Anda di halaman 1dari 7

Seminar Nasional Sains dan Teknik 2012 (SAINSTEK 2012)

Kupang, 13 Nopember2012

SISTEM TEMU KEMBALI TENUN IKAT NTT DENGAN TRANSFORMASI WAVELET


M.I.J Lamabelawa1, Yohanis Malelak2
Program Studi Teknik Informatika, Stikom Uyelindo Kupang
Jl. Perintis Kemerdekaan 2 Kayu Putih Kupang, Telp. (0380)8554500
E-mail: 1ignas_lamabelawa@yahoo.com, dan 2 john_malelak@facebook.com

ABSTRAK
Motif tenun ikat sebagai warisan budaya Nusa Tenggara Timur (NTT) sangat beragam dipengaruhi letak
geografis kepulauan, keadaan alam, dan struktur masyarakat. Perbedaan motif-motif khas seperti flora, fauna,
motif geometris sangat menarik untuk diteliti. Perbedaan yang unik dari setiap motif merupakan kata kunci
untuk menyebut nama dan asal tenun ikat. Semua informasi bernilai seni tersimpan dalam memori manusia
sangat terbatas ruang dan waktu yang tidak permanen. Penelitian ini dianalisis teknik retrieval untuk
mengidentifikasi pola citra tenun berbasis content. Selanjutnya dirancang aplikasi untuk me-retrieve sistem
temu kembali citra berbasis content. Metode ekstraksi ciri pada citra digital yang efisien berdasarkan energi
dari frekuensi citra dengan transformasi gelombang singkat diskret atau Discrete Wavelet Transform (DWT).
DWT mendekomposisikan dimensi sinyal frekuensi tinggi dan frekuensi rendah. Sebuah sinyal dilewatkan
melalui highpass filter untuk menganalisis frekuensi tinggi dan dilewatkan melalui lowpass filter untuk
menganalisis frekuensi rendah. Hasil dekomposisi citra menghasilkan energi dan disimpan sebagai database
untuk me-retrieve citra uji melalui proses yang sama. Pada penelitian ini digunakan Wavelet Haar, dan
dibandingkan Wavelet Daubechies 4 sebagai pendekatan baru pada setiap levelnya. Hasil retrieval kedua
metode dibandingkan berdasarkan perbandingan energi citra uji dan citra database atau citra latih.
Berdasarkan hasil pengujian terhadap 20 citra uji (citra query) dengan 45 citra latih (citra database) dengan
jarak Euclidean, secara rata-rata Daubechies lebih akurat dibandingkan dengan Haar. Persentasi rata-rata
kemiripan yang dihasilkan Daubechies adalah 0.046 %, sedangkan Haar 0.097%. Pada perhitungan nilai
akurasi Precision, Recall, dan Akurasi secara rata-rata Daubechies lebih baik daripada Haar.
Kata Kunci: Identifikasi, Citra Tenun, Wavelet haar, Wavelet daubechies, Jarak euclidean
1.

PENDAHULUAN
Motif dan corak tenun ikat sebagai warisan
budaya NTT sangat beragam dipengaruhi letak
geografis kepulauan, keadaan alam, dan struktur
masyarakat.
Perbedaan
motif-motif
khas
berdasarkan kepulauan seperti flora dan fauna,
motif geometris sangat menarik untuk diteliti.
Perbedaan yang unik dari setiap motif merupakan
kata kunci untuk menyebut nama dan asal tenun ikat.
Semua informasi tentang tenun jika tersimpan dalam
memori manusia yang konvensional akan sangat
terbatas dan tidak permanen. Perkembangan sistem
retrieval citra tidak hanya berbasis teks tapi dapat
berbasis content. Pada penelitian ini dilakukan
pendekatan
baru
teknik
retrieval
untuk
mengidentifikasi citra tenun berbasis content dan
selanjutnya dirancang suatu aplikasi untuk meretrieve citra berbasis content.
Sistem temu kembali citra (Image Retrieval
System) untuk identifikasi citra tenun berbasis
konten merupakan teknik pencocokan citra database
dengan melihat isi sebenarnya berdasarkan ciri dasar
gambar seperti warna, tekstur, dan bentuk. Metode
temu kembali citra berbasis konten (content base)
lebih baik dari sistem konvensional berbasis tex (text
base) [Rusdianto dkk., 2011].
Metode identifikasi citra dengan transformasi
gelombang singkat atau DWT telah dikembangkan

oleh Khan et al. (2011), menggunakan Haar dan


histogram warna. Metode yang dikembangkan oleh
Rusdianto, dkk. (2011), menggunakan Wavelet
Haar dan klusterisasi mean shift. Sedangkan metode
yang dikembangkan oleh Das et al. (2012),
membandingkan antara transformasi Wavelet and
Curvelet.
Berdasarkan beberapa penelitian terdahulu,
akan dikembangkan sistem temu kembali citra
dengan citra tenun NTT dengan menggunakan
Wavelet Haar dan Wavelet Daubechies dan
membandingkan akurasi kedua metode tersebut.
Pada penelitian ini dilakukan identifikasi citra tenun
berdasarkan isi dengan metode DWT. Metode DWT
digunakan karena metode ekstraksinya lebih efisien
dengan menyimpan energi citra di setiap sub band.
Sistem yang dikembangkan bertujuan untuk
mengidentifikasi motif tenun ikat berbasis konten
dengan metode Wavelet Haar dan Daubecheis 4.
Pengukuran performasi digunakan ukuran kemiripan
jarak euclidean seperti yang dikembangkan oleh
Kusamaningrum
dan
Arymurthy.
(2011).
Pendekatan metode Daubechies digunakan filter
Daub4 kemungkinan menghasilkan ekstraksi ciri
yang lebih robust dan akurasi lebih baik
dibandingkan dengan Wavelet Haar yang
dikembangkan sebelumnya. Kontribusi dari hasil
dari penelitian ini memberikan perbandingan akurasi
T-157

Seminar Nasional Sains dan Teknik 2012 (SAINSTEK 2012)


Kupang, 13 Nopember2012

antara metode DWT Haar dan Daubechies 4 (Daub


4) dengan jarak Euclidean (Euclidean distance).
2.

METODE PENULISAN

2.1 Dasar Teori Pengolahan Citra Digital


Dalam Gonzales dan Woods (2008), dijelaskan
citra (image) adalah gambar pada bidang dua
dimensi yang dihasilkan dari gambar analog dua
dimensi yang kontinyu menjadi gambar diskrit
melalui proses digitasi. Citra digital (digital image)
adalah sebuah citra diskrit dan telah didigitasi dalam
bentuk koordinat ruang (spasial) maupun nilai
intensitasnya (gray level). Citra digital dapat
dinyatakan sebagai sebuah matriks, dimana baris dan
kolomnya menunjukkan sebuah titik dalam citra dan
nilai elemen-elemen matriksnya menunjukkan
tingkat keabuan pada titik tersebut. Berdasarkan
pengertian diatas, maka Pengolahan Citra Digital
(Digital Image Processing) adalah prosedur atau
pengolahan citra digital 2 dimensi yang biasanya
diekspresikan dalam bentuk algoritma.
Tahap-tahap Pengolahan Citra Digital dalam
Gonzales dan Woods. (2008), sebagai berikut:
1. Akuisisi Citra adalah tahap untuk mendapatkan
citra digital. Untuk merealisasikan dibutuhkan
sensor
citra
dan
kemampuan
untuk
mendigitisasi signal yang diproduksi sensor.
2. Preprocessing adalah tahap memperbaiki citra
dengan cara tertentu, sehingga meningkatkan
mutu citra untuk proses selanjutnya.Tahapan ini
terdiri dari perbaikan citra, restorasi citra,
kompresi citra.
3. Analisis citra adalah tahap untuk proses
menemukan (mengekstrak), mengidentifikasi,
dan memahami suatu citra atau pola yang
relevan dengan tujuannya. Tahap analisis citra
terdiri dari segmentasi citra, representasi dan
deskripsi citra, pengenalan dan interpretasi citra.
Pada penelitian ini dikembangkan metode
analisis citra untuk mengidentifikasi citra
berdasarkan isi konten dengan melihat isi
sebenarnya berdasarkan ciri dasar gambar seperti
warna,tekstur, dan bentuk.
Salah satu teknik dalam pengolahan citra digital
adalah analisis tekstur. Teknik ini berkaitan dengan
pengolahan parameter tekstur pada citra digital.
Meskipun tidak ada definisi tekstur secara matematis
yang dapat diterima, dapat dikatakan tekstur
merupakan pola berulang dari hubungan (distribusi)
spasial dari derajat keabuan pada piksel-piksel yang
bertetangga [Munir, 2004].
Pola yang dimaksud seperti bentuk, kedalaman,
warna, kecerahan dan sebagainya. Tekstur dapat
diamati dalam bentuk atau pola terstruktur pada
permukaan suatu benda seperti kayu, kain, tanah,
pasir, padang rumput, hutan, air, dan lain-lain.
Tekstur alami umumnya mempunyai pola acak,
sedangkan tekstur buatan seringkali berpola
deterministik atau periodik.

Tenun ikat NTT merupakan warisan budaya


yang memiliki sejarah pembuatan berdasarkan pola
alam, flora dan fauna serta status sosial dalam
masyarakat. Daerah pantai akan memiki motif dan
tekstur
yang
berbeda
dengan
masyarakat
pegunungan.
Manusia
memandang
tekstur
berdasarkan deskripsi yang bersifat abstrak, seperti
halus, teratur, tidak teratur, berurat, berbintik, kasar,
dan sebagainya. Hal ini merupakan deskripsi yang
tidak tepat dan non kuantitatif, sehingga diupayakan
pendekatan deskripsi suatu tekstur yang lebih
kuantitatif (matematis) untuk memudahkan analisis.
Dengan kata lain dilakukan pengukuran tekstur
untuk memperoleh ciri suatu tekstur.
2.2 Wavelet
Wavelet diartikan suatu gelombang kecil,
sedang sinus dan cosinus adalah gelombang besar.
Wavelet adalah salah satu fungsi yang memenuhi
persyaratan matematika tertentu yang mampu
melakukan dekomposisi terhadap sebuah fungsi.
Wavelet dapat digunakan untuk menggambarkan
sebuah model atau gambar asli berupa citra, kurva
atau sebuah bidang ke dalam fungsi matematis.
Wavelet telah banyak diterapkan dalam berbagai
macam bidang, salah satunya adalah pengolahan
citra. Transformasi wavelet merupakan sebuah
fungsi konversi yang dapat membagi fungsi atau
sinyal ke dalam komponen frekuensi atau skala yang
berbeda dan selanjutnya dapat dipelajari setiap
komponen tersebut dengan resolusi tertentu sesuai
dengan skalanya [Subanar dan Hartono, 2009].
Dalam transformasi wavelet terdapat dua
fungsi, yaitu fungsi skala (father wavelet) dan
mother wavelet. Kedua fungsi ini menghasilkan
suatu family fungsi yang dapat digunakan untuk
merekonstruksi suatu sinyal[Daubechies, 1992].
Transformasi wavelet terdiri atas Transformasi
Wavelet Kontinu atau Continuous Wavelet
Transform (CWT) dan Transformasi Wavelet
Diskret atau DWT. Perhitungan skala dan
pergeseran dalam CWT dapat dilakukan secara
kontinu, sedangkan DWT hanya dilakukan pada
sekelompok skala tertentu [Daubechies, 1992].
2.3 Transformasi Wavelet Diskrit
Menurut Graps dalam Widiartha dkk. (2006),
transformasi
wavelet
diskrit
merupakan
pentransformasian sinyal diskrit menjadi koefisienkoefisien wavelet yang diperoleh dengan menapis
sinyal menggunakan dua buah tapis yang
berlawanan. Kedua tapis adalah: (1) tapis penyekala
atau tapis lolos rendah (Low Pass Filter) atau LPF;
(2) tapis detil atau tapis lolos tinggi (High Pass
Filter) atau HPF.
Pada citra dua dimensi, prosedur dekomposisi
level tunggal terdiri dari citra satu dimensi yang difilter pada arah mendatar kemudian diikuti oleh citra
satu dimensi yang di-filter pada arah tegak yang
diutilisasi dengan menggunakan filter tapis rendah
T-158

Seminar Nasional Sains dan Teknik 2012 (SAINSTEK 2012)


Kupang, 13 Nopember2012

dan filter tapis tinggi. Proses dekomposisi


transformasi wavelet untuk citra dua dimensi dapat
ditunjukkan pada Gambar 1.


   

 
       

(2)

Keofisien filter skala dan koefisien filter wavelet


yang terdapat dalam D(4) filter wavelet diperoleh
dari penurunan rumus 1 dan 2 sebagai berikut :
 




 




,  

 


  




(3)

Filter wavelet ditulis sebagai berikut:


 

Gambar 1 Transformasi Wavelet Dua Dimensi

Algoritma dekomposisi DWT membagi atau


dekomposisi sebuah dimensi sinyal menjadi dua
bagian, disebut bagian dengan frekuensi tinggi dan
frekuensi rendah. Sebuah sinyal dilewatkan melalui
highpass filter untuk menganalisis frekuensi tinggi
(bagian detail) dan dilewatkan melalui lowpass filter
untuk menganalisis frekuensi rendah (bagian
smooth).
Transformasi wavelet terhadap citra adalah
menapis citra dengan tapis wavelet. Hasil dari
penapisan ini adalah 4 sub bidang citra dari citra
asal, keempat sub bidang citra ini berada dalam
kawasan wavelet. Keempat sub bidang citra ini
adalah pelewat rendah-pelewat rendah (LL), pelewat
rendah-pelewat tinggi (LH), pelewat tinggi-pelewat
rendah (HL), dan pelewat tinggi pelewat tinggi
(HH). Proses ini disebut dekomposisi. Dekomposisi
dapat dilanjutkan pada level berikutnya dengan citra
pelewat rendah-pelewat rendah (LL) sebagai
masukannya untuk mendapatkan tahap dekomposisi
selanjutnya seperti terlihat pada Gambar 1.




  




, 




  




(4)

2.5 Haar Wavelet


Salah satu dari keluarga wavelet yang akan
diterapkan dalam penelitian ini adalah Wavelet
Haar. Wavelet Haar merupakan wavelet yang paling
tua dan sederhana[Subanar dan Hartono, 2009].
Alasan menggunakan Haar Wavelet karena
merupakan metode yang lebih bagus digunakan
untuk merepresentasikan ciri tekstur dan bentuk.
Disamping itu Haar Wavelet memerlukan waktu
komputasi yang lebih kecil dari pada transformasi
wavelet lainnya, ciri diperoleh dari citra yang telah
melewati proses dekomposisi. yakni double untuk
dapat dioperasikan. Gambar 2 ditunjukkan matriks
HAAR ukuran L=8x8. Baris 1 sampai L/2
merupakan filter low pass dan baris L/2+1 sampai L
adalah filter high pass.
>> MatriksHaar(8)
0.7071 0.7071

0 0.7071 0.7071

0.7071 -0.7071

0 0.7071
0
0

0.7071

0 0.7071 0.7071

0 0.7071 -0.7071

0 0.7071 -0.7071

0 0.7071 -0.7071

Gambar 2 Matriks Haar Ukuran 8x8

2.4 Daubechies Wavelet


Daubechies Wavelet adalah adalah salah satu
keluarga wavelet orthogonal. Wavelet Daubechies
disimbolkan dengan dbN dengan N adalah angka
indeks dari 2 sampai 20. Pada penelitian ini
digunakan Wavelet Daubechies 4 dengan notasi
D(4) [Subanar dan Suhartono, 2009].
Persamaan
skala
atau
persamaan
dilatasi
(pergeseran) merupakan fungsi skala yang
mengalami kontraksi (meregang) dan pergeseran
yang ditulis dalam [Subanar dan Suhartono, 2009].
sebagai berikut:
   


  

(1)

2.6 Prosedur Penelitian


Pada penelitian ini, yang menjadi populasi
adalah tenun ikat NTT. Sampel yang diambil
menjadi citra latih adalah citra dari berbagai daerah
di NTT dengan motif berbeda-beda berjumlah 35.
Tahapan
penelitian
selanjutnya
adalah
pengembangan sistem yang terdiri dari 2 tahapan,
yakni tahap pertama adalah ekstraksi citra latih yang
disimpan sebagai citra data base. Tahap selanjutnya
adalah identifikasi citra query, yaitu melakukan
perbandingan dalam nilai batas tertentu. Langkahlangkah proses ekstraksi citra latih ditunjukkan pada
flowchart Gambar 3.

Sedangkan fungsi wavelet didefinisikan dengan

T-159

Seminar Nasional Sains dan Teknik 2012 (SAINSTEK 2012)


Kupang, 13 Nopember2012

c)

Mulai
Input citra latih dan
resize 2^n

Algoritma
Sebagai contoh dekomposisi citra menggunakan
Haar Wavelet sampai level tertentu diringkas dalam
algoritma sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.

Baca matriks Haar


Baca file gambar ukuran L= 2^n
Baca dan simpan variabel level
Lakukan
proses
rekursif
sampai
level
tertentu
dengan
mengoperasikan matriks Haar dengan
Citra.
5. Lakukan
operasi
transpose
dan
perkalian untuk dekomposisi
6. lanjutkan
ke
level
dekomposisi
berikutnya
7. Proses terminasi sampai Level yang
didefinisikan pada variabel input

Konversi citra ke skala Keabuan


(grayscale)
Output citra
grayscale
Input jenis wavelet
dan level ke-n
Ya

Apakah
Pilih Haar ?

Tidak

Ekstraksi citra
dengan Metode
Daub4 Level n

Ekstraksi citra
dengan Metode
Haar Level n
Output
citra hasil
ekstraksi

d) Hasil Dekomposisi
Ciri-ciri citra hasil dekomposisi dengan wavelet
dapat diperoleh dengan menghitung energi yang
terkandung pada setiap subband. Pada setiap level,
suatu citra terbagi menjadi 4 subband. Pada Gambar
1 merupakan dekomposisi 3 level sehingga terdapat
12 subband. Energi setiap subband dihitung dengan
perumusan berikut:
"

!   #
#$ %"

Simpan sebagai citra latih


dalam database

Selesai

Gambar 3 Diagram Alir Ekstraksi Citra Latih

$
(" !& '

(5)

Hasil dekomposisi Gambar 4 dan Gambar 5 adalah


hasil ekstraksi level 1 dan level 2 dengan Wavelet
Daub4. Sedangkan Gambar 6 adalah hasil ekstraksi
dengan Wavelet Haar.

Rincian penjelasan proses ekstraksi citra latih


diuraikan sebagai berikut:
a) Proses awal (Preprocessing)
Proses awal yang dilakukan adalah akuisisi citra
dimulai dari digitalisasi citra inputan, cropping citra
dengan ukuran 2n dengan n adalah ukuran pixel.
Selanjutnya citra awal RGB dikonversi ke format
grayscale 8 bit.
b) Ekstraksi ciri dengan transformasi wavelet
diskret
Tahap ini adalah pemilihan jenis DWT yang
digunakan baik Haar Wavelet atau Daubechies4
dengan dalam 2 level, yakni level 1 dan 2. Pada
prinsipnya algoritma dekomposisi DWT membagi
atau dekomposisi sebuah dimensi sinyal menjadi dua
bagian, disebut bagian dengan frekuensi tinggi dan
frekuensi rendah. Sebuah sinyal dilewatkan melalui
high pass filter untuk menganalisis frekuensi tinggi
(bagian detail) dan dilewatkan melalui low pass
filter untuk menganalisis frekuensi rendah (bagian
smooth).
Algoritma dekomposisi DWT bekerja secara
rekursif, dengan mengoperasikan dua buah matriks,
yaitu matriks wavelet dan sebuah image berukuran
tertentu. Matriks Image dan matriks wavelet akan
dibaca dan disimpan ke variabel tertentu yang akan
dikonversi dalam format yang sama.

Gambar 4 Hasil Ekstraksi dengan Daub4 Level 1

Gambar 5 Hasil Ekstraksi dengan Daub4 Level 2

T-160

Seminar Nasional Sains dan Teknik 2012 (SAINSTEK 2012)


Kupang, 13 Nopember2012

Gambar 6 Hasil Ekstraksi dengan Haar Level 1

Selanjutnya adalah proses identifikasi citra


query dengan melakukan proses perbandingan
(compare) antara citra query dengan citra database.
Pada prinsipnya langkah-langkah sampai dengan
hasil ekstraksi sama dengan Flowchart Gambar 3.
Perbedaan terlihat pada proses perbandingan dan
langkah penentuan kemiripan citra dan pengujian
yang ditunjukkan dengan flowchart Gambar 7.
Kedua tahapan diuraikan sebagai berikut:
a. Kriteria penentuan kemiripan citra
Kriteria penentuan kemiripan citra dengan
metode Jarak Euclidean. Jarak Eucidean dalam
Kusumaningrum dan Arymurthy (2011), merupakan
metode statistika yang digunakan untuk mencari
data antara parameter data baru atau data uji dengan
parameter data referensi atau basis-data. Pada kasus
ini akan dihitung rentang jarak nilai energi pada
setiap sub band citra uji dengan energi citra latih.
Perumusan jarak euclidean sebagai berikut:

)*+  /
- ,-  ,.- 

(6)
dimana :
EDi = jarak terhadap tekstur i yang terkecil pada
basis-data
= energi dari subband yang diidentifikasi
Xj
Xj
= energi dari subband yang terdapat pada
citra database
b. Pengujian
Tahap terakhir adalah melakukan pengujian.
Pengujian dilakukan dengan membandingkan jarak
euclidean citra uji dengan dengan citra latih. Nilai
jarak terkecil menunjukkan kemiripan antara citra
uji dengan citra latih. Nilai energi yang terkecil
dibandingkan dengan suatu nilai ambang
(threshold). Jika lebih kecil dari nilai ambang maka
citra uji dapat diidentifikasikan. Jika lebih besar
menunjukkan tingkat kesalahan yang besar,
sehingga dapat diuji lagi dengan citra lain.

Gambar 7 Diagram Alir Identifikasi Citra

3.

HASIL DAN DISKUSI


Sistem
identifikasi
citra
tenun
diimplementasikan dengan Program MatLab
7.6.0(R2008a) berbasis GUI. Pengujian dilakukan
terhadap 20 citra tenun dengan motif berbeda dari
berbagai daerah, dengan ukuran128x128 pixel dan
ukuran kuantisasi 24 bit. Pola tenun (tenun pattern)
yang disimpan dalam database sejumlah 40 motif
sebagai citra latih. Sampel pola tenun seperti
ditunjukkan pada Gambar 8 dan Gambar 9.

(a)

(b)

(c)

(d)

(e)

Gambar 8 Motif Flores


(a) demonpaji; (b) sikka;(c) lawo;(d) ngada-lawo;( d) todo

(a)

(b)

(c)

(d)

(e)

Gambar 9. Motif Timor-Rote-Sumba


(a) buna;(b)lambi;(c) taukmandu; (d) lave;(e) sumba

Skenario uji coba yang dilakukan adalah


menggunakan 20 sebagai citra query dan
dibandingkan dengan 15 motif citra latih dalam
database. Setiap pola terdiri dari 3 motif sehingga
T-161

Seminar Nasional Sains dan Teknik 2012 (SAINSTEK 2012)


Kupang, 13 Nopember2012

total citra latih dalam database adalah 45 pada setiap


jenis wavelet dan setiap level. Setiap citra uji (query
image) diujikan menggunakan metode Haar Wavelet
dan selanjutnya dibandingkan metode Daubechies4
untuk setiap level.
Tabel 1 Persentasi Perbandingan Daub4 dan Haar
level 1
NO

Motif
Citra Uji

Daub4

Haar

level 2
Daub
4
Haar

endelawo

99.994

99.948

99.995

99.994

demonpaji

99.913

99.913

99.898

99.900

kwatekiwan

99.556

99.459

99.51

99.486

sikka

94.907

94.680

94.731

94.446

kwoitlolon

97.678

97.658

97.427

97.403

lepanbata

99.723

99.711

99.688

99.686

todo

98.075

98.130

97.904

97.905

ngadalawo

99.703

99.704

99.697

99.691

taukmandu

99.519

99.482

99.505

99.48

10

buna

99.472

99.448

99.450

99.402

11

songket

93.903

93.615

93.159

92.720

12

lambi

99.916

99.913

99.895

99.101

13

mowak

98.619

98.580

98.501

98.443

14

mengeer

97.283

97.261

97.110

97.008

15

rote

99.225

99.216

99.223

99.191

16

endelio

98.078

97.967

97.632

97.523

17

sima

99.555

99.549

99.465

99.463

18

lave

99.171

99.156

99.115

99.108

19

kemumu

99.479

99.470

99.441

99.447

20

sumba

98.368

98.349

98.158

98.161

rata-rata

98.607

98.561

98.475

98.378

Hasil perbandingan antara energy citra uji dan


citra latih dihitung dengan dengan metode jarak
euclidean seperti persamaan 6. Selanjutnya dihitung
rata-rata kemiripan dari setiap energi, lalu dihitung
persentasi kemiripan setiap jenis wavelet, yakni
Daub4 dan Haar pada setiap level. Persentasi
kemiripan setiap citra query dihitung rata-rata
seperti terlihat pada Tabel 1. Berdasarkan Tabel 1
filter Daub4 memiliki persentasi rata-rata yang lebih
baik dibandingkan dengan filter Haar dengan selisih
pada level 1 adalah 0.0465 dan selisih level 2 adalah
0.0973.
Uji Coba selanjutnya adalah dihitung ukuran
performasi dengan menggunakan parameter
precision, recall dan accuracy seperti dilakukan oleh
Das et al. (2012). Berdasarkan Das et al. (2012),
Precision (P) didefinisikan sebagai rasio atau
perbandingan antara jumlah citra uji yang relevan
dengan total citra yang diujikan (retrieved). Nilai
Recall (R) didefinisikan sebagai rasio atau
perbandingan jumlah citra retrieved yang relevan

dengan jumlah total citra yang relevan dalam semua


data base latih. Ukuran performansi dan efisiensi
adalah penjumlahan antara P dan R. Perumusan
ditunjukkan sebagai berikut:
Precision (P) = Total number of retrieved relevant images
Total number of retrieved images
Recall(R) =
Total number of retrieved relevant images
Total number of relevant images in the database
01123415  

6789+:+;<89=

(7)

(8)

(9)

Berdasarkan hasil pengujian terhadap 20 citra


uji terhadap 45 citra database dengan jarak euclidean
didapat nilai rata-rata P,R, dan accuracy sesuai
persamaan 7,8, dan 9 seperti pada Tabel 2.
Berdasarkan hasil pada Tabel 2 terlihat bahwa
pengujian pada jenis wavelet yang sama untuk level
yang berbeda tidak berpengaruh terhadap nilai P dan
R. Sedangkan secara rata-rata nilai P, dan R Wavelet
Daub4 lebih baik dibandingkan dengan Wavelet
Haar. Nilai Recall tidak mencapai 50% dikarenakan
perbandingan citra uji terhadap citra dalam data base
masih dibawah 50% yakni 44%.
Tabel 2 Hasil Perhitungan Akurasi
Level 1

Level 2

Ukuran

Daub4

Haar

Daub4

Haar

Precision

80.00

75.00

80.00

75.00

Recall

35.56

33.33

35.56

33.33

Accuracy

57.78

54.17

57.78

54.17

4. SIMPULAN DAN SARAN


4.1 Simpulan
Berdasarkan hasil pembahasan diatas, maka
dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Sistem temu kembali untuk identifikasi citra
tenun dapat diterapkan dengan menggunakan
metode Wavelet Haar dan Daubechies4.
2. Metode Wavelet Daubechies4 secara rata-rata
menghasilkan persentasi kemiripan lebih baik
dibandingkan dengan Wavelet Haar. Rata-rata
Daub4 adalah 0.046%, sedangkan Haar 0,097%
3. Perbedaan level pada setiap jenis Wavelet
berpengaruh terhadap nilai kemiripan. Selisih
relatif antara Daub4 dan Haar pada level 1
adalah 0,047% sedangkan pada level 2 adalah
0,098%.
4. Hasil perhitungan Precision, Recall, dan akurasi
secara rata-rata Wavelet Daub4 lebih baik dari
pada Wavelet Haar. Sedangkan peningkatan
level untuk jenis Wavelet yang sama tidak
berpengaruh pada nilai Precision, Recall, dan
Akurasi.

T-162

Seminar Nasional Sains dan Teknik 2012 (SAINSTEK 2012)


Kupang, 13 Nopember2012

4.2 Saran
Sebagai saran untuk penelitian selanjutnya,
adalah dapat dikembangkan metode segmentasi dan
klusterisasi yang berhubungan dengan histogram dan
dikombinasikan dengan Wavelet Daubechies
leveling untuk meningkatkan akurasi perhitungan.
Penggunaan metode perhitungan kemiripan lain
seperti, Canberra distance menjadi perbandingan
selain jarak Euclidean.
5.

PENGHARGAAN DAN TERIMA KASIH


Terima kasih kepada semua pihak yang sudah
membantu dalam penelitian ini :
1. Mahasiswa yang telah melaksanakan tugas
akhir antara lain: Rosa Paula De Ornay, Dorce
Dethan, Maria Yasinta Jelita yang telah
memberikan data-data tentang motif tenun ikat
dari Flores, Manggarai, dan Rote.
2. Teman-teman dosen Teknik Informatika yang
telah meluangkan waktu untuk diskusi dan
memberikan saran.
3. Semua Pihak yang tidak bisa disebutkan satu
persatu disampaikan ucapan terima kasih.

Gonzales,R.C dan Woods,R.W., Digital Image


Processing, Third Edition, Prentice Hall,Pearson
Education Inc, New Jersey, USA,2008
Khan, W., Kumar, S., Gupta.,N.,Khan, N., Signature
Based Approach For Image Retrieval Using Color
Histogram And Wavelet Transform, International
Journal of Soft Computing and Engineering
(IJSCE),2011, 1,1,43-46
Kusumaningrum, R and Arymurtyhy,A.M., Color and
Texture Feature for Remote Sensing Image Retrieval
System: A Comparative Study, IJCSI International
Journal of Computer Science Issues,2011,8,5:125-135
Munir, R., Pengolahan Citra Digital dengan Pendekatan
Algoritmik, Informatika, Bandung ,2004
Rusdianto, D., Suciati, N., Yuniarti, A , Sistem Temu
Kembali Citra Berbasis Isi dengan Fitur Wavelet dan
Klasterisasi Mean Shift, Jurnal Teknik Informatika,
2011,2,1

DAFTAR PUSTAKA

Subanar dan Suhartono, Wavelet Neural Networks untuk


Peramalan Data Time Series Finansial, Laporan
Peneltian Dasar Perguruan Tinggi, FMIPA,
Universitas Gajah Mada, Yogyakarta,2009

Das, Suchismita., Garg, Shruti., Sahoo, G., Comparison of


Content Based Image Retrieval Systems Using Wavelet
and Curvelet Transform, The International Journal of
Multimedia & Its Applications (IJMA), 2012,4,4,137154.

Widiartha,I.B.K dan Wijaya,I.G.P.S., Pencarian Citra


Menggunakan Metode Transformasi Wavelet dan
Metrika Histogram Terurut, Jurnal Teknik Elektro
Fakultas Teknologi Industri Universitas Kristen
Petra, 2006,6,1 ,46-53

Daubechies, Ingrid., Ten lectures on wavelets, Rutgers


University and AT&T Bell Laboratories, Society For
Industrial And Applied Mathematics, Philadelphia,
Pennsylvania, 1992.

T-163

Anda mungkin juga menyukai