Anda di halaman 1dari 5

bu Hamil Jangan Berdiri Terlalu Lama

Penulis : Lusia Kus Anna | Kamis, 28 Juni 2012 | 14:15 WIB


Dibaca: Komentar: |

Share:
shutterstock
TERKAIT:
Risiko Kematian pada Kehamilan Remaja Tinggi
Tetap Waspada pada Kehamilan Bulan Pertama
Mengapa Harus Menjaga Jarak Kehamilan?
Kompas.com - Ibu hamil memang tidak disarankan untuk bersikap pasif dan hanya dudukduduk santai seharian. Akan tetapi, saat mengandung ibu tetap perlu mengurangi aktivitasnya,
salah satunya menghindari berdiri terlalu lama.
Menurut para peneliti dari Belanda, ibu hamil yang pekerjaannya mengharuskan ia berdiri terlalu
lama atau lebih dari 40 jam dalam seminggu, beresiko tinggi memiliki bayi yang lebih kecil. Hal
itu dipercaya juga berpengaruh negatif pada perkembangan bayi.
Dalam penelitian yang dimuat dalam jurnal Occupational and Environmental Medicine, para
peneliti mengungkapkan kaitan antara lingkungan pekerjaan dan ukuran bayi. Beberapa jenis
profesi yang mengharuskan seseorang berdiri lama antara lain guru, koki, kasir, peneliti, perawat,
dan masih banyak lagi.
Penelitian dilakukan terhadap 4.600 perempuan dan para responden diwawancara untuk
mengetahui kondisi pekerjaan mereka, misalnya berapa lama berdiri, berjalan, atau jam kerja
setiap harinya. Mereka juga mengecek kondisi bayi di kandungan. Setelah bayi lahir, para bayi
itu diukur berat badan, panjang, dan lingkar kepalanya.
Hasilnya diketahui, ibu hamil yang setiap harinya terlalu lama berdiri melahirkan bayi yang
ukuran kepalanya satu sentimeter lebih kecil dibandingkan dengan ibu hamil yang tidak terlalu
lama berdiri.
Selain itu, wanita yang bekerja lebih dari 40 jam setiap minggu juga cenderung memiliki bayi
dengan lingkar kepala kecil dibanding mereka yang bekerja 25 jam per minggu.
Memang belum diketahui apakah ukuran kepala bayi yang kecil itu berdampak jangka panjang.
"Memang belum jelas, tetapi ada indikasi bahwa lingkar kepala yang kecil berdampak negatif

pada perkembangan otaknya," kata Alex Burdorf dari Erasmus University Medical Center.
Kendati begitu, Burdorf menekankan bahwa bekerja dan tetap aktif selama hamil bukanlah hal
yang perlu dihindari. Malah, ibu yang tetap aktif lebih sedikit mengalami komplikasi kehamilan
dan persalinan dibanding dengan ibu hamil yang malas bergerak.
Yang tidak kalah penting adalah perlunya mendengar apa yang dikatakan tubuh. Jika tubuh sudah
merasa lelah dan timbul sedikit saja rasa sakit, beristirahatlah. Bila timbul keluhan, konsultasikan
pada dokter.
43
Langkah-langkah analisis data dalam penelitian adalah:
a.

Analisis univariat
Pada saat pengambilan data, peneliti membuat kuesioner
yang diisi oleh responden. Adapun yang ditanyakan adalah umur
responden, umur kehamilan, alamat, pekerjaan serta pendidikan.
Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau
mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian. Pada
umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi frekuensi
dan presentase tiap-tiap variabel (Notoatmodjo, 2010 p.182).

100%
Keterangan:

:
h
a
s
i
l
p
r
e
s
e
n
t
a
s
e
F : frekuensi hasil pencapaian
n : total seluruh observasi
b.

Analisis bivariat
Analisis bivariat dilakukan terhadap dua variabel yang

diduga atau berkorelasi (Notoatmodjo, 2005). Dalam penelitian ini,


peneliti menggunakan uji chi square. Peneliti menggunakan uju chi
square karena untuk mengadakan pendekatan (mengestimate) dari
beberapa faktor atau mengevaluasi frekuensi yang diselidiki atau
frekuensi hasil observasi
(

)
dengan frekuensi yang diharapkan
(

)
dari sampel apakah terdapat hubungan yang signifikan atau tidak
(Riyanto, 2010 p.75).

44
Langkah-langkah dalam uji chi square yaitu:
1)
Formulasikan hipotesis (Ho dan Ha)
Ho: Tidak ada hubungan tingkat pendidikan ibu hamil dengan
pengetahuan tentang tanda bahaya kehamilan
Ha: Ada hubungan tingkat peng

og Archives
Hati-hati! Stres Kerja Ibu Hamil Berpengaruh Pada Berat Bayi
Sep 24
Posted by Baby Orchestra

9
1
Rate This

inmagine.com
Tingkat stres dalam kerja seorang perempuan hamil sangat mempengaruhi berat bayi yang akan
dilahirkan. Dan itu, menurut sebuah penelitian sama buruknya dengan perempuan perokok saat
hamil.
RNW merilis pekerjaan penuh stress bagi wanita hamil sama buruknya dengan merokok. Dan
timbangan bayi yang dilahirkannya, berbanding lurus dengan tingkat stres karena jam kerja.
Bayi wanita hamil yang kerja penuh stress 32 jam per minggu rata-rata 159 gram lebih ringan
daripada bayi ibu yang tidak mengalami stress pada masa kehamilan. Akibat serupa ini sama
dengan wanita hamil yang merokok 6 batang per hari, beber Tanje Vrijkotte dari Academisch
Medich Centrum Amsterdam dalam penelitiannya.
Simpulan ini didapatnya setalah dirinya meneliti sekitar 1000 anak. Sedianya merokok disebut
sebagai sebab utama bayi terlalu ringan pada saat lahir, ungkapnya.
Ia juga menemukan setelah penelitian ini, stress bisa digolongkan sama buruknya dengan
merokok. Dalam tubuh wanita yang mengalami stress pada waktu kerja, terbentuk cortisol, yaitu
hormon stress.
Dan ini, tegasnya masuk ke plasnta. Hormon ini mempengaruhi pertumbuhan janin, terutama
pada awal kehamilan.
Dari penelitiannya ini, peneliti asal Belanda ini merekomendasikan, sejak awal kehamilan cuti
atau istirahat kerja sudah bisa diambil. Umumnya wanita hamil mengambil cuti hamil
menjelang saat bersalin, namun dengan pengetahuan baru ini lebih baik mengurangi kerja sudah
dari awal kehamilan, pungkasnya.

TEMPO.CO, Jakarta--Bekerja selama hamil tidak menaikkan risiko wanita


melahirkan bayi prematur atau bayi dengan berat badan rendah, demikian sebuah
penelitian
terbaru
mengungkapkan.
Para ilmuwan meneliti data dari hampir 1.600 wanita yang melahirkan selama 2005.
Sebagian dari mereka bekerja paruh waktu, penuh waktu dan tidak bekerja sama
sekali
saat
hamil.
Ternyata, tidak ada perbedaan angka kelahiran prematur atau berat lahir bayi berat
yang rendah antara wanita yang bekerja dan yang tidak bekerja selama kehamilan,
demikian diungkapkan para peneliti dari University of Minnesota. Namun,
mengetahui faktor risiko (seperti dari kelompok kulit hitam) tetap berkaitan kuat
dengan kelahiran prematur dan berat rendah bayi saat lahir, ungkap hasil penelitian
yang dipublikasikan online belum lama ini di jurnal Women's Health Issues.
"Penelitian sebelumnya menunjukkan adanya hubungan antara karakterisitik
pekerjaan tertentu seperti pekerja fisik yang membutuhkan tenaga banyak dan
waktu kerja yang lama, dan buruknya kondisi bayi yang dilahirkan. Tetapi hasil-hasil
riset tersebut tidak bisa menemukan perbedaan jenis pekerjaan wanita dengan bayi
yang dilahirkan, apakah itu sebuah keharusan atau pilihan; sangat berbeda dengan
mereka yang tidak mengalaminya," kata ketua riset, Backes Kozhimannil, dari divisi
manajemen dan kebijakan kesehatan di universitas tersebut, seperti dikutip situs
Health
Day
edisi
25
Maret
2013.
Para peneliti mengatakan bahwa temuan mereka menunjukkan bahwa fokus yang
harus diprioritaskan bukanlah pada apakah wanita bekerja saat hamil atau tinggal
di rumah, tetapi pada jenis pekerjaan yang dilakukan. Khususnya, pekerjaanpekerjaan yang berisiko menyebabkan kelahiran prematur atau berat lahir yang
rendah.
"Riset kami mengulang mengenai pentingnya dialog kebijakan yang berlanjut
mengenai tantangan yang dihadapi para ibu yang bekerja," kata Kozhimannil. Ia
mengatakan bahwa Pregnant Workers Fairness Act, yang saat ini sedang dibahasa
Kongres Amerika, telah memunculkan debat mengenai menjaga kesehatan saat
hamil di antara wanita bekerja. Cek info kesehatan dan gaya hidup di sini.

Anda mungkin juga menyukai