Anda di halaman 1dari 38

TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

LAPORAN KASUS INDIVIDU


HIPERTENSI

Oleh
RIZKA DILA PRATAMI
H1A 010 0029

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA


BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM
PUSKESMAS KEDIRI
2015
0

BAB I
PENDAHULUAN
Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan salah satu penyakit yang diderita oleh
hampir semua golongan masyarakat di seluruh dunia. Jumlah penderita hipertensi sendiri
terus bertambah setiap tahunnya. Sampai saat ini hipertensi masih menjadi masalah utama di
dunia, baik di negara maju maupun negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Riset
Kesehatan Daasar (RISKESDAS) tahun 2007 mendapatkan prevalensi hipertensi pada
penduduk umur 18 tahun ke atas di Indonesia cukup tinggi yakni mencapai 31,7% dengan
penduduk yang mengetahui dirinya menderita hipertensi hanya 7,2% dan yang minum obat
antihipertensi hanya 0,4%. Sedangkan Menurut Joint National Committee on Prevention,
Detection, Evaluation, and Treatment on High Blood Pressure VIII (JNC-VIII), hampir 1
milyar orang menderita hipertensi di dunia. Menurut laporan Badan Kesehatan Dunia atau
WHO, hipertensi merupakan penyebab nomor 1 kematian di dunia. Data tahun 2010 di
Amerika Serikat menunjukkan bahwa 28,6% orang dewasa berusia 18 tahun ke atas
menderita hipertensi.1,2,3,4,5,8
Di Indonesia sendiri berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia 2013, terjadi peningkatan
prevalensi hipertensi berdasarkan wawancara (apakah pernah didiagnosis nakes dan minum
obat hipertensi) dari 7,6% pada tahun 2007 menjadi 9,5% pada tahun 2013. Provinsi dengan
prevalensi hipertensi pada umur 18 tahun berdasarkan wawancara yang tertinggi pada tahun
2013 ialah Provinsi Sulawesi Utara (15,2%), kemudian disusul Provinsi Kalimantan Selatan
(13,3%), dan di Yogyakarta (12,9%). Sedangkan prevalensi terendah terdapat di Provinsi
Papua (3,3%), kemudian disusul oleh Papua Barat (5,2%), dan Riau (6,1%). Kenaikan
prevalensi tertinggi terdapat di Provinsi Sulawesi Barat, yakni 4,7% pada tahun 2007 menjadi
9,6% pada tahun 2013. Sedangkan penurunan prevalensi terbanyak terdapat di Provinsi Riau,
yaitu dari 8,2% pada tahun 2007 menjadi 6,1% pada tahun 2013.6
Di Puskesmas Kediri sendiri, merupakan penyakit yang termasuk dalam 10 besar
penyakit rawat jalan dengan jumlah naik turun dari tahun ke tahun. Dari data-data tersebut di
atas, maka perlu dilakukan usaha-usaha untuk menurunkan angka kejadian hipertensi. Dalam
hal ini, Puskesmas sebagai ujung tombak dalam pelayanan kesehatan masyarakat primer yang
bertanggung jawab terhadap kesehatan perorangan dan kesehatan masyarakat memiliki
peranan yang sangat penting demi tercapainya tujuan tersebut.9,10,11,12

BAB II
GAMBARAN PENYAKIT HIPERTENSI
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KEDIRI

Berdasarkan data dari Puskesmas Kediri, hipertensi masih termasuk dalam 10


penyakit terbanyak terutama pada tahun 2014, dimana setiap bulannya hipertensi berada pada
urutan 10 penyakit terbanyak pada rawat jalan dan rawat inap. Jumlah kasus hipertensi pada
rawat jalan pada tahun 2014 sebanyak 2111 kasus. Jumlah ini ternyata lebih tinggi
dibandingkan tahun sebelumnya yaitu pada tahun 2013 mencapat 2056. Jumlah kasus
hipertensi pada rawat inap pada tahun 2014 sebanyak 38 kasus, jumlahnya menurun
dibandingkan tahun 2013 yaitu 43 kasus. Sejak bulan September 2014 hingga bulan Mei
2015, selalu terdapat kasus hipertensi baru dengan jumlah rata-rata 3 kasus per bulan. Kasus
baru terbanyak ditemukan pada usia 45-54 tahun, dengan perbandingan laki-laki : perempuan
15 : 11.9,10,11,12
Grafik 1. Daftar 10 Macam Penyakit Terbanyak Rawat Jalan Puskesmas Kediri Tahun
2013

10 Macam Penyakit Terbanyak Rawat Jalan Puskesmas Kediri Tahun 2013


7000
6000
5000
4000
3000
2000
1000
0

Grafik 2. Daftar 10 Macam Penyakit Terbanyak Rawat Inap Puskesmas Kediri Tahun
2013

10 Macam Penyakit Terbanyak Rawat Inap Puskesmas Kediri Tahun 2013


250
200
150
100
50
0

Grafik 3. Daftar 10 Macam Penyakit Terbanyak Rawat Jalan Puskesmas Kediri Tahun
2014

10 Macam Penyakit Terbanyak Rawat Jalan Puskesmas Kediri Tahun 2014


7000
6000
5000
4000
3000
2000
1000
0

Grafik 3. Daftar 10 Macam Penyakit Terbanyak Rawat Inap Puskesmas Kediri Tahun
2014

10 Macam Penyakit Terbanyak Rawat Inap Puskesmas Kediri Tahun 2014


300
250
200
150
100
50
0

Grafik 4. Jumlah Kasus Lama dan Kasus Baru Hipertensi tahun 2012-2014 Rawat
Jalan dan Rawat Inap Puskesmas Kediri Tahun 2012-2014

Jumlah Kasus Lama dan Kasus Baru Hipertensi Tahun 2012-2014 Puskesmas Kediri
2350
2300
2250
2200
Series 1

2150
2100
2050
2000
1950
1900
Tahun 2012

Tahun 2013

Tahun 2014

Grafik 2. Data Jumlah Kasus Baru Hipertensi pada Rawat Jalan Puskesmas Kediri
Bulan September-Desember 2014
3.5
3
2.5
2
Laki-laki
Perempuan

1.5
1
0.5
0
September

Oktober

November

Desember

Grafik 3. Data Jumlah Kasus Baru Hipertensi pada Rawat Jalan Puskesmas Kediri
Bulan Januari-Mei 2015
3.5
3
2.5
2
Laki-laki
Perempuan

1.5
1
0.5
0
Januari

Februari

Maret

April

Mei

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
2.2.1 Definisi Hipertensi
Hipertensi adalah tekanan darah yang kuat dan konstan memompa darah melalui
pembuluh darah. Hipertensi terjadi bila darah memberikan gaya yang lebih tinggi
dibandingkan kondisi normal secara persisten pada sistem sirkulasi.4
Hipertensi adalah keadaan meningkatnya tekanan darah sistolik lebih besar dari 140
mmHg dan atau diastolik lebih besar dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang
waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat/tenang. Menurut WHO (2011) batas normal
tekanan darah adalah kurang dari atau 120 mmHg tekanan sistolik dan kurang dari atau 80
mmHg tekanan diastolik. Seseorang dinyatakan mengidap hipertensi bila tekanan darahnya
lebih dari 140/90 mmHg.4
Stadium hipertensi yang mencerminkan beratnya penyakit, menurut The Joint National
Committee on Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (JNC-VII) tahun

2003 hipertensi dibedakan berdasarkan Tekanan Darah Sistolik (TDS) dan Tekanan Darah
Diastolik (TDD) sebagai berikut:1
a) Normal bila tekanan darah sistolik <120 mmHg dan diastolik <80 mmHg
b) Prehypertension bila tekanan darah sistolik 120-139 mmHg dan diastolik 80-89 mmHg
c) Hipertensi stadium 1 bila tekanan darah sistolik 140-159 mmHg dan diastolik 90-99
mmHg
d) Hipertensi stadium 2 bila tekanan darah sistolik 160 mmHg dan diastolik 100 mmHg
Menurut petunjuk WHO-ISH klasifikasi hipertensi menyerupai JNC VI, yaitu:
a) Optimal bila tekanan sistolik <120 mmHg dan tekanan darah diastolik <80 mmHg
b) Normal bila tekanan sistolik <130 mmHg dan tekanan darah diastolik <85 mmHg
c) Normal tinggi bila tekanan sistolik 130-139 mmHg dan tekanan darah diastolik 85-89
mmHg
d) Hipertensi derajat 1 (ringan) bila tekanan sistolik 140-159 mmHg dan tekanan darah
diastolik 90-99 mmHg
e) Hipertensi derajat 2 (sedang) bila tekanan sistolik 160-179 mmHg dan tekanan darah
diastolik 100-109 mmHg
f) Hipertensi derajat 3 (berat) bila tekanan sistolik 180 mmHg dan tekanan darah diastolik
110 mmHg
g) Hipertensi sistolik (Isolated Sistolic Hypertension) bila tekanan sistolik 140 mmHg dan
tekanan darah diastolik <90 mmHg
Etiologi hipertensi tidak diketahui pada lebih dari 95% kasus kenaikan tekanan darah.
Kajian epidemiologi selalu menunjukkan adanya hubungan yang penting dan bebas antara
tekanan darah dan berbagai kelainan, terutama penyakit jantung koroner, stroke, gagal
jantung, dan kerusakan fungsi ginjal.
2.2.2 Klasifikasi Hipertensi
A. Berdasarkan Penyebab
a. Hipertensi Primer (Hipertensi Esensial)
Hipertensi primer atau hipertensi esensial adalah hipertensi yang penyebabnya tidak
diketahui, walaupun dikaitkan dengan kombinasi faktor gaya hidup seperti kurang bergerak
(inaktivitas) dan pola makan. Terjadi pada sekitar 90% penderita hipertensi. Hipertensi primer
kemungkinan disebabkan oleh beberapa perubahan pada jantung dan pembuluh darah
kemungkinan bersama-sama menyebabkan meningkatnya tekanan darah.4
Selama 75 tahun terakhir telah banyak penelitian untuk mencari etiologinya. Tekanan
darah merupakan hasil curah jantung dan resistensi vaskular sehingga tekanan darah
meningkat jika curah jantung meningkat, resistensi vaskular perifer bertambah, atau
7

keduanya. Meskipun mekanisme yang berhubungan dengan penyebab hipertensi melibatkan


perubahan-perubahan tersebut, hipertensi sebagai kondisi klinis biasanya diketahui beberapa
tahun setelah kecenderungan ke arah sana di mulai.4
Pada hipertensi yang baru mulai curah jantung biasanya sedikit meningkat dan
resistensi perifer normal. Pada tahap hipertensi lanjut, curah jantung cenderung menurun dan
resistensi perifer meningkat. Adanya hipertensi juga menyebabkan penebalan dinding arteri
dan arteriol. Banyaknya faktor yang mempengaruhi dan mungkin berbeda antar individu
menyebabkan penelitian etiologinya semakin sulit.4

b. Hipertensi Sekunder (Hipertensi non Esensial)


Hipertensi sekunder adalah jika penyebabnya diketahui. Pada sekitar 5-10% penderita
hipertensi, penyebabnya adalah penyakit ginjal. Pada sekitar 1-2%, penyebabnya adalah
kelainan hormonal atau pemakaian obat tertentu (misalnya pil KB).
Sekitar

5%

prevalensi

hipertensi

telah

diketahui

penyebabnya,

dan

dapat

dikelompokkan seperti di bawah ini:


a) Penyakit parenkim ginjal (3%). Setiap penyebab gagal ginjal (glomerulonefritis,
pielonefritis, sebab-sebab penyumbatan) akan menyebabkan kerusakan parenkim akan
cenderung menimbulkan hipertensi dan hipertensi itu sendiri akan mengakibatkan
kerusakan ginjal.
b) Penyakit renovaskular (1%). Terdiri atas penyakit yang menyebabkan gangguan pasokan
darah ginjal dan secara umum dibagi atas aterosklerosis, yang terutama mempengaruhi
sepertiga bagian proksimal arteri renalis dan paling sering terjadi pada pasien usia lanjut,
dan fibrodisplasia yang terutama mempengaruhi 2/3 bagian distal.
c) Endokrin (1%). Pertimbangan aldosteronisme primer (sindrom Conn) jika terdapat
hipokelemia bersama hipertensi. Tingginya kadar aldosteron dan renin yang rendah akan
mengakibatkan kelebihan (overload) natrium dan air.4
B. Berdasarkan TDS dan TDD
Menurut The Joint National Committee on Detection, Evaluation and Treatment of
High Blood Pressure (JNC-VII) tahun 2003 hipertensi dibedakan berdasarkan Tekanan Darah
Sistolik (TDS) dan Tekanan Darah Diastolik (TDD) sebagai berikut:

Normal bila tekanan darah sistolik <120 mmHg dan diastolik <80 mmHg
Prehypertension bila tekanan darah sistolik 120-139 mmHg dan diastolik 80-89 mmHg
Hipertensi stadium 1 bila tekanan darah sistolik 140-159 mmHg dan diastolik 90-99

mmHg
Hipertensi stadium 2 bila tekanan darah sistolik 160 mmHg dan diastolik 100 mmHg.1

Pada panduan JNC VIII, klasifikasi dan definisi hipertensi dan prehipertensi tidak
difokuskan, tetapi ambang batas pengobatan farmakologis didefinisikan.8

2.2.3 Epidemiologi Hipertensi


A. Distribusi dan Frekuensi Hipertensi
a. Orang
Menurut Kaplan (1991) prevalensi penderita hipertensi umumnya paling tinggi
dijumpai pada usia >40 tahun. Penderita kemungkinan mendapat komplikasi pembuluh darah
otak 6-10 kali lebih besar pada usia 30-40 tahun.
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Balitbangkes tahun 2007 menunjukan
prevalensi hipertensi pada penduduk umur 18 tahun ke atas secara nasional mencapai 31,7%.
Berdasarkan kelompok umur yang paling tinggi terdapat pada kelompok umur 65-74 tahun
yaitu 63,5% dan pada kelompok umur diatas 75 tahun yaitu 67,3%. Berdasarkan jenis
kelamin prevalensi hipertensi pada laki-laki sebesar 31,3% dan pada perempuan 31,9%.4
b. Tempat
Berdasarkan hasil pengukuran tekanan darah hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
Balitbangkes tahun 2007 menurut provinsi, prevalensi hipertensi tertinggi di Kalimantan
Selatan (39,6%) dan terendah di Papua Barat (20,1%). Provinsi Jawa Timur (37,4%), Bangka
Belitung (37,2%), Jawa Tengah (37,0%), Sulawesi Tengah (36,6%), DI Yogyakarta (35,8%),
Riau (34,0%), Sulawesi Barat (33,9%), Kalimantan Tengah (33,6%), dan Nusa Tenggara
Barat (32,4%), merupakan provinsi yang mempunyai prevalensi hipertensi lebih tinggi dari
angka nasional (31,7%).4
Secara nasional, 10 kabupaten/kota dengan prevalensi hipertensi pada penduduk umur
>18 tahun tertinggi adalah Natuna (53,3%), Mamasa (50,6%), Katingan (49,6%), Wonogiri
(49,5%), Hulu Sungai Selatan (48,2%), Rokan Hilir (47,7%), Kuantan Senggigi (46,3%),
Bener Meriah (46,1%), Tapin (46,1%), dan Kota Salatiga (45,2%). Sedangkan 10
kabupaten/kota yang mempunyai prevalensi hipertensi pada penduduk umur >18 Tahun
terendah adalah Jayawijaya (6,8%), Teluk Wondama (9,4%), Bengkulu Selatan (11,0%),
Kepulauan Mentawai (11,1%), Tolikara (12,5%), Yahukimo (13,6%), Pegunungan Bintang
(13,9%), Seluma (14,6%), Sarmi (14,6%), dan Tulang Bawang (15,9%).4,5
Penduduk yang tinggal di daerah pesisir pantai lebih rentan terhadap penyakit
hipertensi karana tingkat mengonsumsi garam lebih tinggi dibandingkan daerah pegunungan
yang lebih banyak mengonsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan.

10

c. Waktu
Hasil survei kesehatan rumah tangga (SKRT, 2001) di kalangan penduduk umur 25
tahun ke atas menunjukkan bahwa 27% laki-laki dan 29% wanita menderita hipertensi 0,3%
mengalami penyakit jantung iskemik dan stroke. Terdapat 50% penderita tidak menyadari
sebagai penderita sehingga penyakitnya lebih berat karena tidak merubah dan menghindari
faktor risiko. Sebanyak 70% adalah hipertensi ringan, maka banyak diabaikan/terabaikan
sehingga menjadi ganas (hipertensi maligna) dan 90% hipertensi esensial dan hanya 10%
penyebabnya diketahui seperti penyakit ginjal, kelainan hormonal dan kelainan pembuluh
darah. Angka kesakitan hipertensi pada dewasa sebanyak 6-15% dan kasusnya cenderung
meningkat menurut peningkatan usia.
Sedangkan hasil SKRT 2004 menunjukkan proporsi hipertensi pada pria sebesar 12,2%
dan wanita 15,5%.22 Berdasarkan laporan riskesdas tahun 2007 prevalensi hipertensi di
Indonesia saat ini mencapai 31,7% dari total penduduk dewasa. 4
2.2.4 Faktor Resiko Hipertensi
a. Umur
Tekanan darah tinggi dapat menyerang siapa saja. Orang berusia muda yang
menyandang hipertensi cenderung memiliki tekanan diastolik tinggi sedangkan orang lanjut
usia cenderung memiliki tekanan sistolik tinggi. Tekanan darah tinggi sangat sering terjadi
pada orang berusia lebih dari 60 tahun karena tekanan darah secara alami cenderung
meningkat seiring bertambahnya usia.4
Pada sebagian besar populasi di negara barat, TDS cenderung meningkat secara
progresif pada masa kanak-kanak, remaja, dan dewasa untuk mencapai nilai rata-rata 140
mmHg pada usia 70-an atau 80-an. Menurut Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan Departemen
Kesehatan, kejadian hipertensi paling tinggi pada usia 30-40 tahun. 4
Di Inggris, prevalensi tekanan darah tinggi pada usia pertengahan adalah sekitar 20%
dan meningkat lebih dari 50% pada usia diatas 60 tahun. Tekanan darah tinggi juga dapat
terjadi pada usia muda namun prevalensinya rendah (kurang dari 20%).4

b. Jenis Kelamin
Pada usia dini tidak terdapat bukti nyata tentang adanya perbedaan tekanan darah antara
laki-laki dan wanita. Akan tetapi, mulai pada masa remaja, pria cenderung menunujukkan
aras rata-rata yang lebih tinggi. Perbedaan ini lebih jelas pada orang dewasa muda dan orang
11

setengah baya. Perubahan pada masa tua antara lain dapat dijelaskan dengan tingkat kematian
awal yang lebih tinggi pada pria pengidap hipertensi. Menurut Pusat Pendidikan Tenaga
Kesehatan Departemen Kesehatan, komplikasi hipertensi meningkat pada laki-laki. 4
c. Status sosioekonomi
Di negara-negara yang berada pada tahap pasca-peralihan perubahan ekonomi dan
epidemiologi selalu dapat ditunjukkan bahwa aras tekanan darah dan prevalensi hipertensi
yang lebih tinggi terdapat pada golongan sosioekonomi rendah. Hubungan yang terbalik itu
ternyata berkaitan dengan tingkat pendidikan, penghasilan, dan pekerjaan. Akan tetapi, dalam
masyarakat yang berada dalam masa peralihan atau pra-peralihan, aras tinggi tekanan darah
dan prevalensi hipertensi lebih tinggi terdapat pada golongan sosioekonomi lebih tinggi. 4
d. Genetika
Sekitar 20-40% variasi tekanan darah di antara individu disebabkan oleh faktor genetik.
Penelitian menunjukkan bahwa tekanan darah seorang anak akan lebih mendekati tekanan
darah orangtuanya bila mereka memiliki hubungan darah dibanding dengan anak adopsi. Hal
ini menunujukkan bahwa gen yang diturunkan, dan bukan hanya faktor lingkungan (seperti
makanan dan status sosial), berperan besar dalam menentukan tekanan darah. 4
e. Ras atau suku bangsa
Kajian populasi selalu menunjukkan bahwa aras tekanan darah pada masyarakat kulit
hitam lebih tinggi ketimbang aras pada golongan suku lain. Suku mungkin berpengaruh pada
hubungan antara umur dan tekanan darah, seperti yang ditunjukkan oleh kecenderungan
tekanan darah yang meninggi bersamaan dengan bertambahnya umur secara progresif pada
orang Amerika berkulit hitam keturunan Afrika ketimbang orang Amerika berkulit putih.
Sementara itu ditemukan variasi antar suku di Indonesia. Di lembah Baliem Jaya, Papua
kejadian hipertensi terendah yaitu 0,6%, sedangkan yang tertinggi terdapat di Jawa Barat
pada suku Suku Sunda yaitu 28,6%.4,5

f. Lemak dan kolesterol


Pola makan penduduk yang tinggi di kota-kota besar berubah dimana fast food dan
makanan yang kaya kolesterol menjadi bagian yang dikonsumsi sehari-hari. Mengurangi diet
lemak dapat menurunkan tekanan darah 6/3 mmHg dan bila dikombinasikan dengan
12

meningkatkan konsumsi buah dan sayuran dapat menurunkan tekanan darah sebesar 11/6
mmHg. Makan ikan secara teratur sebagai cara mengurangi berat badan akan meningkatkan
penurunan tekanan darah pada penderita gemuk dan memperbaiki profil lemak. 3,4,5
g. Konsumsi Garam
Penelitian menunjukkan adanya kaitan antara asupan natrium yang berlebihan dengan
tekanan darah tinggi pada beberapa individu. Asupan natrium yang meningkat menyebabkan
tubuh meretensi cairan, yang meningkatkan volume darah. Di samping itu, diet tinggi garam
dapat mengecilkan diameter dari arteri. Jantung harus memompa lebih keras untuk
mendorong volume darah yang meningkat melalui ruang sempit. Akibatnya adalah hipertensi.
Hal ini sebaliknya juga terjadi, ketika asupan natrium berkurang maka begitu pula volume
darah dan tekanan darah pada beberapa individu. 1,4
h. Alkohol
Alkohol juga mempengaruhi tekanan darah. Orang-orang yang minum alkohol terlalu
sering atau yang terlalu banyak memiliki tekanan darah yang lebih tinggi dari pada individu
yang tidak minum atau minum sedikit alkohol. Lebih dari dua minuman keras sehari akan
menimbulkan peningkatan signifikan. Diperkirakan 5-10% hipertensi pada laki-laki Amerika
disebabkan langsung oleh konsumsi alkohol.
Berdasarkan laporan Komisi Pakar WHO mengatakan bahwa pada beberapa populasi,
konsumsi minuman keras selalu berkaitan dengan tekanan darah tinggi. Jika minuman keras
diminum sedikitnya dua kali per hari, TDS naik kira-kira 1,0 mmHg dan TDD kira-kira 0,5
mmHg per satu kali minum. Peminum harian ternyata mempunyai aras TDS dan TDD lebih
tinggi, berturut-turut 6,6 mmHg dan 4,7 mmHg dibandingkan dengan peminum sekali
seminggu. 4
i. Kelebihan Berat Badan (Overweight)
Anak dan dewasa yang kegemukan menderita lebih banyak hipertensi dan penambahan
berat badan biasanya diikuti oleh kenaikan tekanan darah. Walaupun kalori tambahan yang
bertanggung jawab bagi kenaikan berat badan, dapat menginduksi hipertensi karena ia
membawa natrium tambahan.
Berdasarkan laporan Komisi Pakar WHO pada kebanyakan kajian, kelebihan berat
badan berkaitan dengan 2-6 kali kenaikan risiko mendapat hipertensi. Pada populasi Barat,
jumlah kasus hipertensi yang disebabkan oleh kelebihan berat badan diperkirakan 30-65%.
13

Secara umum, populasi saat ini cenderung semakin kelebihan berat badan. Massa tubuh
dapat dihitung dengan indeks massa tubuh (body mass index) melalui pengukuran tinggi
badan dan berat badan, dimana dikatakan kurus bila IMT 20, berat badan sehat bila IMT
20-25, kawasan peringatan bila IMT 25-27 dan obesitas bila IMT 27. 4
j. Rokok
Rokok menyebabkan peningkatan denyut jantung, tekanan darah, dan juga
menyebabkan pengapuran sehingga volume plasma darah berkurang karena tercemar nikotin,
akibatnya viskositas darah meningkat sehingga timbul hipertensi. Merokok dapat
meningkatkan tekanan darah secara temporer yaitu tekanan darah sistolik yang naik sekitar
10 mmHg dan tekanan darah diastolik naik sekitar 8 mmHg. Merokok juga dapat
menghapuskan efektivitas beberapa obat antihipertensi. Misalnya, pengobatan hipertensi
yang menggunakan terapi betablocker dapat menurunkan risiko penyakit jantung dan stroke
hanya bila pemakainya tidak merokok karena merokok merupakan faktor risiko utama untuk
munculnya penyakit kardiovaskular. 4
k. Stress
Tekanan darah lebih tinggi telah dihubungkan dengan peningkatan stress, yang timbul
dari tuntutan pekerjaan, hidup dalam lingkungan kriminal yang tinggi, kehilangan pekerjaan
dan pengalaman yang mengancam nyawa terpapar ke stress bisa menaikkan tekanan darah
dan hipertensi dini cenderung menjadi reaktif. Aktivasi berulang susunan saraf simpati oleh
stress dapat memulai tangga hemodinamik yang menimbulkan hipertensi menetap. 4
l. Status Olahraga
Orang dengan gaya hidup yang tidak aktif akan lebih rentan terhadap tekanan darah
tinggi. Melakukan olahraga secara teratur tidak hanya menjaga bentuk tubuh dan berat badan,
tetapi juga dapat menurunkan tekanan darah. Jenis latihan yang dapat mengontrol tekanan
darah adalah berjalan kaki, bersepeda, berenang, dan aerobik. 4
2.2.5 Gejala Klinis
Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala, meskipun secara
tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya berhubungan dengan tekanan
darah tinggi. Gejala yang dimaksud adalah sakit kepala, perdarahan dari hidung, pusing,
wajah kemerahan dan kelelahan.
14

Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala berikut yaitu
sakit kepala, kelelahan, mual, muntah,sesak nafas, gelisah, pandangan menjadi kabur yang
terjadi karena adanya kerusakan pada otak, mata, jantung, dan ginjal. Kadang penderita
hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan bahkan koma karena terjadi
pembengkakan di otak. 1,4
Hipertensi yang berujung pada komplikasi menunjukkan gejala kerusakan organ.
Adapun yang menjadi gejala kerusakan organ yaitu:
a) Otak dan mata: sakit kepala, vertigo, penglihatan terganggu, serangan iskemik sesaat,
gangguan panca indera atau gerak
b) Jantung: berdebar-debar, nyeri dada, napas pendek, pergelangan kaki bengkak
c) Ginjal: haus, poliuria, nokturia, hematuria
d) Arteri perifer: tangan kaki dingin, pincang berkala (claudicatio intermittens). 1,4,5
2.2.6 Tatalaksana
Dalam menangani penyakit hipertensi, banyak organisasi kesehatan di dunia membuat
suatu pedoman dalam tata laksana hipertensi. Pada intinya pedoman-pedoman tersebut
berisikan cara mengatasi penyakit hipertensi dengan perubahan gaya hidup atau terapi non
farmakologi, obat yang digunakan dalam terapi farmaklogi dan target tekanan darah yang
ingin dicapai serta penanganan pada penderita hipertensi dengan keadaan khusus. Berikut ini
beberapa pedoman tata laksana hipertensi:
1. Pedoman WHO dan International Society of Hypertension Writing Group (ISWG) 2003:
a. Pasien hipertensi dengan tekanan darah sistole > 140 mmhg dan diastole > 90 mmhg
diawali dengan terapi non farmakologi seperti penurunan berat badan bagi penderita yang
obese/kegemukan, olahraga yang teratur, mengurangi konsumsi alkohol dan garam, tidak
merokok dan mengkonsumsi lebih banyak sayur dan buah.
b. Terapi farmakologi : untuk penderita tanpa komplikasi pengobatan dimulai dengan
diuretik tiazid dosis rendah dan untuk penderita dengan komplikasi menggunakan lebih
dari satu macam obat hipertensi. 4

15

2. Joint National Committee (JNC) berisikan:


Tatalaksana menurut JNC VIII terdiri dari beberapa rekomendasi tergantung dari
kelompok umur, penyakit penyerta, dan lain-lain. Rekomendasi-rekomendasi tersebut yaitu:8
a. Rekomendasi 1
Pada usia 60 tahun, inisiasi terapi farmakologi untuk menurunkan tekanan darah
(TD) pada systolic blood pressure (SBP) 150 mmHg, atau diastolic blood pressure
(DBP) 90 mmHg dan diturunkan sampai SBP 150 mmHg dan DBP 90 mmHg
(Rekomendasi Kuat-Grade A).
b. Corollary Recommendation
Pada populasi umum usia 60 tahun, jika terapi farmakologi ternyata menurunkan
tekanan darah SBP lebih rendah dari target (SBP 140 mmHg) dan terapi dapat
ditoleransi tanpa ada efek samping yang menganggu maka terapi tidak perlu
penyusuaian (Pendapat Ahli-Grade).
c. Rekomendasi 2
Pada populasi umum dengan usia < 60 tahun, inisiasi terapi farmakologi untuk
menurunkan TD pada DBP 90 mmHg dan diturunkan sampai tekanan DBP 90
mmHg (untuk usia 30-59 tahun, Rekomendasi Kuat- Grade A; untuk usia 18-29 tahun,
pendapat ahli-Grade E).
d. Rekomendasi 3
Pada populasi umum dengan usia < 60 tahun, inisiasi terapi farmakologi untuk
menurukan TD pada SBP 140 mmHg dan diturunkan sampai tekanan SBP < 140
mmHg (Pendapat Ahli-Grade E).
e. Rekomendasi 4
Pada populasi umum usia 18 tahun dengan Chronic Kidney Disease (CKD), inisiasi
terapi farmakologi untuk menurunkan TD pada SBP 140 mmHg atau DBP 90
mmHg dan target menurunkan sampai SBP < 140 mmHg dan DBP < 90 mmHg
(Pendapat Ahli-Grade E).
f. Rekomendasi 5
Pada populasi umum usia 18 tahun dengan diabetes, inisiasi terapi farmakologi
untuk menurunkan TD pada SBP 140 mmHg atau DBP 90 mmHg dan target
menurunkan sampai SBP < 140 mmHg dan DBP < 90 mmHg (Pendapat Ahli-Grade
E).
g. Rekomendasi 6
Pada populasi bukan kulit hitam, termasuk dengan penyakit diabetes, inisiasi terapi
farmakologi harus mencakup, diuretik tipe thiazide, calcium channel blocker (CCB),
angiostensin-converting enzym inhibitor (ACEI) atau angiostensin receptor blocker
(ARB). (Rekomendasi : Sedang-Grade B)
16

h. Rekomendasi 7
Pada populasi kulit hitam, termasuk orang-orang dengan diabetes, initiasi terapi
farmakologi antihipertensi harus mencakup diuretik tipe thiazide, calcium channel
blocker (CCB) (untuk orang kulit hitam rekomendasi sedang-grade B; untuk orang
kulit hitam dengan diabetes rekomendasi lemah grade C).
i. Rekomendasi 8
Pada populasi umum usia 18 tahun dengan CKD, inisiasi terapi farmakologi
antihipertensi harus mencakup obat ACEI atau ARB untuk meningkatkan fungsi ginjal
(Rekomendasi Sedang-Grade B)
j. Rekomendasi 9
Tujuan objektif dari terapi hipertensi adalah untuk mencapai dan mempertahankan
tekanan darah sesuai target terapi. Jika tekanan darah tidak dapat mencapai target
terapi yang diinginkan dalam waktu 1 bulan terapi tekanan darah, dapat dilakukan
peningkatan dosis obat atau menambah golongan obat kedua dari salah satu golongan
obat pada rekomendasi 6 (diuretik tipe thiazide, CCB, ACEI atau ARB). Dokter harus
terus menilai perkembangan TD dan menyesuaikan regimen obat antihipertensi
sampai TD yang diinginkan dapat dicapai. Jika target tekanan darah tidak dapat
dicapai dengan pengunaan 2 jenis golongan obat antihipertensi, dapat dilakukan
penambahan dan titrasi obat ke 3 dari daftar yang telah tersedia. Jangan pernah
mengunakan obat ACEI dan ARB secara bersamaan pada 1 orang pasien. Jika target
tekanan darah tetap tidak dapat dicapai mengunakan terapi obat pada rekomendasi 6
karena ada kontraindikasi obat atau membutuhkan lebih dari 3 jenis obat, maka obat
dari golongan antihipertensi lainnya dapat digunakan. Rujukan ke spesialis perlu
dilakukan jika pasien tidak dapat mencapai target tekanan darah mengunakan strategi
yang di atas atau perlu dilakukan managemen komplikasi pada pasien.

3. British Hypertensive Society (BHS)


a. Terapi non farmakologi dilakukan pada pasien hipertensi dan mereka yang
keluarganya ada riwayat hipertensi
b. Pengobatan dimulai pada tekanan darah sistole >140 dan diastole > 90
c. Target yang ingin dicapai setelah pengobatan, sistole < 140 dan diastole < 85
d. obat pilihan pertama tiazid atau beta bloker bila tidak ada kontraindikasi. 4

17

4. National Heart Lung Blood Institute (NHLBI)


a. Modifikasi gaya hidup sebagai penanganan menyeluruh, dapat dikombinasi dengan
terapi obat
b. Menerapkan pola makan DASH (Diet Approach to Stop Hypertension) untuk
penderita hipertensi
c. Hipertensi tanpa komplikasi harus dimulai dengan diuretik atau beta bloker
d. Hipertensi dengan penyakit penyerta, pemilihan obat harus berdasarkan masingmasinghambat individu dan berubah dari mono terapi ke terapi kombinasi yang
fleksibel. 4
5. European Society of Hypertension (ESH)
a. Fokus diberikan pada paien individual dan risiko kardiovaskularnya.
b. Penderita hipertensi dapat menerima satu atau lebih macam obat selama tujuan terapi
tercapai
c. Penatalaksanaan harus difokuskan pada pencapaian target pengobatan kardiovaskular
dengan perubahan gaya hidup atau dengan terapi obat
d. Kombinasi obat yang digunakan untuk mencapai target tekanan darah harus
ditetapkan secara individual pada masing-masing pasien
e. Penghambat ACE dan ARB tidak boleh digunakan pada kehamilan. 4
6. UK's NICE
a. Penghambat ACE sebagai lini pertama bagi penderita hipertensi usia < 55 tahun dan
antagonis kalsium atau diuretika bagi penderita hipertensi > 55 tahun
b. ARB direkomedasikan jika penghambat ACE tidak dapat ditoleransi
c. Penggunakan beta bloker sebagai lini keempat. 4
7. Pedoman Hipertensi (Konsensus Perhimpunan Hipertensi Indonesia)
Hasil konsensus Pedoman Penanganan Hipertensi di Indonesia tahun 2007 berisikan :
a. Penanganan hipertensi ditujukan untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas
kardiovaskular (termasuk serebrovaskular) serta perkembangan penyakit ginjal dimulai
dengan upaya peningkatan kesadaran masyarakat dan perubahan gaya hidup ke arah yang
lebih sehat.
b. Penegakan diagnosis hipertensi perlu dilakukan dengan melakukan pemeriksaan tekanan
darah minimal 2 kali dengan jarak 1 minggu bila tekanan darah <160/100 mmhg
c. Sebelum bertindak dalam penanganan hipertensi, perlu dipertimbangkan adanya risiko
kardiovaskular, kerusakan organ target dan penyakit penyerta. Penanganan dengan obat
dilakukan pada penderita dengan banyaknya faktor risiko 3 atau lebih atau dengan
18

adanya kerusakan organ target,diabetes, penyakit penyerta, di samping perubahan gaya


hidup.
d. Penanganan dengan obat dilakukan bila upaya perubahan gaya hidup belum mencapai
target tekanan darah (masih >= 140/90 atau >= 130/80 bagi penderita diabetes/ penyakit
ginjal kronis).
e. Pemilihan obat didasarkan ada tidaknya indikasi khusus. Bila tidak ada indikasi khusus,
obat tergantung pada derajat hipertensi (derajat 1 atau derajat 2 JNC7). 1,4,5
2.2.7 Komplikasi
Tekanan darah secara alami berfluktuasi sepanjang hari. Tekanan darah tinggi menjadi
masalah hanya bila tekanan darah tersebut persisten. Tekanan seperti membuat sistem
sirkulasi dan organ yang mendapat suplai darah (termasuk jantung dan otak) menjadi tegang.
Bila tekanan darah tinggi tidak dapat dikontrol dengan baik, maka dapat terjadi serangkaian
komplikasi serius dan penyakit kardiovaskular seperti angina atau rasa tidak nyaman di dada
dan serangan jantung, stroke, gagal jantung, kerusakan ginjal, gagal ginjal, masalah mata,
hipertensif encephalopathy sering dirujuk pada penyakit organ akhir.
Stroke dapat terjadi akibat hemoragi tekanan tinggi di otak, atau akibat embolus yang
terlepas dari pembuluh selain otak yang terpajan tekanan tinggi. Stroke dapat terjadi pada
hipertensi kronis apabila arteri yang memperdarahi otak mengalami hipertrofi dan penebalan,
sehingga aliran darah ke area otak yang diperdarahi berkurang. Arteri otak yang mengalami
arterosklerosis

dapat

melemah

sehingga

meningkatkan

kemungkinan

terbentuknya

aneurisma.
Infark miokard dapat terjadi apabila arteri koroner yang arterosklerotik tidak dapat
menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila terbentuk trombus yang menghambat
aliran darah melewati pembuluh darah. Pada hipertensi kronis dan hipertrofi ventrikel,
kebutuhan oksigen miokardum mungkin tidak dapat dipenuhi dan dapat terjadi iskemia
jantung yang menyebabkan infark.
Gagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi pada kapiler
glomerulus ginjal. Dengan rusaknya glomerulus, aliran darah ke unit fungsional ginjal, yaitu
nefron akan terganggu dan dapat berlanjut menjadi hipoksia dan kematian. Dengan rusaknya
membran glomerulus, protein akan keluar melalui urine sehingga tekanan osmotik koloid
plasma berkurang dan menyebabkan edema, yang sering dijumpai pada hipertensi kronis.22
Ensefalopati (kerusakan otak) dapat terjadi, terutama pada hipertensi maligna (hipertensi
yang meningkat cepat dan berbahaya). Tekanan yang sangat tinggi pada kelainan ini
19

menyebabkan peningkatan tekanan kapiler dan mendorong cairan ke ruang interstisial


diseluruh susunan saraf pusat. Neuron-neuron di sekitarnya kolaps dan terjadi koma serta
kematian. 1,3,4,5
2.2.8 Pencegahan Hipertensi
A. Pencegahan Primordial
Pencegahan primordial yaitu upaya pencegahan munculnya faktor predisposisi terhadap
hipertensi dimana belum tampak adanya faktor yang menjadi risiko. Upaya ini dimaksudkan
dengan memberikan kondisi pada masyarakat yang memungkinkan pencegahan terjadinya
hipertensi yang dapat dilakukan melalui pendekatan populasi ataupun perorangan.
Pendekatan populasi secara khusus mengandalkan program untuk mendidik masyarakat.
Pendidikan masyarakat yakni masyarakat harus diberi informasi mengenai sifat, penyebab,
dan komplikasi hipertensi, cara pencegahan, gaya hidup sehat, dan pengaruh faktor risiko
kardiovaskular lainnya. 4
B. Pencegahan Primer
Pencegahan primer dilakukan dengan pencegahan terhadap faktor risiko yang tampak
pada individu atau masyarakat. Sasaran pada orang sehat yang berisiko tinggi dengan usaha
peningkatan derajat kesehatan yakni meningkatkan peranan kesehatan perorangan dan
masyarakat secara optimal dan menghindari faktor risiko timbulnya hipertensi. 4
Pencegahan primer penyebab hipertensi adalah sebagai berikut:
a) Mengurangi/menghindari setiap perilaku yang memperbesar risiko, yaitu menurunkan
berat badan bagi yang kelebihan berat badan dan kegemukan, menghindari meminum
minuman beralkohol, mengurangi/menghindari makanan yang mengandung makanan
yang berlemak dan berkolesterol tinggi
b) Peningkatan ketahanan fisik dan perbaikan status gizi, yaitu melakukan olahraga secara
teratur dan terkontrol seperti senam aerobik, jalan kaki, berlari, naik sepeda, berenang,
diet rendah lemak dan memperbanyak mengonsumsi buah-buahan dan sayuran,
mengendalikan stress dan emosi. 4
C. Pencegahan Sekunder
Sasaran utama adalah pada mereka terkena penyakit hipertensi melalui diagnosis dini
serta pengobatan yang tepat dengan tujuan mencegah proses penyakit lebih lanjut dan

20

timbulnya komplikasi. Pemeriksaan diagnostik terhadap pengidap tekanan darah tinggi


mempunyai beberapa tujuan:
a. Memastikan bahwa tekanan darahnya memang selalu tinggi
b. Menilai keseluruhan risiko kardiovaskular
c. Menilai kerusakan organ yang sudah ada atau penyakit yang menyertainya
d. Mencari kemungkinan penyebabnya
Sudah jelas bahwa semua tujuan ini merupakan unsur-unsur proses diagnosis tunggal
yang bertahap dan menyeluruh yang menggunakan tiga metode klasik: pencatatan riwayat
penyakit, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium. Sejauh mana pemeriksaan
laboratorium harus dilakukan dapat disesuaikan dengan bukti yang diperoleh dari riwayat
penyakit, pemeriksaan fisik, dan uji laboratorium pendahuluan.
Perangkat diagnostik dalam pengukuran tekanan darah dapat menggunakan
sfigmomanometer yang akan memperlihatkan peningkatan tekanan sistolik dan diastolik jauh
sebelum adanya gejala penyakit. Pemerikasaan penunjang yang rutin bisa dilakukan pada
penderita hipertensi yang bertujuan mendeteksi penyakit yang bisa diobati dan menilai fungsi
jantung serta ginjal. 4
Pencegahan bagi mereka yang terancam dan menderita hipertensi adalah sebagai berikut:
a. Pemeriksaan berkala
a.1. Pemeriksaan/pengukuran tekanan darah secara berkala oleh dokter secara teratur
merupakan cara untuk mengetahui apakah kita menderita hipertensi atau tidak
a.2. Mengendalikan tensi secara teratur agar tetap stabil dengan atau tanpa obatobatan anti hipertensi
b. Pengobatan/perawatan
b.1. Pengobatan yang segera sangat penting dilakukan sehingga penyakit hipertensi
dapat segera dikendalikan
b.2. Menjaga agar tidak terjadi komplikasi akibat hiperkolesterolemia, diabetes
mellitus dan lain-lain
b.3. Menurunkan tekanan darah ke tingkat yang wajar sehingga kualitas hidup
penderita tidak menurun
b.4. Mengobati penyakit penyerta seperti dibetes mellitus, kelainan pada ginjal,
hipertiroid, dan sebagainya yang dapat memperberat kerusakan organ. 4
D. Pencegahan Tersier

21

Tujuan utama adalah mencegah proses penyakit lebih lanjut dan mencegah
cacat/kelumpuhan dan kematian karena penyakit hipertensi. Pencegahan tersier penyakit
hipertensi adalah sebagai berikut:
a) Menurunkan tekanan darah ke tingkat yang normal sehingga kualitas hidup penderita
tidak menurun
b) Mencegah memberatnya tekanan darah tinggi sehingga tidak menimbulkan kerusakan
pada jaringan organ otak yang mengakibatkan stroke dan kelumpuhan anggota badan
c) Memulihkan kerusakan organ dengan obat antihipertensi. 4

22

BAB IV
LAPORAN KASUS
I. Identitas Pasien
Nama Pasien

: Ny. H

Umur

: 56 tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Pekerjaan

: Ibu rumah tangga

Pendidikan terakhir

: SD

Alamat

: Sedayu Utara Desa Kediri Selatan

Kunjungan ke Pusk. :28 Mei 2015


II.

Anamnesis (28-05-2015)

Keluhan utama: Nyeri kepala.


Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien mengeluhkan nyeri pada kepala yang dirasakan sejak kemarin malam. Nyeri
dirasakan di seluruh kepala dan dirasakan seperti nyut-nyutan. Pasien juga mengeluhkan
nyeri seperti pegal-pegal di daerah tengkuk sejak kemarin malam. Pasien mengaku tidak
merasa mual atau sampai muntah. Jantung berdebar-debar (-), gangguan penglihatan (-). BAB
dan BAK (+) normal.
Pasien mengaku seringkali mengkonsumsi makanan yang asin dan berpenyedap.
Pasien juga sering mengkonsmsi makanan yang digoreng, jarang mengkonsumsi buah dan
sayuran serta jarang berolahraga.
Riwayat Penyakit Dahulu:
Riwayat penyakit jantung (-), hipertensi (+) sejak 1 tahun yang lalu, DM (-), riwayat
operasi (-), asma (-), bronkitis (-).
Riwayat Penyakit Keluarga :
Pasien mengaku orangtuanya dulu pernah dikatakan menderita tekanan darah tinggi.
Saat ini tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan yang sama seperti pasien. Suami
pasien mengalami stroke 1 tahun yang lalu, sebelumnya suami pasien juga mengalami
hipertensi.

23

Riwayat Pengobatan
Pasien rutin kontrol ke poli atau UGD Puskesmas Kediri jika obat habis. Pasien rutin
mengkonsumsi captopril satu tablet sehari.
Riwayat Sosial, Ekonomi dan Lingkungan:

Pasien memiliki 3 orang anak:


I.
Ny. S, 32 tahun, tidak bekerja, menikah.
II.
Ny. M, 30 tahun, tidak bekerja, menikah.
III.
Tn. S, 28 tahun, wiraswasta, belum menikah.
Pasien tinggal di rumah bersama suaminya (Tn. E, 60 tahun, petani yang sudah tidak

bekerja, menikah), dan bersama anak terakhirnya yang belum menikah.


Pasien mengaku tidak pernah merokok atau mengkonsumsi alkohol.
Pasien merupakan keluarga dengan ekonomi menengah ke bawah. Pasien tidak
bekerja, pemasukan keuangan didapatkan dari anak bungsunya yaitu Rp

1.000.000,-/bulan.
Untuk air minum, pasien menggunakan air PDAM. Pasien mengaku terkadang tidak

memasak terlebih dahulu air yang diminum.


Untuk mencuci pakaian, pasien air PDAM.
Pasien memiliki fasilitas MCK sendiri. Pasien dan keluarganya sehari-hari
menggunakan fasilitas MCK untuk mandi dan buang air. Fasilitas MCK berupa leher

angsa dan memiliki tempat penampungan septic tank.


Untuk memasak, keluarga pasien menggunakan kompor gas.

24

Kamar tidur

Kamar tidur

Ruang
tamu

Kamar
Ruang
keluarga

Dapur 1

Dapur 2

Halaman
belakang
U

Gambar 4.1. Denah Rumah Os.

25

III.
Pemeriksaan Fisik
Keadaaan umum
: Baik
Kesadaran
: Compos mentis
Tekanan darah
: 150/100 mmHg
Frek. Nadi

: 92 x/menit

Frek. Nafas
Suhu
Berat Badan

: 20 x/menit
: 36,6 C
: 72 kg

Tinggi Badan

: 155 cm

IMT menurut WHO : 29,9


Status Gizi

: Obesitas I (IMT 25-29,9)

Status Generalis
Kepala-Leher
Kepala

: Deformitas (-)

Rambut

: Hitam, ada rambut yang putih, lurus, lebat

Mata

: Konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/-, mata cekung (-)

Telinga: Deformitas pinna (-), serumen (-)


Hidung

: Deformitas (-), sekret (-)

Tenggorok

: Uvula di tengah, arkus faring simetris, tonsil T1-T1, detritus (-)

Gigi dan mulut: Karies dentis (-), sianosis (-)


Leher

: Tidak teraba pembesaran KGB

Paru
Inspeksi:
1. Bentuk & ukuran: bentuk dada kiri dan kanan simetris, barrel chest (-), pergerakan dinding
dada simetris.
2. Permukaan dada: papula (-), petechiae (-), purpura (-), ekimosis (-), spider naevi (-), vena
kolateral (-), massa (-).
3. Penggunaan otot bantu nafas: SCM tidak aktif, tidak tampak hipertrofi SCM, otot bantu
abdomen tidak aktif dan hipertrofi (-).
4. Iga dan sela iga: pelebaran ICS (-).
5. Fossa supraclavicularis, fossa infraclavicularis: cekung, simetris kiri dan kanan
Fossa jugularis: tak tampak deviasi
6. Tipe pernapasan: torako-abdominal.
26

Palpasi:

Trakea: tidak ada deviasi trakea, iktus kordis teraba di ICS V linea parasternal sinistra.

Nyeri tekan (-), massa (-), edema (-), krepitasi (-).

Gerakan dinding dada: simetris kiri dan kanan.

Fremitus vocal: simetris kiri dan kanan.

Perkusi:

Sonor seluruh lapang paru.

Batas paru-hepar Inspirasi: ICS VI, Ekspirasi: ICS IV; Ekskursi: 2 ICS.

Batas paru-jantung:
Kanan: ICS II linea parasternalis dekstra
Kiri: ICS IV linea mid clavicula sinistra

Auskultasi:
Cor: S1 S2 tunggal regular, Murmur (-), Gallop (-).
Pulmo:
Vesikuler (+) pada seluruh lapang paru .
Rhonki (-/-).
Wheezing (-/-).
Abdomen
Inspeksi:

Bentuk: simetris

Umbilicus: masuk merata

Permukaan kulit: tanda-tanda inflamasi (-), sianosis (-), venektasi (-), ikterik (-),
massa (-), vena kolateral (-), caput meducae (-), papula (-), petekie (-), purpura (-),
ekimosis (-), spider nevy (-)

Distensi (-)

Ascites (-)

Auskultasi:

Bising usus (+) normal

Metallic sound (-)

Bising aorta (-)


27

Perkusi:

Timpani pada seluruh lapang abdomen (+)

Nyeri ketok (-)

Nyeri ketok CVA (-/-)

Palpasi:

Nyeri tekan epigastrium (-)

Massa (-)

Hepar/lien/ren: tidak teraba

Tes Undulasi (-), Shifting dullness (-)

Ekstremitas

Inguinal-genitalia-anus : tidak diperiksa


IV.

Pemeriksaan Penunjang
Tidak dievaluasi.

V.

Diagnosis Kerja
Hipertensi esensial stadium II
Obesitas grade I

VI.

Penatalaksanaan
- Captopril 12,5 mg, 1x1 tablet
- Ibuprofen 400 mg, 3x1 tablet
- Vitamin B complex, 2x1 tablet
Prognosis
Dubia ad Bonam

VII.
VIII.

Konseling

28

Penyakit yang diderita adalah penyakit hipertensi yang tidak menular dan tidak bisa sembuh dan

hanya bisa dikontrol.


Menjelaskan kepada pasien tentang gejala-gejala pada penyakit hipertensi dan resiko penyulit

yang mungkin terjadi.


Menganjurkan pasien untuk mengecek kadar kolesterol darah.
Menganjurkan pasien agar mengurangi konsumsi makanan yang asin dan berhenti memakai
bahan penyedap ketika memasak, serta mengurangi konsumsi makana yang digoreng dan

makanan yang berlemak.


Menjelaskan kepada pasien agar tekun meminum obat dan rutin memeriksakan dirinya di

Puskemas Kediri, meskipun pasien sudah merasa sehat.


Menganjurkan pasien mengkonsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan untuk meningkatkan daya

tahan tubuh.
Menjelaskan pentingnya olahraga untuk mengurangi berat badan.

29

Stress Psikis

Tingkat
Pendidikan
KERANGKA
KONSEP MASALAH
PASIEN
PELAYANAN
Stress psikis

KESEHATAN

Tidak ada program khusus untuk


menangani penyakit hipertensi

LINGKUNGAN

Jarang Berolah Raga

Diet Tinggi Lemak

30

BAB V
PEMBAHASAN
Aspek Klinis
Pada kasus ini, pasien adalah seorang wanita berumur 56 tahun dengan keluhan utama
nyeri kepala. Nyeri dirasakan di seluruh kepala dan dirasakan seperti nyut-nyutan. Pasien
juga mengeluhkan nyeri seperti pegal-pegal di daerah tengkuk sejak kemarin malam. Pasien
mengaku tidak merasa mual atau sampai muntah. Jantung berdebar-debar dan gangguan
penglihatan disangkal oleh pasien. Pasien mengaku seringkali mengkonsumsi makanan yang
asin dan berpenyedap. Pasien juga sering mengkonsmsi makanan yang digoreng, jarang
mengkonsumsi buah dan sayuran serta jarang berolahraga.
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 150/100 mmHg, frekuensi nadi:
92 x/menit, laju pernapasan: 20 x/menit, suhu aksila: 36,6 C, berat badan: 72 kg, tinggi
badan: 155 cm, dengan status gizi obesitas grade I.
Hipertensi adalah keadaan meningkatnya tekanan darah sistolik lebih besar dari 140
mmHg dan atau diastolik lebih besar dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang
waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat/tenang. Seseorang dinyatakan mengidap
hipertensi bila tekanan darahnya lebih dari 140/90 mmHg. Menurut The Joint National
Committee on Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (JNC-VII) tahun
2003 dikatakan Hipertensi Stadium 1 bila didapatkan tekanan darah sistolik 140-159 mmHg
dan diastolik 90-99 mmHg, oleh karena itu pasien pada laporan kasus ini dapat didiagnosis
menderita Hipertensi Grade II.
Untuk penatalaksanaan pada pasien ini diberikan Captopril 12,5 mg, 1x1 tablet serta
diberikan pula Ibuprofen 400 mg, 3x1 tablet untuk membantu mengurangi keluhan nyeri
yang dirasakan.

31

Aspek Ilmu Kesehatan Masyarakat


Suatu penyakit dapat terjadi oleh karena adanya ketidakseimbangan faktor-faktor utama
yang dapat mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat. Paradigma hidup sehat yang
diperkenalkan oleh H. L. Bloom mencakup 4 faktor yaitu faktor genetik (keturunan), perilaku
(gaya hidup) individu atau masyarakat, faktor lingkungan (sosial ekonomi, fisik, politik) dan
faktor pelayanan kesehatan (jenis, cakupan dan kualitasnya), namun yang paling berperan
dalam terjadinya hipertensi adalah faktor genetik, perilaku, serta pelayanan kesehatan.
Hipertensi menjadi masalah di masyarakat disebabkan oleh karena faktor-faktor berikut :
1. Biologis
a) Usia
Menurut Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan Departemen Kesehatan, kejadian
hipertensi paling tinggi pada usia 30-40 tahun. Pada beberapa studi didapatkan bahwa
prevalensi hipertensi pada usia 45-54 tahun dan lebih tua selalu lebih tinggi pada
kelompok hipertensi dibandingkan kelompok kontrol.
b) Riwayat keluarga yang menderita hipertensi
Sekitar 20-40% variasi tekanan darah di antara individu disebabkan oleh faktor
genetik. Penelitian menunjukkan bahwa tekanan darah seorang anak akan lebih
mendekati tekanan darah orangtuanya bila mereka memiliki hubungan darah
dibanding dengan anak adopsi. Hal ini menunujukkan bahwa gen yang diturunkan,
dan bukan hanya faktor lingkungan (seperti makanan dan status sosial), berperan
besar dalam menentukan tekanan darah pada penderita hipertensi.
c) Obesitas
Obesitas diartikan sebagai suatu keadaan dimana terjadi penimbunan lemak yang
berlebihan di jaringan lemak tubuh, dan dapat mengakibatkan terjadinya beberapa
penyakit. Parameter umum digunakan untuk menentukan keadaan tersebut adalah
indeks masa tubuh seseorang 25-29,9 kg/m2. Patogenesis hipertensi pada obesitas
masih belum jelas benar, namun beberapa ahli berpendapat peranan faktor genetik
sangat menentukan kejadian hipertensi, tetapi yang lainnya berpendapat bahwa faktor
lingkungan mempunyai peranan yang lebih utama. Orang yang obesitas tubuhnya
bekerja keras untuk membakar kelebihan kalori yang masuk. Pembakaran kalori ini
memerlukan suplai oksigen dalam darah yang cukup. Semakin banyak kalori yang
dibakar, semakin banyak pula pasokan oksigen dalam darah. Banyaknya pasokan
darah akan menjadikan jantung bekerja lebih keras dan berdampak dengan
peningkatan tekanan darah.
2. Perilaku
a) Diet tinggi garam
32

Penelitian menunjukkan adanya kaitan antara asupan natrium yang berlebihan dengan
tekanan darah tinggi pada beberapa individu. Asupan natrium yang meningkat
menyebabkan tubuh meretensi cairan, yang meningkatkan volume darah. Di samping
itu, diet tinggi garam dapat mengecilkan diameter dari arteri. Jantung harus memompa
lebih keras untuk mendorong volume darah yang meningkat melalui ruang sempit.
Akibatnya adalah hipertensi. Hal ini sebaliknya juga terjadi, ketika asupan natrium
berkurang maka begitu pula volume darah dan tekanan darah pada beberapa individu.
b) Jarang berolah raga
Orang dengan gaya hidup yang tidak aktif akan lebih rentan terhadap tekanan darah
tinggi. Melakukan olahraga secara teratur tidak hanya menjaga bentuk tubuh dan berat
badan, tetapi juga dapat menurunkan tekanan darah. Jenis latihan yang dapat
mengontrol tekanan darah adalah berjalan kaki, bersepeda, berenang, dan aerobik.
c) Makanan tinggi lemak
Konsumsi makanan yang tinggi lemak dapat meningkatkan resiko terjadinya
hipertensi. Dengan mengurangi diet lemak terbukti bahwa dapat terjadi pengurangan
tekanan darah.
3. Lingkungan
a) Tingkat pendidikan
Latar belakang pendidikan seseorang merupakan salah satu unsur penting yang dapat
mempengaruhi terjadinya hipertensi karena dengan tingkat pendidkan yang lebih
tingggi diharapkan pengetahuan atau informasi yang dimiliki tentang hipertensi dan
faktor resiko yang dapat menyebabkan terjadinya hipertensi menjadi lebih baik.
Masalah hipertensi sering timbul karena ketidaktahuan atau kurangnya informasi yang
memadai tentang penyakit ini.
b) Stress Psikis
Orang yang mengalami stres akan mempunyai proporsi lebih tinggi untuk menderita
hipertensi dibandingkan dengan orang yang tidak mengalami stress psikis. Tekanan
darah lebih tinggi telah dihubungkan dengan peningkatan stress, yang timbul dari
tuntutan pekerjaan, hidup dalam lingkungan kriminal yang tinggi, kehilangan
pekerjaan dan pengalaman yang mengancam nyawa terpapar ke stress bisa menaikkan
tekanan darah dan hipertensi dini cenderung menjadi reaktif. Aktivasi berulang
susunan saraf simpati oleh stress dapat memulai tangga hemodinamik yang
menimbulkan hipertensi menetap.
4. Pelayanan Kesehatan
a) Tidak ada program khusus untuk menangani penyakit hipertensi
Masyarakat perlu diberikan informasi mengenai hipertensi karena seringkali hal ini
diabaikan oleh masyarakat. Penyakit-penyakit tidak menular seperti hipertensi
seringkali terabaikan padahal melihat tren yang terjadi dalam beberapa tahun
33

belakangan ini, jumlah kasus penyakit tidak menular seperti hipertensi justru semakin
meningkat. Kegiatan Pelayanan Lansia sendiri sudah sering dilakukan oleh PKM
Kediri akan tetapi pada kenyataannya kegiatan tersebut lebih mengutamakan proses
kuratif untuk menangani hipertensi dibandingkan upaya-upaya pencegahan hipertensi
yang lebih esensial, seperti diadakannya program Posbindu PTM (Pos Pembinaan
Terpadu Penyakit Tidak Menular). Posbindu PTM sebenarnya telah mulai diancangancang pada bulan Agustus 2014 di Puskesmas Kediri, namun pelaksanaannya tidak
maksimal.13

34

DAFTAR PUSTAKA
1. U.S. Department of Health and Human Services. 2004. Complete Report: The
Seventh Report pf the Joint National Committee on Prevention, Detection,
Evaluation, dan Treatment of High Blood Pressure. United States: U.S.
Department of Health and Human Services.
2. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan
Republik Indonesia. 2007. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS). Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
3. Castillon et al. 2007. Intake of fried foods is associated with obesity in the
cohort of Spanish adults from the European Prospective Investigation into
Cancer and Nutrition. Am J Clin Nutr (86): 198-205.
4. Universitas Sumatera Utara. Hipertensi. 2002. [Accessed on May 29, 2015]
5. Rahajeng W dan Tuminah S. 2009. Prevalensi Hipertensi dan Determinannya di
Indonesia. Majalah Kedokteran Indonesia, Volume 59, Nomor 12: 580-587.
6. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Profil Data Kesehatan
Indonesia Tahun 2013. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
7. Fauci, A.S., et al. 2008. Harrisons Principle of Internal Medicine. 17th Edition.
New York: McGraw-Hill
8. Page, M.R. 2014. The JNC 8 Hypertension Guidelines: An In-Depth Guide. The
American Journal of Managed Care
9. Tim Penyusun. 2012. Data Puskesmas Kediri Tahun 2012. Puskesmas Kediri.
10. Tim Penyusun. 2013. Data Puskesmas Kediri Tahun 2013. Puskesmas Kediri.
11. Tim Penyusun. 2014. Data Puskesmas Kediri Tahun 2014. Puskesmas Kediri.
12. Tim Penyusun. 2015. Data Puskesmas Kediri Tahun 2015. Puskesmas Kediri.
13. Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular Dinas Kesehatan Kab.
Lombok Barat. Posbindu PTM.

LAMPIRAN
FOTO LINGKUNGAN RUMAH PASIEN
35

Halaman depan
rumah

Ruang tamu

Kamar tidur

Kamar tidur

Ruang keluarga

Kamar mandi

36

Dapur di belakang
rumah

Halaman belakang
rumah

37

Anda mungkin juga menyukai