Oleh
RIZKA DILA PRATAMI
H1A 010 0029
BAB I
PENDAHULUAN
Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan salah satu penyakit yang diderita oleh
hampir semua golongan masyarakat di seluruh dunia. Jumlah penderita hipertensi sendiri
terus bertambah setiap tahunnya. Sampai saat ini hipertensi masih menjadi masalah utama di
dunia, baik di negara maju maupun negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Riset
Kesehatan Daasar (RISKESDAS) tahun 2007 mendapatkan prevalensi hipertensi pada
penduduk umur 18 tahun ke atas di Indonesia cukup tinggi yakni mencapai 31,7% dengan
penduduk yang mengetahui dirinya menderita hipertensi hanya 7,2% dan yang minum obat
antihipertensi hanya 0,4%. Sedangkan Menurut Joint National Committee on Prevention,
Detection, Evaluation, and Treatment on High Blood Pressure VIII (JNC-VIII), hampir 1
milyar orang menderita hipertensi di dunia. Menurut laporan Badan Kesehatan Dunia atau
WHO, hipertensi merupakan penyebab nomor 1 kematian di dunia. Data tahun 2010 di
Amerika Serikat menunjukkan bahwa 28,6% orang dewasa berusia 18 tahun ke atas
menderita hipertensi.1,2,3,4,5,8
Di Indonesia sendiri berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia 2013, terjadi peningkatan
prevalensi hipertensi berdasarkan wawancara (apakah pernah didiagnosis nakes dan minum
obat hipertensi) dari 7,6% pada tahun 2007 menjadi 9,5% pada tahun 2013. Provinsi dengan
prevalensi hipertensi pada umur 18 tahun berdasarkan wawancara yang tertinggi pada tahun
2013 ialah Provinsi Sulawesi Utara (15,2%), kemudian disusul Provinsi Kalimantan Selatan
(13,3%), dan di Yogyakarta (12,9%). Sedangkan prevalensi terendah terdapat di Provinsi
Papua (3,3%), kemudian disusul oleh Papua Barat (5,2%), dan Riau (6,1%). Kenaikan
prevalensi tertinggi terdapat di Provinsi Sulawesi Barat, yakni 4,7% pada tahun 2007 menjadi
9,6% pada tahun 2013. Sedangkan penurunan prevalensi terbanyak terdapat di Provinsi Riau,
yaitu dari 8,2% pada tahun 2007 menjadi 6,1% pada tahun 2013.6
Di Puskesmas Kediri sendiri, merupakan penyakit yang termasuk dalam 10 besar
penyakit rawat jalan dengan jumlah naik turun dari tahun ke tahun. Dari data-data tersebut di
atas, maka perlu dilakukan usaha-usaha untuk menurunkan angka kejadian hipertensi. Dalam
hal ini, Puskesmas sebagai ujung tombak dalam pelayanan kesehatan masyarakat primer yang
bertanggung jawab terhadap kesehatan perorangan dan kesehatan masyarakat memiliki
peranan yang sangat penting demi tercapainya tujuan tersebut.9,10,11,12
BAB II
GAMBARAN PENYAKIT HIPERTENSI
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KEDIRI
Grafik 2. Daftar 10 Macam Penyakit Terbanyak Rawat Inap Puskesmas Kediri Tahun
2013
Grafik 3. Daftar 10 Macam Penyakit Terbanyak Rawat Jalan Puskesmas Kediri Tahun
2014
Grafik 3. Daftar 10 Macam Penyakit Terbanyak Rawat Inap Puskesmas Kediri Tahun
2014
Grafik 4. Jumlah Kasus Lama dan Kasus Baru Hipertensi tahun 2012-2014 Rawat
Jalan dan Rawat Inap Puskesmas Kediri Tahun 2012-2014
Jumlah Kasus Lama dan Kasus Baru Hipertensi Tahun 2012-2014 Puskesmas Kediri
2350
2300
2250
2200
Series 1
2150
2100
2050
2000
1950
1900
Tahun 2012
Tahun 2013
Tahun 2014
Grafik 2. Data Jumlah Kasus Baru Hipertensi pada Rawat Jalan Puskesmas Kediri
Bulan September-Desember 2014
3.5
3
2.5
2
Laki-laki
Perempuan
1.5
1
0.5
0
September
Oktober
November
Desember
Grafik 3. Data Jumlah Kasus Baru Hipertensi pada Rawat Jalan Puskesmas Kediri
Bulan Januari-Mei 2015
3.5
3
2.5
2
Laki-laki
Perempuan
1.5
1
0.5
0
Januari
Februari
Maret
April
Mei
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
2.2.1 Definisi Hipertensi
Hipertensi adalah tekanan darah yang kuat dan konstan memompa darah melalui
pembuluh darah. Hipertensi terjadi bila darah memberikan gaya yang lebih tinggi
dibandingkan kondisi normal secara persisten pada sistem sirkulasi.4
Hipertensi adalah keadaan meningkatnya tekanan darah sistolik lebih besar dari 140
mmHg dan atau diastolik lebih besar dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang
waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat/tenang. Menurut WHO (2011) batas normal
tekanan darah adalah kurang dari atau 120 mmHg tekanan sistolik dan kurang dari atau 80
mmHg tekanan diastolik. Seseorang dinyatakan mengidap hipertensi bila tekanan darahnya
lebih dari 140/90 mmHg.4
Stadium hipertensi yang mencerminkan beratnya penyakit, menurut The Joint National
Committee on Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (JNC-VII) tahun
2003 hipertensi dibedakan berdasarkan Tekanan Darah Sistolik (TDS) dan Tekanan Darah
Diastolik (TDD) sebagai berikut:1
a) Normal bila tekanan darah sistolik <120 mmHg dan diastolik <80 mmHg
b) Prehypertension bila tekanan darah sistolik 120-139 mmHg dan diastolik 80-89 mmHg
c) Hipertensi stadium 1 bila tekanan darah sistolik 140-159 mmHg dan diastolik 90-99
mmHg
d) Hipertensi stadium 2 bila tekanan darah sistolik 160 mmHg dan diastolik 100 mmHg
Menurut petunjuk WHO-ISH klasifikasi hipertensi menyerupai JNC VI, yaitu:
a) Optimal bila tekanan sistolik <120 mmHg dan tekanan darah diastolik <80 mmHg
b) Normal bila tekanan sistolik <130 mmHg dan tekanan darah diastolik <85 mmHg
c) Normal tinggi bila tekanan sistolik 130-139 mmHg dan tekanan darah diastolik 85-89
mmHg
d) Hipertensi derajat 1 (ringan) bila tekanan sistolik 140-159 mmHg dan tekanan darah
diastolik 90-99 mmHg
e) Hipertensi derajat 2 (sedang) bila tekanan sistolik 160-179 mmHg dan tekanan darah
diastolik 100-109 mmHg
f) Hipertensi derajat 3 (berat) bila tekanan sistolik 180 mmHg dan tekanan darah diastolik
110 mmHg
g) Hipertensi sistolik (Isolated Sistolic Hypertension) bila tekanan sistolik 140 mmHg dan
tekanan darah diastolik <90 mmHg
Etiologi hipertensi tidak diketahui pada lebih dari 95% kasus kenaikan tekanan darah.
Kajian epidemiologi selalu menunjukkan adanya hubungan yang penting dan bebas antara
tekanan darah dan berbagai kelainan, terutama penyakit jantung koroner, stroke, gagal
jantung, dan kerusakan fungsi ginjal.
2.2.2 Klasifikasi Hipertensi
A. Berdasarkan Penyebab
a. Hipertensi Primer (Hipertensi Esensial)
Hipertensi primer atau hipertensi esensial adalah hipertensi yang penyebabnya tidak
diketahui, walaupun dikaitkan dengan kombinasi faktor gaya hidup seperti kurang bergerak
(inaktivitas) dan pola makan. Terjadi pada sekitar 90% penderita hipertensi. Hipertensi primer
kemungkinan disebabkan oleh beberapa perubahan pada jantung dan pembuluh darah
kemungkinan bersama-sama menyebabkan meningkatnya tekanan darah.4
Selama 75 tahun terakhir telah banyak penelitian untuk mencari etiologinya. Tekanan
darah merupakan hasil curah jantung dan resistensi vaskular sehingga tekanan darah
meningkat jika curah jantung meningkat, resistensi vaskular perifer bertambah, atau
7
5%
prevalensi
hipertensi
telah
diketahui
penyebabnya,
dan
dapat
Normal bila tekanan darah sistolik <120 mmHg dan diastolik <80 mmHg
Prehypertension bila tekanan darah sistolik 120-139 mmHg dan diastolik 80-89 mmHg
Hipertensi stadium 1 bila tekanan darah sistolik 140-159 mmHg dan diastolik 90-99
mmHg
Hipertensi stadium 2 bila tekanan darah sistolik 160 mmHg dan diastolik 100 mmHg.1
Pada panduan JNC VIII, klasifikasi dan definisi hipertensi dan prehipertensi tidak
difokuskan, tetapi ambang batas pengobatan farmakologis didefinisikan.8
10
c. Waktu
Hasil survei kesehatan rumah tangga (SKRT, 2001) di kalangan penduduk umur 25
tahun ke atas menunjukkan bahwa 27% laki-laki dan 29% wanita menderita hipertensi 0,3%
mengalami penyakit jantung iskemik dan stroke. Terdapat 50% penderita tidak menyadari
sebagai penderita sehingga penyakitnya lebih berat karena tidak merubah dan menghindari
faktor risiko. Sebanyak 70% adalah hipertensi ringan, maka banyak diabaikan/terabaikan
sehingga menjadi ganas (hipertensi maligna) dan 90% hipertensi esensial dan hanya 10%
penyebabnya diketahui seperti penyakit ginjal, kelainan hormonal dan kelainan pembuluh
darah. Angka kesakitan hipertensi pada dewasa sebanyak 6-15% dan kasusnya cenderung
meningkat menurut peningkatan usia.
Sedangkan hasil SKRT 2004 menunjukkan proporsi hipertensi pada pria sebesar 12,2%
dan wanita 15,5%.22 Berdasarkan laporan riskesdas tahun 2007 prevalensi hipertensi di
Indonesia saat ini mencapai 31,7% dari total penduduk dewasa. 4
2.2.4 Faktor Resiko Hipertensi
a. Umur
Tekanan darah tinggi dapat menyerang siapa saja. Orang berusia muda yang
menyandang hipertensi cenderung memiliki tekanan diastolik tinggi sedangkan orang lanjut
usia cenderung memiliki tekanan sistolik tinggi. Tekanan darah tinggi sangat sering terjadi
pada orang berusia lebih dari 60 tahun karena tekanan darah secara alami cenderung
meningkat seiring bertambahnya usia.4
Pada sebagian besar populasi di negara barat, TDS cenderung meningkat secara
progresif pada masa kanak-kanak, remaja, dan dewasa untuk mencapai nilai rata-rata 140
mmHg pada usia 70-an atau 80-an. Menurut Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan Departemen
Kesehatan, kejadian hipertensi paling tinggi pada usia 30-40 tahun. 4
Di Inggris, prevalensi tekanan darah tinggi pada usia pertengahan adalah sekitar 20%
dan meningkat lebih dari 50% pada usia diatas 60 tahun. Tekanan darah tinggi juga dapat
terjadi pada usia muda namun prevalensinya rendah (kurang dari 20%).4
b. Jenis Kelamin
Pada usia dini tidak terdapat bukti nyata tentang adanya perbedaan tekanan darah antara
laki-laki dan wanita. Akan tetapi, mulai pada masa remaja, pria cenderung menunujukkan
aras rata-rata yang lebih tinggi. Perbedaan ini lebih jelas pada orang dewasa muda dan orang
11
setengah baya. Perubahan pada masa tua antara lain dapat dijelaskan dengan tingkat kematian
awal yang lebih tinggi pada pria pengidap hipertensi. Menurut Pusat Pendidikan Tenaga
Kesehatan Departemen Kesehatan, komplikasi hipertensi meningkat pada laki-laki. 4
c. Status sosioekonomi
Di negara-negara yang berada pada tahap pasca-peralihan perubahan ekonomi dan
epidemiologi selalu dapat ditunjukkan bahwa aras tekanan darah dan prevalensi hipertensi
yang lebih tinggi terdapat pada golongan sosioekonomi rendah. Hubungan yang terbalik itu
ternyata berkaitan dengan tingkat pendidikan, penghasilan, dan pekerjaan. Akan tetapi, dalam
masyarakat yang berada dalam masa peralihan atau pra-peralihan, aras tinggi tekanan darah
dan prevalensi hipertensi lebih tinggi terdapat pada golongan sosioekonomi lebih tinggi. 4
d. Genetika
Sekitar 20-40% variasi tekanan darah di antara individu disebabkan oleh faktor genetik.
Penelitian menunjukkan bahwa tekanan darah seorang anak akan lebih mendekati tekanan
darah orangtuanya bila mereka memiliki hubungan darah dibanding dengan anak adopsi. Hal
ini menunujukkan bahwa gen yang diturunkan, dan bukan hanya faktor lingkungan (seperti
makanan dan status sosial), berperan besar dalam menentukan tekanan darah. 4
e. Ras atau suku bangsa
Kajian populasi selalu menunjukkan bahwa aras tekanan darah pada masyarakat kulit
hitam lebih tinggi ketimbang aras pada golongan suku lain. Suku mungkin berpengaruh pada
hubungan antara umur dan tekanan darah, seperti yang ditunjukkan oleh kecenderungan
tekanan darah yang meninggi bersamaan dengan bertambahnya umur secara progresif pada
orang Amerika berkulit hitam keturunan Afrika ketimbang orang Amerika berkulit putih.
Sementara itu ditemukan variasi antar suku di Indonesia. Di lembah Baliem Jaya, Papua
kejadian hipertensi terendah yaitu 0,6%, sedangkan yang tertinggi terdapat di Jawa Barat
pada suku Suku Sunda yaitu 28,6%.4,5
meningkatkan konsumsi buah dan sayuran dapat menurunkan tekanan darah sebesar 11/6
mmHg. Makan ikan secara teratur sebagai cara mengurangi berat badan akan meningkatkan
penurunan tekanan darah pada penderita gemuk dan memperbaiki profil lemak. 3,4,5
g. Konsumsi Garam
Penelitian menunjukkan adanya kaitan antara asupan natrium yang berlebihan dengan
tekanan darah tinggi pada beberapa individu. Asupan natrium yang meningkat menyebabkan
tubuh meretensi cairan, yang meningkatkan volume darah. Di samping itu, diet tinggi garam
dapat mengecilkan diameter dari arteri. Jantung harus memompa lebih keras untuk
mendorong volume darah yang meningkat melalui ruang sempit. Akibatnya adalah hipertensi.
Hal ini sebaliknya juga terjadi, ketika asupan natrium berkurang maka begitu pula volume
darah dan tekanan darah pada beberapa individu. 1,4
h. Alkohol
Alkohol juga mempengaruhi tekanan darah. Orang-orang yang minum alkohol terlalu
sering atau yang terlalu banyak memiliki tekanan darah yang lebih tinggi dari pada individu
yang tidak minum atau minum sedikit alkohol. Lebih dari dua minuman keras sehari akan
menimbulkan peningkatan signifikan. Diperkirakan 5-10% hipertensi pada laki-laki Amerika
disebabkan langsung oleh konsumsi alkohol.
Berdasarkan laporan Komisi Pakar WHO mengatakan bahwa pada beberapa populasi,
konsumsi minuman keras selalu berkaitan dengan tekanan darah tinggi. Jika minuman keras
diminum sedikitnya dua kali per hari, TDS naik kira-kira 1,0 mmHg dan TDD kira-kira 0,5
mmHg per satu kali minum. Peminum harian ternyata mempunyai aras TDS dan TDD lebih
tinggi, berturut-turut 6,6 mmHg dan 4,7 mmHg dibandingkan dengan peminum sekali
seminggu. 4
i. Kelebihan Berat Badan (Overweight)
Anak dan dewasa yang kegemukan menderita lebih banyak hipertensi dan penambahan
berat badan biasanya diikuti oleh kenaikan tekanan darah. Walaupun kalori tambahan yang
bertanggung jawab bagi kenaikan berat badan, dapat menginduksi hipertensi karena ia
membawa natrium tambahan.
Berdasarkan laporan Komisi Pakar WHO pada kebanyakan kajian, kelebihan berat
badan berkaitan dengan 2-6 kali kenaikan risiko mendapat hipertensi. Pada populasi Barat,
jumlah kasus hipertensi yang disebabkan oleh kelebihan berat badan diperkirakan 30-65%.
13
Secara umum, populasi saat ini cenderung semakin kelebihan berat badan. Massa tubuh
dapat dihitung dengan indeks massa tubuh (body mass index) melalui pengukuran tinggi
badan dan berat badan, dimana dikatakan kurus bila IMT 20, berat badan sehat bila IMT
20-25, kawasan peringatan bila IMT 25-27 dan obesitas bila IMT 27. 4
j. Rokok
Rokok menyebabkan peningkatan denyut jantung, tekanan darah, dan juga
menyebabkan pengapuran sehingga volume plasma darah berkurang karena tercemar nikotin,
akibatnya viskositas darah meningkat sehingga timbul hipertensi. Merokok dapat
meningkatkan tekanan darah secara temporer yaitu tekanan darah sistolik yang naik sekitar
10 mmHg dan tekanan darah diastolik naik sekitar 8 mmHg. Merokok juga dapat
menghapuskan efektivitas beberapa obat antihipertensi. Misalnya, pengobatan hipertensi
yang menggunakan terapi betablocker dapat menurunkan risiko penyakit jantung dan stroke
hanya bila pemakainya tidak merokok karena merokok merupakan faktor risiko utama untuk
munculnya penyakit kardiovaskular. 4
k. Stress
Tekanan darah lebih tinggi telah dihubungkan dengan peningkatan stress, yang timbul
dari tuntutan pekerjaan, hidup dalam lingkungan kriminal yang tinggi, kehilangan pekerjaan
dan pengalaman yang mengancam nyawa terpapar ke stress bisa menaikkan tekanan darah
dan hipertensi dini cenderung menjadi reaktif. Aktivasi berulang susunan saraf simpati oleh
stress dapat memulai tangga hemodinamik yang menimbulkan hipertensi menetap. 4
l. Status Olahraga
Orang dengan gaya hidup yang tidak aktif akan lebih rentan terhadap tekanan darah
tinggi. Melakukan olahraga secara teratur tidak hanya menjaga bentuk tubuh dan berat badan,
tetapi juga dapat menurunkan tekanan darah. Jenis latihan yang dapat mengontrol tekanan
darah adalah berjalan kaki, bersepeda, berenang, dan aerobik. 4
2.2.5 Gejala Klinis
Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala, meskipun secara
tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya berhubungan dengan tekanan
darah tinggi. Gejala yang dimaksud adalah sakit kepala, perdarahan dari hidung, pusing,
wajah kemerahan dan kelelahan.
14
Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala berikut yaitu
sakit kepala, kelelahan, mual, muntah,sesak nafas, gelisah, pandangan menjadi kabur yang
terjadi karena adanya kerusakan pada otak, mata, jantung, dan ginjal. Kadang penderita
hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan bahkan koma karena terjadi
pembengkakan di otak. 1,4
Hipertensi yang berujung pada komplikasi menunjukkan gejala kerusakan organ.
Adapun yang menjadi gejala kerusakan organ yaitu:
a) Otak dan mata: sakit kepala, vertigo, penglihatan terganggu, serangan iskemik sesaat,
gangguan panca indera atau gerak
b) Jantung: berdebar-debar, nyeri dada, napas pendek, pergelangan kaki bengkak
c) Ginjal: haus, poliuria, nokturia, hematuria
d) Arteri perifer: tangan kaki dingin, pincang berkala (claudicatio intermittens). 1,4,5
2.2.6 Tatalaksana
Dalam menangani penyakit hipertensi, banyak organisasi kesehatan di dunia membuat
suatu pedoman dalam tata laksana hipertensi. Pada intinya pedoman-pedoman tersebut
berisikan cara mengatasi penyakit hipertensi dengan perubahan gaya hidup atau terapi non
farmakologi, obat yang digunakan dalam terapi farmaklogi dan target tekanan darah yang
ingin dicapai serta penanganan pada penderita hipertensi dengan keadaan khusus. Berikut ini
beberapa pedoman tata laksana hipertensi:
1. Pedoman WHO dan International Society of Hypertension Writing Group (ISWG) 2003:
a. Pasien hipertensi dengan tekanan darah sistole > 140 mmhg dan diastole > 90 mmhg
diawali dengan terapi non farmakologi seperti penurunan berat badan bagi penderita yang
obese/kegemukan, olahraga yang teratur, mengurangi konsumsi alkohol dan garam, tidak
merokok dan mengkonsumsi lebih banyak sayur dan buah.
b. Terapi farmakologi : untuk penderita tanpa komplikasi pengobatan dimulai dengan
diuretik tiazid dosis rendah dan untuk penderita dengan komplikasi menggunakan lebih
dari satu macam obat hipertensi. 4
15
h. Rekomendasi 7
Pada populasi kulit hitam, termasuk orang-orang dengan diabetes, initiasi terapi
farmakologi antihipertensi harus mencakup diuretik tipe thiazide, calcium channel
blocker (CCB) (untuk orang kulit hitam rekomendasi sedang-grade B; untuk orang
kulit hitam dengan diabetes rekomendasi lemah grade C).
i. Rekomendasi 8
Pada populasi umum usia 18 tahun dengan CKD, inisiasi terapi farmakologi
antihipertensi harus mencakup obat ACEI atau ARB untuk meningkatkan fungsi ginjal
(Rekomendasi Sedang-Grade B)
j. Rekomendasi 9
Tujuan objektif dari terapi hipertensi adalah untuk mencapai dan mempertahankan
tekanan darah sesuai target terapi. Jika tekanan darah tidak dapat mencapai target
terapi yang diinginkan dalam waktu 1 bulan terapi tekanan darah, dapat dilakukan
peningkatan dosis obat atau menambah golongan obat kedua dari salah satu golongan
obat pada rekomendasi 6 (diuretik tipe thiazide, CCB, ACEI atau ARB). Dokter harus
terus menilai perkembangan TD dan menyesuaikan regimen obat antihipertensi
sampai TD yang diinginkan dapat dicapai. Jika target tekanan darah tidak dapat
dicapai dengan pengunaan 2 jenis golongan obat antihipertensi, dapat dilakukan
penambahan dan titrasi obat ke 3 dari daftar yang telah tersedia. Jangan pernah
mengunakan obat ACEI dan ARB secara bersamaan pada 1 orang pasien. Jika target
tekanan darah tetap tidak dapat dicapai mengunakan terapi obat pada rekomendasi 6
karena ada kontraindikasi obat atau membutuhkan lebih dari 3 jenis obat, maka obat
dari golongan antihipertensi lainnya dapat digunakan. Rujukan ke spesialis perlu
dilakukan jika pasien tidak dapat mencapai target tekanan darah mengunakan strategi
yang di atas atau perlu dilakukan managemen komplikasi pada pasien.
17
dapat
melemah
sehingga
meningkatkan
kemungkinan
terbentuknya
aneurisma.
Infark miokard dapat terjadi apabila arteri koroner yang arterosklerotik tidak dapat
menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila terbentuk trombus yang menghambat
aliran darah melewati pembuluh darah. Pada hipertensi kronis dan hipertrofi ventrikel,
kebutuhan oksigen miokardum mungkin tidak dapat dipenuhi dan dapat terjadi iskemia
jantung yang menyebabkan infark.
Gagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi pada kapiler
glomerulus ginjal. Dengan rusaknya glomerulus, aliran darah ke unit fungsional ginjal, yaitu
nefron akan terganggu dan dapat berlanjut menjadi hipoksia dan kematian. Dengan rusaknya
membran glomerulus, protein akan keluar melalui urine sehingga tekanan osmotik koloid
plasma berkurang dan menyebabkan edema, yang sering dijumpai pada hipertensi kronis.22
Ensefalopati (kerusakan otak) dapat terjadi, terutama pada hipertensi maligna (hipertensi
yang meningkat cepat dan berbahaya). Tekanan yang sangat tinggi pada kelainan ini
19
20
21
Tujuan utama adalah mencegah proses penyakit lebih lanjut dan mencegah
cacat/kelumpuhan dan kematian karena penyakit hipertensi. Pencegahan tersier penyakit
hipertensi adalah sebagai berikut:
a) Menurunkan tekanan darah ke tingkat yang normal sehingga kualitas hidup penderita
tidak menurun
b) Mencegah memberatnya tekanan darah tinggi sehingga tidak menimbulkan kerusakan
pada jaringan organ otak yang mengakibatkan stroke dan kelumpuhan anggota badan
c) Memulihkan kerusakan organ dengan obat antihipertensi. 4
22
BAB IV
LAPORAN KASUS
I. Identitas Pasien
Nama Pasien
: Ny. H
Umur
: 56 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Pekerjaan
Pendidikan terakhir
: SD
Alamat
Anamnesis (28-05-2015)
23
Riwayat Pengobatan
Pasien rutin kontrol ke poli atau UGD Puskesmas Kediri jika obat habis. Pasien rutin
mengkonsumsi captopril satu tablet sehari.
Riwayat Sosial, Ekonomi dan Lingkungan:
1.000.000,-/bulan.
Untuk air minum, pasien menggunakan air PDAM. Pasien mengaku terkadang tidak
24
Kamar tidur
Kamar tidur
Ruang
tamu
Kamar
Ruang
keluarga
Dapur 1
Dapur 2
Halaman
belakang
U
25
III.
Pemeriksaan Fisik
Keadaaan umum
: Baik
Kesadaran
: Compos mentis
Tekanan darah
: 150/100 mmHg
Frek. Nadi
: 92 x/menit
Frek. Nafas
Suhu
Berat Badan
: 20 x/menit
: 36,6 C
: 72 kg
Tinggi Badan
: 155 cm
Status Generalis
Kepala-Leher
Kepala
: Deformitas (-)
Rambut
Mata
Tenggorok
Paru
Inspeksi:
1. Bentuk & ukuran: bentuk dada kiri dan kanan simetris, barrel chest (-), pergerakan dinding
dada simetris.
2. Permukaan dada: papula (-), petechiae (-), purpura (-), ekimosis (-), spider naevi (-), vena
kolateral (-), massa (-).
3. Penggunaan otot bantu nafas: SCM tidak aktif, tidak tampak hipertrofi SCM, otot bantu
abdomen tidak aktif dan hipertrofi (-).
4. Iga dan sela iga: pelebaran ICS (-).
5. Fossa supraclavicularis, fossa infraclavicularis: cekung, simetris kiri dan kanan
Fossa jugularis: tak tampak deviasi
6. Tipe pernapasan: torako-abdominal.
26
Palpasi:
Trakea: tidak ada deviasi trakea, iktus kordis teraba di ICS V linea parasternal sinistra.
Perkusi:
Batas paru-hepar Inspirasi: ICS VI, Ekspirasi: ICS IV; Ekskursi: 2 ICS.
Batas paru-jantung:
Kanan: ICS II linea parasternalis dekstra
Kiri: ICS IV linea mid clavicula sinistra
Auskultasi:
Cor: S1 S2 tunggal regular, Murmur (-), Gallop (-).
Pulmo:
Vesikuler (+) pada seluruh lapang paru .
Rhonki (-/-).
Wheezing (-/-).
Abdomen
Inspeksi:
Bentuk: simetris
Permukaan kulit: tanda-tanda inflamasi (-), sianosis (-), venektasi (-), ikterik (-),
massa (-), vena kolateral (-), caput meducae (-), papula (-), petekie (-), purpura (-),
ekimosis (-), spider nevy (-)
Distensi (-)
Ascites (-)
Auskultasi:
Perkusi:
Palpasi:
Massa (-)
Ekstremitas
Pemeriksaan Penunjang
Tidak dievaluasi.
V.
Diagnosis Kerja
Hipertensi esensial stadium II
Obesitas grade I
VI.
Penatalaksanaan
- Captopril 12,5 mg, 1x1 tablet
- Ibuprofen 400 mg, 3x1 tablet
- Vitamin B complex, 2x1 tablet
Prognosis
Dubia ad Bonam
VII.
VIII.
Konseling
28
Penyakit yang diderita adalah penyakit hipertensi yang tidak menular dan tidak bisa sembuh dan
tahan tubuh.
Menjelaskan pentingnya olahraga untuk mengurangi berat badan.
29
Stress Psikis
Tingkat
Pendidikan
KERANGKA
KONSEP MASALAH
PASIEN
PELAYANAN
Stress psikis
KESEHATAN
LINGKUNGAN
30
BAB V
PEMBAHASAN
Aspek Klinis
Pada kasus ini, pasien adalah seorang wanita berumur 56 tahun dengan keluhan utama
nyeri kepala. Nyeri dirasakan di seluruh kepala dan dirasakan seperti nyut-nyutan. Pasien
juga mengeluhkan nyeri seperti pegal-pegal di daerah tengkuk sejak kemarin malam. Pasien
mengaku tidak merasa mual atau sampai muntah. Jantung berdebar-debar dan gangguan
penglihatan disangkal oleh pasien. Pasien mengaku seringkali mengkonsumsi makanan yang
asin dan berpenyedap. Pasien juga sering mengkonsmsi makanan yang digoreng, jarang
mengkonsumsi buah dan sayuran serta jarang berolahraga.
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 150/100 mmHg, frekuensi nadi:
92 x/menit, laju pernapasan: 20 x/menit, suhu aksila: 36,6 C, berat badan: 72 kg, tinggi
badan: 155 cm, dengan status gizi obesitas grade I.
Hipertensi adalah keadaan meningkatnya tekanan darah sistolik lebih besar dari 140
mmHg dan atau diastolik lebih besar dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang
waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat/tenang. Seseorang dinyatakan mengidap
hipertensi bila tekanan darahnya lebih dari 140/90 mmHg. Menurut The Joint National
Committee on Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (JNC-VII) tahun
2003 dikatakan Hipertensi Stadium 1 bila didapatkan tekanan darah sistolik 140-159 mmHg
dan diastolik 90-99 mmHg, oleh karena itu pasien pada laporan kasus ini dapat didiagnosis
menderita Hipertensi Grade II.
Untuk penatalaksanaan pada pasien ini diberikan Captopril 12,5 mg, 1x1 tablet serta
diberikan pula Ibuprofen 400 mg, 3x1 tablet untuk membantu mengurangi keluhan nyeri
yang dirasakan.
31
Penelitian menunjukkan adanya kaitan antara asupan natrium yang berlebihan dengan
tekanan darah tinggi pada beberapa individu. Asupan natrium yang meningkat
menyebabkan tubuh meretensi cairan, yang meningkatkan volume darah. Di samping
itu, diet tinggi garam dapat mengecilkan diameter dari arteri. Jantung harus memompa
lebih keras untuk mendorong volume darah yang meningkat melalui ruang sempit.
Akibatnya adalah hipertensi. Hal ini sebaliknya juga terjadi, ketika asupan natrium
berkurang maka begitu pula volume darah dan tekanan darah pada beberapa individu.
b) Jarang berolah raga
Orang dengan gaya hidup yang tidak aktif akan lebih rentan terhadap tekanan darah
tinggi. Melakukan olahraga secara teratur tidak hanya menjaga bentuk tubuh dan berat
badan, tetapi juga dapat menurunkan tekanan darah. Jenis latihan yang dapat
mengontrol tekanan darah adalah berjalan kaki, bersepeda, berenang, dan aerobik.
c) Makanan tinggi lemak
Konsumsi makanan yang tinggi lemak dapat meningkatkan resiko terjadinya
hipertensi. Dengan mengurangi diet lemak terbukti bahwa dapat terjadi pengurangan
tekanan darah.
3. Lingkungan
a) Tingkat pendidikan
Latar belakang pendidikan seseorang merupakan salah satu unsur penting yang dapat
mempengaruhi terjadinya hipertensi karena dengan tingkat pendidkan yang lebih
tingggi diharapkan pengetahuan atau informasi yang dimiliki tentang hipertensi dan
faktor resiko yang dapat menyebabkan terjadinya hipertensi menjadi lebih baik.
Masalah hipertensi sering timbul karena ketidaktahuan atau kurangnya informasi yang
memadai tentang penyakit ini.
b) Stress Psikis
Orang yang mengalami stres akan mempunyai proporsi lebih tinggi untuk menderita
hipertensi dibandingkan dengan orang yang tidak mengalami stress psikis. Tekanan
darah lebih tinggi telah dihubungkan dengan peningkatan stress, yang timbul dari
tuntutan pekerjaan, hidup dalam lingkungan kriminal yang tinggi, kehilangan
pekerjaan dan pengalaman yang mengancam nyawa terpapar ke stress bisa menaikkan
tekanan darah dan hipertensi dini cenderung menjadi reaktif. Aktivasi berulang
susunan saraf simpati oleh stress dapat memulai tangga hemodinamik yang
menimbulkan hipertensi menetap.
4. Pelayanan Kesehatan
a) Tidak ada program khusus untuk menangani penyakit hipertensi
Masyarakat perlu diberikan informasi mengenai hipertensi karena seringkali hal ini
diabaikan oleh masyarakat. Penyakit-penyakit tidak menular seperti hipertensi
seringkali terabaikan padahal melihat tren yang terjadi dalam beberapa tahun
33
belakangan ini, jumlah kasus penyakit tidak menular seperti hipertensi justru semakin
meningkat. Kegiatan Pelayanan Lansia sendiri sudah sering dilakukan oleh PKM
Kediri akan tetapi pada kenyataannya kegiatan tersebut lebih mengutamakan proses
kuratif untuk menangani hipertensi dibandingkan upaya-upaya pencegahan hipertensi
yang lebih esensial, seperti diadakannya program Posbindu PTM (Pos Pembinaan
Terpadu Penyakit Tidak Menular). Posbindu PTM sebenarnya telah mulai diancangancang pada bulan Agustus 2014 di Puskesmas Kediri, namun pelaksanaannya tidak
maksimal.13
34
DAFTAR PUSTAKA
1. U.S. Department of Health and Human Services. 2004. Complete Report: The
Seventh Report pf the Joint National Committee on Prevention, Detection,
Evaluation, dan Treatment of High Blood Pressure. United States: U.S.
Department of Health and Human Services.
2. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan
Republik Indonesia. 2007. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS). Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
3. Castillon et al. 2007. Intake of fried foods is associated with obesity in the
cohort of Spanish adults from the European Prospective Investigation into
Cancer and Nutrition. Am J Clin Nutr (86): 198-205.
4. Universitas Sumatera Utara. Hipertensi. 2002. [Accessed on May 29, 2015]
5. Rahajeng W dan Tuminah S. 2009. Prevalensi Hipertensi dan Determinannya di
Indonesia. Majalah Kedokteran Indonesia, Volume 59, Nomor 12: 580-587.
6. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Profil Data Kesehatan
Indonesia Tahun 2013. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
7. Fauci, A.S., et al. 2008. Harrisons Principle of Internal Medicine. 17th Edition.
New York: McGraw-Hill
8. Page, M.R. 2014. The JNC 8 Hypertension Guidelines: An In-Depth Guide. The
American Journal of Managed Care
9. Tim Penyusun. 2012. Data Puskesmas Kediri Tahun 2012. Puskesmas Kediri.
10. Tim Penyusun. 2013. Data Puskesmas Kediri Tahun 2013. Puskesmas Kediri.
11. Tim Penyusun. 2014. Data Puskesmas Kediri Tahun 2014. Puskesmas Kediri.
12. Tim Penyusun. 2015. Data Puskesmas Kediri Tahun 2015. Puskesmas Kediri.
13. Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular Dinas Kesehatan Kab.
Lombok Barat. Posbindu PTM.
LAMPIRAN
FOTO LINGKUNGAN RUMAH PASIEN
35
Halaman depan
rumah
Ruang tamu
Kamar tidur
Kamar tidur
Ruang keluarga
Kamar mandi
36
Dapur di belakang
rumah
Halaman belakang
rumah
37