Anda di halaman 1dari 5

Pruritus

Pruritus ialah sensasi kulit yang iritatif dan menimbulkan rangsangan untuk menggaruk.
Pruritus merupakan gejala dari berbagai penyakit kulit. Bila tidak disertai penyakit kulit,
maka disebut pruritus esensial atau pruritus sine materia. Pruritus esensial disebabkan oleh
atau berasosiasi dengan banyak keadaan. Ada kalanya disebut pruritus simptomatik.1
Pruritus bervariasi dalam hal durasi, lokalisasi, dan tingkat keparahannya. Rasa gatal dapat
dirasakan hanya pada satu tempat, beberapa tempat, maupun bisa juga dirasakan di seluruh
permukaan tubuh. Pruritus yang muncul bisa hanya ringan saja, atau sangat hebat, menetap,
dan menyebabkan stress mental. Pruritus kronis dapat menurunkan kualitas hidup seseorang.2

Patofisiologi Pruritus
Diketahui bahwa zat-zat kimia dan rangsangan fisik (mekanik) dapat memicu terjadi pruritus.
Stimulasi terhadap ujung saraf bebas yang terletak di dekat junction dermoepidermal
bertanggung jawab untuk sensasi ini. Sinaps terjadi di akar dorsal korda spinalis (substansia
grisea), bersinaps dengan neuron kedua yang menyeberang ke tengah, lalu menuju traktus
spinotalamikus kontralateral hingga berakhir di thalamus. Dari thalamus, terdapat neuron
ketiga yang meneruskan rangsang hingga ke pusat persepsi di korteks serebri.
Sempat diduga bahwa pruritus memiliki fungsi untuk menarik perhatian terhadap stimulus
yang tidak terlalu berbahaya (mild surface stimuli), sehingga diharapkan ada antisipasi untuk
mencegah sesuatu terjadi. Namun demikian, seiring dengan perkembangan ilmu kedokteran
dan penemuan teknik mikroneurografi (di mana potensial aksi serabut saraf C dapat diukur
menggunakan elektroda kaca yang sangat halus) berhasil menemukan serabut saraf yang
terspesiaslisasi untuk menghantarkan impuls gatal, dan dengan demikian telah mengubah
paradigma bahwa pruritus merupakan stimulus nyeri dalam skala ringan.3

Saraf yang menghantarkan sensasi gatal (dan geli, tickling sensation) merupakan saraf yang
sama seperti yang digunakan untuk menghantarkan rangsang nyeri. Saat ini telah ditemukan
serabut saraf yang khusus menghantarkan rangsang pruritus, baik di sistem saraf perifer,
maupun di sistem saraf pusat.4 Ini merupakan serabut saraf tipe C tak termielinasi. Hal ini

dibuktikan dengan fenomena menghilangnya sensasi gatal dan geli ketika dilakukan blokade
terhadap penghantaran saraf nyeri dalam prosedur anestesi.4
Namun demikian, telah ditemukan pula saraf yang hanya menghantarkan sensasi pruritus.
Setidaknya, sekitar 80% serabut saraf tipe C adalah nosiseptor polimodal (merespons
stimulus mekanik, panas, dan kimiawi); sedangkan 20% sisanya merupakan nosiseptor
mekano-insensitif, yang tidak dirangsang oleh stimulus mekanik namun oleh stimulus
kimiawi. Dari 20% serabut saraf ini, 15% tidak merangsang gatal (disebut dengan histamin
negatif), sedangkan hanya 5% yang histamine positif dan merangsang gatal. Dengan
demikian, histamine adalah pruritogen yang paling banyak dipelajari saat ini. Selain
dirangsang oleh pruritogen seperti histamin, serabut saraf yang terakhir ini juga dirangsang
oleh temperatur.3

Macam-macam penyebab pruritus:


1. Pruritus Gravidarum
Merupakan pruritus yang diinduksi oleh estrogen dan kadang kadang ada
hubungannya dengan kolestasis (obstruksi dan stasis di dalam saluran empedu).
Pruritus terutama terdapat pada trimester terakhir kehamilan, mulai pada abdomen
atau badan, kemudian menjadi generalisata. Ada kalanya pruritus disertai anoreksia,
nausea, atau muntah. Obyektif terlihat ekskoriasi akibat bekas garukan. Pruritus akan
menghilang sesudah penderita melahirkan, tetapi dapat residif pada kehamilan
berikutnya. Ikterus kolestatik timbul setelah penderita mengalami pruritus 2 4
minggu. Ikterus dan pruritus disebabkan oleh garam empedu dalam kulit.
2. Senilitas
Kulit senil yang kering dan mudah menderita fisur (chapped skin) mudah menjadi
pruritik. Pruritus dapat terjadi dengan atau tanpa reaksi inflamatorik. Rasa gatal
terjadi oleh karena stimulasi yang amat ringan, seperti gosokan dengan pakaian atau
perubahan suhu di sekitar penderita. Lokalisasi tersering ialah daerah genital eksterna,
perineal, dan perianal.

Selain pruritus senilis sine materia pada orang tua, ada pula pruritus yang merupakan
permulaan dermatitis eksfoliativa generalisata (eritroderma). Kadang kadang
terdapat genesis dermatitis seboroik atau psoriasis.
3. Penyakit Hepar
Pruritus hepatikum merupakan gejala kutan yang utama pada penyakit hati dan
biasanya disertai kolestasis. Pruritus dianggap berasosiasi dengan garam empedu,
intensitas perasaan gatal sebanding dengan konsentrasi garam empedu di dalam darah,
tidak sebanding dengan derajat warna kuning kulit.
Pruritus sebagai ekspresi kolestasis merupakan tanda adanya obstruksi pada empedu
(obstructive billiary disease). Perasaan gatal lebih banyak bila penyakit disertai
ikterus. Obstruksi dapat berlokalisasi intra atau ekstra-hepatal.
Pruritus dapat pula sebagai efek samping obat obat yang memberi obstruksi biliar
intra-hepatal,

misalnya

klorpromazin,

intra

atau

ekstra-hepatal,

misalnya

klorpromazin, metil-testosteron, dan pil kontrasepsi.


Bila ada ikterus tanpa pruritus, maka penyebabnya anemia hemolitik anhepatik atau
hepatitis infeksiosa. Pada 20% penderita sirosis hepatis dapat timbul pruritus
generalisata, yang disertai erupsi papular dan prurigo. Pada 10 40% penderita
dewasa dengan hepatitis dapat timbul pruritus yang sinkron dengan elevasi garam
asam biliar.
4. Penyakit Endokrin
Pruritus

terdapat

pada

diabetes

melitus,

tirotoksikosis,

dan

miksedema.

Hiperparatiroid sekunder pada penyakit gagal ginjal menahun sering dijumpai.


Pada keadaan tersebut, terdapat kenaikan kadar hormon paratiroid dalam plasma,
yang menyebabkan penurunan ekskresi karena Ca dalam serum tidak berubah.
Pruritus disebabkan oleh adanya deposit kalsium fosfat di kulit. Pruritus pada
miksedema jarang dilaporkan, mekanismenya belum jelas.1
5. Penyakit Ginjal
Pruritus generalisata mempunyai insidens sampai 80% pada penyakit gagal ginjal
menahun. Kulit penderita yang kering (xerosis) karena terdapat atrofi kelenjar

keringat. Selain itu terdapat pula gangguan metabolisme Ca dan Fosfor, sedangkan
kadar Magnesium dalam serum meninggi. Keadaan uremia menyebabkan pruritus,
diduga penyebabnya adalah bahan bahan yang mengalami retensi karena ginjal
gagal mengeksresinya. Hal tersebut dapat diobati dengan hemodialisis secara teratur
dan intensif. Bila dengan dialisis tidak terjadi perbaikan, maka harus dipikirkan
adanya hiperparatiroid.1
Paratiroidektomi dapat bermanfaat, namun biasanya hanya terjadi perbaikan
sementara, dan tidak berhasil pada sebagian besar pasien.2
6. Penyakit Neoplastik
Pruritus dapat merupakan keluhan pada penderita dengan keganasan intern, terutama
pada yang berasal dari sistem limforetikuler. Pada penyakit Hodgkin, insidensnya
dapat berlangsung berbulan bulan, sebelum penyakit mendasar diketahui.
7. Mikosis Fungoides
Mikosis fungoides merupakan limfoma maligna yang progresif. Pruritus timbul sangat
dini, yaitu pada waktu lesi kulit masih tidak khas dan belum terdapat infiltrasi
maligna. Pruritus dapat bersifat menetap dan intoleran.
8. Penyakit Lain
Pada beberapa penyakit lain, penderita dapat mengeluh adanya pruritus:1,5
a. Penyakit Pirai (Gout)
b. Hipertensi Arteriosklerotik, pruritus dirasakan seluruh tubuh sebelum timbulnya
apopleksia.
c. Polisitemia

Rubra Vera, penyakit dapat disertai pruritus dan urtikaria. Biasa

ditemukan pada usia 50-an. Pria sedikit lebih banyak daripada wanita. Biasanya
pruritus muncul terutama setelah mandi dengan air panas (pruritus akuagenik).
d. Defisiensi Besi, pruritus disebabkan oleh defisiensi besi dan tidak oleh anemia,
sebab pemberian zat besi sebelum timbulnya anemia sudah menghilangkan
pruritusnya.
9. Pruritus Neurologik

Defisit saraf sentral atau perifer dapat menyebabkan pruritus.


10. Pruritus Psikologik
Respons garukan berbeda dengan pruritus karena penyebab lain. Pada gatal karena
penyakit organik terdapat korelasi antara sensasi gatal dengan beratnya respons garuk.
Pada gatal psikologik, respons garukan lebih kecil daripada derajat gatal subjektif.
Akibatnya ialah tampak lebih sedikit efek garukan dan lebih banyak picking (bekas
cubitan), serta tidak dijumpai gangguan tidur.1 Gangguan psikologik yang paling
sering menjadi penyebab adalah neurosis ansietas, tetapi pasien pasien psikosis
mono-delusional seperti parasitofobia juga menderita pruritus. Akan tetapi, pasien
pasien ini terlalu yakin dalam memberikan penjelasan mengenai penyebab pruritus
yang mereka alami.2
Daftar Pustaka
1. Buku merah
2. Brown

RG,

Burns

T. Lecture

notes:

dermatology.

Edisi

ke-8.

Jakarta:

Erlangga.2005.h.180-5.
3. Greaves MW. Recent advances in pathophysiology and current management of itch.
Ann Acad Mes Singapore. 2007 Sep;36(9):788-92
4. Burns T. Breathnach S. Cox N. Griffiths C. (editor). Rooks textbook of
dermatology: volume 1, eight edition. Oxford: Wiley-Blackwell Publishers; 2010.
p.931-48.
5. Davey P. At a glance medicine. Jakarta: Erlangga.2006.h.321.

Anda mungkin juga menyukai