DISUSUN OLEH
YARDEMA MULYAN
NADA FELICIA RAHMAN
MUHAMMAD HAIDAR HAKIM
DEVINA MARTHALINDA
FISKA AGUNG SANTOSO
RIZKA ARI KHOLIFATUR ROHMAN
NANDA RAHDA IZATY
ISNA NUR FAIZAH
AMELIA RENAZ RACHMAWATI
ELSA FINDA RAHMASTUTI
13340084
13340086
13340089
13340092
13340093
13340096
13340099
13340101
13340102
13340106
Kata Pengantar
Dengan mengucap syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan
karunianya kami dapat menyelesaikan pembuatan makalah ini tepat pada
waktunya. Makalah ini berjudul Pengaruh SNI dalam upaya perlindungan
terhadap konsumen .
Di dalam pembuatan makalah ini, kami berusaha menguraikan dan
memperjelas tentang perlindungan terhadap konsumen dan hubungannya dengan
Standar Nasional Indonesia. Makalah ini merupakan susunan materi yang disusun
demi memenuhi tugas mata kuliah Hukum Perlindungan Konsumen yang diampu
oleh bapak Budi Ruhiatudin, S.H., M.Hum.
Dalam kesempatan ini dengan segala kerendahan hati kami menyampaikan
terima kasih kepada Bapak Budi Ruhiatudin, S.H., M.Hum. selaku dosen Hukum
Perlindungan Konsumen yang telah memberikan waktu dan kesempatan untuk
kami menyelesaikan makalah ini.
Akhir kata kami menyadari bahwa pembuatan makalah ini masih jauh dari
sempurna dan banyak kekurangannya, oleh karena itu kami mengharapkan saran,
kritik dan petunjuk dari berbagai pihak untuk pembuatan makalah ini menjadi
lebih baik dikemudian hari.
Semoga makalah yang telah kami buat ini dapat bermanfaat dan menjadi
bahan informasi pada masa yang akan datang, khususnya bagi Mahasiswa/i
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Penyusun
Daftar Isi
Halaman Judul..........................................................................................................i
Kata Pengantar.........................................................................................................ii
Daftar Isi.................................................................................................................iii
BAB I Pendahuluan................................................................................................1
A.
Latar Belakang...........................................................................................1
B.
Rumusan Masalah......................................................................................2
C.
Tujuan........................................................................................................2
BAB II Pembahasan................................................................................................4
A.
B.
C.
D.
E.
F.
G.
H.
Analisis Kasus..........................................................................................18
Kesimpulan..............................................................................................19
B.
Saran........................................................................................................20
Daftar Pustaka........................................................................................................21
BAB I
Pendahuluan
A. Latar Belakang
mengenai
perlindungan konsumen
Perlindungan Konsumen tetap berlaku sepanjang tidak diatur secara khusus dalam
Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan atau tidak bertentangan dengan
Undang-Undang Perlindungan Konsumen.2
B. Rumusan Masalah
BAB II
Pembahasan
lebih
banyak
keragaman
standar
dan
umumnya
resmi
atau
dapat
pula
Standar
standar
Nasional
yang
Indonesia
(SNI)
adalah
secara
nasional
di
berlaku
satu-satunya
Indonesia.
SNI
Nasional
(BSN).4
Agar
SNI
memperoleh
mengikuti
pemrograman
perkembangan
dan
SNI
perumusan
mulai
sampai
dari
tahap
ke
tahap
memperhatikan
kebutuhan
pasar
dan
tidak
pasar
negara
kita
tidak
terisolasi
dari
lingkungan,
sertifikat
produk,
sertifikat
personel,
sertifikat
10
yang
murah
tapi
tidak
terjamin kualitas
maupun
11
logo
SNI
pada
kemasan
produknya.
Bagi
SNI tidak diwajibkan pada semua barang. Berdasarkan Pasal 12 ayat (2) PP
102/2000, SNI bersifat sukarela untuk ditetapkan oleh pelaku usaha. Akan tetapi,
dalam hal SNI berkaitan dengan kepentingan keselamatan, keamanan, kesehatan
masyarakat atau pelestarian fungsi lingkungan hidup dan/atau pertimbangan
ekonomis, instansi teknis dapat memberlakukan secara wajib sebagian atau
seluruh spesifikasi teknis dan atau parameter dalam SNI (Pasal 12 ayat [3] PP
102/2000).
6 http://www.landasanteori.com/2015/10/pengertian-standarnasional-indonesia.html
7 http://ylki.or.id/2011/05/sni-efektifkah-melindungi-konsumen/
12
Jika untuk barang dan atau jasa, proses, sistem dan personel tersebut telah
ditetapkan SNI, maka pelaku usaha harus memiliki sertifikat atau tanda SNI
(Pasal 15 PP 102/2000).
Jika atas suatu barang atau jasa telah diberlakukan SNI wajib, maka pelaku
usaha yang barang atau jasanya tidak memenuhi dan/atau tidak sesuai dengan SNI
wajib, tidak boleh memproduksi dan/atau mengedarkan barang atau jasa tersebut
(Pasal 18 ayat (1) PP 102/2000).
Selain itu, jika pelaku usaha telah memperoleh sertifikat produk dan/atau
tanda SNI dari lembaga sertifikasi produk untuk barang atau jasanya, pelaku
usaha tersebut dilarang memproduksi dan mengedarkan barang dan/atau jasa yang
tidak memenuhi SNI (Pasal 18 ayat [2] PP 102/2000).
SNI yang telah diberlakukan secara wajib, tidak hanya dikenakan pada
barang dan/atau jasa yang produksi dalam negeri, tetapi juga berlaku untuk barang
dan/atau jasa impor (Pasal 19 ayat [1] PP 102/2000).
Jadi, pada dasarnya tidak semua barang atau jasa wajib SNI. Biasanya SNI
wajib diberlakukan pada hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan keselamatan,
keamanan, kesehatan masyarakat atau pelestarian fungsi lingkungan hidup dan
atau pertimbangan ekonomis.
Contoh beberapa barang yang wajib SNI antara lain:
1. Mainan anak-anak, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Perindustrian
Republik Indonesia No. 24/M-IND/PER/4/2013 Tahun 2013 Tentang
Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) Mainan Secara Wajib
(Permen Perindustrian 24/2013). Mainan yang dimaksud adalah setiap
produk atau material yang dirancang atau dengan jelas diperuntukkan
penggunaannya oleh anak dengan usia 14 (empat belas) tahun ke bawah untuk
bermain dengan penggunaan yang normal maupun kemungkinan penggunaan
13
yang tidak wajar sesuai dengan kebiasaan seorang anak (Pasal 1 angka 1
Permen Perindustrian 24/2013).
2. Ban, yang diatur dalam Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia
No. 11/M-IND/PER/1/2012 Tahun 2012 Tentang Pemberlakuan Standar
Nasional Indonesia (SNI) Ban Secara Wajib sebagaimana terakhir diubah
dengan Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia No. 27/MIND/PER/5/2013 Tahun 2013 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan
Menteri Perindustrian Nomor 11/M-IND/PER/1/2012 Tentang Pemberlakuan
Standar Nasional Indonesia (SNI) Ban Secara Wajib;
3. Semen, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Perindustrian Republik
Indonesia No. 18/M-IND/PER/2/2012 Tahun 2012 Tentang Pemberlakuan
Standar Nasional Indonesia (SNI) Semen Secara Wajib;
4. Pupuk anorganik tunggal, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri
Perindustrian Republik Indonesia No. 16/M-IND/PER/2/2012 Tahun 2012
Tentang Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) Pupuk Anorganik
Tunggal Secara Wajib;
5. Air minum dalam kemasan, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri
Perindustrian Republik Indonesia No. 49/M-IND/PER/3/2012 Tahun 2012
Tentang Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) Air Minum Dalam
Kemasan (AMDK) Secara Wajib;
6. Helm, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Perindustrian Republik
Indonesia Nomor 40/M-IND/PER/6/2008 Tahun 2008 Tentang Pemberlakuan
Standar Nasional Indonesia (SNI) Helm Pengendara Kendaraan Bermotor
Roda Dua Secara Wajib;
7.
dan lain-lain.
14
Tata cara permohonan Sertifikat Produk Penggunaan Tanda (SPPT) SNI kepada
Lembaga Sertifikasi Produk Pusat Standirisasi (LSPro-Pustan) Departemen
Perindustrian (Deperin).:
1. Mengisi Formulir Permohonan SPPT SNI
Daftar isian permohonan SPPT SNI dilampiri :
a. fotokopi srtifikasi Sistem Manajemen Mutu SNI 10-90001-2001 (ISO
9001:2000) yang dilegalisir. Sertifikasi tersebut diterbitkan lembaga
sertifikasi sistem mutu (LSSM) yang diakreditasi Komite Akreditasi Nasional
(KAN)
b. jika berupa produk impor perlu dilengkapi sertifikat dari LSSM negara asal
dan yang telah melakukan perjanjian saling pengakuan (Mutual Recognition
Arrangement/MRA) dengan KAN. (semua pada tahap ini biasanya
membutuhkan waktu selama satu hari).
2. Verifikasi Permohonan
LSPro-Pustam melakukan verifikasi meliputi : semua persyaratan untuk SPPT
SNI, jangkauan lokasi audit, kemampuan memahami bahasa setempat (jika ada
kesulitan, perlu penerjemah bahasa setempat untuk audit kesesuaian). Selanjutnya
akan terbit biaya (invoice) yang harus dibayar produsen. Proses verifikasi perlu
waktu satu hari.
3. Audit Sistem Manajemen Mutu Produsen
a. Audit Kecukupan (Tinjauan Dokumen) : memeriksa kelengkapan dan
kecukupan dokumen sistem manajemen mutu produsen terhadap persyaratan
SPPT SNI. Bila hasilnya ditemukan ketidaksesuaian kategori mayor maka
prmohonan harus melakukan koreksi dalam jangka waktu dua bulan. Jika
koreksi produsen tidak efektif, permohonan SPPT SNI akan ditolak.
b. Audit Kesesuaian : memeriksa kesesuain dan keefektifan penerapan sistem
manajemen
mutu
di
lokasi
produsen.
Bila
hasilnya
ditemukan
15
proses produksi serta sistem manajemen mutu yang diterapkan dapat menjamin
konsistensi mutu produk. Jika semua syarat terpenuhi, esoknya LSPro-Pustam
Deperin menerbitkan SPPT SNI untuk produk pemohon.
G. Korelasi SNI Dengan Perlindungan Konsumen
17
19
20
1.
2.
3.
4.
Adanya perbuatan;
Adanya unsur kesalah;
Adanya kerugian yang diderita;
Adanya hubungan kausalitas antara kesalahan dan kerugian.8
21
dan/atau jasa yang beredar di pasar. Tanggung jawab hukum yang dikenakan bagi
pelaku usaha yang berkaitan dengan pengenaan beberapa sanksi, yang meliputi
sanksi perdata, pidana, administrasi, ataupun sosial. Secara teoritis, sanksi pidana
merupakan ultimum remidium. Namun, bagi pelaku usaha yang membandel,
bahkan melakukan perlawanan, maka sanksi pidana lebih diprioritaskan.
Sedangkan recall mechanism adalah upaya paksa menarik sebuah produk
yang sudah beredar di pasar dengan alasan: (1) tidak sesuai dengan standar wajib
yang telah ditentukan pemerintah; (2) adanya temuan yang dapat membahayakan
keselamatan dan keamanan konsumen, atau (3) adanya kasus/kejadian/peristiwa
terhadap produk tersebut yang telah berakibat membahayakan keselamatan
konsumen.
Pejabat yang berwenang untuk memerintahkan penarikan barang dari
peredaran adalah Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri atas nama Menteri
Perdagangan. Penarikan barang dari peredaran oleh Pelaku Usaha dilakukan
dengan batasan waktu penarikan yang disesuaikan dengan kondisi dan geografis
masing-masing daerah. Sejak tanggal penerbitan surat perintah penarikan barang
dari peredaran, Pelaku Usaha dilarang untuk memperdagangkan barang. Kepala
Dinas yang mempunyai tugas dan tanggungjawab di bidang perdagangan
Propinsi/Kabupaten/Kota berkoordinasi dengan instansi teknis terkait melakukan
pemantauan terhadap pelaksanaan penarikan barang dari peredaran.
Sanksi administratif dapat berupa pencabutan sertifikat produk dan/atau
pencabutan hak penggunaan tanda SNI, pencabutan izin usaha, dan/atau penarikan
barang dari peredaran (Pasal 24 ayat [2] PP 102/2000). Sedangkan, sanksi pidana
berupa sanksi pidana sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal
24 ayat [5] PP 102/2000). Yang dimaksud peraturan perundang-undangan yang
berlaku antara lain peraturan perundang-undangan di bidang Perindustrian,
Ketenagalistrikan, Kesehatan, Perlindungan Konsumen dan peraturan perundangundangan yang terkait dengan kegiatan Standardisasi Nasional (Penjelasan Pasal
24 ayat [5] PP 102/2000).
22
Selain sanksi administratif, ada juga sanksi pidana pokok yang terdiri dari
dua macam yaitu sanksi kurungan dan sanksi pidana lain di luar ketentuan UU
Perlindungan Konsumen jika konsumen mengalami kematian, cacat berat, sakit
berat, atau luka berat (pasal 62 ayat 3).9
Pelaku Usaha yang tidak melaksanakan penarikan barang dari peredaran
dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan ijin usaha dan/atau tanda
pendaftaran yang diterbitkan oleh Pejabat yang berwenang di bidang
perdagangan. Pelaku usaha yang tidak melaksanakan re-ekspor atau pemusnahan
barang dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan ijin usaha dan/atau
tanda pendaftaran yang diterbitkan oleh Pejabat yang berwenang di bidang
perdagangan. Pencabutan ijin usaha dilakukan oleh pejabat yang berwenang
menerbitkan ijin. Pelaku usaha yang memproduksi atau memperdagangkan barang
yang tidak memenuhi kesesuaian standar dapat dikenakan sanksi pidana sesuai
dengan Undang - Undang yang berlaku.
Jika atas barang atau jasa tersebut telah ditetapkan SNI wajib, dan pelaku
usaha melanggar ketentuan tersebut, maka berdasarkan Pasal 24 ayat [1] PP
102/2000, pelaku usaha dapat dikenakan sanksi administratif dan/atau sanksi
pidana.
Untuk
mencegah
terjadinya
pelanggaran
tersebut
dibentuk
Badan
23
24
bahwa
Pelaku
usaha
dilarang
memproduksi
dan/atau
memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak memenuhi atau tidak sesuai
dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundangundangan. Dari pasal-pasal ini jelas bahwa pelaku usaha harus mengikuti standar
yang berlaku.
Standar akan berperan dalam perlindungan konsumen apabila pengawasan
dilakukan dengan benar. Yang paling bertanggung jawab dalam melakukan
pengawasan tentu saja pemerintah atau instansi yang terkait. Pemerintah harus
melakukan pengawasan baik sebelum produk dipasarkan, maupun setelah produk
beredar di pasar. Peran pengawasan juga menjadi kewajiban pelaku usaha, dengan
memastikan quality control dan quality assurance berjalan sebagaimana mestinya.
Serta memastikan menerapkan standar yang berlaku. Konsumen pun dapat
berperan dengan berani bertindak apabila menemukan produk yang dicurigai tidak
memenuhi standar dan peraturan.
25
BAB III
Penutup
A
Kesimpulan
pelaku
usaha
yang
melanggar
peraturan
UU
26
barang dari peredaran (Pasal 24 ayat [2] PP 102/2000). Sedangkan, sanksi pidana
berupa sanksi pidana sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal
24 ayat [5] PP 102/2000). Yang dimaksud peraturan perundang-undangan yang
berlaku antara lain peraturan perundang-undangan di bidang Perindustrian,
Ketenagalistrikan, Kesehatan, Perlindungan Konsumen dan peraturan perundangundangan yang terkait dengan kegiatan Standardisasi Nasional (Penjelasan Pasal
24 ayat [5] PP 102/2000).
Selain sanksi administratif, ada juga sanksi pidana pokok yang terdiri dari
dua macam yaitu sanksi kurungan dan sanksi pidana lain di luar ketentuan UU
Perlindungan Konsumen jika konsumen mengalami kematian, cacat berat, sakit
berat, atau luka berat (pasal 62 ayat 3).
K. Saran
27
Daftar Pustaka
Nugroho, Susansi Adi, Proses Penyelesaian Sengketa Konsumen Ditinjau dari
Hukum Acara serta Kendala Implementasinya, Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, 2008.
Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Jakarta: Penerbit Grasindo,
2000.
Shofie, Yusuf, Perlindungan Konsumen dan Instrumen-Instrumen Hukumnya,
Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000.
Sutedi, Andrain, Tanggung Jawab Produk dalam Hukum Perlindungan
Konsumen, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2008.
Susanto, Happy, Hak-Hak Konsumen Jika Dirugikan, Jakarta: Visimedia, 2008.
Wikipedia, Standar, diakses dari https://id.wikipedia.org/wiki/Standar pada
tanggal 3 November 2016 pukul 5.55 WIB.
Wikipedia,
Standar
Nasional
Indonesia,
diakses
dari
https://id.wikipedia.org/wiki/Standar_Nasional_Indonesia pada tanggal 3
November 2016 pukul 5.55 WIB.
http://www.bsn.go.id/main/sni/isi_sni/5
http://www.landasanteori.com/2015/10/pengertian-standarnasional-indonesia.html
http://ylki.or.id/2011/05/sni-efektifkah-melindungi-konsumen/
28