Anda di halaman 1dari 4

Hanya Memberi Sisa

Oleh: Andriansyah Nur Hidayat


NIM:1112013000024
Beginikah kota metropolitan dengan segala kesibukan dan carut-marutnya? Setiap orang sibuk
dengan dunianya. Waktu adalah UANG katanya, membuang waktu berarti membuang uang.
Kertas-kertas dengan gambar pahlawan itu begitu memikat mereka, atau koin-koin yang
membuat mata mereka jadi hijau, padahal tak punya kekuatan apapun. Benda itu dibakar pun tak
melawan, tak bisa lolos dari api seperti Nabi Ibrahim a.s. Lalu apa istimewanya? Saling sikut,
saling serang sudah biasa, yang penting bagi mereka bisa hidup dan dipandang baik oleh
sesamanya, cukup! Halal atau tidak urusan belakangan
Begitulah yang sedang difikirkan Muslim, hatinya bergejolak ketika fikiran itu datang. Dia
berpaling dari lamunannya, segera menyeruput kopi sudah dingin ditinggalnya melamun.
Matanya yang tajam memandang jalan yang ramai dengan lalu-lalang kendaraan di depan rumah
yang lebih mirip gubuk, yang disewanya dengan uang pemberian orang tuanya di kampung.
Maklumlah dua berfikiran begitu, dia baru sebulan di kota ini. Lulus dari pesantren di pedalaman
Kudus dia melanjutkan pendidikannya di kota, untuk menjadi mahasiswa. Tapi kota ini sangatlah
berbeda dengan keadaan di kampungnya dulu.
***
Muslim, ayo kita jalan-jalan. Sudah selesai kan kuliahnya? kata John sambil tertawa.
Jalan kemana? sahut Muslim sambil melirik jam tangannya yang sudah menunjukkan jam 12
siang.
Kita makan siang lah, sambil ngobrol di caf depan, lihat pemandangan, hahaha. John
merangkul Muslim untuk ikut dengannya.
Hati Muslim bergejolak, mendengar ajakan John. Sepuluh menit lagi adzan Dhuhur
berkumandang tapi dia tak enak hati bila menolak ajakan John. John adalah teman baiknya di

kelas, dia yang membantunya mengetahui seluk-beluk kota ini. Beberapa kali John
membayarinya makan, membantunya dalam masalah keuangan.

Sejenak dia diam, namun terlintas nasihat ibunya di kampung sebelum ia berangkat ke kota.
Le, kamu hati-hati yo di kota, sesibuk apapun kamu sholat itu nomer 1. Hidupmu ini sebentar,
cuma numpang lewat le,tetep inget untuk apa kamu diciptakan di dunia.
Akhirnya Muslim memegang tangan John dari pundaknya,
Maaf John, saya ngga bisa ikut, nanti saya nyusul deh
Hm, kamu mau sholat dulu? Nanti saja lah, Allah juga ngga bakal marah kalo cuma telat
beberapa menit. Masih ada jam-jam berikutnya
Maaf ya John Muslim membalas sambil tersenyum.
haha. Sip deh. Aku tunggu di bawah ya Kata John, sambil berlalu.

Sambil berjalan menuju masjid, Muslim memikirkan hal tadi.


Sulit sekali ya rasanya hidup di kota ini, semua orang sangat sibuk. Hanya untuk sholat saja
harus menundanya. Dia tersenyum geli mengingat kata-kata John tadi.
Hm, kamu mau sholat dulu? Nanti saja lah, Allah juga ngga bakal marah kalo cuma telat
beberapa menit. Masih ada jam-jam berikutnya.
Allah saja sudah dianggap sebagai teman, yang tak akan marah bila kita terlambat hanya
beberapa menit. Dia seolah tak sadar bila nafasnya 10 menit saja dihentikan, berhenti pulalah
cerita hidupnya di dunia. Mungkin itu hal yang biasa di kota ini. kebiasaan yang aneh.

Selesai sholat Muslim menuju tempat yang telah dijanjikan John tadi.

Muslim, akhirnya datang juga, kenalin teman-temanku! Kata john sambil menepuk pundak
Muslim.
Satu persatu teman John dikenalkan kepada Muslim. Muslim melihat teman John satu persatu,
sambil memperkenalkan dirinya. Di sebuah taman mereka duduk berjajar. Menatap para
perempuan cantik yang ada dihadapan mereka.
Ini Muslim yang gue sebut pemandangan tadi, hahaha. Sambil menunjuk ke arah perempuan
cantik tinggi semampai yang mengenakan baju minim.
Di dalam hati Muslim tertawa, pemandangan macam apa ini? Baju belum selesai dijahit dan
kurang bahan seperti itu kok dipakai? Ini ya yang disebut pemandangan di kota? Di kampung,
pemandangan itu adalah gunung atau pantai, berbeda dengan yang disini.
Aku harus dapetin dia Muslim, aku cinta mati sama dia
Pucuk dicinta ulam pun tiba, perempuan itu datang menghampiri John, dengan senyumannya
yang manis dia melangkah perlahan-lahan menuju John, rambutnya terurai layaknya putri
Indonesia. Laki-laki yang melihatnya pastilah terkesima dengan kecantikannya. Dia adalah
primadona kampus, selain sebagai mahasiswi, pekerjaannya adalah model di suatu majalah.
Setelah sampai di hadapan John, perlahan-lahan bibir perempuan itu pun terbuka.
John, bisa anterin aku pulang ngga?
Bisa, bisa John menjawab gugup sambil mengangguk.
Ayo aku anterin pake mobilku John tersenyum.
Muslim tertegun, betapa mudahnya perempuan itu mengajak John. Tadi ketika akan sholat, sulit
sekali untuk diajak. Tapi kenapa dengan perempuan itu dia langsung beranjak pergi? Mungkin ini
yang dikatakan Ustadz di kampung dulu. Ada manusia yang lebih mencintai manusia dibanding
Tuhannya.
Sambil berlalu Muslim melihat anak kecil yang memberikan sisa makanannya untuk seekor
kucing. Makanan yang tak lagi mau dia makan.

Kemudian muslim memandang langit dan berkata dalam hati.


Mengapa kita sering habis-habisan mengorbankan waktu, tenaga, pikiran, dan biaya hanya
memburu cinta manusia yang tak punya kekuatan dan bahkan tak bisa menguasai hatinya
sendiri? Mengapa kita tidak habis-habisan memburu cinta Allah yang telah menciptakan dan
mengurus kita setiap waktu?
Sholat hanya sisa waktu kesibukan,
Dzikir hanya sisa ngobrol
Membaca Al-Quran hanya sisa membaca koran, sms, bbm, dan internet.
Sedekah hanya sisa jajan.
Ya, memang hanya sisa. Hanya sisa yang kita berikan kepada Rabb yang amat mengasihi
makhluknya.
Astagfirullah, Ampuni hambamu ini Ya Allah
***

Anda mungkin juga menyukai