Bell's Palsy adalah penyakit yang menyerang saraf wajah sehingga menyebabkan
kelumpuhan otot pada salah satu sisi wajah. Terjadi disfungsi syaraf facialis yang
berkaitan dengan motorik wajah. Nama penyakit ini diambil dari nama Sir Charles
Bell, dokter ahli bedah dari Skotlandia yang pertama menemukan dan
mempresentasikan di Royal Society of London pada tahun 1829. Ia menghubungkan
kasus tersebut dengan kelainan pada syaraf wajah. Meski namanya unik, penyakit
ini akan mengganggu secara estetika ataupun fungsi wajah. Jika tidak ditangani
maka akan terjadi kecacatan dengan muka miring atau penyok.
Gejala dan Komplikasi
Tanda-tanda Bell's Palsy adalah terjadi asimetri pada wajah, rasa baal/kebas di
wajah, air mata tidak dapat dikontrol dan sudut mata turun. Selain itu, terjadi
kehilangan reflex konjungtiva sehingga tidak dapat menutup mata, rasa sakit pada
telinga terutama di bawah telinga, tidak tahan suara keras pada sisi yang terkena,
sudut mulut turun,sulit untuk berbicara,air menetes saat minum atau setelah
membersihkan gigi, dan kehilangan rasa di bagian depan lidah.
Pada kasus yang ringan proses penyembuhan lebih cepat, sedangkan pada kasus
yang lebih berat dapat menyebabkan kerusakan permanen serabut saraf.
Pasien Bell's Palsy yang sudah parah akan mengalami perubahan bentuk wajah
menjadi penyok, bicara tidak jelas, fungsi lidah terganggu terutama saat
mengucapkan huruf konsonan.
Apa Penyebabnya?
Kerusakan saraf facialis merupakan penyebab Bells Palsy. Kerusakan ini tidak
diketahui dengan pasti mengapa, tetapi para ahli meyakini infeksi virus Herpes
simplek sebagai penyebab utamanya, sehingga terjadi proses radang dan
pembengkaan saraf. Selain itu, disebutkan juga virus Herpes zoster yang sering
menyerang wajah tanpa disertai gejala yang jelas, dan virus Epstein-Barr.
Gangguan otot wajah dapat pula disebabkan oleh serangan stroke, infeksi, sakit
getah bening dan tumor.
Juga disebutkan penyebab Bell's Palsy karena angin dingin yang masuk ke dalam
tengkorak, yang membuat syaraf di sekitar wajah sembab lalu membesar.
Bell's Palsy sering pula terjadi pada seseorang dengan sistem kekebalan yang
menurun seperti hamil, mengidap diabetes atau sedang mengalami infeksi. Juga
mereka yang mempunyai keluarga dengan riwayat pernah mengalami serangan
penyakit ini. Dalam kasus ini kemungkinan faktor genetik ikut berperan.
1. Electromyography (EMG)
Pemeriksaan ini mengukur kegiatan listrik otot sewaktu merespon rangsangan yang
dilakukan terhadapnya dan dapat menunjukkan seberapa banyak kerusakan saraf
yang terjadi, serta dapat memastikan separah mana penyakit tersebut.
2. Imaging scans
Sebuah pemeriksaan dengan sinar rongen (X-ray), magnetic resonance imaging
( MRI ), atau computerized tomography (CT ) yang lebih dapat memastikan
penyebab gangguan syaraf itu, bukan karena infeksi, tumor atau kerusakan tulang
pada wajah.
Bagaimana Terapinya?
Evaluasi
Evaluasi terhadap derajat kerusakan saraf dapat dilakukan setelah melewati fase
akut dengan menggunakan pemeriksaan EMG pada minggu kedua dengan
memeriksa reflex kedip (blink reflex), sehingga dapat untuk memprediksi prognosa
penyakit.
Umumnya penderita Bell's Palsy dapat pulih ke kondisi semula dengan ataupun
tanpa pengobatan khusus. Namun dokter akan memberikan saran obat atau
pengobatan fisik yang dapat membantu mempercepat proses penyembuhan. Jarang
dilakukan pembedahan pada Bell's Palsy.
Latihan Wajah
Latihan dilakukan minimal 2 3 kali sehari.
Kualitas latihan lebih utama daripada kuantitasnya, untuk itu lakukan sebaik
mungkin.
Pada fase akut dapat dimulai dengan kompres hangat dan pemijatan pada wajah
untuk meningkatkan aliran darah pada otot-otot wajah.
- Tersenyum
- Mencucurkan mulut kemudian bersiul
- Mengatupkan bibir
- Mengerutkan hidung
- Mengerutkan dahi
- Menarik sudut mulut secara manual dengan telunjuk dan ibu jari
- Mengangkat alis secara manual dengan keempat jari panjang (selain ibu jari)
- Menutup mata.