Disusun oleh:
Nama: Maria Wirani
NIM:13.70.0190
Kelompok B1
1. MATERI METODE
1
1.1.
dalam praktikum kali ini adalah limbah udang, HCl 0,75N; 1N dan 1,25 N serta
NaOH 3,5%, NaOH 40%, 50% dan 60%.
1.2.
Metode
Demineralisasi
Limbah udang dicuci dengan air mengalir dan dikeringkan, lalu dicuci dengna air
panas 2 kali, dan dikeringkan kembali.
Limbah udang
udang kemudian
kemudian dihancurkan
dihancurkan hingga
hingga menjadi
menjadi serbuk
serbuk dan
dan diayak
diayak dengan
dengan
Limbah
ayakan 40-60
40-60 mesh.
mesh.
ayakan
HCl ditambahkan dengan perbandingan 10:1. Kelompok A1 dan A2 menggunakan
HCl 0,75N, A3 dan A4 HCl 1N, dan A5 HCl 1,25N
Kemudian dipanaskan pada suhu 90oC selama 1 jam.
Deproteinasi
3
Kemudian dikeringkan pada suhu 80oC selama 24 jam
Deasetilasi
Chitin yang didapat kemudian ditambahkan NaOH 40% untuk kelompok A1 dan A2,
NaOH 50% untuk kelompok A3 dan A4, dan NaOH 60% untuk kelompok A5
2. HASIL PENGAMATAN
3. Hasil pengamatan kitin dan kitosan dapat dilihat pada tabel 1.
4.
5. Tabel 1. Hasil pengamatan kitin dan kitosan
8. Rende
6. Kel
om
7. Perlakuan
pok
11. B1
16. B2
21. B3
26. B4
31. B5
9. Rende
10. Rende
men
men
men
Kitin I
Kitin
Kitosa
(%)
II (%)
n (%)
13. 30,00
14. 34,88
15. 25,00
18. 36,00
19. 29,40
20. -
23. 31,82
24. 50,00
25. 50,00
28. 28,00
29. 22,22
30. 19,23
33. 28,57
34. 20,00
35. 60% + NaOH 3,5%
36. Dari table diatas dapat dilihat hasil pengamatan kitin dan kitosan diketahui
perlakuan yang diberikan pada masing-masing sampel kelompok yaitu
5
penambahan HCl dan NaOH dengan konsentrasi yang beragam. Nilai rendemen
kitin I pada kelompok B1 sebesar 30%, kelompok B2 sebesar 36%, kelompok
B3 sebesar 31,82%, kelompok
beberapa juta g/mol. Tersedia secara komersial kitosan memiliki berat molekul
rata-rata berkisar antara 3.800 dan 500.000 g/mol. Chitin dan chitosan yang
menarik komersial karena konten mereka yang tinggi nitrogen (6,89%) dan
sifatnya yang sangat baik seperti biokompatibilitas, biodegradabilitas, nontoksisitas dan kemampuan serap. Senyawa tersebut memiliki tingkat toksisitas
yang sangat rendah: LD50 of kitosan pada tikus laboratorium 16 g/kg berat
badan, yang mirip dengan gula dan garam. Pada tikus, chitosan aman hingga
19% untuk diet. Sebagai bahan yang sangat tidak larut dan memiliki reaktivitas
kimia yang rendah, kitin telah membatasi penerapan. Kitin diisolasi dari
eksoskeleton krustasea, moluska, serangga dan jamur tertentu, tetapi sumber
komersial utama kitin adalah kepiting dan udang kerang.
41.
42. Berdasarkan sumbernya kitin terjadi dalam dua allomorphs, yaitu -kitin dan bentuk, serta tambahan sebagai -kitin, yang tampaknya sepertinya merupakan
kombinasi -kitin dan -kitin. -Kitin adalah jauh yang paling berlimpah dan
biasanya diisolasi dari exoskeleton dari krustasea, terutama dari udang dan
kepiting. -Kitin dapat diekstraksi dari pena cumi-cumi, dan -kitin dari jamur
dan ragi. Beta-Kitin mudah dikonversi ke -kitin dengan perlakuan alkali
diikuti dengan pembilasan dalam air. Beberapa teknik untuk mengekstrak kitin
dari sumber yang berbeda telah diterbitkan. Kerang Crustacea terdiri dari protein
(30-40%), kalsium karbonat (30-50%), kitin (20-30%) dan pigmen (astaxanthin,
canthaxanthin, lutein atau -karoten). Proporsi ini bervariasi dari spesies ke
spesies dan dari musim ke musim. Metode yang paling umum untuk mengisolasi
kimia kitin darikerang Crustacea melibatkan sejumlah langkah utama: mencuci,
grinding dan pengayakan kerang mentah, diikuti oleh demineralisasi (eliminasi
ofcalcium karbonat di encer asam asam) dan deproteinisasi NaOH atau KOH.
Dalam jurnal Bat guano as new and attractive chitin and chitosan source
Menambahakan bahwa
kelelawar.
43.
44. Kitosan merupakan senyawa turunan dari kitin yang dibuat karena penggunaan
kitin yang terbatas, yang disebabkan karena sifat kitin yang tidak mudah larut
dalam air. Kitosan merupakan senyawa dengan rumus kimia poli (2-amino-2dioksi--D-Glukosa). Kitosan dapat dihasilkan dari proses hidrolisis kitin
menggunakan basa kuat. Kitin dan kitosan merupakan polimer yang terdiri dari
N-asetil-glukosamin dan N-glukosamin yang secara acak terdistribusi dalam
rantai biopolimer. Hal yang menjadi pembeda utama antara kitin dan kitosan
terletak pada tingkat deasetilasinya dimana apabila tingkat deasetilasi lebih
rendah dari 50% maka disebut kitin sedangkan bila lebih tinggi dari 50% disebut
dengan kitosan (Balley & Ollis, 1977). Robert (1992) menambahkan bahwaada
tiga tahap proses dalam ekstraksi kitosan, yaitu , demineralisasi, deproteinasi
dan deasetilasi. Pada tahap demineralisasi dan deproteinasi akan menghasilkan
senyawa kitin, sedangkan pada tahap deasetilasi senyawa kitin akan dirubah
menjadi kitosan.
45.
46.
47.
48.
Di dalam jurnal Microbial responses to chitin and chitosan in oxic and anoxic
agricultural soil slurries dikatakan bahwa Biodegradasi chitin dan chitosan banyak
dimanfaatkan dalam dunia pangan karena tidak bersifat beracun, sebagai pengklat dan
absorbsi, bersifat antimikroba, serta memiliki kemampuan untuk membentuk lapisan
film. Sifat tersebut dalam bidang pangan banyak dimanfaatkan sebagai agen
antimikroba, emulsifier, stabilizer dan thickening agent, agen pengklat dan flokulasi
maupun sebagai bahan dalam lapisan kemasan.
49.
50.
dihasilkan dari kitin dengan cara menghilangkan gugus asetil (CH 3-CO)
sehingga molekul ini dapat larut dalam larutan asam pada tahap ini disebut
sebagai deasetilasi, yaitu suatu proses untuk melepaskan gugus asetil agar
kitosan memilki karakteristik sebagai kation. Menurut Suhartono (1989),
menyatakan bahwa proses pelepasan gugus asetil dari kitosan akan
menyebabkan kitosan menjadi bermuatan positif yang mampu mengikat
senyawa bermuatan negatif seperti protein, anion polisakarida yang
membentuk ion netral. Kitosan adalah polisakarida yang dibentuk dari
pengulangan unit dari beta (1-4) 2-amino-2-deoxy-D-glucose (atau Dglucoseamine).
51. Struktur "ideal" kitin dan "ideal" kitosan, dan "nyata" struktur senyawa ini
ditunjukkan pada Gambar 1
52.
53.
54.
55.
56.
57.
58.
59.
60.
61.
62.
63.
64.
65. Menurut Cahyaningrum et al. (2007), kitosan merupakan hasil deasetilasi kitin,
sedangkan kitin dapat diisolasi dari serangga dan jamur, kerangka dan cangkang
hewan golongan Artropoda, Molusca, Nematoda, dan Crustacea. Wang et al.
(2010) menambahkan bahwa kitosan merupakan bentuk deasetilasi dari kitin
yang memiliki peran penting baik dalam pengobatan, biokimia, analisa kimia
maupun yang lain. Produk turunan ini memiliki tingkat deasetilasi yang lebih
tinggi dan merupakan hasil reaksi antara kitin dengan larutan alkali pada suhu
tertentu. Kitosan dapat diperoleh dari limbah kulit udang. Kulit udang
mengandung 18,1% kitin yang kemudian dapat diubah menjadi kitosan melalui
proses demineralisasi, deproteinasi dan deasetilasi. Menurut pendapat Hargono
& Djaeni (2003). Kitosan merupakan senyawa yang dapat digunakan untuk
menyerap lemak dan logam berat dalam tubuh serta dapat pula digunakan
sebagai obat. Pada jurnal yang berjudul Identification and Isolation of Chitin
and Chitosan from Cuttle Bone of Sepia prashadiWinckworth, 1936
menyatakan bahwa Chitin merupakan senyawa homopolimer (polimer
karbohidrat)
yang
tersusun
atas
2-asetamida-2-deoksi-D-glukosa
(N-
72. Wang et al. (2010) menambahkan bahwa kitosan bersifat tidak larut dalam air
maupun pelarut organik, namun larut dalam larutan yang bersifat asam rendah
atau yang mengandung gugus NH2. Kelarutan dari kitosan tergantung dari
jumlah gugus amino dan posisi atom C nomor 2 pada rantai D-glukosamin.
Kitosan memiliki beberapa sifat kimia yang khas antara lain:
1. merupakan polimer poliamin yang berbentuk linier
2. memiliki gugus amino aktif
3. memiliki kemampuan untuk mengikat beberapa senyawa logam.
73.
74. Kitosan memiliki dapat diaplikasikan secara luas yaitu sebagai pengawet hasil
perikanan serta menjadai penstabil warna dalam produk pangan. Kitosan juga
berperan sebagai flokulan dan berperan dalam proses reverse osmosis dalam
penjernihan air, serta sebagai aditif untuk produk agrokimia dan kitosan juga
dapat menjadi pengawet benih (Muzzarelli et al, 1997; Shahidi et al, 1999).
Kitosan berpotensi untuk dijadikan bahan antimikroba, karena mengandung
enzim lisosim dan gugus aminopolysacharida dimana kandungan tersebut dapat
menghambat pertumbuhan mikroba. Efisiensi daya hambat kitosan terhadap
bakteri tergantung dari konsentrasi pelarutan kitosan. Kemampuan dalam
menekan pertumbuhan bakteri ini disebabkan karena kitosan mempunyai
polikation yang bermuatan
75.
76. positif dimana hal ini dapat menghambat pertumbuhan bakteri dan kapang.
Mekanisme kitosan dalam pengawetan makanan yaitu mula-mula molekul
kitosan akan berinteraksi dengan senyawa pada permukaan sel bakteri,
kemudian teradsorbi dan membentuk semacam suatu lapisan yang dapat
menghambat saluran transportasi sel. Sehinngga sel akan kekurangan nutrisi dan
akhirnya mati.
77.
78. Pada praktikum ini, pada tahap deasetilasi dilakukan penambahan NaOH pada
chitin dengan untuk kelompok B1-B2 40%, kelompok B3-B4 50% dan
kelompok B5 sebanyak 60%. Perbandingan antara NaOH dengan chitin sebesar
20:1. Metode yang digunakan dalam praktikum ini sesuai dengan teori yang ada
yaitu menurut Prasetiyo (2009), pada tahap deasetilisasi kitin menjadi kitosan,
11
95. Setelah dilakukan pemanasan, kitin didinginkan dan didiamkan, hal tersebut
dilakukan agar kitin dapat mengendap. kemudian kitin dicuci dengan air hingga
pH-nya netral. Menurut pendapat No (1989) proses pencucian ini berfungsi
untuk mencegah terjadinya degradasi produk selama pengeringan dan bertujuan
untuk menghilangkan NaOH yang mungkin masih tertinggal dalam residu. Pada
tahap akhir kitin dikeringkan dalam dehumidifier pada suhu 70C selama 24
jam sehingga akan dihasilkan kitosan.
96.
97. Menurut Macklin (2008), untuk ekstrasi kitin dari limbah cangkang udang hasil
rendemennya sebesar 20%, sedangkan rendemen kitosan dari kitin yang
diperoleh adalah sekitar 80%. Berdasarkan hasil pengamatan, dapat dilihat
bahwa rendemen kitosan yang tinggi dan paling mendekati dengan teori adalah
kitosan yang dihasilkan oleh kelompok B3 dengan penggunaan konsentrasi
NaOH 3,5% dan 40%. Sedangkan rendemen kitosan terendah terdapat pada
kelompok B2 dan B5 yaitu sebesar 0%. Berdasarkan hasil ini dapat disimpulkan
bahwa kitosan yang baik dihasilkan dari kombinasi proses demineralisasi
dengan penggunaan HCl 0,75 N; proses deproteinasi menggunakan larutan
NaOH 3,5% serta deasetilasi dengan konsentrasi NaOH sebesar 40%.
98.
99. Hasil yang diperoleh praktikan dalam praktikum kali ini tidak sesuai dengan
teori yang ada. Dimana menurut Habibi (2008), semakin besar konsentrasi zatzat yang bereaksi, maka semakin cepat reaksi berlangsung, karena semakin besar
kemungkinan terjadinya tumbukan, dengan demikian semakin besar pula
kemungkinan terjadinya reaksi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin
tinggi konsentrasi NaOH yang digunakan maka akan dihasilkan rendemen
kitosan yang semakin banyak. Berdasarkan jurnal penelitian Hargono & Djaeni
(2003) disebutkan bahwa konsentrasi NaOH yang terbaik adalah 60%. Hasil ini
tidak sesuai dengan data pengamatan, dimana berdasarkan hasil pengamatan
konsentrasi NaOH 60% hanya menghasilkan rendemen kitosan 0%, lebih rendah
bila dibandingkan dengan penggunaan NaOH 40% yang justru menghasilkan
rendemen kitosan yang lebih tinggi yaitu sebesar 25% pada kelompok B1.
100.
13
101.
102.
103.
5. KESIMPULAN
6.
Salah satu pemanfaatan limbah udang adalah dengan mengolahnya menjadi kitosan.
Ekstraksi kitosan ada tiga tahap, yaitu demineralisasi, deproteinasi dan deasetilasi.
Kitosan merupakan hasil dari proses deasetilasi kitin, dengan cara menghilangkan
gugus asetil (CH3-CO).
Kitosan berbentuk serpihan dan berwarna putih kekuningan, tidak berasa dan tidak
berbau.
Penggunaan larutan NaOH konsentrasi tinggi (40%) bertujuan untuk memutuskan
ikatan antar gugus karboksil dengan atom nitrogen dari kitin yang mempunyai
struktur kristal tebal dan panjang.
Tujuan dari proses pengadukan dan pemanasan adalah untuk mempermudah /
mempercepat proses penghilangan protein yang terkandung dalam limbah udang.
Proses pemanasan juga bertujuan untuk meningkatkan derajat deasetilasi kitosan.
Penggunaan suhu yang tinggi dilakukan karena kitin memiliki struktur sel yang
tebal, serta ikatan hidrogen antara atom hidrogen pada gugus amin dan atom oksigen
pada gugus karbonil yang sangat kuat.
Proses pencucian bertujuan untuk mencegah terjadinya degradasi produk saat proses
pengeringan serta untuk menghilangkan NaOH yang masih tertinggal dalam residu.
Kitosan yang baik dihasilkan dari kombinasi proses demineralisasi penggunaan HCl
0,75 N; proses deproteinasi penggunaan larutan NaOH 3,5% serta deasetilasi dengan
konsentrasi NaOH sebesar 40%.
Kitin tidak dapat larut dalam media cair sedangkan kitosan dapat larut dalam kondisi
asam karena gugus amino bebas proton yang terdapat dalam unit D-glucosamine.
Penambahan HCl pada demineralisasi yaitu untuk menghilangkan mineral seperti
garam dan kalisum karbonat serta melarutkan asam organik (HCl, H 2SO4, HNO3 dan
H3PO4).
Proses deproteinasi bertujuan untuk memisahkan kandungan protein yang ada pada
kitin.
Tujuan penambahan NaOH adalah untuk memutus ikatan protein dengan kitin
sehingga didapatkan kitin yang lebih sederhana agar dapat diubah menjadi kitosan
dalam proses deasetilasi.
Hasil rendemen kitin yang telah mengalami deproteinasi akan lebih rendah daripada
hasil rendemen kitin yang telah mengalami demineralisasi.
Penggunaan konsentrasi NaOH yang tinggi pada proses deasetilasi akan
menghasilkan rendemen kitosan yang memiliki derajat deasetilasi tinggi.
Kitosan merupakan senyawa yang memiliki banyak kegunaan pada bidang pangan,
yang salah satunya dapat digunakan sebagai bahan antimikroba dan edible film
7.
8. Semarang, 05 Oktober 2015
9. Praktikan,
Asisten
Dosen,
10.
-Tjan, Ivana
Chandra
11.
12.
13. Maria Wirani
14. 13.70.0190
15.
16. DAFTAR PUSTAKA
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
36.
37.
38.
39.
40.
Kaya, M., Osman, S., Talat, B. and Tuncay, T. (2014). Bat guano as new and
attractive chitin and chitosan source. Frontiers in Zoology vol 11 No 59.
Knorr, D. (1982). Function Properties of Chitin and Chitosan. Journal of Food
Science. (47)36.
Kumirska, J., Margorzata, C. et al., (2010). Application of Spectroscopic
Methods for Structural Analysis of Chitin and Chitosan. Review ISSN 16603397.
41.
Macklin, B. (2008). Limbah Cangkang Udang Menjadi Kitosan. http://onlinebuku.com/
2008/12/21/limbah-cangkang-udang-menjadi-kitosan/
42.
43.
44.
45.
46.
47.
48.
49.
50.
51.
52.
53.
54.
55.
56.
57.
Shahidi F, Arachchi JKV, and Jeon Y-J. (1999). Food Applications of Chitin and
Chitosans. Trends in Food Science and Technology 10 : 37-
58.
59.
60.
61.
62.
63.
Wang, Zhengke; Qiaoling Hu & Lei Cai. (2010). Chitin Fiber and Chitosan 3D
Composite Rods.
64.
65.
66.
67.
Zakaria, Z., Zatil, I., Jawaid, M., and Hassan, A. (2012). Effect of degree of
Deacetylation of Chitosan on Thermal Stability and Compatibility of ChitosanPolyamide Blend. Peer-Review Article vol 7 No 4 hlm : 5568-5569.
68.
69.
70. LAMPIRAN
71.
71.1. Perhitungan
72. Rumus:
73.
Rendemen Kitin I =
Berat kering
100
Berat basah
74.
Rendemen Kitin II =
75.
Berat kering
100
Berat basah
Rendemen Kitosan=
76.
Berat kering
100
Berat basah
77.
17
78.
79. Kelompok B1
80. Rendemen Kitin I
81.
82.
Rendemen Kitin I =
3 gram
100
10 gram
Rendemen Kitin II =
1,5 gram
100
4,3 gram
Rendemen Kitosan=
0,5 gram
100
2,0 gram
Rendemen Kitosan=25,00
89.
90. Kelompok B2
91. Rendemen Kitin I
92.
93.
Rendemen Kitin I =
4,5 gram
100
12,5 gram
Rendemen Kitin II =
0,5 gram
100
1,7 gram
Rendemen Kitosan=
0 gram
100
0 gram
Rendemen Kitosan=0
101.
Kelompok B3
102.
Rendemen Kitin I
103.
104.
105.
106.
107.
108.
109.
110.
Rendemen Kitin I =
3,5 gram
100
11 gram
Rendemen Kitin II
Rendemen Kitin II =
1,5 gram
100
3 gram
0,1 gram
100
1 gram
Rendemen Kitosan=50,00
111.
112.
Kelompok B4
113.
Rendemen Kitin I
114.
115.
116.
117.
118.
119.
120.
121.
Rendemen Kitin I =
3,5 gram
100
12,5 gram
1 gram
100
4,3 gram
Rendemen Kitosan
Rendemen Kitosan=
0,5 gram
100
2,6 gram
Rendemen Kitosan=19,23
122.
123.
19
124.
125.
Kelompok B5
126.
Rendemen Kitin I
127.
128.
129.
130.
131.
132.
133.
134.
Rendemen Kitin I =
Rendemen Kitin II
Rendemen Kitin II =
Rendemen Kitosan
Rendemen Kitosan=
Laporan Sementara
136.
6.2. Diagram Alir
137.
Abstrak Jurnal
139.
140.
0 gram
100
0,5 gram
Rendemen Kitosan=0
6.1.
138.
0,5 gram
100
2,5 gram
135.
6.3.
3 gram
100
10,5 gram