Kamar Dagang Industr
Kamar Dagang Industr
Visi 2030
Menuju Negara Industri Maju dan Bangsa Niaga Tangguh
Visi 2030
Dalam periode 20 tahun ke depan, dapat diciptakan Republik Indonesia sebagai
Negara Industri Maju dan Bangsa Niaga Tangguh yang makmur dalam keadilan
dan adil dalam kemakmuran, melalui :
1. Kebangkitan kekuatan rekayasa, rancang bangun, manufaktur dan jaringan
penjualan produk Industri Nasional, terutama dengan menghasilkan barang
dan jasa berkualitas unggul yang menang bersaing dengan produk negaranegara di kawasan Asia seperti Vietnam, Malaysia dan Cina, baik dipasar
domestik maupun Regional.
2. Kebangkitan kekuatan industri nasional pengolah hasil sumber daya alam
dengan produk olahan bermutu terjamin, sehingga dapat dicapai swasembada
pangan secara lestari dan berkemampuan ekspor.
3. Kebangkitan daya cipta dan kreativitas rekayasa dan rancang bangun putraputri Indonesia, sehingga industri nasional berbasis tradisi dan budaya bangsa
dapat tumbuh berkembang kembali melalui produk berkualitas tinggi yang
dicintai dan digunakan dalam kehidupan sehari-hari sebagai life style
masyarakat Indonesia.
KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA
2010
Profil Industri
TH 2008,
total tenaga kerja 750.836 orang)
Unit usaha 6.316 unit
Prosentase thd unit usaha non migas 22,7%
Prosentase thd total tenaga kerja non migas 16,5%
Input industri ini sebagian besar berasal dari dalam
negeri, hanya 13,6 % yang diimpor. sebagian besar
dijual di pasar domestik. ekspor sebesar 14,5%.
Bahan baku pelengkap cukup tersedia di dalam negeri. Ini bisa dijadikan basis produksi industri makanan dan
minuman
5 Penyediaan sarana transportasi darat dan laut untuk menjamin distribusi barang:
Pengadaan rangkaian kereta api yg memiliki gerbong refrigerated, baik untuk mengangkut bahan baku
maupun bahan jadi dan Pengadaan refigerator container untuk angkutan laut ke daerah tertentu.
Profil industri
Industri TPT dan alas kaki merupakan industri padat karya berorientasi ekspor.
Perkembangan industri ini yang sangat ditentukan oleh permintaan di pasar
dunia -- berpengaruh besar pada penyerapan tenaga kerja di dalam negeri.
Krisis global telah menghambat perkembangan industri ini. Penetrasi produk
ilegal di pasar domestik mengurangi daya saing industri di negeri sendiri.
Ekspor
Domestik
2005
2006
2007
2008
2,796
3,010
3,057
2,754
2,656
2,699
2,704
2,754
491
813
829
846
132,574
136,199
138,544
141,882
132,381
135,677
137,835
141,882
205
551
804
850
1,176,562
1,194,702
1,201,146
1,312,450
1,176,183
1,194,326
1,200,842
1,312,450
392
387
413
415.
Alas kaki
Tenaga kerja
Tekstil & apparel
Alas kaki
Perkembangan industri
Penjualan Industri tekstil & apparel,
000 US$
Lainnya
ASEAN
Jepang
EU
AS
Domestik
Teknologi mesin dan alat produksi yg relatif tertinggal, kurang produktif dan
kurang mampu menciptakan produk bernilai tambah tinggi sehingga proses
produksi lebih efisien
Profil Industri
Industri elektronika secara umum terdiri atas industri elektronika konsumsi (mis. TV,
kulkas, dan komputer), industri lighting (mis. lampu dan baterai), industri mold/die,
dan industri peralatan medis.
Tabel 1.
Industri elektronika: Peran pada penciptaan nilai
tambah dan penyerapan tenaga kerja,
Industri besar dan sedang, 2007
Kelompok Industri
Elektronika
Penyerapan
tenaga
kerja
6.9
6.3
Nilai
tambah
Elektronika konsumsi
2.3
2.0
Lighting
1.7
1.4
Mold/die
2.8
2.7
Peralatan medis
0.1
0.1
Lain-lain
0.0
0.0
10
Gambar 1
Perkembangan Ekspor Alat-Alat Elektronika
Tabel 1.
Persentase penggunaan bahan baku impor dan
ekspor hasil produksi, Industri besar dan
sedang, 2007
Kelompok Industri
Elektronika
Bahan
baku
impor
Ekspor
hasil
produksi
60.1
25.6
Elektronika konsumsi
61.8
12.3
Lighting
42.2
23.5
Mold/die
79.6
38.5
Peralatan medis
79.3
3.1
Lain-lain
75.3
8.6
11
12
Gambar 2
Struktur Biaya Beberapa Produk Elektronika Konsumsi
13
Gambar 1
Konsumsi Produk Mold/Die Dalam Negeri (juta US$)
Industri Mold/Die
Industri mold/die baru berkembang sejak 1980-an, sehingga
pengalaman teknologi produksinya jauh tertinggal dari
negara lain. Tidak adanya bahan baku mold/die dalam negeri
yang memadai (semuanya diimpor) sehingga menyebabkan
daya saing biaya, waktu delivery dan kualitas kalah dengan
negara-negara lain.
Selain itu, kemampuan SDM yang kurang memadai
menyebabkan product design tidak dikerjakan di Indonesia.
Hal ini menyebabkan proses trial hingga pengerjaan
mold/die dikerjakan di luar negeri. Minimnya fasilitas
pendidikan, pelatihan dan pengembangan mold/die semakin
mempersulit
IKM
supporting
industy
dalam
mengembangkan kemampuan SDMnya.
14
15
Profil industri
Mengacu kepada data statistik terbaru (2007), 14.4% nilai tambah sektor industri besar dan sedang berasal
dari industri alat angkutan beserta komponen dan perlengkapannya. Bersama-sama dengan industri mesin
dan peralatan, peran industri alat angkutan mencapai 29% PDG industri pengolahan bukan migas.
Memperhatikan besarnya peran dalam penciptaan nilai tambah, industri alat angkutan sangat mempengaruhi
pertumbuhan sektor industri dan secara keseluruhan. Tabel 1. Peran industri alat angkutan, mesin-mesin dan peralatan
lainnya dalam PDB
2004
2005
2006
2007
2008
26.5
27.8
28.0
28.7
29.0
Industri total
22.7
22.7
22.8
23.8
23.9
7.0
7.0
7.1
7.2
7.5
PDB total
6.4
6.2
6.3
6.4
6.7
% bahan baku
impor
% ekspor
29.4
17.5
Sepeda motor
22.3
0.8
Komponen otomotif
54.6
12.4
10.4
28.0
16
Perkembangan industri
Di tengah penurunan pertumbuhan sektor industri
pengolahan secara keseluruhan, industri alat
angkutan (bersama dengan industri mesin dan
peralatan) mengalami pertumbuhan cukup tinggi.
Produksi kendaraan bermotor --roda 4 maupun
roda 2 terus tumbuh, baik untuk pasar domestik
maupun ekspor. Penjualan kendaraan bermotor
2008 di Indonesia tetap tumbuh di tengah krisis
global yang menyebabkan kebangkrutan perusahaan
otomotif di banyak negara.
2006
2007
2008
12.4
7.5
9.7
9.8
5.9
5.3
5.2
4.0
Industri (total)
4.6
4.6
4.7
3.7
PDB
5.7
5.5
6.3
6.1
Pasar
domestik
terbukti
cukup mampu bertahan dari
pengaruh krisis global.
Roda 4
2004
Domestik (unit)
Ekspor:
2005
2006
483.148
2007
533.917
2008
318.897
433.323
603.772
CBU (unit)
9.572
17.805
30.974
60.267
100.982
CKD (set)
26.840
103.370
105.917
105.642
103.710
3.900.598
5.089.426
4.470.722
4.713.895
6.280.799
12.940
15.221
42.448
25.632
64.968
Roda 2
Domestik (unit)
Ekspor: CBU (unit)
Sumber: Gaikindo
17
18
Profil industri
Gambar 1
Struktur Industri Informatika
19
Tantangan
Ancaman
PEMERINTAH
Regulasi
Litbang
E-Government
BSA
Kesempatan
Kesempatan
Tantangan
Mindset
Kualitas produk asing lebih baik
AFTA dan APEC
Substitusi produk
impor
Mengembangkan
pasar lokal/regional/
global
Menjadikan industri
TIK lokal salah satu
pilar ekonomi bangsa
SDM
Meningkatkan kualitas
Menyiapkan fasilitas diklat
Meningkatkan kesadaran akan
prospek industri TIK
KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA
2010
20
(perlu percepatan)
Tahapan Pengembangan Industri
Tahapan Pengembangan Industri
Transformasi Industri
Transformasi Industri
Rekayasa
Customcy
Focus Initiative
Focus Initiative
Ekspor: SDM
Produk Pengganti
Implementer/Pe
rakitan
Memperkecil Impor
Pengguna
Dominasi Produk
dan Jasa Impor
2009
2010
2011
2015
21
22
Profil industri
ini
terdiri
dari
industri
mesin
oleh
industri
Jumlah
Uraian
mesin.
Untuk
Kontribusi
terhadap
Industri (%)
15,537,581,100
3.92
172,532
4.08
Output
38,206,689,616
3.51
Ekspor
13,867,683,037
6.46
Omzet
33,937,466,497
3.38
Nilai tambah
Tenaga kerja
terhadap
baku
100%
80%
60%
impor
40%
20%
0%
bahan
lo k a l
do m e s tik
im p o r
e ks p o r
Bahan Baku
Orientasi
23
Perkembangan
Sampai dengan pertengahan tahun 2008, industri alat berat di Indonesia sedang
berupaya untuk memenuhi peningkatan permintaan alat berat dengan cara
meningkatkan kapasitas industri perakitan alat berat maupun industri komponen.
Di sisi lain, hingga tahun 2010 diperkirakan tidak ada penningkatan jumlah
investasi yang signifikan
24
1. Teknologi Manufaktur untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas produksi untuk penguatan daya
saing
3.
25
Profil Industri
7. Industri Petrokimia
Industri petrokimia adalah industri sekunder dengan bahan baku hasil primer (hasil tambang dan pertanian). Industri
Petrokimia merupakan industri yang sangat strategis, karena menunjang berbagai sektor industri lainnya seperti
industri pangan, sandang, papan, transportasi, telekomunikasi, kesehatan dan lain-lain. Industri petrokimia dapat
dibagi menjadi industri hulu (upstream industry), industri antara (intermediate industry) dan industri hilir
(downstream industry).
Industri petrokimia hulu mempunyai sifat high investment, high technology, high risk, dan low profit tetapi
mempunyai dampak yang sangat besar kepada masyarakat. Oleh sebab itu, biasanya di negara-negara yang memiliki
sumber daya alam (migas) seperti Malaysia, Thailand, China, Iran, Saudi Arabia, Qatar, Yaman, Kuwait menopang
industri petrokimia hulu dengan pendanaan negara (BUMN). Sedangkan industri antara dan hilir didominasi oleh
swasta.
Kategori
High/medium investment,
high/medium technology
low/medium investment,
low/medium technology, low risk
dan high profit
30-60 bulan
20-30 bulan
18-24 bulan
Padat modal
Padat karya
Sifat Industri
SDM
EPC
Lama pembangunan
Orientasi
26
Perkembangan Industri
A. Industri Petrokimia Hulu
Industri petrokimia hulu terdiri atas industri pemurnian dan pengilangan minyak bumi, pemurnian dan pengolahan
gas bumi, dan barang-barang dari hasil kilang minyak bumi. Termasuk pula di dalamnya adalah industri kimia dasar
anorganik dan kimia dasar organik yang merupakan industri antara dalam rantai industri kimia.
Industri kimia hulu tergolong padat modal, hanya menyerap 0.8% tenaga kerja untuk menghasilkan 2.4% nilai
tambah industri. Industri ini memerlukan bahan baku impor 36.6%. Ekspor industri ini sebesar 21.1%.
Tabel 1.
Industri Kimia Hulu: Peran pada penciptaan nilai
tambah dan penyerapan tenaga kerja,
Industri besar dan sedang, 2007
Kelompok Industri
Kimia Hulu
Pemurnian dan pengilangan minyak
bumi
Pemurnian dan pengolahan gas bumi
Barang-barang dari hasil kilang minyak
bumi
Kimia dasar anorganik
Kimia dasar organik
2.4
Penyerapan
tenaga
kerja
0.8
0.0
0.0
0.1
0.0
0.0
0.8
1.5
0.0
0.2
0.6
Nilai
tambah
Tabel 2.
Industri kimia hulu:
Persentase penggunaan bahan baku impor dan ekspor
hasil produksi, Industri besar dan sedang, 2007
Kelompok Industri
Kimia Hulu
Pemurnian dan pengilangan minyak
bumi
Pemurnian dan pengolahan gas bumi
Barang-barang dari hasil kilang minyak
bumi
Kimia dasar anorganik
Kimia dasar organik
Ekspor
hasil
produksi
36.6
21.1
Bahan baku
impor
2.9
0.0
0.0
0.0
9.3
47.9
38.2
43.3
41.7
15.7
27
SWOT
KEKUATAN
Industri petrokimia hulu
Industri pupuk
KELEMAHAN
Industri pupuk
Industri keramik
Industri keramik
KESEMPATAN
Industri pupuk
KENDALA
Industri petrokimia hulu
Industri keramik
Industri pupuk
Industri keramik
28
Road
Road Map
Map 2015
2015
A. Industri Petrokimia Hulu
1. Optimalisasi pemanfaatan kapasitas terpasang industri petrokimia dari 81 % (2009) menjadi lebih dari 85 %
(2014).
2. Meningkatnya pemanfaatan bahan baku lokal menjadi lebih dari 20 % (2014).
3. Meningkatnya kapasitas produksi industri petrokimia hulu :
Olefin
29
Description
Unit
Volume
2008
Amount
2015
Amount
Domestic
TILE
Mio sqm
261,91
9.56 billion Rp
403,34
14.72billion Rp
TABLEWARE
Mio pcs
139
2.23 billion Rp
214,06
3.43 billion Rp
SANITARY
Mio pcs
3,69
1.51 billion Rp
5,68
2.32 billion Rp
TILE
Mio sqm
26,59
40,94
146.33 (000
US$)
TABLEWARE
Mio pcs
128
197,12
128.57 (000
US$)
Mio pcs
0,90
1,38
Exports
Sumber : ASAKI
SANITARI
30
Sumber : ASI
31
32
Dukungan Pemerintah
33
Dukungan Pemerintah
C.
Industri Resin
1.
2.
3.
4.
5.
D.
Industri Keramik
1.
Kebijakan tunjangan pengolahan bahan baku seperti Feldspar, Glazur, Zircon dan pasir Silicia.
2.
Kebijakan anti Dumping yang terus dilakukan oleh sebagian negara seperti China dan Philipines.
3.
4.
5.
E.
Industri Semen
1.
2.
34
Profil industri
Industri pengolahan kayu hutan terdiri atas industri pengergajian dan pengawetan
kayu, industri kayu lapis, panel kayu lainnya dan veneer, industri pulp, dan industri
kerajinan dan ukiran dari kayu. Industri kertas (karena sebagian besar menggunakan
bahan baku pulp dan adakalanya terintegrasi dengan industri pulp) dianggap sebagai
industri pengolahan kayu hutan.
Tabel 1.
Menurut statistik industri terbaru,
5.8% nilai tambah sektor industri
berasal dari industri pengolahan
kayu. Bersama sama industri
kertas, kontribusinya mencapai
8.8%. Industri pengolahan kayu
bersifat padat karya, menyerap
5.9% tenaga kerja sektor industri.
Bersama-sama dengan industri
kertas, menyerap 7.5% tenaga
kerja di sektor industri.
Kelompok Industri
Penyerapan
tenaga
kerja
5.3
5.9
Nilai
tambah
0.3
1.1
3.0
4.1
0.0
0.3
Bubur kertas
2.0
0.4
Kertas
3.4
1.6
Total
8.8
7.5
35
Industri pengolahan kayu memiliki kandungan lokal yang sangat tinggi, dengan impor
bahan baku hanya 5.3% dari total. Sebaliknya, sebagian besar hasil produksi dijual di
pasar ekspor. Namun demikian, peran industri pengolahan kayu dalam penerimaan
devisa masih belum optimal. Pada 2008, ekspor kayu olahan (termasuk pulp) hanya
sebesar US$4.2 milyar (4.8% dari total ekspor produk industri atau 3.9% dari total
ekspor non-migas).
Industri
pengolahan
kayu
seyogyanya dapat lebih berperan
baik dalam penciptaan nilai tambah
maupun ekspor. Kebijakan tepat
dan pengelolaan optimal atas hutan
produksi dapat menjamin pasokan
bahan
baku
utama
industri
pengolahan kayu secara lestari.
Kelangkaan bahan baku yang
menjadi
hambatan
utama
pertumbuhan merupakan suatu
ironi.
Tabel 2.
Industri pengolahan kayu:
Persentase penggunaan bahan baku impor dan
ekspor hasil produksi,
Industri besar dan sedang, 2007
Kelompok Industri
Pengolahan kayu hutan
4.2
26.0
4.6
60.5
17.0
75.9
6.2
42.5
Kertas
34.4
17.6
Total
15.0
38.3
36
Perkembangan industri
Di masa lalu industri primer pengolahan hasil hutan
memiliki peran penting dalam perekonomian Indonesia.
Belakangan, karena pasokan bahan baku kayu dari hutan
alam semakin berkurang, sementara itu pembangunan
hutan tanaman industri (HTI) kayu pulp dan pertukangan
terlaksana secara lambat, menyebabkan kelangkaan
pasokan bahan baku. Produksi semakin jauh dari
kapasitas produksi dan banyak perusahaan mengalami
kebangkrutan.
Sejak 2004, industri primer pengolahan hasil hutan
(kecuali industri pulp) mengalami penurunan produksi
secara
drastis.
Larangan
ekspor
menyebabkan
penurunan produksi kayu gergajian sebesar 3 juta M3.
Sementara itu, produksi panel kayu (termasuk plywood)
juga menurun. Hanya industri pulp yang produksinya
terus meningkat ditengah pasokan bahan baku kayu yang
semakin langka.
KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA
2010
Gambar 1.
Produksi kayu gergajian, panel kayu
dan bahan kayu untuk industri,
(juta M3)
1980-2007.
37
Kelangkaan pasokan bahan baku menyebabkan pengangguran kapasitas produksi dan bahkan
kebangkrutan. Dari 130 pabrik kayu lapis yang ada hanya 64 yang beroperasi pada 2008 dengan realisasi
produksi sebesar 60.5% dari rencana. Realisasi produksi kayu gergajian yang sangat rendah (530.7 ribu
M3 atau 39.2% dari rencana) mencerminkan idle capacity yang akut di sektor tersebut. Hanya industri
pulp yang dapat berproduksi dengan penggunaan kapasitas hampir optimal (89% pada 2007).
Penurunan produksi disebabkan pula oleh penurunan permintaan di pasar ekspor. Persaingan semakin
ketat menyebabkan pangsa Indonesia di pasar ekspor kayu lapis semakin kecil. Penurunan permintaan di
pasar ekspor karena krisis global semakin memperkecil volume ekspor produk industri primer
pengolahan hasil hutan.
Tabel 3. Produksi dan ekspor produk industri primer pengolahan hutan (kayu gergajian, panel kayu
dan pulp) 2000-2008
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
Produksi
Kayu gergajian (juta M3)
2.79
0.67
0.62
0.76
0.43
1.47
0.68
0.53
0.53
7.75
7.34
7.75
6.84
6.11
4.47
3.97
3.64
2.85
4.09
4.67
4.97
5.19
5.21
5.47
3.37
5.77
4.78
1.33
1.70
2.25
2.38
2.48
2.56
2.71
2.32
2.62
Ekspor
Kayu gergajian (juta M3)
Panel kayu (juta M3)
Pulp (juta ton)
Sumber: APKINDO, ISWA, MPI, BPS.
38
Potensi
Indonesia memiliki potensi besar di sektor kehutanan. Pengelolaan optimal atas
potensi tersebut akan sangat bermanfaat bagi perkembangan industri primer
pengolahan hasil hutan dan bagi kesejahteraan masyarakat Indomesia.
INDONESIA memiliki kawasan hutan yang
sangat luas, dengan 59 juta hektar Hutan
Produksi yang berpotensi menyediakan bahan
baku
kayu
bagi
industri
secara
berkesinambungan;
Iklim tropis, kondisi tanah dan topografi
Indonesia memungkinkan pohon tumbuh
dengan cepat (2-3 kali lebih cepat
dibandingkan daerah non tropis);
Posisi geografis Indonesia sangat strategis,
berdekatan dengan pasar yang sedang
tumbuh pesat;
Pasar domestik cukup besar dan akan terus
tumbuh karena konsumsi per kapita masih
relatif rendah; dan
Sumber daya manusia cukup tersedia.
Tabel 4.
Sumber Daya Hutan Indonesia, 2007
Status hutan
Luas (juta
ha.)
Hutan lindung
31.6
20.1
Hutan produksi
36.6
22.5
22.8
Jumlah
133.7
39
Kelemahan
40
41
Profil industri
9.
Industri Pengolahan
Kemaritiman
Hasil
Laut
&
Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki potensi besar di sektor kelautan dan
kemaritiman. Luas lahan potensial untuk budidaya ikan mencapai 12 juta ha. Indonesia
memiliki lautan luas yang kaya akan ikan untuk perikanan tangkap. Saat ini Indonesia
produsen ikan terbesar kedua di dunia setelah China.
Dengan panjang pesisir pantai sekitar 81.000 km dan sinar matahari cukup sepanjang
tahun, Indonesia berpotensi sebagai produsen garam
Industri pengalengan ikan, dan industri garam layak dipertimbangkan sebagai kluster
unggulan bagi peningkatan ekspor produk industri.
42
43
Lautan Pasifik
Lautan Hindia
Atlantik 15 %
Amerika S
Eropa
Asia
Mid East
Afrika
Lainnya
Total
Sardines
Tuna
Lain-lain
69 %
16 %
10 %
35 %
28 %
: 37 %
: 32 %
: 12 %
: 9%
: 7%
: 3%
61 Unit
24 Unit
17 Unit
20 Unit
Tujuan Pemasaran
Sashimi
Sardines
Jepang
: 70 % sashimi dunia
30 % sashimi Jepang dari Indonesia
Tuna&Lainnya :
:
:
:
:
95% Lokal
95% Export
Ekspor dunia:
83 juta karton (US$ 2.2 B)
Pertumbuhan: 5,6 - 8.1%
Pangsa INDONESIA
5,2 juta karton atau 6%.
Hanya 48% utilisasi dari kapasitas terpasang
Indonesia
44
BAHAN BAKU
Hasil tangkapan ikan tuna di perairan Indonesia (teritorial dan ZEE) pada tahun 1998 sekitar 500 ribu MT.
(Equivalen 24 juta karton atau 37 % dari global export trading)
Pasokan hasil tangkapan ikan tuna Indonesia ke Industri tuna kaleng dalam negeri hanya sekitar 16%
NILAI TAMBAH
Harga jual ikan kaleng ekspor 2 kali lebih mahal dibanding tuna beku gelondongan.
MAINSTREAM INDUSTRI PROCESSING TUNA KALENG: Lebih dari 90% hasil tangkapan tuna dunia
diproses untuk ikan kaleng.
45
II.
Dihitung atas dasar dasar kapasitas terpasang pabrik pengalengan ikan tuna di Indonesia:
1. Potensi lestari Indonesia (MT/th)
Data Globefish
= 798.000 MT
Data FO
= 946.000 MT
= 593.000 MT
1. Melihat angka-angka diatas maka sangat jelas bahwa manfaat yang bisa dinikmati bangsa ini secara materiil maupun
sosial dengan mengembangkan industri processing yang mempunyai nilai tambah, jauh lebih besar daripada
membiarkan praktek mengekspor ikan tuna/cakalang dalam bentuk gelondongan.
2. Sebagai pembanding dapat dilihat dari 400.000 MT jika diekspor dalam bentuk gelondongan, hanya akan
mendapatkan nilai maksimal sebesar USD 480 juta setahun (harga $ 1200/ton).
46
47
48
Profil Industri
Industri berbasis tradisi dan budaya terdiri dari industri permebelan dan kerajinan, industri handycraft dan industri
jamu. Industri ini memiliki peran yang penting dalam menjaga, melestarikan dan memperkenalkan seni budaya dan
tradisi Indonesia ke manca negara serta menegaskan entitas bangsa yang memiliki kebanggaan dan karakter unik
tersendiri.
Krisis global cukup mengganggu kinerja industri kerajinan dan tradisi. Selain itu penetrasi barang impor illegal
sekaligus eksistensi penyelundupan raw material di sisi yang lain turut berkontribusi terhadap melemahnya daya
saing produk-produk di industri ini.
Tabel 1.
Industri berbasis tradisi dan budaya : Peran pada penciptaan nilai
tambah, penyerapan tenaga kerja, output dan ekspor (persen)
Kelompok Komoditas
Nilai
Tenaga
tambah Kerja Output
Tabel 4.
Orientasi Ekspor
Ekspor
100%
80%
Industri anyam-anyaman
0.12
0.18
0.08
0.0512
Industri furniture
0.93
3.95
0.88
2.3095
0.13
0.26
0.09
0.0005
Industri kerajinan
0.10
0.81
0.08
0.2770
TOTAL
1.29
5.20
1.13
2.6382
loka l
dom es
60%
impor
40%
e ks por
20%
0%
im por
Bahan Baku
Orientasi
49
Profil industri
Terkait produksi, ekspor dan bahan baku, Jawa
dan Bali adalah lokasi utama produksi produk
NILAI EKSPOR
(dalam Ribuan
US$.)
PERSENT
ASE
DKI JAKARTA
246.859
53.08
JAWA TIMUR
124.219
26.71
BALI
42.637
9.17
JAWA TENGAH
39.715
8.54
KALIMANTAN
SELATAN
5.742
1.23
RIAU
2.286
0.49
SUMATERA
UTARA
2.015
0.43
SUMATERA
SELATAN
881
0.19
LAMPUNG
311
0.07
SULAWESI
SELATAN
175
0.04
50
Perkembangan Industri
Hal yang serupa tejadi pada industri mebel, dari segi ekspor terlihat perkembangan
yang menggembirakan antara tahun 2001-2008.
Tabel 6.
Volume dan Nilai Ekspor Mebel
Tabel 5.
Perkembangan INACRAFT (penjualan
dalam Rupiah)
90
75
60
45
30
2009
2008
2007
2006
2005
2004
2003
2002
2001
15
51
Daya Saing
Berdasarkan data dari International Trade Center Geneva tahun 2003, Indonesia
menduduki peringkat ke 24 sebagai negara pengekspor produk kerajinan di pasar dunia,
tetapi secara umum daya saing industri ini masih perlu ditingkatkan. Beberapa hal yang
menyebabkan perlunya peningkatan daya saing industri ini antara lain:
Penggunaan mesin-mesin tua dengan teknologi lama dan tidak efisien
Harga energi semakin mahal, tingkat bunga tinggi dan infrastruktur pendukung
tidak berjalan optimal
Product development yang kurang optimal
Eksistensi negara pesaing yang berbiaya rendah
52
Pertumbuhan
Permebelan
Handycraft
Jamu
Tenaga Kerja
Ekspor
Keterangan
Penyerapan tenag
kerja langsung
dan tidak
langsung 8 juta
orang
(rata-rata
kenaikan
permintaan
mebel dunia
selama 5
tahun terakhir
adalah 12%)
meningkat
Target 10 Triliun
(pada 2010) dan
16 Triliun (pada
2015)
53
Strategi Pengembangan
54
55
Roadmap 2015
2011
2012
2013
2014
PDB
5.9
6.5
7.2
7.4
7.4
Industri manufaktur
3.9
4.8
5.5
6.3
6.5
Manufaktur non-migas
4.5
5.5
6.2
7.1
7.3
56