayanan
kesehatan bagi
masyarakat.
Nilai
5,5
64
Kebijakan/Program
Evaluasi/Fakta di Lapangan
Nilai
Kebijakan Peningkatan
Potensi Perekonomian
Daerah dan Penanggulangan Kemiskinan.
3.5
Isu
Kebijakan/Program
Kebijakan Perbaikan Iklim
Ketenagakerjaan.
Evaluasi/Fakta di Lapangan
Nilai
Kebijakan/Program
Peningkatan bimbingan
agama bagi aparatur
pemerintah dan
masyarakat.
Evaluasi/Fakta di Lapangan
Pemerintah daerah belum
amanah.
Masih terdapat
praktik korupsi atau
penyelewenangan
anggaran.
Iman dan Takwa belum
masuk ke dalam ruangruang pengambilan
keputusan.
Baru sebatas seremonial.
Nilai
4
Kebijakan/Program
1. Kebijakan Peningkatan
Kesadaran dan
Kecintaan Terhadap
Budaya Sunda.
2. Kebijakan
Pengembangan dan
Pelestarian Budaya
Sunda.
3. Kebijakan Pemantapan
Ketahanan Budaya
Masyarakat.
Evaluasi/Fakta di Lapangan
Rendahnya apresiasi dan
dukungan pemda pada
pegiat seni dan budaya
yang ada dikomunitas.
Belum adanya regulasi
yang berkaitan dengan
pengembangan dan
pelestarian budaya sunda.
Pagelaran Seni Budaya
dipolitisasi.
Nilai
4
65
66
Kebijakan/Program
Evaluasi/Fakta di Lapangan
1. Kebijakan
Rata-rata alokasi anggaran
meningkatkan daya
hanya 1,16% dari totat APBD
dukung dan kualitas
padahal wilayah kabupaten
lingkungan.
Bandung memiliki tingkat
2. Pengelolaan dan
kerusakan yang tinggi dan
pendayagunaan limbah.
menimbulkan bencana.
3. Penegakan hukum
Tingkat
pencemaran sumber
lingkungan.
daya
air
yang tinggi.
4. Pengelolaan dan
pendayagunaan limbah. Lemahnya penegakan hukum
sektor lingkungan.
Buruknya penanganan
bencana (gempa, banjir dan
longsor).
Kebijakan Menyerasikan
Pemanfaatan dan
Pengendalian Ruang
Dalam Sistem Tata Ruang
Yang Terpadu.
Penanggulangan
Bencana.
Nilai
4,5
Kebijakan/Program
Evaluasi/Fakta di Lapangan
Nilai
Otonomi Desa
1. Kebijakan
Meningkatkan
Kapasitas
Pemerintahan Desa
dan Ketahanan
Masyarakat Desa.
2. Kebijakan
Meningkatkan
Pemberdayaan
Ekonomi Perdesaan.
3. Kebijakan
Meningkatkan
Pembangunan
Kawasan Perdesaan.
Nilai
4,5
6
4,5
3,5
4,5
4
4,4
67
Keping demi keping koin dikumpulkan oleh warga korban banjir di Kecamatan
Baleendah dan Dayeuh Kolot Kabupaten Bandung. Karduskardus bertuliskan
Koin Peduli Citarum terus diedarkan warga di pinggir jalan raya selama berhari
hari. Yang menarik, ternyata koinkoin yang terkumpul bukan digunakan untuk
kebutuhan para warga yang masih bertahan di tempattempat pengungsian.
Kepingkeping koin tersebut dikumpulkan untuk menyumbang Pemerintah
Provinsi Jawa Barat yang mengaku tidak memiliki anggaran untuk menangani
persoalan banjir di Bandung Selatan.
Puncak pengumpulan koin dilakukan bertepatan dengan Aksi Seribu Tangan
untuk Citarum yang digelar tanggal 5 Juni 2010. Dalam kegiatan ini warga
korban banjir bersama dengan para relawan bencana dari Baraya Bandung
melakukan aksi pengerukan lumpur dan sampah di badan Sungai Citarum,
tepat di bawah jembatan yang menghubungkan Kota Kecamatan Dayeuh
Kolot dengan Baleendah. Aksi yang menggunakan pelatan seadanya inipun
merupakan sindiran terhadap pemerintah provinsi yang belum juga menurunkan
alat berat untuk mengeruk endapan Sungai Citarum. Mengeruk badan sungai
yang sedemikian lebar dan dalam menggunakan peralatan seadanya tentu hal
69
yang kurang masuk akal di zaman seperti sekarang. Namun warga korban banjir
terpaksa melakukannya karena pemerintah terkesan tidak serius menyikapi
persoalan banjir yang rutin terjadi setiap tahunnya.
Banjir tahunan yang melanda Kawasan Bandung Selatan terutama di Kecamatan
Baleendah, Dayeuh Kolot dan Bojongsoang diakibatkan oleh meluapnya
sungai Citarum. Kondisi ini terjadi akibat menurunnya daya tampung Sungai
Citarum di musim penghujan. Tingginya tingkat sedimentasi sungai membuat
sungai semakin dangkal. Hal ini diperparah dengan oleh rekayasa pelurusan
aliran sungai pada beberapa titik di daerah yang lebih hulu. Pelurusan ini
mengakibatkan volume air yang bisa ditampung Citarum menjadi berkurang
sehingga mempercepat laju air dari wilayah lebih hulu seperti Sapan dan
Majalaya ke Baleendah.
Di antara masyarakat korban banjir tersebut terdapat tokohtokoh yang
sebelumnya telah mengikuti Kursus Politik Anggaran yang diselenggarakan
oleh FDA pada tahun 2010. Sedangkan Baraya Bandung adalah tim tanggap
darurat bencana yang dibentuk oleh Pusat Sumber Daya Komunitas (PSDK)
beserta Forum Komunikasi Pecinta Alam (FKPA) Bandung Selatan, Garda Caah
Majalaya dan komunitas lainnya.
Pemerintah Lamban
Menurut Komandan Operasi Baraya Bandung, Cecep Yusuf Mulyana advokasi
terhadap kebijakan penanganan banjir dilakukan karena masyarakat menilai
Pemkab Bandung, Pemprov Jabar, dan pemerintah pusat, lamban dalam
menyelesaikan permasalahan pascabanjir yang terjadi di Kawasan Bandung
Selatan.
Kawasan Cekungan Bandung, khususnya Kabupaten Bandung menyimpan
banyak potensi bencana alam. Terutama banjir dan tanah longsor serta gempa
bumi. Namun situasi ini sepertinya tidak memacu pemerintah untuk melakukan
percepatan terhadap penanganan bencana. Saat ini merupakan waktunya
untuk mengatasi masalah pascabencana banjir secara menyeluruh. Agar banjir
tidak lagi menjadi bencana langganan bagi warga Bandung Selatan, kata
Cecep
Menurut Cecep, saat pengumpulan koin dilakukan, belum ada tanda-tanda
yang mengarah kepada penyelesaian masalah pascabanjir, seperti pengerukan
badan sungai yang sudah sangat dangkal. Sehingga bisa dipastikan bahwa
warga Baleendah, Dayeuh Kolot dan Bojongsoang akan mengalami hal yang
sama di penghujung tahun 2010 manakala musim hujan kembali datang.
70
Pada saat itu Baraya Bandung dan warga korban menilai alasan ketiadaan dana
sangatlah tidak masuk akal. Sebagai kawasan bencana, alokasi untuk cadangan
dana tanggap darurat harus selalu tersedia dalam kas pemerintah kabupaten
maupun provinsi. Persoalan utamanya adalah lemahnya kemauan politik jajaran
pemerintahan untuk memberikan pelayanan publik kepada warga yang tertimpa
bencana. Kelambatan penanganan adalah cermin lemahnya birokrasi. Hal ini
jelas menjadi hambatan utama dalam penanggulangan banjir. Karena itu, untuk
menyuntik motivasi para birokrat maka warga bergerak mengumpulkan koin
untuk disumbangkan kepada pemerintah.
Rencana advokasi dimatangkan dalam konsolidasi antara Baraya Bandung dan
masyarakat korban banjir kerap dilakukan di Saung Anggaran yang merupakan
istilah bagi tempat berkumpulnya jaringan Forum Diskusi Anggaran (FDA). Posisi
Saung Anggaran menjadi strategis karena jaraknya yang dekat dengan korban
banjir Baleendah dan Dayeuhkolot.
Berdasarkan hasil analisis terhadap dokumen anggaran pemerintah kabupaten dan
provinsi, ditarik kesimpulan bahwa pemerintah provinsi tidak tanggap terhadap
ancaman banjir selanjutnya karena kegiatan penanggulangan Ci tarum belum
masuk dalam daftar kegiatan yang tertera di dalam APBD provinsi tahun 2010.
Maka strategi yang dibangun adalah mendesak agar pemerintah propinsi segera
membahas penanganan banjir Bandung Selatan dalam APBD Perubahan. Serta
mendorong agar pemerintah kabupaten mengucurkan dana stimulan bagi
masyarakat korban.
Bentuk aksi yang dipilih adalah aksi alegoris, yaitu aksi yang ditujukan untuk
menyindir kemiskinan pemerintah yang tidak memiliki anggaran untuk
program pengerukan sungai Citarum. Masyarakat korban banjir menggalang
pengumpulan koin yang akan diserahkan kepada pemerintah provinsi sebagai
modal awal membeli alat berat untuk pengerukan. Bentuk sindiran lainnya
adalah aksi mengeruk citarum dengan menggunakan tangan dan cangkul.
Aksi ini diberi nama Aksi Seribu Tangan untuk Citarum Pesan yang ingin
disampaikan adalah bahwa korban banjir terpaksa harus mengumpulkan dana
sendiri serta mengeruk Sungai Citarum dengan menggunakan tangan karena
pemerintah provinsi tidak memiliki anggaran untuk pengerukan Citarum.
71
pusat keramaian yang berlokasi di sekitar Dayeuhkolot dan Baleendah. Aksi ini
berhasil mengumpulkan koin sejumlah Rp. 1.130.000,Menurut Umar Alam Nusantara Sekretaris Eksekutif FDA, koin yang dikumpulkan
berasal dari warga korban banjir serta masyarakat lain yang memiliki kepedulian.
Aksi ini merupakan gerakan moral untuk mengetuk hati birokrasi agar lebih
serius dalam mengalokasikan anggaran bagi penyelesaian masalahmasalah
yang berkembang di masyarakat. Koin yang terkumpul akan diserahkan kepada
Ahmad Heryawan selaku kepala pemerintahan provinsi Jawa Barat. Mudah
mudahan dengan modal yang dikumpulkan oleh masyarakat, para pemegang
kuasa pengaturan dan pengelolaan anggaran akan termotivasi untuk segera
mengalokasikan anggaran penanganan banjir di Bandung Selatan sesegera
mungkin.
Meski jumlah koin yang berhasil dikumpulkan tidak terlalu banyak, namun aksi
ini berhasil membangun solidaritas di antara korban banjir. Serta menguatkan
kesadaran mereka akan pentingnya melakukan advokasi kebijakan pascabanjir.
Tidak berhenti sebatas pengumpulan koin, warga memperkuat kampanyenya
dengan mengelar Gerakan Seribu Tangan Citarum. Momentum yang dipilih
bertepatan dengan Hari Lingkungan Hidup Sedunia yang bertepatan dengan
tanggal 5 Juni 2010. Gerakan ini ditandai dengan aksi pengerukan sampah
dan lumpur di Sungai Citarum oleh warga korban banjir beserta komunitas
komunitas yang peduli dengan persoalan Citarum.
Dalam siaran persnya, Baraya Bandung menyebutkan bahwa Gerakan Seribu
Tangan untuk Citarum ini diikuti oleh:
1. Warga Korban Banjir Kp. Cieunteung RW 20 Kelurahan Baleendah
Kecamatan Baleendah
2. Warga Korban Banjir Kp. Cieunteung RW 28 Kelurahan Baleendah
Kecamatan Baleendah
3. Warga Korban Banjir RW 09 Kelurahan Baleendah Kecamatan
Baleendah
4. Warga Korban Banjir Kp. Cigosol RW 09 Kelurahan Andir Kecamatan
Baleendah
5. Warga Korban Banjir Kp. Leuwi Bandung RW 14 Desa Citeureup
Kecamatan Dayeuhkolot
6. Warga Korban Banjir Kp. Kaum RW 09 Desa Dayeuhkolot Kecamatan
Dayeuhkolot
7. Pusat Sumber Daya Komunitas (PSDK)
8. Baraya Bandung
9. Aruphadatu
10. Ikatan Pelajar Peduli Bencana (IPPB)
11. Solidaritas Masyarakat Korban Bencana (SMKG)
12. Garda Caah Rescue
72
73
74
75
Foto demonstrasi di depan Gedung Sate Bandung dalam aksi penyerahan uang koin
gerakan seribu tangan untuk Citarum. (dok. PSDK)
76
Kronologi Kejadian
1 Januari 2010
30 Mei 2010
5 Juni 2010
10 Juni 2010
14 Juni 2010
28 Juni 2010
1 juli 2010
13 September 2010
77
Harga kesetiaan perubahan sosial yang melekat dalam jati diri gerakan rakyat
seiring berkembangnya organisasi kemasyarakatan, menuntut Forum Diskusi
Anggaran (FDA) menggagas kursus politik anggaran di Kabupaten Bandung
dengan tujuan Meningkatnya kapasitas literasi dan advokasi jejaring Forum Diskusi
Anggaran untuk mendorong perubahan kebijakan anggaran ke arah pemenuhan
hak dasar warga negara di Kabupaten Bandung. Program tersebut sudah setahun
dilaksanakan terhitung dari bulan September 2009 sampai dengan September
2010. Dalam inisiasinya, FDA bekerjasama dengan Perkumpulan INISIATIF Bandung
dan Yayasan Tifa. Dari namanya saja kursus politik anggaran, tentu ini sudah
sangat mengundang perhatian berbagai kalangan di Kabupaten Bandung, baik
dari birokrat, aktor politik, lembaga swadaya masyarakat, dan stakeholder lainnya.
79
Selama ini pemahaman tentang politik anggaran yang meliputi proses perencanaan,
pembahasan, penetapan dan pengelolaan anggaran, serta pertanggungjawaban
mengenai kinerja pemerintahan daerah merupakan hal yang sangat tabu dan
tidak pernah jatuh ke publik secara luas. Itu terjadi karena akses masyarakat
terhadap dokumen data dan informasi anggaran sangatlah sulit, bahkan terkesan
dirahasiakan. Kondisi ini tentu mengundang kepenasaran dan pertanyaan yang
begitu besar dari masyarakat khususnya warga belajar1 kursus politik anggaran.
Ketersedian data dan dokumen perencanaan dan penganggaran yang FDA miliki,
menjadi petunjuk untuk setiap warga belajar agar bisa mengenal bentuk dan
jenisnya, serta mengetahui fungsi dan subtansi pembangunan yang terkandung
di dalamnya.
Keterbatasan publik dalam hal akses informasi anggaran, kemampuan analisis
anggaran, alat dan kendaraan advokasi, merupakan faktor penghambat akan
keberlangsungan partisipasi publik dalam mengartikulasikan kebutuhan. Akibatnya
banyak ketidakpastian mengenai realisasi hasil-hasil perencanaan. Di samping itu,
kepentingan masyarakat dalam proses penganggaranpun masih termarjinalkan.
Hal ini membutuhkan perhatian yang serius, karena perencanaan dan pengelolaan
anggaran yang seluas-luasnya hak publik, kini disandera dan dipergunakan untuk
pemupukan kekuasaan elit politik semata.
Sangat ironis, di satu sisi pelayanan publik belum terlayani dengan sebaik-baiknya
sementara penguasa dengan sewenang-wenang berperilaku tidak wajar dalam
mengelola sumber daya yang ada.
Rakyat yang mulai sadar, hatinya kini terus tersakiti tapi tidak pernah tahu sampai
kapan penderitaannya akan terhenti. Kepedulian beserta rasa tanggung jawab
sosial akan hal inilah yang menjadikan FDA dapat terus melangkah. Forum Diskusi
Anggaran memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan yang selama ini tidak tersentuh
kebijakan dan anggaran yang dibuat pemerintah.
Ketimpangan alokasi anggaran antara belanja untuk pegawai yang lebih besar
ketimbang belanja untuk pembangunan, menunjukkan bahwa pemerintahan
daerah tidak memiliki komitmen dan keinginan dalam meningkatkan kualitas pela
yanan publik. Karena manfaat anggaran yang seharusnya adalah untuk publik,
malah menjadi rebutan para pemangku kebijakan dalam memenuhi tuntutan
kepentingannya.
Memanasnya konflik Bupati dengan legislatif yang terus berkepanjangan sekitar
bulan OktoberDesember 2009, membuat terabaikannya tugas dan fungsi pela
yanan kedua belah pihak kepada masyarakat. Hal itu terbukti pada pembahasan
dan penetapan APBD Perubahan tahun 2009 yang tidak pernah dilaksanakan.
Padahal masih terdapat sisa lebih perhitungan anggaran (Silpa) yang mencapai Rp.
344 miliar atau sekitar 70% dari total belanja langsung sebesar Rp. 494 miliar
APBD tahun 2009.
1 Warga belajar merupakan istilah bagi peserta kursus politik anggaran.
80
81
modal kinerja aparat pemerintahan daerah. Hal ini penting dipenuhi agar mereka
mampu memicu kreativitas dalam mengelola potensi daerah untuk meningkatkan
pendapatan serta melakukan penghematan belanja seefektif serta seefisien
mungkin. Apalagi jika dikaitkan dengan kompleksnya permasalahan yang dialami
Kabupaten Bandung.
Forum Diskusi Anggaran merupakan lembaga kerakyatan yang peduli dalam hal
literasi dan advokasi anggaran. Oleh karena itu, FDA membutuhkan kiprah jaringan
komunitas untuk bersama-sama melakukan reformasi sistem perencanaan dan
penganggaran di daerah, karena daulat rakyat atas manfaat Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah (APBD) masih sangat timpang.
Kebijakan dan politik anggaran sudah saatnya diperbaharui ke arah pemenuhan
hak dasar warga negara dan penanggulangan masalah-masalah prioritas yang
dirasakan oleh masyarakat. Kebijakan dan politik anggaran harus diarahkan untuk
menunjukkan keberpihakan dalam pengurangan angka kemiskinan, meminimalisir
kerusakan lingkungan, mitigasi bencana, peningkatan mutu pelayanan pendidikan
dan kesehatan, perbaikan sarana dan prasarana infrastruktur, dan prioritas
pembangunan lainnya yang manfaat langsungnya bisa dirasakan oleh masyarakat.
Pengelolaan anggaran dalam setiap tahunnya jangan hanya menyisakan angkaangka yang tidak bisa dikembalikan tanpa wujud pembangunan yang dapat
dinikmati dalam kurun waktu jangka panjang.
Betapa sia-sianya pengelolaan anggaran jika setiap tahun tidak memberikan
dampak yang berarti untuk menunjang kemajuan masyarakat dan daerah. Kesal dan
sangat disayangkan sekali khususnya oleh warga belajar kursus politik anggaran,
Kabupaten Bandung yang kaya akan sumber daya tapi kini seolah tidak mampu
berdaya. Keprihatinan akan kenyataan yang seperti itu mewadahi segudang
rasa keingintahuan untuk menelaah lebih jauh lagi akar permasalahan yang kini
menghimpit Kabupaten Bandung, dan itu yang menjadi semangat awal warga
belajar kursus politik anggaran untuk terus berdinamika dalam proses perencanaan
dan penganggaran pembangunan di Kabupaten Bandung.
Sekelumit prahara kebijakan pengelolaan anggaran daerah di Kabupaten Bandung
menjadi pengantar berlangsungnya kursus politik anggaran terhadap kelompok
masyarakat sipil (Ormas Islam, Organisasi sektor/rakyat), mahasiswa dan pemuda
desa, pelajar, dan anggota DPRD yang kemudian direlokasi lebih tertuju kepada
kader partai politik. Kegelisahan yang begitu lama terpendam dalam jiwa yang
memiliki kepekaan akan realitas sosial, seolah menemukan muara yang sedikit
demi sedikit membukakan kerangka berpikir sehingga kemudian bisa memahami
potret anggaran daerah secara jelas dan sistematis.
Konsep belajar bersama banyak diterapkan dalam kursus politik anggaran. Dalam
situasi ini kerap terjadi tukar informasi dan gagasan terkait dinamika di wilayahnya
masing-masing. Informasi yang berupa permasalahan sosial, politik, ekonomi,
82
dan serta sektor lainnya. Bahkan terjadi pula aktivitas mengkaji ketimpangan
pembangunan antar wilayah. Karena ada indikasi pembangunan yang dijalankan
berangkat dari banyaknya perolehan suara dalam pemilihan umum kepala daerah
maupun calon legislatif. Artinya bagi wilayah di daerah-daerah pemilihan yang
suaranya kecil maka tingkat pembangunan wilayah akan terus tertinggal. Sementara
bagi wilayah yang berkontribusi suara lebih besar pembangunan wilayahnya akan
tetap diistimewakan. Kondisi ini memberikan gambaran kepada publik, kerangka
berpikir membangun versi pemerintah belum sampai pada tingkatan mengejar
kualitas yang adil dan merata baik secara teritorial maupun sektoral. Di benak
mereka hanya terpikir bagaimana sumber daya publik dipergunakan sebesarbesarnya untuk melanggengkan posisi kekuasaan.
Metode pembelajaran yang mengaitkan dengan kenyataan sangat diperlukan. Para
pengajar dituntut memiliki kreativitas dalam penyampaian materi. Menggambarkan
praktek dan pengalaman menjadi sangat penting dalam mempengaruhi makna dari
setiap diskusi. Karena segudang ilmu teoritis saja tidak bisa meredam kegelisahan
warga belajar atas derita yang dirasakan oleh kerabat, tetangga dan lingkungannya.
Derita berupa kesulitan ekonomi dan lapangan pekerjaan, kesulitan memperolah
kemudahan akses dan mutu pelayanan kesahatan yang baik, kesulitan menempuh
jenjang pendidikan sekolah anak dan persoalan-persoalan serius masyarakat lainya.
Hal semacam itu yang menjadikan warga belajar tidak hanya sekedar datang,
duduk dan memperoleh pengetahuan, karena ketika mereka pulang harus ada
hal yang bisa dipraktekkan untuk menjawab permasalahan yang dihadapi serta
disebarluaskan kepada masyarakat.
Segenggam benih pendewasaan berbangsa yang datang mengetuk pintu
gerbong jalannya roda kekuasaan pemerintahan daerah. Benih itu adalah
partisipasi masyarakat untuk menyalurkan aspirasinya di dalam proses perencanaan
dan penganggaran. Jika partisipasi ini dikelola maka dapat menumbuhkan
tingkat keswadayaan dan kemandirian masyarakat dalam mendorong kualitas
pembangunan. Karena selama ini dengan tidak adanya distribusi dokumen data
dan informasi dari pemerintah, masyarakat mulai bersikap apatis dan acuh.
Bagaimanapun dinamika yang terjadi dalam proses perencanaan dan penganggaran
daerah, pemahaman tentang sistem pengalokasian pengelolaan anggaran penting
menjadi salah satu skill politik anggaran yang harus dimiliki komponen masyarakat
secara memadai dalam menunjang advokasi kebijakan anggaran di daerah.
Tumbuh dan berkembangnya kelompok masyarakat sipil di Kabupaten Bandung
adalah kiprah gerakan sosial yang perlu mendapat apresiasi dari berbagai pihak.
Inilah instrumen sekaligus modal sosial yang akan mengawal implementasi atas
tata kelola pemerintahan daerah yang hari ini belum mampu membawa perubahan
sosial yang dicita-citakan masyarakat secara umum. Kursus Politik Anggaran
diharapkan dapat mengambil peranan penting dalam menumbuhkan masyarakat
masyarakat yang cerdas.
83
Denyut nadi para pegiat sosial masih terus eksis dan berkarya berdasarkan
pengetahuan dan kemampuan yang dimilikinya dalam melengkapi kehidupan
sosial. Jejak perjalanan advokasi dari sebagian besar warga belajar kursus politik
anggaran selalu mendatangkan inspirasi yang begitu mahal harganya. Lugas dan
apa adanya. Senyum tawa yang tersajikan memberi pertanda bahwa berbagi
beban dalam kebersamaan menjadi sedikit penawar kerinduan akan terciptanya
tata kelola pemerintahan yang mampu mensejahterakan seluruh rakyatnya.
Kehadiran para peserta yang merupakan perwakilan dari berbagai kelompok
masyarakat sipil Kabupaten Bandung seolah memberi harapan Kabupaten
Bandung yang lebih baik. Keterlibatan kadernya dalam Kurpola adalah modal
pengembangan kapasitas lembaga dalam hal politik anggaran. Kader tersebut
diharapkan dapat memicu penguatan secara internal dan melahirkan komitmen
untuk bersama-sama dengan FDA melakukan advokasi anggaran daerah.
Bagi para mahasiswa, pemahaman politik anggaran dapat menjadi penunjang
referensi dan menumbuhkan kesadaran untuk membangun daerah setelah
menyelesaikan kuliahnya. Pemahaman politik anggaran yang mereka peroleh dapat
menjadi bahan diskusi di kampusnya masing-masing. Sementara itu, pemahaman
politik anggaran yang dimiliki pemuda desa, menjadi modal dalam pengembangan
sistem perencanaan dan penganggaran desa yang berpihak pada kaum miskin.
Selain itu, pemuda desa memiliki prospek untuk menjadi pemimpin di desanya.
Bagi pelajar, tumbuhnya kepekaan akan realitas sosial yang merupakan cikal bakal
munculnya kesadaran kolektif pelajar dalam menunjukkan sikap kritis di lingkungan
sekolah dan masyarakat. Lebih jauh lagi, ini merupakan investasi jangka panjang
untuk kehidupan mereka setelah masa sekolah. Baik ketika duduk di perguruan
tinggi atau langsung berkiprah di dunia kerja.
Bagi para kader partai politik, model pembelajaran politik anggaran adalah bagian
yang harus tetap diperkuat di internal partai. Model yang sebaiknya diadopsi oleh
partai untuk melakukan pendidikan politik rakyat, kaderisasi serta penguatan
basisbasis pemilihnya.
Forum Diskusi Anggaran telah menjalankan fungsi peningkatan kapasitasnya.
Hal ini perlu ditindaklanjuti oleh pematangan strategi dalam advokasi anggaran.
Mengingat setiap alumni kursus politik anggaran berangkat dari tujuan dan latar
belakang yang berbeda, tentu tidak akan mudah mengintegrasikan tindak lanjutnya
baik secara individu maupun secara kelembagaan.
Meski demikian FDA tetap berharap banyak terhadap semua alumnus kursus untuk
terus melangkah mendorong advokasi kebijakan anggaran yang berpihak kepada
rakyat. Apalagi beberapa lembaga peserta kursus memiliki agenda bersama untuk
menembus blokade kekuasaan dalam perencanaan dan penganggaran daerah.
Tentu saja agar masyarakat sipil dapat memberi pengaruh dalam politik anggaran.
Dalam pandangan FDA, alumni kursus adalah simpul-simpul komunitas (credible
source), yang cukup memiliki potensi dalam mempengaruhi opini publik serta
84
dapat menggalang kekuatan rakyat. Jika ini terjadi, maka perimbangan kekuatan
dalam menentukan arah politik anggaran daerah akan terjadi. Sehingga dominasi
elit politik dan birokrasi akan berkurang.
Cucuran keringat advokasi adalah lumuran energi sosial yang diwakafkan rakyat
untuk terciptanya kemajuan daerah. Nalar berpikir masyarakat dalam menilai
kebijakan anggaran di daerah sangatlah kaya akan karakteristik kelokalan, dan
semua itu tidak dapat teridentifikasi dalam waktu yang singkat. Proses penggalian
untuk hal itu memang butuh beragam ilustrasi dan khasanah pengayaan dalam
proses pembelajaran, sehingga nanti akan menuntun semua hal yang tersembunyi
bisa terungkap dan terekam, sebagai rambu-rambu dalam menyusun rencana
advokasinya.
Kursus politik anggaran ternyata bisa membuka berbagai dimensi pandangan
politik warga belajar terhadap jalannya pemerintahan daerah, karena pada dasarnya
kebijakan anggaran akan erat kaitannya dengan otoritas kepemimpinan daerah
yang dalam hal ini Bupati, karena keberhasilan reformasi daerah dan tata kelola
anggaran yang berpihak kepada rakyat di beberapa daerah di tanah air memang
selalu ditunjang oleh figur dan itikad baik pemimpinnya.
Kesamaan pandangan politik itulah yang memperkuat komitmen antara FDA
dengan mitra jaringan. Karena apapun bentuk pembelajaran publik dan gerakan
sosial yang dibangun hari ini harus memiliki keyakinan bahwa yang kita cari bukan
sekedar ukuran materi namun sejarah. Mungkin kenyataannya memang abstrak
dan sulit diukur, tapi yang jelas untuk menghimpun kekuatan dan mencapai
perubahan sosial yang dicita-citakan, tidak bisa dalam waktu yang sekejap. Masih
butuh banyak inovasi dan barisan pelaku yang menjalankan hal itu.
Selama setahun sudah perjalanan kursus politik anggaran tentu ada banyak
kelemahan. Dalam hal intensitas kehadiran tidak semua warga belajar dapat
menghadiri seluruh pertemuan. Tetapi salah satu antisipasinya adalah dengan
memberikan modul bahan ajar sehingga mereka bisa mempelajari sendiri. Lagipula
pegiat FDA selalu terbuka untuk mengadakan pembelajaran susulan.
Di samping itu, alamat tinggal yang menyebar di beberapa wilayah kecamatan dan
berjarak jauh, sedikit menghambat dilakukannya konsolidasi secara keseluruhan.
Alternatif mengatasi hal itu adalah dengan menjaga komunikasi dan melakukan
road show ke komunitas jejaring FDA untuk menyebarluaskan data dan informasi
anggaran, sekaligus mengadakan focus group discussion (FGD) terkait isu yang
berkembang sejalan dengan advokasi yang dijalankan baik oleh FDA maupun
komunitas.
Pendidikan politik anggaran kini sudah dilakukan di Kabupaten Bandung. Tinggal
bagaimana reformasi daerah dalam hal perencanaan dan penganggaran dapat
dijalankan, sehingga manfaat atas pengelolaan anggaran daerah terhadap
pemenuhan hak dasar warga Negara dapat terwujud.
85
Mengembangkan Kurpola
sebagai Upaya Mencerdaskan Bangsa
Donny Setiawan
Giving money and power to government
is like giving whiskey and car keys to teenage boys.- P. J. ORourke1
Tata kelola anggaran negara selalu menjadi fenomena menarik untuk dikupas.
Fenomena itu tentunya tertuju pada kualitas pemerintah sebagai satu-satunya
penerima mandat untuk mengelola negara. Mereka memiliki kuasa yang cukup
kuat untuk mengatur sumber daya anggaran yang dimiliki oleh negara.
Relevan sekali dengan yang disampaikan P.J. ORourke di atas. Memberi uang
dan kekuasaan pada pemerintah seperti memberikan whisky dan kunci mobil
kepada anak remaja. Mereka akan ugal-ugalan mengendarai mobil dalam keadaan
mabuk, mengganggu pengguna jalan yang lain. Tidak sedikit kemudian mengalami
kecelakaan.
Begitu halnya dengan tata kelola anggaran oleh pemerintah. Banyak kemungkinan
pemerintah akan mengalami kemabukan-kemabukan. Baik karena haus kekuasaan
ataupun eksistensi dan pragmatisme.
1 Komentator politik, jurnalis, penulis dan humorist, terkenal dengan bukunya Dont VoteIt
Just Encourages the Bastards, berkebangsaan Amerika, lahir 1947
87
Jika pemerintah mengelola anggaran dalam kondisi seperti itu, maka rakyatlah yang
akan terganggu. Tidak sedikit pula aparat pemerintah yang celaka. Terjerembab di
hotel prodeo karena terjerat KPK, kejaksaan atau kepolisian.
Borokisasi Birokrasi
Kinerja pemerintahan sangat dipengaruhi oleh faktor sumber daya aparatur dan
sistem ketatalaksanaan yang dijalankan. Banyak aturan perundang-undangan yang
mengatur tentang ini. Namun tetap saja belum bisa menyelesaikan kompleksitas
permasalahan birokrasi di negeri ini.
Siapa pun yang menjadi presiden di negeri ini harus menghadapi warisan birokrasi
yang mempunyai kultur korup, kolutif, parasitik, lamban, dan tidak efisien2. Tidak
hanya terjadi di pusat, ini juga terjadi di daerah (termasuk Kabupaten Bandung)
hingga tingkat pemerintahan terkecil. Seperti borok, penyakit ini akan terus
membesar dan menggerogoti kulit yang masih tersisa.
Proses pemborokan ini juga ditambah dengan birokrasi sebagai akibat kompromikompromi politik tingkat tinggi menjadi momok tersendiri bagi para pemimpin
kita. Presiden dan para kepala daerah terpilih harus melakukan kompromi politik
atau tawar-menawar dengan partai yang berkoalisi mendukung pencalonannya,
termasuk dengan pengusaha. Tujuannya tentu saja ingin menguasai akses terhadap
sumber-sumber kekayaan negara guna mengembalikan biaya politik yang telah
dikeluarkan termasuk rente-nya.
Dampak lainnya adalah membeludaknya jumlah tenaga honorer di beberapa daerah.
Kepala daerah harus mengakomodasi pendukungnya yang telah dijanjikan jadi pegawai
negeri sipil saat kampanye. Belum lagi antrian dari para kontraktor dan pengusaha yang
menjadi funder kepala daerah terpilih akan proyek-proyek APBD.
Situasi semacam itu sangat tidak sehat. Para birokrat akan bersikap oportunistis
dan bekerja untuk kepentingan sempit daripada melaksanakan kebijakan publik.
Mereka akan mudah tergoda melakukan politik penyelamatan diri atau mengejar
ambisi tanpa menghiraukan tugas utamanya.
Jika kondisi ini terus terjadi, dapat dipastikan mesin birokrasi tidak akan jalan
karena proses pemborokan terus meluas. Amputasi menjadi pilihan jalan terakhir
yang harus ditempuh, meski sebenarnya ingin kita hindari karena akan berimplikasi
stagnasi pemerintahan.
Sebenarnya, bukan berarti sama sekali tidak ada aparatur birokrasi yang bersedia
2 Kristiadi, James, Soal Unit Kerja Presiden, Kompas, 1 November 2006
88
89
90
91
Kebocoran anggaran ini setidaknya dipengaruhi oleh : ulah sumber daya manusia
aparatur (ada niat/kesengajaan dan kapabilitas), sarana prasarana dan metode
pelaksanaan program/kegiatan yang tidak sesuai kebutuhan (mengakibatkan biaya
tinggi) dan pengendalian yang tidak efisien dan efektif.
Praktek kebocoran anggaran ini ada yang disadari dan ada pula yang tidak. Sebagai
contoh praktek kebocoran anggaran yang disadari adalah terkait proporsi anggaran
Belanja Tidak Langsung yang selalu lebih besar dari Belanja Langsung dalam APBD.
Alokasi Belanja Tidak Langsung hampir bisa dipastikan sebagian besar kemanfaatannya
untuk aparat pemerintah. Ini terjadi karena jumlah pegawai terus bertambah. Sementara
untuk mengurangi pegawai sulit dilakukan.
Hampir di semua daerah (kabupaten/kota) alokasi anggaran untuk birokrat selalu
lebih besar daripada alokasi anggaran untuk rakyat. Tidak hanya mendapatkan
alokasi untuk komponen gaji, juga terdapat komponen tunjangan dan honor.
Belum lagi kegiatan-kegiatan peningkatan kapasitas berupa pelatihan dan studi
banding bagi aparatur pemerintah dan anggota dewan.
Dari profil APBD seperti itu dapat disimpulkan bahwa pengalokasian kegiatan dan
anggaran tidak dilandasi prinsip efisiensi, keefektifan dan ketercapaian terhadap
tujuan. Atau dengan kata lain pendekatan teknokratis tidak diterapkan secara
objektif. Pun demikian bahwa profil seperti itu pasti bukan pilihan rakyat, atau
dengan kata lain pendekatan partisipatif tidak dominan.
Di sisi lain, memahami anggaran tidak hanya memahami pada saat penentuan
alokasi, tapi juga pada saat implementasi. Artinya rakyat juga harus paham
bagaimana aturan main dan dinamika pada saat implementasi anggaran. Peluang
terbesar terjadinya kebocoran anggaran justru pada saat implementasi anggaran.
Potensi ini terjadi mulai dari saat pengadaan barang/jasa, penetapan pemenang
tender, penetapan kelompok sasaran penerima bantuan sosial, akutansi pelaporan
keuangan, dan lain-lain.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa memahami anggaran negara selayaknya tidak
hanya mencerna angka-angka yang ada dalam dokumen anggaran. Tetapi juga
memahami maknanya, yakni sejauhmana pendekatan teknokratis, politis dan
partisipatif diterapkan secara proporsional.
Dalam konteks hubungan antara negara dengan rakyat, pemerintah sebagai kuasa
negara selayaknya mengelola sumber daya anggaran yang semuanya bersumber
dari rakyat. Baik itu yang dipungut langsung dari rakyat seperti: pajak, retribusi,
keuntungan badan usaha negara ataupun yang bebannya ditanggung oleh rakyat
(dana hutang) atau juga yang pemanfaatannya ditujukan untuk kepentingan
rakyat (dana hibah).
92
Pada kondisi di atas sebenarnya rakyat memiliki posisi yang cukup strategis. Kemudian
pertanyaannya adalah seberapa banyak rakyat yang sudah memiliki pengetahuan
dan memahami tentang proses perencanaan penganggaran? Apakah para wakil
rakyat juga sudah memiliki pemahaman tentang penganggaran? Apakah ada niat
baik dan upaya dari pemerintah dan wakil rakyat untuk memberi pengetahuan
kepada rakyat tentang penganggaran? Apakah setelah paham, rakyat memiliki
kemauan dan kemampuan untuk mempengaruhi kebijakan perencanaan
penganggaran? Bagaimana caranya?
Pertanyaan-pertanyaan inilah yang berusaha dijawab oleh Forum Diskusi Anggaran
(FDA) dengan menyelenggarakan kegiatan Kursus Politik Anggaran (Kurpola)
di Kabupaten Bandung. Pada tahap awal, kegiatan Kurpola ini ditujukan bagi
kelompok organisasi masyarakat sipil setempat, pemuda dan mahasiswa, pelajar
dan anggota atau aktivis partai politik.
93
Problematika di atas menjadi cermin bahwa belum ada upaya pemerintah untuk
memberikan pengetahuan tentang anggaran kepada rakyat. Di sisi lain, kesadaran
kritis rakyat belum tumbuh secara kolektif.
Munculnya kegiatan Kursus Politik Anggaran (Kurpola) ini merupakan bagian
upaya untuk membangun kesadaran kritis rakyat termasuk kesadaran pemerintah
untuk transparan dan akuntabel. Ini merupakan buah dari sebuah proses yang
panjang terkait dengan kerja-kerja membangun gerakan sosial politik di Kabupaten
Bandung.
Berbagai gagasan kritis yang spesifik menyoroti isu perencanaan penganggaran
banyak bermunculan dan kemudian terkristalisasi dalam pembentukan Forum
Diskusi Anggaran (FDA) di Kabupaten Bandung. Sebagai sebuah forum diskusi dan
literasi, muncul kebutuhan untuk melakukan upaya-upaya peningkatan kapasitas
bagi rakyat, utamanya untuk isu perencanaan penganggaran dan Kurpola muncul
sebagai abstaksinya.
Kurpola harus dipandang sebagai bagian dari upaya untuk mencerdaskan bangsa.
Maka, Kurpola semestinya tidak selesai dengan hanya memberikan pengetahuan
tentang bagaimana rakyat melakukan analisis, tetapi juga bagaimana rakyat bisa
melakukan kerja-kerja advokasi untuk terlibat dan ikut mempengaruhi proses politik
anggaran. Untuk itu, kaum muda, kaum tua, laki-laki, perempuan, petani, buruh,
nelayan, pedagang, pengusaha, pelajar, mahasiswa, guru, dan elemen-elemen
rakyat lainnya memiliki hak untuk sadar, cerdas dan terampil akan anggaran
termasuk proses politik di dalamnya.
Apa yang harus diperjuangkan oleh rakyat? Yang pasti, anggaran harus berpihak
pada kesejahteraan rakyat. Anggaran harus dapat mengakomodir hak-hak
kemanusiaan rakyat, bukan hak-hak birokrat pemerintah sebagai kuasa negara,
bukan pula hak-hak anggota dewan sebagai wakil rakyat.
Peran birokrat dan anggota dewan justru dihadapkan pada kewajiban untuk meng
konstruksi anggaran yang berorientasi pada pemenuhan hak-hak kemanusiaan
rakyat. Peran rakyat adalah memastikan bahwa pemerintah dan anggota dewan
menjalankan kewajiban tersebut. Peran rakyat, birokrat dan anggota dewan ter
sebut harus dipandang bagian dari mencintai negara. Seperti yang disampaikan
oleh Erich Fromm4, Mencintai negara tanpa mencintai kemanusiaan seperti
menyembah berhala.
4 Erich Fromm merupakan seorang psikoanalisis dan filosof humanis berkebangsaan Jerman.
Banyak menghasilkan karya, antara lain Psychoanalysis and Religion (1950), the Art of Love
(1956) dan To Have or To Be (1976).
94
Pembelajaran Berharga
Satu tahun penyelenggaraan Kurpola memberikan banyak pembelajaran
berharga. Pembelajaran ini secara garis besar setidaknya dapat dilihat dari aspek
penyelenggaraan, kurikulum dan modul, kepesertaan, serta implikasi yang muncul
pasca kursus.
Pada aspek penyelenggaraan, tim pengelola kursus didorong untuk kreatif
dan fleksibel dalam menentukan teknis penyelenggaraan kursus. Pilihan waktu
pelaksanaan di setiap hari Sabtu dan Minggu memperlihatkan bahwa tim pengelola
berusaha untuk fleksibel dengan menyesuaikan terhadap kesibukan keseharian
peserta. Untuk tempat pelaksanaan, tim pengelola berusaha untuk tidak selalu
melaksanakan kursus di tempat yang sama. Ini dimaksudkan untuk menghindari
kebosanan serta disesuaikan dengan karakter peserta kursus. Sebagai contoh,
kelas CSO, pemuda dan mahasiswa serta aktivis parpol dilaksanakan dengan model
diskusi di dalam kelas. Sementara itu, untuk kelas pelajar dilaksanakan dengan
model studi ekskursi dengan membawa mereka secara langsung mengunjungi
gedung pemda dan gedung dewan dan kemudian bersimulasi di tempat itu.
Pada aspek penyusunan kurikulum dan modul pembelajaran, tim pengelola
mencoba mengajak calon peserta untuk menentukan pilihan materi belajar yang
dibutuhkan peserta dari setiap kategori kelas. Karena inilah kemudian terdapat
perbedaan kedalaman materi pembelajaran untuk setiap kategori peserta.
Pada aspek kepesertaan, meskipun di awal program sudah ditentukan kategori
peserta kursus, namun pada prakteknya tim pengelola dihadapkan pada persoalan
rekrutmen pilihan calon peserta untuk mengisi setiap kategori tersebut. Khusus untuk
kelas anggota DPRD dan aktivis parpol - meskipun mereka menyatakan berminat
untuk mengikuti kegiatan kursus- dinamika politik lokal (pilkada) turut menpengaruhi
siapa saja yang kemudian diutus oleh mereka untuk mewakili DPRD dan parpol.
Pada aspek implikasi pasca kursus, banyak contoh yang memperlihatkan semakin
menguatnya konsolidasi rakyat dan wakil rakyat untuk isu anggaran. Beberapa
anggota DPRD (dan pimpinan DPRD) yang kemudian meminta bimbingan intensif
dari FDA untuk mengajarkan mereka tentang cara menganalisis anggaran. Selain itu,
beberapa kelompok pelajar juga ikut mempelopori advokasi RAPBS di sekolahnya.
Contoh lain, kelompok pemuda di lokasi korban banjir Bale Endah dan Dayeuhkolot
menjadi motor dalam melakukan upaya advokasi anggaran banjir. Sementara itu,
dari sisi penguatan kelembagaan FDA, para alumnus kegiatan kursus tidak sedikit
yang terlibat dalam kegiatan-kegiatan advokasi yang dilakukan FDA.
Di luar paparan di atas, masih banyak lagi pembelajaran berharga dari penyelenggaraan
Kurpola ini. Bagi para pegiat gerakan sosial politik untuk isu anggaran, tampaknya
Kurpola ini telah melahirkan sejumlah prajurit baru yang akan terlibat dalam kancah
pertempuran anggaran.
95
96
97
Agus Tresna
Ketua LSM Gemas dan Wakil Ketua PKK DAS Citarum
Kelas CSO
Saya dari salah satu peserta Kursus Politik Anggaran dari kelas
CSO merasa bersyukur mendapat kesempatan mengikuti Kursus
Politik Anggaran yang diselenggarakan oleh FDA (Forum Diskusi
Anggaran) yang bekerja sama dengan Yayasan Tifa dan Perkumpulan
INISIATIF. Di kursus FDA tersebut, kami dan rekan-rekan CSO lainnya
di angkatan ke-1 kelas Sabtu, bersama-sama mencoba membedah dan
menganalisis tentang Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD)
Kabupaten Bandung sebagai contoh kasus.
Yang setelah dicoba bersama-sama dipelajari, dianalisa, dan
dipahami, ternyata APBD Kabupaten Bandung tersebut, banyak
yang tidak tepat guna, tidak tepat sasaran, terkesan awur-awuran teu
puguh. Ada indikasi penyelewengan dan manipulasi, baik di anggaran
belanja langsung, belanja tidak langsung, belanja modal dan belanja
98
99
Eli Yulipah
Ibu Rumah Tangga
Kelas CSO
Nama saya Ibu Eli, ibu rumah tangga, tinggal di Cicalengka.
Berangkat dari ketidakpuasan baik di masyarakat maupun
lingkungan kampung sendiri mengenai hal-hal yang banyak ketimpangan
juga ketidakjelasan pihak-pihak terkait.
Setelah mengikuti Kursus Politik Anggaran yang diadakan oleh
FDA, yang tadinya tidak tahu mengenai analisis anggaran baik
untuk penanggulangan kemiskinan, pendidikan, kesehatan, dll. Juga
membuka mata, telinga, juga hati supaya kita sebagai kaum hawa yang
senantiasa tertindas baik di rumah juga di masyarakat bisa bangkit dan
berjuang di rumah tangga maupun di masyarakat.
Jadi selama belajar, banyak yang kami keluhkan mengenai
masalah pendidikan terutama dana BOS yang tidak transparan.
Penanggulangan kemiskinan di daerah kami sendiri. Mengenai kesehatan
terutama di Puskesmas yang seharusnya gratis tapi masih ada saja
masyarakat miskin harus dipersulit dengan birokrasi yang bertele-tele.
Hal-hal yang demikian yang sangat berarti bagi saya sebagai ibu rumah
tangga. Kami banyak bertukar pikiran, baik dengan pelajar, mahasiswa,
sampai aparat pemerintahan.
Waktu di kelas CSO, kami juga berkenalan langsung dengan
pihak terkait yang bekerja di pemerintahan Kabupaten Bandung.
Manfaat yang saya rasakan selama mengikuti Kursus Politik Anggaran
yaitu:
Bisa tahu mengenai anggaran di Kabupaten Bandung.
Bisa sharing dengan rekan-rekan
Bisa memberikan informasi kepada rekan-rekan mengenai
kecurangan dan ketidakadilan dari pihak pemerintahan di daerah
masing-masing.
Dengan pertemuan yang menurut saya singkat, materi yang
diberikan pengajar waktu itu sangat berat bagi orang awam seperti
saya. Harapan ke depannya untuk kami, waktu belajar bisa lebih
lama, materi yang diberikan tidak terlalu sulit, praktik di masyarakat
lebih ditambah lagi.
Untuk semua pengajar , semua baik, disiplin dan materinya sangat
bermanfaat. Segala fasilitas di FDA sudah kami rasakan.
Semoga FDA ke depannya dapat lebih baik dan terus maju.
100
Elga Subangkit
Anggota PSDK (Pusat Sumber Daya Komunitas)
Kelas CSO
Setelah mengikuti kursus politik anggaran yang diadakan oleh
FDA, saya merasa menjadi lebih tahu bagaimana cara membuat
perencanaan penganggaran, dan bagaimana cara menganalisis
dokumen anggaran. Dan yang lebih penting lagi tahu bagaimana proses
pembuatan APBD. Jadi saya bisa mengawal penggunaan APBD.
Elis N.
Utusan Darwati
Kelas Pemuda Desa
Saya senang bisa mengikuti Kursus Politik Anggaran. Menambah
wawasan dan menambah teman. Semoga Kursus Politik
Anggaran ini ke depannya bisa terus berlanjut. Manfaat yang saya
rasakan adalah peserta Kursus Politik Anggaran mengetahui politik
anggaran Kabupaten Bandung. Terjalinnya silaturahmi. Menumbuhkan
persatuan dan kesatuan.
Saya mengikuti Kursus Politik Anggaran karena ingin belajar
politik dan ingin mengetahui anggaran-anggaran yang ada di
pemerintahan dan dialokasikan untuk apa saja. Dengan Kursus Politik
Anggaran juga bisa mengubah pola pikir yang tidak peduli menjadi
peduli dan kritis terhadap berbagai kebijakan pemerintah yang tidak
berpihak kepada rakyat.
Kursus Politik Anggaran ini ada lembaganya. Kayak sekolah gitu
supaya legalitasnya ada. Pesertanya banyak sehingga dikenal
masyarakat luas dan lulusannya bisa menjadi orang yang mengerti dan
memahami situasi dan kondisi masyarakat serta nantinya akan menjadi
pemimpin yang bijaksana, jujur, adil dan tegas.
101
Tita Puspita
UNIBBA
Kelas Mahasiswa
Saya mengikuti Kursus Politik Anggaran karena ingin mengetahui
dan menerapkan penggunaaan anggaran yang baik. Banyak yang
menarik dari kursus ini. Salah satunya dari segi materi yang dipelajarinya
sangat menarik.
Dengan adanya Kursus Politik Anggaran ini jadi lebih mengerti
penggunaan APBD yang seharusnya sehingga gak ada lagi
penyelewenagan anggaran.
Buat saya pribadi sangat berkesan karena toh yang terlibat
di kursus ini bukan hanya mahasiswa satu universitas atau
masyarakat satu desa saja melainkan juga bisa kumpul dan berbagi
pengalaman baru dengan mahasiswa lain tentunya banyak menambah
pengetahuan kita tentang penggunaan anggaran masing-masing
daerah itu berbeda-beda. Dengan adanya Kursus Politik Anggaran kelas
mahasiswa ini saya berharap untuk kedepannya diadakan lagi dan jam
beljarnya ditambah karena disadari atau tidak kita sebagai mahasiswa
sebenarnya butuh banget dengan pelatihan-pelatihan, kursus-kursus
mengenai anggaran ini.
Iwa A. Rohiman
SMA PGRI Cicalengka
Kelas Pelajar
Dengan adanya Kursus Politik Anggaran dapat memberikan
ilmu-ilmu yang sangat berharga, sehingga saya sebagai pelajar
ingin sekali berperan aktif dalam kegiatan yang bersifat intruksional/
pengajaran. Dengan demikian kita dapat memperoleh suatu sifat
integritas yang tinggi serta memiliki kemampuan intelektual yang jernih,
sehingga kita pun yang mengikuti sekaligus yang melaksanakan kursus
ini dapat menjadi seseorang yang inteligensia.
Kursus ini memberikan dan menambah pengalaman-pengalaman
baru/inteligensi. Saya sangat berkesan sekali, terutama saat ke
Gedung DPRD. Memperoleh ilmu yang tinggi. Saya bisa mengetahui
sistem kerja anggota DPRD. Selain itu, dapat memberikan manfaat-
102
Vina
SMK Muhammadiyah Majalaya
Kelas Pelajar
Generasi muda adalah jumlah yang menjanjikan untuk
mendukung aktivitas negeri ini dengan ancaman propaganda
politik yang semakin besar. Generasi muda harus dibekali moral dan
pengetahuan yang baik tentang politik.
Pendidikan politik merupakan suatu sarana untuk meningkatkan
kesadaran berbangsa dan bernegara yang dilaksanakan secara
berkesinambungan dan terencana.
Selama menuntut ilmu di bangku pendidikan, kami tampaknya
tidak pernah mendapatkan pendidikan politik secara benar.
Namun dengan adanya Kursus Politik Anggaran untuk kelas pelajar
yang diselenggarakan oleh FDA, kami sebagai kelompok usia sekolah
setingkat SMA/SMK/MA dapat mengetahui pendidikan politik sejak dini.
Setelah kami mengikuti Kursus Politik Anggaran kelas pelajar, setidaknya
kami tahu bagaimana keadaan atau kondisi politik di negeri ini.Di Kursus
Politik Anggaran untuk kelas pelajar, selain mendapatkan materi politik,
kami juga bisa berkunjung ke gedung DPRD Kabupaten Bandung dan
juga menambah teman dari berbagai sekolah yang ada di Kabupaten
Bandung.
103
Agus Saptaludin
Wakil Sekretaris DPD PAN Kab. Bandung
Kelas Kader Partai
Pertama, saya mengapresiasi kursus politik FDA karena memberi
manfaat besar terhadap demokrasi, kesadaran politik melalui
partai politik. Namun tidak semua partai politik memiliki pemahaman
yang ajeg dalam pemahaman platform parpolnya sendiri.
Kedua, banyak manfaat dengan digelarnya acara kursus politik
anggaran untuk membangun dan meningkatkan kapasitas kader
partai politik di Kab. Bandung. Menambah wawasan tentang politik
anggaran di Kab. Bandung. Tak kalah pentingnya membangun political
literacy, kemelekan politik masyarakat secara umum.
Setelah kursus, ada tanggung jawab untuk mengkomunikasikan
proses transformasi informasi hasil kursus terhadap partai
PAN yang pada akhirnya, apa yang didapat bisa dilaksanakan dengan
konsisten. PAN Kab. Bandung menjalin kerja sama dengan FDA untuk
tercapainya perpolitikan yang sehat, bersih dan berwibawa di Kab.
Bandung.
104
105
106
107