BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
a.Konsep Lansia
2.Batasan Lanjut Usia
Ada beberapa pendapat mengenai batasan umur lanjut usia, mengutip
pernyataan :
a.Organisasi Kesehatan Dunia
Lanjut usia meliputi usia pertengahan yakni kelompok usia 45
sampai 59 tahun, lanjut usia (Elderly) yakni antara usia 60 sampai 74
tahun, usia lanjut tua (Old) yaitu antara usia 75 sampai 90 tahun, dan usia
sangat tua (very old) yaitu usia diatas 90 tahun.
b.Undang undang nomor 13 tahun 1998
Menjelaskan tentang kesejahteraan lanjut usia yang termaktub
dalam BAB I pasal 1 ayat 2 yaitu bahwa lanjut usia adalah seseorang
yang mencapai usia 60 tahun keatas .
c.Koesoemato Setyonegoro
Pengelompokan lanjut usia meliputi:
Usia dewasa muda (elderly adulthood) yaitu usia 18 atau 20-25
tahun, usia dewasa penuh (middle years) atau maturitas yaitu usia 25-60
atau 65 tahun, lanjut usia (geriatric age) yaitu usia lebih dari 65 atau 70
tahun, usia 70 75 tahun (young old), usia 75 80 tahun (old), dan lebih
pendengaran
terjadi
perubahan
hilangnya
kemampuan
daya
pendengaran pada telinga dalam, terutama terhadap bunyi atau suara nada
tinggi.
4)Sistem penglihatan terjadi perubahan hilangnya respon terhadap sinar, kornea
lebih berbentuk sferis, serta hilangnya daya akomodasi.
5)Sistem kardiovaskuler terjadi perubahan elastisitas dinding aorta menurun,
kemampuan jantung memompa darah menurun dan kehilangan elastisitas
pembuluh darah.
6)Sistem respirasi terjadi perubahan pada otot otot pernafasan kehilangan
kekuatan dan menjadi kaku, paru paru kehilangan elastisitas.
7)Sistem Gastrointestinal terjadi perubahan kehilangan gigi, indra pengecap
menurun, rasa lapar menurun, peristaltik lemah dan biasanya timbul
konstipasi.
8)Sistem genitourinaria terjadi perubahan nefron menjadi atrofi, aliran darah ke
ginjal menurun, dan otot otot vesika urinaria lemah.
9)Sistem endokrin terjadi perubahan produksi hampir semua hormon menurun
seperti Adrenokortikotropin hormon (ACTH), Follicle-stimulating hormon
(FSH), Thyroid-stimulsitng hormon (TSH) dan Luteinizing hormon (LH)
( Brunner & Suddarth, 2002).
10)Sistem integumen terjadi perubahan elastisitas sehingga menjadi keriput,
permukaan kulit bersisik dan kasar.
11)Sistem muskuloskeletal terjadi perubahan berupa tulang makin rapuh, terjadi
kifosis, persendian kaku dan atrofi serabut otot.
b.Perubahan perubahan mental meliputi perubahan dalam memori dan
intellegentia quantion (IQ).
c.Perubahan perubahan psikososial meliputi pensiun, merasakan atau sadar
akan kematian, perubahan dalam cara hidup dan sebagainya.
Perubahan yang terjadi pada lansia, dapat menimbulkan berbagai
masalah. Adapun utama pada lansia (Geriatrik Giant) Setianto (2005) yaitu:
hipertensi/darah
tinggi,
mengerasnya
pembuluh
darah,
10
c.Gangguan saraf mandiri pada lanjut usia yang perlu diperhatikan adalah
terjadinya perubahan aliran listrik saraf ke pusat mandiri yang
mengakibatkan tekanan darah rendah (hipotensi) pada posisi tegak,
gangguan-gangguan pengaturan seperti pada pengaturan suhu, gerak
kandung kemih, saluran makanan di leher dan usus besar.
d.Inkontinentia urin yaitu, sering berkemih tanpa disadari oleh lansia.
Inkontinentia akut antara lain disebabkan oleh DRIP (D: delirium,
kesadaran kurang; R: retriksi mobilitas, retensi; I: infeksi, inflamasi,
impaksi
11
tanpa kehilangan kesadaran atau luka dan merupakan salah satu masalah
utama lansia (Reuben, 1996).
f.Penyakit tulang dan patah tulang menjadi salah satu sindroma geriatrik,
dalam arti angka kejadian dan akibatnya pada lansia cukup bermakna. Hal
ini sejalan dengan bertambahnya usia, maka terjadi peningkatan hilangnya
massa tulang deengan kejadian patah tulang berbanding lurus/linier.
Tingkat hilang tulang ini sekitar 0,5-1% per tahun dari berat tulang pada
wanita paska menopause dan pria > 80 tahun. Sepanjang hidup tulang
mengalami
perusakan
(dilaksanakan
oleh
sel-sel
osteoklas)
dan
pembentukan (dilaksanakan oleh sel-sel osteoblas) yang berjalan bersamasama, sehingga tulang dapat membentuk modelnya sesuai dengan
pertumbuhan badan (proses remodelling). Oleh karena itu dapat
dimengerti bahwa proses remodelling ini akan sangat cepat pada usia
remaja (growth sport).
g.Dekubitus dapat terjadi pada setiap umur hal tersebut merupakan masalah
khusus pada lanjut usia dan erat kaitannya dengan imobilitas. Dekubitus
adalah kerusakan atau kematian kulit sampai jaringan dibawahnya, bahkan
menembus otot sampai mengenai tulang, akibat adanya penekanan pada
suatu area secara terus menerus sehingga mengakibatkan gangguan
sirkulasi darah setempat. Seseorang yang tidak imobil atau bisa alih posisi
dapat berbaring berminggu-minggu tanpa terjadi dekubitus karena dapat
12
berganti posisi beberapa kali dalam satu jam. Pergantian posisi ini
walaupun hanya bergeser, sudah cukup untuk mengganti bagian tubuh
yang kontak dengan alas tempat tidur.
b.Faktor faktor yang Mempengaruhi Jatuh pada Lanjut Usia
Kejadian jatuh dapat dipengaruhi oleh beberapa hal seperti usia, jenis kelamin,
penyakit, dan stabilitas badan. Stabilitas badan dapat dipengaruhi oleh beberapa
hal (Darmojo, 2004) yaitu:
1. Sistem Sensorik
Sistem sensorik yang berperan adalah visus (tajam penglihatan),
sedangkan sistem pendengaran yang terkait adalah fungsi vestibuler dan
propioseptif. Semua gangguan atau perubahan pada mata akan menimbulkan
gangguan penglihatan. Begitu juga dengan semua penyakit telinga akan
menimbulkan gangguan pendengaran, misalnya Vertigo tipe perifer sering
terjadi pada lansia yang diduga karena adanya perubahan fungsi vestibuler
akibat proses menua. Neuropati perifer dan penyakit degeneratif leher akan
mengganggu fungsi propioseptif (Tinetti, 1992).
2. Sistem Saraf Pusat (SSP)
Sistem Syaraf Pusat akan memberikan respon motorik untuk
mengantisipasi input sensorik. Penyakit SSP seperti stroke, parkinson, dan
normotensif hidrocephalus sering diderita oleh lansia dan menyebabkan
gangguan fungsi SSP sehingga berespon tidak baik terhadap input sensorik
13
(Tinetti, 1992).
3. Sistem Muskuloskeletal
Faktor ini disebutkan oleh beberapa peneliti merupakan faktor yang
benar-benar murni milik lansia yang berperan besar terhadap terjadinya jatuh.
Gangguan sistem muskuloskeletal menyebabkan gangguan berjalan dan ini
berhubungan dengan proses menua yang fisiologis maupun penyakit tertentu.
Faktor penyebab jatuh pada lansia dapat dibagi dalam 2 golongan besar
(Darmojo, 2004 dikutip dari Kane, 1994), yaitu:
a.Faktor Intrinsik
1)Sistem Saraf Pusat (SSP)
Stroke adalah sindrome klinis yang awal tiimbulnya mendadak,
cepat, berupa defisit neurologis fokal dan atau global yang berlangsung 24
jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian , dan disebabkan
oleh gangguan peredaran darah otak non traumatik (Kapita Selekta
Kedokteran, 2000). Stroke dan Trancient Iskemia Attack (TIA) yang
mengakibatkan hemiparese sering menyebabkan jatuh pada lansia.
Insufisiensi arteri vertebral juga menyebabkan syncope dan jatuh.
Syncope adalah suatu keadaan dimana terdapat kelemahan
menyeluruh pada otot-otot tubuh sehingga tidak mampu memprtahankan
sikap tegak dan disertai hilangnya kesadaran (Buku Ajar Kardiologi,
2000). Syncope dan jatuh pada insufisiensi arteri vertebral terjadi ketika
lansia melihat ke atas dan ke salah satu sisi atau mengambil suatu benda
14
yang lebih tinggi. Kondisi ini cenderung terjadi pada lansia dengan
servikal spondilosis.
Epilepsi adalah gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya
gejala-gejala yang datang dalam serangan berulang-ulang yang disebabkan
lepasnya muatan listrik abnormal sel-sel syaraf otak yang bersifat
reversibel dengan berbagai sebab (Kapita Selekta Kedokteran, 2000).
Epilepsi merupakan kasus yang jarang menyebabkan jatuh pada lansia,
tetapi epilepsi juga merupakan salah satu faktor penyebab jatuh, maka
kemungkinan jatuh akibat epilepsi harus diperhatikan.
Jatuh merupakan hal yang umum pada lansia yang menderita
penyakit parkinson. Penyakit parkinson adalah penyakit neurologis kronis
yang mengenai ganglia basalis akibat penurunan atau tidak adanya
pengiriman dopamin dari substansia nigra ke globus pallidus.
Gejala khas penyakit Parkinson antara lain tremor sewaktu
istirahat (resting tremor), rigiditas, bradikinesia atau kelambanan
pergerakan, instabilitas postural.
Gejala lain yang mungkin ditemukan adalah suara atau cara
berbicara menjadi monoton, volumenya
15
16
mempunyai peluang terjadi gangguan pola tidur. Hasil uji kai kuadrat
dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara demensia
dengan pola tidur pada lansia, dengan nilai p = 0.016. Dengan adanya
gangguan pola tidur pada lansia maka akan berdampak pada kesehatan
lansia yang secara tidak langsung akan mempegaruhi keseimbangan tubuh
pada lansia.
3)Gangguan Sistem Sensorik
Gangguan sistem sensorik bisa mengenai sensori, rasa nyeri, dan
sensasi. Gangguan sernsori dapat berupa katarak, glaukoma, degenerasi
makular, gangguan visus pasca stroke dan retinopati diabetika meningkat
sesuai dengan umur. Entropion, ektropion atau epifora yang menyebabkan
gangguan penglihatan juga meningkatkan insiden jatuh. Walaupun
gangguan penglihatan meningkatkan insiden jatuh tetapi kebutaan tidak
meningkatkan insiden tersebut.
Gangguan sensasi keseimbangan berupa vertigo, sering ditemukan
pada lansia tetapi tidak sering menyebabkan jatuh pada lansia. Vertigo
sering terjadi bersamaan dengan nistagmus. Berdasarkan etiologinya
vertigo dibagi menjadi vertigo tipe perifer dan vertigo tipe sentral.
Vertigo tipe perifer terjadi akibat gangguan pada sistem vestibuler atau
auditorius seperti pada penyakit positional vertigo, labyrintitis dan
Menieres disease. Vertigo tipe sentral dihubungkan dengan gangguan
pada otak, untuk mengetahui vertigo tipe sentral diperlukan CT-Scan
17
18
19
Berjalan dengan ibu jari kaki deviasi ke arah lateral sekitar 5%.
Merupakan adaptasi tubuh agar didapati keseimbangan lateral atau
dicurigai adanya kelemahan pada otot panggul yang bertugas
melakukan rotasi interna
20
langkah pendek.
f. Sedikit adanya rigiditas pada anggota gerak, terutama anggota gerak
atas lebih dari anggota gerak bawah. Rigiditas akan hilang apabila
tubuh bergerak.
g.
j.
berjalan yang terjadi akibat proses menua dapat disebabkan oleh beberapa
hal yaitu kekakuan jaringan penghubung, berkurangnya massa otot,
perlambatan konduksi saraf, penurunan visus atau lapang pandang,
kerusakan propioseptif. Disamping itu
21
reaksi
mengakibatkan
lansia
susah
atau
terlambat
mengakibatkan
kaki
memanjang.
Pasien
harus
22
23
keseimbangan
berdiri
akan
terganggu
sehingga
dapat
24
25
kelelahan atau terpapar bahaya yang lebih banyak. Jatuh juga sering
terjadi pada lansia yang immobile (jarang bergerak) ketika tiba-tiba ingin
pindah tempat atau mengambil sesuatu tanpa pertolongan.
3Obat-obatan
Obat merupakan zat kimia yang dikonsumsi oleh tubuh. Kelompok
dewasa berusia diatas 65 tahun merupakan pengguna obat-obatan yang
terbanyak, terhitung hampir 40 % dari semua obat yang diresepkan
(Perry&Potter, 2001 dikutip dari Hosstel, 1992). Obat-obatan juga
meningkatkan insiden jatuh terutama obat-obatan yang menyebabkan
somnolen (obat hipnotik), postural hypotension (diuretik, nitrat, obat
antihipertensi dan antidepresan trisiklik) dan kebingungan (simetidine dan
digitalis). Adapun efek samping obat anti hipertensi antara lain adalah
vertigo dan sakit kepala (Katzung, 1994).
Kadar obat dalam serum tidak stabil karena perubahan
farmakokinetik
akibat
proses
menua
dan
penyakit
juga
sering
26
C.Kerangka Teori
Geriatrik Giant
Lansia
Gangguan Otak Besar
Gangguan Syaraf Mandiri
Bingung ( konfius )
Perubahan fisik,
mental dan sosial
Inkontinensia
Jatuh
Dekubitus
Obat-obatan yang
diminum
Aktifitas
27
D.Kerangka Konsep
Variabel bebas
Variabel terikat
Gangguan gaya berjalan
Demensia
Lingkungan
Obat-obatan
E.Variabel Penelitian
1.Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat
dari variabel bebas (Alimul, 2003). Variabel terikat yang akan diteliti adalah
kejadian jatuh pada lansia.
2.Variabel bebas adalah variabel yang menjadi sebab timbulnya atau
berubahnya variabel terikat (Sugiyono, 2003). Variabel bebas yang akan
diteliti yaitu gangguan gaya berjalan, demensia, lingkungan, dan obat-obatan.
28
F.Hipotesa
Adapun hipotesis penelitian yang diambil dalam penelitian ini adalah :
1.Ada hubungan ganguan gaya berjalan dengan kejadian jatuh pada lansia.
2.Ada hubungan demensia dengan kejadian jatuh pada lansia.
3.Ada hubungan lingkungan dengan kejadian jatuh pada lansia.
4.Ada hubungan obat - obatan dengan kejadian jatuh pada lansia.