Anda di halaman 1dari 94

DESKRIPSI SINGKAT MATA AJARAN

1. Judul Mata Ajaran

: Pendidikan Pancasila

2. Status Mata Ajaran dan bobot

: Wajib / 2 SKS

3. Gambaran Singkat Isi Mata Ajaran :


- Mata kuliah ini merupakan salah satu komponen yang tak dapat
dipisahkan dari kelompok mata kuliah pengembangan kepribadian
(MPK) dalam pendidikan Perguruan Tinggi Di Indonesia.
- Mata kuliah ini diberikan kepada mahasiswa semua jurusan/program
studi.
- Mata kuliah ini menjelaskan tentang rasionel Pendidikan Pancasila;
landasan dan tujuan Pendidikan Pancasila; pembahasan Pancasila
secara ilmiah; pengertian Pancasila; bentuk dan susunan Pancasila; asalmula Pancasila; Pembukaan UUD 1945; kedudukan, fungsi dan
peranan Pancasila; implementasi Pancasila; Hukum Dasar Negara
(UUD 1945).
4. Tujuan Mata Ajaran (Tujuan Pembelajaran/Tujuan Mata Kuliah/Tujuan
Instrusional Umum) :
Setelah menyelesaikan kuliah ini, mahasiswa dapat memahami arti
pentingnya Pendidikan Pancasila sebagai warga negara, landasan dan
tujuan Pendidikan Pancasila;
Mahasiswa dapat memahami makna eksistensi Pancasila bagi
kelangsungan hidup negara Republik Indonesia dalam era globalisasi
dan pergaulan dunia;
Mahasiswa dapat memahami Pancasila sebagai paradigma kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, sehingga dapat memperluas
wawasan berpikir mereka dalam mengaktualisasikan nilai-nilai
Pancasila;
Mahasiswa dapat memahami dan mampu melaksanakan jiwa Pancasila
dan UUD 1945 dalam kehidupannya sebagai warga negara Republik
Indonesia;
Mahasiswa dapat menguasai pengetahuan dan pemahaman tentang
beragam masalah dasar kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara yang hendak diatasi dengan penerapan pemikiran yang
berlandaskan Pancasila dan UUD 1945;

Dapat memupuk sikap dan perilaku mahasiswa yang sesuai dengan


nilai-nilai dan norma Pancasila, sehingga mampu menanggapi
perubahan yang terjadi dalam rangka keterpaduan Ipteks dan
pembangunan;
Membantu mahasiswa dalam proses belajar, proses berpikir,
memecahkan masalah, dan mengambil keputusan dengan menerapkan
strategi heuristik terhadap nilai-nilai Pancasila.

BAB I PENDAHULUAN
A. Rasionel Pendidikan Pancasila
Pada hakikatnya pendidikan adalah upaya sadar dari suatu
masyarakat dan pemerintah suatu negara untuk menjamin kelangsungan
hidup dan kehidupan generasi penerusnya, selaku warga masyarakat,
bangsa dan negara, secara berguna (berkaitan dengan kemampuan spiritual)
dan bermakna (berkaitan dengan kemampuan kognitif dan psikomotorik)
serta mampu mengantisipasi hari depan mereka yang senantiasa berubah
dan selalu terkait dengan konteks dinamika budaya, bangsa, negara dan
hubungan internasionalnya. Pendidikan Tinggi tidak dapat mengabaikan
realita kehidupan yang menglobal yang digambarkan sebagai perubahan
kehidupan yang penuh dengan paradoksal dan ketakterdugaan.
Kemampuan warga negara, suatu negara untuk hidup berguna dan
bermakna serta mampu mengantisipasi perkembangan, perubahan masa
depannya, sangat memerlukan pembekalan iptek dan seni (ipteks) yang
berlandaskan nilai-nilai keagamaan dan nilai-nilai budaya bangsa. Nilai-nilai
dasar negara tersebut akan menjadi panduan dan mewarnai keyakinan serta
pegangan hidup warga negara dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara.
Sejalan dengan hal tersebut visi dan misi Pendidikan Pancasila
diberikan kepada para mahasiswa sebagai calon ilmuwan warga negara
Republik Indonesia dapat di sampaikan sebagai berikut.
1. Visi dan Misi Matakuliah Pendidikan Pancasila
Visi Pendidikan Pancasila sebagai salah satu kelompok Matakuliah
Pengembangan Kepribadian (di samping Pendidikan Agama dan
Kewarganegaraan) diberikan di Perguruan Tinggi untuk menjadi sumber
nilai dan pedoman bagi penyelenggaraan program studi dalam
mengantarkan mahasiswa mengembangkan kepribadian.
Sedangkan misi Pendidikan Pancasila sebagai Matakuliah
Pengembangan Kepribadian diberikan di Perguruan Tinggi bertujuan
membantu mahasiswa agar mampu mewujudkan nilai dasar, menumbuhkan
kesadaran, sikap dan perilaku yang bersendikan nilai-nilai Pancasila sebagai
warga negara Republik Indonesia yang menguasai Iptek dan seni yang
dikuasainya dengan rasa tanggung jawab kemanusiaan. Kualitas warga
negara (utamanya mahasiswa) tergantung terutama kepada keyakinan dan
pegangan hidup mereka dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di
samping pada tingkat serta mutu penguasaannya tentang iptek dan seni.
Pancasila sebagai dasar negara dan pegangan hidup warga bangsa akan
benar-benar menjadi sikap dan perilaku warga negara bila mereka dapat

merasakan bahwa Pancasila adalah sesuatu yang paling sesuai dengan


kehidupan kesehariannya.
2. Kompetensi yang diharapkan
Secara umum kompetensi kelompok Matakuliah Pengembangan
Kepribadian bertujuan agar mahasiswa (sebagai warganegara Republik
Indonesia) menguasai kemampuan berpikir, bersikap rasional dan dinamis,
berpandangan luas sebagai manusia intelektual.
Dalam kaitannya dengan Pendidikan Pancasila: mengantarkan
mahasiswa memiliki kemampuan untuk mengambil sikap yang bertanggung
jawab sesuai dengan hati nuraninya; mengantarkan mahasiswa memiliki
kemampuan untuk mengenali masalah hidup dan kesejahteraan serta caracara pemecahannya; mengantarkan mahasiswa mampu mengenali
perubahan-perubahan dan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan
seni; mengantarkan mahasiswa memiliki kemampuan untuk memaknai
peristiwa sejarah dan nilai-nilai budaya bangsa untuk menggalang persatuan
Indonesia.
3. Tugas dan peranan ilmuwan
Ada 2 (dua) tugas dan peranan pokok dari ilmuwan. Pertama,
meletakkan komitmennya pada pemuliaan harkat dan martabat manusia.
Untuk itu dalam mengikuti perkembangan ilmu, kedalaman reflektif dan
ketajaman reseptif dituntut untuk dimiliki oleh para ilmuwan, dan secara
kreatif mampu menawarkan paradigma-paradigma baru guna menghadapi
sesuatu masalah yang timbul dalam masyarakat. Ilmuwan yang ideal adalah
ia yang hidup dan berada di tengah-tengah sesama manusia, tidak
menyendiri, menyepi di dalam tempat tinggalnya. Ia adalah orang yang
mempunyai sikap terbuka terhadap perkembangan yang aktual.
Kedua, di satu pihak menyadari keterbatasan dari keyakinan
ontologik, pilihan epistemologik dan ukuran axiologik yang melandasi
dirinya sebagai pengusaha ilmu, untuk menghindarkan diri dari
kecongkahan dan kerabunan intelektualnya; dan di lain pihak berani
menyingkap tabir manipulasi terhadap ilmunya untuk tujuan-tujuan
ekonomik, politik ataupun ideologik.
Pangkal-tolak dan parameter ilmuwan Indonesia dalam
melaksanakan tugas dan peranannya tersebut sebagai berikut:
Secara moril-etis Pancasila harus dipergunakan oleh para ilmuwan
Indonesia sebagai pangkal-tolak derivatif secara deduktif di satu pihak,
dan di lain pihak sebagai parameter induktif bagi setiap peristiwa
konkrit yang muncul sebagai akibat penerapan ilmu. Sebab Pancasila
bagi bangsa Indonesia merupakan komitmen filosofik yang

mengandung konsensus transenden yang menjanjikan adanya


kesatuan dan persatuan sikap dan pandangan untuk menuju hari depan
bangsa yang dicita-citakan (Pancasila sebagai postulat dalam pengusaha
ilmu).
Pancasila sebagai landasan ontologik atau sebagai postulat, kebebasan
yang kita dambakan adalah kebebasan yang mengandung unsur-unsur
religius, human, persatuan, musyawarah dan keadilan.
Bagi para ilmuwan di negara kita (Indonesia) di samping tugas dan
peranan yang dikemukakan di depan adalah merenungkan, menganalisis
proses pembangunan dari dalam sedemikian rupa sehingga dapat
mengurangi atau mengeliminasikan anti nilai yang tersembunyi dalam
setiap proses perubahan atau perkembangan masyarakat.
Sikap dan tanggung jawab profesional seorang ilmuwan tidak perlu
ditempatkan secara dikotomis bertentangan dengan sikap dan tanggung
jawab politik atau sosial. Kebenaran ilmiah, kejujuran intelektual adalah
kekuatan moral yang paling berharga untuk menunjang orientasi
terhadap kepentingan bangsa dan negara yang tengah membangun.
Para ilmuwan tidak perlu alergis terhadap apa yang disebut ideologi,
karena ideologi sanggup berperan sebagai kekuatan dan memberi
harapan yang efektif dikala suatu bangsa mengalami kesulitan atau
stagnasi dalam perjuangannya.
Pancasila sebagai komitmen filosofik dapat dipergunakan sebagai
postulat untuk melahirkan dan mengusahakan ilmu pengetahuan yang
berparadigma Indonesia.
B. Landasan dan Tujuan Pendidikan Pancasila

1. Landasan Pendidikan Pancasila


a. Landasan Historis
Bangsa Indonesia harus memiliki nasionalisme serta rasa kebangsaan
yang kuat. Hal ini dapat terlaksana bukan melalui suatu kekuasaan atau
hegemoni ideologi melainkan suatu kesadaran berbangsa yang berakar
pada sejarah bangsa.

Secara historis nilai-nilai yang terkandung dalam setiap sila Pancasila


sebelum dirumuskan dan disyahkan menjadi dasar negara Indonesia
secara objektif historis telah dimiliki oleh bangsa Indonesia sendiri.
Sehingga asal nilai-nilai Pancasila tersebut tidak lain adalah dari bangsa
Indonesia sendiri, atau dengan kata lain bangsa Indonesia sebagai kausa

materialis Pancasila. Oleh karena itu berdasarkan fakta objektif secara


historis kehidupan bangsa Indonesia tidak dapat dipisahkan dengan
nilai-nilai Pancasila. Atas dasar pengertian dan alasan historis inilah
maka sangat penting bagi para generasi penerus bangsa terutama
kalangan intelektual kampus untuk mengkaji, memahami dan
mengembangkan berdasarkan pendekatan ilmiah, yang pada gilirannya
akan memiliki suatu kesadaran serta wawasan kebangsaan yang kuat
berdasarkan nilai-nilai yang dimilikinya sendiri.
b. Landasan Kultural
Setiap bangsa di dunia dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara senantiasa memiliki suatu pandangan hidup, falsafah hidup
serta pegangan hidup agar tidak terombang-ambing dalam kancah
pergaulan masyarakat internasional. Setiap bangsa memiliki ciri khas
serta pandangan hidup yang berbeda dengan bangsa lain.

Bangsa Indonesia berbeda dengan bangsa-bangsa lain, mendasarkan


pandangan hidupnya dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
pada suatu asas kultural yang dimiliki dan melekat pada bangsa itu
sendiri. Nilai-nilai kenegaraan dan kemasyarakatan itu terkandung
dalam sila-sila Pancasila. Nilai-nilai sila-sila Pancasila tersebut bukanlah
hanya merupakan suatu hasil konseptual seseorang saja melainkan
merupakan suatu hasil karya besar bangsa Indonesia sendiri, yang
diangkat dari nilai-nilai kultural yang dimiliki oleh bangsa Indonesia
sendiri melalui proses refleksi filosofis para pendiri negara.

Oleh karena itu para generasi penerus bangsa terutama kalangan


intelektual kampus sudah seharusnya untuk mendalami serta mengkaji
karya besar bangsa tersebut dalam upaya untuk melestarikan secara
dinamis dalam arti mengembangkannya sesuai dengan tuntutan jaman.

c. Landasan Filosofis
Pancasila adalah sebagai dasar filsafat negara dan pandangan filosofis
bangsa Indonesia. Oleh karena itu sudah merupakan suatu keharusan
moral untuk secara konsisten merealisasikannya dalam setiap aspek
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Hal ini
berdasarkan pada suatu kenyataan secara filosofis dan objektif bahwa
bangsa Indonesia dalam hidup bermasyarakat dan bernegara
mendasarkan pada nilai-nilai yang tertuang dalam sila-sila Pancasila
yang secara filosofis merupakan filosofi bangsa Indonesia sebelum
mendirikan negara.

d. Landasan Yuridis
UU No. Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 39
menetapkan bahwa isi kurikulum setuap jenis, jalur dan jenjang
pendidikan, wajib memuat Pendidikan Pancasila, Pendidikan agama dan
Pendidikan Kewarganegaraa.
SK. Dirjen Dikti Depdikbud No. 356/Dikti/Kep/1995 pasal 1.
PP No. 60 Tahun 1999 tentang Pendidikan Tinggi pasal 13 ayat 2.
SK Dirjen Dikti Departemen Pendidikan nasional RI No.
265/Dikti/Kep/2000 pasal 1
2. Tujuan Pendidikan Pancasila
Pendidikan Pancasila bertujuan untuk menghasilkan peserta didik
dengan sikap dan perilaku :
Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
Berperikemanusiaan yang adil dan beradab
Mendukung persatuan bangsa
Mendukung kerakyatan yang mengutamakan kepentingan bersama di
atas kepentingan individu maupun golongan
Mendukung upaya untuk mewujudkan suatu keadilan sosial dalam
masyarakat.
Di samping itu melalui Pendidikan Pancasila, warga negara
Republik Indonesia diharapkan mampu memahami, menganalisis dan
menjawab masalah-masalah yang dihadapi oleh masyarakat bangsanya
secara berkesinambungan dan konsisten dengan cita-cita dan tujuan
nasional dalam Pembukaan UUD 1945.
C. Pembahasan Pancasila Secara Ilmiah

Pancasila sebagai pengetahuan ilmiah, tidak semata-mata sebagai


pengetahuan biasa.

Jenis pengetahuan menurut sifatnya dibedakan menjadi 2 (dua), yakni :


1. Pengetahuan a priori (pengetahuan yang terjadi secara serta
merta dalam diri subjek yang mengenal tanpa melalui
pengalaman)
2. Pengetahuan a posteriori (pengetahuan yang terjadi karena
berdasar pada pengalaman yang dikenal).

Pembagian pengetahuan menurut aras atau gradasinya, ada 4 tingkatan:


1. Pengetahuan pra ilmiah atau pengetahuan biasa (ordinary
knowledge,
common sense knowledge) adalah pengetahuan yang muncul karena
adanya kegiatan akal sehat manusia yang ingin mengenal dengan
diarahkan kepada kejadian-kejadian sehari-hari yang dapat
dipikirkan dan dipersepsi melalui pengalaman indera, dan atau dapat
dirasakan baik sengaja maupun tidak disengaja.
2. Pengetahuan ilmiah atau ilmu (Scientific knowledge, science) adalah
pengetahuan yang aras lebih tinggi dan sempurna, karena
pengetahuan ini telah memenuhi syarat-syarat dan sistematik tertentu
dan dengan cara berpikir yang khas, yaitu dengan metodologi
ilmiah.
3. Pengetahuan kefilsafatan atau filsafat (Philosophical knowledge)
adalah pengetahuan yang isinya mengenai hal-hal yang berupa sifat
dasar atau hakikat dari objek yang dipikirkan. Pengetahuan ini
muncul karena adanya aktivitas budi manusia dengan cara refleksi
dengan jalan analisa, pemahaman, deskripsi, penafsiran dan
spekulasi.
4. Pengetahuan ke-agamaan (Religious knowledge) adalah
pengetahuan yang terjadinya menggunakan alat keyakinan oleh
karena itu pengetahuan ini sifatnya dogmatik tradisional.
Pengetahuan ini pada dasarnya bertitik tumpu pada wahyu atau hal
lain yang bersifat religius yang diperoleh melalui keyakinan.

Syarat-syarat pengetahuan ilmiah : berobjek (objek material dan objek


formal), bermetode, bersistem dan bersifat universal.

Pengetahuan ilmiah juga dapat dibedakan menjadi 4 tingkatan:


1. Pengetahuan deskriptif (menjawab pertanyaan bagaimana)
2. Pengetahuan kausal (menjawab pertanyaan mengapa)
3. Pengetahuan normatif (menjawab pertanyaan ke mana)
4. Pengetahuan essensi (menjawab pertanyaan apa)

Pancasila sebagai pengetahuan ilmiah memenuhi 4 syarat pengetahuan


ilmiah tersebut.
1. Berobjek ------------ objek material (empiris maupun non-empiris)
objek forma (Yuridis Keneg., Filsafat, dsb)
2. Bermetode : Analitico Syntetic
Hermeneutika
3. Bersistem: Kelima sila Pancasila tersusun secara teratur dan

konsisten dalam satu kesatuan yang bulat dan utuh.


4. Bersifat Universisal : Unsur-unsur kelima sila Pancasila benar-benar
sesuai dengan kenyataan dan dapat berlaku secara umum tidak
terbatas oleh ruang dan waktu.

Penerapan jenis-jenis pengetahuan ilmiah terhadap Pancasila :


1. Pengetahuan deskriptif Pancasila, antara lain berkaitan dengan kajian
sejarah perumusan dan bentuk susunan Pancasila yang otentik,
kedudukan dan fungsi Pancasila.
2. Pengetahuan kausal Pancasila, antara lain berkaitan dengan kajian
proses kausalitas terjadinya Pancasila yang meliputi 4 kausa, yaitu:
kausa materialis, kausa formalis, kausa effisien, kausa finalis.
3. Pengetahuan normatif Pancasila : berkaitan dengan
pedomanpedoman, norma-norma hukum sebagai realisasi dan konkkritisasi nilainilai Pancasila.
4. Pengetahuan essensi Pancasila : berkaitan dengan inti mutlak atau
hakikat dari isi arti Pancasila.

Tingkatan pengetahuan deskriptif, kausal dan normatif dapat


dikelompokkan sebagai tingakatan pengetahuan ilmiah dalam
pembahasan Pancasila Yuridis Kenegaraan.
Tingakatan pengetahuan essensi merupakan pembahasan Filsafat
Pancasila.

BAB II PANCASILA
A. Pengertian Pancasila

1. Secara Etimologis
Secara etimologis, istilah Pancasila berasal dari bahasa Sansekerta.
Menurut Muh. Yamin, istilah Pancasila itu mempunyai 2 (dua) macam arti,
yaitu (a) Panca artinya lima, dan Syila artinya dasar atau alas atau sendi.
Jadi Pancasila berarti lima dasar atau lima alas atau lima sendi; (b) Panca
artinya lima, dan Syiila artinya aturan tingkah laku yang baik atau tingkah
laku yang penting atau aturan tingkah laku yang senonoh. Jadi Pancasila
berarti lima aturan tingkah laku yang baik atau lima tingkah laku yang
penting atau lima tingkah laku yang senonoh.
2. Secara Historis
Perkataan Pancasila pada mulanya terdapat dalam kepustakaan
Budha India yang bersumber pada kitab Tri Pitaka. Dalam ajaran Budha
perkataan Pancasila berasal dari ajaran moral yang berarti lima aturan
berupa lima pantangan, yaitu (a) larangan membunuh, (b) larangan
mencuri, (c) larangan berzina, (d) larangan berdusta, (e) larangan minum
minuman keras.
Semasa jaman kerajaan Majopahit Raya, perkataan Pancasila
masuk dalam kesusastraan Jawa sejak terbitnya buku Negarakertagama
karya Empu Prapanca pada tahun 1365, dan buku Sutasoma karya Empu
Tantular. Menurut Empu Tantular, perkataan Pancasila itu diartikan sebagai
lima batu sendi atau pelaksanaan kesusilaan yang lima, yaitu: (a)
larangan melakukan tindak kekerasan, (b) larangan mencuri, (c) larangan
berhati dengki, (d) larangan berdusta, (e) larangan meminum minuman
keras.
Di kalangan masyarakat Jawa dikenal ajaran moral semacam
Pancasila yang disebut Ma-Lima berupa lima patangan, yaitu: (a)
mateni atau membunuh, (b) maling atau mencuri, (c) main atau berjudi, (d)
madon atau berzina, (e) madat atau mengisap candu.
3. Secara Terminologis
Secara terminologis, istilah Pancasila dipakai untuk memberi
nama dasar filsafat negara Republik Indonesia. Prosesnya sebagai berikut :
(a) tahap pengusulan, dilakukan oleh Ir. Soekarno dalam sidang paripurna
BPUPKI tanggal 1 Juni 1945, (b) tahap perumusan, dilakukan oleh Panitia
Sembilan dari BPUPKI pada tanggal 22 Juni 1945, tertuang dalam Piagam
Jakarta, (c) tahap penetapan, dilakukan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus
1945, tertuang dalam Pembukaan UUD 1945, (d) tahap peresmian,
dilakukan oleh MPRS pada tanggal 5 Juli 1966, tertuang di dalam
Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966.

10

Adapun rumusan Pancasila yang tercantum dalam Pembukaan


UUD 1945 sebagai berikut:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
B. Asal Mula Pancasila
1. Asal mula yang langsung Pancasila
Secara filsafati pengertian asal mula (causalitas) dibedakan atas
empat macam, yaitu : asal mula bahan (Kausa Materialis), asal mula
bentuk (Kausa Formalis), asal mula tujuan (Kausa Finalis), asal mula
karya (Kausa Effisien). Adapun yang dimaksud asal mula yang langsung
tentang Pancasila adalah asal mula yang langsung terjadinya Pancasila
sebagai dasar filsafat negara (yaitu asal mula yang sesudah dan menjelang
Proklamasi Kemerdekaan: sejak dirumuskan oleh para pendiri negara sejak
sidang BPUPKI pertama sampai pengesahannya). Rincian asal mula
langsung Pancasila sebagai berikut:
a. Asal mula bahan (Kausa Materialis) : bangsa Indonesia sendiri sebagai
asal dari nilai-nilai Pancasila; Unsur-unsur Pancasila digali dari bangsa
indonesia yang berupa nilai-nilai adat-istiadat, kebudayaan serta nilainilai religius yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari bangsa
Indonesia.
b. Asal mula bentuk (Kausa Formalis) : bentuk susunan dan rumusan
Pancasila dalam alinea IV Pembukaan UUD 1945 (Ir. Soekarno
bersama-sama Drs. Moh. Hatta serta anggota BPUPKI lainnya).
c. Asal mula tujuan (Kausa Finalis) : dijadikannya Pancasila sebagai dasar
filsafat negara Republik Indonesia.
d. Asal mula karya (Kausa Effisien) : kegiatan BPUPKI dalam
merumuskan Pancasila dan kegiatan PPKI (sebagai pembentuk negara)
dalam menetapkan dan mengesahkan Pancasila menjadi dasar negara
yang sah.
2. Asal mula yang tidak langsung Pancasila
Asal mula yang tidak langsung Pancasila adalah asal mula sebelum
Proklamasi Kemerdekaan. Asal mula tidak langsung Pancasila pada
hakikatnya bangsa Indonesia sendiri, atau dengan lain perkataan bangsa
Indonesia sebagai Kausa Materialis. Unsur-unsur nilai Pancasila sebelum

11

secara langsung dirumuskan menjadi dasar filsafat negara telah ada dan
tercermin dalam kehidupan sehari-hari bangsa Indonesia sebelum
membentuk negara (misalnya: nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai
persatuan, nilai kerakyatan dan nilai keadilan terkandung dalam pandangan
hidup masyarakat Indonesia sebelum membentuk negara, yaitu dalam nilai
adat-istiadat, nilai kebudayaan serta nilai-nilai religius yang hidup dalam
kehidupan sehari-hari).
C. Bentuk Susunan Pancasila
1. Sistematis hierarkhis piramidal
Artinya, susunan kelima sila Pancasila menunjukkan suatu
rangkaian urutan yang bertingkat. Urutan lima sila dalam Pancasila itu
menunjukkan rangkaian tingkat dalam luas dan isi sifatnya, yaitu tiaptiap sila dibelakang sila lainnya itu :
a. Lebih sempit luasnya akan tetapi lebih banyak isi sifatnya
b. Merupakan penjelmaan dan pengkhususan dari sila-sila di mukanya.
Dengan kata lain, rumusan hubungan kesatuan sila-sila Pancasila
yang bersifat sistematis hierarkhis piramidal, yaitu sila-sila yang di depan
sila lainnya mendasari, meliputi dan menjiwai sila-sila yang dibelakangnya;
atau sila-sila yang di belakang sila lainnya didasari, diliputi dan dijiwai silasila didepannya.
1 ______________ 2,3,4,5
1 _____________ 2 ______________ 3,4,5
2,1 _____________ 3 ______________ 4,5
3,2,1 _____________ 4 _______________ 5
4,3,2,1 ____________ 5

2. Kesatuan majemuk tunggal bersifat organis


Arti susunan Pancasila terdiri atas lima sila yang merupakan satu
kesatuan yang majemuk tunggal bersifat organis : Pancasila terdiri atas lima
bagian atau sila yang (a) tidak terpisahkan satu sama lain dalam hal
kesatuannya; (b) masing-masing bagian mempunyai kedudukan dan fungsi
sendiri-sendiri; (c) berbeda namun tidak saling bertentangan; (d) antar
bagian saling melengkapi; (e) tidak boleh dilepas-pisahkan satu sama lain;

12

(f) bersatu untuk terwujudnya keseluruhan, dan keseluruhan membina


bagian-bagian. Dalam kesatuan ini tidak boleh satu sila pun ditiadakan,
merupakan satu kesatuan keseluruhan.
Dalam kesatuan Pancasila yang bersifat organis, sila-silanya
merupakan bagian yang tidak saling bertentangan, semua sila bersamasama menyusun satu kesatuan, dan tiap sila merupakan bagian yang
mutlak. Jika dihilangkan satu sila, hilanglah fungsi Pancasila itu.
Sebaliknya jika salah satu sila dilepas dari kesatuannya tidak berhubungan
dengan yang lainnya, maka sila itu kehilangan kedudukan dan fungsinya
karena tidak berarti jika tidak berada dalam satu kesatuan. Fungsi masingmasing sila adalah sebagai berikut :
Sila I berfungsi sebagai : moral negara
Sila II berfungsi sebagai : moral negara
Sila III berfungsi sebagai : dasar negara
Sila IV berfungsi sebagai : sistem negara
Sila V berfungsi sebagai : tujuan negara
Fungsi masing-masing sila ini tak dapat dipisah-pisahkan, semua
merupakan kesatuan sebagai ideologi negara atau filsafat negara.
Lima fungsi tiap sila Pancasila dapat dikelompokkan menjadi dua
hal, yakni : fungsi sila I dan sila II merupakan satu kesatuan yang erat
sebagai bagian dari Pancasila berfungsi sebagai fundamen moral negara.
Sedangkan fungsi sila III, sila IV dan sila V ketiganya merupakan satu
kesatuan berfungsi sebagai fundamen politik negara. Hubungan kedua
fungsi itu: Fundamen moral negara menjiwai fundamen politik negara,
atau fundamen politik negara dijiwai oleh fundamen moral negara.

Hubungan Antara Fundamen Moral Negara (FMN) dan Fundamen Politik


Negara (FPN):
Ketuhanan Yang Maha Esa
Kemanusiaan yang adil dan beradab

FMN
(Sbg Moral

Neg.)
(Terkandung 3 hukum : hukum Tuhan,

13

hukum kodrat, hukum etik)


Menjiwai
(4)
Fundamen Politik Negara
(FPN)
Pokok Pikiran
Persatuan (1)
(Sila I)
Sbg. Dasar
Negara
Negara

Kerakyatan, Permusyawaratan
Perwakilan (3)
(Sila IV)
Sebagai Sistem Negara

Pokok Pikiran
Keadilan Sosial (2)
(Sila V)
Sbg. Tujuan

3. Susunan yang saling mengkualifikasi (mengisi)


Artinya setiap sila Pancasila :
Mengandung empat sila lainnya
Dikualifikasi oleh empat sila lainnya, maka
a. Sila I juga mengandung Sila-sila II, III, IV, V
b. Sila II juga mengandung Sila-sila I, III, IV, V
c. Sila III juga mengandung Sila-sila I, II, IV, V
d. Sila IV juga mengandung Sila-sila I, II, III, V
e. Sila V juga mengandung Sila-sila I, II, III, IV
Pemahaman pengertian Pancasila sebagaimana di atas, sekaligus
memberikan pengertian bahwa Pancasila juga merupakan sistem nilai bagi
bangsa dan negara Indonesia dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara.
Pengertian sistem: satu keseluruhan yang terdiri dari aneka bagian
yang bersama-sama merupakan satu kesatuan, satu keseluruhan yang
bagian-bagiannya mempunyai hubungan satu dengan lainnya; tiap bagian
merupakan tatarakit yang teratur. Tata rakit ini adalah sesuai, selaras
dengan dengan tata rakit keseluruhan.
Jadi suatu sistem harus memenuhi 5 (lima) persyarakat sebagai
berikut :

14

Merupakan satu kesatuan


Merupakan tata yang konisteen & koheren tidak mengandung
kontradiksi
Ada kaitan antara bagian yang satu dengan yang lain
Ada kerjasama yang serasi & seimbang
Segala sesuatunya mengabdi kepada tujuan yang satu, yaitu tujuan
bersama.
D. Landasan Antropologi Pancasila

Sebagaimana dikemukakan Notonagoro bahwa landasan


antropologi Pancasila: manusia merupakan makhluk yang
monopluralis. Artinya, manusia terdiri dari berbagai unsur (serba dimensi)
tetapi tetap merupakan satu kesatuan yang utuh. Unsur itu menyangkut
taraf yang berjenjang maupun bertingkat dan berstruktur biupolaritas.
Manusia yang serba dimensi itu merupakan makhluk Tuhan, makhluk
pribadi dan sekaligus makhluk sosial.
Dasar pandangan dalam Pancasila berpusat pada manusia sebagai
makhluk Tuhan yang hidup bersama-sama dengan manusia lainnya. Dunia
infrahuman diartikan dan diakui nilainya dalam hubungan dengan manusia.
Bersama dengan itu manusia dalam struktur terbuka bagi dimensi
transenden dan menunjukkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dengan kata
lain, Pancasila adalah filsafat tentang kodrat manusia. Dalam Pancasila
tersimpul hal yang asasi tentang manusia yang merupakan keluhuran harkat
dan martabatnya. Pancasila memperoleh dasarnya pada eksistensi manusia
sebagai manusia, lepas dari kehidupan tertentu. Drijarkara menyebut,
bahwa Pancasila adalah inheren (melekat) pada kodrat manusia sebagai
qua-talis (sebagai manusia). Sebab itu Pancasila mencerminkan nilai
kodrat yang fundamental sifatnya, dan bukan sekadar perwujudan konkrit
yang mengungkapkan kode atau kebiasaan sehari-hari. Dengan kata lain,
Pancasila merupakan eksplisitasi pribadi, harkat dan martabat manusia
secara total yang mengandung berbagai unsur dalam dirinya antara
individualitas dan sosialitas, materialitas dan spiritualitas, transendensi dan
immanensi, otonomi dan korelasi. Pancasila memandang, bahwa berbagai
aspek itu tidak dipandang secara sektoral dalam salah satu kehidupan,
tetapi secara integral dipandang sebagai keseluruhan hal yang membentuk
keutuhan pribadi manusia.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan, bahwa manusia
seutuhnya merupakan kata kunci untuk dapat memahami arti-makna
Pancasila sebagai ideologi pembangunan serta tujuan jangka panjang yang

15

hendak dicapai bersama. Ideologi pembangunan yang mengandung corak


antroposentrik dalam arti manusia yang berada pada tempat yang sentral
sebagi subjek dan sekaligus objek pembangunan.

Gambaran hakikat manusia monopluralis dari Notonagoro :

Susunan
kodrat

Jasmani
(tubuh)

: unsur anorganis
unsur vegetatif
unsur animal

Jiwa

: akal
rasa
karsa

Monodualis
M
o

Makhluk Individu
Hakikat
Manusia

Sifat
kodrat

n
o

Monodualis

p
Makhluk Sosial

l
u

Makhluk Berdiri Sendiri

Kedudukan
kodrat

Monodualis

Makhluk Tuhan

i
s

BAB III PEMBUKAAN UUD 1945


A. Makna Alinea-alinea Pembukaan UUD 1945
Alinea 1
Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh
sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak
sesuai dengan perikemanusian dan perikeadilan.

16

Sosio-historis
Dalil Objektif:
- Bahwa penjajahan tidak sesuai
dengan perikemanusiaan & perikeadilan
- Bahwa semua bangsa di dunia
harus dapat menjalankan hak
hukum
asasinya yaitu hak untuk merdeka.

Yuridis
Dasar hukum dari pembentukan negara Republik
Indonesia
Bahwa berdasarkan
alam adalah hak asasi setiap bangsa untuk

memperoleh kemerdekaan.
Pernyataan Subjektif:
Aspirasi bangsa Indonesia untuk
membebaskan diri dari penjajahan.
Landasan Pokok Politik Luar Negeri:
- Melawan setiap bentuk penjajahan,
mendukung kemerdekaan setiap bgs
- Menentang setiap hal atau sifat yang
tidak sesuai dengan perikemanusiaan
dan perikeadilan.

Alinea 2
Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah
kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat
Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia, yang
merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Sosio-historis
Alinea ini menunjukkan ketajaman
penilaian :

Yuridis
Alinea ini menunjukkan unsurunsur negara merdeka, menurut

17

anggapan bangsa
indonesia,yaitu:
- Bahwa perjuangan pergerakan di
Indonesia telah sampai pada tingkat yang menentukan.

Merdeka
Bersatu

- Bahwa momentun yang telah dicapai tersebut harus dimanfaatkan untuk menyatakan kemerdekaan.

Berdaulat
Adil

- Bahwa kemerdekaan tersebut bukanlah tujuan terakhir tetapi masih harus


diisi dengan mewujudkan negara
Indonesia yang merdeka, bersatu,
berdaulat, adil dan makmur.

Makmur

Alinea 3
Atas berkat rahmat Allah Yang Mahakuasa dan dengan didorongkan oleh
keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat
Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.
Sosio-historis
- Pengukuhan dari Proklamasi Kemerperjanjidekaan.
perjanjian

Yuridis
- Menunjukkan adanya
an masyarakat atau
membentuk negara.

- Membuat motivasi spiritual yang


luhur, suatu kehidupan yang seRousseau
imbang material dan spiritual di
dunia dan akherat.
- Menunjukkan ketaqwaan bangsa
Yang
Indonesia terhadap Tuhan Yang
Esa. Berkat ridhonya bangsa Indonesia berhasil dalam per-

- Berbeda dengan teori Thomas


Hobbes, John Locke,
maka perjanjian masyarakat di
sini :
- Atas berkat rahmat Allah
Maha Kuasa.
- Didorong oleh keinginan yang :

18

juangan mencapai kemerdekaankebangsanya.

supaya berkehidupan
an yang bebas.

Alinea 4
Kemudian daripada itu, untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara
Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka
disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu UndangUndang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam ssuatu susunan
Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan
kepada : Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusian yang adil dan beradab,
Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilabn, serta dengan
mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sosio-historis
Tujuan perjuangan :
Negara Indonesia mempunyai fungsi yang sekaligus menjadi tujuanPemerintah
nya, yaitu :
- Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum,
Indonesia :
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan
ikut melaksanakan ketertiban dunia
yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Yuridis
Dirumuskan adanya :
Unsur-unsur --Negara
(Teori klasik)

Bangsa
Wilayah

Tujuan Negara
- Nasional
- Internasional
Sistem Hukum Dasar

kita :
Undang-undang Dasar
NePrinsip Dasar :
- Menyusun kemerdekaan kebangsaan

gara Indonesia (Hukum


Dasar Tertulis).

19

Indonesia dalam satu Undang-undang


Dasar Negara Indonesia yang terbtk
dalam suatu susunan negara Republik
Indonesia yang berkedaulatan rakyat.
Dasar Falsafah Negara :
Pancasila.

Bentuk Negara kita :


Republik.
Kekuasaan tertinggi :
Kedaulatan rakyat.
Dasar Negara:

Pancasila.

B. Pokok-pokok Pikiran yang Terkandung Dalam


Pembukaan UUD 1945
Di dalam Pembukaan UUD 1945 terkandung 4 (empat) pokok
pikiran yang harus dijelmakan dalam pasal-pasal UUD 1945, yaitu :
Pokok pikiran I : persatuan. Menurut pokok pikiran ini, negara
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia, dengan berdasar atas persatuan, dan dengan mewujudkan
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dalam pokok pikiran ini
diterima aliran pengertian (1) negara persatuan, negara yang
melindungi dan meliputi segenap bangsa seluruhnya; (2) negara
mengatasi segala faham golongan maupun segala faham perseorangan;
(3) negara menghendaki persatuan meliputi segenap bangsa Indonesia
seluruhnya. Hal ini mengandung makna, bahwa negara dan
penyelenggara negara serta warga negara Indonesia wajib
mengutamakan kepentingan negara di atas kepentingan golongan dan
atau perseorangan.

Pokok pikiran II : keadilan sosial. Menurut pokok pikiran ini, negara


hendak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat. Pokok pikiran
keadilan sosial ini didasarkan atas kesadaran, bahwa manusia Indonesia
mempunyai hak dan kewajiban yang sama untuk menciptakan keadilan
sosial dalam kehidupan masarakat.

Pokok pikiran III : kedaulatan rakyat. Menurut pokok pikiran ini,


negara yang berkedaulatan rakyat berdasar atas kerakyatan dan
permusyawaratan perwakilan. Kedaulatan ada di tangan rakyat dan
dilakukan sepenuhnya menurut UUD. Konsekuensi dari pokok pikiran

20

ini adalah bahwa sistem negara yang terbentuk dalam UUD harus
berdasarkan atas kedaulatan rakyat dan permusyawaratan perwakilan.

Pokok pikiran IV : ketuhanan dan kemanusiaan. Menurut pokok


pikiran ini, negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut
dasar kemanusiaan yang adil dan beradab. Pokok pikiran Ketuhanan
Yang Maha Esa mengandung pengertian beriman dan bertaqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sedang pokok pikiran Kemanusiaan
yang adil dan beradab mengandung pengertian menjunjung tinggi hakhak asasi manusia yang luhur. Konsekuensi dari pokok pikiran
ketuhanan dan kemanusiaan ialah bahwa UUD harus mengandung
isi yang mewajibkan pemerintah dan lain-lain penyelenggara negara
untuk (1) memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur; (2)
memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur.

Pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam Pembukaan UUD


1945 itu mempunyai hubungan yang sangat erat antar satu sama lain.
Pokok pikiran I, II, III dalam satu kesatuan merupakan fondamen politik
negara. Sedang pokok pikiran IV merupakan Fondamen moral negara.
Pokok pikiran IV merupakan landasan kejiwaan yang menjiwai hukum
dasar negara dan segala kehidupan kenegaraan. Fondamen moral negara
menjiwai fondamen politik negara. Fondamen politik negara dijiwai oleh
fondamen moral negara. Antara fondamen moral negara dengan fondamen
politik negara terjalin hubungan secara harmonis, tak dapat dipisahkan satu
sama lain, dan merupakan satu kesatuan sebagai dasar filsafat negara.
C. Hakikat Pembukaan UUD 1945
Notonagoro dalam kajian filsafatinya menegaskan bahwa hakikat
Pembukaan UUD 1945 yaitu (1) sebagai tertib hukum atau legaal order
(tertinggi) di Indonesia; (2) sebagai Pokok Kaidah Fundamental Negara
atau staatsfundamentalnorm yang tertulis; (3) tetap terlekat pada
kelangsungan hidup Negara (Republik Indonesia) Proklamasi 17 Agustus
1945.

1. Pembukaan UUD 1945 sebagai Tertib Hukum atau Legaal Order


(Tertinggi) di Indonesia.

21

Yang dimaksud dengan tertib hukum atau legaal order ialah


kesatuan keseluruhan dari rangkaian peraturan-peraturan hukum (di
Indonesia). Suatu tertib hukum harus memenuhi 4 (syarat) , yaitu : (a)
adanya kesatuan subjek (penguasa) yang mengadakan peraturanperaturan hukum; (b) adanya kesatuan asas kerokhanian yang menjadi
dasar keseluruhan peraturan-peraturan hukum; (c) adanya kesatuan
daerah (tempat) berlakunya keseluruhan peraturan-peraturan hukum;
(d) adanya kesatuan waktu (saat) berlakunya keseluruhan peraturanperaturan hukum.

Pembukaan UUD 1945 memenuhi syarat sebagai tertib hukum,


buktinya :
a. Adanya kesatuan subjek (penguasa) yang mengadakan peraturanperaturan hukum. Hal ini dengan adanya suatu Pemerintahan Negara
Republik Indonesia (Pembukaan UUD 1945 alinea IV).
b. Adanya kesatuan asas kerokhanian yang menjadi dasar
keseluruhan peraturan-peraturan hukum yang merupakan sumber dari
segala sumber hukum. Hal ini terpenuhi oleh adanya dasar filsafat
negara Pancasila sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945
alinea IV.
c. Adanya kesatuan daerah (tempat) berlakunya keseluruhan
peraturan- peraturan hukum. Hal ini terpenuhi oleh kalimat seluruh
tumpah darah Indonesia sebagaimana tercantum dalam alinea IV
Pembukaan UUD 1945.
d. Adanya kesatuan waktu (saat) berlakunya
keseluruhan
peraturan-peraturan hukum. Hal ini terpenuhi dengan penyebutan
kalimat disusunlah kemerdekaan Indonesia itu dalam suatu Undangundang Dasar Negara Indonesia dalam alinea IV Pembukaan UUD
1945. Hal ini menunjukkan saat mulai berdirinya negara Republik
Indonesia yang disertai dengan suatu tertib hukum sampai seterusnya
selama kelangsungan hidup Negara Republik Indonesia.

Pembukaan UUD 1945 dalam tertib hukum Indonesia mempunyai 2


(dua) kedudukan: (1) menjadi dasarnya tertib hukum Indonesia sebab
Pembukaan UUD 1945 lah yang memberi faktor-faktor mutlak bagi
adanya tertib hukum Indonesia, yaitu memenuhi empat syarat bagi
adanya suatu tertib hukum; (2) memasukkan diri di dalamnya sebagai
ketentuan hukum yang tertinggi sesuai dengan kedudukannya sebagai
asas hukum dasar negara dan menentukan adanya tertib hukum
Indonesia.

22

2. Pembukaan UUD 1945 Sebagai Pokok Kaidah Fundamental


Negara atau Staatsfundamentalnorm.
Yang dimaksud dengan pokok kaidah fundamental negara atau
staatsfundamentalnorm ialah ketentuan hukum tertinggi sebagai
landasan hukum yang terpokok dan merupakan dasar-dasar pokok bagi
suatu undang-undang dasar.

Pokok Kaidah Fundamental Negara atau Staatsfundamentalnorm dapat


dibedakan menjadi 2 (dua) macam, yaitu : (a) pokok kaidah
fundamental negara atau staatsfundamentalnorm yang tertulis; (b)
pokok kaidah fundamental negara atau staatsfundamentalnorm yang
tidak tertulis.

Pokok Kaidah Fundamental Negara atau Staatsfundamentalnorm yang


tertulis menurut ilmu hukum tata negara memiliki beberapa unsur atau
syarat-syarat mutlak, antara lain dapat dirinci sebagai berikut :
a. Dari segi terjadinya : ditentukan oleh pembentuk negara dan
terjelma dalam suatu pernyataan lahir sebagai penjelmaan kehendak
pembentuk negara, untuk menjadikan hal-hal tertentu sebagai dasardasar bagi negara yang dibentuknya.
b. Dari segi isinya : memuat dasar-dasar negara yang dibentuknya
meliputi dasar kerokhanian negara, dasar politik negara, dasar tujuan
negara, cita-cita abadi kenegaraan dan kebangsaan, bentuk negara, dan
ketentuan diadakannya undang-undang dasar negara.

Pembukaan UUD 1945 memenuhi syarat sebagai Pokok Kaidah


Fundamental Negara atau Staatsfundamentalnorm yang tertulis.
Buktinya, ditinjau :
a. Dari segi terjadinya : Pembukaan UUD 1945 ditentukan oleh PPKI
selaku kuasa pembentuk negara republik Indonesia melalui penetapan
Pembukaan UUD 1945 pada tanggal 18 Agustus 1945.
b. Dari segi isinya : Pembukaan UUD 1945 memuat ketentuan
tentang dasar-dasar negara yang dibentuknya, yaitu (1) dasar
kerokhanian negara Pancasila; (2) dasar politik negara yaitu republik
yang berkedaulatan rakyat; (3) tujuan negara, yaitu melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, ikut
melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi dan keadilan sosial; cita-cita abadi kenegaraan dan kebangsaan,
yaitu terwujudnya negara Indonesia yang merdeka, berdaulat, bersatu,
adil dan makmur; (4) bentuk negara, yaitu negara republik kesatuan

23

atau unitaris; (5) ketentuan diadakannya UUD tertuang pada kalimat


disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu UUD
negara Indonesia.
3. Pembukaan UUD 1945 Tetap Terlekat Pada Kelangsungan Hidup
Negara (Rebuplik Indonesia) Proklamasi 17 Agustus 1945.
Berdasarkan penjelasan di atas, menurut ilmu hukum Pembukaan
UUD 1945 mempunyai hakikat kedudukan yang kuat bahkan secara yuridis
tidak dapat diubah, terlekat pada kelangsungan hidup negara (Republik
Indonersia) Proklamasi 17 Agustus 1945. Hal ini berdasarkan alasanalasan sebagai berikut :
a. Menurut tata hukum suatu peraturan hukum hanya dapat diubah
atau dihapus oleh badan yang membentuknya, atau badan lain
yang lebih tinggi kedudukannya dari badan tersebut (yang
membentuknya). Pembukaan UUD 1945 ditetapkan oleh PPKI atas
kuasa pembentuk negara. Pada hal kini PPKI sudah bubar, dan badan
lain yang lebih tinggi daripada PPKI tidak ada. Oleh karena itu, tidak
ada badan yang berwenang mengubah atau menghapus Pembukaan
UUD 1945. Dengan kata lain, Pembukaan UUD 1945 sebagai Pokok
Kaidah Fundamental Negara dari segi terjadinya ditentukan oleh
pembentuk negara, yaitu suatu lembaga yang menentukan dasar-dasar
mutlak negara, bentuk negara, tujuan negara, kekuasaan negara bahkan
yang menentukan dasar filsafat negara Pancasila. Setelah negara
terbentuk semua penguasa negara adalah alat perlengkapan negara yang
kedudukannya lebih rendah daripada pembentuk negara. Oleh karena
itu semua ketentuan hukum yang merupakan produk dari alat
perlengkapan negara pada hakikatnya di bawah pembentuk negara dan
tidak berhak meniadakan Pembukaan UUD 1945 sebagai Pokok Kaidah
Fundamental Negara.
b. Pembukaan UUD 1945 pada hakikatnya sebagai tertib hukum yang
tertinggi di Negara Republik Indonesia. Menurut ilmu hukum tata
negara, secara yuridis suatu ketentuan hukum di bawah
Pembukaan UUD 1945 tidak dapat meniadakan Permbukaan UUD
1945. Selain itu karena dalam Pembukaan UUD 1945 terkandung
syarat-syarat mutlak bagi adanya suatu tertib hukum di Indonesia.
Konsekuensinya Pembukaan UUD 1945 mempunyai kedudukan yang
tetap dan terlekat pada negara dan secara hukum tidak dapat diubah.
c. Selain dari segi yuridis formal Pembukaan UUD 1945 tidak dapat
diubah, secara material pun Pembukaan UUD 1945 tidak dapat diubah
atau
dihapus. Sebab Pembukaan UUD 1945 merupakan satu

24

rangkaian kesatuan dengan Proklamasi Kemerdekaan Negara Indonesia


17 Agustus 1945 (kelahiran Negara Republik Indonesia yang hanya satu
kali terjadi). Apa yang terjadi pada saat Proklamasi Kemerdekaan hanya
terjadi satu kali, tak dapat terulang kembali, terikat dan terlekat pada
bangsa pada saat itu, dan terlekat pada Tuhan karena Proklamasi
Kemerdekaan itu atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa. Dengan
demikian secara material Pembukaan UUD 1945 tidak dapat diubah dan
dihapus.

D. Kedudukan dan Fungsi Pembukaan UUD 1945


1. Kedudukan Pembukaan UUD 1945:
Sebagai pernyataan kemerdekaan yang terperinci
Mengandung dasar, rangka dan suasana bagi negara dan hukum
Indonesia
Memuat sendi-sendi mutlak bagi kehidupan negara
Mengandung pengakuan atas adanya macam-macam hukum: nilai-nilai
hukum Tuhan, hukum kodrat, hukum etis, hukum filosofi.
Alinea I
Hukum

Hukum Kodrat

Sumber

Hukum Etis
Alinea II

Cita-cita Kemerdekaan

dan

Alinea III

Hukum Tuhan
Hukum Etis

Sumber

Nilai
Alinea IV
Bentuk

Hukum Filosofis
(Pancasila)

Pelaksanaan
Negara
Indonesia

Hukum Positif
dan
Pelaksanaannya

Sumber
dan Sifat
Pelaksana
Negara
Indonesia

25

2. Fungsi Pembukaan UUD 1945 :


Merupakan suasana kebatinan dari UUD 1945
Mewujudkan cita-cita hukum yang menguasai hukum dasar negara
Merupakan sumber semangat bagi UUD 1945:
Semangat persatuan
Semangat keadilan sosial
Semangat kerakyatan yang berdasar atas permusyawaratan/
perwakilan (menegakkan demokrasi)
Semangat memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur
Semangat memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur.
E. Tujuan Pembukaan UUD 1945

Mempertanggungjawabkan pernyataan kemerdekaan


Menetapkan cita-cita kemerdekaan
Menegaskan kemerdekaan menjadi permulaan dan dasar hidup
Menegaskan Pancasila sebagai pedoman dan pegangan.

F. Hubungan Pembukaan UUD 1945 Dengan Proklamasi


Kemederkaan Negara Republik Indonesia 17 Agustus 1945

Pembukaan UUD 1945 sebagai pernyataan kemerdekaan yang


terperinci
Pembukaan UUD 1945 mengandung cita-cita luhur Proklamasi
Kemerdekaan
Pembukaan UUD 1945 merupakan satu rangkaian dengan Proklamasi
Kemerdekaan
Proklamasi Kemerdekaan diwujudkan dalam pernyataan kemerdekaan
yang berbentuk Pembukaan UUD 1945.
G. Hubungan Pembukaan UUD 1945 Dengan Dasar Negara

Pembukaan UUD 1945 memuat Pancasila sebagai dasar negara

26

Eksistensi Pancasila sebagai dasar negara secara formal ditentukan oleh


Pembukaan UUD 1945
Inti Pembukaan UUD 1945 adalah Pancasila
H. Hubungan Pembukaan UUD 1945 Dengan
Negara Republik Indonesia

Alinea I, II dan III Pembukaan UUD 1945 merupakan sejumlah


pernyataan yang mendahului terbentuknya Negara Indonesia
Pernyataan Kemerdekaan Negara Indonesia secara rinci terkandung di
dalam Pembukaan UUD 1945
Pembukaan UUD 1945 merupakan Pokok Kaidah Fundamental Negara
bagi Negara Indonesia.
I. Hubungan Pembukaan UUD 1945 Dengan UUD 1945

Alinea I, II dan III Pembukaan UUD 1945 tidak mempunyai hubungan


kausal dan organis dengan UUD 1945
Alinea IV Pembukaan UUD 1945 mempunyai hubungan kausal dan
organis dengan UUD 1945
Pembukaan UUD 1945 merupakan dasar dan sumber hukum bagi
batang tubuh atau isi UUD 1945
Pasal-pasal UUD 1945 merupakan penjelmaan pokok-pokok pikiran
UUD 1945
UUD 1945 menciptakan pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam
pembukaan UUD 1945 dalam pasal-pasal UUD 1945.

27

BAB IV KEDUDUKAN, FUNGSI DAN PERANAN PANCASILA


A. Kedudukan Pancasila
Pancasila mempunyai kedudukan yang bersifat tetap tidak berubah
sepanjang masa, kuat dan terlekat pada kehidupan bangsa dan negara
Indonesia. Apabila Pancasila itu tercantum di dalam Pembukaan UUD 1945
yang dengan jalan hukum tak dapat diubah. Atas dasar itu maka kedudukan
Pancasila itu bersifat abadi bagi bangsa dan negara Indonesia.
B. Fungsi dan Peranan Pancasila
Pancasila mempunyai berbagai fungsi dan peranan, antara lain : (1)
sebagai pandangan hidup bangsa, yakni Pancasila dipakai sebagai petunjuk
hidup sehari-hari; (2) dasar filsafat negara, yakni Pancasila dipakai sebagai
landasan penyelenggaraan pemerintahan negara; (3) ideologi negara
(nasional), yakni Pancasila merupakan cita-cita yang ingin diwujudkan oleh
negara; (4) etika politik di Indonesia; (5) etos budaya; (6) sebagai
paradigma pembangunan nasional.
1. Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa
a. Arti Pandangan Hidup dan Fungsinya :
Arti Pandangan hidup : wawasan menyeluruh terhadap kehidupan yang
terdiri dari kesatuan rangkaian nilai-nilai luhur.
Nilai luhur : tolok ukur kebaikan yang berkenaan dengan hal-hal yang
bersifat mendasar dan abadi dalam hidup manusia.

Fungsi Pandangan Hidup sebagai kerangka acuan untuk :


Menata kehidupan diri pribadi
Menata hubungan antar manusia dengan masyarakat
Menata hubungan antar manusia dengan alam sekitar
Pandangan hidup masyarakat berproses secara dinamis sehingga
mewujudkan Pandangan hidup bangsa.

28

b. Arti Pandangan Hidup Bangsa dan Urgensinya :


Arti Pandangan hidup bangsa : kristalisasi dan institusionalisasi nilainilai luhur yang dimiliki oleh suatu bangsa, yang diyakini kebenaran dan
ketepatan serta kemanfaatannya bagi bangsa, menimbulkan tekad untuk
mewujudkannya dalam bentuk sikap, perilaku dan perbuatan.
Dalam Pandangan hidup bangsa terkandung :
konsepsi dasar mengenai kehidupan yang dicita-citakan
dasar pikiran yang terdalam
wujud kehidupan yang dianggap baik

Urgensi Pandangan hidup bangsa. Dengan pandangan hidup suatu


bangsa akan :
memandang persoalan yang dihadapinya
menentukan arah serta cara memecahkan persoalan
tidak terombang-ambing dalam menghadapi persoalan
memiliki pedoman dan pegangan dalam memecahkan masalah
membangun dirinya

Berdasarkan arti pandangan hidup bangsa dan urgensinya tersebut, berarti


pula :
1) Pancasila merupakan cita-cita moral bangsa (Indonesia) yang
memberikan pedoman dan kekuatan rokhaniah bagi bangsa untuk
berperilaku dengan baik dan benar.
2) Pancasila sebagai perjanjian luhur bangsa Indonesia. Maksudnya,
Pancasila merupakan suatu kesepakatan yang mempunyai makna dan
nilai yang sangat tinggi, karenanya senantiasa dihormati dan dijunjung
tinggi, tidak boleh disimpangi, dan bersifat imperatif. Pancasila yang
tercantum dalam alinea IV Pembukaan UUD 1945 merupakan hasil
kesepakatan PPKI yang mewakili seluruh bangsa Indonesia, merupakan
hasil konsensus nasional, sehingga Pancasila merupakan perjanjian
luhur bangsa Indonesia.
2. Pancasila Sebagai Dasar Filsafat Negara
a. Pengertian Dasar Negara : alas atau fondamen yang menjadi tumpuan
dan memberi kekuatan kepada berdirinya negara. Di atas landasan atau
fondamen itulah negara didirikan, ditegakkan dan dipertahankan.
Dasar Negara itu berasal dari Pandangan Hidup Bangsa yang
bersangkutan. Setelah berdirinya negara Pandangan Hidup Bangsa
menjadi Pandangan Hidup Negara.

29

Di dalam dasar negara itu terkandung prinsip-prinsip dasar yang


menjadi induk, pangkal tolak dan pengontrol jalannya pemerintahan
dan kehidupan negara serta kehidupan warga negaranya.
b. Dasar Negara Pancasila :
Negara Indonesia didirikan di atas satu landasan atau asas atau
fondamen adalah Pancasila
Fungsi Pancasila sebagai Dasar Negara :
Pancasila merupakan sumber kaidah hukum konstitusional yang
mengatur negara Republik Indonesia beserta seluruh unsurunsurnya (rakyat, wilayah dan pemerintah)
Pancasila merupakan landasan penyelenggaraan negara dan
kehidupan negara Republik Indonesia.
c. Implikasi Dasar Negara Pancasila. Sebagai Dasar Negara, Pancasila :
Mempunyai kekuatan mengikat secara hukum
Terkait dengan struktur kekuasaan secara formal
Meliputi suasana kebatinan atau cita-cita hukum yang menguasai
hukum dasar negara.
Suasana kebatinan atau cita-cita hukum tersebut terangkum dalam 4
(empat) pokok pikiran (PP) Pembukaan UUD 1945.

PP I : negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh


tumpah darah Indonesia dengan berdasar atas Persatuan dan
mewujudkan Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
--------- Negara Kesatuan/Persatuan.
PP II : negara hendak mewujudkan Keadilan Sosial bagi
seluruh rakyat ----------------- Negara Berkeadilan Sosial.
PP III : negara yang Berkedaulatan Rakyat berdasar atas
kerakyatan dan permusyawaratan perwakilan
----------Negara Berkedaulatan Rakyat.
PP IV : negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa
menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab ----------Negara ber-Ketuhanan.

30

Pokok Pikiran Pembukaan UUD 1945 pada hakikatnya sama dengan


Pancasila.
Pokok Pikiran Pembukaan UUD 1945
dijelmakan

Pasal-pasal UUD 1945

dijabarkan
Peraturan-peraturan Hukum dan atau Peraturan Perundangan lainnya,
seperti: TAP MPR, UU. PERPU, PP, KEPPRES, PERDA dan peraturanperaturan pelaksana lainnya yang bersifat operasional.
3. Pancasila Sebagai Ideologi Negara (Nasional)
a. Pengertian Ideologi
Secara etimologis (ditinjau dari arti kata) :
Istilah ideologi berasal dari kata eidos = ide atau cita-cita atau
gagasan; dan logos = ilmu. Jadi ideologi dapat diartikan ilmu tentang
cita-cita, gagasan atau buah pikiran.

Secara terminologis :
Ideologi diartikan sebagai pemikiran yang mengandung
pemikiran-pemikiran besar mengenai sejarah, manusia,
masyarakat dan negara (ideologi : Weltanschauung).
Ideologi diartikan sebagai pemikiran yang tidak memperhatikan
kebenaran internal dan kenyataan empiris, ditujukan dan
tumbuh berdasarkan pertimbangan kepentingan, mengarah pada
tindakan; dan karena itu ideologi cenderung bersifat tertutup.
Ideologi merupakan suatu belief system dan karena itu
berbeda dengan ilmu, filsafat atau teologi yang secara formal

31

merupakan suatu knowledge system,


sistematis, dan kritis.

bersifat refleksif,

Dalam hubungannya dengan negara, ideologi dapat diartikan :


Konsensus tentang nilai-nilai dasar suatu masyarakat yang
bernegara.
Kesatuan gagasan-gagasan dasar yang disusun secara sistematis
dan menyeluruh tentang manusia dan kehidupannya, termasuk
hidup bernegara.

b. Unsur-unsur yang terkandung dalam Ideologi :


Interpretasi, preskripsi (seperangkat nilai), dan retorika (orientasi pada
tindakan) :
Adanya suatu penafsiran atau pemahaman
terhadap
kenyataan.
Setiap ideologi memuat seperangkat nilai-nilai atau suatu
preskripsi moral.
Memuat suatu orientasi pada tindakan (retorika), ideologi
merupakan suatu pedoman kegiatan untuk mewujudkan nilainilai yang termuat di dalamnya. Pemahaman terhadap kenyataan
tidak bertujuan untuk memberi informasi dan menjelaskan,
tetapi agar sesuatu dikerjakan, yaitu mentransformasi dunia.
Keyakinan, mitos, dan loyalitas :
Unsur keyakinan : setiap ideologi selalu memuat konsep-konsep
dasar yang menggambarkan seperangkat keyakinan yang
diorientasikan kepada tingkah-laku para pendukungnya untuk
mencapai suatu tujuan yang dicita-citakan.
Unsur mitos : setiap ideologi selalu memitoskan suatu ajaran
dari seseorang atau suatu badan sebagai kesatuan, yang secara
fundamental mengajarkan suatu cara bagaimana sesuatu hal
yang ideal itu pasti akan dapat dicapai.
Unsur loyalitas : setiap ideologi selalu menuntut adanya
loyalitas serta keterlibatan optimal para pendukungnya. Untuk
mendapatkan derajat penerimaan optimal, dalam ideologi
terkandung juga adanya tiga sub-unsur, yaitu : rasional,
penghayatan dan susila.
c. Dimensi-dimensi Ideologi :

32

Dimensi realita, idealisme, dan fleksibelitas (menurut Alfian).


Dimensi teleologis, etis, dan integral-integratif (menurut Soerjanto
Poespowardojo).

d. Fungsi Ideologi :
Distorsi (pada Karl Marx)
Legitimasi (pada Max Weber)
Integrasi dan identitas (pada Geertz)
Orientasi dasar
Membentuk identitas
Solidarity making (mengatasi konflik atau ketegangan sosial)
Futuristik
e. Ideologi Negara Pancasila
Ideologi sebagai
pandangan hidup bangsa yang dikembangkan
berdasarkan kepentingan tertentu mempunyai nilai-nilai bersifat tetap
dan juga mampu berkembang secara dinamis. Jadi ideologi negara
Pancasila merupakan pandangan hidup bangsa Indonesia yang
dikembangkan berdasarkan kepentingan tertentu negara Indonesia.
Pancasila sebagai ideologi negara atau nasional ada yang bersifat
tertutup (mempunyai nilai-nilai bersifat tetap) dan terbuka (bersifat
dinamis).
Nilai-nilai yang bersifat tetap disebut nilai-nilai dasar, antara
lain berupa: asas, cita-cita, tujuan.
Nilai-nilai yang bersifat dinamis disebut nilai-nilai
instrumental, antara lain berupa : arahan, kebijakan, strategi
sasaran dan pelaksanaan.
Kegiatan ideologi dapat meliputi beberapa bidang/aspek kehidupan
bangsa dan negara, yaitu :
Bidang politik/kenegaraan
Bidang keagamaan dan kepercayaan
Bidang ekonomi
Bidang sosial-budaya

Implikasi Pancasila Sebagai Ideologi Terbuka :


Pancasila sebagai ideologi terbuka nilai-nilai dasarnya tetap tidak
boleh berubah sepanjang masa. Namun nilai-nilai instrumentalnya
(pengembangan dan pengalaman) dapat berubah sesuai dengan
keadaan dan perkembangan jaman. Akan tetapi perubahan-perubahan

33

itu tentu tidak boleh menyimpang dari nilai-nilai dasarnya. Sifat dinamis
dan inovatif nilai-nilai instrumental memungkinkan Pancasila dapat
senantiasa adaptasi dan mengikuti perkembangan jaman tanpa
meninggalkan prinsip-prinsip dasarnya.
f. Kajian Perbandingan Ideologi-ideologi Negara
1) Liberalisme
Nilai tertinggi manusia adalah perkembangan dan kebahagiaan individu
------- individualisme
Kebebasan individu adalah nilai tertinggi
Masyarakat semata-mata merupakan sarana bagi individu untuk
mencapai tujuannya. Masyarakat sekedar melayani individu
Mengharapkan bahwa kebudayaan dan kesejahteraan masyarakat akan
maju bila bakat-bakat dan tenaga individu semakin dibiarkan
berkembang dengan bebas
Negara harus melindungi kebebasan individu-individu dan kelompokkelompok dalam masyarakat. Kekuasaan negara harus dibatasi secara
ketat
Di bidang ekonomi, liberalisme melahirkan sistem kapitalisme yang
berdasarkan pada kebebasan untuk berusaha dan bersaing satu sama
lain.
Ciri-ciri Ideologi Liberal :
Demokrasi merupakan bentuk pemerintahan yang lebih baik.
Anggota masyarakat memiliki kebebasan intelektual penuh, termasuk
kebebasan berbicara, kebebasan beragama dan kebebasan pers.
Pemerintahan hanya mengatur kehidupan masyarakat secara terbatas.
Keputusan yang dibuat hanya sedikit untuk rakyat sehingga rakyat
dapat belajar membuat keputusan untuk diri sendiri.
Kekuasaan seseorang terhadap orang lain merupakan hal yang buruk.
Oleh karena itu, pemerintahan dijalankan sedemikian rupa sehingga
penyalahgunaan kekuasaan dapat dicegah. Pendek kata, kekuasaan
dicurigai sebagai cenderung disalahgunakan, dan karena itu sejauh
mungkin dibatasi.
Suatu masyarakat dapat dikatakan berbahagia apabila setiap individu
atau sebagian terbesar individu berbahagia. Kalau masyarakat secara
keseluruhan berbahagia, kebahagiaan besar individu belum tentu
maksimal.

34

2) Konservatisme
Konservatisme adalah ideologi yang muncul sebagai reaksi atas paham
liberal. paham ini muncul dipelopori oleh golongan feodal untuk
menghadapi kekuasaan persuasive liberalisme (karena liberalisme
dipandang menggoncangkan struktur masyarakat feodal yang mapan).
Menurut paham konservatif, liberalisme merupakan paham yang terlalu
individualistis karena memandang masyarakat terdiri atas individu atau
gabungan individu.
Menurut paham konservatif, masyarakat dan kelompok masyarakat
yang lain tidak sekadar penjumlahan unsur-unsurnya; dan suatu
kelompok lebih dapat menciptakan kebahagiaan yang lebih besar
daripada yang dapat diciptakan oleh anggota masyarakat secara
individual.
Menurut penilaian paham konservatif, liberalisme cenderung
menimbulkan sejumlah individu yang hidupnya lebih baik tetapi tidak
peduli pada keadaan sekitarnya.
Gejala-gejala yang Menandai Paham Konservatif :
Masyarakat yang terbaik adalah masyarakat yang tertata dan stabil.
Untuk menciptakan masyarakat yang tertata dan stabil diperlukan suatu
pemerintah yang memiliki kekuasaan yang mengikat tetapi
bertanggungjawab.
Paham ini menekankan tanggung jawab pada pihak penguasa dalam
masyarakat untuk membantu pihak yang lemah. Posisi ini bertentangan
dengan paham liberal yang berpandangan pihak yang lemah harus
bertanggungjawab atas urusan dan hidupnya. Sisi konservatif inilah
yang menimbulkan untuk pertama kali negara kesejahteraan
(welfare-state) dengan program-program jaminan sosial bagi yang
berpenghasilan rendah.
3) Sosialisme dan Komunisme
Sosialisme muncul merupakan reaksi terhadap liberalisme, revolusi
industri dan akibat-akibatnya. Awal sosialisme yang muncul pada paruh
pertama abad XIX dikenal sebagai sosialis utopia. Sosialisme ini lebih
didasarkan pada pandangan kemanusiaan (humanitarian), dan meyakini
kesempurnaan watak manusia. Sosialisme awal ini (tokohnya sosialis
utopis, antara lain: Saint Simon, Lassalle) bertujuan meningkatkan,
memperbaiki kesejahteraan rakyat, atau memperbaiki nasib rakyat

35

(berharap dapat menciptakan masyarakat sosialis yang dicita-citakan)


dengan kejernihan dan kejelasan argumen, bukan dengan cara-cara
kekerasanm dan revolusi.
Pada perkembangan berikutnya, analisis sosial paham sosialis tampak
lebih jelas. Paham ini berkeyakinan kemajuan manusia dan keadilan
terhalang dengan lembaga hak milik atas sarana produksi.
Pemecahannya, menurut paham ini ialah dengan membatasi atau
menghapuskan hak milik pribadi (private proverty) dan menggantinya
dengan pemilikan bersama atas sarana produksi. Dengan cara ini,
ketimpangan distribusi kekayaan yang tak terelakkan dari lembaga
pemilikan pribadi di bawah kapitalisme dapat ditiadakan.

Perbedaan antara Sosialisme dan Komunisme :


Perbedaan diantaranya terletak pada sarana yang digunakan untuk
mengubah kapitalisme menjadi sosialisme. Paham sosialis berkeyakinan
perubahan dapat dan seyogyanya dilakukanb dengan cara-cara damai
dan demokratis. Paham sosialis juga lebih luwes dalam hal perjuangan
perbaikan nasib buruh secara bertahap, dan dalam hal kesediaan
berperan serta dalam pemerintahan yang belum seluruhnya menganut
sistem sosialis. Paham sosialis ini banyak diterapkan di negara-negara
Eropa Barat.
Sedangkan, paham Komunisme berkeyakinan perubahan atas sistem
kapitalisme harus dicapai dengan cara-cara revolusi, dan pemerintahan
oleh diktator proletariat sangat diperlukan pada masa transisi. Dalam
masa transisi dengan bantuan negara di bawah diktator proletariat,
seluruh hak milik pribadi dihapuskan dan diambilalih untuk selanjutnya
berada dalam kontrol negara. Pada gilirannya, negara dan hukum akan
lenyap karena tidak lagi diperlukan.
Di samping terdapat perbedaan antara paham sosialis dan komunis
sebagaimana tersebut di atas, sebenarnya antara kedua paham itu memiliki
ciri-ciri yang sama, yaitu :
Dilihat dari kemuncullannya sama merupakan reaksi atas
perkembangan masyarakat kapitalis sebagai hasil dari ideologi liberal.
Memandang bahwa hakikat, kebebasan dan hak individu itu tidak ada.
Mendasarkan pada suatu keyakinan bahwa manusia pada hakikatnya
adalah hanya makhluk sosial saja. Manusia pada hakikatnya adalah
sekumpulan relasi, sehingga yang mutlak adalah komunitas dan
bukannya individualitas.
Menekankan hak komunal (bukan hak milik pribadi).

36

4) Fasisme
Sebenarnya lebih merupakan gaya politik daripada ideologi sebagai
seperangkat gagasan tentang kebaikan bersama.
Merupakan tipe nasionalisme yang romantis dengan segala kemegahan
upacara dan simbol-simbol yang mendukungnya untuk mencapai
kebesaran negara.
Seorang pemimpin kharismatis sebagai simbol kebesaran negara yang
didukung oleh massa rakyat.
Dukungan massa yang fanatik tercipta berkat indoktrinasi, sloganslogan dan simbol-simbol yang ditanamkan sang pemimpin besar dan
aparatnya.
Fasisme pernah diterapkan di Jerman, Jepang, Italia dan Spanyol, tetapi
penerapan paham ini sangat bervariasi di antara negara-negara tersebut.
4. Pancasila Sebagai Etika Politik di Indonesia
Artinya, Pancasila adalah sumber prinsip-prinsip moral yang mendasari
penataan kehidupan kemasyarakatan dan kenegaraan sebagai
keseluruhan di Indonesia.
Fungsi etika politik dalam masyarakat pada penyediaan alat-alat teoritis
untuk mempertanyakan serta menjelaskan legitimasi politik secara
bertanggung jawab. Jadi tidak berdasarkan emosi, prasangka, dan
apriori, melainkan secara rasional, objektif dan argumentatif. Tugas
etika politik adalah subsidier: membantu agar pembahasan masalahmasalah ideologis dapat dijalankan secara objektif, artinya berdasarkan
argumen-argumen yang dapat dipahami dan ditanggapi oleh semua
yang mengerti permasalahan. Etika politik dapat memberikan patokanpatokan orientasi dan pegangan-pegangan normatif bagi mereka yang
memang mau menilai kualitas tatanan dan kehidupan politik dengan
tolok ukur martabat manusia (sejalan dengan landasan antropologi
yang diyakini). Secara khusus di Indonnesia, kualitas tatanan dan
kehiupan politik politik dengan tolok ukur : martabat manusia yang
sesuai dengan gambaran manusia sebagai makhluk monopluralis .
Etika politik dapat membantu usaha masyarakat untuk
mengejawantahkan ideologi negara yang luhur ke dalam realitas politik
yang nyata. Misalnya dengan mereflesikan apa inti keadilan sosial, apa
dasar etis kerakyatan, bagaimana kekuasaan harus ditangani supaya
sesuai dengan martabat manusia, dan sebagainya. Dalam kancah

37

perdebatan masyarakat tentang apa implikasi nilai-nilai dasarnya, etika


politik dapat membantu dengan menjelaskan implikasi dari pelbagai
alternatif dan pandangan yang kontroversial. Apabila suatu bangsa
(contohnya bangsa Indonesia) bertekad untuk membangun
kehidupannya sesuai dengan dan berdasarkan nilai-nilai luhurnya, etika
politik dapat menyumbangkan keahliannya dalam bidang normatif etis
untuk merealisasikan tekad itu.
5. Pancasila Sebagai Etos Budaya
a. E t o s :
Etos = Kehendak
Deskriptif :
Menggambarkan sikap
dituntut
mental

Normatif :
Sikap yang

Terkait :
Moralitas
Sumber motivasi
Sumber Etos
Religi

Ideologi

Adat-istiadat

P
a
n
c
a
s
i
l
a
b. B u d a y a :

38

Perkembangan Pengertian Kebudayaan


(1) Pembudayaan Cultivora
(2) Abad XVI Pembudayaan
Akal Pikir
(3) Masa Aufklarung
Proses Perkembangan
Sosial yang Universal
(4) Eurosentrik
Sosiologi, Antrho
Cara Hidup yang Khas
(5) Makna yang Dihayati
bersama, Dimensi Simbolik

Persoalan Kebudayaan Indonesia


(1) Aspek Keunikan di tengah-tengah Masyarakat Dunia

Kebudayaan Nasional

Kebudayaan Global

Saling Mengandaikan

(2) Persoalan Kepribadian

39

Kebudayaan Nasional

Kebudayaan Daerah

(3) Persoalan Jati diri

Kebutuhan Jangka Pendek


Panjang

Kebutuhan Jangka

Pancasila Sebagai Jati Diri Bangsa Indonesia


Kesatuan Nilai-nilai
Kepribadian
Kekhususan
Pancasila
Dlm
Historis

Identitas Diri

Keunikan
Unsur Kesesuaian-Ciri Khas

Rumusan Kepribadian
Bangsa

Mendasari
Komunikasi

Keyakinan akan nilai-nilai Pancasila


adalah sebagai bagian dari kesadaran
perkembangan masyarakat dan kebudayaan Indonesia
Kesadaran Kebangsaan
- Kartini
28
- Budi Oetomo
- Sariukat Islam

Kesadaran Politik
- Indische Partai

Pedoman
Berrelasi

Buah interaksi
Way of life
Kesadaran Ideologis
Konggres Pemuda

- P. N. I

40

6. Pancasila Sebagai Paradigma Dalam Pembangunan Nasional


Paradigma adalah sumber nilai, kerangka pikir, orientasi dasar,
sumber asas serta arah dan tujuan dari suatu perkembangan, perubahan
serta proses dalam suatu bidang tertentu termasuk dalam pembangunan,
reformasi maupun dalam pendidikan.

Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan Ipteks


Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan Bidang Politik
Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan Ekonomi
Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan Sosial Budaya
Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan Hankam
Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan Kehidupan Bersama
Pancasila sebagai Paradigma reformasi
C. Implementasi Pancasila

Implementasi atau aktualisasi Pancasila dapat dibedakan atas 2


(dua) macam, yaitu :
1. Implementasi atau aktualisasi Pancasila yang Objektif adalah
pelaksanaan Pancasila dalam bentuk realisasi dalam setiap aspek
penyelenggaraan negara, baik di bidang legislatif, eksekutif, yudikatif
maupun semua bidang kenegaraan lainnya. Aktualisasi objektif ini terutama
berkaitan dengan realisasi dalam bentuk peraturan perundang-undangan
negara Indonesia, misalnya:
Tafsir UUD 1945 harus dilihat dari sudut dasar filsafat negara Pancasila
sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945.
Pelaksanaan UUD 1945 dalam UU harus mengingat dasar-dasar pokok
pikiran yang terkandung dalam dasar filsafat negara Indonesia.
Tanpa mengurangi sifat-sifat UU yang tidak dapat diganggu gugat,
interpretasi pelaksanaannya harus mengingat unsur-unsur yang
terkandung dalam dasar filsafat negara.
Interpretasi pelaksanaan UU harus lengkap dan menyeluruh, meliputi
seluruh perundang-undangan di bawah UU dan keputusan-keputusan
administrasi dari semua tingkat penguasa negara, dan sebagainya.
2. Implementasi atau Aktualisasi Pancasila yang Subjektif adalah
pelaksanaan Pancasila dalam setiap pribadi, perseorangan, setiap warga
negara, setiap individu, setiap penduduk, setiap penguasa dan setiap orang

41

Indonesia. Aktualisasi Pancasila yang subjektif ini justru lebih penting


(primer) dari aktualisasi yang objektif, sebab aktualisasi yang subjektif ini
merupakan persyaratan keberhasilan aktualisasi yang objektif.
Pelaksanaan Pancasila yang subjektif sangat berkaitan dengan
kesadaran, ketaatan serta kesiapan individu untuk mengamalkan Pancasila.
Pelaksanaan Pancasila yang subjektif akan terselenggara dengan baik
apabila suatu keseimbangan kerokhanian yang mewujudkan suatu bentuk
kehidupan di mana kesadaran wajib hukum telah terpadu menjadi
kesadaran wajib moral, sehingga dengan demikian suatu perbuatan yang
tidak memenuhi wajib untuk melaksanakan Pancasila bukan hanya akan
menimbulkan akibat moral. Perlaksanaan Pancasila yang bersifat subjektif
ini lebih berkaitan dengan kondisi objektif sikap moral individu, sehingga
aktualisasi Pancasila yang subjektif berkaitan dengan norma-norma moral.

BAB V UNDANG-UNDANG DASAR 1945

42

Terlebih dahulu sebelum menyampaikan arti UUD 1945 akan


diutarakan pengertian tentang hukum dasar negara. Hukum Dasar
Negara dapat dibedakan menjadi 2 (dua) macam, yaitu: (1) Hukum Dasar
Yang Tertulis; (2) Hukum Dasar Yang Tidak tertulis.
A. Hukum Dasar Yang Tertulis
Hukum Dasar yang tertulis adalah aturan-aturan dasar tertulis yang
dipakai sebagai landasan dalam penyelenggaraan pemerintahan negara.
Hukum Dasar yang tertulis tertuang di dalam kitab atau dokumen yang
memuat aturan-aturan yang bersifat kekal dan luhur. Hukum Dasar yang
Tertulis itu berbentuk Undang-Undang Dasar (UUD). Jadi yang dimaksud
UUD adalah hukum dasar tertulis yang memuat ketentuan-ketentuan
pokok atau dasar-dasar ketatanegaraan yang bersifat kekal dan luhur.
Yang dimaksud dengan sifat kekal UUD : UUD dimaksudkan
untuk dipakai selama-lamanya atau sepanjang masa; tidak untuk sering
diganti atau diubah, meskipun mengganti dan merubah UUD itu boleh saja
dilakukan oleh lembaga yang berwenang dengan syarat-syarat dan prosedur
tertentu.
Sedang, yang dimaksud dengan sifat luhur UUD : UUD itu
dijunjung tinggi dan dihormati, dipatuhi dan ditaati, tidak boleh disimpangi.
Contoh : salah satu upaya memelihara sifat luhur UUD, adanya sumpah
jabatan yang dilakukan oleh pejabat-pejabat negara.
1. Cara Timbulnya UUD :
Melalui pemberian
Melalui pembuatan
Melalui revolusi
2. Motivasi Timbulnya UUD :
Menjamin hak-hak warga negara
Menciptakan sistem ketatanegaraan
Menjamin penyelenggaraan ketatanegaraan
Effektivitas kerja sama
3. Fungsi UUD :
Sebagai landasan dasar penyelenggaraan negara
Penjamin hak-hak asasi manusia dan warga negara

43

4. Kedudukan UUD :
Pada prinsipnya setiap UUD dimaksudkan untuk dipakai sepanjang
masa kehidupan bangsa dan negara yang bersangkutan, jadi mempunyai
kedudukan yang bersifat tetap sepanjang masa.
Namun perubahan terhadap UUD dapat saja dilakukan jika dipandang
perlu, untuk disesuaikan dengan keadaan dan perkembangan jaman.
Perubahan UUD dapat dibedakan menjadi 2 (dua) macam : (a)
dipandang dari sudut badan yang merubahnya: (1) badan perundangundangan biasa atau (2) badan yang secara khusus dibentuk untuk
merubah UUD; dan (b) dipandang dari sudut caranya merubah: (1)
secara langsung, yaitu teks lama yang ingin diubah langsung dihapus
dan digantikan dengan teks baru, (2) tidak langsung, yaitu teks lama
masih tetap utuh, sedang teks baru penggantinya dilampirkan pada
naskah UUD tersebut.
5. Hukum Dasar yang tertulis Mempunyai Sifat-sifat atau Ciri-ciri
sebagai berikut :
Merupakan peraturan perundangan yang tertinggi dalam negara
Mengikat pemerintah, lembaga-lembaga kenegaraan, lembaga-lembaga
kemasyarakatan, warga negara dan penduduk
Menjadi dasar dan sumber hukum bagi segala peraturan hukum dan
peraturan perundangan bawahan
Menjadi alat pengontrol dan alat pengecek, apakah peraturan hukum
dan peraturan perundangan bawahan sesuai dengan ketentuan UUD.
B. Hukum Dasar Yang Tidak tertulis
Hukum dasar yang Tidak tertulis adalah aturan-aturan dasar
yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara.
Hukum Dasar yang Tidak terulis disebut juga Konvensi. Contoh :
pengambilan putusan secara musyawarah untuk mencapai mufakat; laporan
pertanggungjawaban Presiden kepada MPR atas pelaksanaan tugas dan
penggunaan wewenang yang dilimpahkannya; pidato kenegaraan Presiden
di depan sidang paripurna DPR setiap tanggal 16 Agustus.
Hukum Dasar Yang tidak tertulis mempunyai sifat-sifat
sebagai berikut :
Merupakan aturan-aturan dasar sebagai komplementasi bagi UUD
Tidak bertentangan dengan UUD

44

Berupa ketentuan-ketentuan atau merupakan kebiasaan yang


terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara
Diterima oleh rakyat, dan berjalan paralel atau sejajar dengan UUD.
C. Arti Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945)

UUD 1945 adalah keseluruhan naskah yang terdiri atas (1)


Pembukaan, batang tubuh atau isi, dan penjelasan; (2) ditetapkan oleh
PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945; (3) diundangkan dalam Berita RI
tahun II nomor 7 tanggal 15 Pebruari 1946. UUD 1945 disebut juga
Hukum Dasar yang Tertulis di Indonesia.
1. Peranan UUD 1945 :
UUD 1945 mempunyai peranan yang sangat sentral dalam
penyelenggaraan negara dan dalam pemerintahan serta dalam
kehidupan negara, antara lain sebagai hukum dasar tertulis bagi
negara Indonesia.
2. Sistem Pemerintahan Negara Indonesia Menurut UUD 1945 Hasil
Amandemen :
Negara hukum
Sistem konstitusional
Kedaulatan rakyat
Pemerintahan presidensiil
Presiden tidak bertanggungjawab kepada DPR
Menteri Negara sebagai pembantu Presiden
Kekuasaan Kepala Negara tidak tak terbatas.

Negara hukum : negara dimana kekuasaan penguasa negara tidak


didasarkan atas kekuasaan semata-mata, melainkan didasarkan atas
hukum dan dibatasi oleh hukum. Di dalam negara hukum, yang
berdaulat adalah hukum, dan hukumlah yang mempunyai kedudukan
yang supremasi.

Ciri-ciri negara hukum :


Adanya pengakuan dan perlindungan hak-hak asasi manusia dan
hak-hak asasi warga negara

45

Adanya peradilan yang bebas dari pengaruh kekuasaan dan


kekuatan lain dan tidak memihak
Adanya legalitas hukum dalam segala kehidupan kenegaraan
dan kemasyarakatan.

Konsekuensi negara hukum : bahwa segala tindakan negara dan


pemerintah maupun lembaga-lembaga negara serta warga negara harus
dilandasi oleh hukum, atau harus dapat dipertanggungjawabkan secara
hukum.

Negara hukum menurut UUD 1945 : negara hukum dalam arti luas,
yaitu negara hukum dalam arti material, bukannya negara hukum dalam
arti formal. Artinya, setiap tindakan negara harus mempertimbangkan
dua aspek: (1) aspek kegunaannya (doelmatigheid), dan (2) aspek
landasan hukumnya (rechtsmatigheid).

DAF TAR

PUSTAKA

Alex Paat, 1991, Panggilan Manusia Pancasila, Makalah Penyegaran


Penataran P-4, UGM, Yogyakarta, 1 s/d 2 Agustus.

46

Budiardjo, M., 1982, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Gramedia, Jakarta.


Drijarkara, 1980, Drijarkara Tentang Manusia, Kumpulan Karangan,
Kanisius, Yogyakarta.
_______ , 1980, Drijarkara Tentang Negara dan Bangsa, Kumpulan
Karangan, Kanisius, Yogyakarta.
_______, 1981, Percikan Filsafat, Pembangunan, Jakarta.
Kaelan, 2000, Pendidikan Pancasila, Paradigma, Yogyakarta.
Koento Wibisono, 1996, Hubungan Filsafat Pancasila Dengan Ideologi,
Makalah Sarasehan/Dialog Para Dosen Filsafat Pancasila dan
Dosen Pancasila, BP-7 DIY, Yogyakarta, 15 s/d 16 Agustus.
Magnis-Suseno, F., 1988, Etika Politik Prinsip-prinsip Moral Dasar
Kenegaraan Modern, Gramedia, Jakarta.
_______, 1992, Filsafat Kebudayaan dan Politik Butir-butir
Pemikiran Kritis, Gramedia, Jakarta.
Mannheim, K., 1991, Ideologi dan Utopia, Terjemahan Drs. F. Budi
Hardiman, Kanisius, Yogyakarta.
Notonagoro, tanpa tahun, Skema Pendidikan Mental/Didik Diri
Kesiapan
Pribadi Pancasila, Stensilan.
_______, 1967, Beberapa Hal Mengenai Falsafat Pancasila, Universitas
Pantjasila, Djakarta.
_______, 1980, Pancasila Secara Ilmiah Populer, Pantjuran Tudjuh,
Djakarta.
Oetojo Oesman dan Alfian (ed.), 1991, Pancasila Sebagai Ideologi, BP-7
Pusat, Jakarta.
Pranarka, A.M.W., 1985, Sejarah Pemikiran TentangPancasila, CSIS,
Jakarta.

47

Ricoeur, P., 1986, Lectures on Ideology and Utopia, Columbia


Universitas
Press, New York.
Soerjanto Poespowardojo, 1989, Filsafat Pancasila, Gramedia, Jakarta.
Toto Pandoyo, S., 1945, Ulasan Terhadap Beberapa Ketentuan UUD
1945: Sistem Politik dan Perkembangan Kehidupan
Demokrasi, Liberty, Yogyakarta.

BAHAN AJAR

48

PENDIDIKAN PANCASILA

PENYUSUN :
Drs. Dwi Siswanto, M. Hum.

PRAKATA
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa kami panjatkan atas
berkat dan rahmat-Nya yang telah dilimpahkan, sehingga penyusunan
bahan ajar mata kuliah Pendidikan Pancasila sebagai salah satu mata kuliah
pengembangan kepribadian bagi mahasiswa sebagai calon ilmuwan dapat
terwujudkan.
Penyusunan bahan ajar mata kuliah Pendidikan Pancasila ini dapat
terselesaikan bukan semata-mata merupakan karya pribadi, tetapi juga atas
bantuan, dorongan dari berbagai pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu

49

persatu kecuali ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada berbagai


pihak yang telah memberikan bantuan dan dorongan tersebut.
Tujuan dan manfaat yang diharapkan dari penyusunan bahan ajar
ini, antara lain: Pertama, dapat membantu mahasiswa sebagai pedoman
bahan (buku) studi dalam upaya mempelajari dan memahami makna dan
eksistensi Pancasila dalam kelangsungan kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara di Indonesia. Kedua, dapat membantu mahasiswa
memberikan pemahaman yang lebih komprehensif tentang makna dan
eksistensi ajaran Pancasila sehingga mahasiswa tersebut sebagai calon
ilmuwan Indonesia dapat menjalankan tugas dan peranan sesuai dengan
nilai-nilai Pancasila. Ketiga, dapat membantu mahasiswa dalam upaya
mengembangkan kepribadiannya dan proses belajar, proses berpikir
memecahkan masalah, dan mengambil keputusan dengan menerapkan
strategi heuristik terhadap nilai-nilai Pancasila.
Bahan ajar Pendidikan Pancasila ini hanya memuat garis-garis
besarnya saja. Ilustrasi-ilustrasi dan contoh-contoh yang sesuai dengan
substansi pokok bahasan akan disampaikan pada waktu perkuliahan
berlangsung. Kami menyadari akan kekurangannya penyusunan bahan ajar
Pendidikan Pancasila ini, oleh karena itu kritik dan saran akan diterima
dengan senang hati dan akan dimanfaatkan sebagai masukan dalam rangka
penyempurnaan lebih lanjut.
Akhirnya kami berharap semoga bahan ajar ini dapat benar-benar
mempermudah dan mempercepat bagi mahasiswa dan sidang pembaca
dalam upaya mempelajari dan memahami makna dan eksistensi Pancasila
bagi kelangsungan hidup negara Republik Indonesia dalam era globalisasi
dan pergaulan dunia.
Penyusun,
Dwi Siswanto

DAFTAR ISI
Halaman
PRAKATA
...............................................................................
ii
DAFTAR ISI
...............................................................................
iii
DESKRIPSI SINGKAT MATA AJARAN
.....................................
1
BAB
I PENDAHULUAN
.........................................................
3

50

A. Rasionel Pendidikan Pancasila

...................................

3
1. Visi dan misi Pendidikan Pancasila

........................

3
2. Kompetensi Pendidikan Pancasila ...........................
4
3. Tugas dan peranan ilmuwan

...................................

4
B. Landasan dan Tujuan Pendidikan Pancasila .................
5
1. Landasan Pendidikan Pancasila

..............................

5
a. Landasan historis .................................................
5
b. Landasan kultural

................................................

6
c. Landasan filosofis ................................................
6
2. Tujuan Pendidikan Pancasila

.................................

7
C. Pembahasan Pancasila Secara Ilmiah

..........................

7
1. Jenis pengetahuan ....................................................
7
2. Syarat-syarat pengetahuan ilmiah

...........................

8
3. Tingkat pengetahuan ilmiah

....................................

8
4. Pancasila sebagai pengetahuan ilmiah ....................
8
5. Penerapan jenis-jenis pengetahuan ilmiah
terhadap Pancasila .................................................
8
BAB
10

II

PANCASILA

................................................................

A. Pengertian Pancasila

.................................................

1. Secara etimologis

.................................................

10
10
2. Secara historis

.....................................................

10

51

3. Secara terminologis

.............................................

10
4. Secara Yuridis .....................................................
B. Asal Mula Pancasila .................................................
11
1. Asal mula yang langsung Pancasila

......................

11
2. Asal mula yang tidak langsung Pancasila ..............
12
C. Bentuk Susunan Pancasila

.........................................

12
1. Sistematis hierarkhis piramidal

............................

12
2. Kesatuan majemuk tunggal bersifat organis

..........

12
3. Susunan yang saling mengkualifikasi .....................
14
D. Landasan Antropologi Pancasila

.............................

14
BAB III
17

PEMBUKAAN UUD 1945

..........................................

A. Makna Alinea-alinea Pembukaan UUD 1945

...........

17
B. Pokok-pokok Pikiran Yang Terkandung Dalam
Pembukaan UUD 1945
...........................................
19
C. Hakikat Pembukaan UUD 1945

................................

21
1. Pembukaan UUD 1945 sebagai tertib hukum atau
legaal order (tertinggi) di Indonesia .....................
21
2. Pembukaan UUD 1945 sebagai pokok kaidah fundamental negara atau staatsfundamentalnorm .........
22
3. Pembukaan UUD 1945 tetap terlekat pada kelangsungan hidup negara (RI) 17 Agustus 1945

.........

23
D. Kedudukan dan Fungsi Pembukaan UUD 1945 ........
24
1. Kedudukan Pembukaan UUD 1945

....................

24

52

2. Fungsi Pembukaan UUD 1945

...........................

25
E. Tujuan Pembukaan UUD 1945

................................

25
F. Hubungan Pembukaan UUD 1945 Dengan Proklamasi
Kemerdekaan Negara RI 17 Agustus 1945 ..............
26
G. Hubungan Pembukaan UUD 1945 Dengan Dasar Negara
26
H. Hubungan Pembukaan UUD 1945 Dengan Negara RI
26
I. Hubungan Pembukaan UUD 1945 Dengan UUD 1945
26
BAB
27

IV KEDUDUKAN, FUNGSI DAN PERANAN PANCASILA


A. Kedudukan Pancasila

................................................

27
B. Fungsi dan Peranan Pancasila

...................................

27
1. Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa

..........

27
2. Pancasila sebagai dasar filsafat negara

.................

28
3. Pancasila sebagai ideologi negara (nasional) ........
30
4. Pancasila sebagai etika politik ............................
4. Pancasila sebagai etos budaya .............................
36
5. Pancasila sebagai paradigma dalam pembangunan
nasional
...............................................................
39
C. Implementasi Pancasila

..........................................

39
1. Implementasi atau aktualisasi Pancasila yang
objektif .................................................................
39
2. Implementasi atau aktualisasi Pancasila yang
subjektif ...............................................................
40

53

BAB
41

UNDANG-UNDANG DASAR 1945

.........................

A. Hukum Dasar Yang Tertulis (UUD)

.......................

41
1. Cara timbulnya UUD

.........................................

41
2. Motivasi timbulnya UUD

...................................

41
3. Fungsi UUD

...................................................

42
4. Kedudukan UUD

..............................................

42
5. Sifat-sifat atau ciri-ciri hukum dasar yang tertulis
.................................................................
42
B. Hukum Dasar Yang Tidak Tertulis

.......................

42
C. Arti Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) ....
43
1. Peranan UUD 1945

.......................................

43
2. Sistem Pemerintahan Negara Indonesia menurut
UUD 1945
....................................................
43
DAFTAR
45

PUSTAKA

...................................................

54

BAB I PENDAHULUAN
A. Rasionel Pendidikan Pancasila
Pada hakikatnya pendidikan adalah upaya sadar dari suatu
masyarakat dan pemerintah suatu negara untuk menjamin kelangsungan
hidup dan kehidupan generasi penerusnya, selaku warga masyarakat,
bangsa dan negara, secara berguna (berkaitan dengan kemampuan spiritual)
dan bermakna (berkaitan dengan kemampuan kognitif dan psikomotorik)
serta mampu mengantisipasi hari depan mereka yang senantiasa berubah
dan selalu terkait dengan konteks dinamika budaya, bangsa, negara dan
hubungan internasionalnya. Pendidikan Tinggi tidak dapat mengabaikan
realita kehidupan yang menglobal yang digambarkan sebagai perubahan
kehidupan yang penuh dengan paradoksal dan ketakterdugaan.
Kemampuan warga negara, suatu negara untuk hidup berguna dan
bermakna serta mampu mengantisipasi perkembangan, perubahan masa
depannya, sangat memerlukan pembekalan iptek dan seni (ipteks) yang
berlandaskan nilai-nilai keagamaan dan nilai-nilai budaya bangsa. Nilai-nilai
dasar negara tersebut akan menjadi panduan dan mewarnai keyakinan serta
pegangan hidup warga negara dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara.
Sejalan dengan hal tersebut visi dan misi Pendidikan Pancasila
diberikan kepada para mahasiswa sebagai calon ilmuwan warga negara
Republik Indonesia dapat di sampaikan sebagai berikut.

1. Visi dan Misi Matakuliah Pendidikan Pancasila

55

Visi Pendidikan Pancasila sebagai salah satu kelompok Matakuliah


Pengembangan Kepribadian (di samping Pendidikan Agama dan
Kewarganegaraan) diberikan di Perguruan Tinggi untuk menjadi sumber
nilai dan pedoman bagi penyelenggaraan program studi dalam
mengantarkan mahasiswa mengembangkan kepribadian.
Sedangkan misi Pendidikan Pancasila sebagai Matakuliah
Pengembangan Kepribadian diberikan di Perguruan Tinggi bertujuan
membantu mahasiswa agar mampu mewujudkan nilai dasar, menumbuhkan
kesadaran, sikap dan perilaku yang bersendikan nilai-nilai Pancasila sebagai
warga negara Republik Indonesia yang menguasai Iptek dan seni yang
dikuasainya dengan rasa tanggung jawab kemanusiaan. Kualitas warga
negara (utamanya mahasiswa) tergantung terutama kepada keyakinan dan
pegangan hidup mereka dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di
samping pada tingkat serta mutu penguasaannya tentang iptek dan seni.
Pancasila sebagai dasar negara dan pegangan hidup warga bangsa akan
benar-benar menjadi sikap dan perilaku warga negara bila mereka dapat
merasakan bahwa Pancasila adalah sesuatu yang paling sesuai dengan
kehidupan kesehariannya.

2. Kompetensi yang diharapkan


Secara umum kompetensi kelompok Matakuliah Pengembangan
Kepribadian bertujuan agar mahasiswa (sebagai warganegara Republik
Indonesia) menguasai kemampuan berpikir, bersikap rasional dan dinamis,
berpandangan luas sebagai manusia intelektual.
Dalam kaitannya dengan Pendidikan Pancasila: mengantarkan
mahasiswa memiliki kemampuan untuk mengambil sikap yang bertanggung
jawab sesuai dengan hati nuraninya; mengantarkan mahasiswa memiliki
kemampuan untuk mengenali masalah hidup dan kesejahteraan serta caracara pemecahannya; mengantarkan mahasiswa mampu mengenali
perubahan-perubahan dan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan
seni; mengantarkan mahasiswa memiliki kemampuan untuk memaknai
peristiwa sejarah dan nilai-nilai budaya bangsa untuk menggalang persatuan
Indonesia.

3. Tugas dan peranan ilmuwan


Ada 2 (dua) tugas dan peranan pokok dari ilmuwan. Pertama,
meletakkan komitmennya pada pemuliaan harkat dan martabat manusia.

56

Untuk itu dalam mengikuti perkembangan ilmu, kedalaman reflektif dan


ketajaman reseptif dituntut untuk dimiliki oleh para ilmuwan, dan secara
kreatif mampu menawarkan paradigma-paradigma baru guna menghadapi
sesuatu masalah yang timbul dalam masyarakat. Ilmuwan yang ideal adalah
ia yang hidup dan berada di tengah-tengah sesama manusia, tidak
menyendiri, menyepi di dalam tempat tinggalnya. Ia adalah orang yang
mempunyai sikap terbuka terhadap perkembangan yang aktual.
Kedua, di satu pihak menyadari keterbatasan dari keyakinan
ontologik, pilihan epistemologik dan ukuran axiologik yang melandasi
dirinya sebagai pengusaha ilmu, untuk menghindarkan diri dari
kecongkahan dan kerabunan intelektualnya; dan di lain pihak berani
menyingkap tabir manipulasi terhadap ilmunya untuk tujuan-tujuan
ekonomik, politik ataupun ideologik.
Pangkal-tolak dan parameter ilmuwan Indonesia dalam
melaksanakan tugas dan peranannya tersebut sebagai berikut:
Secara moril-etis Pancasila harus dipergunakan oleh para ilmuwan
Indonesia sebagai pangkal-tolak derivatif secara deduktif di satu pihak,
dan di lain pihak sebagai parameter induktif bagi setiap peristiwa
konkrit yang muncul sebagai akibat penerapan ilmu. Sebab Pancasila
bagi bangsa Indonesia merupakan komitmen filosofik yang
mengandung konsensus transenden yang menjanjikan adanya
kesatuan dan persatuan sikap dan pandangan untuk menuju hari depan
bangsa yang dicita-citakan (Pancasila sebagai postulat dalam pengusaha
ilmu).
Pancasila sebagai landasan ontologik atau sebagai postulat, kebebasan
yang kita dambakan adalah kebebasan yang mengandung unsur-unsur
religius, human, persatuan, musyawarah dan keadilan.
Bagi para ilmuwan di negara kita (Indonesia) di samping tugas dan
peranan yang dikemukakan di depan adalah merenungkan, menganalisis
proses pembangunan dari dalam sedemikian rupa sehingga dapat
mengurangi atau mengeliminasikan anti nilai yang tersembunyi dalam
setiap proses perubahan atau perkembangan masyarakat.
Sikap dan tanggung jawab profesional seorang ilmuwan tidak perlu
ditempatkan secara dikotomis bertentangan dengan sikap dan tanggung
jawab politik atau sosial. Kebenaran ilmiah, kejujuran intelektual adalah
kekuatan moral yang paling berharga untuk menunjang orientasi
terhadap kepentingan bangsa dan negara yang tengah membangun.
Para ilmuwan tidak perlu alergis terhadap apa yang disebut ideologi,
karena ideologi sanggup berperan sebagai kekuatan dan memberi
harapan yang efektif dikala suatu bangsa mengalami kesulitan atau
stagnasi dalam perjuangannya.

57

Pancasila sebagai komitmen filosofik dapat dipergunakan sebagai


postulat untuk melahirkan dan mengusahakan ilmu pengetahuan yang
berparadigma Indonesia.

B. Landasan dan Tujuan Pendidikan Pancasila


1. Landasan Pendidikan Pancasila
a. Landasan Historis
b. Landasan Kultural
c. Landasan Filosofis
d. Landasan Yuridis

2. Tujuan Pendidikan Pancasila


Pendidikan Pancasila bertujuan untuk menghasilkan peserta didik
dengan sikap dan perilaku :
Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
Berperikemanusiaan yang adil dan beradab
Mendukung persatuan bangsa
Mendukung kerakyatan yang mengutamakan kepentingan bersama di
atas kepentingan individu maupun golongan
Mendukung upaya untuk mewujudkan suatu keadilan sosial dalam
masyarakat.
Di samping itu melalui Pendidikan Pancasila, warga negara
Republik Indonesia diharapkan mampu memahami, menganalisis dan
menjawab masalah-masalah yang dihadapi oleh masyarakat bangsanya
secara berkesinambungan dan konsisten dengan cita-cita dan tujuan
nasional dalam Pembukaan UUD 1945.

58

C. Pembahasan Pancasila Secara Ilmiah

Pancasila sebagai pengetahuan ilmiah, tidak semata-mata sebagai


pengetahuan biasa.

Jenis pengetahuan menurut sifatnya dibedakan menjadi 2 (dua), yakni :


1. Pengetahuan a priori (pengetahuan yang terjadi secara serta
merta dalam diri subjek yang mengenal tanpa melalui
pengalaman)
2. Pengetahuan a posteriori (pengetahuan yang terjadi karena
berdasar pada pengalaman yang dikenal).

Pembagian pengetahuan menurut aras atau gradasinya, ada 4 tingkatan:


1. Pengetahuan pra ilmiah atau pengetahuan biasa (ordinary
knowledge,
common sense knowledge) adalah pengetahuan yang muncul karena
adanya kegiatan akal sehat manusia yang ingin mengenal dengan
diarahkan kepada kejadian-kejadian sehari-hari yang dapat
dipikirkan dan dipersepsi melalui pengalaman indera, dan atau dapat
dirasakan baik sengaja maupun tidak disengaja.
2. Pengetahuan ilmiah atau ilmu (Scientific knowledge, science) adalah
pengetahuan yang aras lebih tinggi dan sempurna, karena
pengetahuan ini telah memenuhi syarat-syarat dan sistematik tertentu
dan dengan cara berpikir yang khas, yaitu dengan metodologi
ilmiah.
3. Pengetahuan kefilsafatan atau filsafat (Philosophical knowledge)
adalah pengetahuan yang isinya mengenai hal-hal yang berupa sifat
dasar atau hakikat dari objek yang dipikirkan. Pengetahuan ini
muncul karena adanya aktivitas budi manusia dengan cara refleksi
dengan jalan analisa, pemahaman, deskripsi, penafsiran dan
spekulasi.
4. Pengetahuan ke-agamaan (Religious knowledge) adalah
pengetahuan yang terjadinya menggunakan alat keyakinan oleh
karena itu pengetahuan ini sifatnya dogmatik tradisional.
Pengetahuan ini pada dasarnya bertitik tumpu pada wahyu atau hal
lain yang bersifat religius yang diperoleh melalui keyakinan.

Syarat-syarat pengetahuan ilmiah : berobjek (objek material dan objek


formal), bermetode, bersistem dan bersifat universal.

Pengetahuan ilmiah juga dapat dibedakan menjadi 4 tingkatan:

59

1. Pengetahuan deskriptif (menjawab pertanyaan bagaimana)


2. Pengetahuan kausal (menjawab pertanyaan mengapa)
3. Pengetahuan normatif (menjawab pertanyaan ke mana)
4. Pengetahuan essensi (menjawab pertanyaan apa)

Pancasila sebagai pengetahuan ilmiah memenuhi 4 syarat pengetahuan


ilmiah tersebut.
1. Berobjek ------------ objek material (empiris maupun non-empiris)
objek forma (Yuridis Keneg., Filsafat, dsb)
2. Bermetode : Analitico Syntetic
Hermeneutika
3. Bersistem: Kelima sila Pancasila tersusun secara teratur dan
konsisten dalam satu kesatuan yang bulat dan utuh.
4. Bersifat Universisal : Unsur-unsur kelima sila Pancasila benar-benar
sesuai dengan kenyataan dan dapat berlaku secara umum tidak
terbatas oleh ruang dan waktu.

Penerapan jenis-jenis pengetahuan ilmiah terhadap Pancasila :


1. Pengetahuan deskriptif Pancasila, antara lain berkaitan dengan kajian
sejarah perumusan dan bentuk susunan Pancasila yang otentik,
kedudukan dan fungsi Pancasila.
2. Pengetahuan kausal Pancasila, antara lain berkaitan dengan kajian
proses kausalitas terjadinya Pancasila yang meliputi 4 kausa, yaitu:
kausa materialis, kausa formalis, kausa effisien, kausa finalis.
3. Pengetahuan normatif Pancasila : berkaitan dengan
pedomanpedoman, norma-norma hukum sebagai realisasi dan konkkritisasi nilainilai Pancasila.
4. Pengetahuan essensi Pancasila : berkaitan dengan inti mutlak atau
hakikat dari isi arti Pancasila.

Tingkatan pengetahuan deskriptif, kausal dan normatif dapat


dikelompokkan sebagai tingakatan pengetahuan ilmiah dalam
pembahasan Pancasila Yuridis Kenegaraan.

Tingakatan pengetahuan essensi merupakan pembahasan Filsafat


Pancasila.

60

BAB II PANCASILA
A. Pengertian Pancasila
1. Secara Etimologis
2. Secara Historis
3. Secara Terminologis

B. Asal Mula Pancasila


1. Asal mula yang langsung Pancasila
Rincian asal mula langsung Pancasila sebagai berikut:
a. Asal mula bahan (Kausa Materialis) : bangsa Indonesia sendiri
sebagai asal dari nilai-nilai Pancasila; Unsur-unsur Pancasila digali dari
bangsa indonesia yang berupa nilai-nilai adat-istiadat, kebudayaan serta
nilai-nilai religius yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari bangsa
Indonesia.
b. Asal mula bentuk (Kausa Formalis) : bentuk susunan dan
rumusan Pancasila dalam alinea IV Pembukaan UUD 1945 (Ir. Soekarno
bersama-sama Drs. Moh. Hatta serta anggota BPUPKI lainnya).
c. Asal mula tujuan (Kausa Finalis) : dijadikannya Pancasila sebagai
dasar filsafat negara Republik Indonesia.
d. Asal mula karya (Kausa Effisien) : kegiatan BPUPKI dalam
merumuskan Pancasila dan kegiatan PPKI (sebagai pembentuk negara)
dalam menetapkan dan mengesahkan Pancasila menjadi dasar negara
yang sah.

61

2. Asal mula yang tidak langsung Pancasila


Asal mula yang tidak langsung Pancasila adalah asal mula sebelum
Proklamasi Kemerdekaan. Asal mula tidak langsung Pancasila pada
hakikatnya bangsa Indonesia sendiri, atau dengan lain perkataan bangsa
Indonesia sebagai Kausa Materialis. Unsur-unsur nilai Pancasila sebelum
secara langsung dirumuskan menjadi dasar filsafat negara telah ada dan
tercermin dalam kehidupan sehari-hari bangsa Indonesia sebelum
membentuk negara (misalnya: nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai
persatuan, nilai kerakyatan dan nilai keadilan terkandung dalam pandangan
hidup masyarakat Indonesia sebelum membentuk negara, yaitu dalam nilai
adat-istiadat, nilai kebudayaan serta nilai-nilai religius yang hidup dalam
kehidupan sehari-hari).

C. Bentuk Susunan Pancasila


1. Sistematis hierarkhis piramidal
Artinya, susunan kelima sila Pancasila menunjukkan suatu
rangkaian urutan yang bertingkat. Urutan lima sila dalam Pancasila itu
menunjukkan rangkaian tingkat dalam luas dan isi sifatnya, yaitu tiaptiap sila dibelakang sila lainnya itu :
a. Lebih sempit luasnya akan tetapi lebih banyak isi sifatnya
b. Merupakan penjelmaan dan pengkhususan dari sila-sila di mukanya.
Dengan kata lain, rumusan hubungan kesatuan sila-sila Pancasila
yang bersifat sistematis hierarkhis piramidal, yaitu sila-sila yang di depan
sila lainnya mendasari, meliputi dan menjiwai sila-sila yang dibelakangnya;
atau sila-sila yang di belakang sila lainnya didasari, diliputi dan dijiwai silasila didepannya.
1

______________ 2,3,4,5

62

1 _____________ 2 ______________ 3,4,5


2,1 _____________ 3 ______________ 4,5
3,2,1 _____________ 4 _______________ 5
4,3,2,1 ____________ 5

2. Kesatuan majemuk tunggal bersifat organis


Arti susunan Pancasila terdiri atas lima sila yang merupakan satu
kesatuan yang majemuk tunggal bersifat organis : Pancasila terdiri atas lima
bagian atau sila yang (a) tidak terpisahkan satu sama lain dalam hal
kesatuannya; (b) masing-masing bagian mempunyai kedudukan dan fungsi
sendiri-sendiri; (c) berbeda namun tidak saling bertentangan; (d) antar
bagian saling melengkapi; (e) tidak boleh dilepas-pisahkan satu sama lain;
(f) bersatu untuk terwujudnya keseluruhan, dan keseluruhan membina
bagian-bagian. Dalam kesatuan ini tidak boleh satu sila pun ditiadakan,
merupakan satu kesatuan keseluruhan.
Dalam kesatuan Pancasila yang bersifat organis, sila-silanya
merupakan bagian yang tidak saling bertentangan, semua sila bersamasama menyusun satu kesatuan, dan tiap sila merupakan bagian yang
mutlak. Jika dihilangkan satu sila, hilanglah fungsi Pancasila itu.
Sebaliknya jika salah satu sila dilepas dari kesatuannya tidak berhubungan
dengan yang lainnya, maka sila itu kehilangan kedudukan dan fungsinya
karena tidak berarti jika tidak berada dalam satu kesatuan. Fungsi masingmasing sila adalah sebagai berikut :
Sila I berfungsi sebagai : moral negara
Sila II berfungsi sebagai : moral negara
Sila III berfungsi sebagai : dasar negara
Sila IV berfungsi sebagai : sistem negara
Sila V berfungsi sebagai : tujuan negara
Fungsi masing-masing sila ini tak dapat dipisah-pisahkan, semua
merupakan kesatuan sebagai ideologi negara atau filsafat negara.
Lima fungsi tiap sila Pancasila dapat dikelompokkan menjadi dua
hal, yakni : fungsi sila I dan sila II merupakan satu kesatuan yang erat
sebagai bagian dari Pancasila berfungsi sebagai fundamen moral negara.
Sedangkan fungsi sila III, sila IV dan sila V ketiganya merupakan satu

63

kesatuan berfungsi sebagai fundamen politik negara. Hubungan kedua


fungsi itu: Fundamen moral negara menjiwai fundamen politik negara,
atau fundamen politik negara dijiwai oleh fundamen moral negara.

Hubungan Antara Fundamen Moral Negara (FMN) dan Fundamen Politik


Negara (FPN):
Ketuhanan Yang Maha Esa
Kemanusiaan yang adil dan beradab

FMN
(Sbg Moral

Neg.)
(Terkandung 3 hukum : hukum Tuhan,
hukum kodrat, hukum etik)
Menjiwai
(4)
Fundamen Politik Negara
(FPN)
Pokok Pikiran
Persatuan (1)
(Sila I)
Sbg. Dasar
Negara
Negara

Kerakyatan, Permusyawaratan
Perwakilan (3)
(Sila IV)
Sebagai Sistem Negara

Pokok Pikiran
Keadilan Sosial (2)
(Sila V)
Sbg. Tujuan

3. Susunan yang saling mengkualifikasi (mengisi)


Artinya setiap sila Pancasila :
Mengandung empat sila lainnya
Dikualifikasi oleh empat sila lainnya, maka
a. Sila I juga mengandung Sila-sila II, III, IV, V

64

b. Sila II juga mengandung Sila-sila I, III, IV, V


c. Sila III juga mengandung Sila-sila I, II, IV, V
d. Sila IV juga mengandung Sila-sila I, II, III, V
e. Sila V juga mengandung Sila-sila I, II, III, IV
Pemahaman pengertian Pancasila sebagaimana di atas, sekaligus
memberikan pengertian bahwa Pancasila juga merupakan sistem nilai bagi
bangsa dan negara Indonesia dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara.
Pengertian sistem: satu keseluruhan yang terdiri dari aneka bagian
yang bersama-sama merupakan satu kesatuan, satu keseluruhan yang
bagian-bagiannya mempunyai hubungan satu dengan lainnya; tiap bagian
merupakan tatarakit yang teratur. Tata rakit ini adalah sesuai, selaras
dengan dengan tata rakit keseluruhan.
Jadi suatu sistem harus memenuhi 5 (lima) persyarakat sebagai
berikut :
Merupakan satu kesatuan
Merupakan tata yang konisteen & koheren tidak mengandung
kontradiksi
Ada kaitan antara bagian yang satu dengan yang lain
Ada kerjasama yang serasi & seimbang
Segala sesuatunya mengabdi kepada tujuan yang satu, yaitu tujuan
bersama.

D. Landasan Antropologi Pancasila


Sebagaimana dikemukakan Notonagoro bahwa landasan
antropologi Pancasila: manusia merupakan makhluk yang
monopluralis. Artinya, manusia terdiri dari berbagai unsur (serba dimensi)
tetapi tetap merupakan satu kesatuan yang utuh. Unsur itu menyangkut
taraf yang berjenjang maupun bertingkat dan berstruktur biupolaritas.
Manusia yang serba dimensi itu merupakan makhluk Tuhan, makhluk
pribadi dan sekaligus makhluk sosial.
Dasar pandangan dalam Pancasila berpusat pada manusia sebagai
makhluk Tuhan yang hidup bersama-sama dengan manusia lainnya. Dunia
infrahuman diartikan dan diakui nilainya dalam hubungan dengan manusia.
Bersama dengan itu manusia dalam struktur terbuka bagi dimensi

65

transenden dan menunjukkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dengan kata
lain, Pancasila adalah filsafat tentang kodrat manusia. Dalam Pancasila
tersimpul hal yang asasi tentang manusia yang merupakan keluhuran harkat
dan martabatnya. Pancasila memperoleh dasarnya pada eksistensi manusia
sebagai manusia, lepas dari kehidupan tertentu. Drijarkara menyebut,
bahwa Pancasila adalah inheren (melekat) pada kodrat manusia sebagai
qua-talis (sebagai manusia). Sebab itu Pancasila mencerminkan nilai
kodrat yang fundamental sifatnya, dan bukan sekadar perwujudan konkrit
yang mengungkapkan kode atau kebiasaan sehari-hari. Dengan kata lain,
Pancasila merupakan eksplisitasi pribadi, harkat dan martabat manusia
secara total yang mengandung berbagai unsur dalam dirinya antara
individualitas dan sosialitas, materialitas dan spiritualitas, transendensi dan
immanensi, otonomi dan korelasi. Pancasila memandang, bahwa berbagai
aspek itu tidak dipandang secara sektoral dalam salah satu kehidupan,
tetapi secara integral dipandang sebagai keseluruhan hal yang membentuk
keutuhan pribadi manusia.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan, bahwa manusia
seutuhnya merupakan kata kunci untuk dapat memahami arti-makna
Pancasila sebagai ideologi pembangunan serta tujuan jangka panjang yang
hendak dicapai bersama. Ideologi pembangunan yang mengandung corak
antroposentrik dalam arti manusia yang berada pada tempat yang sentral
sebagi subjek dan sekaligus objek pembangunan.
Gambaran hakikat manusia monopluralis dari Notonagoro :

Susunan
kodrat

Jasmani
(tubuh)

: unsur anorganis
unsur vegetatif
unsur animal

Jiwa

: akal
rasa
karsa

Monodualis
M
o

Makhluk Individu
Hakikat
Manusia

Sifat
kodrat

n
o
Monodualis

Makhluk Sosial

p
l
u

Makhluk Berdiri Sendiri

66

Kedudukan
kodrat

Monodualis

Makhluk Tuhan

i
s

BAB III PEMBUKAAN UUD 1945


A. Makna Alinea-alinea Pembukaan UUD 1945
Alinea Pertama
Alinea Kedua
Alinea Ketiga
Alinea Keempat

B. Pokok-pokok Pikiran yang Terkandung Dalam


Pembukaan UUD 1945

Pokok pikiran I : persatuan. Menurut pokok pikiran ini, negara


melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia, dengan berdasar atas persatuan, dan dengan mewujudkan
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Pokok pikiran II : keadilan sosial. Menurut pokok pikiran ini,


negara hendak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat.

Pokok pikiran III : kedaulatan rakyat. Menurut pokok pikiran


ini, negara yang berkedaulatan rakyat berdasar atas kerakyatan dan
permusyawaratan perwakilan.

Pokok pikiran

IV : ketuhanan dan kemanusiaan. Menurut

pokok pikiran ini, negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa
menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
Pokok pikiran I, II, III dalam satu kesatuan merupakan fondamen
politik negara. Sedang pokok pikiran IV merupakan Fondamen moral

67

negara. Pokok pikiran IV merupakan landasan kejiwaan yang menjiwai


hukum dasar negara dan segala kehidupan kenegaraan. Fondamen moral
negara menjiwai fondamen politik negara. Fondamen politik negara dijiwai
oleh fondamen moral negara. Antara fondamen moral negara dengan
fondamen politik negara terjalin hubungan secara harmonis, tak dapat
dipisahkan satu sama lain, dan merupakan satu kesatuan sebagai dasar
filsafat negara.

C. Hakikat Pembukaan UUD 1945


1. Sebagai tertib hukum atau legaal order (tertinggi)
di Indonesia;
2. Ssebagai Pokok Kaidah Fundamental Negara atau
staatsfundamentalnorm yang tertulis;
3. Tetap terlekat pada kelangsungan hidup Negara
(Republik Indonesia) Proklamasi 17 Agustus 1945.

1. Pembukaan UUD 1945 sebagai Tertib Hukum atau Legaal Order


(Tertinggi) di Indonesia.
Yang dimaksud dengan tertib hukum atau legaal order ialah
kesatuan keseluruhan dari rangkaian peraturan-peraturan hukum (di
Indonesia). Suatu tertib hukum harus memenuhi 4 (syarat) , yaitu : (a)
adanya kesatuan subjek (penguasa) yang mengadakan peraturanperaturan hukum; (b) adanya kesatuan asas kerokhanian yang menjadi
dasar keseluruhan peraturan-peraturan hukum; (c) adanya kesatuan
daerah (tempat) berlakunya keseluruhan peraturan-peraturan hukum;
(d) adanya kesatuan waktu (saat) berlakunya keseluruhan peraturanperaturan hukum.

Pembukaan UUD 1945 memenuhi syarat sebagai tertib hukum,


buktinya :
a. Adanya kesatuan subjek (penguasa) yang mengadakan peraturanperaturan hukum. Hal ini dengan adanya suatu Pemerintahan Negara
Republik Indonesia (Pembukaan UUD 1945 alinea IV).
b. Adanya kesatuan asas kerokhanian yang menjadi dasar
keseluruhan peraturan-peraturan hukum yang merupakan sumber dari
segala sumber hukum. Hal ini terpenuhi oleh adanya dasar filsafat

68

negara Pancasila sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945


alinea IV.
c. Adanya kesatuan daerah (tempat) berlakunya keseluruhan
peraturan- peraturan hukum. Hal ini terpenuhi oleh kalimat seluruh
tumpah darah Indonesia sebagaimana tercantum dalam alinea IV
Pembukaan UUD 1945.
d. Adanya kesatuan waktu (saat) berlakunya
keseluruhan
peraturan-peraturan hukum. Hal ini terpenuhi dengan penyebutan
kalimat disusunlah kemerdekaan Indonesia itu dalam suatu Undangundang Dasar Negara Indonesia dalam alinea IV Pembukaan UUD
1945. Hal ini menunjukkan saat mulai berdirinya negara Republik
Indonesia yang disertai dengan suatu tertib hukum sampai seterusnya
selama kelangsungan hidup Negara Republik Indonesia.

Pembukaan UUD 1945 dalam tertib hukum Indonesia mempunyai 2


(dua) kedudukan: (1) menjadi dasarnya tertib hukum Indonesia sebab
Pembukaan UUD 1945 lah yang memberi faktor-faktor mutlak bagi
adanya tertib hukum Indonesia, yaitu memenuhi empat syarat bagi
adanya suatu tertib hukum; (2) memasukkan diri di dalamnya sebagai
ketentuan hukum yang tertinggi sesuai dengan kedudukannya sebagai
asas hukum dasar negara dan menentukan adanya tertib hukum
Indonesia.

2. Pembukaan UUD 1945 Sebagai Pokok Kaidah Fundamental


Negara atau Staatsfundamentalnorm.
Yang dimaksud dengan pokok kaidah fundamental negara atau
staatsfundamentalnorm ialah ketentuan hukum tertinggi sebagai
landasan hukum yang terpokok dan merupakan dasar-dasar pokok bagi
suatu undang-undang dasar.

Pokok Kaidah Fundamental Negara atau Staatsfundamentalnorm dapat


dibedakan menjadi 2 (dua) macam, yaitu : (a) pokok kaidah
fundamental negara atau staatsfundamentalnorm yang tertulis; (b)
pokok kaidah fundamental negara atau staatsfundamentalnorm yang
tidak tertulis.

Pokok Kaidah Fundamental Negara atau Staatsfundamentalnorm yang


tertulis menurut ilmu hukum tata negara memiliki beberapa unsur atau
syarat-syarat mutlak, antara lain dapat dirinci sebagai berikut :
a. Dari segi terjadinya : ditentukan oleh pembentuk negara dan
terjelma dalam suatu pernyataan lahir sebagai penjelmaan kehendak

69

pembentuk negara, untuk menjadikan hal-hal tertentu sebagai dasardasar bagi negara yang dibentuknya.
b. Dari segi isinya : memuat dasar-dasar negara yang dibentuknya
meliputi dasar kerokhanian negara, dasar politik negara, dasar tujuan
negara, cita-cita abadi kenegaraan dan kebangsaan, bentuk negara, dan
ketentuan diadakannya undang-undang dasar negara.

Pembukaan UUD 1945 memenuhi syarat sebagai Pokok Kaidah


Fundamental Negara atau Staatsfundamentalnorm yang tertulis.
Buktinya, ditinjau :
a. Dari segi terjadinya : Pembukaan UUD 1945 ditentukan oleh PPKI
selaku kuasa pembentuk negara republik Indonesia melalui penetapan
Pembukaan UUD 1945 pada tanggal 18 Agustus 1945.
b. Dari segi isinya : Pembukaan UUD 1945 memuat ketentuan
tentang dasar-dasar negara yang dibentuknya, yaitu (1) dasar
kerokhanian negara Pancasila; (2) dasar politik negara yaitu republik
yang berkedaulatan rakyat; (3) tujuan negara, yaitu melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, ikut
melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi dan keadilan sosial; cita-cita abadi kenegaraan dan kebangsaan,
yaitu terwujudnya negara Indonesia yang merdeka, berdaulat, bersatu,
adil dan makmur; (4) bentuk negara, yaitu negara republik kesatuan
atau unitaris; (5) ketentuan diadakannya UUD tertuang pada kalimat
disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu UUD
negara Indonesia.

3. Pembukaan UUD 1945 Tetap Terlekat Pada Kelangsungan Hidup


Negara (Rebuplik Indonesia) Proklamasi 17 Agustus 1945.
a. Menurut tata hukum suatu peraturan hukum hanya dapat diubah
atau dihapus oleh badan yang membentuknya, atau badan lain
yang lebih tinggi kedudukannya dari badan tersebut (yang
membentuknya). Pembukaan UUD 1945 ditetapkan oleh PPKI atas
kuasa pembentuk negara. Pada hal kini PPKI sudah bubar, dan badan
lain yang lebih tinggi daripada PPKI tidak ada. Oleh karena itu, tidak
ada badan yang berwenang mengubah atau menghapus Pembukaan
UUD 1945. Dengan kata lain, Pembukaan UUD 1945 sebagai Pokok
Kaidah Fundamental Negara dari segi terjadinya ditentukan oleh
pembentuk negara, yaitu suatu lembaga yang menentukan dasar-dasar
mutlak negara, bentuk negara, tujuan negara, kekuasaan negara bahkan

70

yang menentukan dasar filsafat negara Pancasila. Setelah negara


terbentuk semua penguasa negara adalah alat perlengkapan negara yang
kedudukannya lebih rendah daripada pembentuk negara. Oleh karena
itu semua ketentuan hukum yang merupakan produk dari alat
perlengkapan negara pada hakikatnya di bawah pembentuk negara dan
tidak berhak meniadakan Pembukaan UUD 1945 sebagai Pokok Kaidah
Fundamental Negara.
b. Pembukaan UUD 1945 pada hakikatnya sebagai tertib hukum yang
tertinggi di Negara Republik Indonesia. Menurut ilmu hukum tata
negara, secara yuridis suatu ketentuan hukum di bawah
Pembukaan UUD 1945 tidak dapat meniadakan Permbukaan UUD
1945. Selain itu karena dalam Pembukaan UUD 1945 terkandung
syarat-syarat mutlak bagi adanya suatu tertib hukum di Indonesia.
Konsekuensinya Pembukaan UUD 1945 mempunyai kedudukan yang
tetap dan terlekat pada negara dan secara hukum tidak dapat diubah.
c. Selain dari segi yuridis formal Pembukaan UUD 1945 tidak dapat
diubah, secara material pun Pembukaan UUD 1945 tidak dapat diubah
atau
dihapus. Sebab Pembukaan UUD 1945 merupakan satu
rangkaian kesatuan dengan Proklamasi Kemerdekaan Negara Indonesia
17 Agustus 1945 (kelahiran Negara Republik Indonesia yang hanya satu
kali terjadi). Apa yang terjadi pada saat Proklamasi Kemerdekaan hanya
terjadi satu kali, tak dapat terulang kembali, terikat dan terlekat pada
bangsa pada saat itu, dan terlekat pada Tuhan karena Proklamasi
Kemerdekaan itu atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa. Dengan
demikian secara material Pembukaan UUD 1945 tidak dapat diubah dan
dihapus.

D. Kedudukan dan Fungsi Pembukaan UUD 1945


1. Kedudukan Pembukaan UUD 1945:

Sebagai pernyataan kemerdekaan yang terperinci


Mengandung dasar, rangka dan suasana bagi negara dan hukum
Indonesia
Memuat sendi-sendi mutlak bagi kehidupan negara

71

Mengandung pengakuan atas adanya macam-macam hukum: nilai-nilai


hukum Tuhan, hukum kodrat, hukum etis, hukum filosofi.

Alinea I
Hukum

Hukum Kodrat

Sumber

Hukum Etis
Alinea II

Cita-cita Kemerdekaan

dan

Alinea III

Hukum Tuhan
Hukum Etis

Sumber

Nilai
Alinea IV
Bentuk

Hukum Filosofis
(Pancasila)

Pelaksanaan
Negara
Indonesia

Hukum Positif
dan
Pelaksanaannya

Sumber
dan Sifat
Pelaksana
Negara
Indonesia

2. Fungsi Pembukaan UUD 1945 :

Merupakan suasana kebatinan dari UUD 1945


Mewujudkan cita-cita hukum yang menguasai hukum dasar negara
Merupakan sumber semangat bagi UUD 1945:
Semangat persatuan
Semangat keadilan sosial
Semangat kerakyatan yang berdasar atas permusyawaratan/
perwakilan (menegakkan demokrasi)
Semangat memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur
Semangat memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur.
E. Tujuan Pembukaan UUD 1945

Mempertanggungjawabkan pernyataan kemerdekaan

72

Menetapkan cita-cita kemerdekaan


Menegaskan kemerdekaan menjadi permulaan dan dasar hidup
Menegaskan Pancasila sebagai pedoman dan pegangan.

F. Hubungan Pembukaan UUD 1945 Dengan Proklamasi


Kemederkaan Negara Republik Indonesia 17 Agustus 1945

Pembukaan UUD 1945 sebagai pernyataan kemerdekaan yang


terperinci
Pembukaan UUD 1945 mengandung cita-cita luhur Proklamasi
Kemerdekaan
Pembukaan UUD 1945 merupakan satu rangkaian dengan Proklamasi
Kemerdekaan
Proklamasi Kemerdekaan diwujudkan dalam pernyataan kemerdekaan
yang berbentuk Pembukaan UUD 1945.
G. Hubungan Pembukaan UUD 1945 Dengan Dasar Negara

Pembukaan UUD 1945 memuat Pancasila sebagai dasar negara


Eksistensi Pancasila sebagai dasar negara secara formal ditentukan oleh
Pembukaan UUD 1945
Inti Pembukaan UUD 1945 adalah Pancasila
H. Hubungan Pembukaan UUD 1945 Dengan
Negara Republik Indonesia

Alinea I, II dan III Pembukaan UUD 1945 merupakan sejumlah


pernyataan yang mendahului terbentuknya Negara Indonesia
Pernyataan Kemerdekaan Negara Indonesia secara rinci terkandung di
dalam Pembukaan UUD 1945
Pembukaan UUD 1945 merupakan Pokok Kaidah Fundamental Negara
bagi Negara Indonesia.
I. Hubungan Pembukaan UUD 1945 Dengan UUD 1945

73

Alinea I, II dan III Pembukaan UUD 1945 tidak mempunyai hubungan


kausal dan organis dengan UUD 1945
Alinea IV Pembukaan UUD 1945 mempunyai hubungan kausal dan
organis dengan UUD 1945
Pembukaan UUD 1945 merupakan dasar dan sumber hukum bagi
batang tubuh atau isi UUD 1945
Pasal-pasal UUD 1945 merupakan penjelmaan pokok-pokok pikiran
UUD 1945
UUD 1945 menciptakan pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam
pembukaan UUD 1945 dalam pasal-pasal UUD 1945.

BAB IV KEDUDUKAN, FUNGSI DAN


PERANAN PANCASILA
A. Kedudukan Pancasila
Pancasila mempunyai kedudukan yang bersifat tetap tidak berubah
sepanjang masa, kuat dan terlekat pada kehidupan bangsa dan negara
Indonesia. Apabila Pancasila itu tercantum di dalam Pembukaan UUD 1945
yang dengan jalan hukum tak dapat diubah. Atas dasar itu maka kedudukan
Pancasila itu bersifat abadi bagi bangsa dan negara Indonesia.

B. Fungsi dan Peranan Pancasila


Pancasila mempunyai berbagai fungsi dan peranan, antara lain : (1)
sebagai pandangan hidup bangsa, yakni Pancasila dipakai sebagai petunjuk
hidup sehari-hari; (2) dasar filsafat negara, yakni Pancasila dipakai sebagai
landasan penyelenggaraan pemerintahan negara; (3) ideologi negara
(nasional), yakni Pancasila merupakan cita-cita yang ingin diwujudkan oleh
negara; (4) etika politik di Indonesia; (5) etos budaya; (6) sebagai
paradigma pembangunan nasional.

1. Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa

74

a. Arti Pandangan Hidup dan Fungsinya :

Arti Pandangan hidup : wawasan menyeluruh terhadap


kehidupan yang terdiri dari kesatuan rangkaian nilai-nilai luhur.
Nilai luhur : tolok ukur kebaikan yang berkenaan dengan hal-hal yang
bersifat mendasar dan abadi dalam hidup manusia.

Fungsi Pandangan Hidup sebagai kerangka acuan untuk


:

Menata kehidupan diri pribadi


Menata hubungan antar manusia dengan masyarakat
Menata hubungan antar manusia dengan alam sekitar

Pandangan hidup masyarakat berproses secara dinamis sehingga


mewujudkan Pandangan hidup bangsa.

b. Arti Pandangan Hidup Bangsa dan Urgensinya :

Arti Pandangan hidup bangsa : kristalisasi dan institusionalisasi


nilai-nilai luhur yang dimiliki oleh suatu bangsa, yang diyakini
kebenaran dan ketepatan serta kemanfaatannya bagi bangsa,
menimbulkan tekad untuk mewujudkannya dalam bentuk sikap,
perilaku dan perbuatan.

Dalam Pandangan hidup bangsa terkandung :

konsepsi dasar mengenai kehidupan yang dicita-citakan


dasar pikiran yang terdalam
wujud kehidupan yang dianggap baik

Urgensi Pandangan hidup bangsa. Dengan pandangan hidup


suatu bangsa akan :
memandang persoalan yang dihadapinya
menentukan arah serta cara memecahkan persoalan

75

tidak terombang-ambing dalam menghadapi persoalan


memiliki pedoman dan pegangan dalam memecahkan masalah
membangun dirinya

Berdasarkan arti pandangan hidup bangsa dan urgensinya


tersebut, berarti pula :
1) Pancasila merupakan cita-cita moral bangsa (Indonesia)
yang memberikan pedoman dan kekuatan rokhaniah bagi bangsa untuk
berperilaku dengan baik dan benar.

2) Pancasila sebagai perjanjian luhur bangsa Indonesia.


Maksudnya, Pancasila merupakan suatu kesepakatan yang mempunyai
makna dan nilai yang sangat tinggi, karenanya senantiasa dihormati dan
dijunjung tinggi, tidak boleh disimpangi, dan bersifat imperatif.
Pancasila yang tercantum dalam alinea IV Pembukaan UUD 1945
merupakan hasil kesepakatan PPKI yang mewakili seluruh bangsa
Indonesia, merupakan hasil konsensus nasional, sehingga Pancasila
merupakan perjanjian luhur bangsa Indonesia.

2. Pancasila Sebagai Dasar Filsafat Negara


a. Pengertian Dasar Negara : alas atau fondamen yang menjadi
tumpuan dan memberi kekuatan kepada berdirinya negara. Di atas
landasan atau fondamen itulah negara didirikan, ditegakkan dan
dipertahankan.
Dasar Negara itu berasal dari Pandangan Hidup Bangsa yang
bersangkutan. Setelah berdirinya negara Pandangan Hidup Bangsa
menjadi Pandangan Hidup Negara.
Di dalam dasar negara itu terkandung prinsip-prinsip dasar yang
menjadi induk, pangkal tolak dan pengontrol jalannya pemerintahan
dan kehidupan negara serta kehidupan warga negaranya.

b. Dasar Negara Pancasila :

76

Negara Indonesia didirikan di atas satu landasan atau asas atau


fondamen adalah Pancasila
Fungsi Pancasila sebagai Dasar Negara :
Pancasila merupakan sumber kaidah hukum konstitusional yang
mengatur negara Republik Indonesia beserta seluruh unsurunsurnya (rakyat, wilayah dan pemerintah)
Pancasila merupakan landasan penyelenggaraan negara dan
kehidupan negara Republik Indonesia.

c. Implikasi Dasar Negara Pancasila. Sebagai Dasar Negara,


Pancasila :
Mempunyai kekuatan mengikat secara hukum
Terkait dengan struktur kekuasaan secara formal
Meliputi suasana kebatinan atau cita-cita hukum yang menguasai
hukum dasar negara.
Suasana kebatinan atau cita-cita hukum tersebut terangkum dalam 4
(empat) pokok pikiran (PP) Pembukaan UUD 1945.

PP I : negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh


tumpah darah Indonesia dengan berdasar atas Persatuan dan
mewujudkan Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
--------- Negara Kesatuan/Persatuan.
PP II : negara hendak mewujudkan Keadilan Sosial bagi
seluruh rakyat ----------------- Negara Berkeadilan Sosial.
PP III : negara yang Berkedaulatan Rakyat berdasar atas
kerakyatan dan permusyawaratan perwakilan
----------Negara Berkedaulatan Rakyat.
PP IV : negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa
menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab ----------Negara ber-Ketuhanan.

Pokok Pikiran Pembukaan UUD 1945 pada hakikatnya


sama dengan Pancasila.

77

Pokok Pikiran Pembukaan UUD 1945


dijelmakan

Pasal-pasal UUD 1945

dijabarkan
Peraturan-peraturan Hukum dan atau Peraturan Perundangan lainnya,
seperti: TAP MPR, UU. PERPU, PP, KEPPRES, PERDA dan peraturanperaturan pelaksana lainnya yang bersifat operasional.

3. Pancasila Sebagai Ideologi Negara (Nasional)


a. Pengertian Ideologi

Secara etimologis (ditinjau dari arti kata) :


Istilah ideologi berasal dari kata eidos = ide atau cita-cita atau
gagasan; dan logos = ilmu. Jadi ideologi dapat diartikan ilmu tentang
cita-cita, gagasan atau buah pikiran.

Secara terminologis :

Ideologi diartikan sebagai pemikiran yang mengandung


pemikiran-pemikiran besar mengenai sejarah, manusia,
masyarakat dan negara (ideologi : Weltanschauung).
Ideologi diartikan sebagai pemikiran yang tidak memperhatikan
kebenaran internal dan kenyataan empiris, ditujukan dan
tumbuh berdasarkan pertimbangan kepentingan, mengarah pada
tindakan; dan karena itu ideologi cenderung bersifat tertutup.
Ideologi merupakan suatu belief system dan karena itu
berbeda dengan ilmu, filsafat atau teologi yang secara formal

78

merupakan suatu knowledge system,


sistematis, dan kritis.

bersifat refleksif,

Dalam hubungannya dengan negara, ideologi dapat


diartikan :

Konsensus tentang nilai-nilai dasar suatu masyarakat yang


bernegara.
Kesatuan gagasan-gagasan dasar yang disusun secara sistematis
dan menyeluruh tentang manusia dan kehidupannya, termasuk
hidup bernegara.

b. Unsur-unsur yang terkandung dalam Ideologi :


Interpretasi, preskripsi (seperangkat nilai), dan retorika (orientasi pada
tindakan) :
Adanya suatu penafsiran atau pemahaman
terhadap
kenyataan.
Setiap ideologi memuat seperangkat nilai-nilai atau suatu
preskripsi moral.
Memuat suatu orientasi pada tindakan (retorika), ideologi
merupakan suatu pedoman kegiatan untuk mewujudkan nilainilai yang termuat di dalamnya. Pemahaman terhadap kenyataan
tidak bertujuan untuk memberi informasi dan menjelaskan,
tetapi agar sesuatu dikerjakan, yaitu mentransformasi dunia.
Keyakinan, mitos, dan loyalitas :
Unsur keyakinan : setiap ideologi selalu memuat konsep-konsep
dasar yang menggambarkan seperangkat keyakinan yang
diorientasikan kepada tingkah-laku para pendukungnya untuk
mencapai suatu tujuan yang dicita-citakan.
Unsur mitos : setiap ideologi selalu memitoskan suatu ajaran
dari seseorang atau suatu badan sebagai kesatuan, yang secara
fundamental mengajarkan suatu cara bagaimana sesuatu hal
yang ideal itu pasti akan dapat dicapai.
Unsur loyalitas : setiap ideologi selalu menuntut adanya
loyalitas serta keterlibatan optimal para pendukungnya. Untuk
mendapatkan derajat penerimaan optimal, dalam ideologi
terkandung juga adanya tiga sub-unsur, yaitu : rasional,
penghayatan dan susila.

79

c. Dimensi-dimensi Ideologi :
Dimensi realita, idealisme, dan fleksibelitas (menurut Alfian).
Dimensi teleologis, etis, dan integral-integratif (menurut Soerjanto
Poespowardojo).
d. Fungsi Ideologi :
Distorsi (pada Karl Marx)
Legitimasi (pada Max Weber)
Integrasi dan identitas (pada Geertz)
Orientasi dasar
Membentuk identitas
Solidarity making (mengatasi konflik atau ketegangan sosial)
Futuristik
e. Ideologi Negara Pancasila
Ideologi sebagai
pandangan hidup bangsa yang dikembangkan
berdasarkan kepentingan tertentu mempunyai nilai-nilai bersifat tetap
dan juga mampu berkembang secara dinamis. Jadi ideologi negara
Pancasila merupakan pandangan hidup bangsa Indonesia yang
dikembangkan berdasarkan kepentingan tertentu negara Indonesia.
Pancasila sebagai ideologi negara atau nasional ada yang bersifat
tertutup (mempunyai nilai-nilai bersifat tetap) dan terbuka (bersifat
dinamis).
Nilai-nilai yang bersifat tetap disebut nilai-nilai dasar, antara
lain berupa: asas, cita-cita, tujuan.
Nilai-nilai yang bersifat dinamis disebut nilai-nilai
instrumental, antara lain berupa : arahan, kebijakan, strategi
sasaran dan pelaksanaan.
Kegiatan ideologi dapat meliputi beberapa bidang/aspek kehidupan
bangsa dan negara, yaitu :
Bidang politik/kenegaraan
Bidang keagamaan dan kepercayaan
Bidang ekonomi
Bidang sosial-budaya

Implikasi Pancasila Sebagai Ideologi Terbuka :


Pancasila sebagai ideologi terbuka nilai-nilai dasarnya tetap tidak
boleh berubah sepanjang masa. Namun nilai-nilai instrumentalnya
(pengembangan dan pengalaman) dapat berubah sesuai dengan

80

keadaan dan perkembangan jaman. Akan tetapi perubahan-perubahan


itu tentu tidak boleh menyimpang dari nilai-nilai dasarnya. Sifat dinamis
dan inovatif nilai-nilai instrumental memungkinkan Pancasila dapat
senantiasa adaptasi dan mengikuti perkembangan jaman tanpa
meninggalkan prinsip-prinsip dasarnya.
f. Kajian Perbandingan Ideologi-ideologi Negara
1) Liberalisme
Nilai tertinggi manusia adalah perkembangan dan kebahagiaan individu
------- individualisme
Kebebasan individu adalah nilai tertinggi
Masyarakat semata-mata merupakan sarana bagi individu untuk
mencapai tujuannya. Masyarakat sekedar melayani individu
Mengharapkan bahwa kebudayaan dan kesejahteraan masyarakat akan
maju bila bakat-bakat dan tenaga individu semakin dibiarkan
berkembang dengan bebas
Negara harus melindungi kebebasan individu-individu dan kelompokkelompok dalam masyarakat. Kekuasaan negara harus dibatasi secara
ketat
Di bidang ekonomi, liberalisme melahirkan sistem kapitalisme yang
berdasarkan pada kebebasan untuk berusaha dan bersaing satu sama
lain.
Ciri-ciri Ideologi Liberal :
Demokrasi merupakan bentuk pemerintahan yang lebih baik.
Anggota masyarakat memiliki kebebasan intelektual penuh, termasuk
kebebasan berbicara, kebebasan beragama dan kebebasan pers.
Pemerintahan hanya mengatur kehidupan masyarakat secara terbatas.
Keputusan yang dibuat hanya sedikit untuk rakyat sehingga rakyat
dapat belajar membuat keputusan untuk diri sendiri.
Kekuasaan seseorang terhadap orang lain merupakan hal yang buruk.
Oleh karena itu, pemerintahan dijalankan sedemikian rupa sehingga
penyalahgunaan kekuasaan dapat dicegah. Pendek kata, kekuasaan
dicurigai sebagai cenderung disalahgunakan, dan karena itu sejauh
mungkin dibatasi.
Suatu masyarakat dapat dikatakan berbahagia apabila setiap individu
atau sebagian terbesar individu berbahagia. Kalau masyarakat secara
keseluruhan berbahagia, kebahagiaan besar individu belum tentu
maksimal.

81

2) Konservatisme
Konservatisme adalah ideologi yang muncul sebagai reaksi atas paham
liberal. paham ini muncul dipelopori oleh golongan feodal untuk
menghadapi kekuasaan persuasive liberalisme (karena liberalisme
dipandang menggoncangkan struktur masyarakat feodal yang mapan).
Menurut paham konservatif, liberalisme merupakan paham yang terlalu
individualistis karena memandang masyarakat terdiri atas individu atau
gabungan individu.
Menurut paham konservatif, masyarakat dan kelompok masyarakat
yang lain tidak sekadar penjumlahan unsur-unsurnya; dan suatu
kelompok lebih dapat menciptakan kebahagiaan yang lebih besar
daripada yang dapat diciptakan oleh anggota masyarakat secara
individual.
Menurut penilaian paham konservatif, liberalisme cenderung
menimbulkan sejumlah individu yang hidupnya lebih baik tetapi tidak
peduli pada keadaan sekitarnya.
Gejala-gejala yang Menandai Paham Konservatif :
Masyarakat yang terbaik adalah masyarakat yang tertata dan stabil.
Untuk menciptakan masyarakat yang tertata dan stabil diperlukan suatu
pemerintah yang memiliki kekuasaan yang mengikat tetapi
bertanggungjawab.
Paham ini menekankan tanggung jawab pada pihak penguasa dalam
masyarakat untuk membantu pihak yang lemah. Posisi ini bertentangan
dengan paham liberal yang berpandangan pihak yang lemah harus
bertanggungjawab atas urusan dan hidupnya. Sisi konservatif inilah
yang menimbulkan untuk pertama kali negara kesejahteraan
(welfare-state) dengan program-program jaminan sosial bagi yang
berpenghasilan rendah.
3) Sosialisme dan Komunisme
Sosialisme muncul merupakan reaksi terhadap liberalisme, revolusi
industri dan akibat-akibatnya. Awal sosialisme yang muncul pada paruh
pertama abad XIX dikenal sebagai sosialis utopia. Sosialisme ini lebih
didasarkan pada pandangan kemanusiaan (humanitarian), dan meyakini
kesempurnaan watak manusia. Sosialisme awal ini (tokohnya sosialis
utopis, antara lain: Saint Simon, Lassalle) bertujuan meningkatkan,

82

memperbaiki kesejahteraan rakyat, atau memperbaiki nasib rakyat


(berharap dapat menciptakan masyarakat sosialis yang dicita-citakan)
dengan kejernihan dan kejelasan argumen, bukan dengan cara-cara
kekerasanm dan revolusi.
Pada perkembangan berikutnya, analisis sosial paham sosialis tampak
lebih jelas. Paham ini berkeyakinan kemajuan manusia dan keadilan
terhalang dengan lembaga hak milik atas sarana produksi.
Pemecahannya, menurut paham ini ialah dengan membatasi atau
menghapuskan hak milik pribadi (private proverty) dan menggantinya
dengan pemilikan bersama atas sarana produksi. Dengan cara ini,
ketimpangan distribusi kekayaan yang tak terelakkan dari lembaga
pemilikan pribadi di bawah kapitalisme dapat ditiadakan.

Perbedaan antara Sosialisme dan Komunisme :


Perbedaan diantaranya terletak pada sarana yang digunakan untuk
mengubah kapitalisme menjadi sosialisme. Paham sosialis berkeyakinan
perubahan dapat dan seyogyanya dilakukanb dengan cara-cara damai
dan demokratis. Paham sosialis juga lebih luwes dalam hal perjuangan
perbaikan nasib buruh secara bertahap, dan dalam hal kesediaan
berperan serta dalam pemerintahan yang belum seluruhnya menganut
sistem sosialis. Paham sosialis ini banyak diterapkan di negara-negara
Eropa Barat.
Sedangkan, paham Komunisme berkeyakinan perubahan atas sistem
kapitalisme harus dicapai dengan cara-cara revolusi, dan pemerintahan
oleh diktator proletariat sangat diperlukan pada masa transisi. Dalam
masa transisi dengan bantuan negara di bawah diktator proletariat,
seluruh hak milik pribadi dihapuskan dan diambilalih untuk selanjutnya
berada dalam kontrol negara. Pada gilirannya, negara dan hukum akan
lenyap karena tidak lagi diperlukan.
Di samping terdapat perbedaan antara paham sosialis dan komunis
sebagaimana tersebut di atas, sebenarnya antara kedua paham itu memiliki
ciri-ciri yang sama, yaitu :

Dilihat dari kemuncullannya sama merupakan reaksi atas


perkembangan masyarakat kapitalis sebagai hasil dari ideologi liberal.
Memandang bahwa hakikat, kebebasan dan hak individu itu tidak ada.

83

Mendasarkan pada suatu keyakinan bahwa manusia pada hakikatnya


adalah hanya makhluk sosial saja. Manusia pada hakikatnya adalah
sekumpulan relasi, sehingga yang mutlak adalah komunitas dan
bukannya individualitas.
Menekankan hak komunal (bukan hak milik pribadi).

4) Fasisme
Sebenarnya lebih merupakan gaya politik daripada ideologi sebagai
seperangkat gagasan tentang kebaikan bersama.
Merupakan tipe nasionalisme yang romantis dengan segala kemegahan
upacara dan simbol-simbol yang mendukungnya untuk mencapai
kebesaran negara.
Seorang pemimpin kharismatis sebagai simbol kebesaran negara yang
didukung oleh massa rakyat.
Dukungan massa yang fanatik tercipta berkat indoktrinasi, sloganslogan dan simbol-simbol yang ditanamkan sang pemimpin besar dan
aparatnya.
Fasisme pernah diterapkan di Jerman, Jepang, Italia dan Spanyol, tetapi
penerapan paham ini sangat bervariasi di antara negara-negara tersebut.
4. Pancasila Sebagai Etika Politik di Indonesia
Artinya, Pancasila adalah sumber prinsip-prinsip moral yang mendasari
penataan kehidupan kemasyarakatan dan kenegaraan sebagai
keseluruhan di Indonesia.

Fungsi etika politik dalam masyarakat pada penyediaan alat-alat teoritis


untuk mempertanyakan serta menjelaskan legitimasi politik secara
bertanggung jawab (secara rasional, objektif dan argumentatif).
Tugas etika politik adalah subsidier: membantu agar pembahasan
masalah-masalah ideologis dapat dijalankan secara objektif, artinya
berdasarkan argumen-argumen yang dapat dipahami dan ditanggapi
oleh semua yang mengerti permasalahan.
Etika politik dapat memberikan patokan-patokan orientasi dan
pegangan-pegangan normatif bagi mereka yang memang mau menilai
kualitas tatanan dan kehidupan politik dengan tolok ukur martabat
manusia (sejalan dengan landasan antropologi yang diyakini).
Secara khusus di Indonnesia, kualitas tatanan dan kehiupan politik
dengan tolok ukur : martabat manusia yang sesuai dengan gambaran
manusia sebagai makhluk monopluralis .

84

Etika politik dapat membantu usaha masyarakat untuk


mengejawantahkan ideologi negara yang luhur ke dalam realitas politik
yang nyata. Misalnya dengan mereflesikan apa inti keadilan sosial, apa
dasar etis kerakyatan, bagaimana kekuasaan harus ditangani supaya
sesuai dengan martabat manusia, dan sebagainya. Dalam kancah
perdebatan masyarakat tentang apa implikasi nilai-nilai dasarnya, etika
politik dapat membantu dengan menjelaskan implikasi dari pelbagai
alternatif dan pandangan yang kontroversial. Apabila suatu bangsa
(contohnya bangsa Indonesia) bertekad untuk membangun
kehidupannya sesuai dengan dan berdasarkan nilai-nilai luhurnya, etika
politik dapat menyumbangkan keahliannya dalam bidang normatif etis
untuk merealisasikan tekad itu.

5. Pancasila Sebagai Etos Budaya


a. E t o s :
Etos = Kehendak
Deskriptif :

Normatif :

85

Menggambarkan sikap
dituntut
mental

Sikap yang

Terkait :
Moralitas
Sumber motivasi
Sumber Etos
Religi

Ideologi

Adat-istiadat

P
a
n
c
a
s
i
l
a

b. B u d a y a :
Perkembangan Pengertian Kebudayaan
(1) Pembudayaan Cultivora
(2) Abad XVI Pembudayaan
Akal Pikir

86

(3) Masa Aufklarung


Proses Perkembangan
Sosial yang Universal
(4) Eurosentrik
Sosiologi, Antrho
Cara Hidup yang Khas
(5) Makna yang Dihayati
bersama, Dimensi Simbolik

Persoalan Kebudayaan Indonesia


(1) Aspek Keunikan di tengah-tengah Masyarakat Dunia

Kebudayaan Nasional

Kebudayaan Global

Saling Mengandaikan

(2) Persoalan Kepribadian

Kebudayaan Nasional

Kebudayaan Daerah

(3) Persoalan Jati diri

87

Kebutuhan Jangka Pendek


Panjang

Kebutuhan Jangka

Pancasila Sebagai Jati Diri Bangsa Indonesia


Kesatuan Nilai-nilai
Kepribadian
Kekhususan
Pancasila
Dlm
Historis

Identitas Diri

Keunikan
Unsur Kesesuaian-Ciri Khas

Rumusan Kepribadian
Bangsa

Mendasari
Komunikasi

Keyakinan akan nilai-nilai Pancasila


adalah sebagai bagian dari kesadaran
perkembangan masyarakat dan kebudayaan Indonesia
Kesadaran Kebangsaan
- Kartini
28
- Budi Oetomo
- Sariukat Islam

Kesadaran Politik
- Indische Partai

Pedoman
Berrelasi

Buah interaksi
Way of life
Kesadaran Ideologis
Konggres Pemuda

- P. N. I

6. Pancasila Sebagai Paradigma Dalam Pembangunan


Nasional
Paradigma adalah sumber nilai, kerangka pikir, orientasi dasar,
sumber asas serta arah dan tujuan dari suatu perkembangan, perubahan
serta proses dalam suatu bidang tertentu termasuk dalam pembangunan,
reformasi maupun dalam pendidikan.

88

Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan Ipteks


Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan Bidang Politik
Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan Ekonomi
Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan Sosial Budaya
Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan Hankam
Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan Kehidupan Bersama
Pancasila sebagai Paradigma reformasi

C. Implementasi Pancasila
Implementasi atau aktualisasi Pancasila dapat dibedakan atas 2
(dua) macam, yaitu :

1. Implementasi atau aktualisasi Pancasila yang Objektif


adalah pelaksanaan Pancasila dalam bentuk realisasi dalam setiap aspek
penyelenggaraan negara, baik di bidang legislatif, eksekutif, yudikatif
maupun semua bidang kenegaraan lainnya. Aktualisasi objektif ini terutama
berkaitan dengan realisasi dalam bentuk peraturan perundang-undangan
negara Indonesia

2. Implementasi atau Aktualisasi Pancasila yang Subjektif


adalah pelaksanaan Pancasila dalam setiap pribadi, perseorangan, setiap
warga negara, setiap individu, setiap penduduk, setiap penguasa dan setiap
orang Indonesia. Aktualisasi Pancasila yang subjektif ini justru lebih
penting (primer) dari aktualisasi yang objektif, sebab aktualisasi yang
subjektif ini merupakan persyaratan keberhasilan aktualisasi yang objektif.
Pelaksanaan Pancasila yang subjektif sangat berkaitan dengan
kesadaran, ketaatan serta kesiapan individu untuk mengamalkan Pancasila.
Pelaksanaan Pancasila yang subjektif akan terselenggara dengan baik
apabila suatu keseimbangan kerokhanian yang mewujudkan suatu bentuk
kehidupan di mana kesadaran wajib hukum telah terpadu menjadi
kesadaran wajib moral, sehingga dengan demikian suatu perbuatan yang
tidak memenuhi wajib untuk melaksanakan Pancasila bukan hanya akan
menimbulkan akibat moral. Perlaksanaan Pancasila yang bersifat subjektif
ini lebih berkaitan dengan kondisi objektif sikap moral individu, sehingga
aktualisasi Pancasila yang subjektif berkaitan dengan norma-norma moral.

89

BAB V UNDANG-UNDANG DASAR 1945


Terlebih dahulu sebelum menyampaikan arti UUD 1945 akan
diutarakan pengertian tentang hukum dasar negara. Hukum Dasar
Negara dapat dibedakan menjadi 2 (dua) macam, yaitu: (1) Hukum Dasar
Yang Tertulis; (2) Hukum Dasar Yang Tidak tertulis.

A. Hukum Dasar Yang Tertulis


Hukum Dasar yang tertulis adalah aturan-aturan dasar tertulis yang
dipakai sebagai landasan dalam penyelenggaraan pemerintahan negara.
Hukum Dasar yang tertulis tertuang di dalam kitab atau dokumen yang
memuat aturan-aturan yang bersifat kekal dan luhur. Hukum Dasar yang
Tertulis itu berbentuk Undang-Undang Dasar (UUD). Jadi yang dimaksud
UUD adalah hukum dasar tertulis yang memuat ketentuan-ketentuan
pokok atau dasar-dasar ketatanegaraan yang bersifat kekal dan luhur.
Yang dimaksud dengan sifat kekal UUD : UUD dimaksudkan
untuk dipakai selama-lamanya atau sepanjang masa; tidak untuk sering
diganti atau diubah, meskipun mengganti dan merubah UUD itu boleh saja
dilakukan oleh lembaga yang berwenang dengan syarat-syarat dan prosedur
tertentu.
Sedang, yang dimaksud dengan sifat luhur UUD : UUD itu
dijunjung tinggi dan dihormati, dipatuhi dan ditaati, tidak boleh disimpangi.
Contoh : salah satu upaya memelihara sifat luhur UUD, adanya sumpah
jabatan yang dilakukan oleh pejabat-pejabat negara.

1. Cara Timbulnya UUD :


Melalui pemberian
Melalui pembuatan
Melalui revolusi

90

2. Motivasi Timbulnya UUD :

Menjamin hak-hak warga negara


Menciptakan sistem ketatanegaraan
Menjamin penyelenggaraan ketatanegaraan
Effektivitas kerja sama

3. Fungsi UUD :

Sebagai landasan dasar penyelenggaraan negara


Penjamin hak-hak asasi manusia dan warga negara

4. Kedudukan UUD :

Pada prinsipnya setiap UUD dimaksudkan untuk dipakai sepanjang


masa kehidupan bangsa dan negara yang bersangkutan, jadi mempunyai
kedudukan yang bersifat tetap sepanjang masa.
Namun perubahan terhadap UUD dapat saja dilakukan jika dipandang
perlu, untuk disesuaikan dengan keadaan dan perkembangan jaman.
Perubahan UUD dapat dibedakan menjadi 2 (dua) macam : (a)
dipandang dari sudut badan yang merubahnya: (1) badan perundangundangan biasa atau (2) badan yang secara khusus dibentuk untuk
merubah UUD; dan (b) dipandang dari sudut caranya merubah: (1)
secara langsung, yaitu teks lama yang ingin diubah langsung dihapus
dan digantikan dengan teks baru, (2) tidak langsung, yaitu teks lama
masih tetap utuh, sedang teks baru penggantinya dilampirkan pada
naskah UUD tersebut.

5. Hukum Dasar yang tertulis Mempunyai Sifat-sifat


atau Ciri-ciri sebagai berikut :
Merupakan peraturan perundangan yang tertinggi dalam negara

91

Mengikat pemerintah, lembaga-lembaga kenegaraan, lembaga-lembaga


kemasyarakatan, warga negara dan penduduk
Menjadi dasar dan sumber hukum bagi segala peraturan hukum dan
peraturan perundangan bawahan
Menjadi alat pengontrol dan alat pengecek, apakah peraturan hukum
dan peraturan perundangan bawahan sesuai dengan ketentuan UUD.

B. Hukum Dasar Yang Tidak tertulis


Hukum dasar yang Tidak tertulis adalah aturan-aturan dasar
yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara.
Hukum Dasar yang Tidak terulis disebut juga Konvensi. Contoh :
pengambilan putusan secara musyawarah untuk mencapai mufakat; laporan
pertanggungjawaban Presiden kepada MPR atas pelaksanaan tugas dan
penggunaan wewenang yang dilimpahkannya; pidato kenegaraan Presiden
di depan sidang paripurna DPR setiap tanggal 16 Agustus.

Hukum Dasar Yang tidak tertulis mempunyai sifatsifat sebagai berikut :

Merupakan aturan-aturan dasar sebagai komplementasi bagi UUD


Tidak bertentangan dengan UUD
Berupa ketentuan-ketentuan atau merupakan kebiasaan yang
terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara
Diterima oleh rakyat, dan berjalan paralel atau sejajar dengan UUD.

C. Arti Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945)


UUD 1945 adalah keseluruhan naskah yang terdiri atas (1)
Pembukaan, batang tubuh atau isi, dan penjelasan; (2) ditetapkan oleh

92

PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945; (3) diundangkan dalam Berita RI


tahun II nomor 7 tanggal 15 Pebruari 1946. UUD 1945 disebut juga
Hukum Dasar yang Tertulis di Indonesia.

1. Peranan UUD 1945 :

UUD 1945 mempunyai peranan yang sangat sentral dalam


penyelenggaraan negara dan dalam pemerintahan serta dalam
kehidupan negara, antara lain sebagai hukum dasar tertulis bagi
negara Indonesia.

2. Sistem Pemerintahan Negara Indonesia Menurut


UUD 1945 Hasil Amandemen :
Negara hukum
Sistem konstitusional
Kedaulatan rakyat
Pemerintahan presidensiil
Presiden tidak bertanggungjawab kepada DPR
Menteri Negara sebagai pembantu Presiden
Kekuasaan Kepala Negara tidak tak terbatas.

Negara hukum : negara dimana kekuasaan penguasa negara tidak


didasarkan atas kekuasaan semata-mata, melainkan didasarkan atas
hukum dan dibatasi oleh hukum. Di dalam negara hukum, yang
berdaulat adalah hukum, dan hukumlah yang mempunyai kedudukan
yang supremasi.

Ciri-ciri negara hukum :


Adanya pengakuan dan perlindungan hak-hak asasi manusia dan
hak-hak asasi warga negara
Adanya peradilan yang bebas dari pengaruh kekuasaan dan
kekuatan lain dan tidak memihak
Adanya legalitas hukum dalam segala kehidupan kenegaraan
dan kemasyarakatan.

93

Konsekuensi negara hukum : bahwa segala tindakan negara dan


pemerintah maupun lembaga-lembaga negara serta warga negara harus
dilandasi oleh hukum, atau harus dapat dipertanggungjawabkan secara
hukum.

Negara hukum menurut UUD 1945 : negara hukum dalam arti luas,
yaitu negara hukum dalam arti material, bukannya negara hukum dalam
arti formal. Artinya, setiap tindakan negara harus mempertimbangkan
dua aspek: (1) aspek kegunaannya (doelmatigheid), dan (2) aspek
landasan hukumnya (rechtsmatigheid).

94

Anda mungkin juga menyukai