Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN
Pterigium adalah suatu pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva yang bersifat
degeneratif dan invasif. Pertumbuhan ini biasanya terletak pada celah kelopak bagian
nasal ataupun temporal konjungtiva yang meluas ke daerah kornea. Pterigium mudah
meradang dan bila terjadi iritasi, maka bagian pterigium akan berwarna merah dan
pterigium dapat mengenai kedua mata.1
Pterigium merupakan membran, berbentuk segitiga, dengan puncak didaerah kornea
dan basis di konjungtiva bulbi, difisura palpebra.2
Pterigium suatu kelainan mata yang umumnya terjadi di wilayah beriklim
tropis dan di alami oleh mereka yang bekerja atau beraktifitas di bawah sinar
matahari, dan umumnya terjadi pada usia 20-30 tahun. Kasus pterigium di Amerika
Serikat sangat bervariasi tergantung pada lokasi geografisnya yang berkisar kurang
dari 2% untuk daerah diatas 400 lintang utara sampai 5-15% untuk daerah garis
lintang 280-360. Prevalensinya meningkat pada

daerah-daerah yang terkena

penyinaran ultraviolet untuk daerah di bawah garis lintang utara. 3 Pterigium jarang
ditemukan di Eropa dan kebanyakan pasien berasal dari daerah dengan garis lintang
30-35 dari kedua sisi equator. Distribusi geografis ini mengindikasikan bahwa sinar
ultraviolet merupakan faktor risiko yang penting. Pterigium dilaporkan dapat terjadi
pada laki-laki dua kali lebih banyak dibandingkan wanita. Jarang sekali orang
menderita pterigium pada umur di bawah 20 tahun. Pasien yang berumur diatas 40

tahun mempunyai prevalensi yang tertinggi, sedangkan pasien yang berumur 20-40
tahun dilaporkan mempunyai insidens pterigium yang paling tinggi.4
Pterigium sering bersifat rekuren, terutama pada pasien yang muda. Bila
meradang dapat diberikan steroid atau suatu tetes mata dekongestan. Pengobatan
pterigium adalah dengan

konservatif atau dilakukan pembedahan bila terjadi

gangguan penglihatan akibat terjadinya astigmatisme ireguler atau pterigium yang


telah menutupi media penglihatan. Pencegahan dilakukan dengan melindungi mata
dengan pterigium dari sinar matahari, debu, dan udara kering dengan kacamata
pelindung.3
Tujuan penyusunan referat ini adalah untuk mengetahui secara umum
mengenai

definisi,

anatomi

fisiologi

konjungtiva

dan

kornea,

klasifikasi,

patofisiologi, manifestasi klinis, serta penatalaksanaan pada pterigium.

BAB II
SATUAN ACARA PENYULUHAN MANDIRI

Pokok Bahasan

: Pterigium

Hari / Tanggal

: Jumat, 28 Agustus 2015

Waktu

: 14.00 - 14.30 WIB

Tempat

: Poli siang Puskesmas Sukmajaya

Sasaran

: Pasien Balai Pengobatan Puskesmas Sukmajaya

A. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah dilakukannya penyuluhan selama 15 menit, diharapkan audiens
mengerti mengenai gejala pterigium dan pencegahan dari pterigium.
2. Tujuan Khusus
Setelah dilakukannya penyuluhan selama 15 menit, diharapkan :
a. Audiens mengetahui dan mengerti tentang pterigium
b. Audiens mangetahui penyebab timbulnya pterigium
c. Audiens mengetahui gejala pterigium
d. Audiens mengetahui faktor risiko pterigium
e. Audiens mengetahui cara pencegahan pterigium
B. Metode
1. Ceramah
2. Tanya jawab
C. Media
1. Leaflet

D. Kegiatan Penyuluhan Kesehatan


Kegiatan Penyuluh

Kegiatan Audiens

Waktu

PENDAHULUAN
Penyuluh memberikan salam dan Menjawab salam dan memperhatikan
memperhatikan
kesiapan
warga penyuluh
terhadap
materi
yang
akan
dipresentasikan

30 detik

Menyampaikan tujuan penyuluhan Menyimak


yang akan dicapai

1 menit

KEGIATAN INTI
Menjelaskan pengertian pterigium

Menyimak

1 menit

Menjelaskan penyebab pterigium

Menyimak

1 menit

Menjelaskan gejala awal pterigium

Menyimak

2 menit

Menjelaskan faktor risiko pterigium

Menyimak

2 menit

pencegahan Menyimak

2 menit

Mnejelaskan
pterigium

cara

PENUTUP
Menyimpulkan semua materi yang Berperan aktif
dibahas

2 menit

Diskusi dan tanya jawab

3 menit

Memberikan salam
pesan singkat

penutup

Berperan aktif
dan Menjawab salam dan menyimak

30 detik

E. Materi
4

Materi tentang penyakit Pterigium terdiri dari :


Menjelaskan pengertian pterigium
Menjelaskan penyebab pterigium
Menjelaskan gejala pterigium
Menjelaskan faktor risiko pterigium
Menjelaskan cara pencegahan pterigium

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

1.

Definisi
Pterigium adalah merupakan suatu pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva

yang bersifat degeneratife dan invasif. Pertumbuhan ini biasanya terletak pada celah
kelopak bagian nasal ataupun temporal konjungtiva yang meluas ke daerah kornea.
Pterigium mudah meradang dan bila terjadi iritasi, maka bagian pterigium akan
berwarna merah, dan dapat mengenai kedua mata. Pterigium dapat tidak memberikan
keluhan atau akan memberikan keluhan mata iritatif, merah, dan mungkin
menimbulkan astigmatisme yang akan memberikan keluhan gangguan penglihatan,
dan dapat disertai dengan keratitis pungtata dan dellen (penipisan kornea akibat
kering), dan garis besi (iron line dari strocker) yang terletak di ujung pterigium.1
Pterigium merupakan pertumbuhan jaringan fibrovaskular berbentuk segitiga
yang tumbuh dari arah konjungtiva menuju kornea pada daerah interpalpebra.
Pterigium pertumbuhan berbentuk sayap pada konjungtiva bulbi, asal kata pterigium
adalah bahasa yunani yaitu pleron yang artinya wing atau sayap, insiden cukup tinggi
di Indonesia yang terletak di daerah equator.10,11
2.

Etiopatogenesis
Penyebab dari penyakit ini adalah iritasi kronik akibat debu, angin,

paparan sinar ultraviolet atau mikrotrauma yang mengenai mata. Pterigium banyak
dijumpai pada orang yang bekerja di luar ruangan dan banyak bersinggungan
dengan udara, debu ataupun sinar matahari dalam jangka waktu yang lama.
Umumnya banyak muncul pada usia 20 30 tahun. Pemicu pterygium tidak hanya
dari etiologinya saja tetapi terdapat faktor risiko yang mempengaruhinya antara
lain faktor usia, jenis kelamin, jenis pterigium, jenis pekerjaan (outdoor atau
indoor ).5
Etiologi belum diketahui pasti. Teori yang dikemukakan Paparan sinar
matahari,
merupakan faktor yang penting dalam perkembangan terjadinya pterigium. Hal ini
menjelaskan mengapa insidennya sangat tinggi pada populasi yang berada pada
6

daerah dekat equator dan pada orang orang yang menghabiskan banyak waktu di
lapangan. Iritasi kronik dari lingkungan seperti udara, angin, debu. Faktor lainnya
yang berperan dalam terbentuknya pterigium adalah alergen, bahan kimia berbahaya,
dan bahan iritan seperti angin, debu, polutan, merupakan mutagenik untuk p53 tumor
supressor gen pada stem sel limbal. Tanpa apoptosis, transforming growth factor-beta
dan memicu terjadinya peningkatan kolagenasi, migrasi seluler, dan angiogenesis.
Selanjutnya perubahan patologis yang terjadi adalah degenerasi elastoid kolagen dan
timbulnya jaringan fibrovaskuler subepitelial. Kornea menunjukkan destruksi
membran Bowman akibat pertumbuhan jaringan fibrovaskular.5,6
3.

Gambaran Klinis
Pterigium biasanya melibatkan bagian mata dari konjungtiva bulbi dalam

fissura inter palpebra menebal, meradang, pada jaringan konjungtiva fibrovaskular


yang melibatkan diagnosa banding sejumlah lesi lainnya dapat menstimulasikan
pterigium, dan biasanya dapat menstimulasikan keganasan konjungtiva, setiap
peradangan kornea perifer, infeksi atau distrofi dapat menyebabkan pertumbuhan
berlebihan di superficial dari psuedopterigium konjungtiva jaringan, biasanya terjadi
di daerah selain fissure interpalpebra.
Pterigium tidak memberikan keluhan atau akan memberikan keluhan mata
iritatif, gatal, merah, sensasi benda asing dan mungkin menimbulkan astigmat atau
obstruksi aksis visual yang akan memberikan keluhan gangguan penglihatan.4
Berdasarkan luas perkembangannya di klasifikasikan menjadi 4 stadium:4
-

Stadium 1 = puncak pterigium pada limbus


Stadium 2 = puncak pterigium mengenai kornea antara limbus dan

pertengahan jarak limbus ke tepi pupil.


Stadium 3 = puncak pterigium mengenai kornea antara pertengahan jarak

limbus ke tepi pupil dan tepi pupil.


Stadium 4 = puncak pterigium telah melewati tepi pupil.

Gambar 4.a8
Stadium 1: puncak pterigium pada limbus

Gambar 4.b 8
Stadium 2: puncak pterigium mengenai kornea antara limbusdan pertengahan
jarak limbus ke tepi pupil

Gambar 4.c 8
Stadium 3 : puncak pterigium mengenai kornea

antara

pertengahan jarak limbus ke tepi pupil dan tepi pupil

Gambar 4.d 8
Stadium 4: puncak pterigium telah melewati tepi pupil

Pterigium berdasarkan perjalanan penyakit di bagi 2 tipe yaitu :11


1. Progresif pterigium : tebal dan vaskuler dengan beberapa infiltrat dari kornea di
depan

kepala pterigium

2. Regresif pterigium : tipis, atrofi, sedikit vaskuler dan akhirnya membentuk


membran tetapi tidak pernah hilang
Pada fase awal pterigium tanpa gejala, tetapi keluhan kosmetik gangguan
penglihatan terjadi ketika pterigium mencapai daerah pupil atau menyebabkan kornea
astigmatisma dan menyebabkan pertumbuhan fibrosis pada tahap regresif. Kadang
terjadi diplopia sehingga menyebabkan terbatasnya pergerakan mata.11,12
Pterigium dapat di bagi menjadi 3 tipe :12
1. tipe I : Meluas kurang 2 mm dari kornea, deposit besi dapat di jumpai pada epitel
kornea dan kepala pterigium. Lesi sering asimtomatis, meskipun sering mengalami
inflamasi ringan, pasien yang memakai lensa kontak dapat pmengalami keluhan
lebih cepat.
2. tipe II : Menutupi kornea sampai 4 mm dapat primer atau rekuren setelah operasi.
Berpengaruh dengan menimbulkan astigmatisma.
3. tipe III : Mengenai kornea lebih 4 mm dan mengganggu aksis visual. Lesi yang
luas

khususnya pada kasus rekuren, dapat berhubungan dengan fibrosis

subkonjungtiva yg meluas ke fornik.


4.

Gejala Klinik
Gejala klinik dibagi menjadi 2 yaitu :15

- Gejala Subjektif adalah penderita dengan keluhan mata terasa panas, gatal, seperti
ada benda asing di mata, lakrimasi, dan mata merah bila terkena sinar matahari. Tapi
ada sebagian penderita tidak menimbulkan keluhan sama sekali. Dapat juga terjadi
kemunduran tajam penglihatan akibat astigmat atau pterigium yang telah meluas
melewati pupil.
- Gejala objektif adalah terdapat pterigium yang biasanya horizontal dibagian nasal,
tetapi kadang-kadang di jumpai di bagian temporal

5.

Diagnosa Banding
10

Secara klinis pterigium dapat di bedakan dengan 2 keadaan yang sama yaitu
pinguekula dan pseudopterigium.7,11

Pinguekula.

Merupakan degenerasi hialin jaringan submukosa konjungtiva. Bentuknya kecil,


meninggi, masa kekuningan berbatasan dengan limbus pada konjungtiva bulbi di
intrapalpebra dan kadang-kadang inflamasi,tindakan eksisi tidak diindikasikan, sering
pada iklim sedang dan tropis

Pseudopterigium

Adalah akibat inflamasi permukaan okuler sebelumnya seperti trauma, trauma kimia,
konjungtivitis

sikatrik,

trauma

bedah

atau

ulkus

perifer

kornea.

Untuk

mengidentifikasi pseudopterigium, cirinya tidak melekat pada limbus kornea, dengan


menggunakan sonde dapat dengan mudah melewati bagian bawah pseudopterigium
pada limbus, dimana hal ini tidak dapat di lakukan pada pterigium.
6.

Penatalaksanaan
Keluhan fotopobia dan mata merah dari pterigium ringan sering di tangani

dengan menghindari asap dan debu. Beberapa obat topikal seperti lubrikans,
vasokonstriktor dan kortikoseroid digunakan secara aman untuk menghilangkan
gejala jika digunakan secara benar, terutama pada stadium 1 dan 2 atau tipe 1. Untuk
mencegah progresifitas beberapa peneliti menganjurkan penggunaan kacamata
pelindung ultraviolet.12
Pengobatan eksisi pada saat ini hanya satu-satunya cara yang memuaskan,
serta untuk kasus rekuren ditambah dengan penyinaran dengan sinar x, beta radiasi,
atau meneteskan obat-obat anti mitosis (trietylene thiophosphoramide). Operasi eksisi
pterigium bertujuan mencapai keadaan yang anatomis, secara topografi membuat
permukaan okuler rata. Teknik operasi yang umum dilakukan adalah menghilangkan
pterigium menggunakan pisau tipis dengan diseksi yang rata menuju limbus.
Meskipun teknik ini lebih disukai dilakukan diseksi ke bawah bare sclera pada
11

limbus, akan tetapi tidak perlu diseksi eksesif

jaringan tenon, karena kadang

menimbulkan perdarahan akibat trauma terhadap jaringan otot. Setelah eksisi,


biasanya dilakukan kauter untuk hemostasis sklera.9
Indikasi pembedahan yaitu :16
- Pterigium tebal dengan apex yang menutupi pupil
-

Pterigium jelas tumbuh progresif dan mengancam akan menutupi pupil


Pada pengamatan pterigium tumbuh progresif
Penderita mengeluh pterigiumnya tumbuh cepat
Alasan kosmetik

Beberapa teknik operasi antara lain :9,10


1. Bare Sclera : tidak ada jahitan atau menggunakan benang absorbable untuk
melekatkan konjungtiva pada sklera superfisial di depan insersi tendon rektus,
meninggalkan area sklera yang terbuka. (teknik ini menghasilkan tingkat
rekurensi 40% - 50%).
2.

Simple Closure : tepi bebas dari konjungtiva dilindungi (efektif jika defek
konjungtiva sangat kecil)

3. Sliding flap : insisi L-shaped dilakukan pada luka sehingga flap konjungtiva
langsung menutup luka tersebut.
4. Rotational flap : insisi U-shaped dibuat membuat ujung konjungtiva berotasi pada
luka.
5. Conjunctival graft: graft bebas, biasanya dari konjungtiva bulbar superior dieksisi
sesuai ukuran luka dan dipindahkan kemudian dijahit.

12

Gambar 5. Operasi Pterigium.10


Keterangan:
a. Bare sclera
b. Simple clousure with fine
c. Sliding flap that is closed with inter
d. Rotational flap from the superior bulbar conjunctiva
e. Conjunctival autograf
7.

Komplikasi
Komplikasi pterigium terdiri dari :13
1.

Distorsi dan penglihatan sentral berkurang

2.

Merah

3.

Iritasi

4.

Scar (parut) kronis pada konjungtiva dan kornea

5.

Pada pasien yang belum di eksisi, scar pada otot rektus medial yang
dapat menyebabkan

diplopia

13

6.

Pada pasien dengan pterigium yang telah di eksisi, scar atau disinsersi
otot rektus medial dapat juga menyebabkan diplopia

8.

Hubungan Pterigium Dengan Astigmat


Dalam buku-buku mengenai refraksi dikatakan bahwa penyakit-penyakit
kornea dan tumor kelopak dapat menimbulkan perubahan kurvatura kornea
dan astigmat. Pterigium yang lebih dari 2mm melewati limbus, akan
menimbulkan astigmat dan pada apex pterigiumnya tebal, akan menarik atau
mengangkat epitel kornea lebih keras.

9.

Prognosis
Eksisi pada pterigium pada penglihatan dan kosmetik adalah baik.
Prosedur yang baik dapat ditolerir pasien dan disamping itu pada beberapa
hari post operasi pasien akan merasa tidak nyaman, kebanyakan setelah 48
jam pasca operasi pasien bisa memulai aktivitasnya. Bagaimanapun juga,
pada beberapa kasus terdapat rekurensi dan risiko ini biasanya karena pasien
yang terus terpapar radiasi sinar matahari. Pasien dengan resiko tinggi
timbulnya pterigium seperti riwayat keluarga atau karena terpapar sinar
matahari di anjurkan memakai kacamata , sunblock.13

14

PENUTUP
Pterigium merupakan kelainan bola mata yang umumnya terjadi di wilayah
beriklim tropis dan dialami oleh mereka yang bekerja atau beraktifitas di bawah sinar
matahari dan umumnya terjadi pada usia 20-30 tahun. Penyebab paling sering adalah
exposure atau sorotan berlebihan dari sinar matahari yang di terima oleh mata. Sinar
ultraviolet, baik ultraviolet A (UVA) ataupun Ultraviolet B (UVB), berperan penting
dalam hal ini. Selain itu dapat pula dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti zat
alergen, kimia dan pengiritasi lainnya.
Pterigium sering ditemukan pada petani, nelayan dan orang-orang yang
tinggal di dekat daerah khatulistiwa. Jarang mengenai anak-anak. Paparan sinar
matahari dalam waktu lama, terutama sinar ultraviolet, serta iritasi mata kronis oleh
debu dan kekeringan diduga kuat sebagai penyebab utama pterigium. Gejala-gejala
pterigium biasanya berupa mata merah, iritasi, inflamasi, dan penglihatan kabur.
Kondisi pterigium akan terlihat dengan pembesaran bagian putih mata,
menjadi merah dan meradang. Pertumbuhan bisa mengganggu proses cairan mata
atau yang disebut dry eye syndrome. Sekalipun jarang terjadi, namun pada kondisi
lanjut atau apabila kelainan ini didiamkan lama akan menyebabkan hilangnya
penglihatan penderita. Apabila memiliki tingkat aktifitas luar ruangan yang cukup
tinggi dan harus berlama lama dibawah sinar matahari, disarankan untuk
melindungi aset penting penglihatan juga dari debu dan angin yang bisa
menyebabkan iritasi mata baik ringan maupun berat.

15

DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas Sidarta, Ilmu Penyakit Mata, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
edisi ke tiga. Hal 119-120
2. Wijana Nana, Ilmu Penyakit Mata, Perpustakaan nasional: Katalog

Dalam

Terbitan, ed.rev, Cet 6: Jakarta

3. http://duniakeperawatan.wordpress.com/2009/03/01/173/
4. http://kkyazid.blogspot.com/2010/02/pterigium.html

5. Smolin, Gilbert, Richard A, The Cornea, Scientific Foundations and Clinical


Practice.1983
6. Vaughan, Daniel G., Taylor Asbury, Paul Riordan Eva. Oftalmologi Umum ed.14

Cetakan 1. Jakarta: Widya Medika. 2000


7. Agarwal, Amar, MS. Hand Book of Ophtalmology. Chennai, India.2005
8. http://www.google.co.id/imglanding?
q=gambar+kornea&um=1&hl=id&sa=X&biw=1024&bih=578&tbs=isch:1&tbnid
=A65b8KPps45JOM:&imgrefurl=http://chefcalvin.
9. Steele, Kirkness, Manual of Systematic Corneal Surgery, Medical Devision of
Group. 1992
10. American Academy of Ophtalmology, Basic and Clinical Science Course, Section
8, External Disease and Cornea, 2002-2003
11. T H Tan Donald et all, pterigium, Clinical Ophtlmology-An Asian Perspective,
Chapter 3.2, Saunders Elsevier, Sigapore, 2005
12. Kanski J jack, Pterigium, Clinical Ophtalmology a Systematic Approach, Chapter
4, Butterworth Heinemam Elsevier, 2007
13. Pterigium in http ://www//e.medicine
16

14. Waller G. Stephen, Adams P Antony, Pterigium, Duanes Clinical Ophtalmology,


chapter 35, vol: Revised Edition, Lippincot Williams dan Wilkins, 2004.
15. Hansen, A. & Norn, M. : Astigmatism and surface phenomena in pterygium. Acta
Ophthak.1980
16. Arruga, H. : Ocular Surgery, McGraw-Hill, New York, 1963

17

Anda mungkin juga menyukai