Anda di halaman 1dari 5

Ade Rahman 1102100081

Yeti Candra Dwi Anggraini 1102100165


1.3 RISIKO YANG DIHADAPI PERUSAHAAN
Resiko Aset merupakan risiko yang timbul akibat ketidakmampuan perusahaan dalam mengelola
permasalahan aset yang berpotensi menimbulkan kerugian bagi perusahaan. Aset terbagi
kedalam dua kategori yaitu aset tetap dan aset bergerak. Aset tetap meliputi tanah, gedung dan
aset lain yang tertanam dan melekat di tanah sehingga tidak dapat bergerak atau berpindah
tempat. Aset bergerak merupakan aset atau kekayaan perusahaan yang dapat berpindah-pindah
seperti persediaan, kendaraan, uang tunai, dll.
Dalam studi kasus tugas besar ini, risiko aset yang dibahas merupakan risiko aset yang tidak
bergerak yaitu risiko aset bangunan. Sumber risiko dapat terjadi karena adanya faktor internal
dan juga eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang disebabkan karena kondisi dari
bangunan itu sendiri dan dari pengaruh perusahaan yang mempunyai hak milik atas bangunan.
Sedangkan faktor ekternal merupakan faktor yang disebabkan karena keadaan dari luar bangunan
dan perusahaan itu sendiri. Risiko aset fasilitas dan bangunan yang mungkin dihadapi oleh
perusahaan yaitu sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.
5.

Depresiasi
Bencana
Sabotase
Legalitas
Teknologi

1.4 PENANGGULANGAN RISIKO


Upaya upaya untuk menanggulangi risiko harus selalu dilakukan, sehingga kerugian dapat
dihindari atau diminimalisir. Sesuai dengan sifat dan objek yang terkena risiko terdapat
beberapa alternatif yang dapat dilakukan untuk mengelola risiko, antara lain :
1. Penghindaran Risiko (Risk Avoidance)

Merupakan cara pencegahan risiko yang dilakukan terhadap kemungkinan risiko yang
terjadi. Biasanya dilakukan pada tahap perencanaan dimana kemungkinan risiko terjadi.
Contoh : memagari dan mengunci BTS agar menghindari risiko hilangnya perangkat atau
kabel-kabel penting yang ada di BTS, menempatkan lokasi fasilitas telekomunikasi di daerah
yang tidak rawan bencana dan aman dari vandalisme
2. Penanggungan atau penahan Risiko (Risk Retention)
Merupakan alternative pengelolaan resiko dengan mempertimbangkan bahwa perusahaan
berani menanggung berbagai kemungkinan risiko. Penahanan risiko terbagi menjadi 3 yaitu
penahanan yang direncanakan dan yang tidak direncanakan serta pendanaan risiko yang
ditahan. Contoh penahanan direncanakan seperti perusahaan lebih memilih untuk
memperkuat infrastruktur dengan menganggarkan dana untuk memperbaiki bangunan
daripada mengasuransikan bangunan. Pendanaan risiko yang ditahan (retension risk) seperti
PT. Telkom mengalihkan retension risk kepada konsumen dengan menambahkan sejumlah
biaya tertentu dari produk yang dihasilkan perusahaan untuk menutupi biaya risiko. Atau PT.
Telkom membayar sejumlah dana tertentu kepada bagian maintenance yang ditugaskan untuk
mengelola resiko rusaknya gedung (Self Insurance)
3. Pengalihan Risiko (Risk Transfer)
Risk transfer merupakan salah satu alternatif risiko dengan memindahkan risiko ke pihak lain
yang dianggap mempunyai kemampuan lebih baik dalam mengelola risiko. Contoh :
PT.Telkom mengasuransikan satelit komunikasi T3 senilai $185,32 Juta kepada PT Asuransi
Jasa Indonesia. Pada tanggal 7 agustus satelit tersebut ternyata gagal mengorbit sehingga
risiko hilangnya satelit tersebut dialihkan ke pihak asuransi.
(sumber:http://www.bisnis.com/articles/klaim-asuransi-telkom-jasindo-bayar-us$185-32juta-1)
4. Pengendalian Risiko (Risk Control)
Risk Control merupakan salah satu alternative risiko yang bertujuan untuk mengurangi
frekuensi (probabilitas) munculnya kejadian risiko dan untuk mengurangi keseriusan
(severity). Contohnya PT. Telkom melakukan maintenance dan perawatan berjangka untuk

fasilitas pemancar, fasilitas kelistrikan dan gedung untuk memperpanjang masa pakai dan
kelayakan fasilitas disbanding dengan depresiasi

BAB II ANALISIS
2.1 ANALISIS RISIKO ASET BANGUNAN
Berdasarkan identifikasi risiko yang telah dilakukan pada bab sebelumnya, diperoleh jenisjenis risiko aset bangunan dan fasilitas yang berpotensi memiliki dampak pada PT. Telkom
Indonesia yaitu sebagai berikut :
1. Risiko Depresiasi
Depresiasi merupakan risiko aset bangunan yang tidak dapat dihindari oleh perusahaan
karena setiap bangunan dan fasilitas mempunyai umur ekonomis yang berkurang seiring
dengan berjalannya waktu. Contoh :
PT. Telkom Indonesia membangun Tower BTS dibandung pada bulan Januari 2015 yang
mempunyai masa pakai 10 tahun senilai Rp 100.000.000. biaya depresiasi berdasarkan
garis lurus sebesar 10%.
2. Risiko Bencana
Bencana merupakan risiko bersifat external yang dapat menimpa aset bangunan dan
menimbulkan kerugian bagi perusahaan, risiko bencana contohnya:
a. Tanah longsor
b. Banjir
c. Tsunami
d. Perang
3. Risiko Sabotase
Sabotase merupakan risiko yang dapat timbul oleh ulah manusia dan berpotensi merusak
aset bangunan dan fasilitas, adanya potensi risiko sabotase ini dapat terjadi akibat adanya
kecemburuan persaingan usaha dan ketidakstabilan sosial, contoh dari risiko sabotase
seperti:
a. Vandalism
b. Pencurian barang dan komponen fasilitas
c. Pengrusakan fasilitas
4. Risiko Legalitas
Legalitas merupakan risiko aset bangunan yang dapat timbul sebagai imbas masalah
hukum contohnya:

a. Sengketa lahan dan bangunan


b. Lisensi bermasalah
c. Konflik antar BUMN
5. Risiko Teknologi
Teknologi merupakan risiko aset bangunan dan infrastruktur yang dapat timbul akibat
ketidak mampuan perusahaan dalam mengikuti perkembangan zaman. Contohnya,
bangunan lama stasiun pemancar Telkom peninggalan belanda tidak dapat dipasangi
sistem kelistrikan pintar (smartGrid) karena partisi ruangan yang terbuat dari beton dan
sulit dipasangi kabel baru, rinciannya sebagai berikut:
a. Bangunan tua
b. Fasilitas tidak dapat mengadaptasi teknologi baru

2.2MATRIKS FREKUENSI DAN SIGNIFIKANSI RISIKO


Pada tahap ini dilakukan pengukuran terhadap risiko yang mungkin dialami oleh PT. Telkom
Indonesia. Pengukuran ini dilakukan agar perusahaan dapat melihat kondisi risiko atau
dampak yang mungkin dapat terjadi, sehingga PT Telkom akan lebih optimal dalam
mengelola risiko.
Pengukuran risiko biasanya dilakukan melalui kuantifikasi risiko. Kuantifikasi bisa dilakukan
dg metode yg sederhana sampai metode yg sangat kompleks. Pengukuran risiko yang
sederhana adalah dengan mengelompokkan risiko kedalam dua dimensi frekuensi dan
signifikansi. Langkah langkah dalam mengukur risiko yaitu sebagai berikut :
1. Mengembangkan standar risiko
Pada studi kasus tugas besar ini digunakan dua standar untuk frekuensi dan signifikansi
yaitu tinggi dan rendah.
Standar Frekuensi tinggi digunakan jika frekuensi kejadian terjadi pada rentan periode
mingguan, frekuensi sedang terjadi pada rentan bulan hingga 1 tahun, dan frekuensi
rendah digunakan pada kejadian dengan periode tahun dan decade.
Standar signifikansi ditetapkan sesuai potensi tingkat kerusakan yang akan dialami oleh
bangunan dan fasilitas sesuai kejadian, apabila kejadian tersebut berpotensi menyebabkan
potensi kerusakan total hingga bangunan runtuh atau hilang maka level signifikansinya
adalah

tinggi,

apabila

kejadian

menyebabkan

kerusakan

berat

namun

tidak

meneyebabkan bangunan berubah bentuk atau kerusakan struktur walaupun kehilangan


hak milik, maka dimasukkan kedalam kategori signifikansi sedang, sedangkan kategori

rendah apabila kejadian tersebut hanya menyebabkan kerusakan luar bangunan, tidak
berat dan tidak bersifat structural fasilitas
2. Menerapkan standar tersebut untuk risiko yang telah diidentifikasi
Standar penetapan tingkat frekuensi dan signifikansi ditetapkan sesuai ukuran diatas
dengan standar kejadian local di Indonesia.

Tanah Longsor
Banjir
Tsunami
Perang

Fasilitas tidak

Sengketa lahan

dan bangunan
Lisensi
bermasalah
Frekuensi

dapat

Konflik antar
BUMN

dan komponen

mengadaptasi
Rendah

Sedang
Signifikansi
teknologi baru

Pencurian barang

Tinggi

fasilitas
Pengrusakan
fasilitas

Bangunan tua

Rendah

Sedang

Vandalism

Tinggi

Anda mungkin juga menyukai