Anda di halaman 1dari 4

47

BAB VI
PEMBAHASAN
6.1 Kejadian BBLR
Dalam penelitian ini, peneliti membagi dua kategori BBLR di Puskesmas
Kecamatan Cengkareng, Jakarta Barat, periode Desember 2012 sampai Juni
2013 menjadi : BBLR dan BBLSR. Dimana sebagian besar yaitu sebanyak
31 bayi (93,9 %) terlahir dengan berat antara 1500 - 2499 gram (BBLR) dan
hanya 2 bayi (6,1 %) bayi terlahir dengan BBLSR (berat lahir < 1500 gram).
6.2 Hubungan Umur dengan Kejadian BBLR
Berdasarkan uji Chi-Square, diperoleh p-value = 0,58 (> 0,05).
Sehingga dapat disimpulkan bahwa dari hasil uji statistik, tidak terdapat
hubungan yang bermakna antara umur dengan kejadian BBLR di Puskesmas
Kecamatan Cengkareng, Jakarta Barat, periode Desember 2012 sampai Juni
2013.
Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Abdillah (2013) yang menyatakan bahwa tidak ada
hubungan yang signifikan antara umur ibu dengan kejadian BBLR
(P = 0,611).
Hal ini tidak sesuai dengan Ririh (2012), kehamilan paling ideal bagi
seorang wanita adalah saat usianya berada pada rentang 20-35 tahun. Wanita
yang hamil pada usia di bawah 20 tahun atau di atas 35 tahun memiliki
risiko tinggi seperti perceraian, kematian pada anak, dan abortus spontan.
Ibu yang hamil pada usia dibawah 20 tahun memiliki mental dan kondisi
emosional belum siap. Begitu juga pada wanita hamil yang berusia di atas

48

35 tahun. Pada usia ini, bibit kesuburan wanita akan menurun


(Www.Jakarta, KOMPAS.Com diunduh pada tanggal 25 Mei 2013).
6.3

Hubungan Paritas dengan Kejadian BBLR


Berdasarkan uji Chi-Square, diperoleh p-value = 0,23 (< 0,05). Sehingg
dapat disimpulkan bahwa dari hasil uji statistik, tidak terdapat hubungan
yang bermakna antara paritas dengan kejadian BBLR di Puskesmas
Kecamatan Cengkareng, Jakarta Barat, periode Desember 2012 sampai Juni
2013.
Hasil penelitian ini belum ada penelitian yang sama. Penelitian yang
lain menyatakan bahwa paritas memiliki hubungan yang bermakna dengan
kejadian BBLR dimana p-value = 0,023 (Abdillah, 2013) sedangkan
Suhaerlinah (2011) p-value = 0,00.
Hal ini tidak sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa secara
umum, wanita primipara melahirkan bayi yang lebih kecil dibandingkan
dengan kelahiran multipara, akan tetapi ibu dengan paritas tinggi
(grandepara, persalinan > 3) cenderung mengalami komplikasi dalam
kehamilan yang dapat berpengaruh terhadap hasil kehamilan (Abdillah,
2013).

6.4

Hubungan Usia Kehamilan Dengan BBLR


Berdasarkan uji Chi-Square, diperoleh p-value = 0,27 (> 0,05). Sehingga
dapat disimpulkan bahwa dari hasil uji statistik, tidak terdapat hubungan
yang bermakna antara usia kehamilan dengan kejadian BBLR di Puskesmas
Kecamatan Cengkareng, Jakarta Barat, periode Desember 2012 sampai Juni
2013.
Latifah (2010) menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara usia
kehamilan dengan kejadian BBLR (p-value = 0,089). Pernyataan ini

49

didukung juga oleh hasil penelitian Abdillah (2013) yang menyatakan hal
yang sama dimana p-value = 0,406.
Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan teori Manuaba (2010) yang
menyatakan bahwa selama masa kehamilan, terjadi proses penambahan
berat badan janin, semakin tua kehamilan maka semakin besar berat janin
dan semakin muda usia kehamilan akan semakin kecil berat badannya.
6.5

Hubungan Jarak Kehamilan Dengan BBLR


Berdasarkan uji Chi-Square, diperoleh p-value = 0,005 (< 0,05).
Sehingga dapat disimpulkan bahwa dari hasil uji statistik, terdapat
hubungan yang bermakna antara jarak kehamilan dengan kejadian BBLR di
Puskesmas Kecamatan Cengkareng, Jakarta Barat, periode Desember 2012
sampai Juni 2013.
Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian terdahulu yang juga
menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara jarak
kehamilan dengan kejadian BBLR dimana p-value = 0,002 (Abdillah,
2013). Sama halnya dengan Karwati (2008) yang menyatakan bahwa ada
hubungan antara keduanya (P = 0,006).
Hal ini senada dengan teori Ilyas (2010) yang menyatakan bahwa ibu
dengan jarak kehamilan terlalu dekat < 2 tahun akan mengalami
peningkatan risiko terhadap terjadinya perdarahan pada trimester III,
termasuk juga karena plasenta previa, anemia, dan ketuban pecah dini yang
dapat menyebabkan bayi lahir dengan BBLR.

6.6

Hubungan Kadar HB Dengan BBLR


Berdasarkan uji Chi-Square, diperoleh p-value = 0,02 (< 0,05).
Sehingga dapat disimpulkan bahwa dari hasil uji statistik, terdapat
hubungan yang bermakna antara kadar HB dengan kejadian BBLR di

50

Puskesmas Kecamatan Cengkareng, Jakarta Barat, periode Desember 2012


sampai Juni 2013.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Abdillah (2013), p-value =
0,042, hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara
status anemia dengan kejadian BBLR.
Hasil penelitian ini sesuai dengan teori Depkes RI (2000) yang
menyatakan bahwa anemia pada ibu hamil akan menambah risiko
mendapatkan bayi badan lahir rendah (BBLR), risiko perdarahan sebelum
dan pada saat persalinan, bahkan dapat menyebabkan kematian ibu dan
6.7

bayinya, jika ibu hamil tersebut menderita anemia berat.


Hubungan LILA Dengan BBLR
Berdasarkan uji Chi-Square, diperoleh p-value = 0,44 (> 0,05).
Sehingga dapat disimpulkan bahwa dari hasil uji statistik, tidak terdapat
hubungan yang bermakna antara LILA dengan kejadian BBLR di
Puskesmas Kecamatan Cengkareng, Jakarta Barat, periode Desember 2012
sampai Juni 2013.
Senada dengan Abdillah (2013) yang menyatakan bahwa tidak ada
hubungan antara LILA ibu dengan kejadian BBLR dimana p-value = 0,150.
Penelitian lainnya juga menyatakan hal yang sama juga mendapatkan pvalue > 0,05, yaitu 0,40 (Suhaerlinah, 2011).
Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa
ibu yang memiliki ukuran Lingkar Lengan Atas (LILA) di bawah 23,5 cm
berisiko melahirkan bayi BBLR (Depkes RI, 2000).

Anda mungkin juga menyukai