Disusun oleh:
Kelompok 3 / Ilmu Hukum A
1. Mohammad Ryan Hernandi
(13340082)
2. Hari Nugraheni
(13340083)
3. Yardema Mulyani
(13340084)
(13340089)
5. Muhammad Nurussalam
(13340090)
(13340093)
7. Fauziyah Nuraini
(13340095)
(13340096)
KATA PENGANTAR
Lahirnya Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha
Negara memberikan pencerahan bagi para pencari keadilan khususnya bagi para
masyarakat yang sehari-hari memiliki hubungan langsung dengan badan atau Pejabat
Tata Usaha Negara sebagai pembuat keputusan, karena sebelum dikeluarkannya
Undang-Undang ini sulit bagi masyarakat untuk mengajukan gugatan terhadap
keputusan-keputusan yang dikeluarkan oleh badan atau Pejabat Tata Usaha Negara
baik dikarenakan masih simpang siurnya perihal peradilan mana yang berwenang
untuk memeriksa, kurangnya Sumber Daya Manusia yang memiliki kemampuan
khusus yang menangani perkara-perkara Tata Usaha Negara dan sebagainya.
Disamping
itu,
dikeluarkannya
Undang-Undang
ini
semakin
memberikan
perlindungan hukum yang jelas dan pasti kepada masyarakat terhadap setiap
keputusan badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang merugikan masyarakat.
Sekalipun Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 ini efektif berlaku beberapa
tahun yang lalu, dalam pelaksanaannya tidak mudah untuk diterapkan tentunya
dengan berbagai kendala yang menghadangnya. Dalam menangani perkara Tata
Usaha Negara akan selalu dihadapkan kepada persoalan yang sangat kompleks,
karena yang dihadapi adalah penguasa, suatu kondisi yang tidak mudah dizamannya.
Pada kesempatan kali ini kami akan mencoba membahas terkait interpretasi
pasal 2 Undang-Undang No.5 Tahun 1986. Selain itu juga mengenai objek gugatan
Pengadilan Tata Usaha Negara, terkait fiktif positif, fiktif negatif serta tindakan
faktual dan upaya administratif.
Objek Gugatan
Objek Gugatan atau Pangkal Sengketa Tata Usaha Negara merupakan
Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan oleh badan atau Pejabat Tata Usaha
Negara yang mengandung perbuatan Onrechtsmatig Overheid daad (perbuatan
melawan hukum yang dilakukan oleh Penguasa).1 Kedudukan para pihak dalam
sengketa Tata Usaha Negara, selalu menempatkan seseorang atau Badan Hukum
Perdata sebagai penggugat dan badan atau Pejabat Tata Usaha Negara sebagai pihak
Tergugat. Sedangkan dalam hukum Acara Perdata tidaklah demikian. Para pihak tidak
terkait pada kedudukan yang demikian itu, para pihak bertindak sesama individu,
sesama badan hukum perdata atau antara individu dengan suatu badan hukum
perdata, dan lain-lain.
Objek gugatan tata usaha Negara yaitu:
Keputusan Tata Usaha Negara Fiktif Negatif, yaitu: apabila badan atau pejabat
Tata Usaha Negara tidak mengeluarkan keputusan, sedangkan hal itu menjadi
kewajibannya, maka hal tersebut disamakan dengan keputusan tata usaha negara.
Jika suatu badan atau pejabat tata usaha negara tidak mengeluarkan keputusan
yang dimohon, sedangkan jangka waktu sebagaimana ditentukan dalam peraturan
perundang-undangan dimaksud telah lewat maka Badan atau Pejabat TUN
tersebut dianggap telah menolak mengeluarkan keputusan yang dimohonkan.
Jangka waktu sebagaimana disebut di atas apabila tidak diatur secara khusus dalam
peraturan perundang-undangan, Jangka waktu itu dihitung sejak 4 (empat) bulan
sejak diterimanya permohonan. (Pasal 3 UU 5/1986).
1
Zairin Harahap, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
1997) hlm. 48
Sedangkan menurut Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 jo UndangUndang No. 9 Tahun 2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara:
1. Keputusan Tata Usaha Negara Positif (Pasal 1 angka (3)
Yaitu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan/Pejabat Tata
Usaha Negara yang berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara yang
berdasarkan peraturan perundang undangan yang berlaku, bersifat
konkrit, individual dan final yang menimbulkan akibat hukum bagi
seseorang atau Badan Hukum Perdata.
tidak
diterbitkan,
sehingga
menimbulkan
kerugian
bagi
Tata Usaha Negara sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara
tentang hukuman disiplin tersedia upaya administrative, karena dalam PP No.30
Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil ada ketentuan tentang
upaya administrative, jika hukuman disiplin yang dijatuhkan dirasa memberatkan,
terdapat pada pasal 15 ayat 2 (dua) dan pasal 23 ayat 1 (satu) PP No. 30 Tahun 1980.
BENTUK UPAYA ASMINISTRATIF
1. KEBERATAN
Yaitu prosedur yang dapat ditempuh oleh seseorang atau badan hukum perdata
yang tidak puas terhadap Keputusan Tata Usaha Negara yang penyelesaian sengketa
Tata Usaha Negara sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara
tersebut dilakukan sendiri oleh badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang
mengeluarkan Keputusan Tata Usaha Negara tersebut. Contoh prosedur yang dapat
ditempuh oleh Pegawai Negara Sipil yang merasa nomor urutnya dalam daftar urut
kepangkatan tidak tepat, yaitu dengan mengajukan permohona kepada pejabat
pembuat daftar huduf kepagkatan agar nomor urutnya diperiksa kembali (pasal 9 ayat
satu PP No. 15 Tahun 1979 tentang Data Urut Kepangakatan Pegawai Negeri Sipil).
Istilah keberata dalam penjelasan pasal di atas telah menjadi istilah hukum
dari prosedur yang dapat ditempuh jika seseorang atau badan hukum perdata tidak
puas terhadap suatu Keputusan Tata Usaha Negara. Oleh karena itu istilah
keberatan dalam ketentuan tentang upaya administrative yang terdapat pada
beberapa peraturan perundang-undangan sama seperti yang dimaksud upaya
administrative dalam penjelasan pasal 48 ayat 1 (satu).
2. Banding Administratif
Yaitu prosedur yang dapat ditempuh oleh seseorang atau badan hukum perdata
yang tidak puas terhadap Keputusan Tata Usaha Negara yang menyelesaikan sengketa
Tata Usaha Negara sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara
tersebut, dilakukan oleh atasan dari Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang
mengeluarkan Keputusan Tata Usaha Negara atau instansi lain dari badan atau
pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan Keputusan Tata Usaha Negara.
Dalam
peraturan
perundang-undangan
yang
tersedia
adanya
upaya
administrative, dapat terdiri hanya berupa keberatan saja, hanya berupa banding
administrative saja atau keduanya. Keputusan dari badan atau pejabat tata usaha yang
mengeluarkan Keputusan Tata Usaha Negara dan keputusan atasan atau instansi lain
dari Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan Keputusan Tata
Usaha Negara merupakan Keputusan Tata Usaha Negara bukan keputusan
pengadilan, karena badan atau Pejabat Tata Usaha Negara atau instansi lain yang
mengeluarkan keputusan tersebut tidak termasuk di Peradilan sebagai mana dimaksud
dalam pasal 24 ayat 2 (dua) Undang-Undang Dasar 1945 jo pasal 10 ayat 2 (dua)
Undang-Undang No. 4 Tahun 2004.
Apabila orang atau badan hukum perdata yang masih belum puas terhadap
keputusan dari upaya administrative yang telah diajukan, maka menurut pasal 51
Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 secara terbatas menentukan:
Ayat 3 (tiga) pengadilan tinggi Tata Usaha Negara bertugas dan berwenang
memeriksa, memutus, dan menyelesaikan di tingkat pertama sengketa Tata Usaha
Negara sebagaimana dimaksud dalam pasal 48.
Ayat 4 (empat) terhadap putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara
sebagamana yang dimaksud dalam ayat 3 (tiga) dapat diajukan permohonan kasasi.