Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN TETAP PRAKTIKUM

OPERASI TEKNIK KIMIA I


HEAT CONDUCTION

KELOMPOK I (SHIFT RABU SIANG)


1.
2.
3.
4.
5.
6.

RATIH KESUMA W (03101003013)


AGUNG PRASETYO N (03101003021)
DWI LESTARI (03101003026)
MUTHIA RANI (03101003064)
AMANDA NOFRENI (03101003072)
RIAN ARTHA PRIMA (03101003107)
ASISTEN
1. FEBIA KANIA HERNAWAN
2. DIANA MUTIA PRATIWI

JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK


UNIVERSITAS SRIWIJAYA
INDERALAYA
2013
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Panas adalah salah satu bentuk energi yang dapat dipindahkan dari suatu
tempat ke tempat lain, tetapi tidak dapat diciptakan atau dimusnahkan sama sekali.
Dalam suatu proses, panas dapat mengakibatkan terjadinya kenaikan suhu suatu
zat, perubahan tekanan, reaksi kimia dan kelistrikan.
Proses terjadinya perpindahan panas dapat dilakukan secara langsung, yaitu
fluida yang panas akan bercampur secara langsung dengan fluida dingin tanpa
adanya pemisah. Sedangkan secara tidak langsung, yaitu bila diantara fluida panas
dan fluida dingin tidak berhubungan langsung tetapi dipisahkan oleh sekat-sekat
pemisah. Perpindahan panas adalah salah satu faktor yang sangat menentukan
operasional suatu pabrik kimia. Penyelesaian soal-soal perpindahan kalor secara
kuantitatif biasanya didasarkan pada neraca energi dan perkiraan laju perpindahan
kalor. Perpindahan panas akan terjadi apabila ada perbedaan temperatur antara 2
bagian benda. Panas akan berpindah dari temperatur tinggi ke temperatur yang
lebih rendah.
Peristiwa konduksi merupakan suatu peristiwa perpindahan energi dengan
interaksi dari molekul-molekul suatu substansi dimana terjadinya perpindahan
panas dalam bentuk liquid, gas,dan padat tanpa adanya perpindahan partikelpartikel dalam bahan tersebut melalui medium tetap.
Perpindahan panas pada suatu medium, tidak mungkin terjadi hanya dengan
cara konduksi, tetapi juga terjadi secara konveksi. Hal ini terjadi karena sifat
molekul, atom ataupun elektron bebas yang selalu bergerak. Jadi apabila suatu
bahan dipanasi maka akan terjadi perpindahan panas secara konduksi dan
konveksi dari ujung yang dipanasi ke ujung yang lebih kecil temperaturnya. Profil
perpindahan panas pada medium tersebut akan mengakibatkan adanya fluks
panas.
Pada skala mikroskopis, konduksi terjadi dalam tubuh dianggap sebagai
stasioner, ini berarti bahwa energi kinetik dan potensial dari gerakan massal dari
tubuh secara terpisah dipertanggung-jawabkan. Energi internal akan berdifusi
dengan cepat atau bergerak menggetarkan atom. Kemudian molekul berinteraksi

dengan partikel tetangga, mentransfer beberapa energi mikroskopis mereka


dengan energi kinetik dan potensial. Jumlah ini didefinisikan relatif, tetapi
terhadap sebagian besar tubuh dianggap sebagai stasioner.
Panas ditransfer oleh konduksi bila berdekatan dengan atom atau bila
molekul bertabrakan, atau sebagai elektron beberapa bergerak mundur dan maju
dari atom ke atom dengan cara yang tidak teratur sehingga tidak membentuk arus
listrik makroskopik. Konduksi adalah cara yang paling signifikan dari
perpindahan panas dalam padat atau antara benda padat dalam kontak termal.
Konduksi lebih besar dalam padatan karena jaringan yang relatif hubungan spasial
tetap erat antara atom membantu untuk mentransfer energi antara mereka dengan
getaran.
Pada peristiwa konduksi, panas akan berpindah tanpa diikuti aliran medium
perpindahan panas. Panas akan berpindah secara estafet dari satu partikel ke
partikel yang lainnya dalam medium tersebut. Salah seorang yang mempelajari
proses perpindahan panas secara konduksi adalah Joseph Fourier. Pada tahun
1827 ia merumuskan hukumnya yang berkenaan dengan konduksi. Tinjauan
terhadap peristiwa konduktif dapat diambil dengan berbagai macam cara (yang
pada prinsipnya berakar pada hukum Fourier), mulai dari subjek yang sederhana
yaitu hanya sebatang logam (composite bar). Banyak faktor yang mempengaruhi
peristiwa konduksi. Diantaranya pengaruh luas penampang yang berbeda,
pengaruh geometri, pengaruh permukaan kontak, pengaruh adanya insulasi
ataupun pengaruh-pengaruh lainnya. Konduktansi kontak termal adalah studi
konduksi panas antara tubuh padat dalam kontak. Sebuah penurunan suhu sering
diamati pada antarmuka antara dua permukaan dalam kontak. Tahan panas
antarmuka adalah ukuran resistensi antarmuka yang mengalir termal. Konveksi
panas terjadi karena partikel zat yang bertemperatur lebih tinggi berpindah tempat
secara mengalir sehingga dengan sendirinya terjadi perindahan panas melalui
perpindahan massa. Oleh sebab itu penyelidikan tentang konveksi panas perlu
didahului oleh dan berhubungan sangat erat dengan arus zat atau arus fluida.
1.2. Tujuan
Adapun tujuan dari percobaan ini adalah:

1) Mengetahui penerapan hukum Fourier untuk kondisi linier sepanjang


logam.
2) Mengetahui mekanisme terjadinya panas konduksi.
3) Mengetahui cara dan prinsip kerja alat heat conduction.
4) Menghitung nilai konduktivitas termal logam.
1.3. Permasalahan
Masalah dari percobaan ini adalah:
1) Bagaimanakah pengaruh perubahan area terhadap variabel temperatur?
2) Bagaimana terjadinya panas konduksi pada alat heat conduction?
1.4. Hipotesa
1) Hukum Fourier berlaku untuk perpindahan panas sistem konduksi pada zat
padat, zat cair dan gas.
2) Zat yang memiliki daya hantar panas atau thermal conductivity tinggi akan
mempunyai heat transfer rate yang tinggi pula.
3) Panas yang didapat dari perhitungan tidak akan berbeda jauh dengan panas
yang disupply dari sumber arus.
1.5. Manfaat
Melalui percobaan ini diharapkan agar dapat mengetahui dan membuktikan
aplikasi dari hukum Fourier serta memahami mekanisme dan faktor-faktor yang
mempengaruhi terjadinya panas konduksi.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Jenis-Jenis Konduksi


2.1.1. Transient Konduksi
Secara umum, selama periode dimana suhu yang berubah dalam waktu di
setiap tempat dalam suatu objek, modus aliran energi termal disebut konduksi
transien. Istilah lain adalah non-steady state konduksi, mengacu pada waktuketergantungan bidang temperatur dalam suatu objek. Non-steady state situasi
muncul setelah perubahan suhu yang ditetapkan pada batas suatu objek. Mereka
juga mungkin terjadi dengan perubahan suhu di dalam objek, sebagai hasil dari
sumber baru atau sink panas tiba-tiba diperkenalkan dalam sebuah objek,
menyebabkan suhu mendekati sumber atau tenggelam untuk berubah dalam
waktu.
Ketika gangguan baru temperatur jenis ini terjadi, suhu di dalam sistem
akan berubah dalam waktu menuju keseimbangan baru dengan kondisi baru,
asalkan ini tidak berubah. Setelah kesetimbangan, aliran panas ke dalam sistem
akan sekali lagi sama dengan aliran panas keluar, dan suhu pada setiap titik dalam
sistem tidak ada perubahan lagi. Setelah ini terjadi, konduksi transien berakhir,
meskipun kondisi mapan konduksi dapat terus jika ada terus menjadi aliran panas.
Jika perubahan suhu eksternal atau perubahan panas internal generasi terlalu
cepat untuk keseimbangan suhu dalam ruang untuk mengambil tempat, maka
sistem tidak pernah mencapai keadaan distribusi suhu tidak berubah, dan sistem
tetap dalam keadaan transien.
2.1.2. Konduksi Relativistik
Teori konduksi panas relativistik adalah model yang kompatibel dengan
teori relativitas khusus. Untuk sebagian besar dari abad terakhir, bahwa persamaan
Fourier bertentangan dengan teori relativitas karena mengakui kecepatan tak
terbatas propagasi sinyal panas. Sebagai contoh, menurut persamaan Fourier,
kecepatan propagasi informasi lebih cepat daripada kecepatan cahaya dalam ruang
hampa, yang secara fisik tidak dapat diterima dalam kerangka relativitas.
Perubahan pada model Fourier disediakan untuk model relativistik dari konduksi
panas, menghindari masalah ini.

2.1.3. Konduksi Quantum


Teori lain adalah fenomena kuantum mekanik di mana perpindahan panas
terjadi oleh gelombang-seperti gerak, bukan oleh mekanisme yang lebih biasa
difusi. Panas mengambil tempat tekanan dalam gelombang suara normal. Ini
mengarah ke konduktivitas termal yang sangat tinggi. Hal ini dikenal sebagai
suara kedua karena gerakan gelombang panas mirip dengan penyebaran suara di
udara.
2.2. Sifat-sifat Perpindahan Kalor Konduksi
Bila dua buah benda yang suhunya berbeda berada dalam kontak termal,
maka kalor akan mengalir dari benda yang suhunya tinggi ke benda yang suhunya
lebih rendah. Aliran netto selalu berlangsung menurut arah penurunan suhu.
Dalam konduksi, panas dapat dikonduksi melalui solids, liquids, dan gases.
Panas dikonduksi oleh perpindahan energi gerak molekul-molekul yang
berdekatan. Dalam gas hotter molecules, yang mana memiliki energi kinetik yang
lebih besar memberi energinya ke molekul terdekat yang berada pada level
terendah. Perpindahan jenis ini hadir dalam beberapa tingkat pada semua solids,
gases, atau liquids yang mana berada pada temperatur gradient tertentu. Dalam
konduksi, energi juga dapat dipindahkan oleh elektron bebas, yang mana juga
cukup penting pada metallic solids. Contoh dari perpindahan panas secara
konduksi yaitu perpindahan panas melalui dinding heat exchangers atau sebuah
refrigerator, perlakuan panas pada steel forgings, pendinginan tanah sepanjang
musim dingin dan lain-lain. Pada solid, mekanisme yang utama adalah vibrasi
molekular.
Perpindahan panas secara konduksi dapat terjadi dalam dua proses berikut,
yaitu :
1) Melalui pemanasan salah satu ujung zat
Ini menyebabkan partikel-pertikel pada ujung itu bergetar lebih cepat dan
suhunya naik atau energi kinetiknya bertambah. Partikel-partikel yang
memiliki energi kinetik lebih besar ini akan memberikan sebagian energinya
kepada partikel-partikel tetangganya melalui tumbukan sehingga partikel
tetangga tersebut memiliki energi kinetik yang lebih besar. Selanjutnya,

partikel-partikel ini akan memberikan sebagian energi kinetiknya ke


partikel-partikel tetangga berikutnya. Demikian seterusnya sampai kalor
mencapai ujung dingin (bagian yang tidak dipanasi). Perpindahan panas
dengan cara ini berlangsung lambat karena diperlukan beda suhu yang
tinggi diantara kedua ujung untuk memindahkan lebih banyak kalor.
2)

Melalui elektron-elektron bebas


Dalam logam kalor dipindahkan melalui elektron-elektron bebas yang
terdapat dalam struktur atom logam. Elektron bebas ini mudah berpindah
sehinggapertambahan energi dapat dengan cepat diberikan ke elektronelektron lain yang letaknya berjauhan melalui peristiwa tumbukan. Dengan
cara ini kalor dapat berpindah dengan lebih cepat.

2.3. Heat Exchanger


Ada tiga tipe penukar panas yang sering digunakan, yakni plate and frame/
gaskette plate (umumnya disebut plate exchanger), spiral plate, dan lamella.
Kesamaan dari ketiga konfigurasi ini adalah permukaan pemindahan panas samasama terdiri dari paralel lempeng logam yang dipisahkan permukaan kontak dan
panas yang diterima mengubah aliran fluida pada saluran tipis. Penukar panas
jenis plate adalah penukar panas yang dapat memindahkan panas lebih baik dari 2
konfigurasi lainnya. Kelebihan lain penukar panas jenis plate ini adalah:
1) Fleksibel dalam penyusunan arah alir fluida.
2) Memiliki laju perpindahan panas yang tinggi.
3) Mudah dalam pengecekan/ inspeksi dan perawatan.
Proses pertukaran panas di industri digunakan untuk pemenuhan kebutuhan
unit proses dan untuk konservasi energi. Untuk itu penukar panas yang baik yang
memiliki laju perpindahan panas seoptimal mungkin. Ketidakoptimalan laju
perpindahan panas ditentukan nilai koefisien perpindahan panas keseluruhan.
Hasil-hasil penelitian yang telah dipublikasikan menunjukkan bahwa perubahan
fluks massa udara dapat meningkatkan nilai U untuk setiap laju alir massa flue
gas konstan pada alat penukar panas jenis plat. Marriot (1971) membatasi rentang
bilangan Reynolds yang efektif untuk fluida operasi gas-gas adalah 10-400. Pada

bilangan Reynolds yang terlalu tinggi, laju alir fluida juga akan tinggi, yang akan
menyebabkan perpindahan panas tidak efektif.
Penukar panas (Heat Exchanger) adalah alat yang digunakan untuk
mempertukarkan panas secara kontinu dari suatu medium ke medium lainnya
dengan membawa energi panas. Secara umum ada 2 tipe penukar panas, yaitu:
1) Direct heat exchanger
Kedua medium penukar panas saling kontak satu sama lain. Yang tergolong
Direct heat exchanger adalah cooling tower dimana operasi perpindahan
panasnya terjadi akibat adanaya pengontakan langsung antara air dan udara.
2) Indirect heat exchanger
Dimana kedua media penukar panas dipisahkan oleh sekat/dinding dan
panas yang berpindah juga melewatinya.
Menurut Bell (1959) ada beberapa tipe aliran fluida dalam pelat heat
exchanger, yaitu :
1) Seri
Pola ini digunakan untuk fluida yang laju alirnya rendah dan beda
temperaturnya tinggi.
2) Paralel
Pola ini digunakan untuk fluida yang laju alirnya lebih besar dan beda
temperaturnya rendah.
3) Seri parallel
Pola ini digunakan untuk fluida yang laju alir dan beda temperaurnya tidak
terlalu tinggi (menengah).
Penukar panas jenis pelat terdiri atas pelat-pelat tegak lurus yang dipisahkan
sekat-sekat berukuran antara 2 sampai 5 mm. Pelat-pelat ini berbentuk empat
persegi panjang dengan tiap sudutnya terdapat lubang. Melalui dua di antara
lubang-lubang ini fluida yang satu dialirkan masuk dan keluar pada satu sisi,
sedangkan fluida yang lain karena adanya sekat mengalir melalui ruang antara di
sebelahnya. Struktur umum penukar panas jenis pelat yang dipublikasikan
Marriot, 1971 dapat dilihat pada gambar 1 berikut:

Gambar 2.1. Penukar panas jenis pelat (Marriot, 1971)


Banyak pelat bergelombang, sehingga aliran turbulen sudah tercapai pada
bilangan Reynolds antara 10-400. Pelat yang lebih tipis akan memberikan
perpindahan panas yang lebih efisien, uniform, dan proses kontrol yang lebih baik.
Berdasarkan konstruksinya, penukar panas pelat dapat dibagi menjadi 2 macam,
yaitu :
1)

Gasketted Plate Heat Exchanger


Gasketted plate heat exchanger mudah dimodifikasi karena desainnya
fleksibel. Fungsi utama gasket adalah menjaga tekanan fluida, menjaga laju
alir fluida dan mencegah pencampuran fluida. Selain iu, gasket juga mudah
dibuka untuk kontrol dan pembersihan.

2)

Brazed Plate Heat Exchanger


Brazed plate heat exchanger adalah pengembangan jenis gasket.
Kelebihannya adalah lebih kompak, dan digunakan untuk tekanan dan
temperatur tinggi.

2.3.1. Jenis-Jenis Plate Heat Exchanger


Penukar panas jenis pelat didasarkan pada ragam aliran fluida operasi.
Berdasarkan hal ini penukar panas jenis pelat dapat dibedakan menjadi:
1)
2)
3)

Penukar panas pelat beraliran jamak (multipass plate heat exchanger)


Penukar panas pelat berlawanan arah (countercurrent plate heat exchanger)
Penukar panas pelat bersilangan arah (crosscurrent plate heat exchanger)
Penukar panas pelat secara skematik dapat dilihat pada Gambar 2.2 Proses

pertukaran panas pada penukar panas jenis ini secara sederhana mirip dengan

proses pertukaran panas pada penukar panas pipa ganda (double pipe heat
exchanger). Perbedaannya terletak pada bentuk alur laluan fluida. Pada pipa
ganda alur laluan fluida pendinginnya sejajar dengan alur laluan fluida panasnya.
Baik fluida dingin maupun panas memiliki alur aliran yang lurus (smooth).
Sedangkan pada penukar panas pelat beraliran jamak alur laluan fluida dingin
membentuk huruf U dan sejajar dengan alur laluan fluida panas.

Gambar 2.2. Penukar panas jenis pelat berlairan jamak (multi-pass)


Pada alat penukar panas berlawanan arah, kedua fluida, flue gas, dan udara
pendingin mengalir masuk ke penukar panas dalam arah yang berlawanan dan
keluar sistem dalam arah yang berlawanan juga. Gambar 2.3 menunjukkan skema
arah aliran pada penukar pelat berlawanan arah.

Gambar 2.3. Penukar panas pelat berlawanan arah (counter current)


Pada penukar panas pelat bersilangan arah, udara bergerak menyilang
melalui matriks perpindahan panas yang dilalui oleh flue gas. Arah matriks
perpindahan panas pada penukar panas jenis ini dapat dilihat pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4. Penukar panas bersilangan arah (cross-current)


1) Alat Penukar Panas Saluran Jamak
Alat penukar panas saluran jamak memiliki spesifikasi aliran berupa saluran
jamak banyak laluan (multipass) untuk aliran udara pendingin dan saluran tunggal
untuk aliran flue gas. Dengan adanya saluran jamak ini, perpindahan panas
berlangsung secara bertahap sehingga laju penurunan temperatur flue gas lebih
teratur. Fluida panas (flue gas) yang digunakan dalam penelitian ini adalah udara
yang berasal dari kerangan (valve) yang dipanaskan oleh alat pemanas udara
(heater) dan udara ambient sebagai fluida dingin. Rancangan alat penukar panas
saluran jamak ditampilkan pada gambar 2.5 dan gambar 2.6 berikut:

Gambar 2.5. Alat penukar panas jenis pelat saluran jamak untuk sisi udara

Gambar 2.6. Alat penukar panas jenis pelat saluran jamak untuk sisi flue gas
2) Alat Penukar Panas Berlawanan Arah (Counter Current Plate Heat
Exchanger)
Pada alat penukar panas berlawanan arah, kedua fluida, flue gas dan udara
pendingin mengalir masuk ke penukar panas dalam arah berlawanan dan keluar
sistem dalam arah yang berlawanan juga. Hal ini dapat dilihat pada gambar 2.7
dan gambar 2.8. pada gambar skema alat dapat dilihat udara pendingin yang
mengalir masuk ke penukar panas secara counter current dengan udara panas
yang keluar dari arah berlawanan pada alat penukar panas. Catatan bahwa,
perpindahan udara atau fluida panas dan dingin berada didalam alat. Dengan
skema peralatan tersebut diharapkan hasil yang diperoleh dapat memenuhi rentang
bilangan Reynolds antara 10-400 seperti yang ditekankan Marriot (1971).

Gambar 2.7. Alat penukar panas jenis pelat berlawanan arah untuk sisi
udara

Gambar 2.8. Alat penukar panas pelat berlawanan arah


untuk sisi flue gas
3) Alat Penukar Panas Bersilangan Arah (Cross Current Plate Heat
Exchanger)
Bila kedua fluida mengalir sepanjang permukaan perpindahan panas dalam
gerakan yang tegak lurus satu dengan lainnya, maka penukar panasnya dikatakan
berjenis aliran silang (cross flow). Pada sistem ini, udara bergerak menyilang
melalui matriks perpindahan panas yang dilalui flue gas. Aliran fluida panas dan
dingin pada penukar panas pelat beraliran silang yang akan digunakan pada
percobaan ini tidak saling bercampur (unmixed). Hal ini disebabkan oleh adanya
sekat yang memisahkan aliran kedua fluida tersebut. Skema peralatan penukar
panas pelat beraliran silang ini ditampilkan pada gambar 9.

Gambar 2.9. Alat penukar panas jenis pelat bersilangan arah

2.4. Koefisien Perpindahan Panas


Perpindahan panas antara dua fluida yang dipisahkan oleh pelat terjadi
secara konduksi dan konveksi. Jika konduksi dan konveksi secara berurutan, maka
tahanan panas yang terlibat (konduksi dan konveksi) dapat dijumlahkan untuk
memperoleh koefisien perpindahan panas keseluruhan (U). Besaran 1/Uh dan
1/Uc disebut tahanan keseluruhan terhadap perpindahan panas dan merupakan
jumlah seri dari tahanan di fasa fluida panas, pelat, dan fluida dingin.
Secara matematis dapat dirumuskan:

hc

1
dAc
dAh

hh

1
dAh
dAc

xw
1
1
U h = hh +

dAw

dAh

xw
1
1
U c = hc +

dAw

dAc

...... (2.1)

...... (2.2)

Dimana :

1
Uh

= tahanan panas keseluruhan atas dasar fluida panas

1
Uc

= tahanan panas keseluruhan atas dasar fluida dingin

hh

= koefisien perpindahan panas di fluida panas

hc

= koefisien perpindahan panas di fluida dingin

xw

= tebal pelat

= konduktivitas pelat

= luas penampang pelat


Perpindahan panas menjadi:
dQ
dA = U ( Th Tc )

... (2.3)

dQ
dA
Th Tw,h

... (2.4)

hh =

hc =

dQ
dA
Tw,c Tc

... (2.5)

Dimana :
dQ/dA= fluks panas per unit perpindahan panas di mana perbedaan temperature
(Th -Tc)
U

= koefisien perpindahan panas keseluruhan

Tw

= temperatur dinding pelat.


Bilangan Reynolds merupakan bilangan tak berdimensi yang didefinisikan

sebagai perbandingan antara gaya inersia terhadap gaya viscous dalam system
aliran fluida. Secara matematis dapat dirumuskan:

.D.v
NRE =

...... (2.6)

Dimana :
= densitas fluida (kg/m3)
v = laju alir fluida (m/s2)
= viskositas fluida (ms2/kg)
D = diameter (m)
2.5. Neraca Massa dan Energi pada Sistem Alat Perpindahan Panas
Karakteristik alat perpindahan panas ditentukan oleh beberapa faktor, antara
lain:
1)
2)
3)
4)

Jenis fluida yang akan dipertukarkan panasnya.


Laju alir fluida.
Tipe aliran yang dipakai (co-current atau counter-current).
Letak fluida panas dan dingin, di dalam atau di luar alat penukar panas
tersebut.
Dalam neraca entalpi pendingin dan pemanas didasarkan pada asumsi

bahwa dalam penukar kalor tidak terjadi kerja poros, sedang energi mekanik,
energi potensial, dan nergi kinetik semuanya kecil dibandingkan dengan suku lain
dalam persamaan neraca energi. Maka, untuk satu arus dalam penukar kalor:
Q= m ( Hb - Ha )

...... (2.7)

Dimana,
m

= laju aliran massa dalam arus tersebut

Q
= t = laju perpindahan kalor ke dalam arus

Ha & Hb = entalpi per satuan massa arus pada waktu masuk dan pada waktu
keluar.
Perpindahan kalor dari atau ke udara sekitar dibuat sekecil mungkin dengan
isolasi yang baik sehingga kehilangan kalor tersebut diabaikan terhadap
perpindahan kalor yang melalui dinding tabung yang memisahkan udara panas
dan udara dingin.
2.6. Hukum Fourier
Hubungan dasar yang mengenai aliran kalor melalui konduksi ialah berupa
kesebandingan yang ada antara laju aliran kalor melintas permukaan isotermal dan
gradien suhu yang terdapat pada permukaan itu. Hubungan umum ini disebut
hukum fourier. Hukum Fourier menyatakan bahwa k tak bergantung pada
gradient suhu tetapi tidak selalu demikian halnya dengan suhu itu sendiri. Termal
konduktivitas adalah proses untuk memindahkan energi dari bagian yang panas
kebagian yang dingin dari substansi oleh interaksi molekuler. Konduktivitas
termal k ialah suatu konstanta (tetapan) yang ditentukan dari eksperimen dengan
medium itu. Satuan k adalah Btu/hr ft oF atau W/m K. Hukum Fourier dapat
dituliskan sebagai :
dq
T
dA = -k n

...... (2.8)

Dimana :
A

= luas permukaan isotermal

= jarak, diukur normal (tegak lurus) terhadap permukaan itu

= laju aliran kalor melintas permukaan pada arah normal terhadapnya

= suhu

= konstanta proporsionalitas (tetapan kesebandingan


BAB III

METODOLOGI
3.1. Alat dan Bahan
3.1.1. Alat
1)
2)
3)
4)
5)
6)

Power Supply
Stavolt
Heat conduction apparatus
Linier module dan radial module
Pompa
Ember

3.1.2. Bahan
1) Air pendingin
2) Material sample [Kuningan besar (A), kuningan kecil (B) dan stainless stell
(C)]
3.2. Prosedur Percobaan
1) Rangkailah alat.
2) Hidupkan power supply.
3) Atur watt meter sesuai yang dikehendaki (untuk sistem linier dan radial).
4) Catat temperatur masuk air pendingin seketika setelah power supply
dihidupkan.
5) Catatlah harga-harga temperatur yang terbaca untuk T1, T2, sampai dengan T9
untuk sistem linier dan T1, T2, T3, T7, T8 dan T9 untuk sistem radial, apabila
harga watt meter stabil seperti yang dikehendaki.
Catatan :
Pembacaan temperatut T1 samapi T9 dilakukan dengan memutar temperatur
selector switch. Lakukan langkah 1 sampai 5 terhadap masing-masing jenis logam
A, B dan C untuk setiap variasi sistem.

Anda mungkin juga menyukai