PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keperawatan merupakan suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian
integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan ilmu dan kiat keperawatan yang
mencakup pelayanan bio-psiko-sosio dan spiritual yang komprehensif serta ditujukan
kepada individu, keluarga serta masyarakat baik yang sakit maupun yang sehat,
keperawatan
pada
dasarnya
adalah human
science
and
human
care
and
3. Mahasiswa
mampu
merumuskan
diagnosa
keperawatan
dalam
asuhan
pada
Asuhan
asuhan
bahan
pembelajaran.
b. Akademik mendapat dorongan untuk memotivasi mahasiswa tentang trauma
servikal melalui proses belajar dan praktik dilapangan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Trauma Servikal
Trauma servikal adalah suatu keadaan cedera pada tulang belakang servikal dan
medulla spinalis yang disebabkan oleh dislokasi, subluksasi, atau fraktur vertebra
servikalis dan ditandai dengan kompresi pada medula spinalis daerh servikal. Dislokasi
servikal adalah lepasnya salah satu struktur dari tulang servikal. Subluksasi servikal
merupakan kondisi sebagian dari tulang servikal lepas. Fraktur servikal adalah
terputusnya hubungan dari badan tulang vertebra servikalis (Muttaqin, 2011).
B. Etiologi
Cedera medulla spinalis servikal disebabkan oleh trauma langsung yang mengenai
tulang belakang di mana tulang tersebut melampaui kemampauan tulang belakang dalam
melindungi saraf-saraf belakangnya. Menurut Emma, (2011) Trauma langsung tersebut
dapat berupa :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Kecelakaan lalulintas
Kecelakaan olahraga
Kecelakaan industri
Jatuh dari pohon/bangunan
Luka tusuk
Luka tembak
Kejatuhan benda keras
C. Patofisiologi
Kolumna vertebralis normal dapat menahan tekanan yang berat dan mempertahankan
integritasnya tampa mengalami kerusakan pada medula spinalis. Akan tetapi, beberapa
mekanisme trauma tertentu dapat merusak sistem pertahanan ini dan mengakibatkan
kerusakan pada kolumna vertebralis dan medula spinalis. Pada daerah kolumna servikal,
kemungkinan terjadinya cedera medula spinalis adalah 40%. Trauma servikal dapat
ditandai dengan kerusakan kolumna vertebralis (fraktur, dislokasi, dan subluksasi),
kompresi diskus, robeknya ligamen servikal, dan kompresi radiks saraf pada setiap
sisinya yang dapat menekan spinal dan menyebabkan kompresi radiks dan distribusi saraf
sesuai segmen dari tulang belakang servikal (Price, 2009).
Pada cidera hiperekstensi servikal, pukulan pada wajah atau dahi akan memaksa
kepala kebelakang dan tidak ada yang menyangga oksiput dan diskus dapat rusak atau
arkus saraf mengalami kerusakan. Pada cidera yang stabil dan merupakan tipe frakutur
vertebra yang paling sering di temukan. Jika ligamen posterior robek, cedera, bersifat
tidak stabil dan badan vertebra bagian atas dapat miring ke depan di atas badan vertebra
di bawahnya. Trauma servikal dapat menyebabkan cedera yang komponen vertebranya
tidak akan tergeser oleh gerakan normal sehingga sumsum tulang tidak rusak dan resiko
biasanya lebih rendah (Muttaqin, 2011).
Cedera yang tidak stabil adalah cedera yang dapat mengalami pergeseran lebih jauh
dan perubahan struktur oseoligamentosa posterior (pedikulis, sendi permukaan, arkus
tulang posterior, ligamen interspinosa, dan supraspinosa), komponen pertengahan
(sepertiga bagian posterior badan vertebra, bagian posterior diskus intervertebra, dan
ligamen longitudinal posterior), dan kolumna anterior (duapertiga bagian anterior korpus
vertebra, bagian anterior diskus intervertebra dan ligamen longitudinal anterior)
(Muttaqin, 2011).
Cedera spinal tidak stabil menyebabkan resiko tinggi cedera pada korda sehingga
menimbulkan masalah aktual atau resiko ketidakefektifan pola napas dan penurunan
curah jantung akibat kehilangnya kontrol organ viseral. Kompresi saraf dan spasme otot
servikal memberikan stimulasi nyeri. Kompresi diskus menyebabkan paralisis dan
respons sistemik dengan munculnya keluhan mobilisasi fisik, gangguan defekasi akibat
penurunan peristaltik usus, dan ketidak seimbangan nutrisi (Price, 2002).
Tindakan dekompresi dan stabilitas pada pascabedah akan menimbulkan port de
entree luka pascabedah yang menyebabkan masalah resiko tinggi infeksi. Selain itu,
tindakan tersebut dapat menyebabkan kerusakan neuromuskular, yang menimbulkan
resiko trauma sekunder akibat ketidaktahuan tentang teknik mobilisasi yang tepat.
Kondisi psikologis karena prognosis penyakit menimbulkan respons anastesi. Manipulasi
yang tidak tepat akan menimbulkan keluhan nyeri dan hambatan mobilitas fisik
(Muttaqin, 2011).
D. Manifestasi Klinis
Menurut Hudak & Gallo, (1996) menifestasi klinis trauma servikal adalah sebagai
berikut :
1. Lesi C1-C4
Pada lesi C1-C4. Otot trapezius, sternomastoid dan otot plastisma masih
berfungsi. Otot diafragma dan otot interkostal mengalami partalisis dan tidak ada gerakan
(baik secara fisik maupun fungsional0 di bawah transeksi spinal tersebut. Kehilangan
sensori pada tingkat C1 malalui C3 meliputi daerah oksipital, telinga dan beberapa daerah
wajah. Kehilangan sensori diilustrasikan oleh diagfragma dermatom tubuh.
Pasien dengan quadriplegia pada C1, C2, atau C3 membutuhkan perhatian penuh
karena ketergantungan pada semua aktivitas kebutuhan sehari-hari seperti makan, mandi,
dan berpakaian. quadriplegia pada C4 biasanya juga memerlukan ventilator mekanis
tetapi mengkn dapat dilepaskan dari ventilator secara. intermiten. pasien biasnya
tergantung pada orang lain dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari meskipun dia
mungkin dapat makan sendiri dengan alat khsus.
2. Lesi C5
Bila segmen C5 medulla spinalis mengalami kerusakan, fungsi diafragma rusak
sekunder terhadap edema pascatrauma akut. paralisis intestinal dan dilatasi lambung
dapat disertai dengan depresi pernapasan. Ekstremitas atas mengalami rotasi ke arah luar
sebagai akibat kerusakan pada otot supraspinosus. Bahu dapat di angkat karena tidak ada
kerja penghambat levator skapula dan otot trapezius. setelah fase akut, refleks di bawah
lesi menjadi berlebihan. Sensasi ada pada daerah leher dan triagular anterior dari daerah
lengan atas.
3. Lesi C6
pada lesi segen C6 disters pernafasan dapat terjadi karena paralisis intestinal dan
edema asenden dari medulla spinalis. Bahu biasanya naik, dengan lengan abduksi dan
lengan bawah fleksi. Ini karena aktivitasd tak terhambat dari deltoid, bisep dan otot
brakhioradialis.
4. Lesi C7
Lesi medulla pada tingkat C7 memungkinkan otot diafragma dan aksesori untuk
mengkompensasi otot abdomen dan interkostal. Ekstremitas atas mengambil posis yang
sama seperti pada lesi C6. Fleksi jari tangan biasnya berlebihan ketika kerja refleks
kembali.
E. Pemeriksaan Diagnostik
Gambar 2.2 : Hasil pemeriksaan rontgen
Menurut Doenges, (2000) ada pun pemeriksaan penunjang trauma servikal yaitu:
1. Sinar X spinal
2. Menentukan loksi dan jenis cedera tulang (fraktur, disloksi) untuk kesejajaran,
3.
4.
5.
6.
7.
8.
tidak jelas atau di curigai adanya oklusi pada ruang subarakhnoid medulla spinalis.
9. Foto rontgen torak
10. Memperlihatkan keadaan paru (contohnya: perubahan pada diagfragma,
anterlektasis).
11. GDA
12. Menunjukkan keefektifan pertukaran gas atau upaya ventilasi.
F. Komplikasi
Menurut Emma, (2011) komplikasi pada trauma servikal adalah :
1. Syok neurogenik
Syok neurogenik merupakan hasil dari kerusakan jalur simpatik yang
desending pada medulla spinalis. Kondisi ini mengakibatkan kehilangan tonus
vasomotor dan kehilangan persarafan simpatis pada jantung sehingga menyebabkan
vasodilatasi pembuluh darah visceral serta ekstremitas bawah maka terjadi
penumpukan darah dan konsekuensinya terjadi hipotensi.
2. Syok spinal
Syok spinal adalah keadaan flasid dan hilangnya refleks, terlihat setelah
terjadinya cedera medulla spinalis. Pada syok spinal mungkin akan tampak seperti
lesi komplit walaupun tidak seluruh bagian rusak.
3. Hipoventilasi
Hal ini disebabkan karena paralisis otot interkostal yang merupakan hasil dari
cedera yang mengenai medulla spinalis bagian di daerah servikal bawah atau torakal
atas.
4. Hiperfleksia autonomic
Dikarakteristikkan oleh sakit kepala berdenyut, keringat banyak, kongesti
nasal, bradikardi dan hipertensi.
G. Penatalaksanaan
Menurut ENA, (2000) penatalaksanaan pada pasien truama servikal yaitu :
1. Mempertahankan ABC (Airway, Breathing, Circulation)
2. Mengatur posisi kepala dan leher untuk mendukung airway : headtil, chin lip, jaw
thrust. Jangan memutar atau menarik leher ke belakang (hiperekstensi),
mempertimbangkan pemasangan intubasi nasofaring.
3. Stabilisasi tulang servikal dengan manual support, gunakan servikal collar,
imobilisasi lateral kepala, meletakkan papan di bawah tulang belakang.
4. Stabililisasi tulang servikal sampai ada hasil pemeriksaan rontgen (C1 - C7) dengan
menggunakan collar (mencegah hiperekstensi, fleksi dan rotasi), member lipatan
5.
6.
7.
8.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
1.
Data Biografis
a. Nama
b. Umur
c. Jenis Kelamin
d. Pendidikan Terakhir
e. Suku/bangsa
f. Tanggal Masuk
g. Status Perkawinan
2.
Riwayat Kesehatan
Pada tanggal 18
: Ny. A
: 57 Tahun
: Perempuan
: SD
: Jawa
: 20 Maret 2015
: Nikah
Maret 2015 Pasien merasakan sakit pada lutut, dan pada
tanggal 19 Maret 2015 pasien mencoba pergi ke tukang urut akan tetapi tidak ada
perubahan, akhirnya pada tanggal 20 Maret 2015, Pasiendatang ke Rumah Sakit dan
3.
4.
Tinggal
satu
rumah
Status
Kesehatan
Pada saat dilakukan pengkajian, Keadaan umum klien Baik, tingkat kesadaran
Composmentis (kesadaran penuh), klien mengatakan sering sakit pada daerah
lutut.bila timbul serangan nyeri pada lututnya klien tidak mampu melakukan
aktivitasnya. Klien juga mengatakan kurang paham dan mengerti dengan penyakit
Klien mengatakan
lututnya terasa sakit
DO :
Etiologi
Gaya hidup yang kurang Nyeri
Masalah
baik
Usia lebih dari 40 tahun
Berkurangnya kadar air
NO
DIAGNOSA
TUJUAN/KRITERIA HASIL
1.
KEPERAWATAN
Pola napas tidak
efektif Setelah
berhubungan
diberikan
tindakan
1.
INTERVENSI
Pantau ketat
vital
hiperventilasi ditandai dengan diharapkan pola napas pasien efektif pertahankan ABC.
dispnea,terdapat
napas.
otot
Monitor
pernapasan
berkurang
pengembangan
b. Pernapasan teratur
keteraturan
perna
c. Takipnea tidak ada
d. Pengembangan dada simetris antara nafas
bibir
e.
otot
Berikan
4.
Gunakan
se
collar, imobilisasi
kepala, meletakkan
5.
2.
berhubungan
indikasi
tindakan
1.
Atur posisi kepa
dilakukan
dengan keperawatan
selama
3x5
airway
(jaw
Kriteria hasil :
Jangan
memutar
sianosis,
Akral teraba hangat
CRT < 2 detik
GCS 13-15
AGD normal
pemasangan
in
nasofaring.
2.
Tinggikan ekstr
bawah.
3.
Gunakan
se
collar, imobilisasi
kepala, meletakkan
Sediakan
Ukur tanda-tanda
Awasi
pemer
AGD
3.
Nyeri
akut
berhubungan Setelah
dilakukan
nyeri
pasien
dapat
b.
c.
mmHg),(RR
16-20
x/menit)
Penurunan skala nyeri( skala 0-10)
Wajah pasien tampak tidak
meringis
3. Berikan analgesic
menurunkan nyeri.
4. Gunakan servikal
imobilisasi lateral k
meletakkan
papan
= 110/80 mmHg
= 99 x/menit
= 360C
RR
= 22 x/menit
BAB IV
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Reumatoid arthritis adalah gangguan autoimun kronik yang menyebabkan proses
inflamasi pada sendi (Lemone & Burke. 2001).
Perubahan-perubahan akan terjadi pada tubuh manusia sejalan dengan makin
meningkatnya usia.
Perubahan tubuh terjadi sejak awal kehidupan hingga usia lanjut pada semua
organ dan jaringan tubuh.Reumatik dapat mengakibatkan perubahan otot, hingga
fungsinya dapat menurun bila otot pada bagian yang menderita tidak dilatih guna
mengaktifkan fungsi otot.
Rematik ini merupakan penyakit yang berkaitan dengan respon imun seseorang
dengan dipengaruhi oleh faktor genetik.
1.2 Saran
Setelah membaca makalah ini, diharapkan mahasiswa dapat mengaplikasikan
asuhan keperawatan pada pasien dengan trauma servikal dengan tepat sehingga dapat
mencegah terjadinya kegawat daruratan dan komplikasi yang tidak diinginkan.