Anda di halaman 1dari 12

OBAT ANTIPSIKOTIK ATIPIKAL

(Andi Rasdiana C 111 07 078)


I.

PENDAHULUAN
Psikofarmaka atau obat psikotropik adalah obat yang bekerja secara selektif pada Sistem Saraf Pusat
(SSP) dan mempunyai efek utama terhadap aktivitas mental dan perilaku, digunakan untuk terapi gangguan
psikiatrik yang berpengaruh terhadap taraf kualitas hidup pasien. Obat psikotropik dibagi menjadi beberapa
golongan, diantaranya: antipsikosis, anti-depresi, anti-mania, anti-ansietas, anti-insomnia, anti-panik, dan anti
obsesif-kompulsif.1
Antipsikotik merupakan salah satu obat golongan psikotropik. Obat psikotropik adalah obat yang
mempengaruhi fungsi psikis, kelakuan atau pengalaman (WHO,1966). Obat antipsikotik dapat juga disebut sebagai
Neuroleptics, major tranquillizers, ataractics, antipsychotics, antipsychotic drugs, neuroleptika.2
Obat pertama yang dipakai sebagai suatu antipsikotik adalah reserpin. Fenotiazin pertama yang dipakai
pada psikiatri adalah Chlorpromazine (CPZ). Chlorpromazine telah dipakai untuk mempotensiasi anestesia ketika
Laborit mengetahui efek psikotropiknya yang unik pada tahun 1952.3
Obat antipsikotik telah diklasifikasikan ke dalam kelompok tipikal dan atipikal, obat antipsikotik
tipikal adalah antipsikotik yang menghasilkan efek samping ekstrapiramidal pada dosis klinis efektif pada
sebagian pasien. Efek samping ekstrapiramidal meliputi parkinson, reaksi distonik akut, dyskinesia, akatisia
(restlessness), dan tardive dyskinesia. Mereka juga disebut neuroleptik karena efek penghambatan pada
agresivitas. Obat antipsikotik atipikal adalah antipsikotik dengan kecenderungan secara signifikan lebih rendah
untuk menghasilkan efek samping ekstrapiramidal pada dosis klinis efektif. Mereka kadang-kadang disebut
sebagai obat antipsikotik baru (novel), yang mencerminkan perkembangan selanjutnya dari sebagian senyawa ini
(dengan pengecualian clozapine) atau dengan farmakologinya, misalnya multireceptor antagonis atau serotonin
(5-hydroxytryptamine) antagonis 2A.4
Semua antipsikotik ini bekerja pada reseptor dopamin-2, tapi kerja antipsikotik atipikal berbeda
daripada antipsikotik tipikal (tipikal) dalam hal reseptor-reseptor. Selain itu, antipsikotik atipikal juga memblok
reseptor serotonin-2. Perbedaan-perbedaan dalam mengikat reseptor ini merupakan teori yang menjelaskan
mengapa 2 klasifikasi antipsikotik sama efektifnya tetapi berbeda dalam efek samping, terutama pada
kecenderungan mereka untuk menyebabkan efek samping motorik seperti gejala ekstrapiramidal dan tardive
dyskinesia.5,6,7
I.1.
Fisiologi
Jalur Dopamin dan Fungsinya
Empat jalur dopamin di otak berperan dalam patofisiologi skizofrenia serta terapi efek dan efek
samping dari agen antipsikotik (Gambar 1). Setiap jalur memiliki kerja yang unik pada fisik, kognitif, dan
psikologis. Sebagai contoh, hiperaktivitas dopamin pada jalur dopamin mesolimbik diduga menginduksi psikosis,
sehingga mengurangi aktivitas dopamin di jalur tersebut, maka dengan memblokir reseptor dengan obat
antipsikotik, secara teoritis akan mengurangi gejala psikotik. Meskipun blokade reseptor D2 mungkin memiliki
hasil yang bermanfaat dalam satu jalur, dapat menimbulkan masalah di bagian lain. 5

Gambar 1. Empat jalur dopamin pada otak. (Dikutip dari kepustakaan 5)


Jalur Dopamin Nigrostriatal
Jalur nigrostriatal dopamin, sebagai bagian dari sistem saraf ekstrapiramidal, mengontrol movements
atau pergerakan. Jalur ini merosot pada penyakit Parkinson, dan blokade reseptor D2 di jalur ini menyebabkan
penyakit drug-induced-movement EPS dan, akhirnya, tardive dyskinesia. Kekurangan Dopamin serta blokade
reseptor dalam jalur ini juga dapat menyebabkan distonia dan akatisia.5
Jalur Dopamin Mesolimbik
Hiperaktivitas dalam jalur dopamin mesolimbik diduga menyebabkan psikosis dan gejala positif
skizofrenia seperti halusinasi dan delusi. Jalur ini juga diduga terlibat dalam emosi dan sensasi kesenangan
(pleasure) - stimulan dan kokain meningkatkan kegiatan dopamin di sini. Bahkan, paranoia dan psikosis yang
dapat diinduksi oleh jangka panjang penyalahgunaan stimulan, hampir tidak bisa dibedakan dari skizofrenia.
Pemblokiran hiperaktivitas pada jalur ini dapat mengurangi atau menghilangkan gejala positif. 5
Jalur Dopamin Mesokortikal
Peran jalur dopamin mesokortikal, terutama pada skizofrenia, masih diperdebatkan. Jalur ini diduga
untuk mengontrol fungsi kognitif, dan kekurangan dopamin dalam jalur ini bertanggung jawab untuk gejala
negatif dan kognitif dari skizofrenia. Jika hal ini terjadi, maka merupakan sebuah tantangan terapi, karena blokade
reseptor dopamin di jalur ini secara teoritis akan menyebabkan memburuknya gejala negatif dan kognitif. Dengan
kata lain, agen antipsikotik harus dapat menurunkan dopamin di jalur mesolimbik untuk mengurangi gejala positif
tetapi meningkatkan dalam jalur mesokortikal untuk mengobati gejala negatif dan kognitif. 5
Jalur Dopamin Tuberoinfundibular

Fungsi normal jalur dopamin tuberoinfundibular menghambat pelepasan prolaktin. Pada wanita
postpartum, aktivitas di jalur ini menurun, sehingga memungkinkan laktasi. Jika fungsi normal dari jalur ini
terganggu, misalnya, dengan D2-blocking obat, hiperprolaktinemia dapat terjadi, dengan efek samping seperti
galaktorea, amenore, dan disfungsi seksual.5
II.

MEKANISME KERJA
Semua antipsikotik memiliki kerja pada reseptor D 2 di otak. Salah satu cara untuk membedakan
antipsikotik atipikal dari antipsikotik tipikal adalah bahwa atipikal memblokir reseptor 5-HT 2A serta reseptor D2
dan memiliki lebih sedikit efek motorik seperti EPS daripada antipsikotik tipikal pada dosis standar. Satu
antipsikotik atipikal (quetiapine) tidak memiliki EPS lebih dari placebo. Selain itu, setidaknya 2 antipsikotik
(olanzapine dan risperidone) telah menunjukkan efikasi yang lebih besar daripada antipsikotik tipikal untuk gejala
negatif, dan 3 (olanzapine, ziprasidone, dan quetiapine) tidak meningkatkan kadar prolaktin seperti antipsikotik
tipikal. Ziprasidone dikaitkan dengan kurangnya penaikan berat badan dibandingkan dengan antipsikotik tipikal
dan antipsikotik atipikal lainnya. 5,6
Serotonin
Antipsikotik atipikal memiliki aksi antipsikotik dengan jauh lebih sedikit atau bahkan tidak ada efek
samping motorik seperti EPS dan tardive dyskinesia. Secara teoritis, efek ini bisa menjadi akibat dari blokade
reseptor 5-HT2A selain reseptor D2. Serotonin mengatur pelepasan dopamin, kehadiran serotonin dalam beberapa
jalur dopamin, seperti jalur nigrostriatal, menghambat pelepasan dopamin, sedangkan di jalur dopamin
mesolimbik, serotonin memiliki pengaruh yang kecil bahkan tidak ada sama sekali. Dengan kata lain, ketika 5HT2A reseptor diblokir, dopamin dilepaskan dalam jalur dopamin nigrostriatal tapi tidak dikeluarkan di jalur
dopamin mesolimbik.5
Dalam jalur nigrostriatal, reaksi ini dapat membalikkan beberapa blokade D2 dengan antipsikotik
atipikal melalui sebuah proses yang disebut disinhibisi. Ketika reseptor serotonin diblokir di jalur ini, dopamin
meningkat. Dengan munculnya dopamin kemudian terjadilah "disinhibited" dan langsung mengisi reseptor D2,
mencegah blokade oleh agen antipsikotik. Dengan kurangnya blokade D2 di jalur nigrostriatal, efek samping
motorik berkurang (Gambar 2).5

Gambar 2. Blokade reseptor serotonin sehingga pelepasan dopamin melebihi dari blokade reseptor dopamin.
(Dikutip dari kepustakaan 5)
Namun, disinhibisi dalam jalur nigrostriatal tidak mempengaruhi blokade dari pengikatan D2 dalam
jalur dopamin mesolimbik, dikarenakan sedikitnya reseptor 5-HT 2A yang berada di jalur dopamin mesolimbik;
sehingga aksi antipsikotik tertahan. Menurut hipotesis ini, antipsikotik dikatakan atipikal, saat antagonis 5-HT 2A
tumpang-tindih pada antagonis D2, sehingga mengurangi pengikatan D2 mereka, dimana hal ini cukup untuk
menurunkan efek motorik tetapi tidak cukup untuk menurunkan efek antipsikotik. 5,6
Dopamin
Hipotesis lain dari atypical adalah, meskipun semua antipsikotik memiliki aksi pada reseptor D2,
blokade dopamin dengan atipikal agen hanya berlangsung cukup lama untuk menyebabkan aksi antipsikotik
namun tidak cukup lama untuk menyebabkan efek samping yang berkaitan dengan tipikal agents. Secara teoritis,
hanya dibutuhkan blokade cepat dari reseptor D2 untuk menyebabkan aksi antipsikotik, namun cukup lama untuk
memunculkan efek samping motor seperti EPS. Jadi, jika antipsikotik memiliki aksi "hit-and-run", juga disebut
disosiasi cepat (rapid dissociation), hal tersebut berdisosiasi dari reseptor D2 setelah aksi antipsikotik yang terjadi
tapi sebelum efek sisi motorik diinduksi.5


Benzisoxazole
: Risperidone
Antipsikotik Generasi Kedua (APG II) yang digunakan sebagai :

First line: risperidon, olanzapine, quetiapine, ziprasidone, aripiprazole

Second line: clozapine


Indikasi pengobatan dari obat antipsikotik atipikal antara lain :
Sindrom psikosis fungsional, misalnya : skizofrenia, psikosis paranoid
Sindrom psikosis organik, misalnya : demensia, intoksikasi alkohol
Indikasi spesifik, misalnya : efektif untuk menurunkan gejala negatif skizofrenia dan terapi osi
skizofrenia yang tidak berespons dengan obat antipsikotik tipikal.
Beberapa obat antipsikotik atipikal 6,7,8
Clozapine
Clozapine adalah obat antipsikotik dari jenis yang baru. Jarang disertai dengan efek samping yang
mirip parkinsonisme dibandingkan antipsikotik tipikal. Bekerja terutama dengan aktivitas antagonisnya pada
reseptor dopamin tipe 2 (D2). Clozapine efektif terhadap gejala negatif skizofrenia dibandingkan antipsikotik
tipikal. Clozapine disertai agranulositosis pada kira-kira 1 sampai 2 persen dari semua osi. Memerlukan
monitoring hematologis setiap minggu pada osi yang diobati dengan clozapine.
Clozapine cepat diabsorpsi dari saluran gastrointestinal (GI). Kadar puncak dalam plasma dicapai
dalam 1 - 4 jam (rata-rata 2 jam). Clozapine dimetabolisme secara lengkap, dengan waktu paruh antara 10 dan
16 jam (rata-rata 12 jam). Kadar stabil dicapai dalam tiga sampai empat hari dengan dosis dua kali sehari.
Metabolit diekskresi dalam urin dan feses.
Clozapine memiliki potensi yang jauh lebih tinggi sebagai antagonis pada resptor D 1, serotonin tipe 2
(5-HT), dan noradrenergik alfa (khususnya 1). Selain itu clozapine memiliki aktivitas antagonis pada
reseptor muskarinik dan histamin tipe 1 (H 1) dan memiliki afinitas yang tinggi untuk reseptor dopamin tipe 4
(D4).

III.1

a.

Gambar 3. Aksi hit-and-run pada reseptor dopamine: Tipikal vs Atipikal. (Dikutip dari kepustakaan 5)
Pada Gambar 3, gigi antipsikotik tipikal cocok dengan alur di reseptor, menghasilkan ikatan yang erat
dan blokade yang tahan lama dengan agents tersebut. Antipsikotik atipikal, walaupun, menduduki reseptor dengan
baik, namun dapat dengan halus kembali keluar, untuk memukul dan kemudian lari (hit-and-run). Reseptor
tersebut kemudian kosong sebentar, untuk secara alami segera memproduksi dopamin sebelum dosis berikutnya.
Menurut hipotesis ini, kurangnya efek samping motorik berasal dari ikatan D2 yang rendah karena cepatnya
disosiasi. Disosiasi cepat terjadi lebih mudah ketika obat memiliki potensi rendah, agen-potensi rendah (yaitu,
yang memerlukan dosis miligram yang lebih tinggi seperti clozapine dan quetiapine) memiliki disosiasi lebih
cepat dari reseptor D2 dibandingkan agen-potensi tinggi (yaitu, yang memerlukan dosis miligram yang lebih
rendah seperti risperidone), dengan agen potensi menengah seperti olanzapine di tengah. Hirarki ini sekitar
berkorelasi dengan kecenderungan obat ini menyebabkan efek sisi motorik dalam kelompok antipsikotik atipikal
dan hal tersebutlah yang membedakannya dari antipsikotik tipikal. Perbedaan antara rendah dan tinggi-potensi
atipikal antipsikotik ini juga mengharuskan untuk hati-hati dalam penggunaan dosis, terutama dengan agenpotensi tinggi, untuk memaksimalkan antipsikotik aksi tetapi meminimalkan efek samping seperti gangguan
gerakan.5
Salah satu konsekuensi dari disosiasi cepat adalah bahwa aksi obat hilang dari reseptor sampai dosis
berikutnya. Dopamin alamiah kemudian dapat menduduki reseptor untuk sementara sebelum dosis obat
selanjutnya. Ada kemungkinan bahwa adanya sedikit dopamin dalam sistem dopamin nigrostriatal diperlukan
untuk mencegah efek samping motorik. Jika dopamin alami cukup tersedia di jalur nigrostriatal untuk
meminimalkan efek samping, tetapi tidak cukup tersedia di sistem dopamin mesolimbik untuk mengaktifkan
kembali psikosis antara dosis, maka obat tersebut dikatakan memiliki komponen dari antipsikotik atipikal. 5
III.
JENIS-JENIS ANTIPSIKOTIK ATIPIKAL 1,6
Berikut adalah jenis-jenis obat antipsikotik atipikal atau Antipsikotik Generasi Kedua (APG II) menurut
golongannya:

Benzamide
: Sulpiride

Dibenzodiazepine
: Clozapine, Olanzapine, Quetiapine

Indikasi Terapeutik
Indikasi satu-satunya yang diusulkan oleh FDA untuk clozapine adalah sebagai terapi untuk
skizofrenia resisten, tardive dyskinesia parah atau kepekaan khusus terhadap efek samping ekstrapiramidal
dari obat antipsikotik standar. Berbeda dengan antipsikotik tipikal clozapine dapat mengobati pergerakan,
gangguan skizoafektif, gangguan bipolar I yang parah, kepribadian ambang dan osi dengan penyakit
parkinson.

Efek samping
Ciri clozapine yang membedakannya dari antipsikotik standar adalah tidak adanya efek merugikan
ekstrapiramidal, tidak mempengaruhi sekresi prolaktin dan tidak menyebabkan galaktorea.
Dua efek merugikan yang paling serius dari clozapine adalah :
Agranulositosis
Dengan monitoring klinis yang cermat terhadap kondisi hematologis osi yang diobati dengan clozapine
akhirnya dapat mencegah kematian dengan mengenali secara awal gangguan hematologis dan menghentikan
pemakaian clozapine. paling sering terjadi dalam enam bulan pertama. Peningkatan usia dan jenis kelamin
wanita merupakan faktor risiko tambahan untuk perkembangan agranulositosis akibat clozapine.
Kejang
Terapi phenobarbital (luminal) dapat diberikan untuk mengatasi kejang dan clozapine dapat dimulai
kembali pada kira-kira 50 persen dosis sebelumnya. Selanjutnya dinaikkan kembali secara bertahap.

Carbamazepine (Tegretol) tidak boleh digunakan dalam kombinasi dengan clozapine karena hubungannya
dengan agranulositosis.

Efek samping lainnya adalah :


Efek Kardiovaskular
Takikardia, hipotensi, dan elektroensefalogram (EEG) berhubungan dengan terapi clozapine menunjukkan
terjadinya takikardia, karena inhibisi vagal. Keadaan ini dapat diobati dengan antagonis adrenergik yang
bekerja perifer. Efek hipotensif clozapine cukup parah, sehingga menyebabkan episode sinkop, bilamana
dosis awal melebihi 75 mg sehari.
Sedasi, kelemahan, penambahan berat badan, berbagai gejala GI (paling sering adalah konstipasi), efek
antikolinergik, dan demam. Sedasi paling sering terjadi pada awal terapi dan efek sedasi siang hari dapat
diturunkan dengan memberikan sebagian besar dosis clozapine pada malam hari. Obat ini dapat diekskresikan
dalam air susu, sehingga tidak boleh digunakan oleh ibu yang menyusui.
Interaksi Obat
Clozapine tidak boleh digunakan dengan salah satu obat lain yang disertai dengan perkembangan
agranulositosis atau supresi sumsum tulang. Obat-obatan tersebut adalah carbamazepine, propylthiouracil,
sulfonamide dan captopril (Capoten).
Depresan sistem saraf pusat, alkohol, atau obat trisiklik yang diberikan bersama dengan clozapine
dapat meningkatkan resiko kejang, sedasi, dan efek jantung. Pemberian bersama benzodiazepin dan clozapine
dapat berhubungan dengan peningkatan insidensi hipotensi ortostatik dan sinkop.

Titrasi dan Dosis


Clozapine tersedia dalam bentuk tablet 25 dan 100 mg. Satu mg clozapin ekuivalen dengan kira-kira
1,5 sampai 2 mg chlorpromazine. Dosis awal biasanya 25 mg, satu atau dua kali sehari. Dosis awal konservatif
adalah 12,5 mg dua kali sehari. Dosis selanjutnya dapat dinaikkan bertahap (25 mg sehari tiap dua atau tiga hari)
sampai 300 mg sehari dalam dosis terbagi, biasanya dua atau tiga kali sehari.
Peningkatan dosis secara bertahap diharuskan, terutama karena potensi perkembangan hipotensi,
sinkop, dan sedasi. Efek merugikan tersebut biasanya dapat ditoleransi oleh osi jika titrasi dosis dilakukan.
Sediaan obat
Nama generik
: Clozapine
Nama dagang
: Clozaril (Novartis), Sizoril (Meprofarm).
Sediaan : tab 25 mg dan tab 100 mg
Dosis anjuran
: 25 100 mg/hari

b.

Risperidone

Risperidone adalah benzisoxazole pertama yang diperkenalkan di Amerika Serikat untuk terapi
Skizofrenia. Afinitasnya bermakna untuk reseptor D2, selain itu, risperidone merupakan antagonis yang potensial
untuk reseptor serotonin tipe 2 (5-HT2).
Farmakokinetik
Risperidone diabsorpsi cepat setelah pemberian oral. Absorpsi risperidone tidak dipengaruhi oleh
makanan dan mencapai kadar puncak kira-kira satu jam setelah pemberian dan memiliki waktu paruh plasma kira-

kira 24 jam. Hidroksilasi merupakan jalur metabolisme terpenting yang mengubah risperidone menjadi 9hidroxyl-risperidone yang aktif.
Studi risperidone dosis tunggal menunjukkan konsentrasi zat aktif dalam plasma yang lebih tinggi dan
eliminasi yang lebih lambat pada lanjut usia dan pada osi dengan gangguan ginjal. Konsentrasi plasma tetap
normal pada osi dengan gangguan fungsi hati.
Farmakodinamik
Risperidone merupakan antagonis monoaminergik selektif dengan afinitas tinggi terhadap reseptor
serotonergik 5-HT2 dan dopaminergik D2. Risperidone berikatan dengan reseptor 1-adrenergik. Risperione tidak
memiliki afinitas terhadap reseptor kolinergik.
Meskipun risperidone merupakan antagonis D2 kuat, dimana dapat memperbaiki gejala positif
skizofrenia, hal tersebut menyebabkan berkurangnya depresi aktivitas motorik dan induksi katalepsi dibanding
neuroleptik klasik. Antagonisme serotonin dan dopamin sentral yang seimbang dapat mengurangi kecenderungan
timbulnya efek samping ekstrapiramidal, dia memperluas aktivitas terapeutik terhadap gejala negatif dan afektif
dari skizofrenia.
Efek pada organ dan sistem spesifik
Risperidone tidak mempunyai efek merugikan dari segi neurologis dan efek merugikan lainnya lebih
sedikit dibandingkan obat lain dalam kelas ini.
Indikasi terapeutik
Indikasi terapeutik risperidone hampir sama dengan clozapine yaitu untuk terapi skizofrenia yang
resisten terhadap terapi dengan antipsikotik tipikal.
Efek samping
Efek samping seperti sedasi, otonomik dan ekstrapiramidal pada risperidone lebih ringan dibanding
dengan obat antipsikotik tipikal lainnya.
Dosis
Hari ke-1 : 2 mg/hari, 1-2 x sehari
Hari ke-2 : 4 mg/hari, 1-2 x sehari
(titrasi lebih rendah dilakukan pada beberapa osi)
Hari ke-3 : 6 mg/hari, 1-2 x sehari
Dosis umum 4-8 mg per hari. Dosis di atas 10 mg/hari tidak lebih efektif dari dosis yang lebih rendah dan bahkan
mungkin dapat meningkatkan gejala ekstrapiramidal. Dosis di atas 10 mg/hari dapat digunakan hanya pada osi
tertentu dimana manfaat yang diperoleh lebih besar dibanding dengan risikonya. Dosis di atas 16 mg/hari belum
dievaluasi keamanannya sehingga tidak boleh digunakan.
Interaksi Obat

Hati-hati pada penggunaan kombinasi dengan obat-obat yang bekerja pada SSP dan alkohol.
Risperidone mempunyai efek antagonis dengan levodopa atau agonis dopamin lainnya.
Karbamazepin dapat menurunkan kadar plasma risperidone.
Clozapine dapat menurunkan bersihan risperidone.

Fluoksetin dapat meningkatkan konsentrasi plasma dari fraksi antipsikotik (risperidone dan 9-hydroxyrisperidone) dengan meningkatkan konsentrasi risperidone.

c. Olanzapine
Farmakokinetik
Olanzapine mencapai level puncak di dalam plasma dalam waktu 6 jam dan waktu paruhnya kira-kira
30 jam.
Indikasi Terapeutik
Pengobatan skizofrenia yang resisten dan dapat digunakan untuk mengurangi gejala negatif dan
agitasi.
Efek Samping
Efek samping antikolinergik seperti konstipasi dan mulut kering meningkat berhubungan erat dengan
dosis yang digunakan. Tidak menyebabkan leukopeni/agranulositosis seperti pada clozapine. Olanzapin
menunjukkan peningkatan hepatik transaminase (ALT, AST, GGT) dosis dependen dan menunjukkan gejala
ekstrapiramidal.
d. Quetiapine
Farmakokinetik
Quetiapine secara cepat diabsorbsi sesudah diminum, mencapai konsentrasi puncak di plasma dalam
waktu 1,5 jam, dimetabolisme oleh hepar. Dengan waktu paruh 6 jam yang terdapat di dalam batas dosis klinik
yang dianjurkan.
Efek Samping

Hipertensi
Quetiapine mungkin dapat menyebabkan hipertensi ortostatik dengan gejala-gejala kedinginan, takikardi dan
pada beberapa osi terjadi sinkop, khususnya selama periode pemberian dosis inisial.

Katarak

Liver Secara asimtomatik, transien dan reversibel meningkatkan serum transaminase (terutama ALT).
Efek samping lainnya adalah somnolen, gejala ekstrapiramidal, dan NMS.

Dosis anjuran

: 10-15mg/hari

Indikasi

Skizofrenia (ini masih dalam penelitian lebih lanjut).


Efek samping
Efek samping yang dapat terjadi adalah

Gangguan ekstrapiramidal (insidensnya sangat minimal).

Penambahan berat badan (sangat minimal).

Peningkatan QT interval (minimal sampai tidak terjadi).

Peningkatan kolesterol, glukosa, dan prolaktin (minimal).


EFEK SAMPING6,7
Gejala ekstrapiramidal
Gejala ekstrapiramidal timbul akibat blokade reseptor dopamine 2 di basal ganglia (putamen, nukleus
kaudatus, substansia nigra, nukleus subthalamikus, dan globus palidus). Akibatnya, terjadi ketidakseimbangan
mekanisme dopaminergik dan kolinergik sehingga sistem ekstrapiramidal terganggu. Paling sering disebabkan
antipsikotik tipikal potensi tinggi.
IV.
1.

Gejala ini dibagi dalam beberapa kategori, yaitu:


a. Reaksi Distonia Akut (ADR)
Terjadi spasme atau kontraksi involunter akut dari satu atau lebih kelompok otot skelet. Kelompok otot yang
paling sering terlibat adalah otot wajah, leher, lidah atau otot ekstraokuler, bermanifestasi sebagai tortikolis, disastria
bicara, krisis okulogirik dan sikap badan yang tidak biasa. Reaksi distonia akut sering sekali terjadi dalam satu atau
dua hari setelah pengobatan antipsikosis dimulai, tetapi dapat terjadi kapan saja. Keadaan ini terjadi pada kira -kira
10% osi, lebih lazim pada pria muda, dan lebih sering dengan neuroleptik dosis tinggi yang berpo tensi tinggi, seperti
haloperidol dan flufenazine. Reaksi distonia akut dapat menjadi penyebab utama dari ketidakpatuhan pemakaian obat.
b. Akatisia
Akatisia merupakan gejala ekstrapiramidal yang paling sering terjadi akibat antipsikotik. Kemungkinan
terjadi pada sebagian besar osi terutama pada populasi osi lebih muda. Terdiri dari perasaan dalam yang gelisah,
gugup , keinginan untuk tetap bergerak dan sulit tidur . Akatisia dapat menyebabkan eksaserbasi gejala psikotik akibat
perasaan tidak nyaman yang ekstrim. Hal ini menjadi salah satu penyebab ketidakpatuhan pengobatan.

Indikasi

Gejala positif pada skizofrenia.

Gejala negatif pada skizofrenia.

Gangguan kognitif pada skizofrenia.

Gangguan mood pada skizofrenia.

Perilaku agresif pada skizofrenia.

c. Sindrom Parkinson
Merupakan gejala ekstrapiramidal yang dapat dimulai berjam-jam setelah dosis pertama antipsikotik atau
dimulai secara berangsur-angsur setelah pengobatan bertahun-tahun. Manifestasinya meliputi gaya berjalan
membungkuk, hilangnya ayunan lengan, akinesia, tremor dan rigiditas. Akinesia menyebabkan penurunan
spontanitas, apati dan kesukaran untuk memula i aktifitas normal. Terkadang, gejala ini dikelirukan dengan gejala
negatif skizofrenia.

e.
Aripiprazole
Sediaan obat
Nama generik
: Aripriprazole
Nama dagang
: Abilify (Otsuka)
Sediaan : tab 10-15 mg

d. Tardive Diskinesia
Manifestasi gejala ini berupa gerakan dalam bentuk koreoatetoid abnormal, gerakan otot abnormal,
involunter, mioklonus, balistik, atau seperti tik. Ini merupakan efek yang tidak dikehendaki dari obat antipsikotik. Hal
ini disebabkan defisiensi kolinergik yang relatif akibat supersensitif reseptor dopamine di putamen kaudatus.

Prevalensi tardive diskinesia diperkirakan terjadi 20-40% pada osi yang berobat lama. Sebagian kasus sangat ringan
dan hanya sekitar 5% osi memperlihatkan gerakan berat nyata. Faktor predisposisi meliputi umur lanjut, jenis kelamin
wanita, dan pengobatan berdosis tinggi atau jangka panjang.
2.

Neuroleptic Malignant
Neuroleptic malignant adalah suatu sindrom yang terjadi akibat komplikasi serius dari penggunaan obat
antipsikotik. Sindrom ini merupakan reaksi idiosinkratik yang tidak tergantung pada kadar awal obat dalam darah.
Sindrom tersebut dapat terjadi pada dosis tunggal antipsikotik (phenotiazine, thioxanthene, atau neuroleptikal
atipikal). Biasanya berkembang dalam 4 minggu pertama setelah dimulainya pengobatan . SNM sebagian besar
berkembang dalam 24-72 jam setelah pemberian antipsikotik atau perubahan dosis (biasanya karena peningkatan).
Sindroma neuroleptik maligna dapat menunjukkan gambaran klinis yang luas dari ringan sampai dengan berat. Gejala
disregulasi otonom mencakup demam, diaphoresis, tachipnea, takikardi dan tekanan darah meningkat atau labil. Gejala
ekstrapiramidal meliputi rigiditas, disfagia, tremor pada waktu tidur, distonia dan diskinesia. Tremor dan aktivitas
motorik berlebihan dapat mencerminkan agitasi psikomotorik. Konfusi, koma, mutisme, inkotinensia dan delirium
mencerminkan terjadinya perubahan tingkat kesadaran.
3.

Peningkatan berat badan


Paling sering karena pengobatan antipsikotik atipikal. Nafsu makan yang meningkat erat kaitannya
dengan blokade reseptor alpha1-adrenergic dan Histaminergic.
4.

Peningkatan prolactin
Blokade reseptor dopamine 2 di hipotalamus menyebabkan berkurangnya pembentukan prolactin release
factor. Akibatnya, faktor inhibitor prolaktin ke hipofisis berkurang sehingga terjadi peningkatan kadar prolaktin. Pada
perempuan didapati sekresi payudara, sedangkan pada pria didapati ginekomasti.
5.

Efek blokade reseptor kolinergik


- Pandangan kabur
- Mulut kering (kecuali clozapin yang meningkatkan salvasi)
- Penurunan kontraksi smooth muscle sehingga terjadi konstipasi dan retensi urin.

6.

Efek blokade reseptor adrenergik: hipotensi ortostatik

Efek Samping Neuromotor dari Obat Antipsikotik dan Penanganannya

Table 1. Efek samping neuromotor dari obat antipsikotik dan penanganannya. (Dikutip dari kepustakaan 9)
V.

KESIMPULAN
Antipsikotik merupakan antagonis dopamin yang bekerja menghambat reseptor dopamin dalam
berbagai jaras di otak. Pada antipsikotik atipikal, selain menghambat reseptor D2, agen ini juga memblokir
reseptor 5-HT2A , dan memiliki lebih sedikit efek motorik seperti EPS daripada antipsikotik tipikal pada dosis
standar.
Secara teoritis, efek motorik seperti EPS bisa menjadi akibat dari blokade reseptor 5-HT 2A selain
reseptor D2. Serotonin mengatur pelepasan dopamin, kehadiran serotonin dalam beberapa jalur dopamin, seperti
jalur nigrostriatal, menghambat pelepasan dopamin, sedangkan di jalur dopamin mesolimbik, serotonin memiliki
pengaruh yang kecil bahkan tidak ada sama sekali. Dengan kata lain, ketika 5-HT 2A reseptor diblokir, dopamin
dilepaskan dalam jalur dopamin nigrostriatal tapi tidak dikeluarkan di jalur dopamin mesolimbik.
Dalam jalur nigrostriatal, reaksi ini dapat mengurangi beberapa blokade D2 oleh antipsikotik atipikal
melalui sebuah proses yang disebut disinhibisi. Ketika reseptor serotonin diblokir di jalur ini, dopamin meningkat.
Dengan munculnya dopamin kemudian terjadilah "disinhibited" dan langsung mengisi reseptor D2, mencegah
blokade oleh agen antipsikotik. Dengan kurangnya blokade D2 di jalur nigrostriatal, efek samping motorik
berkurang.
Hal tersebutlah yang membedakan antipsikotik atipikal dengan antipsikotik tipikal. Adapun
antipsikotik atipikal, seperti clozapin, risperidone, olanzapin, quetiapine, dan aripriprazole, memiliki efek klinis
yang lebih besar daripada antipsikotik kelas lain dengan efek samping ekstrapiramidal yang minimal.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Malim,R dr.,SpKJ. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik Edisi III. Jakarta: 2007.
2.
Santoso,S.O, Sinta S.W, Metta. Psikotropik. Farmakologi dan Terapi Edisi 4. Bagian Farmakologi
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: 1995.
3.
Beebee,A,MD, Bartzokis,George,MD. Medikasi Antipsikotik Neuroleptik. Buku Saku Psikiatri. Penerbit
Buku Kedokteran EGC. Jakarta: 1994.
4.
Gelder,M.G. Antipsychotic and Anticholinergic Drugs. New Oxford Textbook of Psychiatry.
Ebook.Oxford University Press. UK: 2003.

5.

6.
7.

Stahl,S.M., MD,PhD. Describing an Atypical Antipsychotic: Reseptor Binding and Its Role in
Pathophysiology. Primary Care Companion J Clin Psychiatry, [online]. 2003 [cited 2011 August 14].
Availabe from: http://www.psychiatrist.com/pcc/pccpdf/v05s03/v05s0302.pdf
Bennett,P.N.,MD,FRCP, Brown,M.J.,MA,MSc,MD,FRCP. Antipsychotics. Clinical Pharmacology Ninth
Edition. Churchill Livingstone. 2003.
Henderson,D.C, Kunkel,L, Goff,D.C. Antipsychotic Drugs. Massachusetts General Hospital Psychiatry
Update and Board Preparation Second Edition. McGraw-Hill Companies, Inc. USA: 2004.

8.

9.

Sharif,Z.A,MD. Pharmacokinetics, Metabolism, and Drug Interactions of Atypical Antipsychotics in


Special Population. Primary Care Companion J Clin Psychiatry, [online]. 2003 [cited 2011 August 14].
Availabe from: http://www.psychiatrist.com/pcc/pccpdf/v05s06/v05s0605.pdf
Saltz,B.L,MD, Robinson,Delbert G,MD, Woerner,Margaret G,PhD. Recognizing and Managing
Antipsychotic Drug Treatment Side Effects in the Elderly. Primary Care Companion J Clin
Psychiatry,
[online].
2004
[cited
2011
August
14].
Availabe
from:
http://www.psychiatrist.com/pcc/pccpdf/v06s02/v06s0203.pdf

LAPORAN KASUS
GANGGUAN SKIZOAFEKTIF TIPE MANIK (F.25.0)
IDENTITAS PASIEN
Nama
Tempat/ Tgl Lahir
Umur
Agama
Status Perkawinan
Pendidikan terakhir
Pekerjaan
Alamat
Suku Bangsa
Warga Negara

:
:
:
:
:
:
:
:
:
:

RIWAYAT PSIKIATRI
Diperoleh dari alloanamnesa dari:
Nama
:
Pendidikan terakhir
:
Pekerjaan
:
Hubungan dengan pasien
:
Tanggal
:

Nn. L
Manggarai, 12 Agustus 1986
25 tahun
Katolik
Belum Menikah
Tamat SMA
BTN. Makkio Baji D8 No.8, Antang
Flores
Indonesia

Tn. Antonius Sudirman


Tamat SMA
Wiraswasta
Paman pasien
12 Agustus 2011

I.
A.

RIWAYAT PENYAKIT
Keluhan Utama
Gelisah

B.
o

Riwayat Gangguan Sekarang


Keluhan dan Gejala
Gelisah dialami + 5 hari yang lalu sebelum masuk RS dimana pasien jika gelisah sering jalan terus dan jika dilarang pasien biasa marah dan mengamuk. Pasien juga sering mengeluarkan kata-kata kotor, mengulang kata-kata
dan berkata yang tidak bermakna. Pasien jika mengamuk akan merusak barang-barang di sekitarnya. Pasien juga sering merasakan menjadi bunglon dan kupu-kupu. Pasien juga sering tampak berbicara dengan benda mati (seperti
tembok dan pohon) karena pasien menganggap benda tersebut adalah Tuhan Yesus yang sedang berbicara dengannya. Pasien sering mendengar bisikan yang dianggap berasal dari Tuhan Yesus dan pacarnya. Oleh karena itu pasien juga
jarang tidur.
Perubahan perilaku mulai dialami + 1 tahun yang lalu, yaitu sejak pasien dilarang berpacaran orangtuanya. Pada saat itu, pasien mulai sering gelisah dan bicara sendiri sehingga keluarga membawa pasien untuk dirawat di
RS.Dadi. Pada saat itu pasien dirawat selama + 2 minggu namun keluarga membawa pulang paksa pasien karena dari mulut pasien keluar air liur dan dikatakan lidah pasien terasa kaku. Setelah keluar dari RS, pasien masih sering
tampak bicara sendiri, namun tidak pernah mengamuk sehingga keluarga masih dapat menjaga pasien. Riwayat pengobatan dengan Haloperidol dan Chlorpromazine.

o
o
C.

D.

E.
F.
G.

Hendaya / disfungsi

Hendaya sosial : (+)

Hendaya pekerjaan
: (+)

Hendaya waktu senggang: (+)


Faktor Stressor Psikosial

Pasien dilarang berpacaran oleh orangtuanya


Hubungan gangguan sekarang dengan penyakit fisik dan psikis sebelumnya:

Jelas. Pasien pernah dirawat di RS.Dadi 1 tahun yang lalu dan tidak berobat teratur.
Riwayat Gangguan Sebelumnya
Riwayat penyakit sebelumnya:

Infeksi (-)

Kejang (-)

Trauma (-)
Riwayat penggunaan zat adiktif:

Merokok (-)

Alkohol (-)

Obat-obatan terlarang (-)


Riwayat Kehidupan Pribadi

Riwayat prenatal dan perinatal


Pasien lahir normal, cukup bulan, dan proses persalinan dibantu oleh dukun.

Riwayat masa kanak awal (sejak lahir hingga usia 1-3 tahun)
Pertumbuhan dan perkembangan sama dengan anak sebayanya. Tidak ada riwayat trauma dan infeksi selama masa ini.

Riwayat masa kanak pertengahan (usia 4-11 tahun)


Pasien masuk SD saat berusia 6 tahun di SD.Manggarai. Saat bersekolah prestasi pasien baik dan pandai bergaul dengan teman-temannya.

Riwayat masa kanak akhir dan remaja (usia 12-18 tahun)


Setamat SD, pasien melanjutkan sekolah di SMP Maha Putra dan kemudian ke SMA Negeri 13, Makassar. Pasien mempunyai prestasi baik dan mudah bergaul dengan teman-temannya.

Riwayat masa dewasa


Setelah tamat SMA, pasien ingin melanjutkan studi ke Perguruan Tinggi di Flores namun tidak berlanjut karena sakit.

Riwayat pribadi
o
Riwayat pekerjaan
: Tidak pernah
o
Riwayat pernikahan : Belum menikah. Pasien pernah berpacaran dengan seorang pria namun orang tua pasien melarangnya untuk berpacaran.
Riwayat Kehidupan Keluarga
Pasien merupakan anak ke 2 dari 4 bersaudara (, , , ). Hubungan dengan keluarga baik dan tidak ada riwayat penyakit yang sama dalam keluarga. Ibu pasien meninggal pada tahun 1998 karena disambar petir dan
sekarang ayah pasien telah menikah kembali. Ayah kandung dan ibu tiri pasien bekerja sebagai petani di Flores. Hubungan ibu tiri dengan pasien baik.
Situasi Sekarang
Pasien tinggal bersama paman, tante, sepupu, dan kakaknya.
Persepsi Pasien Tentang Diri dan Kehidupannya
Pasien merasa bahwa dirinya tidak sakit.

AUTOANAMNESIS (14 Agustus 2011)


Dm
: Pagi bu, sy Andi Rasdiana, dokter muda di sini. Kalau boleh tau siapa nama ibu?

: Pagi dok, nama saya Ledia, Ledia, Ledia (loncat kegirangan). Hai cantik, cantiknya, coba bilang
inner beauty, body languange. Eh, ada dokter cinta, hai dokter cinta (sambil memperhatikan dokter
muda laki-laki yang kebetulan berada di sana)

Dm
P
Dm
P
Dm
P
Dm
P
Dm
P
Dm
P
Dm
P
Dm
P
Dm
P
Dm
P
Dm
P
Dm
P
Dm
P
Dm
P
Dm
P
Dm
P
Dm
P
Dm
P
Dm
P
Dm
P

: umurnya berapa?
: 25 tahun
: Ledia lahir dimana? Tanggal berapa?
: Di Manggarai, Flores, tanggal 12 bulan 8 tahun 1986
: Ini hari apa Ledia?
: Hari Minggu ini, tadi pagi saya habis berdoa (sambil menundukkan kepala dan mengambil posisi
layaknya orang yang berdoa)
: Ledia kerja?
: Tidak, saya Ibu rumah tangga, dan wanita karier
: kerja dimana?
: guru smp, sma, bisa juga jadi dosen
: Mengajar apa?
: itu saya ajar aiueo kakikeko lalilulelo naninuneno
: wah bahasa indonesia ya
: iya bahasa indonesia, my name is ledia
: pintar bahasa inggris juga?
: my name is ledia, my name is ledia , nama saya ledia
: Tinggal dimana Ledia?
: BTN Makkio Baji D8 no.8, Antang
: tinggal sama siapa disana?
: sama om ku, sama keluarga lainnya
: tahu no.telpnya berapa?
: 458137, coba halo-halo, halo, halo, halo-halo bandung, trans studio bandung
: pernah ke trans studio bandung?
: iya pernah, sering, coba tanya anak itu, sama itu yang pakai baju warna ungu (sambil menunjuk ke
arah keluarga pasien lain yang memang memakai baju warna ungu) sama bapaknya juga.
: kenapa bisa ada di sini ledia?
: itu juga saya bingung kenapa saya dibawa ke sini
: Ledia tidak tahu?
: tidak tahu dokter, padahal saya tidak sakit, coba tanya itu yang pakai baju ungu, keluarga ku itu.
Saya kira ini tempatnya orang sakit jiwa dokter di?
: Ledia tahu ini dimana?
: ini RS.Dadi, ini Rumah Sakit Jiwa, orang-orang yang terganggu jiwanya di sini. Aku ingin
menjadi...Percayalah padaku mengerti perkataanku..
: katanya ledia suka bicara sendiri?
: iya, saya bicara dengan Tuhan Yesus
: apa yang Tuhan Yesus katakan?
: ayo kemana kita, where are u going, okay my darling eyyaaa (pasien bernyanyi sambil joget
berputar)
:katanya juga ledia sering melamun?
: ah, siapa bilang? Tidak deh
: tidak pernah mengamuk?
: Tidak, baek-baek ja
: biasanya ledia bicara sama siapa saja?
: Tuhan Yesus, dia bilang anakku yang manis yang cantik. Anakku Tuhan Yesus, mama ku Bunda
Maria

Dm
P
Dm
P
Dm
P
Dm
P
Dm
P
Dm
P
Dm
P
Dm
P
Dm
P
Dm
P
Dm
P
Dm
P
Dm
P
Dm
P
Dm
P
Dm
P
Dm
P
Dm
P
Dm
P
Dm
P
Dm
P

: hmm, ledia kenal semua dengan keluarganya?


: kenal semua lah
: ledia pernah pacaran dulu?
: pernah, pacaran lewat hp
: tidak pernah ketemu?
: Pernah ketemu sih, tapi masih kecil
: siapa namanya?
: erik, erik, erik. Namanya Erik, tapi sudah jadi mantan
: terus sekarang siapa?
: Boronimu
: tinggal dimana dia?
: dia tinggal di sini, di hatiku
: Ledia pernah dirawat sebelumnya di sini?
: pernah, 2 minggu
: ada apa sampai dirawat?
: tidak tahu kenapa dirawat, om ku yang bawa padahal saya nda merasa sakit, minum obat terus ja
: pernah tidak, ada masalah di lingkungan atau pekerjaan?
: oohh no problem, no problem
: kalau dengan keluarga bagaimana? Ada masalah sebelumnya?
: kalau ada masalahku, curhatka sama sahabatku, pernah ku bilang, mau ko jadi sahabatku? Saya
tanya begini, apa masalahmu kau? Saya carikanko solusi
: ledia pernah dengar bisikan?
: selalu, always in my heart, always in my heart
: suara laki-laki atau perempuan?
: laki-laki, suara pacarku, always in my heart, dia bilang always in my heart (Halusinasi Auditorik)
: sering bicara dengan tembok katanya?
: Iyaa, bunglon,bunglon, saya juga bunglon (Depersonalisasi)
: ledia bisa bicara dengan bunglon?
: bisa, bunglon bunglon
: apa yg bunglon bilang sekarang?
: dia bilang, ih cantiknya itu sana cewek. Eh, itu disana keluargaku itu tawwa. Siapa namanya itu
sana? (sambil menunjuk2) tante, aloo tante, na kenalka itu, tante kenalki toh? Itu na kenalka.
:ledia sering menari?
:iya menari-nari. Karena saya butterfly, kupu-kupu, kupu-kupu (Depersonalisasi)
: bisa jadi apa lagi?
: Guardian angel akhirnya kutemukan, ur my guardian angel, kumohon selamanyaa, baby i love
u ..
: ledia merasa ada yang biasa bicara dengan ledia?
: iya, aloo aloo aloo
: biasa nya siapa yang ajak kita bicara? Tembok atau apa?
: tembok, tembok, sama pohon itu juga (menunjuk pot).
: kenapa bisa?
: itu Tuhan Yesus sama pacarku yang biasa bicara dengan saya. (Ilusi)
: jadi tembok itu Tuhan Yesus yang sedang bicara? Pohon juga?
: iyaa Tuhan Yesus sama pacarku.

Dm
P
Dm
P
Dm
P
Dm
P
Dm
P
Dm
P
Dm
P
Dm
P
Dm
P
Dm
P
Dm
P

Dm
P
Dm
P
Dm
P
Dm
P
Dm
P
Dm
P
Dm
P
Dm
P
Dm
P
Dm

: ledia, kalau misalnya lagi di mall, kita rasa itu seperti bagaimana suasananya? Ramai, sepi, seperti
hutan atau bagaimana?
: kalau dimana? Di mall? Ya ramai lah. Ledia lagi jalan ke mall, naik lift. Kalau sendirian ka jadi
kupu-kupu ma lagi, terbang deh, ayo ada di sana bidadari.
: Ledia pernah sakit?
: pernah, sakit gigi
: sakit yang panas tinggi atau kejang-kejang mungkin?
: Tidak, tidak pernah
: minum obat-obatan?
: iya, tadi pagi minum obat
: kalau yang obat-obatan terlarang, pernah?
: tidak pernah
: maaf, apakah Ledia merokok?
: tidak
: kalau minum alkohol?
: minum iya, minum air putih saja
: cita-cita nya ledia apa?
:mau jadi guru, dokter,banyak
: apa harapannya ledia?
: mau keliling dunia, ke india
:ledia bisa mandi sendiri?
: bisa lah
: kalau masak?
: bisa. Saya toh biasanya, kalau datang tamu. Halo semua, kalau laki2 keluar dulu, kalau cewek sinisini, tahu masak? Tidak tahu? Ok ok saya ajar. Eh tante, tante, itu tante disana, sini dulu (sambil
menunjuk seorang wanita yang lewat)
: ledia, pendidikan terakhir apa?
: tamat SMA
: berarti tahu dong ibukota Indonesia apa?
: Jakarta
: kalau sekarang lagi dimana?
: di Makassar
: provinsi apa?
: sulawesi selatan, yeee pintar.
: 100-7?
: 93
: 93-7?
: 86
: Sekarang hari apa Ledia?
: hari minggu. 17 Agustus 1945, mari memperingati hari kemerdekaan negara Indonesia, yang
keberapa? Lupa ma lagi.
: tadi pagi ledia makan apa?
: makan obat, warna putih
: Ledia tahu artinya berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ketepian?
: tahu lah, bersenang-senang dahulu, bersenang-senang juga kemudian
: kalau kepala batu?

P
Dm
P
Dm
P

Dm
P
Dm
P
Dm
P
Dm
P
II.
A.

B.

C.

: kepala batu, batu diubah menjadi roti


: ringan tangan?
: suka mencuri
: panjang tangan?
: suka mencuri, eh tadi ringan tangan suka membantu. Eh dokter cinta, kemarin yang request lagu,
minta sedikit pewangi mu (sambil menyodorkan tangan ke dokter muda laki2 yang sedang berada
dsana)
: apa keahliannya ledia?
: bisa memasak, menjahit, serba bisa
: pernah ada perasaaan seperti dikejar tidak?
: iya, dikejar sama pria, pacarku, lagi jatuh cinta ka
: maksudnya yang buru ledia, atau yang ingin bunuh ledia ada?
: ih siapa bilang. Saya dikejar karena dia sayang ka, kemarin toh itu sana kejarka yang bersih-bersih.
: baik kalau begitu, ledia terimakasih banyak atas bincang-bincangnya. Ledia bisa istirahat sekarang,
nanti kita bincang-bincang lagi ya.
: iya dok.
PEMERIKSAAN STATUS MENTAL
Deskripsi Umum
1.
Penampilan
Tampak seorang perempuan mengenakan baju kaos berwarna merah muda dan celana pendek
berwarna merah muda, wajah sesuai umur, cukup rapi, rambut ikal hitam, kulit sawo matang.
2.
Kesadaran
Berubah
3.
Perilaku dan Aktivitas Psikomotor
Saat diwawancarai, pasien tampak agak gelisah dan berjalan mondar-mandir.
4.
Pembicaraan
Membanjir dan sering mengulang kata-kata.
5.
Sikap terhadap Pemeriksa
Cukup kooperatif
Keadaan Afektif (mood), Perasaan, dan Empati
1.
Mood
: sulit dinilai
2.
Afek
: hipertimia
3.
Empati : tidak dapat dirabarasakan
4.
Keserasian: tidak serasi
Fungsi Intelektual (kognitif)
1.
Taraf pendidikan, pengetahuan umum dan kecerdasan:
sesuai dengan taraf pendidikan
2.
Daya konsentrasi:
cukup
3.
Orientasi (waktu,tempat,dan orang):
baik
4.
Daya ingat:
baik
5.
Pikiran abstrak:
cukup

10

6.

D.

E.

F.
G.

H.
I.

Bakat kreatif:
tidak ada
7.
Kemampuan menolong diri sendiri:
baik
Gangguan Persepsi
1.
Halusinasi
Halusinasi auditorik (+), pasien sering mendengar bisikan yang dianggap dari Tuhan Yesus dan
pacarnya.
2.
Ilusi
Ada, pasien sering menganggap benda mati (seperti tembok dan pohon) yang sedang berbicara
dengannya.
3.
Depersonalisasi
Ada, pasien merasa bahwa dirinya adalah bunglon dan kupu-kupu.
4.
Derealisasi
Tidak ada.
Proses Berfikir
1.
Arus pikiran
a.
Produksivitas
: membanjir
b.
Kontinuitas
: kadang irrelevan, assosiasi longgar
c.
Hendaya berbahasa
: tidak ada
2.
Isi pikiran
a.
Preokupasi
: tidak ada
b.
Gangguan isi pikiran
: tidak ada
Pengendalian Impuls
: terganggu
Daya Nilai
1.
Norma Sosial
: terganggu
2.
Uji Daya Nilai
: terganggu
3.
Penilaian Realitas
: terganggu
Tilikan (insight) : Tilikan I. Pasien merasa dirinya tidak sakit.
Taraf dapat dipercaya : dapat dipercaya

III.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK LANJUT
A. Status Internus
Tekanan Darah 120/80 mmHg, nadi 88x/menit, kuat angkat, frekuensi pernafasan 20x/menit, suhu 36,5 oC
B. Status Neurologis
Pupil bulat isokor 2,5mm/2,5mm, RCL +/+, RCTL, +/+, fungsi motorik dan sensorik serta keempat
ektremitas dalam batas normal dan tidak ditemukan refleks fisiologis.
IV.

IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA


Seorang perempuan, 25 datang dengan keluhan gelisah yang dialami + 5 hari yang lalu sebelum masuk
RS dimana pasien jika gelisah sering jalan terus dan jika dilarang pasien biasa marah dan mengamuk. Pasien juga
sering mengeluarkan kata-kata kotor, mengulang kata-kata dan berkata yang tidak bermakna. Pasien jika
mengamuk akan merusak barang-barang di sekitarnya. Pasien juga sering merasakan menjadi bunglon dan kupukupu. Pasien juga sering tampak berbicara dengan benda mati (seperti tembok dan pohon) karena pasien
menganggap benda tersebut adalah Tuhan Yesus yang sedang berbicara dengannya. Pasien sering mendengar
bisikan yang dianggap berasal dari Tuhan Yesus dan pacarnya. Oleh karena itu pasien juga jarang tidur.

Perubahan perilaku mulai dialami + 1 tahun yang lalu, yaitu sejak pasien dilarang berpacaran
orangtuanya. Pada saat itu, pasien mulai sering gelisah dan bicara sendiri sehingga keluarga membawa pasien
untuk dirawat di RS.Dadi. Pada saat itu pasien dirawat selama + 2 minggu namun keluarga membawa pulang
paksa pasien karena dari mulut pasien keluar air liur dan dikatakan lidah pasien terasa kaku. Setelah keluar dari
RS, pasien masih sering tampak bicara sendiri, namun tidak pernah mengamuk sehingga keluarga masih dapat
menjaga pasien. Riwayat pengobatan dengan Haloperidol dan Chlorpromazine.
Dari pemeriksaan status mental dengan pemeriksa, ditemukan seorang perempuan mengenakan baju
kaos berwarna merah muda dan celana pendek berwarna merah muda, wajah sesuai umur, cukup rapi, rambut ikal
hitam, kulit sawo matang. Kesadaran berubah, psikomotor gelisah, verbalisasi membanjir dan sering mengulang
kata-kata. Sikap terhadap pemeriksa cukup kooperatif. Mood sulit dinilai, afek hipertimia dengan empati yang
tidak dapat dirabarasakan. Taraf kecerdasan sesuai tingkat pendidikan, daya konsentrasi cukup, orientasi, dan daya
ingat baik, pikiran abstrak cukup, tidak memiliki bakat kreatif, dan mampu menolong diri sendiri. Terdapat
halusinasi auditorik, pasien mendengar bisikan yang dianggapnya berasal dari Tuhan Yesus dan pacarnya.
Terdapat ilusi berupa pasien sering menganggap benda mati (seperti tembok dan pohon) yang sedang berbicara
dengannya. Terdapat depersonalisasi berupa pasien merasa bahwa dirinya adalah bunglon dan kupu-kupu. Arus
pikiran membanjir, kadang irrelevan, dan terdapat assosiasi longgar. Pengendalian impuls dan daya nilai
terganggu, tilikan derajat 1 dan pasien dapat dipercaya.
V.

EVALUASI MULTIAKSIAL
AKSIS I
Berdasarkan autoanamnesa, alloanamnesa, serta pemeriksaan status mental ditemukan gejala klinis berupa
perilaku gelisah dan sering berbicara sendiri, pasien sering ingin jalan dan jika ditahan, pasien akan marah,
mengamuk, dan hendak merusak barang-barang sekitarnya. Keadaan ini menimbulkan distress pada pasien,
orang-orang sekitar dan menimbulkan hendaya berat dalam hubungan sosial, pekerjaan, serta penggunaan waktu
senggang, sehingga dapat dikatakan pasien mengalami gangguan jiwa. Pada pemeriksaan status mental
ditemukan adanya hendaya berat dalam menilai realita berupa psikomotor gelisah, verbalisasi membanjir dan
sering mengulang kata-kata, afek hipertimia, halusinasi auditorik, ilusi, depersonalisasi, arus pikiran membanjir,
kadang irrelevan, dan terdapat assosiasi longgar, sehingga pasien dikatakan mengalami gangguan jiwa psikotik.
Pada pemeriksaan fisis dan neurologis tidak ditemukan adanya kelainan, sehingga penyebab organik dapat
disingkirkan dan pasien dapat didiagnosa sebagai gangguan jiwa psikotik non organik.
Dari autoanamnesa dan pemeriksaan status mental didapatkan gejala-gejala definitif skizofrenia berupa
psikomotor gelisah, verbalisasi membanjir, halusinasi auditorik, ilusi, depersonalisasi, arus pikiran membanjir,
kadang irrelevan, dan terdapat assosiasi longgar, serta gangguan afektif berupa afek hipertimia, yang sama-sama
menonjol pada saat yang bersamaan, maka berdasarkan PPDGJ-III dapat didiagnosis sebagai gangguan
skizoafektif (F.25). Dari autoanamnesa dan pemeriksaan status mental didapatkan afek yang meningkat yakni
hipertimia. Psikomotor gelisah, verbalisasi membanjir dan sering mengulang kata-kata. Terdapat halusinasi
auditorik, pasien mendengar bisikan yang dianggapnya berasal dari Tuhan Yesus dan pacarnya. Ilusi, berupa
pasien sering menganggap benda mati (seperti tembok dan pohon) yang sedang berbicara dengannya.
Depersonalisasi, berupa pasien merasa bahwa dirinya adalah bunglon dan kupu-kupu. Arus pikiran membanjir,
kadang irrelevan, dan terdapat assosiasi longgar, sehingga berdasarkan PPDGJ-III, pasien dapat didiagnosis
sebagai gangguan skizoafektif tipe manik (F.25.0)

AKSIS II
Pasien mudah bergaul dengan orang sekitarnya.

11

AKSIS III
Tidak ada diagnosis.

AKSIS IV
Stressor psikososial : pasien dilarang berpacaran oleh orangtuanya.

AKSIS V
GAF scale 50-41, gejala berat (serious), disabilitas berat.

C.

VI.
1.

2.

3.

DAFTAR MASALAH
Organobiologik
Tidak ditemukan kelainan fisik yang bermakna, tetapi diduga terdapat kelainan keseimbangan
neurotransmitter dopamin sehingga memerlukan farmakoterapi.
Psikologik
Ditemukan hendaya berat dalam menilai realita berupa psikomotor gelisah, verbalisasi membanjir dan
sering mengulang kata-kata, afek hipertimia, halusinasi auditorik, ilusi, depersonalisasi, arus pikiran
membanjir, kadang irrelevan, dan terdapat assosiasi longgar, sehingga memerlukan psikoterapi.
Sosiologik
Ditemukan adanya hendaya berat dalam bidang spasienal, pekerjaan, dan waktu senggang sehingga
memerlukan sosioterapi.

VII.
PROGNOSIS
Dubia

Faktor pendukung:
o
Dukungan dari keluarga baik
o
Stressor psikososial jelas
o
Gejala positif menonjol
o
Tingkat pendidikan yang baik
o
Tidak ada riwayat keluarga dengan keluhan yang sama

Faktor penghambat:
o
Belum menikah
o
Usia muda
o
Riwayat gangguan jiwa sebelumnya

Ventilasi: memberikan kesempatan kepada pasien untuk menceritakan keluhan isi hati dan perasaan
sehingga perasaan pasien menjadi lega.
Sosioterapi
Memberikan penjelasan kepada keluarga dan orang-orang sekitar pasien sehingga dapat menerima dan
menciptakan lingkungan yang baik untuk membantu proses penyembuhan penyakitnya.

IX.

FOLLOW UP
Memantau keadaan umum pasien dan perkembangan penyakit serta menilai efektivitas pengobatan
yang diberikan dan kemungkinan munculnya efek samping obat yang diberikan.
X.

PEMBAHASAN / TINJAUAN PUSTAKA


Berdasarkan PPDGJ-III, pedoman diagnostik untuk Gangguan Skizoafektif Tipe Manik (F.25.0)

adalah:

Kategori ini digunakan baik untuk episode skizoafektif tipe manik yang tunggal maupun untuk gangguan
berulang dengan sebagian besar episode skizoafektif tipe manik.

Afek harus meningkat secara menonjol atau ada peningkatan afek yang tak begitu menonjol dikombinasi
dengan iritabilitas atau kegelisahan yang memuncak.

Dalam episode yang sama harus jelas ada sedikitnya satu, atau lebih baik lagi dua, gejala skizofrenia yang
khas (sebagaimana ditetapkan untuk skizofrenia, F.20)
Dari anamnesis dan pemeriksaan status mental didapatkan afek yang meningkat yakni hipertimia,
terdapat psikomotor gelisah, verbalisasi membanjir dan sering mengulang kata-kata. Didapatkan pula gejalagejala skizofrenia yang khas berupa halusinasi auditorik, pasien mendengar bisikan yang dianggapnya berasal dari
Tuhan Yesus dan pacarnya. Ilusi, berupa pasien sering menganggap benda mati (seperti tembok dan pohon) yang
sedang berbicara dengannya. Depersonalisasi, berupa pasien merasa bahwa dirinya adalah bunglon dan kupukupu. Arus pikiran membanjir, kadang irrelevan, dan terdapat assosiasi longgar.
Karena adanya gejala-gejala skizofrenia dan gangguan afektif tersebut yang sama-sama menonjol pada
saat yang bersamaan, maka pasien ini memenuhi kriteria untuk diagnosis gangguan skizoafektif tipe manik
(F.25.0).

VIII.
RENCANA TERAPI
A. Psikofarmaka
Haloperidol 1,5 mg
3x1
Chlorpromazine 100 mg
0-0-1
Trihexylpenidyl 2 mg
2x1
Carbamazepin 200 mg
2x1
B. Psikoterapi suportif

Konseling: memberikan penjelasan dan pengertian pada pasien sehingga dapat membantu pasien
memahami dan menghadapi penyakitnya.

12

Anda mungkin juga menyukai