Anda di halaman 1dari 86

REPUBLIK INDONESIA

UPAYA PENCEGAHAN DAN


PENANGGULANGAN KORUPSI
PADA
PENGELOLAAN BUMN/BUMD
DAN PERBANKAN

BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN


TIM PENGKAJIAN SPKN
2002

SAMBUTAN MENTERI
PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA
Pada era demokrasi dan transparansi dewasa ini, aparatur negara tetap menjadi
tumpuan harapan untuk menjadi salah satu dinamisator ke arah pemulihan penyelenggaraan
pemerintahan dan pembangunan setelah krisis multi dimensi yang melanda bangsa dan
negara sejak tahun 1997.
Dalam pada itu, berbagai penilaian yang mengindikasikan merajalelanya KKN di negeri
kita, termasuk pada lingkup birokrasi pemerintahan merupakan tantangan tersendiri yang
harus dijawab oleh seluruh aparatur negara. Apabila kita tidak dapat membersihkan diri kita
sendiri secara sungguh-sungguh akan mengakibatkan kepercayaan masyarakat terhadap
aparatur negara semakin rendah, yang pada gilirannya kepercayaan rakyat kepada
pemerintah akan sirna. Upaya yang terencana dan transparan dengan melibatkan seluruh
komponen masyarakat untuk menjadikan pemerintahan yang bersih (clean government)
menuju ke arah kepemerintahan yang baik (good governance) tidak bisa ditunda lagi.
Sehubungan hal tersebut saya menghargai hasil karya BPKP yang merespons surat
Men.PAN Nomor: 37a/M.PAN/2/2002 tanggal 8 Pebruari 2002 tentang Intensifikasi dan
Percepatan Pemberantasan KKN dengan menerbitkan 5 (lima) Buku Pedoman Upaya
Pencegahan dan Penanggulangan Korupsi yaitu di bidang Pengelolaan APBN/APBD,
BUMN/BUMD, Perbankan, Kepegawaian, Sumber Daya Alam dan Pelayanan Masyarakat.
Saya berharap agar seluruh aparat baik yang bertugas di Instansi Pemerintah
Pusat/Daerah, BUMN/BUMD maupun Perbankan dapat menggunakan Buku Pedoman ini dan
mengembangkannya sesuai kondisi lingkungan tugas masing-masing sehingga dapat
mencegah dan menanggulangi kasus-kasus KKN secara efektif dan efisien.
Hendaknya selalu diingat bahwa masyarakat sesungguhnya sangat menghendaki
munculnya jiwa kepeloporan dan sifat keteladanan aparatur negara sebagai panutan mereka
dengan tindakan nyata mencegah dan memberantas KKN. Dimulai langkah yang terpuji serta
kesadaran tinggi dalam menjalankan tugas umum pemerintahan dan pembangunan, kiranya
tingkat kepercayaan masyarakat yang saat ini mengalami degradasi dapat diperbaiki dan
ditingkatkan sehingga penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan menuju kemakmuran
dan kesejahteraan rakyat dapat sukses.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa meridloi upaya kita bersama.

Jakarta, 31 Juli 2002


MENTERI
PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA

FEISAL TAMIN

REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN
(BPKP)

KATA PENGANTAR KEPALA BPKP


Korupsi sudah dianggap sebagai penyakit moral, bahkan ada kecenderungan semakin
berkembang dengan penyebab multifaktor. Oleh karena itu penanganannya perlu dilakukan
secara sungguh-sungguh dan sistematis, dengan menerapkan strategi yang komprehensif secara preventif, detektif, represif, simultan dan berkelanjutan dengan melibatkan semua
unsur terkait, baik unsur-unsur Lembaga Tertinggi dan Tinggi Negara, maupun masyarakat
luas.
Dalam rangka memenuhi RENSTRA BPKP Tahun 2000-2004, serta sebagai hasil
koordinasi dengan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara mengenai intensifikasi dan
percepatan pemberantasan KKN, BPKP telah menerbitkan Buku Upaya Pencegahan dan
Penanggulangan Korupsi Pada Pengelolaan Pelayanan Masyarakat.
Meskipun Buku ini telah disusun dengan upaya yang maksimal, namun dengan segala
keterbatasan dan kendala yang dihadapi Tim Penyusun, disadari bahwa di dalamnya masih
terdapat banyak kelemahan dan kekurangan baik dari materi yang disajikan maupun cara
penyajiannya, sehingga memerlukan penyempurnaan secara terus-menerus. Untuk itu
masukan yang positif dan konstruktif dari para pembaca dan pemakai buku ini sangat
diharapkan.
Buku ini diharapkan dapat menjadi petunjuk praktis bagi Instansi Pemerintah baik di
Pusat maupun di Daerah serta BUMN/BUMD untuk menanggulangi kasus-kasus korupsi
dalam pengelolaan pelayanan masyarakat, bukan saja bagi Aparat Pengawasan Internal
Pemerintah(APIP)/Satuan Pengawas Intern (SPI) masing-masing, tetapi juga bagi para
pimpinan instansi/BUMN/BUMD yang bersangkutan. Hal ini disebabkan pemberantasan
korupsi bukan semata-mata tanggung jawab APIP/SPI, karena sifat tugasnya lebih pada
penanggulangan korupsi secara detektif dan represif. Penanggulangan korupsi yang lebih
efektif dan efisien adalah secara preventif yang merupakan tanggung jawab manajemen.
Langkah-langkah pencegahan dan penanggulangan korupsi yang disajikan dalam buku ini
merupakan upaya minimal, yang perlu dilaksanakan secara maksimal dan dikembangkan
oleh setiap institusi tersebut di atas secara terus menerus sesuai dengan kompleksitas
permasalahan yang dihadapi. Keberhasilan buku ini sangat tergantung pada upaya pihakpihak yang kompeten untuk menjalankannya dengan tindakan yang nyata, konsisten disertai
dengan komitmen yang kuat untuk mencegah dan menanggulangi korupsi secara
berkesinambungan.
Kepada semua pihak yang telah mencurahkan segenap tenaga, pikirannya dan
membantu baik secara moril maupun materiil dalam penyusunan buku ini, termasuk
APIP/SPI yang telah menyampaikan masukan-masukan kami sampaikan ucapan terima kasih
dan penghargaan yang setinggi-tingginya.

Akhirnya, semoga Tuhan Yang Maha Kuasa senantiasa membimbing kita dalam
melaksanakan tugas-tugas Pemerintahan dan Pembangunan, serta upaya pencegahan dan
penanggulangan korupsi ini dapat mencapai tujuan yang diharapkan.
Jakarta, 31 Juli 2002
KEPALA
ARIE SOELENDRO

DAFTAR ISI
Halaman
SAMBUTAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA
KATA PENGANTAR KEPALA BPKP
DAFTAR ISI
Bab I

Bab II

UMUM
A.
Dasar Pemikiran
B.
Pengertian Umum
C.
Tujuan dan Sasaran
D.
Ruang Lingkup
E.
Sistim Pengendalian Manajemen
F.
Metode Penyajian
UPAYA PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KORUPSI
PADA PENGELOLAAN KEPEGAWAIAN
A. Pengelolaan BUMN/BUMD
1. Siklus Penjualan dan Penerimaan Barang
2. Siklus Pengadaan barang dan jasa serta pembayarannya
3. Siklus Penggajian dan kepegawaian
4. Siklus Persediaan dan penyimpangan
5. Siklus Perolehan Modal dan Pembayaran Kembali
6. Kecurangan keuangan lainnya
B. Pengelolaan Perbankan
1. Pengelolaan dana pihak ketiga
2. Penempatan dana Perbankan
3. Pemberian Kredit
4. Pengelolaan Transaksi Derivatif
5. Kecurangan Perbankan Lainnya

Bab III UPAYA PENANGGULANGAN SECARA REPRESIF


A.
Penyelesaian oleh Unit Kerja
B.
Penyelesaian melalui Penyerahan Kasus ke Instansi Penyidik
Lampiran : Daftar Kasus/Penyimpangan
Tim Penyusun

2
3
5
6
8
9
9
10
12

17
26
34
40
43
45
54
58
61
67
70
74
75

BAB I
UMUM

A. DASAR PEMIKIRAN
Korupsi telah sejak lama terjadi di Indonesia. Praktik-praktik seperti penyalahgunaan
wewenang, penyuapan, pemberian uang pelicin, pungutan liar, pemberian imbalan atas
dasar kolusi dan nepotisme serta penggunaan uang negara untuk kepentingan pribadi,
oleh masyarakat diartikan sebagai suatu perbuatan korupsi dan dianggap sebagai hal
yang lazim terjadi di negara ini. Ironisnya, walaupun usaha-usaha pemberantasannya
sudah dilakukan lebih dari empat dekade, praktik-praktik korupsi tersebut tetap
berlangsung, bahkan ada kecenderungan modus operandinya lebih canggih dan
terorganisir, sehingga makin mempersulit penanggulangannya.
Pada buku Strategi Pemberantasan Korupsi Nasional (SPKN) yang diterbitkan
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) pada tahun 1999, telah
diidentifikasikan bahwa faktor-faktor penyebab korupsi di Indonesia terdiri atas 4
(empat) aspek, yaitu:
1. Aspek perilaku individu, yaitu faktor-faktor internal yang mendorong seseorang
melakukan korupsi seperti adanya sifat tamak, moral yang kurang kuat menghadapi
godaan, penghasilan yang tidak mencukupi kebutuhan hidup yang wajar, kebutuhan
hidup yang mendesak, gaya hidup konsumtif, malas atau tidak mau bekerja keras,
serta tidak diamalkannya ajaran-ajaran agama secara benar.
2. Aspek organisasi, yaitu kurang adanya keteladanan dari pimpinan, kultur organisasi
yang tidak benar, sistem akuntabilitas yang tidak memadai, kelemahan sistem
pengendalian manajemen, dan kecenderungan manajemen menutupi perbuatan
korupsi yang terjadi dalam organisasinya.
3. Aspek masyarakat, yaitu berkaitan dengan lingkungan masyarakat di mana
individu dan organisasi tersebut berada, seperti nilai-nilai yang berlaku yang kondusif
untuk terjadinya korupsi, kurangnya kesadaran bahwa yang paling dirugikan dari
terjadinya praktik korupsi adalah masyarakat dan mereka sendiri terlibat dalam
praktik korupsi, serta pencegahan dan pemberantasan korupsi hanya akan berhasil
bila masyarakat ikut berperan aktif. Selain itu adanya penyalahartian pengertianpengertian dalam budaya bangsa Indonesia.
4. Aspek peraturan perundang-undangan, yaitu terbitnya peraturan perundangundangan yang bersifat monopolistik yang hanya menguntungkan kerabat dan atau
kroni penguasa negara, kualitas peraturan perundang-undangan yang kurang
memadai, judicial review yang kurang efektif, penjatuhan sanksi yang terlalu ringan,
penerapan sanksi tidak konsisten dan pandang bulu, serta lemahnya bidang evaluasi
dan revisi peraturan perundang-undangan.
Prasyarat keberhasilan dalam pencegahan dan penanggulangan korupsi adalah adanya
komitmen dari seluruh komponen bangsa, meliputi komitmen seluruh rakyat secara
konkrit, Lembaga Tertinggi Negara, serta Lembaga Tinggi Negara. Komitmen tersebut
telah diwujudkan dalam berbagai bentuk ketetapan dan peraturan perundang-undangan
di antaranya sebagai berikut:

1. Ketetapan MPR RI Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih


dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
2. Undang-undang Nomor 28 tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih
dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme;
3. Undang-undang No. 31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
yang selanjutnya disempurnakan dengan Undang-Undang No. 20 tahun 2001.
4. Undang-undang No. 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 31
tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
5. Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.
6. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 127 Tahun 1999 tentang
Pembentukan Komisi Pemeriksaan Kekayaan Penyelenggara Negara dan Sekretariat
Jenderal Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara.
Disamping itu, Pemerintah dan DPR RI sedang memproses penyelesaian Rancangan
Undang-undang tentang Pembentukan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pemberantasan korupsi tidak cukup dilakukan hanya dengan
komitmen, karena
pencegahan dan penanggulangan korupsi bukan suatu pekerjaan yang mudah.
Komitmen tersebut harus diaktualisasikan dalam bentuk strategi yang komprehensif
untuk meminimalkan keempat aspek penyebab korupsi yang telah dikemukakan
sebelumnya. Strategi tersebut mencakup aspek preventif, detektif dan represif,
yang dilaksanakan secara terus menerus.
BPKP dalam buku SPKN yang telah tersebut telah menyusun strategi preventif, detektif
dan represif yang perlu dilakukan, sebagai berikut:
1. Strategi Preventif.
Strategi preventif diarahkan untuk mencegah terjadinya korupsi dengan cara
menghilangkan atau meminimalkan faktor-faktor penyebab atau peluang terjadinya
korupsi. Strategi preventif dapat dilakukan dengan:
a. Memperkuat Dewan Perwakilan Rakyat;
b. Memperkuat Mahkamah Agung dan jajaran peradilan di bawahnya;
c. Membangun kode etik di sektor publik.,
d. Membangun kode etik Parpol, Organisasi Profesi dan Asosiasi Bisnis;
e. Meneliti sebab-sebab perbuatan korupsi secara berkelanjutan ;
f. Penyempurnaan manajemen sumber daya manusia (SDM) dan peningkatan
kesejahteraan Pegawai Negeri;
g. Pengharusan pembuatan perencanaan stratejik dan laporan akuntabilitas kinerja
bagi instansi pemerintah;
h. Peningkatan kualitas penerapan sistem pengendalian manajemen;
i. Penyempurnaan manajemen Barang Kekayaan Milik Negara (BKMN) ;
j. Peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat; dan
k. Kampanye untuk menciptakan nilai (value) anti korupsi secara nasional.
2.

Strategi Detektif
Strategi detektif diarahkan untuk mengidentifikasi terjadinya perbuatan korupsi.
Strategi detektif dapat dilakukan dengan:
a.
Perbaikan sistem dan tindak lanjut atas pengaduan dari masyarakat;
b.
Pemberlakuan kewajiban pelaporan transaksi keuangan tertentu;

c.
d.
e.
f.
3.

Pelaporan kekayaan pribadi pemegang jabatan dan fungsi publik;


Partisipasi Indonesia pada gerakan anti korupsi dan anti pencucian uang di
masyarakat internasional;
Dimulainya penggunaan nomor kependudukan nasional;
Peningkatan kemampuan SPI dalam mendeteksi tindak pidana korupsi.
Strategi Represif.

Strategi represif diarahkan untuk menangani atau memproses perbuatan korupsi


sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Strategi represif dapat
dilakukan dengan:
a. Pembentukan Badan/Komisi Anti Korupsi;
b. Penyidikan, penuntutan, peradilan, dan penghukuman koruptor besar (Catch
some big fishes);
c. Penentuan jenis-jenis atau kelompok-kelompok korupsi yang diprioritaskan untuk
diberantas;
d. Pemberlakuan konsep pembuktian terbalik;
e. Meneliti dan mengevaluasi proses penanganan perkara korupsi dalam sistem
peradilan pidana secara terus menerus;
f. Pemberlakuan sistem pemantauan proses penanganan tindak pidana korupsi
secara terpadu;
g. Publikasi kasus-kasus tindak pidana korupsi beserta analisisnya;
h. Pengaturan kembali hubungan dan standar kerja tugas penyidik tindak pidana
korupsi dengan penyidik umum, PPNS dan penuntut umum.
Pelaksanaan strategi preventif, detektif dan represif sebagaimana tersebut di atas akan
memakan waktu yang lama, karena melibatkan semua komponen bangsa, baik legislatif,
eksekutif maupun judikatif. Sambil terus berupaya mewujudkan startegi di atas, perlu
dibuat upaya-upaya nyata yang bersifat segera. Upaya yang dapat segera dilakukan
untuk mencegah dan menanggulangi korupsi tersebut antara lain adalah dengan
meningkatkan fungsi pengawasan, yaitu sistem pengawasan internal (built in control),
maupun pengawasan fungsional, yang dipadukan dengan pengawasan masyarakat
(wasmas) dan pengawasan legislatif (wasleg).
Salah satu usaha yang dilakukan dalam rangka peningkatan pengawasan internal dan
fungsional tersebut, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) ditugaskan
menyusun petunjuk teknis operasional pemberantasan KKN sesuai surat Menteri PAN
Nomor: 37a/M.PAN/2/2002 tanggal 8 Februari 2002. Petunjuk teknis ini disajikan
sedemikian rupa agar dapat digunakan sebagai pedoman praktis bagi Aparat
Pengawasan Internal Pemerintah (APIP) dan Satuan Pengawasan Intern (SPI)
BUMN/BUMD dan Perbankan dalam upaya mencegah dan menanggulangi korupsi di
lingkungan kerja masing-masing.
B. PENGERTIAN UMUM
Dalam buku ini yang dimaksud dengan:
1. Upaya-upaya Preventif adalah upaya-upaya yang diarahkan untuk meminimalkan
penyebab terjadinya korupsi dalam pengelolaan BUMN/BUMD dan Perbankan.

2. Upaya-upaya Detektif adalah upaya-upaya yang diarahkan agar perbuatan korupsi


yang telah terjadi dalam pengelolaan BUMN/BUMD dan Perbankan dapat dideteksi
dengan cepat, tepat dengan biaya murah, sehingga dapat segera ditindaklanjuti.
3. Upaya-upaya Represif adalah upaya-upaya yang diarahkan agar setiap perbuatan
korupsi yang telah diidentifikasi dapat diproses secara cepat, tepat dengan biaya
murah sehingga pelakunya dapat diberikan sanski yang tepat sesuai peraturan
perundang-undangan.
4. Badan Usaha Milik Negara adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian
modalnya dimiliki oleh Pemerintah Pusat.
5. Badan Usaha Milik Daerah adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian
modalnya dimiliki oleh Pemerintah Daerah.
6. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau
bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
7. Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup
kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan
usahanya.
8. Laporan Keuangan adalah laporan yang disusun oleh manajemen Badan Usaha
Milik Negara/Daerah dan Bank sesuai Prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum.
9. Keuangan Negara adalah seluruh kekayaan negara dalam bentuk apapun yang
dipisahkan atau yang tidak dipisahkan termasuk segala bagian kekayaan negara dan
segala hak dan kewajiban yang timbul karena; (1) berada dalam penguasaan,
pengurusan, dan pertanggungjawaban pejabat lembaga negara, baik di tingkat Pusat
maupun di Daerah; dan (2) berada dalam penguasaan, pengurusan, dan
pertanggungjawaban BUMN/BUMD, Yayasan, Badan Hukum, dan perusahaan yang
menyertakan modal negara, atau perusahaan yang menyertakan modal pihak ketiga
berdasarkan perjanjian dengan negara.
C. TUJUAN DAN SASARAN
Gerakan pencegahan dan penanggulangan korupsi tidak hanya melibatkan pejabat yang
bertanggungjawab dalam pengelolaan keuangan, melainkan termasuk semua pihak yang
terlibat dalam pengelolaan perusahaan dan perbankan. Tujuan pencegahan dan
penanggulangan korupsi di lingkungan BUMN/BUMD dan Perbankan adalah untuk
menghapus segala bentuk korupsi dalam rangka menunjang terwujudnya Good
Corporate Governance dengan sasaran sebagai berikut:
1. Menurunnya perbuatan korupsi dalam pengelolaan BUMN/BUMD dan Perbankan.
2. Menurunnya jumlah kerugian keuangan negara sebagai akibat perbuatan korupsi
dalam pengelolaan BUMN/BUMD dan Perbankan.
3. Meningkatnya penyelesaian tindak lanjut kasus-kasus yang berindikasi korupsi dalam
pengelolaan BUMN/BUMD dan Perbankan.
4. Meningkatnya partisipasi masyarakat dalam menginformasikan perbuatan korupsi
dalam pengelolaan BUMN/BUMD dan Perbankan.
5. Terwujudnya sistem pengelolaan BUMN/BUMD dan Perbankan yang memiliki daya
tangkal terhadap praktek-praktek korupsi serta lebih efisien dalam menjalankan
tugas, fungsi dan wewenangnya.
6. Meningkatkan efektivitas struktur pengendalian manajemen dalam pengelolaan
BUMN/BUMD dan Perbankan.
D. RUANG LINGKUP
Ruang lingkup upaya pencegahan dan penanggulangan korupsi dalam buku ini meliputi

bidang-bidang kegiatan yang potensial dan rawan penyimpangan dalam pengelolaan


BUMN/BUMD dan Perbankan. Pembagian bidang kegiatan pada BUMN/BUMD dilakukan
berdasarkan pendekatan siklus akuntansi (accounting system cycles), sedangkan pada
Perbankan dilakukan berdasarkan operasi perbankan (banking business).
Kasus-kasus penyimpangan yang disajikan pada buku ini baru mencakup beberapa kasus
berdasarkan temuan hasil pemeriksaan yang dilaporkan oleh aparat pengawasan
fungsional termasuk SPI. Dengan demikian, kasus-kasus yang disajikan belum mencakup
seluruh penyimpangan yang terjadi dalam pengelolaan BUMN/BUMD dan Perbankan.
Upaya-upaya preventif yang disajikan dalam buku ini baru merupakan upaya minimal,
yang perlu dilaksanakan secara maksimal. Oleh karena itu, pimpinan BUMN/BUMD dan
Perbankan diharapkan dapat mengembangkan sesuai dengan kompleksitas
penyimpangan yang dihadapi dan kesesuaiannya dengan ketentuan-ketentuan yang
berlaku pada perusahaan. Demikian juga dengan upaya-upaya detektif, baru mencakup
upaya-upaya yang dianggap penting dilakukan untuk mendeteksi penyimpangan yang
terjadi. Sebagaimana
dengan upaya-upaya preventif, upaya-upaya detektif yang
disajikan masih perlu dikembangkan sesuai kondisi yang dihadapi di lapangan, yang
secara rinci dituangkan dalam program pemeriksaan (audit program).
Upaya-upaya detektif yang dilakukan juga harus didukung dengan bukti-bukti yang
relevan dan cukup. Bukti-bukti dimaksud perlu dikumpulkan sebagai pendukung dalam
memformulasikan temuan hasil pemeriksaan. Selanjutnya, temuan hasil pemeriksaan,
khususnya yang disebabkan oleh kelemahan pengendalian manajemen, dapat
dipergunakan sebagai masukan (feed back) untuk memperbaiki sistem pengendalian
manajemen dimaksud.
E. SISTEM PENGENDALIAN MANAJEMEN
Upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan korupsi dalam pengelolaan BUMN/BUMD
dan Perbankan dalam buku ini lebih banyak ditekankan pada upaya-upaya Preventif dan
upaya-upaya Detektif. Penyusunan upaya-upaya Preventif dapat dilakukan dengan
penataan kembali sistem pengendalian manajemen, yang dapat dilakukan dengan cara:
1. Memperjelas visi, misi, upaya-upaya, kebijakan, indikator keberhasilan, tujuan,
sasaran dan aktivitas-aktivitas kerja organisasi dalam rangka pemenuhan
akuntabilitas publik;
2. Penyederhanaan dan penyusunan kebijakan;
3. Penataan sumber daya manusia (termasuk reward dan punishment) agar memenuhi
tuntutan kebutuhan dan beban kerja;
4. Penyempurnaan sistem dan prosedur pelayanan;
5. Perbaikan metode, prasarana dan sarana kerja;
6. Penataan sistem pencatatan, pelaporan dan evaluasi agar dapat dimanfaatkan
sebagai alat pengendalian dan pertanggungjawaban;
7. Peningkatan efektivitas pengawasan internal.
Untuk mendapatkan pengendalian manajemen yang handal pada pengelolaan
BUMN/BUMD dan Perbankan sebaiknya diperhatikan 5 (lima) komponen yang saling
berhubungan, yaitu:
1. Lingkungan Pengendalian.
Lingkungan pengendalian mengatur irama suatu perusahaan, mendorong kesadaran
akan pengendalian diantara orang-orang atau anggota dalam perusahaan tersebut.

Lingkungan pengendalian merupakan fondasi untuk semua komponen pengendalian


manajemen, sebagai dasar meletakkan disiplin dan struktur. Faktor lingkungan
pengendalian mencakup juga integritas, nilai-nilai etika, dan kompetensi orang-orang
dalam perusahaan. Selain itu, faktor ini juga meliputi filosofi manajemen dan gaya
operasi, cara-cara manajemen mengatur/membagi wewenang dan tanggungjawab,
mengorganisasikan dan mengembangkan orang-orangnya, termasuk perhatian dan
arahan yang diberikan oleh Dewan Komisaris.
2. Penaksiran Risiko.
Setiap perusahaan menghadapi berbagai risiko baik dari dalam maupun dari luar
perusahaan yang harus dinilai. Suatu prekondisi dari penaksiran risiko adalah
penetapan tujuan-tujuan dihubungkan dengan berbagai tingkat yang berbeda dan
secara internal konsisten (taat asas). Penaksiran risiko adalah identifikasi dan analisis
dari risiko yang relevan untuk pencapaian tujuan, pembentukan suatu basis untuk
penentuan bagaimana risiko harus dikelola. Hal ini terutama disebabkan kondisi
ekonomi, industri, peraturan-peraturan dan metode operasi perusahaan yang terus
mengalami
perubahan,
sehingga
dibutuhkan
suatu
mekanisme
untuk
mengidentifikasi dan menghadapi risiko tertentu berkaitan dengan perubahan
tersebut.
3. Aktivitas Pengendalian.
Aktivitas pengendalian adalah kebijakan dan prosedur yang meyakinkan bahwa
arahan-arahan manajemen ditaati. Aktivitas-aktivitas pengendalian ini membantu
meyakinkan bahwa tindakan-tindakan yang perlu telah diambil untuk menghadapi
risiko untuk pencapaian tujuan perusahaan. Aktivitas-aktivitas pengendalian terjadi
pada berbagai tingkatan dan di semua fungsi dalam perusahaan. Aktivitas
pengendalian ini termasuk suatu arah dari aktivitas-aktivitas yang beragam dari
persetujuan dan otorisasi, verifikasi, rekonsiliasi, review dari kinerja operasi,
keamanan aset dan pemisahan tugas.
4. Informasi dan komunikasi.
Informasi tertentu harus diidentifikasi, dicatat dan dikomunikasikan dalam suatu
bentuk dan rentang waktu yang memungkinkan para personil untuk melaksanakan
tanggungjawabnya. Sistem
informasi menghasilkan laporan-laporan, berisikan
informasi-informasi mengenai operasi, keuangan dan ketaatan terhadap peraturan
yang memungkinkan untuk menjalankan dan mengendalikan bisnis. Informasi dan
komunikasi ini tidak hanya berkaitan dengan produksi data internal, tetapi juga
informasi tentang kejadian-kejadian eksternal, aktivitas-aktivitas dan kondisi-kondisi
yang perlu untuk diinformasikan bagi pengambilan keputusan bisnis dan pelaporan
eksternal. Komunikasi yang efektif juga harus terjadi di dalam suatu lingkup yang
luas, mengalir ke bawah, melintas naik di seluruh organisasi perusahaan. Semua
personil harus menerima pesan yang jelas dari manajemen puncak bahwa
tanggungjawab pengendalian harus diambil secara serius. Mereka harus mengerti
peran mereka sendiri dalam sistem pengendalian manajemen, seperti halnya
bagaimana aktivitas individual berhubungan dengan pekerja dari yang lainnya.
Mereka harus mempunyai suatu alat komunikasi informasi yang penting. Mereka juga
perlu berkomunikasi secara efektif dengan pihak luar seperti pelanggan, pemasok
dan pemegang saham.
5. Pemantauan

Sistem pengendalian manajemen perlu dipantau. Hal ini dapat dicapai dengan adanya
aktivitas pemantauan yang berkelanjutan, evaluasi yang terpisah, berdiri sendiri atau
kombinasi keduanya. Pemantauan yang berkesinambungan terjadi pada saat operasi.
Hal itu mencakup aktivitas reguler manajemen dan supervisi, dan tindakan-tindakan
personil lainnya yang dapat diambil dalam menjalankan tugas mereka. Lingkup dan
frekuensi dari evaluasi yang tersendiri akan tergantung terutama pada penilaian
suatu risiko dan efektivitas prosedur pemantauan yang sedang berjalan.
Penyimpangan pengendalian manajemen harus dilaporkan ke atas dengan hal-hal
yang serius dilaporkan kepada manajemen puncak dan kepada Dewan Komisaris.
Sistem pengendalian manajemen mengandung sinergi dan keterkaitan diantara
komponen-komponen, membentuk suatu sistem yang terpadu yang bereaksi secara
dinamis terhadap kondisi yang berubah-ubah. Sistem pengendalian manajemen
berada di dalam aktivitas operasi perusahaan dan ada karena alasan-alasan bisnis
yang fundamental. Pengendalian manajemen paling efektif manakala pengendalian
dibangun kedalam infrastruktur perusahaan dan sebagai suatu bagian yang penting
dari perusahaan. Built in Control mendukung kualitas dan pemberdayaan inisiatif,
menghindarkan biaya yang tidak perlu dan memungkinkan respon yang cepat
terhadap kondisi yang berubah.
Penyusunan upaya-upaya Detektif, yaitu upaya-upaya yang diarahkan agar
perbuatan korupsi yang telah terjadi dapat dideteksi, mengacu pada pendekatan
audit dengan penekanan pada pengujian-pengujian ketaatan (compliance test).
Pengujian-pengujian ketaatan lebih menekankan pada apakah suatu transaksi telah
disetujui pejabat yang berwenang, telah dinilai dengan benar, dicatat dengan tepat,
dan dilaporkan tepat waktu. Pelaksanaan suatu transaksi yang tidak mengikuti hal-hal
dimaksud pada umumnya mengindikasikan adanya penyimpangan dalam pengelolaan
transaksi tersebut.
Dalam hal manajemen menemukan adanya kasus penyimpangan yang ditemukan,
manajemen harus menindaklanjuti dengan upaya-upaya Represif. Upaya-upaya
Represif, yaitu upaya-upaya yang diarahkan agar setiap perbuatan korupsi dapat
diproses secara hukum dikelompokkan atas kasus-kasus korupsi yang berindikasi Non
Tindak Pidana Korupsi dan Tindak Pidana Korupsi.
F. METODE PENYAJIAN
Metode penyajian upaya pencegahan dan penanggulangan korupsi pada buku ini
dilakukan dengan 2 (dua) cara. Pada BUMN/BUMD dilakukan berdasarkan pendekatan
siklus akuntansi (accounting system cycles), sedangkan pada Perbankan dilakukan
berdasarkan pendekatan operasi Perbankan (banking business). Pada bagian awal
terlebih dahulu diuraikan secara singkat fakta dan proses kejadian penyimpangan yang
terjadi, diikuti dengan upaya pencegahan dan penanggulangan secara preventif dan
detektif, sedangkan khusus mengenai upaya pencegahan dan penanggulangan secara
represif disajikan tersendiri pada bab lain (bab III).
Pendekatan-pendekatan yang dilakukan dalam penyajian upaya-upaya tersebut adalah
sebagai berikut:
1. Pendekatan Berdasarkan Siklus Akuntansi.
Pendekatan berdasarkan siklus akuntansi pada BUMN/BUMD disajikan berdasarkan
transaksi yang berhubungan erat satu dengan yang lainnya, yaitu:

a. Siklus penjualan dan penerimaan uang.


Siklus penjualan dan penerimaan uang hasil penjualan meliputi kegiatan-kegiatan
sejak pesanan dari pelanggan sampai dengan diterimanya uang hasil penjualan
pada kas perusahaan. Fungsi-fungsi yang terkait dalam siklus ini meliputi fungsi
penjualan, fungsi kredit, fungsi gudang, fungsi pengiriman barang dan fungsi
akuntansi. Penyimpangan-penyimpangan yang terjadi pada siklus ini pada
umumnya mencakup pencurian uang perusahaan yang dilakukan dengan cara
tidak membukukan penjualan, melaporkan penjualan lebih kecil dari sebenarnya,
meninggalkan faktur tagihan ke pelanggan, lapping, serta mencatat penerimaan
sebagai piutang tak tertagih. Selain dari perusahaan, penyimpangan juga terjadi
dengan perolehan uang (imbalan) dari pelanggan dengan menurunkan harga
penjualan.
b. Siklus perolehan barang/jasa dan pembayaran.
Siklus perolehan barang/jasa dan pembayarannya meliputi kegiatan sejak
perencanaan kebutuhan barang/jasa, proses pengadaan sampai pada
pembayaran atas barang/jasa yang diperoleh perusahaan. Fungsi-fungsi yang
terkait dalam siklus ini meliputi fungsi pemrosesan order pembelian, fungsi
penerimaan dan pencatatan barang/jasa, fungsi akuntansi, dan fungsi
pengeluaran uang. Penyimpangan-penyimpangan yang terjadi pada siklus ini
mencakup meninggikan (mark up) harga barang/jasa yang dibeli, pengadaan
barang/jasa tidak sesuai spesifikasi kebutuhan, pengadaan barang/jasa fiktif.
c.Siklus penggajian dan kepegawaian.
Siklus penggajian dan kepegawaian meliputi kegiatan perekrutan, penggajian
sampai pada pemberhentian karyawan. Fungsi-fungsi yang terkait dengan siklus
ini adalah fungsi kepegawaian, fungsi pencatatan waktu, fungsi penyusunan
daftar gaji/upah, fungsi akuntansi dan fungsi keuangan. Penyimpanganpenyimpangan yang pada umumnya terjadi pada siklus ini mencakup pembayaran
gaji upah lebih tinggi, pembayaran biaya asuransi dan tunjangan pegawai yang
tidak berhak, biaya lembur fiktif, sampai pada pemalsuan tiket perjalanan dinas.
d. Siklus persediaan dan pergudangan.
Siklus persediaan dan pergudangan meliputi kegiatan sejak perencanaan
kebutuhan persediaan (bahan baku), penerimaan bahan baku dan barang jadi
hasil produksi, penyimpanan sampai pada pengiriman barang-barang kepada
pembeli. Fungsi-fungsi yang terkait dengan siklus ini adalah fungsi perencanaan,
fungsi pemesanan, fungsi penyimpanan, fungsi pengiriman barang, fungsi
akuntansi dan fungsi keuangan. Penyimpangan-penyimpangan yang pada
umumnya terjadi pada siklus ini mencakup permintaan pengadaan persediaan
yang tidak dibutuhkan, pencurian persediaan dengan memperkecil isi kemasan,
pencurian persediaan dengan menunda pencatatan penerimaan barang, sampai
pada pemalsuan bukti-bukti pengeluaran barang dari gudang perusahaan.
e. Siklus perolehan modal dan pembayaran kembali.
Siklus perolehan modal dan pembayaran kembali meliputi kegiatan perolehan
pinjaman modal usaha dan kerja, pemanfaatan modal usaha dan kerja,
pembayaran deviden dan bunga sampai pada pengembalian kepada pemegang
saham (pemberi pinjaman). Penyimpangan-penyimpangan yang terjadi pada

siklus ini antara lain meliputi penerbitan kertas berharga dan penggunaan
hasilnya yang tidak tepat karena kepentingan pribadi, penerimaan hasil
penempatan dana tidak disetor ke kas badan usaha, dan pembelian promes yang
berpotensi tidak tertagih dengan imbalan tertentu yang diterima pegawai /pejabat
perusahaan penerbit.
f. Kecurangan keuangan lainnya.
Kecurangan keuangan lainnya adalah penyimpangan keuangan yang terjadi pada
BUMN/BUMD yang tidak termasuk dalam siklus di atas, meliputi pajak yang tidak
disetorkan ke Kas Negara, penerimaan bunga hasil penempatan dana yang tidak
disetorkan ke kas perusahaan, pembelian promes yang berpotensi tidak tertagih
pada saat jatuh tempo dilakukan oleh oknum perusahaan dengan imbalan
tertentu dari penerbit promes, pemanfaatan tanah milik perusahaan untuk
kepentingan pribadi oknum perusahaan, penjualan aset perusahaan tanpa melalui
prosedur yang berlaku, pelaksanaan tukar guling (Ruislaag) dengan merendahkan
nilai asset perusahaan dan menaikkan nilai asset pengganti, sampai kepada
pendaftaran orang yang telah meninggal sebagai peserta asuransi jiwa untuk
memperoleh klaim akibat kecelakaan yang diajukan oleh oknum perusahaan.
2. Pendekatan Berdasarkan Operasi Perbankan.
Pendekatan Perbankan disajikan berdasarkan operasi perbankan (banking business)
meliputi kegiatan-kegiatan mencakup:
a. Pengelolaan dana pihak ketiga.
Pengelolaan dana pihak ketiga meliputi pengelolaan dana pihak lain pada Bank
dalam bentuk giro, tabungan, deposito berjangka, sertifikat deposito yang
penarikannya dapat dilakukan menurut ketentuan yang disetujui bersama dengan
pemilik dana. Penyimpangan-penyimpangan yang terjadi pada kegiatan ini antara
lain pemberian kredit pada perusahaan terkait Bank dengan bunga yang lebih
rendah dari bunga deposito yang ditempatkan, pemberian suku bunga deposito
diatas suku bunga yang tertera dalam bilyet deposito, yang pada saat jatuh
tempo kelebihan bunga tersebut dibukukan pada biaya lain-lain sehingga
mengurangi PPh untuk Negara, pencairan dua kali deposito milik pihak terkait
pada Bank dengan cara memanfaatkan rekening suspen-non tunai, pengambilan
tabungan nasabah tidak aktif dengan cara memalsukan tandatangan nasabah dan
memindahkan ke rekening pegawai Bank, dan pemanfaatan rekening giro
nasabah yang telah tutup untuk menarik dana.
b. Penempatan dana Bank.
Penempatan dana Bank adalah penanaman dana pada Bank lain baik di dalam
negeri maupun di luar negeri dalam bentuk interbank call money, tabungan,
deposito berjangka, dan lain-lain yang sejenis dengan tujuan untuk memperoleh
penghasilan. Penempatan dana bank termasuk dalam bentuk wesel, surat
pengakuan hutang, saham, obligasi dan sekuritas kredit. Penyimpanganpenyimpangan yang terjadi pada kegiatan ini antara lain penempatan dana pada
Bank di luar negeri yang mempunyai hubungan istimewa dengan Bank, yang
pada saat jatuh tempo dana tersebut sengaja tidak dapat dicairkan sehingga
harus ditalangi dengan dana BLBI, penempatan dana pada Bank lain dengan
tingkat bunga yang lebih tinggi dari tingkat bunga pada dokumen yang selisih
bunga ditransfer ke rekening pejabat Bank, penempatan dana pada cabang Bank

di luar negeri yang dipinjamkan kepada perusahaan milik keluarga pemilik Bank di
luar negeri, penempatan dana pada perusahaan reksadana yang belum
mendapatkan ijin dari Bapepam, yang pada saat jatuh tempo tidak dapat ditarik
karena perusahaan ditutup, peminjaman Uang Antar Bank dengan suku bunga
melebihi suku bunga penjaminan pemerintah, yang selanjutnya di rekayasa
menjadi deposito atas nama salah satu direktur Bank Kreditor, serta pelarian dana
ke luar negeri dan menyalurkannya ke perusahan group yang dilakukan dengan
cara membuat perjanjian dibawah tangan dengan Fund Manager di luar negeri.
c. Pemberian kredit.
Pemberian kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan
dengan itu atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain
yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka
waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan.
Termasuk dalam pemberian kredit adalah kredit dalam rangka pembiayaan
bersama dan kredit dalam proses penyelamatan. Penyimpangan-penyimpangan
yang terjadi pada kegiatan ini antara lain pemberian kredit kepada nasabah yang
tidak disertai dengan pengikatan jaminan yang memadai, pemberian fasilitas
kredit konstruksi kepada nasabah dengan jaminan kontrak pekerjaan fiktif,
pemberian fasilitas kredit kepada keluarga pejabat Bank dengan jaminan pejabat
Bank yang bersangkutan, pemberian fasilitas overdraft kepada nasabah
bermasalah tanpa melalui analisa dan pertimbangan yang matang, pemberian
kredit untuk menutupi kekurangan pembayaran untuk spekulasi jual beli valas
yang nilainya melebihi margin deposit nasabah, sehingga kredit menjadi macet,
penghindaran pelanggaran BMPK dengan merekayasa pencairan KUK fiktif untuk
kepentingan group terkait Bank, serta penerimaan cicilan pinjaman yang telah
dihapus buku tidak disetorkan pada bank namun digunakan untuk kepentingan
pribadi petugas Bank.

d. Pengelolaan transaksi derivatif.


Pengelolaan transaksi derivatif adalah transaksi dari surat berharga atau
kepentingan lain atau suatu kewajiban penerbit dalam bentuk yang lazim
diperdagangkan dalam pasar uang dan pasar modal. Penyimpanganpenyimpangan yang terjadi pada kegiatan ini antara lain pembuatan transaksi
valas (SWAP) dengan pihak terkait Bank, dimana Bank menjual valas secara
forward dengan kurs yang lebih rendah dari pada kurs spot sehingga Bank
mengalami kerugian transaksi valas, pememberian fasilitas Forex Line kepada
nasabah fiktif, menutupi kerugian akibat transaksi derivatif yang telah jatuh
tempo dengan cara menangguhkannya didalam rekening Defferred Account di
Neraca, serta pembuatan transaksi valas dengan perusahaan fiktif untuk
membayar kewajiban rediskonto wesel ekspor fiktif kepada Bank Indonesia
yang dilakukan dengan cara mengirim hasil transaksi valas ke rekening Bank
Penerbit L/C di luar negeri, mentransfer kembali ke rekening eksportir pada
Bank, dan selanjutnya digunakan untuk melunasi rediskonto wesel ekspor fiktif
tersebut ke Bank Indonesia.
e. Kecurangan Perbankan lainnya.
Kecurangan Perbankan lainnya adalah kecurangan dalam aktivitas Perbankan
di luar aktivitas yang disebutkan di atas termasuk transaksi yang belum

mengubah posisi aktiva dan pasiva bank pada tanggal laporan tetapi harus
dilaksanakan oleh bank apabila persyaratan yang disepakati dengan nasabah
terpenuhi, yang disajikan dalam laporan komitmen dan kontinjensi.
Penyimpangan-penyimpangan yang terjadi pada kegiatan ini antara lain
melaporkan pendapatan bunga kredit lebih besar dari jumlah sebenarnya
dengan tujuan untuk menaikkan laba dan memperbesar jasa produksi,
pemotongan PPh Pasal 23 atas bunga tabungan, deposito, dan giro nasabah
yang tidak dilaporkan dan atau hanya sebagian disetorkan ke Kantor Kas
Negara, pengalihan kepemilikan saham Bank yang sedang digadaikan kepada
Bank Indonesia (untuk jaminan dana BLBI) kepada pihak lain, pengeluaran
biaya tenaga kerja asing yang tidak bekerja untuk Bank tetapi untuk
kepentingan perusahaan group terkait Bank, penerbitan Bank Garansi oleh
Bank tidak diikuti dengan pembayaran provisi dan setoran jaminan dengan
imbalan tertentu dari nasabah kepada petugas Bank, serta pencairan Bank
Garansi oleh perusahaan pemberi kerja yang dilakukan dengan membuat
pekerjaan seolah-olah tidak memenuhi klausul kontrak berdasarkan kerjasama
antara pemberi kerja, kontrakor dan pegawai Bank penerbit Garansi.

BAB II
UPAYA PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KORUPSI
PADA PENGELOLAAN BUMN/BUMD dan PERBANKAN

Penyimpangan dalam pengelolaan BUMN/BUMD dan Perbankan pada umumnya mencakup


penyalahgunaan wewenang, manipulasi terhadap harta perusahaan dan penyimpangan
pengelolaan sumber daya berupa harta, sarana, fasilitas serta sumber daya manusia. Kasuskasus penyimpangan yang disajikan pada bab ini baru mencakup beberapa kasus
berdasarkan temuan hasil pemeriksaan yang dilaporkan oleh APIP dan SPI. Dengan
demikian, kasus-kasus yang disajikan belum mencakup seluruh kasus penyimpangan yang
terjadi pada BUMN/BUMD dan Perbankan.
Upaya pencegahan (preventif) korupsi dalam pengelolaan BUMN/BUMD dan perbankan
meliputi penyusunan dan peningkatan kualitas sistem pengendalian dan penerapannya,
diarahkan sebagai langkah yang dilakukan untuk mencegah terjadinya penyimpangan.
Upaya-upaya Preventif yang disajikan belum merupakan sesuatu hal yang mutlak, tetapi
hanya merupakan pengendalian minimum yang perlu dilaksanakan secara maksimum. Oleh
karena itu, Direksi perlu mengembangkan sendiri upaya-upaya lain yang dianggap perlu,
sesuai dengan kompleksitas titik rawan yang berpotensi penyimpangan yang dihadapi dan
kesesuaiannya dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku pada perusahaan.
Sistem
pengendalian manajemen ini terus menerus ditingkatkan keandalannya berdasarkan umpan
balik (feed back) dari hasil upaya detektif dan represif.
Upaya detektif merupakan rangkaian kegiatan yang ditujukan untuk mengidentifikasi
terjadinya penyimpangan dalam pengelolaan BUMN/BUMD dan Perbankan. Upaya detektif ini
dimaksudkan untuk memperoleh alat bukti yang relevan, cukup dan kompeten untuk
mendukung simpulan hasil pemeriksaan sebagai dasar pengambilan tindak lanjut (upaya
represif), dengan tetap berpegang pada asas praduga tak bersalah (presumption of
innosence). Upaya detektif dalam petunjuk teknis ini hanya mencakup upaya yang dianggap
penting dilakukan untuk mendeteksi penyimpangan yang terjadi sehingga perlu
dikembangkan sesuai kondisi yang dihadapi di lapangan, yang secara rinci dituangkan dalam
program pemeriksaan (audit program).
Pengembangan upaya preventif dan detektif tersebut sangat perlu dilakukan karena
penyimpangan-penyimpangan yang terjadi pada perusahaan pada umumnya disebabkan
adanya kolusi baik antar petugas di dalam perusahaan, maupun dengan pihak luar yang
terkait dengan perusahaan.
Kasus penyimpangan dan upaya-upaya penanggulangan secara Preventif dan Detektif
dalam pengelolaan BUMN/BUMD dan Perbankan dapat diuraikan sebagai berikut:
A. Pengelolaan BUMN/BUMD
1. Siklus Penjualan dan Penerimaan Uang.
Siklus penjualan dan penerimaan uang hasil penjualan meliputi kegiatan-kegiatan
sejak masuknya pesanan dari pelanggan sampai dengan diterimanya uang hasil
penjualan pada perusahaan. Fungsi-fungsi yang terkait dalam siklus ini meliputi
fungsi penjualan, fungsi kredit, fungsi gudang, fungsi pengiriman barang dan fungsi
akuntansi. Penyimpangan yang pada umumnya terjadi pada siklus ini adalah:

1) Penjualan dilakukan di bawah harga pasar dan metode penyerahan barang/jasa


tidak sesuai dengan kontrak penjualan yang dilakukan dengan memperoleh
imbalan tertentu dari pembeli.
Upaya-upaya Preventif:
a. Direksi harus menetapkan bahwa penetapan harga jual berdasarkan data
harga pasar bersumber dari lembaga resmi yang terpercaya.
b. Penetapan harga jual di bawah harga pasar harus mendapat persetujuan dari
pejabat yang berwenang.
c. Penjualan dalam partai besar harus dituangkan dalam kontrak penjualan yang
ditandatangani oleh pejabat yang berwenang.
Upaya-upaya Detektif:
a. Melakukan penelitian atas kontrak penjualan apakah telah memuat syarat
penyerahan, jangka waktu, volume dan harga yang disetujui.
b. Melakukan penelitian terhadap kebenaran harga yang disetujui dalam kontrak
dengan cara membandingkannya dengan data harga pasar dunia yang
diperoleh dari lembaga yang terpercaya.
c. Melakukan penelitian atas ketepatan pengiriman barang apakah telah sesuai
dengan jadwal dan metode penyerahan yang ditetapkan dalam kontrak.
2) Kontrak penjualan komoditi secara forward tidak direalisasi pembeli dengan cara
memberi imbalan kepada oknum perusahaan penjual, karena harga komoditas
tersebut turun pada saat kontrak jatuh tempo.
Upaya-upaya Preventif:
a. Direksi harus menetapkan prosedur penjualan forward
b. Direksi harus menetapkan sanksi denda dan sanksi administrasi jika kontrak
yang telah jatuh tempo tidak direalisasi oleh Pembeli.
c. Direksi harus menetapkan pejabat yang berwenang untuk menandatangani
kontrak penjualan forward.
d. Kontrak penjualan forward harus diregister (dicatat) dan di file terpisah dari
kontrak penjualan yang telah direalisasi/spot.
Upaya-upaya Detektif:
a. Melakukan penelitian terhadap Register kontrak penjualan forward untuk
mengetahui apakah ada kontrak yang telah jatuh tempo namun belum
direalisasi
b. Melakukan penelitian terhadap pengenaan sanksi atas kontrak penjualan yang
telah jatuh tempo namun tidak direalisasi.
c. Melakukan penelitian apakah kontrak penjualan forward ditandatangani oleh
pejabat yang berwenang.
d. Melakukan kontrol hubungan antara kontrak penjualan forward yang telah
jatuh tempo dengan posisi persediaan barang.
e. Melakukan konfirmasi kepada pembeli untuk meyakinkan kebenaran
pemberian imbalan.
3) Uang hasil penjualan dipergunakan untuk kepentingan pribadi yang dilakukan
dengan cara menunda pencatatan penerimaan kas.

Upaya-upaya Preventif:
a. Direksi harus menetapkan struktur organisasi yang memisahkan fungsi
pencatatan piutang dengan fungsi penerimaan kas.
b. Direksi harus menetapkan jumlah penerimaan maksimal yang dapat dilakukan
oleh kasir secara tunai.
c. Direksi harus menetapkan ketentuan agar Kasir menyetor seluruh penerimaan
uang ke Bank selambat-lambatnya sehari setelah penerimaan uang tersebut.
d. Penanggungjawab keuangan (Kepala Divisi Keuangan) harus melakukan
rekonsiliasi antara Buku Kas dengan jumlah uang kas yang diterima setiap
hari pada akhir jam kerja.
Upaya-upaya Detektif:
a. Melakukan verifikasi kesesuaian pencatatan penerimaan kas dengan cara
membandingkan setiap transaksi penerimaan uang menurut Buku Besar Kas
dengan bukti yang dicatat pada Buku Pembantu Kas.
b. Melakukan pengujian terhadap kemungkinan terjadinya penundaan
pencatatan penerimaan kas dengan cara membandingkan tanggal pencatatan
pada Buku Pembantu Kas dengan tanggal pada bukti penerimaan kas.
c. Melakukan penghitungan jumlah penerimaan kas yang belum disetor sesuai
dengan bukti-bukti yang belum dicatat dalam Buku Pembantu Kas untuk
mengetahui kemungkinan terjadinya uang yang ditunda pencatatannya dan
diambil oleh Kasir.
4) Premi asuransi tidak disetorkan oleh agen yang ditunjuk perusahaan, tetapi
dipergunakan untuk kepentingan pribadi oleh agen yang bersangkutan.
Upaya-upaya Preventif:
a. Melakukan evaluasi terhadap kinerja agen asuransi secara periodik.
b. Agen asuransi harus menyetorkan hasil penagihannya setiap hari kepada
kantor cabang/kantor pusat.
c. Bukti penyetoran premi dibuat secara prenumbered dan agen harus
mempertanggung-jawabkan penggunaan bukti tersebut.
d. Membuka outlet/tempat penerimaan setoran premi di Bank atau tempattempat strategis lainnya.
e. Menyusun sistem penyetoran melalui ATM, Bank atau internet yang sifatnya
memudahkan nasabah menyetor premi secara langsung.
f. Memberikan laporan keuangan/data setoran nasabah secara periodik kepada
nasabah agar yang bersangkutan dapat mengetahui status setorannya.
Upaya-upaya Detektif:
a. Melakukan penelitian atas keluhan nasabah yang setoran preminya tidak
masuk dalam laporan keuangan.
b. Melakukan penelitian terhadap kinerja agen asuransi untuk mengetahui
apakah yang bersangkutan selama ini pernah melakukan penggelapan
setoran premi.
c. Melakukan penelitian terhadap pertanggungjawaban penggunaan formulir
bukti setor premi.
d. Menghitung besarnya nilai setoran yang tidak dilaporkan dan tidak disetorkan
oleh agen asuransi.

e. Melakukan identifikasi pihak-pihak yang diduga terlibat beserta peranannya


masing-masing.
5) Petugas gudang melakukan penjualan barang persediaan dan tidak menyetorkan
hasil penjualan ke kas perusahaan yang dilakukan dengan cara memperbanyak
kemasan dan atau menunda pencatatan penerimaan persediaan barang.
Upaya-upaya Preventif:
a. Direksi harus menetapkan ketentuan bahwa setiap penerimaan persediaan
harus dicatat di kartu persediaan sesuai kuantitas fisik sebenarnya.
b. Direksi harus menetapkan ketentuan bahwa pengemasan persediaan harus
mendapat persetujuan dari Kepala Bagian Persediaan.
c. Petugas gudang harus mempertanggung jawabkan setiap penggantian
kemasan dan penggunaan kemasan baru.
d. Petugas gudang harus mencatat setiap penerimaan persediaan secara tepat
waktu dan secara berkala harus dilakukan rekonsiliasi antara kartu persediaan
dengan kartu dan fisik barang.
Upaya-upaya Detektif:
a. Melakukan pengujian berat setiap kemasan dengan cara melakukan
penimbangan secara uji petik.
b. Melakukan pembandingan penerimaan persediaan dengan masing-masing
Berita Acara Bongkar kapal dan surat jalan dari pihak ekspedisi.
c. Melakukan perbandingan mutasi penerimaan persediaan menurut kartu
gudang dengan kartu persediaan akuntansi.
d. Melakukan penelitian apakah susunan stafel persediaan telah dilakukan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
e. Melakukan kontrol hubungan antara penggantian kemasan yang rusak dengan
jumlah pemakaian kemasan.
6) Hasil penjualan produksi scrap yang masih mempunyai nilai ekonomis tidak
disetor ke kas perusahaan dimana hasil produksi scrap ini sengaja tidak
dibukukan sebelumnya.
Upaya-upaya Preventif:
a. Direksi harus menetapkan jenis scrap produksi yang masih mempunyai nilai
ekonomis dan mewajibkan petugas produksi membuat laporan atas scrap
yang dihasilkan.
b. Prosedur
pengendalian
scrap
harus
menetapkan
petugas
yang
bertanggungjawab atas scrap yang dihasilkan,
c. Petugas produksi wajib menyerahkan scrap yang dihasilkan kepada petugas
yang bertanggungjawab atas scrap.
d. Fungsi gudang harus membuat kartu persediaan scrap yang mencatat setiap
mutasi scrap baik yang dijual maupun yang dikeluarkan untuk keperluan lain.
e. Setiap bahan baku yang digunakan maupun hasil produksi atas penggunaan
bahan baku harus ditimbang untuk mengetahui ada tidaknya hasil scrap.
f. Bahan baku yang digunakan dengan hasil produksi harus dianalisa untuk
mengetahui kuantitas scrap yang dihasilkan.
Upaya-upaya Detektif:

a. Melakukan verifikasi kebenaran scrap yang masuk ke gudang dengan cara


membandingkan laporan produksi scrap dengan jumlah scrap yang
diserahkan kepada gudang.
b. Melakukan pengujian scrap yang masuk ke gudang dengan cara
membandingkan jumlah scrap yang diserahkan dengan mutasi pada kartu
persediaan scrap.
c. Melakukan pengujian kewajaran scrap dengan membanding-kan antara
jumlah produksi dengan penggunaan bahan baku.
7) Penjualan barang dilaporkan sebagai penjualan kepada koperasi dengan subsidi
harga, dengan imbalan tertentu dari pembeli.
Upaya-upaya Preventif:
a. Setiap penyaluran barang harus sesuai dengan alokasi yang ditetapkan oleh
instansi yang berwenang.
b. Setiap koperasi harus memperoleh rekomendasi sebagai penyalur dari
Departemen Koperasi.
c. Setiap pengeluaran barang harus berdasarkan bukti pemesanan, faktur, surat
perintah pengeluran barang dan bukti pengambilan barang dari gudang.
d. Penerima barang harus menanda tangani surat jalan, membubuhi cap
Koperasi dan mencantumkan nama jelas penerima barang.
Upaya-upaya Detektif:
a. Melakukan penelitian atas kelayakan pemesanan oleh koperasi dengan cara
membandingkannya dengan alokasi penjualan kepada koperasi yang telah
ditetapkan.
b. Melakukan pengujian kebenaran pengambilan barang oleh koperasi dengan
cara meneliti kelengkapan data dalam bukti pemesanan, faktur, surat perintah
pengeluaran barang, bukti pengambilan barang dan surat jalan.
c. Melakukan pengujian kesesuaian nama pengambil barang dengan pembayar
tagihan berdasarkan bukti pemesanan, faktur, surat perintah pengeluaran
barang, bukti pengambilan dan surat jalan.
8) Hasil penjualan dengan kredit ditagih oleh petugas yang tidak berwenang dan
tidak disetorkan ke kas perusahaan.
Upaya-upaya Preventif:
a. Direksi harus menetapkan ketentuan bahwa pembayaran setiap tagihan harus
dilakukan melalui Kasir atau Bank yang ditunjuk.
b. Struktur organisasi harus memisahkan dengan jelas petugas penjualan kredit
dan petugas penagih ke pelanggan.
Upaya-upaya Detektif:
a. Melakukan penelitian atas penjualan kredit baru dengan cara membandingkan
daftar penjualan kredit periode berjalan dengan daftar penjualan kredit
periode sebelumnya.
b. Melakukan verifikasi kebenaran jumlah penjualan kredit baru yang dibuat
petugas penjualan kredit.
c. Melakukan kontrol hubungan atas jumlah penjualan kredit baru dengan
penerimaan dari penjualan kredit.

d. Melakukan konfirmasi kepada para pelanggan yang belum membayar


pembelian kredit yang dilakukannya.
9) Hasil penagihan atas penjualan kredit kategori macet tidak disetorkan ke Kas
perusahaan tetapi dipergunakan untuk kepentingan pribadi.
Upaya-upaya Preventif:
a. Direksi harus menetapkan penanggung jawab atas rekening-rekening
tertunggak yang dikategorikan macet
b. Direksi harus menetapkan bahwa setiap rekening tertunggak yang
dikategorikan macet diadministrasikan dengan baik dan disimpan ditempat
yang aman.
c. Penugasan penagihan atas rekening-rekening tertunggak kategori macet
harus dituangkan dalam berita acara serah terima kepada petugas yang akan
melakukan penagihan
d. Hasil penagihan kredit macet harus dituangkan dalam kuitansi tercetak
bernomor-urut dan disetorkan ke kas/bank selambat-lambatnya hari
berikutnya.
e. Rekening yang masih ada pada petugas penagihan harus diserahkan
seluruhnya kepada penanggung jawab rekening.
f. Penanggung jawab rekening harus membuat laporan secara berkala jumlah
rekening yang dikuasai dan perkembangan hasil penagihannya.
g. Pemeriksaan fisik atas rekening tertunggak yang dikategorikan macet secara
berkala dan sewaktu-waktu.
Upaya-upaya Detektif:
a. Melakukan pemeriksaan fisik secara mendadak terhadap rekening yang masih
dipegang oleh petugas penagih dan membandingkan dengan laporan
penagihan.
b. Melakukan verifikasi laporan hasil penagihan serta rekonsiliasi rekening koran
bank dengan buku harian kas/bank.
c. Melakukan penelitian terhadap laporan berkala yang disusun oleh
penanggung jawab dan melakukan analisis atas perkembangan
penagihannya.
10) Penjualan secara kredit dilakukan tanpa perjanjian dan tanpa jaminan atau bank
garansi dengan imbalan tertentu dari pembeli.
Upaya-upaya Preventif:
a. Direksi harus menetapkan prosedur penjualan barang dagangan
b. Direksi harus menetapkan kewenangan masing-masing pejabat terutama
dalam kegiatan penjualan barang dagangan.
c. Setiap pengeluaran barang dagangan dari gudang harus melalui persetujuan
dari pejabat yang berwenang.
d. Bagian Gudang harus membuat laporan penerimaan dan pengeluaran barang
dagangan setiap akhir bulan.
e. Pelanggan yang diberi penjualan kredit harus mempunyai track record dan
kredibilitas yang baik.
Upaya-upaya Detektif:

a. Melakukan verifikasi atas kebenaran jumlah pengeluaran barang dengan cara


membandingkan laporan pengeluaran barang dengan nilai penjualan dalam
buku penjualan.
b. Melakukan penelitian apakah setiap pengeluaran barang didasarkan atas surat
perintah pengeluaran barang yang ditanda tangani oleh Bagian Penjualan.
c. Melakukan stock opname atas persedian barang di gudang secara periodik
dan sewaktu-waktu
d. Melakukan penilaian terhadap penunjukan rekanan apakah rekanan yang
ditunjuk tersebut mempunyai track record yang baik dan kredibilitasnya tinggi
11) Pembayaran atas penjualan dicatat di buku kas tetapi uangnya disetor ke
rekening bank pribadi kasir sehingga pembayaran seolah-olah sudah sudah
diterima perusahaan.
Upaya-upaya Preventif:
a. Direksi harus menetapkan satu rekening bank atas nama perusahaan untuk
menampung penerimaan kas.
b. Direksi harus menetapkan pemisahan fungsi penjualan, penyimpanan, fungsi
pencatatan dan penerimaan kas/bank.
c. Direksi harus menetapkan petugas yang wajib melaksanakan rekonsiliasi bank
secara periodik.
d. Direksi harus menetapkan bahwa setiap akhir hari kerja buku kas/bank
ditutup dan dicocokkan dengan fisik uang tunai.
e. Direksi harus menetapkan bahwa setiap pembayaran penjualan yang sah
harus divalidasi oleh petugas lain yang tidak merangkap sebagai kasir dan
mengumumkan hal ini kepada pelanggan yang akan melakukan pembayaran.
Upaya-upaya Detektif:
a. Melakukan pengujian kebenaran pembayaran yang tercatat dengan cara
menelusuri pembayaran ke pos lawannya, yakni kas atau bank.
b. Jika pembayaran melalui bank, lakukan pengujian penerimaan di bank dengan
cara membandingkan penerimaan yang tercatat ke rekening koran bank yang
bersangkutan.
c. Jika pembayaran melalui uang tunai, lakukan pengecekan kebenaran
pencatatan buku kas dengan melakukan pemeriksaan kas yang ada.
d. Melakukan pengujian kebenaran penyetoran penerimaan uang ke bank
dengan cara menelusuri setiap mutasi penyetoran bank ke bukti bank berikut
bukti pendukungnya berupa nota bank, bandingkan dengan mutasi dalam
rekening koran, dan teliti pemilik nomor rekening bank tersebut.
e. Melakukan pengujian kebenaran formal bukti pembayaran dengan cara
mengecek kelengkapan bukti pendukung berupa faktur, surat jalan, pakcing
list dan bukti pengeluaran barang dan tanda terima dari pelanggan
12) Penjualan tunai dicatat sebagai penjualan kredit sementara hasil pembayarannya
disetorkan ke rekening pribadi pegawai perusahaan.
Upaya-upaya Preventif:
a. Direksi harus membuat kebijakan tertulis mengenai proses persetujuan
penjualan kredit yang harus dilaksanakan bagian penjualan.
b. Direksi harus menetapkan petugas yang berwenang menyetujui pemberian
penjualan kredit kepada pelanggan.

c. Direksi harus menetapkan pemisahan fungsi penjualan, penyimpanan,


pencatatan dan penerimaan kas/bank.
d. Direksi harus menempatkan petugas yang memonitor realisasi penjualan
kredit termasuk nama dan alamat pelanggan, jumlah penjualan kredit yang
diberikan, dan saldo piutang yang belum dibayar.
e. Direksi harus menetapkan petugas yang menyelenggarakan buku pembantu
piutang per pelanggan yang secara periodik dibandingkan kesesuaiannya
dengan buku besar piutang.
f. Direksi harus menetapkan petugas yang secara periodik membuat daftar
umur piutang penjualan, melakukan konfirmasi secara periodik dan meneliti
piutang-piutang yang lama tidak tertagih.
g. Direksi harus menetapkan petugas yang melakukan penagihan atas piutang
penjualan, khususnya yang telah jatuh tempo.
Upaya-upaya Detektif:
a. Melakukan pengujian kebenaran saldo piutang penjualan dengan cara
mengkonfirmasikan hal tersebut kepada pelanggan yang bersangkutan,
terutama terhadap piutang yang telah lama jatuh tempo.
b. Melakukan pengujian atas kelayakan pemberian penjualan kredit dengan cara
meneliti ketaatan pemberian penjualan kredit dengan prosedur penjualan
yang telah ditetapkan direksi, teliti petugas yang menyetujui pemberian kredit
dan wewenangnya, dan alasan pemberian kredit tersebut.
c. Melakukan pengujian atas kebenaran formal penjualan kredit dengan cara
menelusuri penjualan kredit yang dicatat ke bukti dasar dan pendukungnya
berupa faktur, surat jalan, packing list, bukti pengeluaran barang dan tanda
terima dari pelanggan, serta bukti persetujuan penjualan kredit dari bagian
penjualan.
d. Melakukan kontrol hubungan antara data penjualan dengan bukti penerimaan
kas dan bukti yang dicatat dalam kartu piutang.
13) Pelelangan kendaraan bermotor perusahaan dimenangkan oleh pembeli yang
sudah ditetapkan lebih dulu (diarahkan pemenangnya) sehingga tidak dapat
diperoleh harga yang optimal.
Upaya-upaya Preventif:
a. Direksi harus menetapkan tim pelelangan kendaraan bermotor yang bertugas
dan bertanggungjawab melaksanakan penjualan kendaraan bermotor.
b. Direksi dan/atau panitia pelelangan harus menetapkan limit harga terendah
atas pelelangan yang akan dilaksanakan.
c. Pelelangan harus diumumkan kepada masyarakat luas jauh hari sebelum
pelaksanaannya agar cukup waktu bagi pihak yang berminat untuk mengikuti
pelelangan.
d. Panitia pelelangan harus menyediakan cukup formulir bagi pihak yang
berminat mengikuti pelelangan.
e. Pelelangan harus dilaksanakan secara terbuka sehingga seluruh peserta lelang
dapat mengikuti jalannya pelelangan, dan penawaran yang diajukan, pihak
yang melakukan penawaran dan harga penawarannya.
Upaya-upaya Detektif:
a. Melakukan penelitian atas daftar hadir peserta lelang dan formulir yang
diambil peserta untuk mengikuti pelelangan.

b. Melakukan pengujian keabsahan pemenang lelang dengan cara


menelusurinya ke formulir yang diisi peserta, daftar hadir, untuk mengetahui
identitas peserta dan kehadirannya pada pelelangan.
c. Melakukan pengujian atas harga pemenang lelang untuk meyakini bahwa
harga terbaik telah diperoleh dengan membandingkan harga pemenang
dengan seluruh harga yang diajukan para penawar.
d. Melakukan pengujian atas pelaksanaan undangan secara luas dan terbuka
dengan cara meneliti pengumuman yang dibuat panitia pelelangan, kapan,
kepada siapa dan di mana dibuat.
e. Melakukan penelitian atas kronologis data dalam dokumen lelang.
14) Pembayaran hasil penjualan dari pelanggan tertentu tidak lancar karena tidak
adanya batas waktu pembayaran namun tetap memperoleh pengiriman barang.
Kondisi ini terjadi karena pejabat di Bagian Penjualan mendapat imbalan dari
pelanggan tersebut.
Upaya-upaya Preventif:
a. Direksi harus menetapkan format perjanjian penjualan yang baku dan
menetapkan syarat-syarat pembayaran secara tegas
b. Direksi harus menyusun daftar umur piutang dan mengidentifikasi pelanggan
yang pembayarannya tidak lancar.
c. Direksi harus menetapkan prosedur penjualan yang membatasi jumlah
maksimal penjualan kredit dikaitkan dengan pelunasan atas barang yang telah
dikirim
d. Direksi harus melakukan evaluasi berkala terhadap kinerja pelanggan dan
kontrak penjualan.
Upaya-upaya Detektif:
a. Melakukan penelitian dan pengujian atas setiap umur piutang yang kurang
lancar.
b. Melakukan penelitian terhadap perjanjian penjualan yang umur piutangnya
telah lama dan membandingkannya dengan format baku yang telah
ditetapkan.
c. Melakukan penelitian terhadap kartu piutang, apakah seluruh mutasi-mutasi
yang terjadi telah sesuai dengan transaksi yang terjadi baik terhadap
penjualan dan pembayarannya.
d. Melakukan penelitian terhadap bukti-bukti penyerahan/ pengiriman barang,
bukti-bukti penagihan piutang serta bukti-bukti pembayaran/ pelunasan.
15) Penjualan tiket jasa angkutan tidak disetor ke kas perusahaan dan dipergunakan
untuk kepentingan pribadi oleh petugas penjualan tiket.
Upaya-upaya Preventif:
a. Direksi harus menetapkan pemisahan fungsi antara bagian penyimpanan sisa
tiket dengan bagian penjualan tiket.
b. Direksi harus menetapkan prosedur penjualan tiket yang menetapkan laporan
hasil penjualan tiket yang dibuat harus dilampirkan dengan pertinggal slip
tiket
c. Tiket harus dicetak secara prenumbered (nomor urut) dan harus dibuat
laporan mutasi persediaan tiket

d. secara periodik dan sewaktu-waktu harus dilakukan opname terhadap


persediaan tiket yang belum terjual.
Upaya-upaya Detektif:
a. Melakukan penelitian apakah terdapat pemisahan fungsi antara bagian
penyimpanan sisa tiket dengan bagian penjualan tiket.
b. Melakukan verifikasi atas kebenaran jumlah tiket yang terjual dengan cara
membandingkan laporan mutasi tiket, laporan penerimaan kas dan laporan
tiket yang di refund (dikembalikan)
c. Melakukan pengujian jumlah penumpang yang diangkut dengan cara meneliti
laporan penumpang yang berangkat (manifest) dengan jumlah tiket yang
terjual
16) Penggunaan uang perusahaan untuk kepentingan pribadi dengan cara membuat
laporan refund (pengembalian) tiket oleh Bagian Akuntansi
Upaya-upaya Preventif:
a. Direksi harus menetapkan ketentuan prosedur pengembalian (refund) tiket
dan laporannya harus dibuat secara periodik,
b. Tiket yang direfund harus diopname secara periodik dan sewaktu-waktu serta
dituangkan dalam berita acara.
c. Refund tiket hanya dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan pejabat
yang berwenang
Upaya-upaya Detektif:
a. Melakukan verifikasi atas kebenaran jumlah tiket yang direfund
(dikembalikan) dengan cara membandingkan laporan tiket yang direfund
dengan laporan pengeluaran kas.
b. Melakukan
stock
opname
terhadap
tiket
yang
direfund
dan
membandingkannya dengan laporan mutasi persediaan tiket.
c. Melakukan penelitian terhadap keabsahan tiket yang direfund apakah tiket
yang direfund tersebut sudah dilaporkan dalam laporan penjualan tiket.
d. Melakukan penelitian apakah refund tiket dilakukan berdasarkan persetujuan
pejabat yang berwenang
2. Siklus Pengadaan, Penerimaan dan Pembayaran Barang/Jasa.
Siklus Pengadaan, Penerimaan dan Pembayaran Barang/Jasa pada BUMN/ BUMD
meliputi kegiatan-kegiatan sejak perencanaan kebutuhan barang/jasa, proses
pengadaan sampai pada pembayaran atas barang/jasa yang dibeli. Fungsi-fungsi
yang terkait dalam siklus ini meliputi fungsi pemrosesan order pembelian, fungsi
penerimaan dan pencatatan barang/jasa, fungsi akuntansi, dan fungsi pengeluaran
uang. Penyimpangan yang pada umumnya terjadi pada siklus ini sebagai berikut :
1) Perencanaan pengadaan barang dan jasa oleh fungsi perencanaan tidak
berdasarkan kebutuhan, tetapi berdasarkan pengadaan tahun sebelumnya
ditambah jumlah persentase tertentu, agar barang yang dibutuhkan pada tahun
sebelumnya tetap diadakan karena perencana memperoleh imbalan dari rekanan.
Upaya-upaya Preventif:

a. Direksi harus menetapkan prosedur dan tata cara perencanaan kebutuhan


terhadap pengadaan barang dan jasa
b. Direksi harus menetapkan pejabat dan unit kerja yang bertanggungjawab
untuk menyusun perencanaan terhadap pengadaan barang dan jasa
c. Perencanaan pengadaan barang dan jasa harus berdasarkan pengajuan dari
unit kerja yang membutuhkan.
Upaya-upaya Detektif:
a. Melakukan penelitian terhadap realisasi pengadaan barang dan jasa dengan
kebutuhan riel barang dan jasa.
b. Melakukan verifikasi terhadap rencana pengadaan dan jasa apakah telah
didukung dengan pengajuan dari unit yang membutuhkan.
c. Melakukan penelitian terhadap rencana dan anggaran pengadaan barang dan
jasa apakah telah disetujui oleh pejabat yang berwenang
2) Penyusunan spesifikasi kebutuhan barang dan jasa dirubah oleh Bagian
Pengadaan untuk produk dan rekanan tertentu, yang mengakibatkan terjadinya
mark up (kemahalan harga).
Upaya-upaya Preventif:
a. Direksi harus menetapkan ketentuan bahwa penyusunan rencana kebutuhan
barang dan jasa tidak diperbolehkan mengarah kepada produk atau rekanan
tertentu.
b. Direksi harus menetapkan bahwa dalam hal terjadi perubahan spesifikasi
barang yang akan dibeli harus mendapat persetujuan pejabat yang
berwenang.
Upaya-upaya Detektif:
a. Melakukan penelitian apakah Direksi telah menetapkan ketentuan bahwa
penyusunan rencana kebutuhan barang dan jasa tidak diperbolehkan
mengarah kepada rekanan tertentu.
b. Melakukan penelitian apakah rencana kebutuhan barang dan jasa yang
disusun Bagian Perencanaan telah sesuai dengan spesifikasi barang yang
dibeli.
c. Melakukan penelitian apakah terdapat hubungan istimewa antara Bagian
Pengadaan dengan kontraktor dan atau pabrikan tertentu.
d. Membandingkan harga barang yang dibeli dengan harga pada beberapa
pemasok untuk jenis dan spesifikasi barang yang sama.
3) Harga Perhitungan Sendiri (HPS) pengadaan barang dan jasa disusun hanya
formalitas untuk mendukung Penunjukan langsung yang mengakibatkan
terjadinya kemahalan harga.
Upaya-upaya Preventif:
a. Harga Perhitungan Sendiri disusun oleh panitia yang ditunjuk Direksi dan
dianggarkan lebih dahulu.
b. Penyusunan HPS harus melalui penelitian yang mendalam dengan
membandingkan harga pekerjaan sejenis pada beberapa perusahaan.

c. Melakukan tender terbuka atas setiap pekerjaan yang bersifat reguler, tidak
spesifik, dan umum.
d. Penunjukan langsung baru dapat dilakukan apabila pekerjaan yang akan
dilakukan bersifat darurat, sangat spesifik, dan tidak ada lagi rekanan yang
sejenis.
e. Penunjukan langsung yang bernilai besar harus mendapat persetujuan dari
Dewan Komisaris.
Upaya-upaya Detektif:
a. Melakukan konfirmasi harga kepada rekanan yang sejenis atau pekerjaan
yang sejenis di perusahaan lain.
b. Mempelajari proses penyusunan HPS untuk mengetahui apakah HPS disusun
sesuai ketentuan Perusahaan.
c. Mempelajari tanggal-tanggal permintaan, pembentukan panitia, penyusunan
HPS, undangan, negosiasi harga, penandatanganan kontrak dan
pembayarannya untuk mengetahui kronologis peristiwa dan mendeteksi
adanya rekayasa penanggalan.
d. Melakukan penelitian terhadap isi kontrak dan pembayarannya untuk
mengetahui apakah terdapat klausul kontrak dan pembayaran yang dapat
merugikan Perusahaan.
e. Melakukan penelitian terhadap hubungan Rekanan dengan Panitia
Penunjukan langsung atau Pejabat Perusahaan lainnya untuk mengetahui
apakah terdapat hubungan istimewa antara rekanan dengan pejabat/pegawai
Perusahaan.
f. Melakukan penelitian terhadap mutu pekerjaan untuk mengetahui apakah
pekerjaan dilakukan sesuai dengan kontrak atau terjadi penurunan mutu hasil
pekerjaan.
4) Penyusunan Harga Perhitungan Sendiri (HPS) dilakukan berdasarkan harga
pengadaan tahun sebelumnya ditambah persentase tertentu, dengan tujuan
mengambil kelebihan harga untuk kepentingan pribadi.
Upaya-upaya Preventif:
a.
b.
c.

Direksi harus menetapkan prosedur/tata cara penyusunan HPS baik untuk


pengadaan dalam negeri maupun pengadaan luar negeri (impor).
Direksi harus menetapkan pejabat yang berwenang menyusun HPS.
Pejabat yang ditunjuk harus pegawai/staf yang telah mendapat pelatihan
yang cukup tentang tata cara penyusunan HPS.

Upaya-upaya Detektif:
a.
b.
c.

Melakukan penelitian apakah penyusunan HPS telah dilakukan oleh pejabat


yang berwenang.
Melakukan penelitian terhadap dasar dan estimasi yang digunakan pada
saat penyusunan HPS.
Melakukan verifikasi terhadap kebenaran perhitungan HPS.

5) Kualifikasi rekanan tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya yaitu jumlah


kekayaan, tenaga ahli, pengalaman kerja, reputasi dan peralatan yang
dicantumkan bukan milik calon rekanan.
Upaya-upaya Preventif:

a. Direksi harus menetapkan Bagian Pengadaan menyusun Daftar Rekanan


Terseleksi mencakup persyaratan yang harus dipenuhi calon rekanan agar
dapat mengikuti kegiatan pengadaan barang dan jasa pada perusahaan
sesuai nilai pengadaan dan tingkat kesulitan pelaksanaan.
b. Calon rekanan yang mengajukan kualifikasi perusahaannya harus
melampirkan bukti-bukti pendukung sesuai dengan kemampuan yang
diajukan seperti bukti setoran bank, rekening koran bank, dan laporan
keuangan yang telah di audit kantor akuntan publik (bagi rekanan/kontraktor
yang berskala nasional)
c. Pejabat yang ditugaskan menyusun Daftar Rekanan Terseleksi harus terlebih
dahulu menganalisis aktiva calon rekanan serta bukti tambahan seperti
setoran bank, rekening koran bank, dan laporan yang telah di audit kantor
akuntan publik.
Upaya-upaya Detektif:
a. Melakukan review hasil analisis aktiva calon rekanan dan data serta bukti
tambahan seperti setoran bank, rekening koran bank, dan laporan keuangan
yang telah di audit kantor akuntan publik (bagi kontraktor yang berskala
nasional).
b. Melakukan pengujian subtantif dengan cara konfirmasi pembuktian
kepemilikan kepada yang bersangkutan.
c. Melakukan pengujian setempat pada kantor dan aktiva/peralatan yang
dilaporkan dalam pengisian Daftar Rekanan Terseleksi.
d. Melakukan pengujian kebenaran pengalaman kerja calon rekanan dengan
cara konfirmasi kepada perusahaan di mana calon rekanan pernah melakukan
pengadaan barang/jasa.
6) Pengadaan barang dan jasa yang seharusnya melalui pelelangan dilaksanakan
dengan pemilihan langsung/penunjukan langsung dengan menunda-nunda
pelelangan sehingga waktunya terdesak dan membuat alasan pekerjaan spesifik,
mengakibatkan terjadinya kemahalan. Dengan kondisi tersebut Panitia Pelelangan
mendapat fee (imbalan) dari supplier di atas.
Upaya-upaya Preventif:
a. Direksi harus memantau rencana kebutuhan barang dan jasa, waktu
pengajuan kebutuhan serta proses dan jadwal pelaksanaan pengadaan
barang dan jasa yang dibutuhkan.
b. Direksi harus mendapatkan informasi dari instansi lain tentang pengadaan
barang dan jasa spesifik dan mewajibkan Bagian Pengadaan mencantumkan
alasan diperlukannya pengadaan barang dan jasa spesifik dalam dokumen
pengadaan.
Upaya-upaya Detektif:
a. Melakukan verifikasi jangka waktu penyusunan rencana kebutuhan barang
dan jasa, waktu pengajuan kebutuhan serta proses dan jadwal pelaksanaan
pengadaan barang dan jasa.
b. Melakukan pengujian apakah proses penunjukan langsung tersebut telah
sesuai ketentuan yang ditetapkan Direksi.
c. Mendapatkan informasi apakah pekerjaan dimaksud merupakan pekerjaan
spesifik dan menguji alasan penunjukan langsungnya.

7) Pelelangan pengadaan barang dan jasa bersifat formalitas yang dilakukan dengan
cara
peserta pelelangan merupakan perusahaan pinjaman dan aanwijzing
dilakukan hanya untuk satu rekanan (rekanan lain menandatangani Berita Acara
tanpa menghadiri)
Upaya-upaya Preventif:
a. Direksi harus menetapkan ketentuan jumlah calon rekanan minimum yang
harus diundang mengikuti pelelangan pengadaan barang dan jasa yang
dibutuhkan perusahaan.
b. Surat keterangan tempat kedudukan calon rekanan peserta pelelangan harus
disahkan pejabat setempat.
c. Nama-nama pimpinan dan pegawai rekanan peserta pelelangan harus
dituangkan dalam Berita Acara Aanwijzing.
d. Berita Acara Aanwijzing harus ditandatangani dihadapan Kepala Bagian
Pengadaan dan Panitia Pelelangan.
Upaya-upaya Detektif:
a. Melakukan pengujian kemungkinan kesamaan huruf dalam surat menyurat
pelelangan diantara peserta pelelangan yang memasukkan penawaran.
b. Melakukan konfirmasi kepada Kadin/Lembaga Jasa Konstruksi setempat
terhadap kebenaran nama-nama pimpinan rekanan.
c. Melakukan penelitian kemungkinan adanya hubungan istimewa antara sesama
peserta pelelangan.
8) Pemberian uang muka kerja pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan secara
swakelola tidak sesuai dengan tujuan pengajuannya, mengakibatkan pekerjaan
tersebut mengalami kegagalan dan sebagian uang muka kerja dipergunakan
untuk kepentingan pribadi.
Upaya-upaya Preventif:
a. Direksi harus menetapkan dengan jelas petugas pemegang uang muka
mencakup nama dan jabatannya.
b. Direksi harus menetapkan jumlah maksimal uang muka kerja yang dapat
diberikan dan batas waktu pertanggung-jawaban uang muka kerja yang
diberikan.
c. Direksi harus menetapkan prosedur pelaksanaan opname atas uang muka
kerja yang dilakukan secara periodik dan sewaktu-waktu dan petugas yang
bertanggung jawab melaksanakan opname atas uang muka kerja.
d. Setiap pengajuan uang muka kerja harus jelas penggunaanya dan
memperoleh persetujuan atasan langsung peminta uang muka kerja.
e. Pengambil uang muka kerja harus terlebih dahulu mempertanggungjawabkan uang muka kerja yang diambil sebelum mengajukan uang muka
berikutnya.
Upaya-upaya Detektif:
a. Melakukan penelitian apakah uang muka kerja hanya diberikan kepada
petugas yang telah ditetapkan oleh Direksi.
b. Melakukan verifikasi kebenaran jumlah uang muka kerja dengan cara
membandingkan buku besar uang muka kerja dengan buku pembantu uang

muka kerja per petugas pemegang uang muka kerja dan meneliti apakah
terdapat uang muka kerja yang sudah melewati batas waktu pertanggung
jawaban.
c. Melakukan penelitian kebenaran pertanggung-jawaban apakah penggunaan
uang muka kerja telah didukung bukti-bukti pengeluaran sesuai dengan
tujuan penggunaannya.
d. Melakukan verifikasi kebenaran saldo uang muka kerja dengan cara
membandingkan uang muka kerja yang belum dipertanggung-jawabkan
dengan tujuan penggunaannya.
9) Pelaksanaan pekerjaan terbengkalai karena rekanan melarikan diri, akibatnya
perusahaan mengalami kerugian karena uang muka kerja pelaksanaan pekerjaan
kepada rekanan ternyata tidak didukung jaminan pelaksanaan dan jaminan uang
muka yang sah sebagaimana yang dipersyaratkan dalam kontrak.
Upaya-upaya Preventif:
a. Direksi harus menetapkan ketentuan bahwa setiap pembayaran uang muka
kerja kepada rekanan pelaksana hanya dapat dilakukan setelah rekanan
tersebut menyerahkan jaminan pelaksanaan dan jaminan uang muka yang
sah.
b. Direksi harus menetapkan persyaratan bahwa jaminan pelaksanaan dan
jaminan uang muka kerja hanya dapat diterima apabila diterbitkan oleh bank
atau lembaga keuangan bukan bank yang kredibel dan sehat.
c. Setiap jaminan pelaksanaan dan jaminan uang muka kerja yang diterima
harus dikonfirmasi keasliannya kepada penerbit jaminan.
Upaya-upaya Detektif:
a. Melakukan penelitian apakah pengeluaran uang muka pekerjaan telah
didukung oleh jaminan uang muka.
b. Melakukan penelitian apakah pelaksanaan pekerjaan telah didukung oleh
jaminan pelaksanaan yang cukup (Performance Bond) untuk mengantisipasi
kegagalan proyek.
c. Melakukan konfirmasi kepada Bank pemberi jaminan.
10) Pengadaan barang dan jasa dilakukan melalui perantara (tidak langsung kepada
agen tunggal produk yang dibeli), karena pejabat di Bagian Pengadaan mendapat
imbalan dari perantara tersebut.
Upaya-upaya Preventif:
a. Direksi harus menetapkan ketentuan mengenai jenis barang dan jasa,
anggaran serta harga pasar yang pengadaannya tidak dapat dilakukan
langsung melalui agen tunggal disertai alasan-alasannya.
b. Direksi harus menetapkan harga barang dan jasa melalui agen tunggal harus
mengacu kepada harga agen tunggal ditambah pengeluaran-pengeluaran
yang dapat diperkenankan.
Upaya-upaya Detektif:
a. Melakukan pengujian kebenaran alasan pengadaan barang yang dilakukan
melalui perantara.

b. Melakukan pengujian kelayakan harga pasar dan pengeluaran lain yang


dianggap wajar.
c. Melakukan pengujian apakah harga kontrak telah mengacu kepada harga
pasar setempat yang berlaku untuk agen tunggal ditambah pengeluaranpengeluaran yang dapat diperkenankan menurut itikad baik sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
11) Sebagian atau seluruh pekerjaan/pengadaan barang dan jasa yang telah diikat
dengan kontrak dengan rekanan ternyata dilaksanakan sendiri oleh karyawan
perusahaan dengan harga yang lebih rendah dari nilai kontrak.
Upaya-upaya Preventif:
a. Direksi harus menetapkan petugas yang ditunjuk sebagai pengawas
pelaksanaan pekerjaan oleh rekanan.
b. Direksi harus menetapkan persyaratan pekerjaan yang dapat dilaksanakan
secara swakelola dan prosedur untuk meyakini dipatuhinya persyaratan
pelaksanaan pekerjaan swakelola atau oleh pihak ketiga (rekanan).
c. Direksi harus membuat prosedur yang dapat meyakinkan bahwa rekanan
secara nyata telah melaksanakan pekerjaan yang telah dikontrakkan, serta
mewajibkan rekanan membuat laporan pemakaian bahan, penggunaan
perlatan dan tenaga kerja.
Upaya-upaya Detektif:
a. Melakukan pengujian atas pekerjaan yang dikontrakkan dengan cara
membandingkan pemberian uang muka kerja dengan kegiatan yang
dilaksanakan melalui kontrak pihak ketiga.
b. Melakukan verifikasi pemakaian bahan dari gudang dengan cara meneliti surat
permintaan bahan, jenis bahan dan jumlahnya, tujuan penggunaan, dan
lokasi dibawanya bahan tersebut.
c. Melakukan pengujian penggunaan tenaga kerja dengan meneliti surat-surat
penugasan kepada karyawan, lokasi pekerjaan, kegiatan yang dilaksanakan
serta waktu pelaksanaan.
d. Melakukan verifikasi penggunaan peralatan oleh pihak ketiga dengan cara
meneliti permintaan peminjaman alat serta persetujuannya, bukti
peminjaman, waktu peminjaman, tujuan peminjaman dan lokasi peralatan
digunakan.
12) Pekerjaan yang telah diikat kontrak dengan rekanan dilaksanakan sendiri dengan
menggunakan peralatan milik perusahaan dan biaya penggunaan alat juga
dibebankan kepada perusahaan.
Upaya-upaya Preventif:
a. Direksi harus menetapkan prosedur penggunaan peralatan milik perusahaan
dan penanggung jawab pengendali penggunaan setiap peralatan.
b. Direksi mewajibkan petugas pengelola peralatan untuk membuat daftar
peralatan yang dimiliki perusahaan dan membuat kartu kontrol atas
penggunaan setiap peralatan.
c. Direksi mewajibkan penanggung jawab untuk menyusun laporan penggunaan
dan pemeliharaan peralatan secara periodik.

Upaya-upaya Detektif:
a. Melakukan pengujian atas kesesuain tujuan dan tempat penggunaan
peralatan oleh pihak yang melakukan permintaan dengan meneliti surat ijin
penggunaan peralatan.
b. Melakukan pengujian kebenaran penggunaan peralatan melalui pengecekan
terhadap kartu kontrol penggunaan setiap peralatan.
c. Melakukan pengujian penggunaan peralatan dengan melakukan kontrol
hubungan penggunaan bahan bakar, perawatan dan perbaikan setiap
peralatan
13) Harga pembebasan lahan lebih tinggi dari harga yang ditetapkan oleh Pemerintah
Daerah setempat dan dibayarkan kepada orang yang tidak berhak dengan
imbalan tertentu.
Upaya-upaya Preventif:
a. Direksi harus menetapkan prosedur pembebasan/ganti rugi tanah, tanaman
dan bangunan dan Panitia Pembebasan Lahan dilengkapi dengan uraian tugas
dan tanggungjawabnya.
b. Direksi harus menetapkan tarif ganti rugi per kelas tanah dan bangunan dan
per jenis tanaman dengan memperhatikan unsur- unsur Nilai Jual Objek Pajak
(NJOP) dan harga pasar berdasarkan hasil konfirmasi kepada Pemerintah
Daerah setempat.
c. Direksi harus menetapkan kelas tanah dan bangunan dan jenis tanaman yang
dapat dibebaskan
d. Pembebasan/ganti rugi tanah harus didahului penelitian atas kejelasan pemilik
tanah dan bangunan yang akan dibebaskan.
Upaya-upaya Detektif:
a. Melakukan penelitian terhadap keabsahan kepemilikan tanah dan bangunan
yang dibebaskan dengan cara konfirmasi kepada Pemerintah Daerah dan
Kantor Badan Pertanahan setempat serta konfirmasi kepada penerima ganti
rugi.
b. Melakukan verifikasi terhadap kebenaran tanah dan bangunan yang
dibebaskan.
c. Melakukan penelitian terhadap kebenaran penetapan tarif per kelas tanah dan
bangunan serta per jenis tanaman dengan cara membandingkannya dengan
NJOP dan harga pasar.
d. Melakukan penelitian terhadap kebenaran jumlah (nilai) ganti rugi yang
diberikan kepada pemilik tanah, tanaman dan bangunan dengan cara
konfirmasi pada penerima ganti rugi.
14) Memberi perpanjangan waktu pengadaan barang dan jasa dengan membuat
Berita Acara Penyelesaian Pekerjaan yang tidak benar dengan imbalan tertentu
dari rekanan.
Upaya-upaya Preventif:
a. Direksi harus menetapkan sanksi terhadap karyawan yang menandatangani
Berita Acara yang tidak benar.
b. Direksi harus memantau perkembangan kontrak secara berkala, dan
memberikan teguran kepada rekanan jika perkembangan pelaksanaan

pengadaan barang dan jasa tidak sesuai dengan jadwal yang telah
ditetapkan.
Upaya-upaya Detektif:
a. Melakukan penelitian perkembangan pelaksanaan pengadaan barang dan jasa
sejak awal sampai dilakukan perpanjangan, apakah kemajuan pengadaan
barang dan jasa secara periodik telah sesuai dengan jadwal yang telah
ditetapkan dalam kontrak.
b. Melakukan verifikasi kebenaran kemajuan pengadaan barang dan jasa dengan
cara membandingkan laporan perkembangan dengan data buku harian
kontraktor dan data konsultan pengawas, dan meneliti kemungkinan adanya
rekayasa dalam pembuatan Berita Acara Penyelesaian Pekerjaan.
c. Melakukan penelitian ketepatan alasan perpanjangan waktu/ pengadaan
barang dan jasa dan kemungkinan adanya pengadaan barang dan jasa yang
belum selesai namun tidak dibuat perpanjangan waktu agar tidak diketahui
Direksi.
15) Penerimaan komisi dan atau discount atas pengadaan barang dan jasa dari pihak
ketiga tidak disetor ke kas Perusahaan
Upaya-upaya Preventif:
a. Menenapkan ketentuan bahwa setiap komisi, dan atau discount harus
disetorkan ke perusahaan.
b. Memasukkan ketentuan adanya komisi, discount pembelian dalam
perjanjian/kontrak pembelian/pengadaan
c. Setiap komisi dan atau discount yang diterima kasir/bagian keuangan/bagian
pembelian/pejabat perusahaan harus disetorkan ke kas perusahaan sesuai
ketentuan yang berlaku.
Upaya-upaya Detektif:
a. Melakukan pengujian apakah setiap komisi dan atau discount telah disetorkan
ke Kas Perusahaan.
b. Melakukan pengujian apakah komisi dan atau discount yang diterima oleh
Kasir/Bagian Keuangan/Bagian Pembelian/pejabat perusahaan telah
disetorkan ke kas Perusahaan.
c. Melakukan pengujian kas pada Kasir untuk mengetahui apakah terdapat
kelebihan kas yang berasal dari komisi dan atau discount ;
d. Melakukan konfirmasi kepada rekanan terkait apakah terdapat pemberian
komisi atau/dan discount.
e. Melakukan pengujian apakah discount harga, potongan pembelian telah
dimasukkan dalam perjanjian/kontrak/ pembelian/pengadaan.
3. Siklus Penggajian dan Kepegawaian
Siklus Penggajian dan Kepegawaian pada BUMN/BUMD meliputi kegiatan-kegiatan
perekrutan, penggajian sampai pada pemberhentian karyawan. Fungsi-fungsi yang
terkait dengan siklus ini adalah fungsi kepegawaian, fungsi pencatatan waktu, fungsi
penyusunan daftar gaji/upah, fungsi akuntansi dan fungsi keuangan. Penyimpanganpenyimpangan yang pada umumnya terjadi pada siklus ini adalah:
1) Perekrutan karyawan perusahaan dilakukan bukan berdasarkan jumlah dan

kualifikasi yang dibutuhkan, di mana oknum panitia perekrutan tersebut


mendapat imbalan dari peserta/calon karyawan.
Upaya-upaya Preventif:
a. Direksi harus menetapkan prosedur penerimaan pegawai yaitu setiap rencana
kebutuhan karyawan harus diajukan melalui bagian kepegawaian dan
mendapat persetujuan Direksi, dalam pengajuan rekruitmen karyawan harus
menentukan posisi yang akan diisi dan kualifikasi yang dibutuhkan,
b. Direksi harus melakukan pengumuman secara terbuka dengan mencantumkan
kualifikasi yang dibutuhkan, dan dalam pelaksanaan perekrutan harus
dilakukan seleksi, oleh bagian kepegawaian dan unit kerja yang
membutuhkan.
c. Bagian kepegawaian harus melakukan pengendalian atas jumlah dan
kualifikasi sebagaimana diajukan oleh unit kerja.
d. Bagian kepegawaian harus mengajukan anggaran biaya atas perekrutan
karyawan, dan harus mendapat persetujuan Direksi.
Upaya-upaya Detektif:
a. Melakukan perbandingan jumlah karyawan tahun berjalan dengan tahun
sebelumnya.
b. Melakukan penelitian terhadap struktur organisasi dan uraian tugas yang ada
dan membandingkan dengan jumlah karyawan yang ada.
c. Melakukan penelitian terhadap prosedur perekrutan karyawan, apakah sudah
memperoleh persetujuan Direksi dan dilakukan melalui seleksi.
d. Melakukan penelitian terhadap berkas-berkas karyawan yang baru direkrut
dengan pengajuan kebutuhan oleh unit kerja baik jumlah dan kualifikasi yang
dibutuhkan.
e. Melakukan wawancara dengan karyawan yang dibutuhkan berkaitan dengan
kualfikasi dan tugas yang dibebankan.
f. Melakukan penelitian terhadap hasil penilaian kinerja terhadap karyawan yang
direkrut dan membandingkan dengan kualiifikasi dan uraian tugasnya.
2) Penempatan karyawan pada struktur organisasi perusahaan bukan berdasarkan
bidang keahlian yang dimiliki karyawan yang bersangkutan di mana oknum
bagian penempatan menerima imbalan dari pegawai yang meminta ditempatkan
tersebut.
Upaya-upaya Preventif:
a. Direksi harus menetapkan ketentuan persyaratan kualifikasi keahlian yang
dapat menduduki suatu jabatan atau menjadi staf dalam suatu unit kerja.
b. Direksi harus menetapkan adanya daftar pegawai berdasarkan bidang
keahliannya dan uraian tugas masing-masing karyawan yang disusun oleh
Bagian Kepegawaian.
c. Dalam penempatan karyawan harus berdasarkan usulan suatu komite/Tim
yang telah mengevaluasi penempatan karyawan tersebut.
Upaya-upaya Detektif:
a. Melakukan penelitian terhadap struktur orgasnisasi dan uraian tugas
perusahaan yang telah ditetapkan.
b. Melakukan penelitian terhadap berkas-berkas karyawan dan membandingkan

kualifikasi setiap karyawan dengan uraian tugasnya dan hasil penilaian


kinerjanya.
c. Melakukan penelitian terhadap hasil penilaian komite/Tim terhadap
penempatan karyawan yang bersangkutan
3) Pembayaran biaya gaji (lembur) lebih tinggi dari seharusnya karena karyawan
yang tidak hadir menitipkan kartu jam pegawainya kepada karyawan lain,
kelebihan gaji/lembur tersebut dibagi di antara karyawan tersebut dan/ atau
dengan pengawas/petugas penjaga mesin pencatat waktu.
Upaya-upaya Preventif:
a. Direksi harus menetapkan petugas penjaga mesin pencatat waktu dan kartu
jam per pegawai dengan pergantian secara periodik.
b. Direksi harus menetapkan prosedur pengecekan terhadap karyawan yang
belum mencetak kartu jam pegawainya saat jam pulang dengan
keberadaannya, dan petugas penjaga rutin pencatat waktu untuk memberikan
check mark atas setiap kartu jam pegawai yang tidak sesuai antara kartu jam
pegawai dengan keberadaannya saat akhir jam kerja.
c. Direksi harus menetapkan prosedur untuk setiap pegawai yang akan
melaksanakan lembur, mencetakan terlebih dahulu pada akhir jam kerja rutin
pada mesin pencatat waktu.
d. Direksi harus menetapkan prosedur bagi setiap karyawan yang akan
melaksanakan lembur harus memperoleh surat perintah lembur dari pejabat
yang berwenang untuk diserahkan kepada petugas penjaga mesin pencatat
waktu.
Upaya-upaya Detektif:
a. Melakukan perbandingan antara kartu jam pegawai yang tertera jam
lemburnya dengan surat perintah lemburnya.
b. Melakukan evaluasi atas beban kerja terhadap karyawan yang sering
melakukan lembur dengan cara membandingkan terhadap kapasitas dan
kemampuannya.
c. Melakukan evaluasi atas kegiatan-kegiatan yang dilakukan dan
membandingkan dengan jumlah karyawan yang ada.
d. Melakukan pengecekan fisik atas keberadaan karyawan saat lembur dengan
kegiatan yang dilakukan secara mendadak (sewaktu-waktu).
4) Potongan tunjangan tidak dilakukan kepada karyawan yang datang terlambat
karena menitipkan absen kepada karyawan lain, kelebihan tunjungan tersebut
dibagi di antara karyawan tersebut dan/ atau dengan oknum bagian
pembayaran tunjangan/gaji dan/ atau petugas penjaga mesin pencatat waktu
pegawai.
Upaya-upaya Preventif:
a. Direksi harus menetapkan petugas penjaga mesin pencatat waktu dan kartu
jam per pegawai dengan pergantian secara berkala.
b. Direksi harus menetapkan prosedur pengecekan terhadap kartu kehadiran
karyawan.
c. Direksi harus menetapkan kewenangan bagi petugas penjaga mesin pencatat
waktu untuk memberikan check mark terhadap kartu jam pegawai yang
belum hadir.

Upaya-upaya Detektif:
a. Melakukan pengecekan secara mendadak (sewaktu-waktu) terhadap kartu
jam pegawai dengan kehadirannya oleh atasan masing-masing karyawan dan
pejabat yang berwenang.
b. Melakukan pengecekan terhadap karyawan yang sering memperoleh
potongan karena keterlambatan kehadiran dengan keberadaannya.
5) Penggunaan karyawan honorer untuk pemeliharaan tanaman perkebunan yang
sebenarnya pekerjaan tersebut fiktip, selisih biaya pekerjaan pemeliharaan
tanaman dengan gaji karyawan honorer tersebut dikantongi oleh oknum
karyawan bagian pemeliharaan atau pengadaan.
Upaya-upaya Preventif:
a. Direksi harus menyusun standard penggunaan karyawan honorer untuk
pemeliharaan tanaman.
b. Direksi harus menetapkan ketentuan pembuatan laporan penggunaan
karyawan honorer yang ditandatangani oleh pejabat yang berwenang
c. Asisten tanaman harus menyusun rencana jadwal pemeliharaan tanaman oleh
pejabat yang berwenang.
d. Pekerjaan pemeliharaan tanaman perkebunan dilakukan secara lelang atau
pemilihan langsung dan didokumentasikan dengan baik.
Upaya-upaya Detektif:
a. Melakukan verifikasi kebenaran laporan penggunaan karyawan honorer
dengan cara membandingkan dengan standarnya.
b. Melakukan penelitian terhadap kebenaran penggunaan karyawan honorer
dengan cara konfirmasi secara sample kepada pegawai honorer yang
namanya tercantum dalam laporan penggunaan karyawan honorer.
c. Melakukan kontrol hubungan antara laporan penggunaan karyawan honorer
dengan laporan penggunaan bahan pestisida.
d. Melakukan penelitian terhadap proses pengadaan pekerjaan pemeliharaan
tanaman perkebunan dengan melihat arsip pekerjaan pemeliharaan tanaman
perkebunan.
6) Biaya klaim kesehatan terlalu tinggi karena kartu berobat pegawai perusahaan
dimanfaatkan oleh oknum karyawan/pejabat yang tidak berhak mendapat
penggantian biaya pengobatan.
Upaya-upaya Preventif:
a. Direksi harus menetapkan kartu berobat bagi setiap karyawan dan anggota
keluarganya yang biaya pengobatannya ditanggung perusahaan dengan
identitas yang rinci berikut fotonya.
b. Direksi harus mewajibkan agar kartu berobat yang dipegang para pegawai
dan anggota keluarganya diisi setiap kali dilakukan pengobatan dan
pengambilan obat di apotik.
c. Direksi harus menetapkan dokter dan atau rumah sakit serta apotik tempat
karyawan dapat memperoleh pengobatan.
d. Pengajuan permintaan pembayaran (reimbuse) harus dilengkkapi dengan foto
copy resep dan identitas pasien dan tanggal pemeriksaan dilaksanakan.

e. Direksi harus menetapkan petugas yang melakukan verifikasi klaim yang


diajukan oleh pihak dokter/ rumah sakit/ apotik dan membandingkannya
dengan kartu berobat pegawai.
Upaya-upaya Detektif:
a. Melakukan pengujian bahwa klaim biaya pengobatan diberikan pada pihak
yang berhak dengan cara membandingkan identitas pasien pada rincian
dokumen klaim berupa resep, bukti pemeriksaan termasuk rawat inap, bon
pembelian obat dan dokumen pendukung lain yang diajukan.
b. Melakukan pengujian atas pegawai yang dirawat inap dengan cara
membandingkan absensi yang bersangkutan dengan cuti sakit dan dokumen
rawat inap dari rumah sakit.
c. Melakukan pengujian klaim yang dibayar dengan cara melakukan konfirmasi
kepada pihak dokter/rumah sakit/apotik dan juga mengevaluasinya ke buktibukti klaim yang diajukan.
7) Pembayaran tunjangan-tunjangan tertentu untuk mantan pejabat yang pernah
bekerja pada perusahaan, dengan alasan tertentu oknum bagian pembayar
gaji/tunjangan tetap membayar tunjangan tersebut dengan harapan mendapat
imbalan dari pejabat tersebut.
Upaya-upaya Preventif:
a. Direksi harus menetapkan kebijakan yang mengatur tidak dapat
membayarkan tunjangan apapun bagi mantan pejabat perusahaan.
b. Direksi harus membentuk dana pensiun yang memadai bagi seluruh karyawan
termasuk pejabatnya.
Upaya-upaya Detektif:
a. Melakukan penelitian terhadap pembayaran-pembayaran gaji dan tunjangan
apakah terdapat pembayaran-pembayaran kepada bukan karyawan atau
pejabat yang sudah tidak aktif.
b. Melakukan analisa terhadap anggaran biaya gaji dan tunjangan dengan
realisasi pembayaran gaji dan tunjangan, termasuk anggaran biaya yang
diperkirakan berkaitan dengan biaya atas fasilitas/tunjangan karyawan.
c. Melakukan penelitian terhadap biaya-biaya yang berkaitan dengan biaya atas
fasilitas/tunjangan bagi karyawan.
8) Asuransi jaminan hari tua beberapa pejabat dibuka sekaligus pada beberapa
perusahaan asuransi sehingga biaya asuransi pegawai meningkat melebihi RKAP
dan premi melebihi batasan yang diijinkan Direksi, yang dilakukan oknum
perusahaan untuk mendapat komisi dari perusahaan asuransi tersebut.
Upaya-upaya Preventif:
a. Direksi harus menetapkan ketentuan bahwa penutupan asuransi dilakukan
berdasarkan persetujuan pejabat yang berwenang.
b. Direksi harus membuat batasan nilai pertanggungan dan premi asuransi
jaminan hari tua bagi pegawai perusahaan.
c. Direksi harus menetapkan petugas yang melakukan verifikasi perkembangan
realisasi biaya asuransi tahun berjalan dengan biaya tahun sebelumnya
maupun RKAP agar setiap perubahan dapat segera diketahui.

Upaya-upaya Detektif:
a. Melakukan penelitian terhadap peningkatan biaya asuransi per pegawai
dengan cara membandingkan dengan periode tahun sebelumnya.
b. Melakukan pemeriksaan ketaatan pembayaran premi asuransi per pegawai
dengan cara membandingkan dengan ketentuan yang ditetapkan Direksi.
c. Melakukan pengujian pembayaran premi dengan cara mengevaluasi bukti
pembayaran premi ke tagihan perusahaan asuransi dan polisnya untuk
mengetahui apakah ada pembayaran premi untuk jenis pertanggungan yang
sama.
9) Pesangon sebagai hak karyawan yang memasuki masa pensiun tidak diberikan
sesuai jumlah seharusnya dengan cara membuat perhitungan yang tidak sesuai
dengan ketentuan yang berlaku, dan selisihnya dimanfaatkan oknum perusahaan
untuk keuntungan pribadi.
Upaya-upaya Preventif:
a. Direksi harus menetapkan kebijakan pemberian pesangon mencakup syaratsyarat bagi karyawan yang berhak mendapat pesangon.
b. Direksi harus menetapkan tata cara perhitungan pesangon.
c. Direksi harus menetapkan pejabat yang berwenang untuk menyetujui
pemberian pesangon.
d. Terhadap pembayaran pesangon harus dikendalikan/dicatat dalam kartu
pembayaran pesangon.
e. Petugas pencatat/administrasi pemberian pesangon dipisahkan dengan
petugas pembayar pesangon.
Upaya-upaya Detektif:
a. Melakukan penelitian terhadap kartu pembayaran pesangon untuk
mengetahui karyawan yang mendapat pesangon.
b. Melakukan penelitian apakah atas pembayaran pesangon telah mendapat
persetujuan dari pejabat yang berwenang.
c. Melakukan verifikasi atas kebenaran perhitungan besarnya pesangon.
10) Pesangon yang menjadi hak karyawan yang memasuki masa pensiun sebagian
dipotong oleh oknum karyawan bagian keuangan dengan cara membuat bukti
pembayaran ganda.
Upaya-upaya Preventif:
a. Direksi harus mensosialisasikan kebijakan pemberian pesangon mencakup
syarat-syarat bagi karyawan yang berhak mendapat pesangon dan tata cara
perhitungan pesangon.
b. Direksi harus menetapkan pejabat yang berwenang untuk menyetujui
pemberian pesangon.
c. Terhadap pembayaran pesangon harus dikendalikan/dicatat dalam kartu
pembayaran pesangon.
Upaya-upaya Detektif:

a. Melakukan penelitian terhadap kartu pembayaran pesangon untuk


mengetahui karyawan yang mendapat pesangon.
b. Melakukan penelitian apakah atas pembayaran pesangon telah mendapat
persetujuan pejabat yang berwenang.
c. Melakukan verifikasi terhadap kebenaran perhitungan besarnya pesangon.
d. Melakukan konfirmasi secara sampling kepada karyawan yang menerima
pesangon.
4. Siklus Persediaan dan Penyimpanan.
Siklus persediaan dan pergudangan meliputi kegiatan sejak perencanaan kebutuhan
persediaan (bahan baku), penerimaan bahan baku dan barang jadi hasil produksi,
penyimpanan sampai pada pengiriman barang-barang kepada pembeli. Fungsi-fungsi
yang terkait dengan siklus ini adalah fungsi perencanaan, pemesanan, fungsi
penyimpanan, fungsi pengiriman barang, fungsi akuntansi dan fungsi keuangan.
Penyimpangan-penyimpangan yang terjadi pada siklus ini adalah:
1) Kekurangan persedian barang akibat pencurian/penggelapan yang dilakukan
oleh oknum petugas gudang ditutupi dengan membuat transaksi penjualan
kredit fiktip.
Upaya-upaya Preventif:
a. Direksi harus menetapkan prosedur penerimaan dan pengeluaran barang
yang memisahkan fungsi penerimaan barang dengan penyimpanan barang.
b. Direksi harus menetapkan persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi
dalam pelaksanaan penjualan kredit.
c. Opname persediaan (stock opname) harus dilakukan secara periodik
dan/atau sewaktu-waktu.
d. Pencatatan persediaan barang harus diselenggarakan dengan membuat
kartu gantung pada masing-masing barang persediaan, pencatatan berupa
kartu persediaan barang oleh Petugas Gudang dan kartu persediaan untuk
setiap jenis barang pada Bagian Pembukuan.
Upaya-upaya Detektif:
a. Melakukan verifikasi kebenaran penjualan dengan cara mengkonfirmasi
kebenaran piutang yang timbul dari penjualan kredit.
b. Melakukan verifikasi keaslian dan keabsahan atas bukti-bukti penjualan
kredit yang dilakukan.
c. Melakukan verifikasi atas kesesuaian jumlah fisik barang dengan
pembukuan dengan cara melakukan stock opname secara berkala dan
mencocokkan kartu persediaan di bagian akuntansi/pembukuan dengan
kartu persediaan/ kartu barang.
d. Melakukan verifikasi penjualan dan pengeluaran barang dengan cara
mencocokkan bukti pesanan, perintah pengeluaran barang, bukti
pengeluaran barang, dan surat angkut barang.
2)

Pembelian persediaan fiktif dengan cara mencatat penerimaan persediaan bekas


pakai namun kondisinya masih baik sebagai penerimaan pengadaan persediaan
baru.
Upaya-upaya Preventif:

a. Direksi harus menetapkan pemisahan antara fungsi permintaan barang,


pembelian, penerimaan dan pembayaran, dipisahkan dengan fungsi
penyimpangan.
b. Direksi harus menetapkan persediaan besi berdasarkan analisa kebutuhan
dan menetapkan bahwa pembelian hanya dapat dilakukan bila persediaan
mencapai atau lebih rendah dari persediaan besi.
c. Direksi harus mewajibkan penetapkan spesifikasi persediaan yang dapat
dibeli bila kebutuhan pemakai tidak terdapat di gudang.
d. Direksi harus menetapkan bahwa setiap penerimaan fisik barang di gudang
harus dibandingkan dengan surat jalan dan dibuat Berita Acara Penerimaan
Barang.
e. Setiap pencatatan utang dari penerimaan persediaan dibuat berdasarkan
surat permintaan pembelian, surat pesanan, dan bukti penerimaan barang
serta faktur dan packing slip.
f. Persediaan barang bekas pakai harus di catat dan disimpan terpisah dari
barang baru.
Upaya-upaya Detektif:
a. Melakukan penelitian kebutuhan pembelian persediaan tersebut dengan
cara membandingkan pembelian yang dilakukan dengan kebutuhan yang
ada, serta konfirmasi dengan pemakai.
b. Melakukan pengujian bukti penerimaan barang yang dibayar denga cara
menelusuri pencatatannya ke buku persediaan pada Administrasi Persediaan
Kantor.
c. Melakukan pengujian penerimaan persediaan pada Administrasi Persediaan
Kantor ke Administrasi Persediaan Gudang.
d. Melakukan pengujian Administrasi Persediaan Gudang dengan cara
melakukan stok opname fisik persediaan dan membandingkannya dengan
Administrasi Persediaan Gudang
e. Melakukan konfirmasi kepada petugas gudang/penerima barang tentang
kebenaran penerimaan persediaan dan sumbernya dengan cara membuat
permintaan keterangan tertulis.
f. Melakukan pengujian nama pihak yang menyerahkan persediaan dengan
cara membandingkan nama yang tertera pada bukti penerimaan barang,
surat jalan, faktur, surat pesanan dan packing slip.
g. Melakukan pengujian bukti pembayaran dengan cara membandingkan bukti
kas keluar dengan surat pesanan, permintaan pembelian, bukti pengiriman
barang/surat jalan, bukti penerimaan barang dan faktur serta packing slip.
3) Penjualan persediaan oleh oknum karyawan
dipertanggung jawabkan sebagai susut gudang.

Bagian

Persediaan

yang

Upaya-upaya Preventif:
a. Direksi harus menetapkan prosedur pemasukan dan pengeluaran persediaan
ke gudang serta jenis persediaan yang diperbolehkan diperhitungkan sebagai
susut serta koefisien penyusutannya.
b. Direksi harus menetapkan pedoman pengelolaan persediaan di gudang dan
pejabat yang berwenang dan bertanggungjawab terhadap persediaan di
gudang.
c. Laporan penerimaan persediaan, laporan pengeluaran persediaan dan laporan
persediaan harus ditandatangani pejabat yang berwenang.

Upaya-upaya Detektif:
a. Melakukan penelitian atas pengelolaan persediaan apakah telah sesuai
dengan pedoman yang telah ditetapkan Direksi.
b. Melakukan verifikasi terhadap kebenaran persediaan baik jumlah, berat
maupun jumlah kollienya dengan cara membandingkan hasil stock opname
dengan laporan penerimaan persediaan, laporan pengeluaran persediaan dan
laporan stock persediaan.
c. Melakukan uji petik terhadap pengukuran kadar air dan membandingkannya
dengan laporan kadar air persediaan pada saat pemasukan.
4) Oknum petugas gudang membuat bukti pengeluaran barang gudang palsu untuk
menutupi ketekoran persediaan karena penjualan yang dilakukannya.
Upaya-upaya Preventif:
a. Direksi harus menempatkan petugas-petugas untuk melaksanakan stock
opname persediaan secara periodik dan meneliti selisih yang terjadi dengan
catatan dan rekonsiliasi antara Administrasi Persediaan Kantor dengan
Administrasi Persediaan Gudang maupun buku besar persediaan
b. Direksi harus membuat ketentuan yang melarang petugas gudang
mengeluarkan barang tanpa bon permintaan barang yang telah disetujui
pejabat yang berwenang.
Upaya-upaya Detektif:
a. Melakukan penelitian pengeluaran barang dengan cara membandingkan buktbukti pengeluaran barang pada Administrasi Persediaan Gudang dengan
pencatatan pada Administrasi Persediaan Kantor.
b. Melakukan penelitian kebenaran mutasi persediaan dengan menelusuri bukti
buku besar dan buku pembantu persediaan.
c. Melakukan pengujian bukti dasar dengan membandingkan bukti pengeluaran
gudang dengan bukti yang dibukukan maupun bon permintaan barang dari
pengguna persediaan.
5) Penjualan/penggelapan persediaan oleh oknum petugas gudang dengan cara
menitipkannya pada truk petugas pengiriman kemudian mengambilnya di luar
lokasi perusahaan.
Upaya-upaya Preventif:
a. Direksi harus menugaskan secara periodik beberapa petugas untuk
melaksanakan stok opname dan meneliti perbedaan fisik dengan catatan
gudang.
b. Setiap orang dan kendaraan yang masuk dan keluar kawasan gudang harus
diawasi dengan membuat satu akses keluar/masuk kawasan yang dijaga
satpam, setiap orang/kendaraan yang akan masuk harus melapor lebih
dahulu pada satpam.
c. Petugas gudang dilarang melayani pengambilan barang bagi pihak dan
kendaraan yang tidak memiliki/memegang pas masuk,
d. Petugas gudang harus membuat bukti pengeluaran barang gudang atas setiap
pengambilan barang.
e. Pada saat keluar di pintu gerbang, satpam harus meminta pas masuk dari
orang/kendaraan yang akan keluar;mengecek fisik barang yang dibawa,

mencocokkan fisik barang dengan bukti pengeluaran barang gudang dan


surat jalan.
Upaya-upaya Detektif:
a. Melakukan stok opname fisik persediaan untuk mengetahui perbedaan fisik
dengan catatan.
b. Melakukan verifikasi atas bukti pas masuk dan hasil pemeriksaan fisik oleh
satpam.
c. Membandingkan hasil pemeriksaan satpam dengan bukti pengeluaran barang
gudang.
5. Siklus Perolehan Modal dan Pembayaran Kembali
Siklus Perolehan Modal dan Pembayaran Kembali pada BUMN/BUMD meliputi
kegiatan-kegiatan penerimaan sumber daya modal dalam bentuk hutang dan modal
pemilik, pembayaran kembali modal tersebut termasuk pembayaran bunga dan
dividen. Penyimpangan-penyimpangan yang pada umumnya terjadi pada siklus ini
adalah:
1) Penjualan kredit secara besar-besaran tanpa memperhitungkan potensi atau
risiko macet dengan tujuan meningkatkan laba perusahaan untuk memperoleh
jasa produksi atau tantiem besar yang dilakukan oleh oknum petugas bagian
pemasaran atau penjualan.
Upaya-upaya Preventif:
a. Perusahaan harus mempunyai kebijakan yang sehat mengenai persyaratan
penjualan kredit yang dapat diberikan seperti batas maksimum penjualan
kredit per pelanggan, tingkat kolektibilitas piutang pelanggan tersebut, dan
pemberian discount/insentif bagi pelanggan, serta komisi/insentif bagi
petugas bagian pemasaran/penjualan.
b. Perusahaan harus mempunyai ketentuan mengenai persyaratan pelanggan
yang dapat diberikan penjualan secara kredit.
c. Setiap penjualan kredit berikutnya, dapat dilakukan jika pelanggan telah
melunasi piutang dari penjualan kredit sebelumnya.
d. Setiap penjualan kredit harus mendapatkan otorisasi dari bagian yang
berwenang menentukan dapat tidaknya dilakukan penjualan kredit terhadap
pelanggan.
e. Kartu piutang yang didukung oleh kartu pembantu piutang per pelanggan.
Upaya-upaya Detektif:
a. Melakukan penelitian untuk mengetahui lonjakan penjualan dengan
membandingkan penjualan periode berjalan dengan penjualan periode
sebelumnya.
b. Melakukan penelitian mengenai penjualan yang tidak wajar dengan
melakukan kontrol hubungan antara penjualan kredit dengan komisi/insentif
yang diberikan kepada petugas bagian penjualan, maupun dengan
pengeluaran barang dari gudang.
c. Melakukan penelitian mengenai penjualan yang tidak sesuai dengan kebijakan
penjualan kredit perusahaan dengan cara membandingkan penjualan kredit
yang dilaksanakan dengan kebijakan perusahaan yang ditempuh dalam
penjualan kredit.

d. Melakukan pengujian atas kemungkinan pemberian penjualan kredit kepada


pelanggan yang kurang bonafide dengan meneliti pada pelanggan yang
diberikan penjualan kredit tetapi piutangnya belum dilunasi.
e. Melakukan pengujian mengenai kemungkinan penjualan kredit kepada
pelanggan yang tidak memenuhi syarat dengan cara membandingkan realisasi
penjualan kredit dengan persyaratan perusahaan yang harus dipenuhi
pelanggan untuk memperoleh fasilitas penjualan kredit.
f. Melakukan pengujian kebenaran saldo piutang dari penjualan kredit dengan
cara melakukan konfirmasi piutang penjualan kepada pelanggan yang
bersangkutan maupun dengan meneliti bukti-bukti penjualan kredit yang
belum dibayar.
g. Melakukan penghitungan peningkatan laba bersih yang tidak wajar dengan
menghitung pengaruh jumlah penjualan kredit yang tidak wajar pada
peningkatan laba bersih.
h. Melakukan penghitungan peningkatan jasa produksi dan atau tantiem dan
pengaruh peningkatan laba bersih yang tidak wajar terhadap peningkatan
jasa produksi dan atau tantiem.
2) Penerbitan Commercial Paper (CP) untuk memperoleh dana tanpa persetujuan
Dewan Komisaris dan dipergunakan untuk membeli CP dari perusahaan yang
performance-nya kurang baik dengan tujuan memperoleh discounted lebih besar
yang dilakukan oleh oknum bagian keuangan.
Upaya-upaya Preventif:
a. Setiap pinjaman dalam jumlah besar ataupun penerbitan surat berharga harus
melalui persetujuan Dewan Komisaris dan harus dituangkan dalam Rencana
Kerja dan Anggaran Perusahaan.
b. Direksi harus menetapkan prosedur analisis terhadap pembelian Commercial
Paper (investasi) untuk menghindari tidak kembalinya investasi yang
dilakukan dan penetapan tujuan untuk setiap rencana pinjaman atau
penerbitan surat berharga
c. Setiap transaksi penerbitan surat berharga perusahaan dan pembelian surat
berharga harus tercatat dan dilakukan analisa yang memadai mengenai
potensi yang diharapkan diperoleh.
Upaya-upaya Detektif:
a. Melakukan penelitian terhadap laporan keuangan khususnya yang menyajikan
pinjaman dan investasi dengan cara memperoleh rincian masing-masing
transaksi.
b. Melakukan penelitian terhadap penerimaan kas/bank atas hasil penjualan CP
dan membandingkan dengan dokumen CP untuk mengetahui jumlah
discounted dari hasil penjualan.
c. Melakukan penelitian terhadap pengeluaran kas/bank untuk pembelian CP dan
membandingkan dengan dokumen CP untuk mengetahui discounted yang
diterima sebagai pendapatan
d. Melakukan konfirmasi mengenai kepastian pelunasan pada saat jatuh tempo
untuk tiap pembelian CP yang dilakukan
e. Melakukan penelitian kembali atas analisa yang telah dilakukan untuk tiap
transaksi pembelian yang dilakukan
3) Pelunasan pinjaman dalam jumlah besar yang telah ditetapkan dalam RKAP tidak
segera dibayarkan kepada Bank oleh oknum karyawan bagian keuangan namun

dipergunakan untuk usaha perusahaan yang berisiko tinggi, untuk mendapat laba
yang tinggi namun gagal sehingga pinjaman tersebut menjadi macet serta
perusahaan terkena denda dan beban bunga yang lebih besar.
Upaya-upaya Preventif:
a. Pelunasan hutang kepada Bank harus dituangkan dalam Rencana Kerja dan
Anggaran Perusahaan (RKAP) yang ditetapkan dalam Rapat Umum Pemegang
Saham (RUPS).
b. Dewan Komisaris dan Dewan Direksi harus mempunyai kendali dan sarana
pemantauan pelaksanaan RKAP dalam hal ini rencana pelunasan pinjaman
yang jumlahnya material.
c. Direksi agar membentuk Escrow Account sebagai rekening penampung
pembayaran pinjaman dan pencairannya harus diketahui Dewan Komisaris.
Upaya-upaya Detektif:
a. Membandingkan laporan keuangan bulanan dengan RKAP,
b. Meminta dokumen pelunasan pinjaman dan melakukan konfirmasi kepada
bank.
c. Melakukan penelitian terhadap beban biaya bunga yang dibayar dengan cara
meneliti rincian pembayaran bunga.
6. Kecurangan Keuangan Lainnya
Kecurangan keuangan lainnya adalah penyimpangan keuangan yang terjadi pada
BUMN/BUMD yang tidak termasuk dalam siklus kegiatan di atas. Penyimpanganpenyimpangan keuangan lainnya yang pada umumnya terjadi pada BUMN/BUMD
sebagai berikut:
1) Cek untuk setoran PPh Pasal 25 tidak disetorkan ke Kas Negara/Bank Persepi
tetapi diambil dan digunakan untuk kepentingan pribadi oleh petugas penyetor
dengan membuat bukti setoran pajak fiktif.
Upaya-upaya Preventif:
a. Direksi harus menetapkan penanggung jawab pelaksanaan pembayaran dan
penyetoran pajak-pajak.
b. Direksi harus menetapkan adanya pelaporan secara berkala atas kewajiban
perpajakan yang jatuh tempo dan pembayarannya.
c. Direksi harus menetapkan prosedur pembayaran kewajiban perpajakan yaitu
setiap pembayaran kewajiban pajak ke bank persepsi harus menggunakan
cek atas nama Kas Negara dan setiap cek untuk pembayaran kewajiban pajak
harus dilakukan sekurang-kurangnya oleh dua orang Direktur.
Upaya-upaya Detektif:
a. Melakukan penelitian terhadap laporan berkala dengan membandingkan
kewajiban pajak yang jatuh tempo dengan bukti-bukti penyetorannya.
b. Melakukan verifikasi untuk mengungkapkan adanya keterlambatan
pembayaran pajak yang jatuh tempo dengan meneliti ada/tidaknya surat
teguran keterlambatan pembayaran setoran pajak dari Kantor Pelayanan
Pajak (KPP).

c. Melakukan pengujian mengenai kebenaran setoran-setoran pajak dengan


melakukan konfirmasi kepada Bank Persepsi maupun kepada KPP mengenai
setoran-setoran pajak yang telah dilakukan.
2) Penerimaan bunga hasil penempatan dana pada pihak ketiga tidak disetorkan ke
kas perusahaan dan tidak dicatat sebagai pendapatan tetapi diterima oleh oknum
petugas bagian keuangan.
Upaya-upaya Preventif:
a. Direksi harus menetapkan prosedur penempatan dana dan setiap dana yang
dikeluarkan dalam jumlah besar agar jelas tujuan pengeluarannya.
b. Setiap penempatan dana harus mendapat persetujuan dari Direksi atau
pejabat yang ditunjuk.
c. Direksi harus menetapkan kewajiban membuat laporan kepada pihak
manajemen mengenai posisi kas/bank dan penempatan dana secara periodik.
d. Perkiraan Investasi dalam penyajiannya dalam neraca harus dibuatkan
rinciannya secara detail mencakup jenis penempatan dan kontrak-kontrak
yang diadministrasikan dalam kartu-kartu.
Upaya-upaya Detektif:
a. Melakukan penelitian terhadap laporan kas/bank dan penempatan dana
secara berkala.
b. Melakukan pengujian terhadap laporan kas/bank dan penempatan dana,
kartu-kartu penempatan dana dan bilyet/dokumen transaksi penempatan
dana dan menguji terhadap periode-periode penerimaan hasil penempatan
dan menelusurinya ke Kas/bank serta Perkiraan pendapatannya.
3) Dana hasil emisi saham dan atau penerbitan obligasi yang diterima penjamin
emisi (underwriter) tidak segera disetorkan ke rekening emiten, tetapi oleh
oknum karyawan/pejabat penjamin emisi dipergunakan untuk penempatan
Deposit On Call.
Upaya-upaya Preventif:
a. Kontrak kerjasama dengan underwriter harus menetapkan batas waktu
penyetoran dana hasil emisi saham dan atau penjualan obligasi.
b. Emisi saham dan atau penerbitan obligasi harus didukung dengan jaminan
yang dapat dicairkan sewaktu-waktu apabila underwriter tidak memenuhi
ketentuan kerjasama.
c. Penjamin emisi harus membuat standing order pemindahan dana setiap hari
dari rekening underwriter ke rekening perusahaan.
Upaya-upaya Detektif:
a. Melakukan penelitian atas kontrak kerjasama antara perusahaan dengan
underwriter apakah batas waktu penyetoran dana hasil emisi saham dan atau
penjualan obligasi telah ditetapkan.
b. Meminta daftar pembayaran hasil emisi saham dan atau obligasi dari
underwriter dan membandingkan realisasi penyetoran hasil emisi saham dan
atau obligasi dari underwriter dengan ketentuan kontrak kerjasama.

4) Pembelian promes yang berpotensi tidak tertagih pada saat jatuh tempo
dilakukan oleh oknum karyawan/pejabat perusahaan dengan imbalan tertentu
dari penerbit promes.
Upaya-upaya Preventif:
a. Direksi harus menetapkan pejabat yang berwenang memutuskan pembelian
promes.
b. Direksi harus menetapkan jumlah maksimal pembelian promes yang dapat
dilakukan oleh pejabat yang berwenang memutuskan.
c. Direksi harus menetapkan ketentuan bahwa pembelian promes hanya dapat
dilakukan terhadap perusahaan yang mendapat peringkat baik dari PT.
Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo)
d. Setiap pembelian promes harus dengan analisa tertulis mengenai kemampuan
perusahaan penerbit promes membayar utang pada saat promes tersebut
jatuh tempo.
Upaya-upaya Detektif:
a. Melakukan pengujian kebenaran jumlah promes yang dibeli dengan cara
membandingkan daftar promes dengan bukti promes yang dipegang
perusahaan
b. Melakukan verifikasi rating perusahaan penerbit promes dengan cara
konfirmasi kepada PT Pefindo serta perusahaan penerbit yang telah go public
dan Bapepam
c. Melakukan penelitian kemampuan perusahaan penerbit promes membayar
utang pada saat promes tersebut jatuh tempo dengan cara membuat analisa
laporan keuangan perusahaan
d. Melakukan verifikasi kredibilitas penerbit promes dengan cara meneliti
kepatuhannya membayar promes yang jatuh tempo.
5) Penjaminan promes oleh perusahaan asuransi yang melebihi retensi sendiri (batas
buffer/nilai pertanggungan maksimal yang dapat ditanggung sendiri) yang
dilakukan oleh oknum karyawan/pejabat perusahaan asuransi untuk
mendapatkan komisi, tetapi pada saat jatuh tempo tidak dapat dibayar oleh
penerbit promes.
Upaya-upaya Preventif:
a. Direksi harus menetapkan bahwa penambahan nilai pertanggungan tidak
boleh menyebabkan retensi sendiri lebih rendah dari jumlah yang harus ada.
b. Direksi harus menetapkan ketentuan menyangkut pengamanan resiko berupa
kewajiban mereasuransi sebagian dari nilai pertanggungan, menjaga saldo
retensi sendiri, menjaga tingkat solvabilitas serta melakukan investasi hanya
pada bidang-bidang yang diijinkan sesuai ketetapan Menteri Keuangan.
c. Direksi harus menetapkan pertugas atau pejabat yang berwenang menyetujui
penerimaan pertanggungan sesuai dengan nilai pertanggungan yang diambil.
d. Direksi harus menetapkan prosedur untuk melakukan analisa atas
kemampuan perusahaan penerbit promes dalam menyelesaikan kewajiban
promesnya.
e. Direksi menetapkan prosedur yang harus dilaksanakan dalam melakukan
analisa pertanggungan yang diambil, serta menunjuk petugas yang

bertanggung jawab untuk melakukan analisa tersebut dan semua polis


asuransi harus dibuat secara tertulis.
Upaya-upaya Detektif:
a. Melakukan penelitian klaim atas pertanggungan yang melebihi retensi dengan
cara meneliti daftar klaim yang masuk dan membandingkannya dengan polis
nilai pertanggungan.
b. Melakukan penelitian timbulnya kewajiban pembayaran klaim dengan cara
meneliti penagihan kepada penerbit promes.
6) Penjualan tanah yang dilakukan dengan penyerahan sertifikat Hak Guna Usaha
sebelum pelunasan pembayaran dengan imbalan tertentu yang mengakibatkan
pembeli menjual kembali aktiva tetap (tanah) tersebut kepada pihak lain.
Upaya-upaya Preventif:
a. Pelepasan/penjualan aktiva tetap harus berdasarkan persetujuan dari Pejabat
yang berwenang.
b. Serah terima sertifkat Hak Guna Usaha hanya dapat dilakukan setelah
pembayaran dilunasi, akte jual beli dibuat dan dicatatkan/diregister di Kantor
Pertanahan setempat.
Upaya-upaya Detektif:
a. Melakukan penelitian apakah pelepasan aktiva tetap telah disetujui Pejabat
yang berwenang.
b. Melakukan pengujian keabsahan penjualan dengan meneliti kesesuaian antara
persetujuan Pejabat yang berwenang dengan perjanjian jual beli, akte jual
beli serta sertifikat HGU aktiva tetap yang dijual.
c. Melakukan pengujian atas kebenaran penerimaan hasil penjualan aktiva tetap
dengan membandingkan penerimaan pada rekening bank perusahaan dengan
harga penjualan yang ditetapkan dalam perjanjian jual beli.
d. Melakukan verifikasi luas aktiva tetap yang dijual dengan cara
membandingkan sertifikat Hak Guna Usaha aktiva tetap yang dijual dengan
akte jual beli aktiva tetap yang dijual.
7) Pemanfaatan tanah milik
perusahaan yang tidak produktif untuk tujuan
kepentingan pribadi oknum karyawan perusahaan tanpa persetujuan pejabat
yang berwenang.
Upaya-upaya Preventif:
a. Menyelenggarakan pencatatan atas seluruh tanah milik perusahaan, status,
dan pemanfaatannya.
b. Tujuan pemanfaatan tanah kosong atau alasan tidak dimanfaatkannya tanah
kosong harus jelas diungkapkan dalam buku pencatatan perusahaan.
c. Pemanfaatan tanah diluar tujuan perusahaan harus mendapat persetujuan
terlebih dahulu dari pejabat yang berwenang.
d. Hasil/sewa pemanfaatan tanah perusahaan oleh pihak lain harus mendapat
persetujuan pejabat yang berwenang dan disetorkan ke kas Perusahaan.
Upaya-upaya Detektif:

a. Melakukan penelitian apakah terdapat tanah milik perusahaan yang tidak


dimanfaatkan.
b. Melakukan pengujian fisik lokasi tanah yang tidak dimanfaatkan tersebut
apakah digunakan untuk tujuan lain selain kepentingan perusahaan.
c. Melakukan pengujian apakah tanah perusahaan yang digunakan oleh pihak
lain telah mendapat persetujuan dari pejabat perusahaan yang berwenang.
d. Melakukan penelitian apakah besarnya sewa/hasil tanah tersebut telah
mendapat persetujuan dari Pejabat yang berwenang dan penerimaannya
disetorkan ke kas perusahaan.
8) Pelaksanaan Tukar Guling (Ruislaag) dilakukan dengan merendahkan nilai asset
milik perusahaan dan menaikkan nilai asset penggantinya untuk mendapatkan
keuntungan pribadi.

Upaya-upaya Preventif:
a. Menetapkan ketentuan yang mengatur pelaksanaan ruilslaag harus melalui
kajian Tim Independen.
b. Menetapkan ketentuan yang mengatur pelaksanaan ruilslaag harus
mendapatkan persetujuan dari pejabat yang berwenang.
c. Menyusun pedoman pelaksanaan ruislaag dan tata cara penilaian asset lama
yang akan ditukar.
Upaya-upaya Detektif:
a. Melakukan perhitungan nilai buku gedung/kantor dengan metode penjualan
yang berlaku sesuai Standar Akuntansi Keuangan.
b. Melakukan penelitian jenis, kelas, luas, status kepemilikan pembebasan dan
peruntukan
tanah/bangunan pengganti dari investor sesuai yang
dipersyaratkan.
c. Melakukan pengujian kewajaran harga aset yang dipertukarkan apakah telah
sesuai dengan harga pasar, NJOP dan harga yang ditetapkan oleh
Pemerintah.
9) Penjualan aset perusahaan tidak melalui prosedur yang berlaku dan tanpa
persetujuan pejabat yang berwenang untuk keuntungan pribadi oknum
karyawan/pejabat perusahaan yang berkepentingan.
Upaya-upaya Preventif:
a. Setiap aset milik perusahaan harus dicatat dalam daftar inventaris milik
perusahaan.
b. Melakukan pengecekan fisik setiap akhir tahun.
c. Penjualan atau penghapusbukuan barang yang telah terdaftar dalam Daftar
Inventaris perusahaan dilakukan setelah mendapat persetujuan pejabat yang
berwenang, dan melaporkannya kepada pejabat yang berwenang.
Upaya-upaya Detektif:
a. Melakukan pengujian kebenaran daftar inventaris aset milik perusahaan.
b. Melakukan pengecekan fisik aset milik perusahaan dan buat berita acara hasil
pengecekan fisik.

c. Membandingkan berita acara hasil pengecekan fisik dengan daftar


inventarisnya.
d. Melakukan penelitian apakah penjualan aset telah disetujui oleh pejabat yang
berwenang.
e. Melakukan penelitian kewajaran harga aset yang dijual.
10) Penjualan aset milik perusahaan dilakukan tidak melalui lelang melainkan dengan
penunjukkan langsung kepada pegawai/ pejabat perusahaan dengan harga
murah melalui manipulasi kondisi barang yang akan dijual.
Upaya-upaya Preventif:
a. Menetapkan suatu keharusan untuk menyertakan hasil penilaian kondisi aset
dari instansi berwenang dalam setiap permohonan penghapusan/ penjualan
aset milik perusahaan.
b. Menetapkan suatu prinsip penjualan yang mengutamakan maksimalisasi hasil
penjualan, wajar dan transparan.
c. Menetapkan harga dasar penjualan asset (limit harga) dengan memperhatikan
harga pasar yang berlaku.
d. Menetapkan ketentuan bahwa penjualan asset perusahaan yang nilainya
material harus melalui pelelangan secara terbuka.
Upaya-upaya Detektif:
a. Melakukan inventarisasi aset yang dijual, serta membandingkannya dengan
laporan inventarisasi asset dalam tahun-tahun terakhir.
b. Melakukan Identifikasi apakah terdapat perubahan kondisi barang yang cukup
signifikan terhadap aset yang akan dijual.
c. Melakukan perbandingan kondisi barang saat akan dijual dengan kondisi
barang pada tahun-tahun lalu.
d. Melakukan konfirmasi kepada instansi terkait guna memastikan kebenaran isi
laporan kondisi aset yang akan dijual.
e. Melakukan pengujian atas limit harga jual yang ditetapkan oleh panitia
penjualan barang.
f. Melakukan pengujian apakah penjualan asset yang material dilakukan dengan
pelelangan terbuka (dengan penawaran terbuka).
g. Melakukan pengujian apakah prosedur pelelangan asset perusahaan telah
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
h. Melakukan
wawancara
kepada
pembeli,
untuk
memperoleh
penjelasan/keterangan mengenai proses pembelian yang dilakukan serta
besarnya pembayaran yang dilakukan.
11) Pendaftaran kontainer kosong oleh eksportir sebagai objek pertanggungan
asuransi ekspor yang kemudian dilaporkan hilang dengan tujuan untuk
memperoleh klaim dari perusahaan asuransi yang hasilnya untuk keuntungan
pribadi karyawan/pejabat perusahaan.
Upaya-upaya Preventif:
a. Dalam melakukan penutupan kontrak asuransi Agen asuransi harus
melakukan pengecekan kelengkapan persyaratan dan kebenaran isi dokumen
yang diberikan oleh calon nasabah asuransi.
b. Agen asuransi/pejabat asuransi harus mengenali profil nasabah dan meneliti
sejarah nasabah apakah pernah terlibat kejahatan ausransi.

c. Sebelum menutup kontrak asuransi, pihak asuransi meminta konfirmasi


mengenai data historis/kinerja ekspor calon nasabah dari instansi terkait
seperti Deperindag, Ditjen Bea dan Cukai, Bank dan importir di luar negeri.
d. Pengajuan dan pencairan klaim harus melalui prosedur yang berlaku dan
mengecek kebenaran dokumen pengajuan klaim
e. Melakukan pengecekan mendadak terhadap proses produksi dan pemuatan
barang ekpor ke dalam kontainer.
f. Sebelum menerima pencairan klaim perusahaan asuransi harus melakukan
konfirmasi kebenaran hilangnya kontainer kepada freight forwarde, negara
tujuan, importir di luar negeri.
Upaya-upaya Detektif:
a. Melakukan penelitian terhadap kelengkapan dokumen penutupan kontrak
asuransi dan dokumen pengajuan klaim.
b. Melakukan pengujian kebenaran formal dokumen dan prosedur penutupan
kontrak dan pencairan klaim.
c. Melakukan penelitian terhadap kronologis/tanggal dokumen penutupan
kontrak asuransi dan pengajuan klaim untuk mengetahui adanya kejanggalan
pencairan klaim.
d. Melakukan penelusuran atas arus dokumen dan arus uang untuk mengetahui
pihak-pihak yang terlibat dan adanya pelanggaran prosedur.
e. Melakukan konfirmasi kepada pihak/instansi terkait yang menerbitkan
dokumen ekspor seperti Bea dan Cukai, Bank, Deperindag, perusahaan
pengangkut, Importir, Bea dan Cukai di negara tujuan.
f. Meminta kepolisian melakukan penyelidikan terhadap pihak-pihak yang terkait
penutupan kontrak dan pencairan klaim asuransi.
12) Pendaftaran gedung tua sebagai objek pertanggungan asuransi kerugian dengan
nilai tinggi yang kemudian dibakar untuk memperoleh klaim ganti rugi untuk
keuntungan pribadi oknum perusahaan.
Upaya-upaya Preventif:
a. Dalam melakukan penutupan kontrak asuransi Agen asuransi harus
melakukan pengecekan kelengkapan persyaratan dan kebenaran isi dokumen
yang diberikan oleh calon nasabah asuransi
b. Agen asuransi/pejabat asuransi harus mengenali secara fisik/bangunan yang
menjadi objek pertanggungan.
c. Sebelum menutup kontrak asuransi, pihak penilai harus melakukan
pengamatan fisik dan perhitungan nilai bangunan dengan cermat agar nilai
pertanggungan menjadi wajar.
d. Pengajuan dan pencairan klaim harus melalui prosedur yang berlaku dan
mengecek kebenaran dokumen pengajuan klaim
e. Melakukan pengecekan mendadak terhadap kondisi bangunan termasuk
mengevaluasi nilai pasar objek pertanggungan.
f. Sebelum menerima pencairan klaim, perusahaan asuransi harus melakukan
konfirmasi kebenaran penyebab kebakaran kepada nasabah dan instansi
terkait.
Upaya-upaya Detektif:
a. Melakukan penelitian terhadap kelengkapan dokumen penutupan kontrak
asuransi dan dokumen pengajuan klaim.

b. Melakukan pengujian kebenaran formal dokumen dan prosedur penutupan


kontrak dan pencairan klaim.
c. Melakukan penelitian terhadap kronologis/tanggal dokumen penutupan
kontrak asuransi dan pengajuan klaim untuk mengetahui adanya polis yang
backdated.
d. Melakukan penelusuran terhadap arus dokumen dan arus uang untuk
mengetahui pihak-pihak yang terlibat dan adanya pelanggaran prosedur.
e. Melakukan konfirmasi kepada instansi terkait yang menerbitkan dokumen
penyebab kebakaran seperti Kepolisian dan Dinas Pemadam Kebakaran.
f. Melakukan pengecekan fisik untuk mengetahui tingkat kerusakan gedung dan
menghitung kewajaran pembayaran klaim.
g. Meminta kepolisian melakukan penyelidikan atas pihak-pihak yang terkait
dengan penutupan kontrak dan pencairan klaim asuransi.
13) Mobil perusahaan sebagai korban tabrakan yang didaftar sebagai peserta
asuransi kerugian oleh oknum perusahaan asuransi dan kemudian diajukan klaim
ganti rugi.
Upaya-upaya Preventif:
a. Dalam melakukan penutupan kontrak asuransi Agen asuransi harus mengecek
kelengkapan persyaratan dan kebenaran isi dokumen yang diberikan oleh
calon nasabah asuransi.
b. Agen asuransi/pejabat asuransi harus mengenali secara fisik/ manandai ciri
fisik mobil yang menjadi objek pertanggungan.
c. Pengajuan dan pencairan klaim harus melalui prosedur yang berlaku dan
mengecek kebenaran dokumen pengajuan klaim
d. Melakukan evaluasi rutin atas kinerja bengkel yang menjadi partner
perusahaan asuransi dan meneliti laporan perbaikan mobil.
e. Sebelum menerima pencairan klaim perusahaan asuransi harus melakukan
konfirmasi kebenaran penyebab kecelakaan kepada nasabah dan bengkel.
Upaya-upaya Detektif:
a. Melakukan penelitian terhadap kelengkapan dokumen penutupan kontrak
asuransi dan dokumen pengajuan klaim.
b. Melakukan pengujian kebenaran formal dokumen dan prosedur penutupan
kontrak dan pencairan klaim.
c. Melakukan penelitian terhadap kronologis/tanggal dokumen penutupan
kontrak asuransi dan pengajuan klaim untuk mengetahui adanya polis yang
backdated.
d. Melakukan penelusuran terhadap arus dokumen dan arus uang untuk
mengetahui adanya pelanggaran prosedur.
e. Melakukan konfirmasi kepada instansi yang menerbitkan dokumen penyebab
kecelakaan mobil seperti Kepolisian, dan bengkel.
f. Melakukan pengecekan fisik untuk mengetahui tingkat kerusakan mobil dan
menghitung kewajaran pembayaran klaim.
g. Meminta kepolisian melakukan penyelidikan atas pihak-pihak yang terkait
dengan penutupan kontrak dan pencairan klaim asuransi.
14) Mendaftarkan orang yang telah meninggal sebagai peserta asuransi jiwa yang
diajukan oleh oknum karyawan/pejabat perusahaan untuk memperoleh klaim
asuransi jiwa akibat kecelakaan.

Upaya-upaya Preventif:
a. Dalam melakukan penutupan kontrak asuransi agen asuransi harus mengecek
kelengkapan persyaratan dan kebenaran isi dokumen yang diberikan oleh
calon nasabah asuransi.
b. Terhadap kontrak asuransi yang bernilai besar, manager asuransi harus
melakukan penelitian terhadap profile nasabah.
c. Agen asuransi/pejabat asuransi harus mengenali secara fisik/ menandai ciri
fisik calon nasabah.
d. Pengajuan dan pencairan klaim harus melalui prosedur yang berlaku dan
mengecek kebenaran dokumen pengajuan klaim.
e. Sebelum menerima pencairan klaim perusahaan asuransi harus melakukan
konfirmasi kebenaran penyebab meninggalnya nasabah.
Upaya-upaya Detektif:
a. Melakukan penelitian terhadap kelengkapan dokumen penutupan kontrak
asuransi dan dokumen pengajuan klaim.
b. Melakukan pengujian kebenaran formal dokumen dan prosedur penutupan
kontrak dan pencairan klaim.
c. Melakukan penelitian terhadap kronologis/tanggal dokumen penutupan
kontrak asuransi dan pengajuan klaim untuk mengetahui adanya polis yang
backdated.
d. Melakukan penelusuran terhadap arus dokumen dan arus uang untuk
mengetahui adanya pelanggaran prosedur.
e. Melakukan konfirmasi kepada instansi terkait yang menerbitkan dokumen
penyebab kematian seperti Kepolisian, Rumah Sakit, dan instansi lainnya.
f. Meminta kepolisian melakukan penyelidikan atas pihak-pihak yang terkait
dengan penutupan kontrak dan pencairan klaim asuransi.
15) Hasil perhitungan nilai kerugian oleh petugas bagian apraisal (penilai) atas
gedung dan atau persediaan yang terbakar dinilai lebih tinggi dari yang
sebenarnya, yang diharapkan oleh oknum pegawai/pejabat perusahaan mendapat
imbalan tertentu dari pihak tertanggung.
Upaya-upaya Preventif:
a. Laporan perhitungan kerugian akibat kebakaran harus melalui review
berjenjang dan melalui persetujuan oleh Direksi.
b. Melakukan evaluasi secara periodik terhadap kinerja penilai termasuk hasil
perhitungan yang pernah disusunnya.
c. Membuat standar dan metode perhitungan yang dapat mencegah penilai
melakukan markup perhitungan kerugian.
d. Dalam hal tertentu pihak perusahaan dapat menyewa penilai yang
independen untuk menghitung kerugian karena kebakaran.
e. Mengusulkan pencabutan ijin profesi aktuaris yang terbukti melakukan
markup perhitungan dan memasukkannya ke dalam daftar black list.
Upaya-upaya Detektif:
a. Melakukan penelusuran mengenai hubungan istimewa antara penilai dengan
nasabah asuransi.
b. Melakukan perhitungan ulang terhadap laporan kerugian yang melewati batas
kewajaran pengajuan klaim.

c. Melakukan konfirmasi kepada nasabah, kepolisian, bank, dan instansi yang


berkompeten mengenai kerugian yang diderita nasabah.

B. PENGELOLAAN PERBANKAN

1. Pengelolaan Dana Pihak Ketiga.


Pengelolaan dana pihak ketiga meliputi pengelolaan dana pihak lain pada Bank
dalam bentuk giro, tabungan, deposito berjangka, sertifikat deposito yang
penarikannya dapat dilakukan menurut ketentuan yang disetujui bersama dengan
pemilik dana. Penyimpangan-penyimpangan yang pada umumnya terjadi pada
pengelolaan dana pihak ketiga sebagai berikut:
1)

Memberikan tingkat bunga deposito pada perusahaan terkait pada Bank yang
lebih tinggi dari tingkat bunga kredit, dimana sumber dana penempatan deposito
tersebut berasal dari kredit yang diperoleh dari bank yang bersangkutan.
Upaya-upaya Preventif:
a. Pemberian tarif bunga deposito harus mengikuti ketentuan tarif yang berlaku
pada Bank dengan mempertimbangkan cost of money.
b. Pemilik dan atau pengurus Bank harus mengumumkan pihak terkaitnya dan
menyerahkan surat pernyataan kepada Bank Indonesia yang menyatakan
pihak terkait tidak akan melakukan intervensi pengelolaan Bank.
c. Direksi harus menerapkan sistem pembukuan komputer yang dapat menolak
setiap transaksi pembukaan deposito atas nama nasabah kredit yang bunga
depositonya lebih tinggi daripada bunga kredit.
Upaya-upaya Detektif:
a. Melakukan penelitian atas daftar saldo deposito mingguan, bulanan dan
tahunan berikut mutasi dan suku bunganya.
b. Melakukan pengujian perhitungan biaya bunga deposito dan pembayaran PPh
pasal 23 untuk deposito bernominal besar dan pembukuan biaya bunga serta
rekening-rekening terkait.
c. Melakukan penelitian atas bukti-bukti pembukuan, aplikasi pembukaan
deposito, Nota Debet dan Nota Kredit, sumber dana rekening pinjaman dan
dokumen pendukung lainnya.
d. Melakukan penelitian atas file kredit dan pemanfaatan dana untuk
mengetahui ketaatan prosedur pemberian kredit, kelayakan usaha, dan
penggunaan dananya.

2) Memberikan suku bunga deposito diatas suku bunga yang tertera dalam Bilyet
Deposito (special rate), yang pada saat jatuh tempo kelebihan bunga tersebut
dibukukan pada biaya lain-lain sehingga mengurangi PPh untuk Negara.
Upaya-upaya Preventif:
a. Direksi harus menetapkan ketentuan bahwa pembukaan deposito dan
pemberian special rate harus mendapat persetujuan Pejabat Bank disertai
dengan pembukuan yang transparan agar tidak mengganggu likuiditas
Bank/kesehatan Bank.

b. Merancang sistim pembukuan komputer yang dapat menolak pembayaran


bunga depostio dan pembayaran lainnya atas beban rekening deposito yang
sama.
Upaya-upaya Detektif:
a. Melakukan penelitian atas daftar saldo deposito mingguan, bulanan dan
tahunan berikut mutasi dan suku bunganya.
b. Melakukan pengujian perhitungan biaya bunga deposito dan pembayaran Pph
pasal 23 untuk deposito bernominal besar.
c. Melakukan penelusuran atas pembukuan biaya bunga dan rekening-rekening
lainnya yang terkait dengan rekening deposito.
d. Melakukan penelitian atas bukti-bukti pembukuan, aplikasi pembukaan
deposito,dan dokumen pendukung lainnya.
e. Melakukan konfirmasi kepada nasabah deposito mengenai besarnya bunga
deposito yang bersangkutan.
3) Permintaan dari nasabah untuk memperpanjang deposito jatuh tempo telah
dirubah Teller menjadi deposito baru dengan diketik secara manual dan datanya
tidak dimasukkan ke dalam sistem komputer serta uangnya diambil oleh Teller.
Upaya-upaya Preventif:
a. Password komputer teller harus dirubah secara periodik dan pemberian
password harus atas ijin pejabat Bank.
b. Akses terhadap sarana kerja teller harus dibatasi dan petugas teller harus
dimutasi secara periodik.
c. Setiap setoran dan pencairan deposito harus melalui verifikasi dan diberi
tanda sah dengan mesin validasi otomatis.
d. Pemakaian dokumen berharga termasuk bilyet deposito harus diawasi dan
persediaannya dicek fisik secara periodik.
Upaya-upaya Detektif:
a. Melakukan penelitian terhadap kelengkapan aplikasi pembukaan deposito dan
pencairannya.
b. Melakukan penelitian terhadap mutasi pencairan deposito untuk mengetahui
adanya pencairan deposito yang tidak lazim dan tidak sesuai prosedur.
c. Melakukan perhitungan saldo fisik bilyet deposito dan membandingkan
dengan pencatatannya untuk mengetahui apakah bilyet deposito yang
dikeluarkan sama jumlahnya dengan pembukuan deposito.
d. Melakukan rekonsiliasi antara kartu deposito dengan buku besar dan daftar
outstanding deposito dan rekonsiliasi transaksi gabungan kas dengan laporan
harian teller
4) Teller yang merangkap sebagai Customer Service menunda pembukuan atas
setoran yang dilakukan oleh nasabah, dan uang setoran yang diterima
dipergunakan untuk kepentingan pribadi.
Upaya-upaya Preventif:
a. Petugas customer services harus dipisahkan dari petugas penerima setoran
(teller).
b. Kepala Bagian Kas harus melakukan rekonsiliasi terhadap seluruh transaksi

berdasarkan register penyetoran dan penarikan uang.


c. Kepala Bagian Kas harus melakukan pengecekan pembukuan transaksi tunai
dan non tunai dengan bukti-bukti pendukung.
d. Kepala Cabang/Divisi Treasury harus melakukan cek fisik uang dan surat
berharga yang ada pada teller secara mendadak.
Upaya-upaya Detektif:
a. Melakukan penelitian apakah petugas customer services dipisahkan dari
petugas penerima setoran (teller).
b. Melakukan verifikasi kebenaran transaksi tunai dengan bukti-bukti
pendukungnya.
c. Melakukan verifikasi kebenaran jumlah transaksi tunai dengan cara stock
opname uang di teller secara mendadak.
5) Nota kredit dari Bank lain untuk deposito nasabah diubah menjadi sebagian
deposito dan sebagian tabungan dengan cara memalsukan tanda tangan
nasabah, di mana tabungannya dikuasai dan dimanfaatkan oleh Teller.
Upaya-upaya Preventif:
a. Nota kredit masuk baru diakui setelah dana efektif masuk ke rekening giro
Bank di Bank Indonesia.
b. Intruksi nasabah melalui telepon harus diberitahukan kepada pejabat Bank
dan dilakukan konfirmasi ulang kepada nasabah.
c. Melakukan pemeriksaan fisik uang tunai dan surat berharga yang dikuasai
teller secara mendadak dan pemeriksaan secara diam-diam atas rekening
tabungan teller.
d. Akses terhadap sarana kerja teller dibatasi dan melakukan mutasi pegawai
teller secara periodik.
Upaya-upaya Detektif:
a. Melakukan penelitian terhadap nota kredit masuk dan cara penyelesaiannya.
b. Melakukan penelitian kelengkapan persyaratan warkat kliring seperti stempel
kliring, kebenaran jumlah, dan validasi petugas Bank.
c. Melakukan penelusuran terhadap pembukuan/pencatatan hasil kliring serta
kontrol hubungan antara mutasi rekening tabungan milik teller dengan
laporan harian teller yang bersangkutan.
6) Deposito milik pihak terkait pada Bank dicairkan sebanyak dua kali dengan cara
memanfaatkan rekening suspen-non tunai.
Upaya-upaya Preventif:
a. Direksi harus menetapkan ketentuan bahwa penyelesaian rekening suspennon tunai harus berdasarkan persetujuan pejabat Bank yang ditetapkan.
b. Setiap pencairan deposito harus diverifikasi dengan cermat untuk memastikan
apakah dana yang akan dicairkan benar-benar masih ada saldonya di Bank.
c. Sistem komputer harus didesain sedemikian rupa sehingga otomatis menolak
transaksi penggunaan suspen account yang tidak ada dasar transaksinya.
Upaya-upaya Detektif:

a. Melakukan penelitian kelengkapan aplikasi pembukaan deposito untuk


mengetahui apakah pembukaan dan penutupan deposito dilakukan sesuai
dengan prosedur yang berlaku di Bank.
b. Melakukan verifikasi kebenaran bukti-bukti pendukung transaksi pembukaan
dan pencairan deposito.
c. Melakukan penelitian terhadap mutasi deposito pihak terkait dengan Bank dan
menguji perhitungan bunga Bank dan pembebanan biaya bunga.
d. Melakukan penelitian atas daftar outstanding deposito dan mutasi rekening
suspen account.
7) Mengambil tabungan nasabah tidak aktif dengan cara memalsukan tandatangan
nasabah dan memindahkan ke rekening pegawai bank.
Upaya-upaya Preventif:
a. Pemberian password untuk teller harus atas seijin pejabat Bank dan harus
diubah secara periodik.
b. Setiap setoran dan pencairan deposito nasabah harus melalui proses verifikasi
dan diberikan tanda validasi dengan menggunakan mesin validasi otomatis.
c. Petugas teller harus dimutasi secara periodik.
Upaya- upaya Detektif:
a. Melakukan penelitian mutasi rekening nasabah pasif.
b. Melakukan verifikasi atas dokumen dan pembukuan penarikan rekening
nasabah pasif termasuk alur dananya.
c. Melakukan konfirmasi saldo rekening nasabah pasif untuk memastikan
kebenaran transaksi.
8) Rekening giro nasabah yang telah ditutup dimanfaatkan untuk menarik dana
untuk kepentingan pribadi pegawai Bank.
Upaya-upaya Preventif:
a. Aplikasi pembukaan rekening giro harus diisi dengan lengkap disertai bukti diri
dan dokumen yang sah.
b. Penyimpanan data nasabah hanya dapat diakses oleh pegawai yang telah
mendapat otorisasi dari pejabat Bank.
c. Pemberian password komputer teller harus atas seijin pejabat dan diubah
secara periodik.
d. Data nasabah yang menutup rekeningnya harus segera dihapus dari sistem
komputer dan pelaksanaannya dimonitor secara periodik.
Upaya-upaya Detektif:
a. Melakukan penelitian atas kelengkapan formal aplikasi pembukaan rekening
giro beserta dokumen pendukungnya.
b. Melakukan penelitian atas penarikan dana dan arus keluar masuk uang
berdasarkan laporan transaksi harian teller.
c. Melakukan penelitian atas penarikan giro berjumlah besar dan transaksi yang
tidak lazim serta secara periodik membandingkan daftar saldo rekening giro.
d. Melakukan konfirmasi saldo untuk memastikan kebenaran transaksi-transaksi
yang tidak lazim dan material.
e. Melakukan penelitian apakah data rekening nasabah yang ditutup telah

dihapus dari sistem komputer.


2. Penempatan Dana Bank

Penempatan dana Bank adalah penanaman dana pada Bank lain baik di dalam
negeri maupun di luar negeri dalam bentuk interBank call money, tabungan,
deposito berjangka, dan lain-lain yang sejenis dengan tujuan untuk
memperoleh penghasilan. Penempatan dana Bank termasuk dalam bentuk
wesel, surat pengakuan hutang, saham, obligasi dan sekuritas kredit.
Penyimpangan-penyimpangan yang pada umumnya terjadi pada pengelolaan
dana pihak ketiga sebagai berikut:
1) Penempatan dana pada bank di luar negeri yang mempunyai hubungan istimewa
dengan bank, yang pada saat jatuh tempo dana tersebut sengaja tidak dapat
dicairkan sehingga harus ditalangi dengan dana bantuan likuiditas Bank
Indonesia.
Upaya-upaya Preventif:
a. Penempatan dana Bank harus memperhatikan bonafiditas dan nama baik
counterparty dengan cara melakukan Bank checking kepada otoritas moneter.
b. Penempatan dana dalam valuta asing harus dilindungi dengan fasilitas lindung
nilai (hedging).
c. Divisi Treasury melakukan pemantauan kolekstibilitas penempatan dananya
secara periodik.
Upaya-upaya Detektif:
a. Melakukan penelitian terhadap counterparty profile, credit limit, kolektibilitas
aktiva produktif dan maturity profilenya.
b. Melakukan verifikasi daftar outstanding PUAB dan laporan-laporan lain yang
dibuat Bank menyangkut transaksi penempatan dana.
c. Melakukan penelusuran ke dokumen pendukung dan korespondensi Bank
untuk mengetahui alur transaksi dan rekonstruksi peristiwanya.
d. Menanyakan kepada counterparty penyebab tidak dapat ditariknya
penempatan dana Bank.
2) Penempatan dana pada bank lain dengan tingkat bunga yang lebih tinggi dari
tingkat bunga yang tertera pada dokumen, dan selisih bunga ditransfer ke
rekening pejabat Bank.
Upaya-upaya Preventif:
a. Setiap deal penempatan dana yang bernilai besar harus mendapat
persetujuan Direksi dan atau Dewan Komisaris.
b. Rekaman pembicaraan dealer (dealer conversation) harus disimpan sebagai
bukti pendukung transasksi.
c. Penempatan dana harus dilakukan pada Bank yang berkategori sehat dan
mempunyai reputasi bagus.
d. Memantau rekening pribadi pejabat bank secara periodik.
Upaya-upaya Detektif:
a. Melakukan penelitian atas transfer yang masuk ke rekening pejabat Bank.

b. Melakukan konfirmasi kepada counterparty untuk mengetahui kebenaran


bunga penempatan.
c. Melakukan penelitian atas rekaman pembicaraan dealer dengan counterparty.
3) Penempatan dana pada cabang Bank di luar negeri yang dipinjamkan kepada
perusahaan milik keluarga pemilik/pengurus Bank di luar negeri, dan
dipergunakan untuk membeli saham Bank pada saat Bank melakukan emisi
saham, dengan tujuan untuk menaikkan harga saham.
Upaya-upaya Preventif:
a. Pemberian kredit harus sesuai dengan prosedur dan prinsip-prinsip
pengelolaan Bank yang sehat.
b. Pemilik dan pengurus Bank harus mengumumkan pihak terkaitnya dan
menyerahkan surat pernyataan kepada Bank Indonesia yang menyatakan
pihak terkait tidak akan melakukan intervensi atas pengelolaan Bank.
c. Divisi Treasury harus melakukan pemantauan atas kolektibilitas penempatan
dana dan menghitung risikonya.
d. Pemberian kredit cabang Bank di luar negeri harus memperhatikan prinsip
kehati-hatian dan berdasarkan prosedur yang normal.
Upaya-upaya Detektif:
a. Melakukan penelitian atas laporan transaksi harian/daily Blotter, Laporan
Mingguan Penempatan Dana, Laporan PDN dan mutasi rekening nostro dari
divisi treasury.
b. Melakukan penelitian atas kredit-kredit yang disalurkan cabang Bank di luar
negeri dan penelusuran ke dokumen pendukung serta korespondensi Bank
untuk mengetahui alur transaksi.
c. Melakukan penelitian atas lalulintas dana dari swift dan rekening koran berikut
korspondensinya untuk mengetahui penggunaan dana dan kolektibilitas
kredit.
d. Melakukan konfirmasi kepada debitur untuk memastikan keberadaan debitur
dan saldo kreditnya.
4) Penempatan dana pada perusahaan reksadana yang belum mendapatkan ijin dari
Bapepam, yang pada saat jatuh tempo tidak dapat ditarik karena perusahaan
telah ditutup.
Upaya-upaya Preventif:
a. Kerjasama bisnis Bank harus mempertimbangkan kelayakan usaha
counterparty dan mencari informasi mengenai bonafiditas partner dari pihak
yang independen/otoritas moneter.
b. Setiap penempatan dana harus disertai perjanjian yang berisi klausul
pembayaran kembali secara tunai dan aman.
c. Penempatan dana dalam bentuk reksadana harus selalu dievaluasi.
Upaya-upaya Detektif:
a. Melakukan penelitian atas laporan transaksi harian/daily Blotter, Laporan
Mingguan Transaksi Penempatan Dana dan kolektibilitas penempatan.
b. Melakukan penelitian kontrak kerjasama penempatan dana, counterparty
profile dan investment reportnya yang dikirim.

c. Melakukan verifikasi penempatan dana dengan cara membandingkan daftar


penempatan dana dan laporan-laporan lain yang menyangkut transaksi
penempatan dana.
d. Melakukan penelitian dokumen pendukung dan korespondensi Bank untuk
mengetahui alur transaksi dan rekonstruksi peristiwanya.
5) Melakukan pinjaman Uang Antar Bank dengan suku bunga melebihi suku bunga
penjaminan pemerintah, yang selanjutnya direkayasa menjadi deposito atas
nama salah satu direktur Bank Kreditor, dan pada saat jatuh tempo deposito
tersebut dicairkan dengan menggunakan dana dari program penjaminan
pemerintah.
Upaya-upaya Preventif:
a. Pinjaman uang antar bank harus memperhatikan kemampuan likuiditasnya
dan besarnya modal inti.
b. Divisi treasury harus mencadangkan kewajiban pembayaran kembali Pinjaman
Uang Antar Bank.
c. Aplikasi pembukuan deposito harus diisi dengan lengkap dan harus disertai
bukti diri dan atau dokumen yang sah.
d. Sistem pembukuan komputer harus didesain secara otomatis menolak
pencairan deposito yang datanya tidak lengkap/tidak ada pergerakan dana.
Upaya-upaya Detektif:
a. Melakukan penelitian atas daftar saldo deposito mingguan, bulanan dan
tahunan berikut mutasi dan suku bunganya.
b. Melakukan pengujian perhitungan biaya bunga deposito dan pembayaran PPh
pasal 23 deposito bernominal besar.
c. Melakukan penelusuran atas pembukuan biaya bunga dan rekening-rekening
lainnya yang terkait.
d. Melakukan penelitian atas bukti-bukti pembukuan, aplikasi pembukaan
depostio, pencairan deposito, dan dokumen pendukung lainnya.
e. Melakukan konfirmasi kepada pihak counterparty dan deposan untuk
memastikan kebenaran transaksi.
6) Melarikan dana ke luar negeri dan menyalurkannya ke perusahan group yang
dilakukan dengan cara membuat perjanjian Investment Advisory Agreement
dibawah tangan dengan Fund Manager di luar negeri melalui Kustodian yang
ditunjuk. Oleh Kustodian, dana yang disetor hanya sebagian dikirim ke Fund
Manager sementara sisanya disalurkan ke perusahaan group terkait Bank.
Penempatan tersebut kemudian digunakan untuk melakukan transaksi derivatif
yang merugikan Bank.
Upaya-upaya Preventif:
a. Perjanjian kerjasama investasi harus melalui pertimbangan kelayakan usaha,
bonafiditas pihak-pihak yang akan terlibat disertai dengan perjanjian yang
jelas.
b. Melakukan Bank checking kepada otoritas moneter di Indonesia dan di
domisili counterparty untuk mengetahui bonafiditas pihak-pihak yang akan
terlibat.
c. Satuan Pengawasan Intern dan Divisi Treasury harus melakukan review
berkala terhadap investasi Bank dan memberikan peringatan kepada

pengurus Bank atas penyimpangan yang terjadi.


Upaya-upaya Detektif:
a. Melakukan penelitian atas laporan transaksi/daily Blotter, Laporan Mingguan
Transaksi Derivatif, dan Laporan manajemen yang terkait dari bagian
treasury.
b. Melakukan penelitian atas prosedur penempatan dana, kontrak kerjasama,
kelayakan usaha, kolektibilitas penempatan dan profil partner.
c. Melakukan analisa perhitungan hasil investasi yang seharusnya dibandingkan
dengan yang diterima Bank.
d. Melakukan penelusuran trasaksi ke rekening investasi, rekening nostro,
dokumen pembukuan, dokumen pengiriman dana dan korespondensi Bank
dengan pihak terkait.
e. Melakukan konfirmasi kepada pihak-pihak terkait seperti kustodian dan Fund
Manager mengenai investasi Bank .
3. Pemberian Kredit

Pemberian kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat


dipersamakan dengan itu atau kesepakatan pinjam meminjam antara Bank
dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi
hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau
pembagian hasil keuntungan. Termasuk dalam pemberian kredit adalah kredit
dalam rangka pembiayaan bersama dan kredit dalam proses penyelamatan.
Penyimpangan-penyimpangan yang pada umumnya terjadi pada kegiatan
pemberian kredit Bank sebagai berikut:
1) Pemberian kredit kepada nasabah tidak disertai dengan pengikatan jaminan yang
memadai, bukti kepemilikan jaminan tidak diserahkan, dan jaminan telah
diagunkan untuk kredit di Bank lain.
Upaya-upaya Preventif:
a. Pemberian kredit harus memperhatikan prinsip kehati-hatian Bank dengan
pertimbangan profit.
b. Bank harus menyusun mekanisme internal check antar bagian yang terlibat
dalam pemberian kredit.
c. File pemberian kredit harus direview secara berkala untuk memastikan
terpenuhinya kelengkapan dokumentasi kredit dan aspek legal.
d. Satuan Kerja Audit Internal harus melakukan pemeriksaan atas pemberian
kredit secara periodik.
Upaya-upaya Detektif:
a. Melakukan penelitian atas daftar kredit yang diberikan dan kolektibilitasnya.
b. Melakukan penelitian terhadap file kredit untuk mengetahui kelengkapan
formal dan kepatuhan terhadap prosedur pemberian kredit dan melakukan
konfirmasi kepada debitur.
c. Melakukan identifikasi file kredit yang tidak memenuhi persyaratan formal dan
tidak melalui prosedur pemberian kredit yang lazim.
2) Pemberian fasilitas kredit investasi digunakan untuk membiayai investasi yang
telah dinaikkan nilainya (mark-up).

Upaya-upaya Preventif:
a. Menetapkan ketentuan bahwa kredit investasi hanya disetujui setelah debitur
menyerahkan studi kelayakan atas investasi yang dibiayai dan melakukan
penilaian atas studi kelayakan tersebut.
b. Menetapkan ketentuan bahwa kredit dapat dicairkan bertahap setelah
investasi dilaksanakan yang dibuktikan dengan bukti pembangunan atau bukti
pembelian barang yang dibiayai.
c. Debitur harus menyampaikan laporan kemajuan investasi kepada Bank secara
berkala.
Upaya-upaya Detektif:
a. Melakukan penelitian atas analisa kredit untuk meyakinkan bahwa pemberian
kredit investasi telah didasarkan pada hasil analisa yang memadai.
b. Melakukan verifikasi prosedur pemberian dan pencairan kredit untuk
mengetahui bahwa pemberian pinjaman telah sesuai prosedur yang berlaku
dan dicairkan berdasarkan persyaratan yang telah ditentukan.
c. Melakukan penelitian atas laporan kemajuan pekerjaan dari debitur untuk
mengetahui apakah laporan tersebut dimanfaatkan oleh Bank dan
ditindaklanjuti oleh Bank.
d. Melakukan penelitian kebenaran investasi dengan cara melakukan peninjauan
lapangan untuk mengetahui kebenaran laporan yang disampaikan oleh
debitur.
e. Melakukan kontrol hubungan antara kredit investasi yang dicairkan dengan
kemajuan pekerjaan investasi yang dilaksanakan.
3) Pemberian fasilitas kredit konstruksi kepada nasabah dengan jaminan kontrak
pekerjaan fiktif yang mengakibatkan kredit menjadi macet.
Upaya-upaya Preventif:
a. Direksi harus menetapkan ketentuan bahwa pemberian kredit konstruksi
hanya diberikan atas kontrak pekerjaan yang sudah ditanda-tangani.
b. Pemberian kredit konstruksi harus didukung penyerahan agunan tambahan
yang cukup menutupi kredit.
c. Pemberian kredit konstruksi harus didukung dengan surat pernyataan dari
pimpinan proyek atau pemberi kerja atas kebenaran kontrak pekerjaan.
d. Debitur kredit konstruksi harus melaporkan kemajuan pekerjaan kepada Bank
yang diketahui oleh pimpinan proyek.
e. Petugas bank melakukan peninjauan lapangan proyek secara mendadak.
Upaya-upaya Detektif:
a. Melakukan pengujian apakah pemberian kredit konstruksi hanya diberikan
atas kontrak pekerjaan yang sudah ditanda-tangani.
b. Melakukan penelitian apakah laporan kemajuan pekerjaan dari debitur
disetujui oleh pimpinan proyek/pemberi pekerjaan.
c. Melakukan peninjauan lapangan apakah laporan kemajuan pekerjaan yang
disampaikan telah sesuai dengan kondisi yang sebenarnya.
d. Melakukan kontrol hubungan antara kemajuan pekerjaan dengan jumlah
pencairan kredit.
e. Melakukan pengujian apakah pembayaran pekerjaan melalui rekening debitur

telah dipotong sesuai persyaratan kredit.


4) Pemberian fasilitas kredit kepada keluarga pejabat Bank dengan jaminan pejabat
Bank yang bersangkutan, yang pada saat kreditnya macet, oleh pejabat Bank
yang bersangkuan kredit tersebut dihapusbukukan.
Upaya-upaya Preventif:
a. Surat pernyataan jaminan dari pejabat bank harus diketahui oleh atasan
pejabat Bank yang bersangkutan.
b. Bagian kredit harus melaporkan perkembangan kredit yang dijamin oleh
pejabat Bank secara rutin dengan tembusan kepada atasan pejabat penjamin
kredit.
c. Memberikan peringatan dini kepada penjamin apabila kolektibilitas kredit
kurang lancar.
Upaya-upaya Detektif:
a. Melakukan penelitian apakah penjamin kredit telah dicantumkan disamping
nama peminjam kredit dan dalam berkas kredit.
b. Melakukan penelitian kredit bermasalah termasuk kredit yang dihapus buku
apakah terdapat kredit yang dijamin oleh Pejabat Bank termasuk didalamnya.
c. Melakukan penelitian terhadap kredit yang dijamin oleh pejabat Bank, apakah
pejabat Bank yang bersangkutan telah menandatangani surat jaminan
pelunasan utang, surat kuasa pemotongan penghasilan dan surat-surat
tersebut telah diketahui oleh atasan pejabat penjamin kredit serta telah
disampaikan kepada divisi/bagian personalia.
d. Melakukan penelitian apakah bagian kredit telah melaporkan perkembangan
kredit yang dijamin pejabat Bank kepada divisi personalia/bagian personalia
dengan tembusan atasan pejabat penjamin.
e. Melakukan penelitian apakah bagian personalia/gaji telah melakukan
pemotongan penghasilan pegawai untuk pelunasan kredit yang bermasalah.
5) Pemberian fasilitas kredit ekspor pre-shipment kepada eksportir yang sebagian
dipergunakan melunasi hutang dalam bentuk commercial paper/promissory notes,
dan hanya sebagian yang benar-benar dipergunakan untuk modal kerja ekspor
sehingga kredit menjadi macet.
Upaya-upaya Preventif:
a. Direksi harus menetapkan bahwa nasabah yang mengajukan kredit pre
shipment harus melaporkan kredit yang sedang dinikmati dari Bank.
b. Pemberian kredit harus didahului dengan penelitian apakah nasabah pernah
memperoleh fasilitas kredit lain dari Bank atau Bank lain.
c. Pemberian kredit harus didahului dengan penelitian kebutuhan modal kerja
ekspor yang diperlukan oleh nasabah sesuai dengan kemampuan ekspor
nasabah.
d. Direksi harus menetapkan ketentuan yang mewajibkan nasabah untuk
menyampaikan laporan realisasi ekspor secara periodik.
e. Bagian kredit harus memonitor penarikan dana dan penyetoran dana
nasabah.
Upaya-upaya Detektif:

a. Melakukan penelitian apakah sebelum memberikan kredit kepada nasabah,


bagian kredit sudah meneliti kredit yang sedang dinikmati nasabah, baik dari
Bank maupun dari Bank lainnya.
b. Melakukan penelitian apakah Direksi telah menetapkan perhitungan
maksimum pemberian kredit ekspor pre shipment dan apakah pemberian
kredit ekspor pre shipment tersebut telah sesuai dengan pehitungan
maksimum pemberian kredit.
c. Melakukan penelitian apakah perhitungan rencana volume ekspor, harga
pengadaan barang ekspor, rencana produksi, harga bahan, dan biaya
produksi yang diajukan oleh nasabah dalam proposal permohonan kredit telah
dihitung dengan cermat dan sesuai dengan kemampuan ekspor nasabah.
d. Melakukan penelitian apakah perhitungan kebutuhan dana pre-shipment telah
dihitung sesuai dengan kemampuan ekspor yang sebenarnya.
e. Melakukan penelitian apakah mutasi rekening pinjaman nasabah cukup aktif
dan penarikan serta penyetoran dana telah sesuai dengan realisasi ekspor
yang sebenarnya dan digunakan sesuai dengan tujuan pinjaman.
6) Pemberian fasilitas overdraft kepada nasabah bermasalah tanpa melalui analisa
dan pertimbangan yang matang sehingga kredit menjadi macet.
Upaya-upaya Preventif:
a. Bank harus menetapkan prosedur pemberian fasilitas overdraft kepada
nasabah.
b. Direksi Bank harus menetapkan batas kewenangan pejabat yang dapat
memberikan fasilitas overdraft.
c. Melakukan pengecekan secara periodik apakah pemberian fasilitas overdraft
telah dilakukan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Direksi.
Upaya-upaya Detektif:
a. Melakukan penelitian terhadap daftar debitur yang menunjukkan saldo baki
debet dan plafond pinjaman.
b. Melakukan penelitian terhadap jumlah fasilitas overdraft apakah telah sesuai
dengan jumlah limit yang ditetapkan.
c. Melakukan penelitian terhadap jangka waktu pemberian fasilitas overdraft
apakah telah dilakukan sesuai dengan kriteria yang ditetapkan.
d. Melakukan penelitian terhadap terhadap jangka waktu pemberian fasilitas
overdraft.
e. Melakukan penelitian apakah pemberian fasilitas overdraft tersebut telah
diotorisasi oleh pejabat yang berwenang.
7) Pemberian kredit kepada beberapa perusahaan Multi Finance yang kemudian
diterus-pinjamkan ke perusahaan terkait, dengan tujuan untuk menghindari
pelanggaran Batas Maksimum Pemberian Kredit.
Upaya-upaya Preventif:
a. Pemberian kredit harus didasarkan kepada kelayakan usaha, bonafiditas
debitur dan kemampuan pengembaliannya.
b. Setiap pemberian kredit harus melalui prosedur yang benar dan memenuhi
persyaratan yang ditetapkan oleh Bank.
c. Batas Maksimum Pemberian Kredit harus dimonitor untuk mencegah Back to
Back loan atau Swap loan.

Upaya-upaya Detektif:
a. Melakukan penelitian terhadap laporan Batas Maksimum Pemberian Kredit
dan daftar oustanding kredit.
b. Melakukan verifikasi atas pemberian kredit bernilai besar, menelusuri ke bukti
pendukung seperti file kredit, nota-nota pembukuan dan pembebanan, serta
korespondensi Bank dengan debitur.
c. Melakukan penelitian terhadap aktivitas rekening giro dan rekening pinjaman
nasabah.
d. Melakukan konfirmasi kepada debitur mengenai status dan keberadaan
debitur, kebenaran transaksi, dan penyebab tidak terpenuhinya aspek
formal/legal pemberian kredit.
8) Pemberian kredit untuk menutupi kekurangan pembayaran dalam rangka
spekulasi jual beli valas yang nilainya melebihi margin deposit nasabah, sehingga
kredit menjadi macet.
Upaya-upaya Preventif:
a. Membuat ketentuan yang melarang Pengurus maupun pegawai Bank ikut
serta bermain valas untuk kepentingan pribadi.
b. Kepala divisi treasury hanya menjalankan transaksi untuk nasabah yang
dananya mencukupi.
c. Menyusun sistem komputer dealing room yang dapat menghentikan setiap
transaksi yang menimbulkan kerugian sebesar deposit margin nasabah (stop
loss limit).
d. Pemberian kredit didasarkan pada persyaratan yang ketat dan pertimbangan
kelayakan usaha.
Upaya-upaya Detektif:
a. Melakukan penelitian atas laporan transaksi/daily Blotter, Laporan Mingguan
Transaksi Derivatif, dan Laporan PDN dari bagian treasury.
b. Melakukan pengujian apakah transaksi valas disertai margin deposit yang
cukup dan diikuti dengan perjanjian tertulis.
c. Melakukan penelitian rekening penampung transaksi valas
d. Melakukan penelusuran aktivitas rekening giro pengurus Bank untuk
mengetahui transaksi pengambilan dana dan cara pemenuhan kekurangan
dana pembelian valas.
e. Melakukan penelitian terhadap aplikasi pembukaan rekening giro, file kredit
dan korespondensi yang berkaitan.
f. Melakukan konfirmasi kepada pihak terkait seperti nasabah, teller, akuntansi,
pegawai Bank lainnya dan pimpinan Bank.
9) Menghindari pelanggaran Batas Minimum Pemberian Kredit dengan cara
merekayasa pencairan Kredit Usaha Kecil fiktif untuk kepentingan group terkait
Bank.
Upaya-upaya Preventif:
a. Pencairan Kredit Usaha Kecil harus berdasarkan permintaan debitur disertai
dokumen pendukung yang syah melalui prosedur normal.
b. Secara berkala SKAI harus melakukan peninjauan lapangan ke lokasi debitur

Kredit Usaha Kecil.


c. Kemampuan debitur Kredit Usaha Kecil memenuhi kewajibannya harus
direview secara berkala.
Upaya-upaya Detektif:
a. Melakukan penelitian atas Kredit Usaha Kecil apakah diberikan kepada
perusahaan yang memenuhi persyaratan.
b. Melakukan penelitian atas Kredit Usaha Kecil yang kolektibilitasnya kurang
lancar dan terlambat membayar bunga.
c. Melakukan verifikasi bukti-bukti pendukung pemberian Kredit Usaha Kecil
seperti proposal, hasil analisis, perjanjian kredit, bukti-bukti pencairan,
rekening penampung serta korespondensinya.
d. Melakukan penelitian terhadap aktivitas rekening-rekening yang terkait
dengan nasabah untuk mengetahui aliran dana.
10) Penjualan agunan kredit kepada pihak terkait nasabah dibawah harga pasar
dengan memperoleh imbalan dari pembeli.
Upaya-upaya Preventif:
a. Direksi harus menetapkan limit harga pelelangan sesuai dengan harga pasar
yang berlaku/harga wajar.
b. Direksi harus menunjuk petugas untuk melakukan survey harga pasar agunan
yang akan dijual, sebagai dasar menetapkan limit harga pelelangan tersebut.
c. Direksi harus menetapkan bahwa pelelangan agunan harus dilaksanakan
dengan pelelangan terbuka (penawaran terbuka).
Upaya-upaya Detektif:
a. Melakukan penelitian terhadap berkas pelelangan apakah dalam pelelangan
tersebut telah disusun limit harga pelelangan .
b. Melakukan penelitian apakah limit harga pelelangan tersebut telah disusun
sesuai dengan harga pasar yang berlaku, yang dihasilkan hasil survey harga
pasar.
c. Melakukan penelitian apakah pelelangan agunan dilaksanakan dengan
pelelangan terbuka.
d. Melakukan penelitian apakah prosedur pelelangan agunan telah dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
11) Penerimaan cicilan pinjaman yang telah dihapus buku tidak disetorkan pada bank
namun digunakan untuk kepentingan pribadi petugas Bank, yang dilakukan
dengan cara tidak memvalidasi bukti setor debitur (hanya di cap dengan stempel
Bank).
Upaya-upaya Preventif:
a. Direksi harus menetapkan ketentuan yang melarang petugas supervisi bagian
kredit menerima cicilan pelunasan pinjaman dari nasabah.
b. Pelunasan cicilan pinjaman harus dilakukan melalui teller dan bukti pelunasan
harus divalidasi.
c. Melakukan rekonsiliasi secara periodik antara saldo pinjaman hapus buku
dengan daftar pinjaman hapus buku.

Upaya-upaya Detektif:
a. Melakukan penelitian apakah penurunan pinjaman hapus buku sama dengan
kenaikan cadangan kredit yang diberikan.
b. Melakukan kontrol hubungan antara penurunan tunggakan bunga yang telah
dihapus buku dengan pendapatan bunga.
c. Melakukan verifikasi atas penurunan tunggakan bunga yang tidak masuk
dalam pendapatan bunga.
12) Pelunasan kredit salah satu perusahaan grup terkait kepada Bank lain dilakukan
dengan cara menset-off penempatan dana Bank milik pihak terkait pada Bank
pemberi kredit.
Upaya-upaya Preventif:
a. Penempatan dana Bank harus memperhatikan prinsip kehati-hatian Bank
dengan pertimbangan profit.
b. Bank harus melakukan monitoring dan evaluasi penyelesaian penempatan
serta kolektibilitasnya.
c. Divisi Treasury harus menagih penempatan yang telah jatuh tempo secara
otomatis.
Upaya-upaya Detektif:
a. Melakukan penelitian atas kolektibilitas penempatan dan maturity profilenya.
b. Melakukan verifikasi daftar outstanding Pinjaman Uang Antar Bank dan
laporan-laporan lain yang dibuat oleh Bank.
c. Melakukan verifikasi atas deal slip, surat sanggup bayar, nota pembebanan,
korespondensi Bank, dan dealer-record untuk mengetahui alur transaksi dan
rekonstruksi perisitiwanya.
d. Melakukan konfirmasi kepada counterparty atas penempatan yang tidak
dapat ditagih dan dikompensasi.
4. Pengelolaan Transaksi Derivatif

Transaksi derivatif adalah transaksi dari surat berharga atau kepentingan lain
atau suatu kewajiban penerbit dalam bentuk yang lazim diperdagangkan
dalam pasar uang dan pasar modal. Penyimpangan-penyimpangan yang pada
umumnya terjadi dalam pengelolaan transaksi derivatif adalah:
1) Membuat transaksi valas (SWAP) dengan pihak terkait Bank, dimana Bank
menjual valas secara forward dengan kurs yang lebih rendah dari pada kurs spot
sehingga Bank mengalami kerugian transaksi valas.
Upaya-upaya Preventif:
a. Setiap perintah pembelian valas dari nasabah harus diverifikasi lebih dulu oleh
analis Divisi Treasury dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi saat ini
dan perhitungan yang matang.
b. Kesepakatan (deal) swap valas di dealing room harus melalui verifikasi bagian
pembukuan valas dan mendapat persetujuan dari Kepala Divisi dan dilaporkan
kepada SKAI secara berkala.
c. Menyusun suatu sistem komputer di dealing room yang dapat memberikan
peringatan/menolak setiap transaksi pembelian valas forward yang tidak

wajar.
d. Memisahkan fungsi petugas yang menganalisa kelayakan permintaan nasabah
dengan petugas yang akan melakukan deal di dealing room.
e. Seminggu sekali SKAI memeriksa transaksi yang tercatat di komputer Divisi
Treasury Bank yang sudah deal maupun yang pending.
Upaya-upaya Detektif:
a. Melakukan penelitian atas laporan transaksi/daily blotter, Laporan Mingguan
Transaksi Derivatif, dan Laporan PDN dari bagian treasury.
b. Melakukan penelitian pemberian fasilitas forex line dan permintaan transaksi
dari nasabah.
c. Melakukan pengujian perhitungan transaksi valas dengan menggunakan kurs
yang tercantum pada deal slip/kontrak.
d. Melakukan perbandingan data kurs pada deal slip dengan data kurs pasar
pada tanggal transaksi.
e. Melakukan penelusuran ke dokumen pendukung lain dan korespondensi Bank
dengan nasabah.
2) Memberikan fasilitas Forex Line kepada nasabah fiktif untuk transaksi valas yang
dibuat merugikan Bank dan menguntungkan nasabah. Keuntungan transaksi
valas tersebut kemudian dimasukan ke rekening giro nasabah dan ditarik
berangsur-angsur atas nama pihak terkait Bank.
Upaya-upaya Preventif:
a. Direksi harus menentukan batasan kerugian transaksi pada setiap sesi
perdagangan.
b. Sistem komputer harus didesain secara otomatis menghentikan kerugian
transaksi yang telah melebihi limit pemberian fasilitas forex line harus
mengikuti prosedur dan ketentuan yang berlaku sesuai dengan prinsip-prinsip
pengelolaan Bank yang sehat dengan disertai jaminan yang memadai.
c. Pemberian fasilitas forex line harus dievaluasi secara berkala dengan
memperhatikan kemampuan dealer menghasilkan laba.
d. Mengharuskan dealer atau pejabat divisi treasury mengambil cuti atau
berhenti bertransaksi apabila kerugian telah mencapai limit dealer.
Upaya-upaya Detektif:
a. Melakukan penelitian atas laporan transaksi/daily Blotter, Laporan Mingguan
Transaksi Derivatif, dan Laporan manajemen yang terkait dari bagian treasury
dan mencari penyebab terjadinya kerugian transaksi.
b. Melakukan penelitian atas timbulnya transaksi valas dan melakukan
identifikasi atas nasabah yang diuntungkan.
c. Melakukan pengujian prosedur transaksi valas dan perhitungan keuntungan
nasabah dan kerugian Bank.
d. Melakukan penelitian atas pemberian fasilitas forex line kepada nasabah dan
pergerakan dananya pada rekening giro penampung.
e. Melakukan verifikasi bukti-bukti pendukung pemberian fasilitas forex line
seperti proposal, hasil analisis, perjanjian kredit, bukti-bukti pencairan,
laporan divisi treasury, dan bukti pembukuan serta korespondensinya.
3) Bank melakukan kontrak Put Option Valuta Asing (hak untuk menjual valas)
dengan suatu perusahaan paper company dengan jaminan uang, yang pada saat

jatuh tempo (execution date) Bank tidak dapat menyediakan valas dimaksud
sehingga paper company mencairkan jaminannya. Uang jaminan tersebut
kemudian dimasukan ke rekening perusahaan di luar negeri atas nama pengurus
Bank.
Upaya-upaya Preventif:
a. Direksi harus menetapkan prosedur yang dapat menghitung resiko atas
keputusan transaksi derivatif dengan counterparty.
b. Pencairan jaminan milik Bank harus berdasarkan penelitian yang mendalam
dan hati-hati mengikuti ketentuan yang berlaku.
Upaya-upaya Detektif:
a. Melakukan penelitian atas laporan harian transaksi derivatif dan transaksi
derivatif yang akan jatuh tempo.
b. Melakukan penelitian atas bonafiditas counter party.
c. Melakukan verifikasi atas dokumen-dokumen transaksi derivatif dan alasan
kegagalan eksekusi put option.
4) Fasilitas diskonto dari Advising Bank kepada eksportir tidak dapat dikembalikan
karena Usance L/C importir tidak dapat dibayar oleh opening Bank di luar negeri.
Upaya-upaya Preventif:
a. Pemberian fasilitas diskonto kepada eksportir dengan jaminan L/C harus
melalui penelitian validitas dan reputasi Bank penerbit.
b. Kemampuan debitur melunasi fasilitas diskonto dan penerimaan hasil ekspor
harus direview secara berkala.
c. Bank harus menetapkan ketentuan nasabah menyetorkan dana untuk
melunasi fasilitas diskonto apabila penerimaan hasil ekpor dari opening Bank
tidak lancar.
d. Bank harus melakukan lindung nilai (hedging) atas valas yang diterima dari
nasabah/opening Bank.
Upaya-upaya Detektif:
a. Melakukan penelitian atas prosedur dan kelengkapan syarat pemberian
fasilitas diskonto yang bernilai besar.
b. Melakukan penelitian atas kolektibilitas pemberian fasilitas diskonto.
c. Melakukan verifikasi dokumen pendukung pemberian fasilitas diskonto seperti
wesel Bank, Usance L/C impor, profile opening Bank dan aktivitas rekening
koran nasabah dan pencatatan.
d. Melakukan konfirmasi kepada pihak terkait seperti nasabah dan opening Bank
perihal penyebab gagal bayar
5) Menutupi kerugian akibat transaksi derivatif yang telah jatuh tempo dengan cara
menangguhkannya didalam rekening Defferred Account di Neraca.
Upaya-upaya Preventif:
a. Perusahaan harus mempunyai kebijakan akuntansi yang sehat sesuai dengan
SKAPI dan menjalankannya secara konsisten.
b. Setiap transaksi yang telah jatuh tempo harus direview dengan ketat dan

diteliti term penyelesaiannya.


c. Memberikan batasan kerugian transaksi setiap sesi perdagangan.
d. Defferred account harus direview secara berkala dan diselesaikan paling lama
satu minggu.
e. Sistem komputer harus didesain secara otomatis menghentikan kerugian
transaksi yang telah melebihi limit.
Upaya-upaya Detektif:
a. Melakukan penelitian laporan transaksi harian dan Laporan Mingguan
Transaksi Derivatif dari Bagian Treasury.
b. Melakukan penelitian mengenai penyebab kerugian transaksi valas dan cara
penyelesaiannya
c. Melakukan penelitian pembukuan transaksi valas yang menimbulkan kerugian
hingga ke dokumen pendukung dan korespondensi Bank.
d. Melakukan analisa trend peningkatan laba bersih dari laporan keuangan
mingguan, bulanan dan triwulanan untuk mengetahui adanya peningkatan
rugi/laba yang tidak wajar.
e. Melakukan penelitian unsur defferred account dan cara penyelesaiannya.
6) Membuat transaksi valas dengan perusahaan fiktif (paper company) untuk
membayar kewajiban rediskonto wesel ekspor fiktif kepada Bank Indonesia yang
dilakukan dengan cara mengirim hasil transaksi valas ke rekening Bank Penerbit
L/C di luar negeri, mentransfer kembali ke rekening eksportir pada Bank, dan
selanjutnya digunakan untuk melunasi rediskonto wesel ekspor fiktif tersebut ke
Bank Indonesia.
Upaya-upaya Preventif:
a. Counterparty yang akan melakukan transaksi derivatif dengan Bank harus
terlebih dahulu diteliti bonafitditasnya.
b. Pemberian fasilitas forex line harus disertai dengan jaminan yang memadai.
Upaya-upaya Detektif:
a. Melakukan analisis atas laporan harian transaksi derivatif dan daftar foreign
exchane line yang diberikan.
b. Melakukan penelitian atas penyebab kerugian Bank dalam transaksi derivatif
dan arus dana dari kerugian transaksi derivatif kepada rekening nasabah.
c. Melakukan penelitian terhadap dokumen-dokumen pendukung transaksi
derivatif.
5. Kecurangan Bank Lainnya
Aktivitas Bank lainnya adalah aktivitas Bank selain kegiatan-kegiatan di atas serta
transaksi yang belum mengubah posisi aktiva dan passiva bank pada tanggal laporan
tetapi harus dilaksanakan oleh bank apabila persyaratan yang disepakati dengan
nasabah terpenuhi, yang disajikan dalam laporan komitmen dan kontinjensi
1) Pendapatan bunga kredit dilaporkan lebih besar dari jumlah sebenarnya dengan
tujuan untuk menaikkan laba dan memperbesar jasa produksi.
Upaya-upaya Preventif:

a. Direksi harus menetapkan ketentuan pendapatan bunga yang diakui sebagai


pendapatan adalah yang dihasilkan dari kredit yang selambat-lambatnya
hanya menunggak tiga bulan.
b. Program komputer harus didesain secara
otomatis untuk menolak
pendapatan bunga dari kredit yang telah menunggak lebih dari tiga bulan.
Upaya-upaya Detektif:
a. Melakukan verifikasi terhadap pembebanan pendapatan bunga dengan cara
membandingkan pembebanan bunga direkening koran pinjaman dengan
daftar non performing loan.
b. Melakukan penelitian atas perhitungan pendapatan bunga dari kredit yang
telah menunggak lebih dari tiga bulan.
2) Pemotongan PPh Pasal 23 atas bunga tabungan, deposito, dan giro nasabah tidak
dilaporkan dan atau hanya sebagian disetorkan ke Kantor Kas Negara.
Upaya-upaya Preventif:
a. Petugas Bank yang bertanggung jawab terhadap kewajiban perpajakan Bank
harus melakukan rekonsiliasi atas perhitungan PPh pasal 23 dan bunga dana
pihak ketiga yang dibayarkan.
b. Bank wajib menyetorkan segera hasil pemotongan PPh pasal 23 tersebut
dengan lengkap.
Upaya-upaya Detektif:
a. Melakukan rekonsiliasi pembayaran bunga dan pemotongan PPh pasal 23
menurut bagian akuntansi, teller/kas, treasury dan SPT masa PPh ps 23.
b. Melakukan pengujian perhitungan kewajiban PPh ps.23 berdasarkan SPT
masa yang dibuat Bank.
c. Melakukan kontrol hubungan antara PPh pasal 23 yang dilaporkan dan disetor
dengan biaya bunga.
d. Melakukan penelitian atas perbedaan angka yang timbul dari hasil rekonsiliasi
dan kontrol hubungan tersebut.
3) Pengalihan kepemilikan saham Bank yang sedang digadaikan kepada Bank
Indonesia (untuk jaminan dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia) kepada pihak
lain.
Upaya-upaya Preventif:
a. Pengalihan saham bank harus dilaporkan ke Bank Indonesia.
b. Pengalihan saham harus diikuti dengan penguasaan fisik saham.
Upaya-upaya Detektif:
a. Melakukan penelitian daftar saham yang digadaikan ke Bank Indonesia dan
mengecek keberadaan fisik sahamnya.
b. Melakukan penelitian terhadap transaksi gadai saham dan pengalihan saham
sesuai dokumentasi yang ada di bank.
c. Melakukan verifikasi penerbitan rekomendasi dan ijin pengalihan saham ke
buku ekspedisi, disposisi, dan korespondensi antara Bank, pejabat pemberi
rekomendasi.

4) Pembelian tanah dan bangunan oleh Bank dari Perusahaan terkait yang sebagian
diantaranya merupakan transaksi pembelian fiktif dimana dana pembelian
tersebut menggunakan dana pemerintah/masyarakat.
Upaya-upaya Preventif:
a. Pembelian aktiva tetap harus dianggarkan lebih dahulu dalam RKAP yang
telah disetujui Komisaris dan Pemegang Saham.
b. Pengadaan akitva baru Bank harus memperhatikan ketersediaan dana dan
kondisi likuiditas Bank.
c. Pembayaran pengadaan aktiva tetap harus didukung syarat formal dan
material telah dipenuhi vendor.
Upaya-upaya Detektif:
a. Melakukan penelitian atas perubahan aktiva tetap untuk mengidentifikasi
adanya pembelian dan penjualan aktiva.
b. Melakukan penelitian apakah pembelian aktiva tetap telah dianggarkan
sebelumnya dalam RKAP.
c. Melakukan penelitian apakah pembelian dan pembayaran aktiva tetap telah
melalui prosedur yang berlaku dan telah memenuhi persyaratan formal dan
material,
termasuk
pengecekan
fisik
dan
keabsahan
dokumen
kepemilikannya.
d. Melakukan penelusuran ke bukti-bukti pembayaran, pembukuan, dan bukti
kepemilikan aktiva tetap beserta korespondensi Bank dengan penjual/pemilik
lama.
5) Mengeluarkan biaya tenaga kerja asing yang tidak bekerja untuk Bank tetapi
untuk kepentingan perusahaan group terkait Bank, atas perintah pemilik Bank.
Upaya-upaya Preventif:
a. Pengeluaran biaya tenaga kerja harus berdasarkan dokumen yang lengkap
dan melalui persetujuan Direksi.
b. Sebelum melakukan pembayaran, pegawai Bank harus mengecek keberadaan
tenaga kerja asing dan hasil pekerjaan yang bersangkutan di Bank.
c. Manajemen Bank harus mempunyai keberanian menolak segala bentuk
perintah pemilik Bank yang tidak lazim.
Upaya-upaya Detektif:
a. Melakukan perbandingan dan analisa trend terhadap biaya umum /tenaga
kerja (tergantung dimana biaya tersebut dibukukan) Bank dalam 3 tahun
terakhir.
b. Melakukan penelitian atas penyebab kenaikan biaya umum/tenaga kerja dan
mencari penyebab kenaikan tersebut
c. Menelusuri bukti-bukti pembebanan biaya umum, memo perintah pembukuan,
dan korespondensinya
6) Penerbitan Bank Garansi oleh Bank tidak diikuti dengan pembayaran provisi dan
setoran jaminan dengan imbalan tertentu dari nasabah kepada petugas Bank.
Upaya-upaya Preventif:

a. Direksi menetapkan bahwa Bank Garansi yang akan diterbitkan harus


dilampiri dengan bukti setor provisi dan/atau bukti setor setoran jaminan
b. Blanko Bank Garansi harus memakai dokumen dengan nomor yang telah
dicetak (prenumbered) dan dicatat dalam buku Bank Garansi yang terbit.
c. Bagian akuntansi harus melakukan kontrol hubungan secara periodik antara
kewajiban Bank Garansi pada komponen komitmen dan kontinjensi dengan
daftar setoran jaminan dan pendapatan provisi Bank.
Upaya-upaya Detektif:
a. Melakukan penelitian apakah Bank Garansi yang diterbitkan dilampiri dengan
bukti setor provisi dan/atau setoran jaminan.
b. Melakukan penelitian apakah nomor Bank Garansi yang diterbitkan telah
berurutan.
c. Melakukan kontrol hubungan antara pendapatan provisi Bank Garansi dengan
penerbitan Bank Garansi.
d. Melakukan kontrol hubungan antara saldo setoran jaminan dalam buku besar
dengan catatan buku Bank Garansi.
7) Pencairan Bank Garansi oleh perusahaan pemberi kerja yang dilakukan dengan
membuat pekerjaan seolah-olah tidak memenuhi klausul kontrak berdasarkan
kerjasama antara pemberi kerja, kontrakor dan pegawai Bank penerbit Garansi.
Upaya upaya Preventif :
a. Menetapkan ketentuan bahwa pemohon Bank Garansi harus menyerahkan
agunan yang diikat secara yuridis dan secara fisik dikuasai Bank.
b. Penerbitan Bank Garansi harus didahului dengan penelitian atas bonafiditas
pemohon Bank Garansi dan klausul kontrak.
c. Pencairan klaim Bank Garansi harus berdasarkan pengujian kebenaran klaim
yang diajukan dengan meminta keterangan tertulis dari pemberi kerja perihal
kegagalan pekerjaan.
d. Pencairan klaim Bank Garansi disetujui oleh pejabat yang berwenang pada
Bank.
Upaya upaya Detektif:
a. Melakukan penelitian atas berkas penerbitan Bank Garansi apakah telah
didahului dengan penelitian atas bonafiditas pemohon dan isi perjanjian
kontrak.
b. Melakukan penelitian apakah penerbitan Bank Garansi disertai dengan
penyerahan agunan yang telah diikat secara yuridis dimana sertifikat
kepemilikannya dikuasai Bank.
c. Melakukan verifikasi kelengkapan persyaratan dan berkas pencairan klaim
Bank Garansi apakah telah disetujui oleh pejabat yang berwenang pada
Bank.
d. Melakukan konfirmasi kepada pemberi pekerjaan untuk mengetahui penyebab
kegagalan kontrak.

BAB III
UPAYA PENANGGULANGAN SECARA REPRESIF
Penyelesaian atas kasus penyimpangan dilakukan secara proporsional sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku berdasarkan kewenangan masing-masing instansi. Setiap
tahap penyelesaian kasus harus dilakukan pemantauan perkembangannya. Pada dasarnya
setiap kasus tindak pidana korupsi harus ditindaklanjuti melalui peradilan sesuai ketentuan
yang berlaku. Terhadap kasus yang hanya bersifat penyimpangan prosedur tata kerja dan
perlu dilakukan pembinaan secara administratif dapat dilakukan penanganannya secara
internal oleh BUMN/BUMD dan Perbankan sesuai ketentuan yang berlaku.
Upaya penanggulangan secara represif pada dasarnya merupakan pelaksanaan tindak lanjut
atas kasus penyimpangan yang ditemukan pada masing-masing BUMN/BUMD dan Perbankan
dari hasil langkah-langkah detektif yang telah memenuhi hal sebagai berikut:
-

Setiap kasus penyimpangan yang telah diidentifikasikan merugikan keuangan Negara dari
langkah detektif agar didukung dengan bukti yang memadai termasuk penjelasan/
keterangan tertulis dari pihak yang bertanggung jawab atas penyimpangan tersebut.

Setiap kasus penyimpangan harus dibahas melalui pemaparan kasus untuk menentukan
langkah-langkah penyelesaian yang diperlukan. Dalam pemaparan tersebut, jika perlu,
menyertakan pihak dari instansi penyidik guna menentukan adanya Tindak Pidana
Korupsi/perdata.

A. PENYELESAIAN OLEH UNIT KERJA.


1. Pelaksanaan Tindak lanjut.
1) Dewan Komisaris/Pengawas/Direksi BUMN/BUMD dan Bank menindak-lanjuti
kasus penyimpangan yang ditemukan melalui :
a. Pengenaan sanksi administratif berdasarkan PP 30/1980 tentang disiplin
Pegawai Negeri Sipil dan atau peraturan lain yang berlaku.
b. Pengenaan sanksi TP/TGR (Tuntutan Perbendaharaan/ Tuntutan Ganti Rugi)
untuk instansi pemerintah sesuai ketentuan yang berlaku yang selanjutnya
dituangkan dalam Surat Kesanggupan dari pejabat/ petugas yang
bertanggung jawab.
2) Dewan Komisaris/Pengawas/Direksi BUMN/BUMD dan Bank menyerahkan kasuskasus penyimpangan yang sanksi TP/TGR-nya tidak ditepati kepada kejaksaan
untuk diproses secara perdata;
3) Dewan Komisaris/Pengawas/Direksi BUMN/BUMD dan Bank mengambil langkahlangkah tindak lanjut untuk perbaikan sistem dan prosedur atas penyimpangan
yang ditemukan.
2. Pemantauan Tindak Lanjut.
1) Dewan Komisaris/Pengawas/Direksi
BUMN/BUMD dan Bank memantau
pengenaan sanksi administratif dan pengenaan sanksi TP/TGR (Tuntutan
Perbendaharaan/ Tuntutan Ganti Rugi) dan atau ketentuan lainnya yang berlaku;
2) Dewan Komisaris/Pengawas/Direksi BUMN/BUMD dan Bank melaporkan tindak
lanjut penyelesaian kasus penyimpangan baik melalui pengenaan PP 30/ 1980
maupun TP/TGR dan atau ketentuan lainnya yang berlaku kepada Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Badan pengawasan Keuangan dan

Pembangunan.
B. PENYELESAIAN MELALUI PENYERAHAN KASUS KE INSTANSI PENYIDIK
1. Pelaksanaan Tindak Lanjut
1) Dewan Komisaris/Pengawas/Direksi BUMN/BUMD dan Bank menyerahkan kasus
penyimpangan yang berindikasi Tindak Pidana Korupsi (TPK) dan atau Tindak
Pidana Perbankan (TPP) kepada instansi penyidik dan kasus perdata kepada
kejaksaan sesuai dengan prosedur yang berlaku;
2) Instansi penyidik memproses kasus tindak pidana/perdata secara hukum dengan
prinsip cepat, tepat dan efisien ;
3) Terhadap kasus yang diserahkan ke instansi penyidik yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap, Dewan Komisaris/Pengawas/Direksi BUMN/BUMD dan
Bank mengenakan sanksi administrasi berdasarkan PP30 tahun 1980 dan atau
peraturan lain yang berlaku kepada pegawai yang telah dinyatakan bersalah.
4) Instansi penyidik memberitahukan perkembangan status penanganan kasus
tindak pidana/perdata kepada instansi pelapor secara berkala.
2. Pemantauan Tindak Lanjut.
1) Dewan Komisaris/Pengawas/Direksi BUMN/BUMD dan Perbankan memantau
kasus pidana/perdata yang diserahkan kepada instansi penyidik;
2) Dewan Komisaris/Pengawas/Direksi BUMN/BUMD dan Perbankan melaporkan
kasus tindak pidana/perdata yang diserahkan kepada instansi penyidik disertai
dengan perkembangan penanganannya kepada Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Lampiran 1

DAFTAR PENYIMPANGAN PADA PENGELOLAAN BUMN/BUMD


Daftar Penyimpangan

Hal.

I. SIKLUS PENJUALAN DAN PENERIMAAN UANG


1. Penjualan dilakukan di bawah harga pasar dan metode penyerahan
barang/jasa tidak sesuai dengan kontrak dengan memperoleh imbalan dari
pembeli.

18

2. Kontrak penjualan komoditi secara forward tidak direalisasi pembeli dengan


cara memberi imbalan kepada oknum perusahaan penjual, karena harga
komoditas tersebut turun pada saat kontrak jatuh tempo.

18

3. Uang hasil penjualan dipergunakan untuk kepentingan pribadi yang dilakukan


dengan cara menunda pencatatan penerimaan kas.

18

4. Premi asuransi tidak disetorkan oleh agen yang ditunjuk perusahaan, tetapi
dipergunakan untuk kepentingan pribadi oleh agen yang bersangkutan.

19

5. Petugas gudang melakukan penjualan barang persediaan dan tidak


menyetorkan hasil penjualan ke kas perusahaan yang dilakukan dengan cara
memperbanyak kemasan dan atau menunda pencatatan penerimaan
persediaan barang.

20

6. Hasil penjualan produksi scrap yang masih mempunyai nilai ekonomis tidak
disetor ke kas perusahaan karena sengaja tidak dibukukan

20

7. Penjualan barang dilaporkan sebagai penjualan kepada koperasi dengan


subsidi harga, dengan imbalan tertentu dari pembeli.

21

8. Hasil penjualan dengan kredit ditagih oleh petugas yang tidak berwenang dan
tidak disetorkan ke kas perusahaan.

21

9. Hasil penagihan atas penjualan kredit kategori macet tidak disetorkan ke Kas
perusahaan tetapi dipergunakan untuk kepentingan pribadi.

22

10. Penjualan secara kredit dilakukan tanpa perjanjian dan tanpa jaminan atau
bank garansi dengan imbalan tertentu dari pembeli.

22

11. Pembayaran atas penjualan dicatat di buku kas tetapi uangnya disetor ke
rekening pribadi kasir, pembayaran seolah-olah sudah sudah diterima
perusahaan.

23

12. Penjualan tunai dicatat sebagai penjualan kredit sementara


pembayarannya disetorkan ke rekening pribadi pegawai perusahaan.

hasil

23

13. Pelelangan kendaraan bermotor perusahaan dimenangkan oleh pembeli yang


sudah ditetapkan lebih dulu (diarahkan pemenangnya) sehingga tidak dapat
diperoleh harga yang optimal.

24

Daftar Penyimpangan

Hal.

14. Pembayaran hasil penjualan dari pelanggan tertentu tidak lancar karena tidak
adanya batas waktu pembayaran namun tetap memperoleh pengiriman
barang. Kondisi ini terjadi karena pejabat di Bagian Penjualan mendapat
imbalan dari pelanggan tersebut.

25

15. Penjualan tiket jasa angkutan penumpang tidak disetor ke kas perusahaan
dan dipergunakan untuk kepentingan pribadi oleh petugas penjual tiket.

25

16. Penggunaan uang perusahaan untuk kepentingan pribadi dengan cara


membuat laporan refund (pengembalian) tiket oleh Bagian Akuntansi

26

II. SIKLUS PENGADAAN, PENERIMAAN, PEMBAYARAN BARANG/JASA.


1. Perencanaan pengadaan barang dan jasa oleh fungsi perencanaan tidak
berdasarkan kebutuhan, tetapi berdasarkan pengadaan tahun sebelumnya
ditambah jumlah prosentase tertentu, agar barang yang dibutuhkan pada
tahun sebelumnya tetap diadakan karena perencana memperoleh imbalan
dari rekanan.

26

2. Penyusunan spesifikasi kebutuhan barang dan jasa dirubah oleh Bagian


Pengadaan untuk produk dan rekanan tertentu, yang mengakibatkan
terjadinya mark up (kemahalan harga).

27

3. Harga Perhitungan Sendiri (HPS) pengadaan barang dan jasa disusun hanya
formalitas untuk mendukung Penunjukan langsung yang mengakibatkan
terjadinya kemahalan harga.

27

4. Penyusunan Harga Perhitungan Sendiri (HPS) dilakukan berdasarkan harga


pengadaan tahun sebelumnya ditambah persentase tertentu, dengan tujuan
mengambil kelebihan harga untuk kepentingan pribadi

28

5. Kualifikasi rekanan tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya yaitu jumlah


kekayaan, tenaga ahli, pengalaman kerja, reputasi dan peralatan yang
dicantumkan bukan milik calon rekanan.

28

6. Pengadaan barang dan jasa yang seharusnya melalui pelelangan dilaksanakan


dengan pemilihan langsung/penunjukan langsung dengan menunda-nunda
pelelangan sehingga waktunya terdesak dan membuat alasan pekerjaan
spesifik, mengakibatkan terjadinya kemahalan. Dengan kondisi tersebut
Panitia Pelelangan mendapat fee (imbalan) dari supplier di atas.

29

7. Pelelangan pengadaan barang dan jasa bersifat formalitas yang dilakukan


dengan cara peserta pelelangan merupakan perusahaan pinjaman dan
aanwijzing dilakukan hanya untuk satu rekanan (rekanan lain
menandatangani Berita Acara tanpa menghadiri)

30

8. Pemberian uang muka kerja pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan secara


swakelola tidak sesuai dengan tujuan pengajuannya, mengakibatkan
pekerjaan tersebut mengalami kegagalan dan sebagian uang muka kerja
dipergunakan untuk pribadi.

30

9. Pelaksanaan pekerjaan terbengkalai karena rekanan melarikan diri, akibatnya

31

Daftar Penyimpangan

Hal.

perusahaan mengalami kerugian karena uang muka kerja pelaksanaan


pekerjaan kepada rekanan ternyata tidak didukung jaminan pelaksanaan dan
jaminan uang muka yang sah sebagaimana yang dipersyaratkan dalam
kontrak.
10. Pengadaan barang dan jasa dilakukan melalui perantara (tidak langsung
kepada agen tunggal produk yang dibeli), karena pejabat di Bagian
Pengadaan mendapat imbalan dari perantara tersebut.

31

11. Sebagian atau seluruh pekerjaan/pengadaan barang dan jasa yang telah
diikat dengan kontrak dengan rekanan ternyata dilaksanakan sendiri oleh
karyawan perusahaan dengan harga yang lebih rendah dari nilai kontrak.

32

12. Pekerjaan yang telah diikat kontrak dengan rekanan dilaksanakan sendiri
dengan menggunakan peralatan milik perusahaan dan biaya penggunaan alat
juga dibebankan kepada perusahaan.

32

13. Harga pembebasan lahan lebih tinggi dari harga yang ditetapkan oleh
Pemerintah Daerah setempat dan dibayarkan kepada orang yang tidak berhak
dengan imbalan tertentu.

33

14. Memberi perpanjangan waktu pengadaan barang dan jasa dengan membuat
Berita Acara Penyelesaian Pekerjaan yang tidak benar dengan imbalan
tertentu dari rekanan.

33

15. Penerimaan komisi dan atau discount atas pengadaan barang dan jasa dari
pihak ketiga tidak disetor ke kas Perusahaan

34

III.

SIKLUS PENGGAJIAN DAN KEPEGAWAIAN

1. Perekrutan karyawan perusahaan dilakukan bukan berdasarkan jumlah dan


kualifikasi yang dibutuhkan, di mana oknum panitia perekrutan tersebut
mendapat imbalan dari peserta/calon karyawan.

34

2. Penempatan karyawan pada Struktur Organisasi perusahaan bukan


berdasarkan bidang keahlian yang dimiliki karyawan yang bersangkutan di
mana oknum bagian penempatan menerima imbalan dari pegawai yang
meminta ditempatkan pada bagian tertentu.

35

3. Pembayaran biaya gaji (lembur) lebih tinggi dari seharusnya karena karyawan
yang tidak hadir menitipkan kartu jam pegawainya kepada karyawan lain,
kelebihan gaji/lembur tersebut dibagi di antara karyawan tersebut dan/ atau
dengan pengawas/petugas penjaga mesin pencatat waktu.

36

4. Potongan tunjangan tidak dilakukan kepada karyawan yang datang terlambat


karena menitipkan absen kepada karyawan lain, kelebihan tunjungan tersebut
dibagi di antara karyawan tersebut dan/ atau dengan oknum bagian
pembayaran tunjangan/gaji dan/ atau petugas penjaga mesin pencatat waktu
pegawai.

36

5. Penggunaan karyawan honorer untuk pemeliharaan tanaman perkebunan

37

Daftar Penyimpangan

Hal.

yang sebenarnya pekerjaan tersebut fiktip, selisih biaya pekerjaan


pemeliharaan tanaman dengan gaji karyawan honorer tersebut dikantongi
oleh oknum karyawan bagian pemeliharaan atau pengadaan.
6. Biaya klaim kesehatan terlalu tinggi karena kartu berobat pegawai perusahaan
dimanfaatkan oleh oknum karyawan/pejabat yang tidak berhak mendapat
penggantian biaya pengobatan.

37

7. Pembayaran tunjangan-tunjangan tertentu untuk mantan pejabat yang


pernah bekerja pada perusahaan, dengan alasan tertentu oknum bagian
pembayar gaji/tunjangan tetap membayar tunjangan tersebut dengan
harapan mendapat imbalan dari pejabat tersebut.

38

8. Asuransi jaminan hari tua beberapa pejabat dibuka sekaligus pada beberapa
perusahaan asuransi sehingga biaya asuransi pegawai meningkat melebihi
RKAP dan premi melebihi batasan yang diijinkan Direksi dengan melibatkan
oknum karyawan untuk mendapat komisi dari perusahaan asuransi tersebut.

38

9. Pesangon sebagai hak karyawan yang memasuki masa pensiun


tidak
diberikan sesuai jumlah seharusnya dengan cara membuat perhitungan yang
tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku pada perusahaan dengan
dimanfaatkan oleh oknum karyawan untuk mendapatkan keuntungan pribadi.

39

10. Pesangon yang menjadi hak karyawan yang memasuki masa pensiun
sebagian dipotong oleh oknum karyawan bagian keuangan dengan cara
membuat bukti pembayaran ganda.

39

IV. SIKLUS PERSEDIAAN DAN PENYIMPANAN


1. Kekurangan persedian barang akibat pencurian/ penggelapan yang dilakukan
oleh oknum petugas gudang ditutupi dengan membuat transaksi penjualan
kredit fiktip.

40

2. Pembelian persediaan fiktif dengan cara mencatat penerimaan persediaan


bekas pakai namun kondisinya masih baik sebagai penerimaan pengadaan
persediaan baru.

40

3. Penjualan persediaan oleh oknum karyawan Bagian Persediaan yang


dlaporkan sebagai susut gudang.

41

4. Oknum petugas gudang membuat bukti pengeluaran barang gudang palsu


untuk menutupi ketekoran persediaan karena penjualan yang dilakukannya.

42

5. Penjualan/penggelapan persediaan oleh oknum petugas gudang dengan cara


menitipkan pada truk petugas pengiriman kemudian mengambil di luar lokasi
perusahaan.

42

V. SIKLUS PEROLEHAN MODAL DAN PEMBAYARAN KEMBALI


1. Penjualan kredit secara besar-besaran tanpa memperhitungkan potensi atau
risiko macet dengan tujuan meningkatkan laba perusahaan untuk
memperoleh jasa produksi atau tantiem besar yang dilakukan oleh oknum

43

Daftar Penyimpangan

Hal.

petugas bagian pemasaran atau penjualan.


2. Penerbitan Commercial Paper (CP) untuk memperoleh dana tanpa
persetujuan Dewan Komisaris dan dipergunakan untuk membeli CP dari
perusahaan yang performance-nya kurang baik dengan tujuan memperoleh
discounted lebih besar yang dilakukan oleh oknum bagian keuangan.

44

3. Pelunasan pinjaman dalam jumlah besar yang telah ditetapkan dalam RKAP
tidak segera dibayarkan kepada Bank oleh oknum karyawan bagian keuangan
namun dipergunakan untuk usaha perusahaan yang berisiko tinggi, untuk
mendapat laba yang tinggi namun gagal sehingga pinjaman tersebut menjadi
macet serta perusahaan terkena denda dan beban bunga yang lebih besar.

44

VI. KECURANGAN KEUANGAN LAINNYA


1. Cek untuk setoran PPh Pasal 25 tidak disetorkan ke Kas Negara/Bank Persepi
tetapi diambil dan digunakan untuk kepentingan pribadi oleh petugas
penyetor dengan membuat bukti setoran pajak fiktif.

45

2. Penerimaan bunga hasil penempatan dana pada pihak ketiga tidak disetorkan
ke kas perusahaan dan tidak dicatat sebagai pendapatan tetapi diterima oleh
oknum petugas bagian keuangan.

46

3. Dana hasil emisi saham dan atau penerbitan obligasi yang diterima penjamin
emisi (underwriter) tidak segera disetorkan ke rekening emiten, tetapi oleh
oknum karyawan/pejabat penjamin emisi dipergunakan menempatan Deposit
On Call.

46

4. Pembelian promes yang berpotensi tidak tertagih pada saat jatuh tempo
dilakukan oleh oknum karyawan/ pejabat perusahaan dengan imbalan
tertentu dari penerbit promes.

47

5. Penjaminan promes oleh perusahaan asuransi yang melebihi retensi sendiri


(batas buffer/nilai pertanggungan maksimal yang dapat ditanggung sendiri)
yang dilakukan oleh oknum karyawan/pejabat perusahaan asuransi untuk
mendapatkan komisi, tetapi pada saat jatuh tempo tidak dapat dibayar oleh
penerbit promes

47

6. Penjualan tanah yang dilakukan dengan penyerahan sertifikat Hak Guna


Usaha sebelum pelunasan pembayaran dengan imbalan tertentu yang
mengakibatkan pembeli menjual kembali aktiva tetap (tanah) tersebut kepada
pihak lain.

48

7. Pemanfaatan tanah milik perusahaan yang tidak produktif untuk tujuan


kepentingan pribadi oknum karyawan perusahaan tanpa persetujuan pejabat
yang berwenang.

48

8. Pelaksanaan Tukar Guling (Ruislaag) dilakukan dengan merendahkan nilai


asset milik
perusahaan dan menaikkan nilai asset
pengganti untuk
mendapatkan keuntungan pribadi.

49

Daftar Penyimpangan

Hal.

9. Penjualan aset perusahaan tidak melalui prosedur yang berlaku dan tanpa
persetujuan pejabat yang berwenang untuk keuntungan pribadi oknum
karyawan/pejabat perusahaan yang berkepentingan

49

10. Penjualan aset milik perusahaan dilakukan tidak melalui lelang melainkan
dengan penunjukkan langsung kepada pegawai/ pejabat perusahaan dengan
harga murah melalui manipulasi kondisi barang yang akan dijual.

50

11. Pendaftaran kontainer kosong oleh eksportir sebagai objek pertanggungan


asuransi ekspor yang kemudian dilaporkan hilang dengan tujuan untuk
memperoleh klaim dari perusahaan asuransi yang hasilnya untuk keuntungan
pribadi karyawan/pejabat perusahaan.

50

12. Pendaftaran gedung tua sebagai objek pertanggungan asuransi kerugian


dengan nilai tinggi yang kemudian dibakar untuk memperoleh klaim ganti rugi
untuk keuntungan pribadi karyawan/pejabat perusahaan.

51

13. Mobil perusahaan sebagai korban tabrakan yang didaftar sebagai peserta
asuransi kerugian oleh oknum perusahaan asuransi dan kemudian diajukan
klaim ganti rugi.

52

14. Mendaftarkan orang yang telah meninggal sebagai peserta asuransi jiwa yang
diajukan oleh oknum karyawan/pejabat perusahaan untuk memperoleh klaim
asuransi jiwa akibat kecelakaan.

52

15. Hasil perhitungan nilai kerugian oleh petugas bagian apraisal (penilai) atas
gedung dan atau persediaan yang terbakar dinilai lebih tinggi dari yang
sebenarnya, yang diharapkan oleh oknum pegawai/pejabat perusahaan
mendapat imbalan tertentu dari pihak tertanggung

53

Lampiran 2
DAFTAR PENYIMPANGAN PADA PENGELOLAAN PERBANKAN
Daftar Penyimpangan

Hal

I. Pengelolaan Dana Pihak Ketiga


1. Memberikan kredit pada perusahaan terkait Bank dengan bunga yang
lebih rendah dari bunga deposito yang ditempatkan, dimana sumber
dana penempatan deposito berasal dari kredit yang diperoleh dari
bank tersebut.
2. Memberikan suku bunga deposito diatas suku bunga yang tertera
dalam Bilyet Deposito, yang pada saat jatuh tempo kelebihan bunga
tersebut dibukukan pada biaya lain-lain sehingga mengurangi PPh
untuk Negara.
3. Permintaan dari nasabah untuk memperpanjang deposito jatuh tempo
telah dirubah Teller menjadi deposito baru dengan diketik secara
manual dan datanya tidak dimasukkan ke dalam sistem komputer
serta uangnya diambil oleh Teller.
4. Teller yang merangkap sebagai Customer Service menunda
pembukuan atas setoran yang dilakukan oleh nasabah, dan uang
setoran yang diterima dipergunakan untuk pribadi.
5. Nota kredit dari Bank lain untuk deposito nasabah diubah menjadi
sebagian deposito dan sebagian tabungan dengan cara memalsukan
tanda tangan nasabah, di mana tabungannya dikuasai dan
dimanfaatkan Teller.

54

54

55

55

56

6. Deposito milik pihak terkait pada Bank dicairkan dua kali dengan cara
memanfaatkan rekening suspen-non tunai.

56

7. Mengambil tabungan nasabah tidak aktif dengan cara memalsukan


tandatangan nasabah dan memindahkan ke rekening pegawai bank.

57

8. Rekening giro nasabah yang telah ditutup dimanfaatkan untuk


menarik dana oleh pegawai Bank.

57

II. Penempatan Dana Bank


1. Penempatan dana pada bank di luar negeri yang mempunyai
hubungan istimewa dengan bank, yang pada saat jatuh tempo dana
tersebut sengaja tidak dapat dicairkan sehingga harus ditalangi
dengan dana BLBI.

58

2. Penempatan dana pada bank lain dengan tingkat bunga yang lebih
tinggi dari tingkat bunga pada dokumen, dan selisih bunga ditransfer
ke rekening pejabat Bank.

58

3. Penempatan dana pada cabang Bank di luar negeri yang dipinjamkan


kepada perusahaan milik keluarga pemilik/pengurus Bank di luar
negeri, dipergunakan untuk membeli saham Bank pada saat Bank
melakukan emisi saham, dengan tujuan untuk menaikkan harga
saham.

59

4. Penempatan dana pada perusahaan reksadana yang belum


mendapatkan ijin dari Bapepam, yang pada saat jatuh tempo tidak
dapat ditarik karena perusahaan ditutup.

59

5. Melakukan pinjaman Uang Antar Bank dengan suku bunga melebihi


suku bunga penjaminan pemerintah, yang selanjutnya di rekayasa
menjadi deposito atas nama salah satu direktur Bank Kreditor, dan
pada saat jatuh tempo deposito tersebut dicairkan dengan
menggunakan dana dari program penjaminan pemerintah.

60

6. Melarikan dana ke luar negeri dan menyalurkannya ke perusahan


group yang dilakukan dengan cara membuat perjanjian Investment
Advisory Agreement dibawah tangan dengan Fund Manager di luar
negeri melalui Kustodian yang ditunjuk. Oleh Kustodian, dana yang
disetor hanya sebagian dikirim ke Fund Manager sementara sisanya
disalurkan ke perusahaan group terkait Bank. Penempatan tersebut
kemudian digunakan melakukan transaksi derivatif yang merugikan
Bank.

60

III. Pemberian Kredit


1. Pemberian kredit kepada nasabah tidak disertai dengan pengikatan
jaminan yang memadai, bukti kepemilikan jaminan tidak diserahkan,
dan jaminan telah diagunkan untuk kredit di Bank lain.

61

2. Pemberian fasilitas kredit investasi digunakan untuk membiayai


investasi yang dinaikkan nilainya (mark-up).

61

3. Pemberian fasilitas kredit konstruksi kepada nasabah dengan jaminan


kontrak pekerjaan fiktif yang kemudian menjadi macet.

62

4. Pemberian fasilitas kredit kepada keluarga pejabat Bank dengan


jaminan pejabat Bank yang bersangkutan, yang pada saat kreditnya
macet, oleh pejabat Bank kredit dihapusbukukan.
5. Pemberian fasilitas kredit ekspor pre-shipment kepada eksportir yang
sebagian dipergunakan melunasi hutang /promissory notes, dan hanya
sebagian yang dipergunakan untuk modal kerja ekspor sehingga kredit
menjadi macet.
6. Pemberian fasilitas overdraft kepada nasabah bermasalah tanpa
melalui analisa yang matang sehingga kredit menjadi macet.
7. Pemberian kredit kepada beberapa perusahaan Multi Finance yang
kemudian diterus-pinjamkan ke perusahaan terkait, dengan tujuan
untuk menghindari pelanggaran Batas Maksimum Pemberian Kredit.
8. Pemberian kredit untuk menutupi kekurangan pembayaran untuk

63

63

64
64

spekulasi jual beli valas yang nilainya melebihi margin deposit


nasabah, sehingga kredit menjadi macet.

65

9. Menghindari pelanggaran Batas Minimum Pemberian Kredit dengan


cara
merekayasa pencairan Kredit Usaha Kecil fiktif untuk
kepentingan group terkait Bank.

65

10. Penjualan agunan kredit kepada pihak terkait nasabah dibawah harga
pasar dengan imbalan dari pembeli.

66

11. Penerimaan cicilan pinjaman yang telah dihapus buku tidak disetorkan
pada bank namun digunakan untuk kepentingan pribadi petugas
Bank, yang dilakukan dengan cara tidak memvalidasi bukti setor
debitur (di cap dengan stempel Bank)

66

12. Pelunasan kredit salah satu perusahaan grup terkait kepada Bank lain
dilakukan dengan cara menset-off penempatan dana Bank milik pihak
terkait pada Bank pemberi kredit.

67

IV. Pengelolaan Transaksi Derivatif


1. Membuat transaksi valas (SWAP) dengan pihak terkait Bank, dimana
Bank menjual valas secara forward dengan kurs yang lebih rendah
dari pada kurs spot sehingga Bank mengalami kerugian transaksi
valas.
2. Memberikan fasilitas Forex Line kepada nasabah fiktif untuk transaksi
valas yang dibuat merugikan Bank dan menguntungkan nasabah.
Keuntungan transaksi valas tersebut kemudian dimasukan ke rekening
giro nasabah dan ditarik berangsur-angsur atas nama pihak terkait
Bank.
3. Bank melakukan kontrak Put Option Valuta Asing (hak untuk menjual
valas) dengan suatu perusahaan paper company (jaminan uang), yang
pada saat jatuh tempo Bank tidak dapat menyediakan valas dimaksud
sehingga paper company mencairkan jaminannya. Uang jaminan
tersebut kemudian dimasukan ke rekening perusahaan di luar negeri
atas nama pengurus Bank.
4. Fasilitas diskonto dari Advising Bank kepada eksportir tidak dapat
dikembalikan karena Usance L/C importir tidak dapat dibayar oleh
opening Bank di luar negeri.
5. Menutupi kerugian akibat transaksi derivatif yang telah jatuh tempo
dengan cara menangguhkannya didalam rekening Defferred Account
di Neraca.
6. Membuat transaksi valas dengan perusahaan fiktif (paper company)
untuk membayar kewajiban rediskonto wesel ekspor fiktif kepada
Bank Indonesia yang dilakukan dengan cara mengirim hasil transaksi
valas ke rekening Bank Penerbit L/C di luar negeri, mentransfer
kembali ke rekening eksportir pada Bank, dan selanjutnya digunakan
untuk melunasi rediskonto wesel ekspor fiktif tersebut ke Bank
Indonesia.

67

68

68

69

69

70

V. Kecurangan Bank Lainnya


1. Pendapatan bunga kredit dilaporkan lebih besar dari jumlah
sebenarnya dengan tujuan untuk menaikkan laba dan memperbesar
jasa produksi.
2. Pemotongan PPh Pasal 23 atas bunga tabungan, deposito, dan giro
nasabah tidak dilaporkan dan atau hanya sebagian disetorkan ke
Kantor Kas Negara.
3. Pengalihan kepemilikan saham Bank yang sedang digadaikan kepada
Bank Indonesia (untuk jaminan dana Bantuan Likuiditas Bank
Indonesia) kepada pihak lain.
4. Pembelian tanah dan bangunan oleh Bank dari Perusahaan terkait
yang sebagian diantaranya merupakan transaksi pembelian fiktif
dimana
dana
pembelian
tersebut
menggunakan
dana
pemerintah/masyarakat.
5. Mengeluarkan biaya tenaga kerja asing yang tidak bekerja untuk
Bank tetapi untuk kepentingan perusahaan group terkait Bank, atas
perintah pemilik Bank.
6. Penerbitan Bank Garansi oleh Bank tidak diikuti dengan pembayaran
provisi dan setoran jaminan dengan imbalan tertentu dari nasabah
kepada petugas Bank.
7. Pencairan Bank Garansi oleh perusahaan pemberi kerja yang
dilakukan dengan membuat pekerjaan seolah-olah tidak memenuhi
klausul kontrak berdasarkan kerjasama antara pemberi kerja,
kontrakor dan pegawai Bank penerbit Garansi.

70

71

71

72

72

72

73

Lampiran 3
UPAYA PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KORUPSI
PADA PENGELOLAAN BUMN/BUMD dan PERBANKAN
TIM PENYUSUN
Pengarah

1. Kepala
Badan
Pembangunan ;

Pengawasan

2. Sekretaris Utama BPKP


Narasumber

1.
2.
3.
4.
5.
6.

Sjahrudin Rasul ;
S. Herutomo ;
Pontas R. Siahaan ;
Imran ;
Atjeng Sastrawijaya ;
Joko Susilo

Penanggung jawab

Deputi Kepala BPO Bidang Investigasi


Agus Setiasena

Pembantu Penanggung jawab

: Direktur Investigasi BUMN/BUMD


Eddy Subagdja

Ketua Tim

: Muhammad Yusuf

Anggota

: 1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Tim Perbantuan

: 1.
2.
3.
4.

Tuppal Pakpahan ;
Sueb Cahyadi ;
Hieronymus Saktyo P.;
Daulat Thomson Juarsa ;
Mulyono DP. ;
Adjie Manggomgom ;
Jult Lumban Gaol ;
Irham ;
Wiharto ;
Bram Brahmana ;
Gatot Wibisono ;
I. G. Made Mandita

Keuangan

dan

Anda mungkin juga menyukai