Kalazion
Kalazion
Disusun Oleh :
Ekkim Al Kindi
G99141057
G99141058
G99141059
G99141060
Magdalena Wibawati
G99141061
Pembimbing :
Kurnia Rosyida, dr., Sp.M
BAB I
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS
Nama
: Tn. WP
Umur
: 37 tahun
Jenis Kelamin
: Laki - Laki
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Wirausaha
Alamat
: Wonosari, Klaten
Tgl pemeriksaan
: 21 Februari 2015
No. RM
: 01290948
II. ANAMNESIS
A. Keluhan utama
: disangkal
: disangkal
Riwayat trauma
: disangkal
: disangkal
: disangkal
Riwayat asma
: disangkal
Riwayat alergi
: disangkal
: disangkal
: disangkal
Riwayat asma
: disangkal
Riwayat alergi
: disangkal
E. Kesimpulan
Anamnesis
OD
OS
Proses
radang
Lokalisasi
palpebra inferior
Perjalanan
kronis
Komplikasi
Nadi = 82x/menit
Suhu= afebril
B. Pemeriksaan subyektif
Visus sentralis jauh
OD
6/6
OS
6/7
Pinhole
Refraksi
Visus sentralis dekat
Koreksi
tidak dilakukan
tidak dikoreksi
tidak dilakukan
tidak dikoreksi
30/30
30/30
tidak dilakukan
tidak dilakukan
Visus Perifer
Konfrontasi test
Proyeksi sinar
Persepsi warna
tidak dilakukan
tidak dilakukan
tidak dilakukan
tidak dilakukan
C. Pemeriksaan Obyektif
1. Sekitar mata
Tanda radang
tidak ada
tidak ada
Luka
tidak ada
tidak ada
Parut
tidak ada
tidak ada
Kelainan warna
tidak ada
tidak ada
Kelainan bentuk
tidak ada
tidak ada
Warna
hitam
hitam
Tumbuhnya
normal
normal
sawo matang
sawo matang
2. Supercilium
Kulit
Geraknya
tidak ada
tidak ada
Strabismus
tidak ada
tidak ada
Pseudostrabismus
tidak ada
tidak ada
Exophtalmus
tidak ada
tidak ada
Enophtalmus
tidak ada
tidak ada
Anopthalmus
tidak ada
tidak ada
Mikrophtalmus
tidak ada
tidak ada
Makrophtalmus
tidak ada
tidak ada
Ptisis bulbi
tidak ada
tidak ada
Atrofi bulbi
tidak ada
tidak ada
Buftalmus
tidak ada
tidak ada
Megalokornea
tidak ada
tidak ada
Temporal superior
Temporal inferior
Temporal
Nasal
Nasal superior
Nasal inferior
Gerakannya
Lebar rima
7 mm
10 mm
tidak ada
tidak ada
6. Kelopak Mata
Pseudoptosis
Benjolan
tidak ada
tunggal, keras
Nyeri tekan
tidak ada
tidak ada
ada
tidak ada
tidak ada
tidak ada
Hiperemis
ada
tidak ada
Entropion
tidak ada
tidak ada
Ekstropion
tidak ada
tidak ada
Oedem
tidak ada
tidak ada
Hiperemis
tidak ada
tidak ada
Margo intermarginalis
tidak ada
tidak ada
Hiperemis
tidak ada
tidak ada
kesan normal
kesan normal
tidak dilakukan
tidak dilakukan
tidak ada
tidak ada
Hiperemis
tidak ada
tidak ada
Sikatrik
tidak ada
tidak ada
ada
tidak ada
Hiperemis
ada
tidak ada
tidak ada
tidak ada
Oedem
tidak ada
tidak ada
Hiperemis
tidak ada
tidak ada
Sikatrik
tidak ada
tidak ada
Pterigium
tidak ada
tidak ada
Oedem
tidak ada
tidak ada
Hiperemis
tidak ada
tidak ada
Sikatrik
tidak ada
tidak ada
Injeksi konjungtiva
tidak ada
tidak ada
Sikatrik
Konjungtiva Fornix
Konjungtiva Bulbi
tidak ada
tidak ada
Hiperemis
tidak ada
tidak ada
Sikatrik
tidak ada
tidak ada
putih
putih
tidak ada
tidak ada
12 mm
12 mm
11. Sklera
Warna
Penonjolan
12. Kornea
Ukuran
Limbus
jernih
jernih
Permukaan
rata, mengkilat
rata, mengkilat
Sensibilitas
normal
normal
Keratoskop (Placido)
tidak dilakukan
tidak dilakukan
Fluoresin Test
tidak dilakukan
tidak dilakukan
Arcus senilis
tidak ada
tidak ada
Isi
jernih
jernih
Kedalaman
dalam
dalam
coklat
coklat
spongious
spongious
Bentuk
bulat
bulat
Sinekia
tidak ada
tidak ada
Ukuran
3 mm
3 mm
Bentuk
bulat
bulat
Tempat
sentral
sentral
14. Iris
Warna
Gambaran
15. Pupil
Reflek direct
(+)
Reflek indirect
(+)
(+)
Reflek konvergensi
(+)
(+)
(+)
Ada/tidak
ada
ada
Kejernihan
jernih
jernih
Letak
sentral
sentral
(-)
(-)
16. Lensa
Shadow test
17. Korpus vitreum
Kejernihan
tidak dilakukan
tidak dilakukan
OS
6/6
6/7
Pinhole
tidak dilakukan
tidak dilakukan
Refraksi
tidak dikoreksi
tidak dikoreksi
30/30
30/30
Koreksi
tidak dilakukan
tidak dilakukan
Sekitar mata
Supercilium
dalam orbita
Ukuran bola mata
Palpebra superior
Palpebra inferior
oedem, hiperemis,
terfiksir kulit palpebra,
keras
Sekitar saccus lakrimalis
kesan normal
kesan normal
Konjunctiva bulbi
Sklera
Kornea
Iris
Pupil
Lensa
Corpus vitreum
V. FOTO KLINIS
tidak dilakukan
tidak dilakukan
OD
bonam
bonam
OS
bonam
bonam
Ad kosmetikum
bonam
bonam
Ad fungsionam
bonam
bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
DEFINISI1,3,4,5
Kalazion merupakan peradangan granulomatosa kelenjar Meibom yang
tersumbat. Pada kalazion terjadi penyumbatan kelenjar Meibom dengan infeksi
ringan yang mengakibatkan peradangan kronis tersebut. Biasanya kelainan ini
dimulai penyumbatan kelenjar oleh infeksi dan jaringan parut lainnya.
Kalazion adalah radang granulomatosa menahun steril dan idiopatik pada
kelenjar meibom, umumnya ditandai pembengkakan terbatas yang tidak terasa
sakit dan berkembang dalam beberapa minggu.
Kalazion merupakan peradangan granulomatosa kronik kelenjar meibom
yang terjadi setelah timbulnya hordeulum internal. Kalazion akan terus tumbuh
dan diperlukan eksisi atau suntikan steroid untuk alasan kosmetik atau jika
penglihatan terganggu.
Kalazion merupakan peradangan lipogranulomatosa yang berlokasi di
kelenjar Meibom atau kelenjar Zeiss. Kalazion biasanya berkembang secara
spontan sebagai hasil dari penyumbatan satu atau lebih kelenjar bersifat tidak
nyeri. Nodulnya berkembang secara lambat dan biasanya tidak sakit dan
eritematosa. Lesinya biasanya hilang dalam beberapa minggu sampai beberapa
bulan saat lesinya di drainase baik secara eksternal melalui kulit kelopak mata
atau secara internal melalui tarsus, atau saat lipid yang tertekan difagosit dan
granuloma menghilang. Sebagian kecil daripada jaringan parut nungkin akan
tetap ada. Kadang-kadang pasien dengan kalazion mungkin mengalami
pengelihatan kabur yang sekunder sampai astigmatisma karena tekanan dari
kalazion terhadap bola mata.
Kalazion terjadi pada semua umur, sementara pada umur yang ekstrim
sangat jarang, kasus pediatrik mungkin dapat dijumpai. Pengaruh hormonal
Gambar 3. Kalazion
B.
ETIOLOGI3
Kalazion juga disebabkan sebagai lipogranulomatosa kelenjar Meibom.
Kalazion mungkin timbul spontan disebabkan oleh sumbatan pada saluran
kelenjar atau sekunder dari hordeolum internum. Kalazion dihubungkan dengan
seborrhea, chronic blepharitis, dan acne rosacea.
1. Sumbatan pada kelenjar Meibom. Kelenjar Meibom adalah kelenjar sebasea,
yang menghasilkan minyak yang membentuk permukaan selaput air mata.
2. Penyakit mata lainnya: blefaritis ulseratif, dan hordeolum.
C.
EPIDEMIOLOGI1,2,3,4
Kalazion terjadi pada semua umur, sementara pada umur yang ekstrim
sangat jarang, kasus pediatrik mungkin dapat dijumpai. Pengaruh hormonal
terhadap sekresi sabaseous dan viskositas mungkin menjelaskan terjadinya
penumpukan pada masa pubertas dan selama kehamilan.
PATOFISIOLOGI1,2,3
Kalazion merupakan radang granulomatosa kelenjar Meibom. Nodul
terlihat atas sel imun yang responsif terhadap steroid termasuk jaringan ikat
makrofag seperti histiosit, sel raksasa multinucleate plasma, sepolimorfonuklear,
leukosit dan eosinofil.
Kalazion akan memberi gejala adanya benjolan pada kelopak, tidak
hiperemik, tidak ada nyeri tekan, dan adanya pseudoptosis. Kelenjar preaurikuler
tidak membesar. Kadang-kadang mengakibatkan perubahan bentuk bola mata
akibat tekanannya sehingga terjadi kelainan refraksi pada mata tersebut.
Produk-produk hasil pemecahan lipid (lemak), mungkin dari enzim-enzim
bakteri yang berupa asam lemak bebas, mengalami kebocoran dari jalur
sekresinya memasuki jaringan di sekitarnya dan merangsang terbentuknya respon
inflamasi. Massa yang terbentuk dari jaringan granulasi dan sel-sel radang ini
membentuk kalazion. Hal ini dapat membedakan kalazion dari hordeolum, yang
merupakan reaksi radang akut dengan leukosit PMN dan nekrosis disertai
pembentukan pus. Namun demikian, hordeolum dapat menyebabkan terbentuknya
kalazion, dan sebaliknya.
MANIFESTASI KLINIS5
1. Benjolan pada kelopaka mata, tidak hiperemis dan tidak ada nyeri tekan.
2. Pseudoptosis
3. Kadang-kadang mengakibatkan perubahan bentuk bola mata akibat
tekanannya sehingga terjadi kelainan refraksi pada mata tersebut.
4. Pada anak muda dapat diabsobsi spontan.
G.
PENEGAKAN DIAGNOSIS1,2,4,5
Diagnosa ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan kelopak
mata. Kadang saluran kelenjar Meibom bisa tersumbat oleh suatu kanker kulit,
untuk memastikan hal ini maka perlu dilakukan pemeriksaan biopsi. Pemeriksaan
kalazion
terjadi
berulang
PENATALAKSANAAN1,2,3,4,6
Kalazion yang kecil dan tanpa disertai nyeri dapat diabaikan. Pengobatan
secara konservatif seperti pemijatan pada palpebra, kompres hangat, dan steroid
topikal ringan biasanya dapat berhasil dengan baik. Pada sebagian besar kasus,
pembedahan hanya dilakukan bila pengobatan selama berminggu-minggu tidak
membuahkan hasil.
diperlukan.
Komplikasi
dari
penyuntikan
steroid
meliputi
Gambar 5. Eksisi
b. Eskokleasi Kalazion. Terlebih dahulu mata ditetes dengan anestesi topikal
pentokain. Obat anestesia infiltratif disuntikkan dibawah kulit di depan
kalazion. Kalazion dijepit dengan kelem kalazion dan kemudian klem
dibalik sehingga konjungitva tarsal dan kalazion terlihat. Dilakukan insisi
tegak lurus margo palpebra dan kemudian isi kalazion dikuret sampai
bersih. Klem kalazion dilepas dan diberi salep mata.
I.
PROGNOSIS1,2,3,4,5
Pasien yang memperoleh perawatan biasanya memperoleh hasil yang baik.
Seringkali timbul lesi baru, dan rekuren dapat terjadi pada lokasi yang sama
akibat drainase yang kurang baik. Kalazion yang tidak memperoleh perawatan
dapat
menyebabkan
berulangnya
atau
berkembangnya
suatu
granulomata.
Pasien yang memperoleh perawatan biasanya memperoleh hasil yang baik.
Seringkali timbul lesi baru, dan rekuren dapat terjadi pada lokasi yang sama
akibat drainase yang kurang baik. Kalazion yang tidak memperoleh perawatan
dapat mengering dengan sendirinya, namun sering terjadi peradangan akut
intermiten.
J.
KOMPLIKASI3
Rusaknya sistem drainase pada kalazion dapat menyebabkan trichiasis,
dan kehilangan bulu mata. Kalazion yang rekuren atau tampat atipik perlu
dibiopsi untuk menyingkirkan adanya keganasan. Astigmatisma dapat terjadi jika
massa pada palpebra sudah mengubah kontur kornea. Kalazion yang drainasenya
hanya sebagian dapat menyebabkan massa jaringan granulasi prolapsus diatas
konjungtiva atau kulit.
1. Astigmatisma
Kelainan refraksi sehingga sinar tidak bisa difokuskan pada satu titik. Hal ini
bisa disebabkan oleh kalazion yang massa nya besar, sehingga massa tersebut
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
Sagung Seto.
Wicaksono
EN
(2013).
Kalazion
(Chalazion).
http://emirzanurwicaksono.blog.unissula.ac.id/author/emirzanurwicaks
ono/. Diakses tanggal 1 Februari 2015.
4.
Vaughan DG, Asbury T, Riordan Eva P (2000). Oftalmologi umum, Edisi 14.
Jakarta: Widya Medika.
5.
6.
Aesculapius.
Leonid SJ (2014). Hordeolum and chalazion treatment. www.optometry.co.uk.
Diakses tanggal 1 Februari 2015.