All Kaka Baru
All Kaka Baru
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Leukimia merupakan penyakit neoplastik yang ditandai oleh proliferasi
abnormal dari sel- sel hematopoietik. Limfosit yang imatur dapat menyebabkan
terganggunya
perkembangan
sel
normal
dikarenakan
limfosit
tersebut
berproliferasi dalam sumsum tulang dan jaringan perifer. Bukan itu saja akibatnya
bisa sampai terjadi penurunan jumlah leukosit, sel darah merah dan trombosit
karena hematopoesis normal terhambat.
Karena hal- hal tersebut akibatnya akan membuat anak terganggu dalam
proses tumbuh kembangnya karena dia harus menjaga kondisi tubuhnya. Selama
dalam proses perawatan dirumah sakit tidak menutup kemungkinan adanya
dampak hospitalisasi pada anak tersebut karena dia harus mendapatkan beberapa
terapi utama yaitu kemoterapi, radiasi daerah kraniospinal dan injeksi intratekal.
B. INSIDENSI
Biasanya penyakit ini dialami oleh anak- anak, insidensi yang tersering
menyerang anak- anak pada usia 4 tahun dan sesudah 15 tahun jarang ditemukan,
terutama pada anak laki- laki dari pada perempuan. Namun tidak menutup
kemungkinan anak pertempuan mengalami penyakit ini karena penyakit ini bisa
disebabkan karena faktor genetik, atau patogenesis virus. Sampai saat ini terapi
penyakit ALL telah mengalami kemajuan, sekitar 60 % anak- anak mencapai
ketahanan hidup sampai 5 tahun.
C. TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan umum.
Setelah menyelesaikan tugas pembuatan asuhan keperawatan pada pasien
dengan ALL, diharapkan penulis memahami tentang ALL.
2. Tujuan khusus
Setelah menyelesaikan tugas asuhan keperawatan pada pasien dengan ALL,
penulis mampu :
a. Mengetahui definisi ALL
b. Mengetahui etiologi dari ALL.
c. Mengetahui manifestasi klinis dari ALL.
d. Mengetahui dasar pengkajian dari ALL.
e. Mengetahui cara penanganan anak dengan ALL.
D. SISTEMATIKA PENULISAN.
Penulisan laporan ini terbagi dalam lima bab dengan urutan sebagai berikut :
BAB I
: PENDAHULUAN
Yang meliputi latar belakang masalah, insidensi, tujuan
penulisan dan sistematika penulisan.
BAB II
: TINJAUAN TEORI
Meliputi konsep dasar, etiologi, manifestasi klinis, diagnosa,
dilengkapi dengan pathways.
BAB III
: TINJAUAN KASUS
Yang terdiri dari pengkajian, diagnosa, perencanaan,
implementasi dan evaluasi.
BAB IV
: PEMBAHASAN
Berisi analisa masalah, masalah yang ditemukan antara teori
dengan kasus yang ada.
BAB V
: PENUTUP
Meliputi kesimpulan dan saran terhadap masalah dan
pemecahan masalah pada pasien dengan ALL.
BAB II
TINJAUAN TEORI
AKUT LIMFOBLASTIK LEUKEMIA (ALL)
A. PENGERTIAN
Leukemia adalah penyakit neoplastik yang ditandai oleh proliferasi abnormal
dari sel-sel hematopoietik. Klasifikasi akut atau kronik adalah sesuai dengan jenis
sel yang terlibat dan kematangan sel tersebut. Klasifikasi yang cermat adalah vital
karena modalitas pengobatan dan prognosisnya sangat berbeda.
Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) adalah suatu keganasan sel limfosit,
berupa proliferasi patologis sel sel hematopoietik muda ditanndai dengan
kegagalan sumsum tulang memproduksi sel darah (I Hartantyo, 1997).
Klasifikasi menurut The French American British
(FAB) adalah
klasifikasi morfologis yang didasarkan pada diferensial sel dan pematangan sel
sel leukemia premodinan di dalam sumsum tulang, disamping itu juga didasarkan
pada penelitian sitokimiawi.
L-1 : Leukimia limfositik akut masa kanak-kanak populasi sel homogen
L-2 : Leukimia limfositik akut tampak pada orang-orang dewasa populasi sel
heterogen.
L-3 : Limfoma Burkitt-tipe leukimia; sel-sel besar, populasi sel homogen. ( Price,
Wilson, 1992 )
Leukemia, kanker jaringan pembuluh darah merupakan kanker jaringan yang
paling sering terjadi pada anak anak, lebih banyak terjadi pada laki-laki dari
pada perempuan diatas 1 tahun dan puncaknya adalah 2 6 tahun. Sebelum
adanya pemakaian zat antileukemia pada tahun 1948, anak dengan ALL hidup
hanya 2 3 bulan. Angka kelangsungan hidup pada 5 tahun terakhir dengan ALL
meningkat 60 % pada beberapa pusat penelitian dan mayoritas dari mereka dapat
disembuhkan (Whaley, Wong, 1990).
B. ETIOLOGI
Walaupun penyebab dasar leukemia tidak diketahui, pengaruh genetik
maupun faktor faktor lingkungan kelihatannya memainkan peranan, jarang
ditemukan leukemia familial, tetapi terdapat insidens leukemia lebih tinggi dari
saudara kandung anak anak yang terserang, dengan insiden yang meningkat
sampai 20 % pada kembar monozigot (identik). Individu kromosom 21, seperti
Syndrom Down mempunyai indeks leukemia akut dua puluh kali lipat. Faktor
faktor lingkungan berupa kontak dengan radiasi ionasi disertai manifestasi
leukemia yang timbul bertahun-tahun kemudian. Zat zat kimia misalnya banzen,
arsen, khloramfenikol, fenibutazon dan antineoplastik, dikaitkan dengan frekuensi
yang meningkat pada penderita yang diobati baik dengan radiasi atau kemotrapi.
Setiap keadaan sumsum tulang hipoplastik merupakan predisposisi terhadap
leukemia. (Price, Wilson, 1992).
C. PATOFISIOLOGI
Leukemia adalah jenis gangguan pada sistem hematopoietik yang total dan
terkait dengan sumsum tulang dan pembuluh limfe ditandai dengan tidak
terkendalinya proliferasi dari leukemia dan prosedurnya.
Sejumlah besar sel pertama menggumpal pada tempat asalnya (granulosit
dalam sumsum tulang, lifosit di dalam limfe node) dan menyebar ke organ
hematopietik dan berlanjut ke organ yang lebih besar (Splenomegali;
Hematomegali). Proliferasi dari satu jenis sel sering mengganggu produksi
normal sel hematopietik lainnya dan mengarah ke pengembangan/ pembelahan sel
yang cepat dan ke sitopenias (penurunan jumlah). Pembelahan dari sel darah putih
mengakibatkan
menurunya
immunucompetence
dengan
meningkatnya
Stuktur antigen manusia terbentuk oleh struktur antigen dari berbagai alat tubuh
terutama kulit dan selaput lendir yang terletak dipermukaan tubuh. Istilah HL A
(Human Leucocyte Lotus A) antigen terhadap jaringan telah ditetapkan (WHO).
Sistem HL A individu ini diturunkan menurut hukum genetika, sehingga adanya
peranan faktor ras dan keluarga dalam etiologi leukemia tidak dapat diabaikan
(Ngastiyah, 1997).
Penurunan produksi sel- sel darah merah menyebabkam anemia. Pucat terjadi
karena umumnya diakibatkan oleh berkurangnya volume darah, berkurangnya
hemoglobin dan vasokontriksi untuk memperbesar pengiriman oksigen ke organ
vital neutropenia menyatakan penurunan jumlah absolut netrofil. Karena peranan
netrofil adalah untuk pertahanan hospes, maka akan mempengaruhi individu
terhadap infeksi. Dan kurangnya pemeliharaan pada endhotelial dari pembuluh
pembuluh darah menyebabkan perdarahan kecil dan petekia pada jaringan
kutaneus. Perlu dicurigai adanya perdarahan besar pada paru- paru, saluran
pencernaan dan sistem syaraf sentral, kemungkinan besar terjadi pada arackhnoid
dan kemudian terjadi peningkatan tekanan intra kranial dan tanda- tanda
meningitis seperti ; sakit kepala, lethargi, muntah dan edema pupil. (Gede
Yasmin, 1993).
D. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis yang paling fatal adalah infeksi yang ditandai dengan
demam, menggigil, radang dan lemah. Sering timbul perdarahan (kulit, gingival
atau visera), karena trombositopenia nafsu makan berkurang, berat badan
menurun, keletihan dan pucat (anemia). Karena meningeal terkena maka timbul
sakit kepala, gangguan pengelihatan, mual dan muntah. Terdapat hepato
splenomegali, nyeri tekan pada abdomen, anoreksia : limfadenopati dan mungkin
teraba massa neoplastik (Jan T, 1999).
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Darah tepi, gejala yang terlihat pada darah tepi berdasarkan pada
kelainan sumsum tulang berupa adanya pansitopenia, limfositosis yang
kadang- kadang menyebabkan gambaran darah tepi monoton dan
terdapat sel blas. Terdapatnya sel blas dalam darah tepi merupakan
gejala patognomik untuk leukimia.
b. Kimia darah, kolesterol mungkin rendah, asam urat dapat meningkat,
hipogamaglobinemia.
c. Sumsum tulang dari pemeriksaan sumsum akan ditemukan gambaran
yang monoton,yaitu hanya trdiri dari sel limfopoetik, patologis
sedangkan sistem lain terdesak (aplasia skunder).
2.
Cairan cerebrospinal
Bila terdapat peninggian jumlah sel patologis dan protein, berarti suatu
leukimia menigeal. Kelinan ini dapat terjadi setiap saat pada
perjalanan penyakit baik dalam keadaan remisi maupun kambuh.
Untuk mencegahnya di berikan MTX secara intratecal secara rutin
pada setiap pasien baru atauy pasien yang menunjukan tanda tanda
tekanan intrakranial meninggi.
Freud termasuk dalam fase falic (usia 3 - 6 tahun) yaitu genital sebagai pusat
kesenangan.
2. Anak mengenal perbedaan sex laki-laki dan perempuan serta anak ingin tahu
tentang perbedaan tersebut. Pada fase ini terjadi Oedipus kompleks dan
Elektra kompleks.
3. Perkembangan Psikososial menurut Erikson
Termasuk dalam fase inisiatif/ membangun (usia 3 - 6 tahun). Fase
inisiatif cenderung pada fase falic yang ditandai oleh perilaku yang memaksa
dan penuh semangat, berani berusaha dan imaginasi yang kuat. Anak
mengeksplorasi lingkungan dengan semua kekuatannya. Anak kadangkadang melakukan kegiatan yang bertentangan dengan orang tua atau orang
lain dan membuatnya merasakan kegiatan atau imaginasinya yang buruk
sebagai sesuatu sisi yang membangun.
4. Perkembangan Interpersonal menurut Sullivian
Anak usia 4 sampai 5 tahun berada pada perilaku sosial yaitu perilaku
berhubungan dengan tetangga dan mulai mengenal sekolah. Berkembang rasa
dengki atau permusuhan. Pada akhir masa pra sekolah anak menjadi sosial,
saling bersaing dan kerjasama. Anak juga belajar mengawasi tingkah laku
pribadi dengan kontrol lingkungan sekitarnya.
5. Perkembangan Kognitif menurut Piaget
Termasuk dalam fase preoperasional (usia 2 - 7 tahun). Karekteristik
yang menonjol adalah egosentris, dimana anak mementingkan dirinya sendiri
atau segala sesuatu berpusat pada dirinya. Anak tidak mampu menempatkan
dirinya pada posisi orang lain. Anak berpikir secara kongkret dan nyata.
6. Perkembangan Moral menurut Konlberg
Termasuk dalam fase prekonvensional (usia 3 sampai 6 tahun) yang
sejajar dengan fase prekonsepsual dari perkembangan kognitif dan pemikiran.
Anak diorientasikan pada kebudayaan untuk mengenali baik/ buruk, benar/
salah, hal ini ditanamkan pada anak melalui kegiatan anak yang
menyenangkannya dan pada benda- benda nyata.
STRATEGI PENGURANGAN EFEK HOSPITALISASI PADA USIA PRA
SEKOLAH
Untuk mengurangi efek hospitalisasi pada anak usia pra sekolah, bisa dilakukan
dengan cara :
1. Partisipasi orang tua dan Rooming in
2. Memberikan permainan yang disukai
Faktor resiko meningkatnya stress hospitalisasi pada anak, antara lain :
1. Temperamen sulit
2. Ketidak cocokan antara anak dan orang tua
3. Usia, khususnya 6 bulan sampai 6 tahun
4. Jenis kelamin laki laki
5. Tingkat kecerdasaan (intelegensi) rata-rata ke bawah
6. Stress yang multiple dan terus menerus, contoh frekuensi hospitalisasi.
INTERVENSI KEPERAWATAN
1.Resiko infeksi berhubungan dengan menurunnya system
pertahanan tubuh
Tujuan
- Anak tidak akan mengalami gejala- gejala infeksi
Kriteria hasil
- Tidak terjadi infeksi.
- Tidak ada gejala infeksi.
Intervensi
- Gunakan teknik aseptik untuk seluruh prosedur infasif
- Monitor tanda- tanda vital
Nutrisi
kurang
dari
kebutuhan
berhubungan
dengan
Gangguan rasa nyaman : rasa sakit/ nyeri pada tulangtulang dan daerah abdomen berhubungan dengan peningkatan
jumlah leukosit
Tujuan
Rasa nyaman dapat ditingkatkan
Kriteria hasil
- Pasien dapat mentolelir rasa nyeri
- Ekspresi wajah rileks
Intervensi
- Kaji tingkat rasa sakit, lokasi, lamanya dan penjalarannya
- Ajarkan pasian teknik relaksasi
- Tingkatkan rasa nyaman dengan memberikan rasa nyaman dan
menciptakan lingkungan yang nyaman bagi pasien
- Kerjasama dengan tim kesehatan lain untuk pemberian obat analgetik
4.
Risiko
terjadi
hipovolemia
berhubungan
dengan
Kriteria hasil
-
Perdarahan
mudah
berhenti
setelah
dilakukan
penusukan
Intervensi
-
Berikan
tekanan
halus
pada
daerah
penusukan
5.
Kecemasan
pemahaman
tentang
berhubungan
perjalanan
dengan
penyakit
kurangnya
dan
program
dan
pengobatan
pengobatan
Tujuan
-
Pengetahuan
tentang
penyakit
meningkat
Kriteria hasil
-
Intervensi
-
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian
Pengkajian dilakukan tanggal 7 Oktober 2004 jam 17.00 WIB pada anak S
usia 4 tahun dengan alamat Sendangharjo RT 01 RW 12 Karang RayungGrobogan. Masuk rumah sakit tanggal 27 Oktober 2004 jam 13. 17 WIB, nomor
register 747279 dengan diagnosa medis ALL. Anak S dating kerumah sakit diantar
oleh keluarga (ibu) nama Ny. S, umur 38 tahun, pekerjaan petani, ia yang
bertanggung jawab terhadap anak S selama dalam perawatan dan pengobatan
dirumah sakit.
Pasien masuk rumah sakit dengan keluhan utama badan panas. Anak S dulu
sudah pernah dirawat di RSUP Dr. Kariadi Semarang pada bulan Agustus 2004
dengan diagnosa ALL dan telah mendapatkan terapi Sitostaika sebanyak 4 kali.
Saat pengkajan didapatkan data, ibu pasien mengatakan badan panas.
Didapatkan data pasien terpasang infus Dextrose 5 % di tangan kanan, pada jam
17.00 WIB di dapatkan data suhu tubuh 390 C (diukur melalui rectal); anak rewel,
nafsu makan baik, akivitas ditempat tidur baik namun anak tidak mau memakai
selimut karena merasa tubuhnya panas.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan data konjungtiva tidak anemis, sclera tidak
ikterik reflek terhadap cahaya baik. Tidak dijumpai nafas cuping hidung, tidak ada
epistaksis. Telinga bersih tidak ada serumen maupun cairan yang keluar melalu
telinga, mulut / bibir tidak sianosis, tidak ada perdarahan gusi, lidah bersih, gigi
susu bagian atas banyak yang tanggal, pada leher tidak ada pembesaran kelenjar
limfe dan kelenjar tiroid. Dada tdak dtemukan kelainan, suara bising dan gallop
tidak ada. Abdomen cembung, hepar kenyal, rata dan tajam.
Pada ekstrimitas, tangan kanan terpasang infus Dextrose 5 %, kelemahan otot
tidak ada, tidak ada akral dingin.
Hasil dari pemeriksaan laboratorium pada tanggal 27 Oktober 2004. Hb : 13,
3 gr/dl, Ht : 41,6 %, Leukosit : 12.500/ul, trombosit : 11.000/ul. Pasien
mndapatkan terapi berupa infus Dextrose 5% dengan tetesan 480/ 20/ 5 tts/menit
yang didalamnya mengandung NaCl 15 cc dan KCL 12 cc, injeksi cefotaxim 3x
300mg/ iv, Gentamicyn 2x 25 mg/ iv. Peroral : vitamin B complek 3x 1 tab,
vitamin C 3x 1 tab. Untuk diitnya 3x 1 nasi lunak, 3x 200 cc susu, 1 x buah.
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Data yang didapatkan adalah suhu tubuh 39 0C diukur melalui rectal, terpasang
infus di lengan kanan dan tidak ada tanda tanda infeksi pada daerah yang
terpasang infuse, namun hasil laboratorium menunjukkan jumlah leukosit
12.500/ul.
Diagnosa keperawatan yang diangkat adalah Infeksi berhubungan dengan
menurunnya system pertahanan tubuh. Tujuan yang diharapkan adalah infeksi
dapat diatasi dan tidak menyebar. Dan kriteria hasilnya ; tidak terjadi infeksi,
infeksi tidak menyebar.
Intervensinya yaiu : Gunakan teknik aseptik untuk seluruh prosedur infasif,
monitor tanda- tanda vital, beri waktu yang sesuai antara aktivitas dan istirahat,
monitor penurunan jumlah leukosit yang menunjukan anak mudah terinfeksi dan
kolaborasi pemberian anti biotic. Hasil dari implementasi atau perkembangan
yang didapatkan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam
panas tubuh turun menjadi 37,5 0C setelah diperiksa suhu tubuhnya, jadi masalah
teratasi sebagian dan planingnya yaitu tetap melanjtkan intervensi.
2. Data yang didapatkan adalah anak terkadang rewel, ingin selalu dekat dengan
ibunya selalu gelisah. Dari data tersebut dapat diambil diagnosa keperawatan
yaitu gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan imunosupresi sumsum
tulang sekunder terhadap prolifrasi sel darah putih imatur karena kemoterapi.
Tujuan yang diharapkan adalah rasa nyaman dapat ditingkatkan dengan kriteria
hasil : pasien dapat mentolelir rasa nyeri, ekspresi wajah rileks
Intervensi yang dapat dilakuakan adalah : Kaji tingkat rasa sakit, lokasi,
lamanya
dan
penjalarannya,
ajarkan
pasian
teknik
relaksasi
dengan
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, L.J. 1995. Nursing Care Plans & Documentation, Nursing Diagnoses
and Collaborative Problem. Alih bahasa : Monica Ester,
Setiawan. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta : EGC.
Doenges Marilynn, E, Moorehouse, M.F, Geissler, A.C. 1993. Nursing Care Plans,
Guidelines for Planning and Documenting Patient Care.
Edisi 3. Alih bahasa : I Made Kariasa, Ni Made Sumarwati.
Penerbit Buku Jedokteran. Jakarta : EGC.
I Hartantyo, dkk. 1997. Pedoman Pelayanan Medik Anak. Edisi 2. Bagian Ilmu
Kesehatan Anak. FK Universitas Diponegoro.
Long Barbara, C. 1993. Essential Of Medical Surgical Nursing, A Nursing Process
Approach. Alih bahasa : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan
Keperawatan.
Penerbitan
Yayasan
IAPK.
Padjajaran
Bandung.
Wong, D.L & Whaley, L.F. 1999. Clinical Manual of Pediatric Nursing. St Louis.
The Mosby Company.
BAB IV
PEMBAHASAN
Dalam pembahasan ini penulis akan menguraikan asuhan keperawatan pada
An. S berdasarkan diagnosa keperawatan yang ditegakan dengan diagnosa medis
ALL (Akut Limfoblastik Leukemia) di IRNA C1LII RS Dr Kariadi Semarang, dengan
menggunakan metode pendekatan proses keperawatan yang mempunyai 5 (lima)
tahapan proses keperawatan, yaitu : pengkajian, perumusan diagnosa, perencanaan,
implementasi dan evaluasi.
Penulis akan mengulas pembahasan dari kasus yang telah diuraikan pada
tinjauan kasus yang telah dihubungkan dengan teori pada tahap proses keperawatan.
1. Diagnosa keperawatan yang diangkat adalah Infeksi berhubungan dengan
menurunnya system pertahanan tubuh. Infeksi dapat terjadi karena penurunan
imunitas yang terjadi akibat neotropenia, sehingga perlu berhati- hati dalam
melakukan tindakan atau posedur invasife.
Tujuan yang diharapkan adalah anak tidak akan mengalami infeksi yang lebih
luas.
Kriteria hasilnya ; infeksi dapat diatasi, tidak terjadi penyebaran infeksi.
Intervensinya yaiu : Gunakan teknik aseptik untuk seluruh prosedur infasif,
monitor tanda- tanda vital, beri waktu yang sesuai antara aktivitas dan istirahat,
monitor penurunan jumlah leukosit yang menunjukan anak mudah terinfeksi
dan kolaborasi pemberian anti biotic.
Rasional : dengan tetap menggunakan teknik aseptic setiap melakukan
tindakan atau prosedur dapat mengurangi terjadinya infeksi.
2. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan imunosupresi sumsum
tulang sekunder terhadap prolifrasi sel darah putih imatur karena kemoterapi.
Pada umumnya setiap anak merasakan tidak nyaman pada tubuhnya dia akan
selalu rewel dan menangis karena ia tidak terbiasa dengan keadaan yang tidak
nyaman.
Tujuan yang diharapkan adalah rasa nyaman dapat ditingkatkan.
kriteria hasil : pasien dapat mentolelir rasa nyeri, ekspresi wajah rileks
Intervensi yang dapat dilakuakan adalah : Kaji tingkat rasa sakit, lokasi,
lamanya dan penjalarannya, ajarkan pasian teknik relaksasi dengan
membacakan cerita dongeng, tingkatkan rasa nyaman dengan memberikan rasa
nyaman dan menciptakan lingkungan yang nyaman bagi pasien dan kerjasama
dengan tim kesehatan lain untuk pemberian obat analgetik.
Rasional : dengan mendongengkan di harapkan anak merasa asyik menikmati
cerita sehingga ia sedikit lupa dengan rasa nyeri yang dialami serta dengan
dibantu pemberian analgetik akan mengurangi rasa nyeri.
3. Kurangnya pengetahuan orang tua tentang penyakit dan pengobatan
berhubungan dengan kurangnya informasi
Kecemasan atau axsietas adalah rasa khawatir, takut yang tidak jelas sebabnya.
Pengaruh kecemasan merupakan masalah penting dalam perkembangan
kepribadian. Kecemasan merupakan kekuatan yang besar dalam menggerakan
tingkah laku normal atau menyimpang, yang terganggu, kedua-duanya
merupakan pernyataan, penampilan, penjelmaan dari pertahanan terhadap
kecemasan.
Tujuan : pengetahuan tentang penyakit dan pengobatan meningkat.
Kriteria hasil : orang tua dapat memahami tentang penyakit, kooperatif dalam
program pengobatan.
Intervensi : pertegas penjelasan dari dokter tentang prosedur pengobatan.
Rasional : untuk mengklarifikasi informasi, mengevaluasi pengertian, intruksi
kepada orang tua untuk membantu selama prosedur pengobatan.
Disusun oleh :
Kunnika Mujhana
NIM. 1.1.20277
2004
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam asuhan keperawatan pasien dengan Akut Limfoblastik Leukemia
banyak sekali permasalahan yang muncul, namun demikian dari beberapa
diagnosa yang mungkin muncul pada kasus An. S penulis hanya mengangkat
beberapa diagnosa.
Tindakan keperawatan yang telah dilakukan selama pengelolaan An. S
adalah menjaga kebersihan baik pasien maupun lingkungan sekitarnya, perawatan
balutan infus, pengobatan, pemberian diit TKTP dan memberikan pendidikan
kesehatan tumbuh kembang anak secara normal sesuai usia, adapun beberapa
rencana intervensi yang belum terprogram dan belum dapat dilaksanakan
diantaranya pemeriksaan laboratorium darah lengkap secara berkala untuk
mengetahui tingkat perkembangan penyakit, pengukuran antropometri secara
lengkap untuk mendukung munculnya masalah perubahan nutrisi, serta isolasi
penderita untuk meminimalkan penyebaran infeksi maupun bahan-bahan
karsinogenik.
B. Saran
Dalam merumuskan masalah keperawatan, tujuan, kriteria hasil, kriteria
waktu dan intervensi pada pasien dibutuhkan ketelitian agar intervensi yang
dilakukan tepat sesuai dengan masalah yang terjadi pada pasien misalnya masalah
resiko infeksi sebaiknya dalam intervensi dilakukan cek laboratorium secara
berkala untuk mengetahui perkembangan penyakit serta dilakukan isolasi pasien
agar pasien tidak mudah terkena infeksi. Sedangkan pada masalah gangguan
pertumbuhan dan perkembangan disarankan agar perawat saat dirumah sakit