PENDAHULUAN
BAB II
MATERI
daripada pemerintah. Partai dan perusahaan lebih terasa sebagai suatu pihak.
Ini lain dengan pemerintah yang lebih terasa sebagai kumpulan atau bahkan
sekedar tempat persaingan. Dengan melihat bahwa pemerintahan di
Indonesia terpecah-pecah, pemimpin pemerintahan butuh dukungan partai,
dan partai butuh dana yang umumnya mengandalkan dukungan para
konglomerat, maka bisa disimpulkan bahwa konglomerat merupakan subjek
atas partai dan partai merupakan subjek atas pemerintah. Ini berarti yang
berkuasa di Indonesia adalah para konglomerat.
Realitas ini semakin terasa parahnya jika mengingat bahwa Indonesia sangat
tergantung modal asing dan bahwa kekuatan korporasi di dunia saat ini di atas
negara (sebagaimana dinyatakan Prof. Hertz, dari 100 pemegang kekayaan
terbesar di dunia sekarang 49-nya adalah negara, sementara 51-nya
perusahaan; kekayaan Warren Buffet, orang terkaya di dunia, di atas APBN
Indonesia). Bisa dibayangkan jika di jaman dulu puluhan kerajaan dengan
kondisi politiknya yang mungkin terpecah bisa dikuasai oleh VOC (sebuah
perusahaan dunia), bagaimana sekarang ratusan daerah yang umumnya secara
politis sudah terpecah menghadapi puluhan VOC baru yang kekuatannya di
atas negara? Dari fakta ini saja sangat bisa dipahami mengapa Indonesia
berada dalam cengkeraman korporatokrasi/konglomeratokrasi.
Keempat, terabaikannya urusan rakyat. Asumsi yang diberlakukan dalam
konsep otonomi daerah adalah rakyat bisa mengurus dirinya sendiri.
Pelaksanaan asumsi ini adalah bahwa para gubernur, bupati, dan walikota,
walaupun tidak dalam komando pemerintah pusat, tetapi dalam kontrol DPRD
setempat. Sayangnya, bagaimanapun juga DPRD mempunyai realitas yang
sama dengan para pimpinan pemerintahan dalam hubungannya dengan partai
dan korporasi/konglomerat. Ini berarti kekuasaan korporasi justru semakin
mengakar.
Realitas ini bisa dilihat dari fakta bahwa berbagai parameter keberhasilan
adalah ukuran korporasi, bukan ukuran kesejahteraan rakyat. Padahal,
seringkali hitungan korporasi tidak sesuai dengan hitungan kesejahteraan.
Dengan ukuran pendapatan per kapita (angka yang dibutuhkan korporasi),
banyak kabupaten di Indonesia mempunyai pendapatan per kapita di atas
Rp.18 juta per tahun (Rp. 1,5 juta/bulan atau Rp. 6 juta / keluarga). Itu berarti
banyak keluarga di Indonesia yang mempunyai penghasilan di atas keluarga
doktor. Kenyataannya, lebih 70 juta lebih rakyat miskin (angka kemiskinan
merupakan hitungan kesejahteraan). Indonesia memang negeri yang sangat
aneh. Berbagai bentuk iklan semakin megah dan meriah. Tapi jalan-jalan
semakin berlubang.
Kiranya, empat problem di atas sudah bisa menggambarkan bagaimana
hubungan antara otonomi daerah dengan munculnya berbagai problem di
Indonesia. Dengan otonomi, harapannya adalah suasana yang lebih bebas dan
desentrlistis. Kenyataannya, sentralisasi lama dipreteli kekuasaannya untuk
masuk sentralisasi baru, yaitu kekuasaan korporasi/konglomerasi
internasional.
7
tugas perbantuan. Sejalan dengan kebijakan ekonomi pada awal Ode Baru,
maka pada masa berlakunya UU No. 5 tahun 1974 pembangunan menjadi isu
sentral dibanding dengan politik. Pada penerapanya, terasa seolah-olah telah
terjadi proses depolitisasi peran pemerintah daerah dan menggantikannya
dengan peran pembangunan yang menjadi isu nasional.
7. UU No. 22 tahun 1999
Pada masa ini terjadi lagi perubahan yang menjadikan pemerintah daerah
sebagai titik sentral dalam penyelenggaraan pemerintahan dan
pembangunan dengan mengedapankan otonomi luas, nyata dan
bertanggung jawab.
2.7. Pembagian Kewenangan Pusat dan Daerah
1. Kewenangan Daerah mencakup kewenangan dalam seluruh bidang
pemerintahan kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri,
pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama, serta
kewenangan bidang lain.
2. Kewenangan bidang lain tersebut meliputi kebijakan tentang
perencanaan nasional dan pengendalian pembangunan nasional secara
makro, dana perimbangan keuangan, sistem administrasi negara dan
lembaga perekonomian negara, pembinaan dan pemberdayaan sumber
daya manusia, pendayagunaan sumber daya alam serta teknologi tinggi
yang strategis, konservasi, dan standardisasi nasional.
3. Kewenangan Pemerintahan yang diserahkan kepada Daerah dalam
rangka desentralisasi harus disertai dengan penyerahan dan pengalihan
pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia sesuai
dengan kewenangan yang diserahkan tersebut.
4. Kewenangan Pemerintahan yang dilimpahkan kepada Gubernur dalam
rangka dekonsentrasi harus disertai dengan pembiayaan sesuai dengan
kewenangan yang dilimpahkan tersebut.
5. Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom mencakup kewenangan
dalam bidang pemerintahan yang bersifat lintas Kabupaten dan Kota,
serta kewenangan dalam bidang pemerintahan tertentu lainnya.
6. Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom termasuk juga
kewenangan yang tidak atau belum dapat dilaksanakan Daerah
Kabupaten dan Daerah Kota.
7. Kewenangan Propinsi sebagai Wilayah Administrasi mencakup
kewenangan dalam bidang pemerintahan yang dilimpahkan kepada
Gubernur selaku wakil Pemerintah.
10
2. DANA PERIMBANGAN
o
3. PINJAMAN DAERAH
o
1. Pemerintah pusat
2. Lembaga keuangan bank
3. Lembaga keuangan bukan bank
4. Masyarakat (penerbitan obligasi daerah)
o
1. Pinjaman bilateral
2. Pinjaman multilateral
4. Lain-lain pendapatan daerah yang sah;
o
12
2.
3.
4.
5.
14
16
BAB V
PENUTUP
5.1. Simpulan
Otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur
dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundangundangan. Dasar hukum yang mengaturnya adalah Undang-undang Dasar,
Ketetapan MPR-RI, Tap MPR-RI No. XV/MPR/1998, Undang-undang
N0.22/1999. Otonomi daerah memiliki peranan yang sangat besar terhadapt
perkembangan ekonomi daerah karena memberikan kewenangan bagi daerah
untuk mengelola potensi daerhanya masing-masing. Salah satu kunci
keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan adalah mengembangkan
otonomi daderah dan desentralisasi fiscal. Dengan demikian diharapkan
mekanisme perumusan kebijakan menjadi lebih akomodatif dan mampu
menciptakan system pemerintahan dengan konsep good governance.
5.2. Saran
1. Pemerintah hendaknya memperhatikan prinsip dan pedoman pelaksanaan
otonomi daerah agar berjalan sesuai yang diharapkan.
2. Semua pihak yang terlibat dalam otonomi daerah hendaknya saling
bersinergi dalam melaksanakan tugas agar terbentuk system pemerintahan
berkonsep good governance.
17
DAFTAR PUSTAKA
18