Anda di halaman 1dari 56

Kebutuhan Teknologi dan Potensi Kerjasama Riset dengan Industri

Visi 2030
Menuju Negara Industri Maju dan Bangsa Niaga Tangguh

Visi 2030
Dalam periode 20 tahun ke depan, dapat diciptakan Republik Indonesia sebagai
Negara Industri Maju dan Bangsa Niaga Tangguh yang makmur dalam keadilan
dan adil dalam kemakmuran, melalui :
1. Kebangkitan kekuatan rekayasa, rancang bangun, manufaktur dan jaringan
penjualan produk Industri Nasional, terutama dengan menghasilkan barang
dan jasa berkualitas unggul yang menang bersaing dengan produk negaranegara di kawasan Asia seperti Vietnam, Malaysia dan Cina, baik dipasar
domestik maupun Regional.
2. Kebangkitan kekuatan industri nasional pengolah hasil sumber daya alam
dengan produk olahan bermutu terjamin, sehingga dapat dicapai swasembada
pangan secara lestari dan berkemampuan ekspor.
3. Kebangkitan daya cipta dan kreativitas rekayasa dan rancang bangun putraputri Indonesia, sehingga industri nasional berbasis tradisi dan budaya bangsa
dapat tumbuh berkembang kembali melalui produk berkualitas tinggi yang
dicintai dan digunakan dalam kehidupan sehari-hari sebagai life style
masyarakat Indonesia.
KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA
2010

Roadmap 2010 - 2015

Mewujudkan Tiga Misi Utama Industri Nasional:


Pertumbuhan ekonomi di atas 7%
Peningkatan daya saing produk industri nasional
Penciptaan lapangan kerja dan pengentasan kemiskinan
Dengan menggunakan tiga kebijakan strategis, berupa :
Restrukturisasi industri nasional (peremajaan mesin dan peralan untuk
meningkatkan produktifitas)
Reorientasi kebijakan ekspor bahan mentah
Integrasi pasar domestik untuk memperkuat basis industri nasional
Fokus pada Sepuluh klaster Industri unggulan

KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA


2010

Sepuluh klaster industri unggulan


Empat klaster
UNGGULAN PENDORONG PERTUMBUHAN
EKONOMI
1. Industri Makanan dan Minuman
2. Industri Tekstil dan Produk Tekstil dan Alas Kaki
3. Industri Elektronika dan Komponen Elektronika
4. Industri Alat Angkut dan dan Komponen Otomotif
Tiga klaster
UNGGULAN PENDALAMAN STRUKTUR INDUSTRI
1. Industri alat telekomunikasi dan informatika
(industri ICT).
2. Industri Logam Dasar dan Mesin
3. Industri Petrokimia
Tiga klaster
UNGGULAN SUMBER PENERIMAAN DEVISA
1. Industri Pengolahan Hasil Pertanian, Peternakan
dan Kehutanan
2. Industri Pengolahan Hasil Laut & Kemaritiman
3. Industri Berbasis Tradisi dan Budaya

KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI


INDONESIA 2010

Profil Industri

1.Industri Makanan ,Minuman dan Tembakau

industri padat karya, menyerap 15,82 % dari total


tenaga kerja industri manufaktur non-migas.

TH 2008,
total tenaga kerja 750.836 orang)
Unit usaha 6.316 unit
Prosentase thd unit usaha non migas 22,7%
Prosentase thd total tenaga kerja non migas 16,5%
Input industri ini sebagian besar berasal dari dalam
negeri, hanya 13,6 % yang diimpor. sebagian besar
dijual di pasar domestik. ekspor sebesar 14,5%.

setelah krisis ekonomi tahun 1998 industri


makanan, minuman dan tembakau menempati
urutan
kedua
dalam kontribusi
terhadap
pertumbuhan PDB sektor industri nonmigas setelah
industri alat angkut, mesin dan peralatan lainnya.
Pada tahun 2009-2014 diproyeksikan kontribusi
industri makanan, minuman dan tembakau terhadap
pertumbuhan tetap menempati urutan kedua
setelah industri alat angkut, mesin dan peralatan
lainnya,
Pertumbuhan PDB industri makanan, minuman dan
tembakau pada tahun 2004-2009 diperkirakan ratarata 3,26 persen pertahun. Pertumbuhan industri ini
menempati urutan keempat tertinggi setelah
industri non migas yaitu industri alat angkut, mesin
dan peralatan lainnya, industri semen dan barang
galian bukan logam, dan industri pupuk, kimia dan
barang dari karet.

KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA


2010

Kebutuhan Teknologi dan Potensi Kerjasama Riset


1 Peningkatan Efisiensi Pengelolaan bahan baku
Industri masih kurang efisien dalam mengelola pasokan bahan baku dalam negeri menjadi produk yang memiliki
nilai jual lebih.
2 Penyediaan Data base dan statistik yg lemah
Ketersediaan data yang kurang baik menyebabkan sulitnya untuk melihat potensi pasar yang ingin
dikembangkan.
3 Teknologi tepat guna untuk proses produksi
Dari sisi teknologi. industri makanan dan minuman di Indonesia dapat dengan cepat menyerap teknologi tepat
guna untuk efisiensi produksi dan agar harga bahan baku lokal berharga kompetitif dibandingkan bahan
baku import
4

Kebutuhan diversifikasi Pangan berbasis Bahan Baku Lokal

Bahan baku pelengkap cukup tersedia di dalam negeri. Ini bisa dijadikan basis produksi industri makanan dan
minuman
5 Penyediaan sarana transportasi darat dan laut untuk menjamin distribusi barang:
Pengadaan rangkaian kereta api yg memiliki gerbong refrigerated, baik untuk mengangkut bahan baku
maupun bahan jadi dan Pengadaan refigerator container untuk angkutan laut ke daerah tertentu.

KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA


2010

Profil industri

2. Industri Tekstil dan Produk Tekstil dan Alas Kaki


Orientasi penjualan

Industri TPT dan alas kaki merupakan industri padat karya berorientasi ekspor.
Perkembangan industri ini yang sangat ditentukan oleh permintaan di pasar
dunia -- berpengaruh besar pada penyerapan tenaga kerja di dalam negeri.
Krisis global telah menghambat perkembangan industri ini. Penetrasi produk
ilegal di pasar domestik mengurangi daya saing industri di negeri sendiri.

Ekspor

Domestik

Tabel 1. Establishment, investasi dan penyerapan tenaga kerja


Uraian
Unit usaha

2005

2006

2007

2008

2,796

3,010

3,057

2,754

2,656

2,699

2,704

2,754

491

813

829

846

Investasi (Rp milyar)

132,574

136,199

138,544

141,882

Tekstil & apparel

132,381

135,677

137,835

141,882

205

551

804

850

1,176,562

1,194,702

1,201,146

1,312,450

1,176,183

1,194,326

1,200,842

1,312,450

392

387

413

415.

Tekstil & apparel


Alas kaki

Alas kaki
Tenaga kerja
Tekstil & apparel
Alas kaki

KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA


2010

Perkembangan industri
Penjualan Industri tekstil & apparel,
000 US$

Industri tekstil dan garmen merupakan industri


terbukti pernah berhasil mendorong pertumbuhan
Pengalaman panjang pengusaha pada industri ini dan
yang dapat memperkaya ragam produk tekstil
merupakan modal dasar untuk tetap bertahan di
semakin ketat.
Daya saing produk
dunia masih cukup
mengalami surplus
US$12,2 m). Pada
dari total ekspor.

padat karya dan


ekonomi nasional.
keragaman budaya
dan pakaian jadi,
tengah persaingan

Lainnya
ASEAN
Jepang
EU

AS

tekstil, pakaian jadi dan alas kaki Indonesia di pasar


tinggi. Neraca perdagangan untuk produk tersebut
US$6,9 milyar pada 2008 (56% dari total ekspor
2004, surplus perdagangan sempat mencapai 80%

Domestik

Ekspor alas kaki, 000 US$

Amerika Serikat dan negara-negara Eropa merupakan tujuan utama


ekspor tekstil, pakaian jadi dan alas kaki dari Indonesia. Belakangan,
negara tujuan ekspor makin tersebar, pangsa ekspor ke negara-negara
non-tradisional semakin besar.

KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA


2010

Kebutuhan Teknologi dan Potensi Kerjasama Riset


1.

Teknologi mesin dan alat produksi yg relatif tertinggal, kurang produktif dan
kurang mampu menciptakan produk bernilai tambah tinggi sehingga proses
produksi lebih efisien

2. Kemampuan product development sangat rendah sehingga kurang mampu


menciptakan branded product handal. untuk menciptakan produk tekstil dan
alas kaki berkualitas tinggi
3.

Peningkatan kualitas untuk bahan baku kulit lokal

KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA


2010

Profil Industri

3. Industri Elektronika dan Komponen Elektronika

Industri elektronika secara umum terdiri atas industri elektronika konsumsi (mis. TV,
kulkas, dan komputer), industri lighting (mis. lampu dan baterai), industri mold/die,
dan industri peralatan medis.

Menurut statistik industri terbaru,


6.9% nilai tambah sektor industri
berasal dari industri elektronika.
Kontribusi terbesar berasal dari
industri mold/die (2.8%) disusul
oleh elektronika konsumsi (2.3%).
Industri elektronika bersifat lebih
pada padat modal, menyerap 6.3%
tenaga kerja sektor industri.

Tabel 1.
Industri elektronika: Peran pada penciptaan nilai
tambah dan penyerapan tenaga kerja,
Industri besar dan sedang, 2007

Kelompok Industri
Elektronika

Penyerapan
tenaga
kerja
6.9
6.3

Nilai
tambah

Elektronika konsumsi

2.3

2.0

Lighting

1.7

1.4

Mold/die

2.8

2.7

Peralatan medis

0.1

0.1

Lain-lain

0.0

0.0

KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA


2010

10

Gambar 1
Perkembangan Ekspor Alat-Alat Elektronika

Industri elektronika merupakan salah satu industri dengan


orientasi ekspor dengan trend sumbangan terhadap
ekspor industri terus meningkat. Hanya saja, meskipun
25.6% dari hasil produksi industri elektronika telah
memasuki pasar ekpor, diperlukan kandungan bahan baku
impor yang masih tinggi, mencapai 60.1% dari total
penggunaan bahan baku. Porsi bahan baku impor terbesar
dibutuhkan oleh industri mold/die dan industri peralatan
medis.
Industri elektronika ke depan diharapkan menjadi salah
satu ujung tombak kebangkitan industri dalam menopang
pertumbuhan ekonomi. Saat ini, bersama-sama dengan
industri mesin, industri elektronika memiliki kontribusi
terbesar dalam pertumbuhan ekonomi.

Tabel 1.
Persentase penggunaan bahan baku impor dan
ekspor hasil produksi, Industri besar dan
sedang, 2007

Kelompok Industri

Elektronika

Bahan
baku
impor

Ekspor
hasil
produksi

60.1

25.6

Elektronika konsumsi

61.8

12.3

Lighting

42.2

23.5

Mold/die

79.6

38.5

Peralatan medis

79.3

3.1

Lain-lain

75.3

8.6

KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA


2010

11

Perkembangan industri elektronika di Indonesia


Industri elektronika merupakan salah satu industri tertua di Indonesia. Beberapa subindustri yang ada di
dalamnya, seperti industri lampu, telah eksis selama kurang lebih seratus tahun Sampai tahun 1960-an industri
elektronika memang masih belum kelihatan atau masih dalam proses menjadi bayi. Yang muncul hanyalah
kegiatan reparasi, seperti yang sudah dilakukan Bos Toa Galva, Uripto Wijaya sejak tahun 1950-an (Elektro
Indonesia, 1995).
Babak baru perkembangan industri elektronik dimulai tahun 1985. Diawali dengan berbagai deregulasi yang
dilancarkan pemerintah, para investor dari jepang, Korea dan Taiwan mulai berdatangan terutama dalam
bentuk relokasi. Sejak pertengahan tahun 1980-an pemerintah mulai dengan gebrakan deregulasinya untuk
menggalakkan ekspor non migas, karena penerimaan dari ekspor migas tidak bisa diandalakan lagi. Deregulasi
sektor elektronik dalam paket Mei 1990 ternyata memacu perkembangan industri elektronik. Dengan
deregulasi tersebut, semua barang elektronik dapat diimpor untuk produk akhir juga diturunkan dari 20-60%
menjadi 20-40%. Selain itu, tarif terhadap komponen diturunkan menjadi 0-5% (Elektro Indonesia, 1995).
Hasilnya, terjadi peningkatan daya saing produk elektronika yang ditandai dengan peningkatan ekspor secara
terus menerus sejak tahun 1990. Ekspor elektronika meningkat (dari USD 1,99 milyar pada tahun l995 (JanOkt) menjadi USD 2,65 milyar tahun 1996 (Jan-Okt) atau meningkat 33,14%. Pencapaian nilai ekspor
elektronika tersebut menduduki urutan ketiga setelah ekspor Tekstil dan Kayu Olahan (Elektro Indonesia,
1997).

KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA


2010

12

Industri Elektronika Konsumsi

Gambar 2
Struktur Biaya Beberapa Produk Elektronika Konsumsi

Merupakan industri yang permintaannya tumbuh seiring


dengan pertumbuhan output nasional sehingga sangat
mengandalkan kekuatan pasar domestik. Diprediksikan
permintaan TV 9.3 juta set (Rp. 11.2 T), Refrigerator 2.8
juta set (Rp. 2.8 T), AC 2.1 juta set (Rp. 3.8 T), dan Washer
2.2 juta set (Rp. 2.6 T) pada tahun 2010.
Industri elektronika konsumsi bergantung pada input impor.
Beberapa produk bahkan menunjukkan bahwa material
impor menjadi komponen biaya produksi
Tabel1
Permintaan Beberapa Produk Elektronika Konsumsi tahun 2008

KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA


2010

13

Gambar 1
Konsumsi Produk Mold/Die Dalam Negeri (juta US$)

Industri Mold/Die
Industri mold/die baru berkembang sejak 1980-an, sehingga
pengalaman teknologi produksinya jauh tertinggal dari
negara lain. Tidak adanya bahan baku mold/die dalam negeri
yang memadai (semuanya diimpor) sehingga menyebabkan
daya saing biaya, waktu delivery dan kualitas kalah dengan
negara-negara lain.
Selain itu, kemampuan SDM yang kurang memadai
menyebabkan product design tidak dikerjakan di Indonesia.
Hal ini menyebabkan proses trial hingga pengerjaan
mold/die dikerjakan di luar negeri. Minimnya fasilitas
pendidikan, pelatihan dan pengembangan mold/die semakin
mempersulit
IKM
supporting
industy
dalam
mengembangkan kemampuan SDMnya.

KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA


2010

14

Kebutuhan Teknologi dan Potensi Kerjasama Riset


1. mengurangi ketergantungan impor mold/die dan
berupaya untuk melakukan lokalisasi mold/die di
dalam negeri

Proporsi Penggunaan Input Lokal dan Impor

3. Teknologi Manufaktur Dalam industri


elektronika . Saat ini sedang digalakkan
berbagai usaha meningkatkan efisiensi produksi
seperti pada produksi elektronika konsumsi dan
lighting untuk mengejar target pasar domestik
dan ekspor
4. Teknologi Pembuatan Komponen untuk
Mengurangi Ketergantungan terhadap
Komponen input impor yang tinggi hingga saat
ini.
Kurang berkembangnya supplier input dalam negeri
menyebabkan input impor yang tinggi sehingga
mengurangi daya saing. Berdasarkan satatistik
industri 2007, 60.1% input berasal dari impor.
5. Perlunya Inovasi untuk memperbaiki speed
quality effectiveness ,termasuk perbaikan
sistem logistik dan perangkat untuk distribusi
barang dalam custom clearance

KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA


2010

15

Profil industri

4. Industri Alat Angkut & Komponen Otomotif

Mengacu kepada data statistik terbaru (2007), 14.4% nilai tambah sektor industri besar dan sedang berasal
dari industri alat angkutan beserta komponen dan perlengkapannya. Bersama-sama dengan industri mesin
dan peralatan, peran industri alat angkutan mencapai 29% PDG industri pengolahan bukan migas.
Memperhatikan besarnya peran dalam penciptaan nilai tambah, industri alat angkutan sangat mempengaruhi
pertumbuhan sektor industri dan secara keseluruhan. Tabel 1. Peran industri alat angkutan, mesin-mesin dan peralatan
lainnya dalam PDB

Walaupun bukan termasuk industri padat karya,


industri alat angkutan dan komponen alat angkutan
cukup banyak menyerap tenaga kerja. 3.1% pekerja
industri besar dan sedang, bekerja di sektor ini.
Sejauh ini industri alat angkutan berorientasi pada
pasar domestik. Peluang ekspor tetap terbuka,
meskipun terhambat oleh krisis global. Sebaliknya,
bahan industri alat angkutan (terutama industri
komponen otomotif) masih tergantung pada impor.
Tingginya kandungan impor menyebabkan biaya
produksi sangat dipengaruhi oleh perubahan nilai
tukar.

Peran dalam PDB

2004

2005

2006

2007

2008

Industri non migas

26.5

27.8

28.0

28.7

29.0

Industri total

22.7

22.7

22.8

23.8

23.9

PDB non Migas

7.0

7.0

7.1

7.2

7.5

PDB total

6.4

6.2

6.3

6.4

6.7

Sumber: BPS web: hwww.bps.go.id/sector/nra/gdp/table1.shtml, diolah

Tabel 2. Sumber bahan baku dan orientasi pasar, 2007


Kelompok industri

% bahan baku
impor

% ekspor

Kendaraan roda 4 atau lebih

29.4

17.5

Sepeda motor

22.3

0.8

Komponen otomotif

54.6

12.4

Kapal, peralatan dan perbaikan

10.4

28.0

KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA


2010

16

Perkembangan industri
Di tengah penurunan pertumbuhan sektor industri
pengolahan secara keseluruhan, industri alat
angkutan (bersama dengan industri mesin dan
peralatan) mengalami pertumbuhan cukup tinggi.
Produksi kendaraan bermotor --roda 4 maupun
roda 2 terus tumbuh, baik untuk pasar domestik
maupun ekspor. Penjualan kendaraan bermotor
2008 di Indonesia tetap tumbuh di tengah krisis
global yang menyebabkan kebangkrutan perusahaan
otomotif di banyak negara.

Tabel 3. Pertumbuhan industri alat angkutan, mesin-mesin dan


peralatan, perbandinan dengan sektor lain, 2004-2008.
2005

2006

2007

2008

12.4

7.5

9.7

9.8

Industri non migas

5.9

5.3

5.2

4.0

Industri (total)

4.6

4.6

4.7

3.7

PDB

5.7

5.5

6.3

6.1

Industri alat angkut,


mesin dan peralatan

Sumber: BPS web: hwww.bps.go.id/sector/nra/gdp/table1.shtml, diolah

Tabel 4. Penjualan kendaraan bermotor, 2004 2008.

Pasar
domestik
terbukti
cukup mampu bertahan dari
pengaruh krisis global.

Roda 4

2004

Domestik (unit)
Ekspor:

2005

2006

483.148

2007

533.917

2008

318.897

433.323

603.772

CBU (unit)

9.572

17.805

30.974

60.267

100.982

CKD (set)

26.840

103.370

105.917

105.642

103.710

3.900.598

5.089.426

4.470.722

4.713.895

6.280.799

12.940

15.221

42.448

25.632

64.968

Roda 2
Domestik (unit)
Ekspor: CBU (unit)

KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA


2010

Sumber: Gaikindo

17

Kebutuhan Teknologi dan Potensi Kerjasama Riset

KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA


2010

18

Profil industri

5. Industri Teknologi Informasi & Komunikasi

Pertengahan tahun 1997 yang lalu, pemerintah Indonesia


menunjukkan keseriusan baru dalam pengembangan
industri Telekomunikasi dan Informatika (Telematika)
yaitu ditandai dengan terbitnya surat Keputusan Presiden
No. 30 Tahun 1997 tentang Tim Koordinasi Telematika
Indonesia. Tim yang diketuai Menko Bidang Prodis itu
bertugas antara lain: merumuskan kebijaksanaan
Pemerintah di bidang Telematika; menetapkan
pemantapan dan prioritas pengembangan serta
pemanfaatan Telematika di Indonesia; dan melakukan
pemanfaatan dan pengendalian atas penyelenggaraan
Telematika di Indonesia.

Gambar 1
Struktur Industri Informatika

Industri Telematika yang terdiri atas semikonduktor, dan


Informatika - termasuk di dalamnya industri
Semikonduktor, komponen dan modul - dikelompokkan
ke dalam industri elektronika. Industri Informatika sendiri
dapat dibagi menjadi 2 bagian, yaitu Industri Perangkat
Keras yang berhubungan dengan peralatan pengolah
data seperti komputer, monitor, peripheral, dan Industri
Perangkat Lunak, yang berkaitan dengan pengolahan ide,
konsep dan pembuatan program.

KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA


2010

19

Peta Kondisi Industri TIK Lokal


INDUSTRI TIK

KONDISI SAAT INI

Tantangan

Ancaman

KONDISI MASA DATANG

Kepedulian terhadap HAKI


SDM berkualitas meningkatkan kepercayaan
Menjadi sumber ekspor, baik SDM maupun
produk
Peningkatan citra Indonesia sebagai negara
kuat di bidang TIK

PEMERINTAH

Regulasi
Litbang
E-Government
BSA

Kesempatan

Dominasi pelaku bisnis global


Kurang peduli terhadap HAKI
Kurang percaya terhadap
kemampuan SDM lokal
Pasar TIK yang belum dewasa

Kesempatan

Tantangan

Mindset
Kualitas produk asing lebih baik
AFTA dan APEC

Substitusi produk
impor
Mengembangkan
pasar lokal/regional/
global
Menjadikan industri
TIK lokal salah satu
pilar ekonomi bangsa

SDM

Meningkatkan kualitas
Menyiapkan fasilitas diklat
Meningkatkan kesadaran akan
prospek industri TIK
KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA
2010

20

Tahapan Perkembangan Industri TIK Lokal

(perlu percepatan)
Tahapan Pengembangan Industri
Tahapan Pengembangan Industri
Transformasi Industri
Transformasi Industri

Rekayasa
Customcy

Focus Initiative
Focus Initiative

Ekspor: SDM
Produk Pengganti

Implementer/Pe
rakitan
Memperkecil Impor

Peranan SDM Lokal semakin dominan

Pengguna
Dominasi Produk
dan Jasa Impor

2009

2010

2011

KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA


2010

2015
21

Beberapa Isu Umum Lintas Industri

KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA


2010

22

Profil industri

6. Industri Logam dan Mesin

Industri mesin yang akan dipaparkan dalam


bagian

ini

terdiri

dari

industri

mesin

perkakas, industri alat berat dan industri


alat dan mesin pertanian.

oleh

industri

Jumlah
Uraian

mesin.

Untuk

penyerapan tenaga kerja dan nilai tambah,

Kontribusi
terhadap
Industri (%)

15,537,581,100

3.92

172,532

4.08

Output

38,206,689,616

3.51

Ekspor

13,867,683,037

6.46

Omzet

33,937,466,497

3.38

Nilai tambah

Sebesar 3.51% dari total PDB industri


dihasilkan

Kontribusi industri mesin terhadap perindustrian

Tenaga kerja

industri mesin menyumbang berturut turut


sebesar 4.08% dan 3.92% dari total industri.
Ketergantungan

terhadap

baku

100%

impor masih cukup tinggi, pada tahun 2007

80%

sebesar 48.6% bahan baku industri mesin

60%

masih diimpor dari negara lain. Orientasi

impor
40%

penjualan masih bertumpu pada pasar

20%

domestik, sekitar 78.6% produksi diserap

0%

oleh pasar dalam negeri.

bahan

Penggunaan bahan baku impor dan orientasi penjualan

lo k a l

do m e s tik

im p o r
e ks p o r

Bahan Baku

Orientasi

Sumber : BPS, industri besar dan sedang 2007

KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA


2010

23

Perkembangan

Permintaan alat berat meningkat tajam sampai dengan pertengahan 2008,


namun kemudian turun drastis pada kuartal ke empat di tahun yang sama. Dan
permintaan diperkirakan baru akan pulih secara bertahap sejak tahun 2010.
Sehingga diperkirakan target produksi 10.000 unit yang semula ditargetkan
tercapai di tahun 2010 baru akan terealisasi pada tahun 2015

Sampai dengan pertengahan tahun 2008, industri alat berat di Indonesia sedang
berupaya untuk memenuhi peningkatan permintaan alat berat dengan cara
meningkatkan kapasitas industri perakitan alat berat maupun industri komponen.
Di sisi lain, hingga tahun 2010 diperkirakan tidak ada penningkatan jumlah
investasi yang signifikan

Industri alat berat di Indonesia mencakup lima perusahaan industri perakitan


yang terdiri dari construction & mining equipment, material handling, road
construction & component yang melibatkan sekitar 250 perusahaan industri
komponen dan pendukungnya
KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA
2010

24

Kebutuhan Teknologi dan Potensi Kerjasama Riset

1. Teknologi Manufaktur untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas produksi untuk penguatan daya
saing

Meningkatkan efektifitas dan efisiensi program lokalisasi komponen

Tersedianya Fasilitas Pengecoran, Machining ,Pengetesan dll.

2. Teknologi Rancang Bangun untuk Engine dan Machinery


Meningkatkan penggunaan paduan aluminium untuk menurunkan berat motor per daya kuda
(HP) Mengembangkan motor diesel dua langkah dan opposed piston two stroke diesel engine.
Tersedianya mesin Perkakas yang berkualitas dengan harga yang terjangkau akan menyokong
industri hilir untuk menjadi lebih kompetitif dan memiliki daya saing yag tinggi.

3.

Meningkatkan ketersediaan bahan baku lokal (terutama steel)

KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA


2010

25

Profil Industri

7. Industri Petrokimia

Industri petrokimia adalah industri sekunder dengan bahan baku hasil primer (hasil tambang dan pertanian). Industri
Petrokimia merupakan industri yang sangat strategis, karena menunjang berbagai sektor industri lainnya seperti
industri pangan, sandang, papan, transportasi, telekomunikasi, kesehatan dan lain-lain. Industri petrokimia dapat
dibagi menjadi industri hulu (upstream industry), industri antara (intermediate industry) dan industri hilir
(downstream industry).
Industri petrokimia hulu mempunyai sifat high investment, high technology, high risk, dan low profit tetapi
mempunyai dampak yang sangat besar kepada masyarakat. Oleh sebab itu, biasanya di negara-negara yang memiliki
sumber daya alam (migas) seperti Malaysia, Thailand, China, Iran, Saudi Arabia, Qatar, Yaman, Kuwait menopang
industri petrokimia hulu dengan pendanaan negara (BUMN). Sedangkan industri antara dan hilir didominasi oleh
swasta.
Kategori

Industri Petrokimia Hulu

Industri Petrokimia Antara

Industri Petrokimia Hilir

Sumber bahan baku

Sumber daya alam dari industri


primer

Hasil industri hulu

hasil industri antara

high investment, high technology,


high risk dan low/medium profit

High/medium investment,
high/medium technology

low/medium investment,
low/medium technology, low risk
dan high profit

Tersedia tenaga ahli dalam negeri

Tersedia tenaga ahli dalam negeri

Tersedia tenaga ahli dalam negeri

Kontraktor luar dan dalam negeri

Kontraktor luar dan dalam negeri

Kontraktor luar dan dalam negeri

30-60 bulan

20-30 bulan

18-24 bulan

Padat modal

Padat modal dan padat karya

Padat karya

Sifat Industri
SDM
EPC
Lama pembangunan
Orientasi

KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA


2010

26

Perkembangan Industri
A. Industri Petrokimia Hulu
Industri petrokimia hulu terdiri atas industri pemurnian dan pengilangan minyak bumi, pemurnian dan pengolahan
gas bumi, dan barang-barang dari hasil kilang minyak bumi. Termasuk pula di dalamnya adalah industri kimia dasar
anorganik dan kimia dasar organik yang merupakan industri antara dalam rantai industri kimia.
Industri kimia hulu tergolong padat modal, hanya menyerap 0.8% tenaga kerja untuk menghasilkan 2.4% nilai
tambah industri. Industri ini memerlukan bahan baku impor 36.6%. Ekspor industri ini sebesar 21.1%.
Tabel 1.
Industri Kimia Hulu: Peran pada penciptaan nilai
tambah dan penyerapan tenaga kerja,
Industri besar dan sedang, 2007

Kelompok Industri
Kimia Hulu
Pemurnian dan pengilangan minyak
bumi
Pemurnian dan pengolahan gas bumi
Barang-barang dari hasil kilang minyak
bumi
Kimia dasar anorganik
Kimia dasar organik

2.4

Penyerapan
tenaga
kerja
0.8

0.0

0.0

0.1

0.0

0.0
0.8
1.5

0.0
0.2
0.6

Nilai
tambah

Sumber: BPS, Statistik Industri Besar dan Sedang 2007.

Tabel 2.
Industri kimia hulu:
Persentase penggunaan bahan baku impor dan ekspor
hasil produksi, Industri besar dan sedang, 2007

Kelompok Industri
Kimia Hulu
Pemurnian dan pengilangan minyak
bumi
Pemurnian dan pengolahan gas bumi
Barang-barang dari hasil kilang minyak
bumi
Kimia dasar anorganik
Kimia dasar organik

Ekspor
hasil
produksi
36.6
21.1

Bahan baku
impor

2.9

0.0

0.0

0.0

9.3
47.9
38.2

43.3
41.7
15.7

Sumber: BPS, Statistik Industri Besar dan Sedang 2007.

KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA


2010

27

SWOT
KEKUATAN
Industri petrokimia hulu

bahan baku industri petrokimia hulu semuanya tersedia di Indonesia

Industri pupuk

1. Konsumen pupuk untuk pertanian dan perkebunan di dalam


negeri dan Asia cukup tinggi dengan trend terus meningkat.
2. Bahan baku dan energi untuk membuat pupuk urea tersedia di
dalam negeri
3. Pola subsidi yang harganya lebih rendah dibanding harga
internasional membuat pesaing luar negeri sulit memasuki
pasar dalam negeri.

KELEMAHAN
Industri pupuk

1. Penjualan pupuk untuk PSO untungnya marginal, menyulitkan


peremajaan industri pupuk yang rata-rata umurnya sudah tua.
2. Lokasi pabrik pupuk urea umumnya mendekati sumber bahan
baku atau gas bumi, padahal lokasinya tersebar dan jauh dari
pasar.
3. Penjualan pupuk di dalam negeri dalam rupiah sedangkan
pembelian bahan baku dalam mata uang asing.

Industri keramik

Industri keramik

1. Sulit melakukan price adjustment pada konsumen


2. Produk mudah untuk dibajak.

KESEMPATAN
Industri pupuk

KENDALA
Industri petrokimia hulu

produk langsung menjadi komoditas

Pengembangan industri pupuk masih terbuka baik untuk konsumsi


dalam negeri maupun ekspor.

Industri keramik

Indonesia kaya dengan sumber daya alam

konsentrasi pemerintah pada industri petrokimia hulu masih kecil.

Industri pupuk

1. Sumber bahan baku gas di Indonesia makin terbatas dan mahal,


ekspor LNG dan batubara masih prioritas dibanding untuk
konsumsi dalam negeri.
2. Timur Tengah dan Rusia memiliki cadangan gas yang besar dan
harga yang murah, industri pupuk di sana lebih kompetitif.
3. Perdagangan bebas ASEAN, Pasific RIM dan dunia seluruhnya
tahun 2020.

Industri keramik

1. Biaya energi yang terlalu tinggi


2. Supply energi yang langka

KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA


2010

28

Road
Road Map
Map 2015
2015
A. Industri Petrokimia Hulu
1. Optimalisasi pemanfaatan kapasitas terpasang industri petrokimia dari 81 % (2009) menjadi lebih dari 85 %
(2014).
2. Meningkatnya pemanfaatan bahan baku lokal menjadi lebih dari 20 % (2014).
3. Meningkatnya kapasitas produksi industri petrokimia hulu :
Olefin

: Polyethylene dari 580.000 Ton/Thn (2009) menjadi 780.000 Ton/Thn (2013)

Polypropylene dari 540.000 Ton/Thn (2009) menjadi 1.133.000 Ton/Thn (2014)


Aromatik : Para-Xylene 444.000 Ton/Thn (2008) menjadi 687.000 Ton/Thn.
Benzene 273.000 Ton/Thn menjadi 581.000 Ton/Thn.
Berbasis C1 : Amoniak 6,1 Juta Ton/Thn menjadi 6,8 Juta Ton/Thn,
Methanol 990.000 Ton/Thn.
4. Terintegrasinya pengembangan industri petrokimia dengan pendekatan klaster, berlokasi di Banten
(Anyer, Merak, Cilegon) untuk yang berbasis olefin, di Jawa Timur (Tuban, Gresik, Lamongan) untuk yang
berbasis aromatik dan di Kalimantan Timur (Bontang) untuk yang berbasis C1.

KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA


2010

29

Road Map 2015


C. Industri Keramik
Indonesia (2007) merupakan produsen keramik nomor 5 di dunia. Untuk lima tahun ke depan
diharapkan indonesia dapat meningkatkan pasarnya di dalam dan luar negeri sebesar 50-80%. Hal
ini sangat dimungkinkan karena Indonesia kaya akan bahan baku keramik.

Description

Unit

Volume
2008

Amount

2015

Amount

Domestic
TILE

Mio sqm

261,91

9.56 billion Rp

403,34

14.72billion Rp

TABLEWARE

Mio pcs

139

2.23 billion Rp

214,06

3.43 billion Rp

SANITARY

Mio pcs

3,69

1.51 billion Rp

5,68

2.32 billion Rp

TILE

Mio sqm

26,59

95,02 (000 US$)

40,94

146.33 (000
US$)

TABLEWARE

Mio pcs

128

83,49 (000 US$)

197,12

128.57 (000
US$)

Mio pcs

0,90

31,22 (000 US$)

1,38

48.07 (000 US$)

Exports

Sumber : ASAKI

SANITARI

30

Road Map 2015


D. Industri Semen
Bila kapasitas industri semen saat ini tidak bertambah maka diperkirakan setelah tahun 2011, industri semen tidak
mampu untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Oleh sebab itu ada beberapa hal yang harus dilakukan yaitu
membangun pabrik baru, memberlakukan de-bottle necking, menggunakan bahan baku tambahan dan
memodifikasi peralatan.

Sumber : ASI

KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA


2010

31

Strategi Pengembangan Industri Petrokimia


1.
a.
b.
c.
2.
a.
b.
c.
3.
a.
b.
c.
d.
e.
4.
a.
b.
c.

Peningkatan utilisasi produksi


Penguasaan pasar domestik, ekspor, dan informasi pasar.
Peningkatan efisiensi bahan baku dan energi.
Integrasi produsen MIGAS dengan industri Petrokimia.
Penguatan struktur pada semua tingkat dalam rantai nilai (value chain)
Peningkatan nilai tambah dengan peningkatan TKDN.
Penciptaan Iklim investasi dan usaha yang kondusif melalui pemberian insentif di bidang fiskal,
moneter dan administrasi, termasuk jaminan hukum dan kestabilan keamanan.
Pengembangan industri yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan.
Pengembangan teknologi
Peningkatan kemampuan alih teknologi.
Pengembangan berdasarkan inovasi teknologi dalam negeri.
Aplikasi lisensi teknologi proses yang dikembangkan secara bersama sama dengan pemilik
lisensor.
Sinergi antara lembaga penelitian pemerintah dan R&D industri petrokimia.
Pengembangan kemampuan SDM secara sistematis.
Pengembangan lokasi klaster
Perbaikan kualitas dan kuantitas infrastruktur berdasarkan assessment needs.
Koordinasi dengan Pemerintah Daerah setempat.
Peningkatan kerkaitan fungsional antar industri klster petrokimia.
KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA
2010

32

Dukungan Pemerintah

KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA


2010

33

Dukungan Pemerintah
C.

Industri Resin

1.

Harmonisasi tarif yang memadai

2.

Pendirian pusat riset dan aplikasi resin sintetik

3.

Subsidi fiskal untuk pengembangan resin sintetik

4.

Regulasi yang dapat memacu pengadopsian teknologi industri resin sintetik

5.

Penyediaan infrastruktur yang memadai

D.

Industri Keramik

1.

Kebijakan tunjangan pengolahan bahan baku seperti Feldspar, Glazur, Zircon dan pasir Silicia.

2.

Kebijakan anti Dumping yang terus dilakukan oleh sebagian negara seperti China dan Philipines.

3.

Hapus segera PPN BM serta memberlakukan bahan baku 0%.

4.

Penyediaan infrastruktur yang memadai terutama pelabuhan.

5.

Ketegasan pemerintah atas PP ketenagakerjaan dan outsourcing.

E.

Industri Semen

1.

memberlakukan kebijakan non tariff barrier

2.

Memberlakukan standardisasi yang ketat terhadap industri semen

KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA


2010

34

Profil industri

8. Industri Pengolahan Hasil Pertanian,


Peternakan dan Kehutanan

Industri pengolahan kayu hutan terdiri atas industri pengergajian dan pengawetan
kayu, industri kayu lapis, panel kayu lainnya dan veneer, industri pulp, dan industri
kerajinan dan ukiran dari kayu. Industri kertas (karena sebagian besar menggunakan
bahan baku pulp dan adakalanya terintegrasi dengan industri pulp) dianggap sebagai
industri pengolahan kayu hutan.
Tabel 1.
Menurut statistik industri terbaru,
5.8% nilai tambah sektor industri
berasal dari industri pengolahan
kayu. Bersama sama industri
kertas, kontribusinya mencapai
8.8%. Industri pengolahan kayu
bersifat padat karya, menyerap
5.9% tenaga kerja sektor industri.
Bersama-sama dengan industri
kertas, menyerap 7.5% tenaga
kerja di sektor industri.

Industri pengolahan kayu: Peran pada penciptaan


nilai tambah dan penyerapan tenaga kerja,
Industri besar dan sedang, 2007

Kelompok Industri

Penyerapan
tenaga
kerja
5.3
5.9

Nilai
tambah

Pengolahan kayu hutan


Pengergajian dan pengawetan kayu

0.3

1.1

Kayu lapis, panel kayu dan veneer

3.0

4.1

Kerajinan ukiran dari kayu

0.0

0.3

Bubur kertas

2.0

0.4

Kertas

3.4

1.6

Total

8.8

7.5

Sumber: BPS, Statistik Industri Besar dan Sedang 2007.

KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA


2010

35

Industri pengolahan kayu memiliki kandungan lokal yang sangat tinggi, dengan impor
bahan baku hanya 5.3% dari total. Sebaliknya, sebagian besar hasil produksi dijual di
pasar ekspor. Namun demikian, peran industri pengolahan kayu dalam penerimaan
devisa masih belum optimal. Pada 2008, ekspor kayu olahan (termasuk pulp) hanya
sebesar US$4.2 milyar (4.8% dari total ekspor produk industri atau 3.9% dari total
ekspor non-migas).
Industri
pengolahan
kayu
seyogyanya dapat lebih berperan
baik dalam penciptaan nilai tambah
maupun ekspor. Kebijakan tepat
dan pengelolaan optimal atas hutan
produksi dapat menjamin pasokan
bahan
baku
utama
industri
pengolahan kayu secara lestari.
Kelangkaan bahan baku yang
menjadi
hambatan
utama
pertumbuhan merupakan suatu
ironi.

Tabel 2.
Industri pengolahan kayu:
Persentase penggunaan bahan baku impor dan
ekspor hasil produksi,
Industri besar dan sedang, 2007

Kelompok Industri
Pengolahan kayu hutan

Bahan baku Ekspor hasil


impor
produksi
5.3
50.1

Pengergajian dan pengawetan kayu

4.2

26.0

Kayu lapis, panel kayu dan veneer

4.6

60.5

17.0

75.9

6.2

42.5

Kertas

34.4

17.6

Total

15.0

38.3

Kerajinan ukiran dari kayu


Bubur kertas

Sumber: BPS, Statistik Industri Besar dan Sedang 2007.

KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA


2010

36

Perkembangan industri
Di masa lalu industri primer pengolahan hasil hutan
memiliki peran penting dalam perekonomian Indonesia.
Belakangan, karena pasokan bahan baku kayu dari hutan
alam semakin berkurang, sementara itu pembangunan
hutan tanaman industri (HTI) kayu pulp dan pertukangan
terlaksana secara lambat, menyebabkan kelangkaan
pasokan bahan baku. Produksi semakin jauh dari
kapasitas produksi dan banyak perusahaan mengalami
kebangkrutan.
Sejak 2004, industri primer pengolahan hasil hutan
(kecuali industri pulp) mengalami penurunan produksi
secara
drastis.
Larangan
ekspor
menyebabkan
penurunan produksi kayu gergajian sebesar 3 juta M3.
Sementara itu, produksi panel kayu (termasuk plywood)
juga menurun. Hanya industri pulp yang produksinya
terus meningkat ditengah pasokan bahan baku kayu yang
semakin langka.
KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA
2010

Gambar 1.
Produksi kayu gergajian, panel kayu
dan bahan kayu untuk industri,
(juta M3)
1980-2007.

Sumber: FAO Statisticts


(faostat.fao.org), diunduh 15 Juli
2009.

37

Kelangkaan pasokan bahan baku menyebabkan pengangguran kapasitas produksi dan bahkan
kebangkrutan. Dari 130 pabrik kayu lapis yang ada hanya 64 yang beroperasi pada 2008 dengan realisasi
produksi sebesar 60.5% dari rencana. Realisasi produksi kayu gergajian yang sangat rendah (530.7 ribu
M3 atau 39.2% dari rencana) mencerminkan idle capacity yang akut di sektor tersebut. Hanya industri
pulp yang dapat berproduksi dengan penggunaan kapasitas hampir optimal (89% pada 2007).
Penurunan produksi disebabkan pula oleh penurunan permintaan di pasar ekspor. Persaingan semakin
ketat menyebabkan pangsa Indonesia di pasar ekspor kayu lapis semakin kecil. Penurunan permintaan di
pasar ekspor karena krisis global semakin memperkecil volume ekspor produk industri primer
pengolahan hasil hutan.
Tabel 3. Produksi dan ekspor produk industri primer pengolahan hutan (kayu gergajian, panel kayu
dan pulp) 2000-2008

2000

2001

2002

2003

2004

2005

2006

2007

2008

Produksi
Kayu gergajian (juta M3)

2.79

0.67

0.62

0.76

0.43

1.47

0.68

0.53

0.53

Panel kayu (juta M3)

7.75

7.34

7.75

6.84

6.11

4.47

3.97

3.64

2.85

Pulp (juta ton)

4.09

4.67

4.97

5.19

5.21

5.47

3.37

5.77

4.78

1.33

1.70

2.25

2.38

2.48

2.56

2.71

2.32

2.62

Ekspor
Kayu gergajian (juta M3)
Panel kayu (juta M3)
Pulp (juta ton)
Sumber: APKINDO, ISWA, MPI, BPS.

KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA


2010

38

Potensi
Indonesia memiliki potensi besar di sektor kehutanan. Pengelolaan optimal atas
potensi tersebut akan sangat bermanfaat bagi perkembangan industri primer
pengolahan hasil hutan dan bagi kesejahteraan masyarakat Indomesia.
INDONESIA memiliki kawasan hutan yang
sangat luas, dengan 59 juta hektar Hutan
Produksi yang berpotensi menyediakan bahan
baku
kayu
bagi
industri
secara
berkesinambungan;
Iklim tropis, kondisi tanah dan topografi
Indonesia memungkinkan pohon tumbuh
dengan cepat (2-3 kali lebih cepat
dibandingkan daerah non tropis);
Posisi geografis Indonesia sangat strategis,
berdekatan dengan pasar yang sedang
tumbuh pesat;
Pasar domestik cukup besar dan akan terus
tumbuh karena konsumsi per kapita masih
relatif rendah; dan
Sumber daya manusia cukup tersedia.

Tabel 4.
Sumber Daya Hutan Indonesia, 2007
Status hutan

Luas (juta
ha.)

Hutan lindung

31.6

Kawasan pelestarian alam

20.1

Hutan produksi

36.6

Hutan produksi terbatas

22.5

Hutan produksi dapat dikonversi

22.8

Jumlah

133.7

Sumber : Departemen Kehutanan: Data Strategis


Kehutanan 2007

KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA


2010

39

Kelemahan

KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA


2010

40

Kebutuhan Teknologi dan Potensi Kerjasama Riset


1. Teknologi Manufaktur untuk meningkatkan efisiensi produksi dan peningkatan mutu
1) pemanfaatan kapasitas produksi lebih optimal (minimal 70%),
2) restrukturisasi dan peremajaan mesin pengolahan kayu,
3) penyesuaian teknologi pengolahan kayu dengan bahan baku kayu cepat tumbuh, berdiameter kecil
dan mampu menghasilkan produk akhir bernilai tambah tinggi,
2. Kemampuan Rancang Bangun untuk diversifikasi produk seraya mempertahankan produk
unggulan,

KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA


2010

41

Profil industri

9.

Industri Pengolahan
Kemaritiman

Hasil

Laut

&

Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki potensi besar di sektor kelautan dan
kemaritiman. Luas lahan potensial untuk budidaya ikan mencapai 12 juta ha. Indonesia
memiliki lautan luas yang kaya akan ikan untuk perikanan tangkap. Saat ini Indonesia
produsen ikan terbesar kedua di dunia setelah China.
Dengan panjang pesisir pantai sekitar 81.000 km dan sinar matahari cukup sepanjang
tahun, Indonesia berpotensi sebagai produsen garam
Industri pengalengan ikan, dan industri garam layak dipertimbangkan sebagai kluster
unggulan bagi peningkatan ekspor produk industri.

KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA


2010

42

A. Industri Pengalengan Ikan

KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA


2010

43

Potret Industri Perikanan


Pemilik Sumberdaya Ikan

Konsumen Tuna Kaleng

Jumlah unit pengalengan ikan

Lautan Pasifik
Lautan Hindia
Atlantik 15 %

Amerika S
Eropa
Asia
Mid East
Afrika
Lainnya

Total
Sardines
Tuna
Lain-lain

69 %
16 %

Negara produsen Ikan


Jepang 27 %
Eropa 18 %
Amerika S
Korea 10 %
Indonesia dan
Negara Pasifik

10 %

35 %

Negara Pengolah Ikan


Amerika Serikat:
Thailand 20 %
Eropa 15 %
Jepang 9 %
Lainnya 28 %

28 %

: 37 %
: 32 %
: 12 %
: 9%
: 7%
: 3%

61 Unit
24 Unit
17 Unit
20 Unit

Tujuan Pemasaran

Sashimi

Sardines

Jepang
: 70 % sashimi dunia
30 % sashimi Jepang dari Indonesia

Tuna&Lainnya :

Peran Indonesia di pasar dunia:

:
:
:
:

95% Lokal

95% Export

Rata-rata kapasitas 20 150


ton/hari

Ekspor dunia:
83 juta karton (US$ 2.2 B)
Pertumbuhan: 5,6 - 8.1%
Pangsa INDONESIA
5,2 juta karton atau 6%.
Hanya 48% utilisasi dari kapasitas terpasang
Indonesia

KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA


2010

44

POTENSI PENGEMBANGAN TUNA KALENG INDONESIA

BAHAN BAKU

Hasil tangkapan ikan tuna di perairan Indonesia (teritorial dan ZEE) pada tahun 1998 sekitar 500 ribu MT.
(Equivalen 24 juta karton atau 37 % dari global export trading)

Pasokan hasil tangkapan ikan tuna Indonesia ke Industri tuna kaleng dalam negeri hanya sekitar 16%

KAPASITAS TERPASANG INDUSTRI TUNA KALENG INDONESIA

13 juta karton atau 20% global export trading

NILAI STRATEGIS INDUSTRI IKAN TUNA KALENG

PENGHASIL DEVISA 99%

SANGAT LABOR INTENSIVE

NILAI TAMBAH

Harga jual ikan kaleng ekspor 2 kali lebih mahal dibanding tuna beku gelondongan.

MAINSTREAM INDUSTRI PROCESSING TUNA KALENG: Lebih dari 90% hasil tangkapan tuna dunia
diproses untuk ikan kaleng.

KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA


2010

45

II.

Dihitung atas dasar dasar kapasitas terpasang pabrik pengalengan ikan tuna di Indonesia:
1. Potensi lestari Indonesia (MT/th)

Data Globefish

= 798.000 MT

Data FO

= 946.000 MT

Data R&D Perikanan

= 593.000 MT

Kapasitas terpasang pabrik pengalengan ikan tuna di Indonesia = 400.000 MT/tahun.


Total nilai tambah atas dasar 400.000 MT/tahun = 400 x USD 2.333.335 = USD 933.334.000,2. Penciptaan Lapangan Pekerjaan
Dari 17 pabrik tuna kaleng dibutuhkan tenaga kerja langsung mencapai 25.500 orang.
Dari 24 pabrik sardine dibutuhkan tenaga kerja langsung mencapai 19.200 orang.
Belum termasuk tenaga kerja industri-industri pendukung seperti pabrik kaleng, karton, distribusi dan pemasaran, transportasi, dll.

1. Melihat angka-angka diatas maka sangat jelas bahwa manfaat yang bisa dinikmati bangsa ini secara materiil maupun
sosial dengan mengembangkan industri processing yang mempunyai nilai tambah, jauh lebih besar daripada
membiarkan praktek mengekspor ikan tuna/cakalang dalam bentuk gelondongan.
2. Sebagai pembanding dapat dilihat dari 400.000 MT jika diekspor dalam bentuk gelondongan, hanya akan
mendapatkan nilai maksimal sebesar USD 480 juta setahun (harga $ 1200/ton).

KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA


2010

46

Kebutuhan Teknologi dan Potensi Kerjasama Riset

1. Mengembangkan mekanisasi di proses pegaraman untuk


mengefisienkan penggunaan tenaga kerja.
2. Teknologi Cold Storage untuk Pengawetan Ikan
3. Teknologi Processing untuk Ikan
Pengadaan teknologi pengolahan yang mutakhir dan efisien

KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA


2010

47

PRODUKSI GARAM Di INDONESIA :


Teknologi Penguapan dengan Sinar Matahari (Solar evaporation)
Potensi Lahan Pantai di Indonesia untuk produksi garam: 34.000 ha
Areal yang sudah dimanfaatkan: 18.000 ha
KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA
2010

48

Profil Industri

10. Industri berbasis Tradisi dan Budaya

Industri berbasis tradisi dan budaya terdiri dari industri permebelan dan kerajinan, industri handycraft dan industri
jamu. Industri ini memiliki peran yang penting dalam menjaga, melestarikan dan memperkenalkan seni budaya dan
tradisi Indonesia ke manca negara serta menegaskan entitas bangsa yang memiliki kebanggaan dan karakter unik
tersendiri.
Krisis global cukup mengganggu kinerja industri kerajinan dan tradisi. Selain itu penetrasi barang impor illegal
sekaligus eksistensi penyelundupan raw material di sisi yang lain turut berkontribusi terhadap melemahnya daya
saing produk-produk di industri ini.
Tabel 1.
Industri berbasis tradisi dan budaya : Peran pada penciptaan nilai
tambah, penyerapan tenaga kerja, output dan ekspor (persen)

Kelompok Komoditas

Nilai
Tenaga
tambah Kerja Output

Tabel 4.
Orientasi Ekspor

Ekspor

100%
80%

Industri anyam-anyaman

0.12

0.18

0.08

0.0512

Industri furniture

0.93

3.95

0.88

2.3095

Industri jamu dan bahan jamu

0.13

0.26

0.09

0.0005

Industri kerajinan

0.10

0.81

0.08

0.2770

TOTAL

1.29

5.20

1.13

2.6382

Sumber: BPS, Statistik industri besar dan sedang 2007

KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA


2010

loka l

dom es

60%

impor

40%

e ks por

20%
0%

im por

Bahan Baku

Orientasi

49

Profil industri
Terkait produksi, ekspor dan bahan baku, Jawa
dan Bali adalah lokasi utama produksi produk

10 propinsi utama pengekspor produk kerajinan


PROPINSI

NILAI EKSPOR
(dalam Ribuan
US$.)

kerajinan, sedangkan wilayah Indonesia lainnya

PERSENT
ASE

merupakan lokasi penyedia bahan baku. Hal

DKI JAKARTA

246.859

53.08

tersebut diakibatkan oleh tingginya biaya produksi

JAWA TIMUR

124.219

26.71

di luar Jawa dan Bali termasuk didalamnya upah

BALI

42.637

9.17

tenaga kerja yang tinggi. Sehingga mayoritas

JAWA TENGAH

39.715

8.54

produk kerajinan dihasilkan di Jawa dan Bali,

KALIMANTAN
SELATAN

5.742

1.23

RIAU

2.286

0.49

SUMATERA
UTARA

2.015

0.43

SUMATERA
SELATAN

881

0.19

LAMPUNG

311

0.07

SULAWESI
SELATAN

175

0.04

bahkan produk yang dijual di Sumatera Utara dan


Riau pada kenyataannya diproduksi di Jawa hanya
saja bermotif kebudayaan Sumatera Utara dan
Riau.

KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA


2010

50

Perkembangan Industri

Hal yang serupa tejadi pada industri mebel, dari segi ekspor terlihat perkembangan
yang menggembirakan antara tahun 2001-2008.

Tabel 6.
Volume dan Nilai Ekspor Mebel

Tabel 5.
Perkembangan INACRAFT (penjualan
dalam Rupiah)

90
75
60
45
30

KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA


2010

2009

2008

2007

2006

2005

2004

2003

Sumber: BPS, diolah

2002

2001

15

51

Daya Saing

Berdasarkan data dari International Trade Center Geneva tahun 2003, Indonesia
menduduki peringkat ke 24 sebagai negara pengekspor produk kerajinan di pasar dunia,
tetapi secara umum daya saing industri ini masih perlu ditingkatkan. Beberapa hal yang
menyebabkan perlunya peningkatan daya saing industri ini antara lain:
Penggunaan mesin-mesin tua dengan teknologi lama dan tidak efisien
Harga energi semakin mahal, tingkat bunga tinggi dan infrastruktur pendukung
tidak berjalan optimal
Product development yang kurang optimal
Eksistensi negara pesaing yang berbiaya rendah

KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA


2010

52

Road Map 2015

Target dan Asumsi


Industri

Pertumbuhan

Permebelan

Handycraft

30% dalam kurun


waktu 5 tahun
mendatang , (asumsi:
KUR berjalan optimal)

Jamu

Tenaga Kerja

Ekspor

Keterangan

Penyerapan tenag
kerja langsung
dan tidak
langsung 8 juta
orang

Kenaikan ratarata ekspor


mebel &
kerajinan 7% per
tahun dengan
nilai ekspor :US$
2,5 M - 3 M

(rata-rata
kenaikan
permintaan
mebel dunia
selama 5
tahun terakhir
adalah 12%)

meningkat

Target 10 Triliun
(pada 2010) dan
16 Triliun (pada
2015)

KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA


2010

53

Strategi Pengembangan

KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA


2010

54

Kebutuhan Teknologi dan Potensi Kerjasama Riset

Mengusahakan peralatan dan manajemen kepelabuhanan


mendekati kinerja pelabuhaan-pelabuhan di Thailand dan
Malaysia
Teknologi untuk mendukung Menerapkan Prinsip Green
Economy dalam setiap kegiatan usaha.
Perlunya inovasi teknologi sehingga ada pengembangan design
untuk produk mebel

KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA


2010

55

Roadmap 2015

Target dan sasaran


a. Target pertumbuhan sektor industri pengolahan:
2010

2011

2012

2013

2014

PDB

5.9

6.5

7.2

7.4

7.4

Industri manufaktur

3.9

4.8

5.5

6.3

6.5

Manufaktur non-migas

4.5

5.5

6.2

7.1

7.3

b. Peningkatan daya saing:

Pertumbuhan ekspor hasil industri non-migas 2010-2014 rata-rata 15% per


tahun.

c. Penciptaan lapangan kerja:

Membuka lapangan pekerjaan baru di sektor industri pengolahan selama


2010-2014: [masih dihitung] juta orang.

KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA


2010

56

Anda mungkin juga menyukai