Anda di halaman 1dari 23

Refleksi Kasus

ILMU PENYAKIT MATA


KALAZION

Disusun Oleh :
Ekkim Al Kindi

G99141057

Surya Dewi Primawati

G99141058

Biltinova Arum Miranti

G99141059

Gresmita Rindi Winarti

G99141060

Magdalena Wibawati

G99141061

Pembimbing :
Kurnia Rosyida, dr., Sp.M

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2015

BAB I
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS
Nama

: Tn. WP

Umur

: 37 tahun

Jenis Kelamin

: Laki - Laki

Agama

: Islam

Pekerjaan

: Wirausaha

Alamat

: Wonosari, Klaten

Tgl pemeriksaan

: 21 Februari 2015

No. RM

: 01290948

II. ANAMNESIS
A. Keluhan utama

: benjolan di bagian bawah mata kanan

B. Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien mengeluh ada benjolan di bagian bawah mata kanan atas sejak 1
bulan yang lalu. Benjolan tersebut awalnya kecil nyeri ringan kemudian
membesar sampai sebulir jagung, tampak mengarah keluar, berwarna
kemerahan dan tidak terasa nyeri hingga saat ini. Pasien tidak mengeluh
adanya perubahan tajam penglihatan, mata merah, mata gatal maupun nrocos
dan blobok. Pasien juga tidak mengalami penglihatan dobel, pusing, demam
maupun penurunan berat badan. Pasien belum melakukan pengobatan apapun
untuk meredakan gejala saat ini. Karena benjolan yang tidak kunjung reda dan
mengganggu penampilan, pasien dibawa oleh keluarga untuk memeriksakan
diri di poliklinik mata RSDM.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat keluhan serupa

: disangkal

Riwayat infeksi / iritasi mata

: disangkal

Riwayat trauma

: disangkal

Riwayat mata merah

: disangkal

Riwayat operasi mata

: disangkal

Riwayat asma

: disangkal

Riwayat alergi

: disangkal

D. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat keluhan serupa

: disangkal

Riwayat infeksi / iritasi mata

: disangkal

Riwayat asma

: disangkal

Riwayat alergi

: disangkal

E. Kesimpulan
Anamnesis
OD

OS

Proses

radang

Lokalisasi

palpebra inferior

Perjalanan

kronis

Komplikasi

III. PEMERIKSAAN FISIK


A. Kesan umum
Keadaan umum baik, GCS E4V5M6, gizi kesan cukup
Tekanan darah= 120/80 mmHg

Nadi = 82x/menit

Frekuensi napas = 18x/menit

Suhu= afebril

B. Pemeriksaan subyektif
Visus sentralis jauh

OD
6/6

OS
6/7

Pinhole
Refraksi
Visus sentralis dekat
Koreksi

tidak dilakukan
tidak dikoreksi

tidak dilakukan
tidak dikoreksi

30/30

30/30

tidak dilakukan

tidak dilakukan

Visus Perifer
Konfrontasi test
Proyeksi sinar
Persepsi warna

dalam batas normal

dalam batas normal

tidak dilakukan

tidak dilakukan

tidak dilakukan

tidak dilakukan

C. Pemeriksaan Obyektif
1. Sekitar mata
Tanda radang

tidak ada

tidak ada

Luka

tidak ada

tidak ada

Parut

tidak ada

tidak ada

Kelainan warna

tidak ada

tidak ada

Kelainan bentuk

tidak ada

tidak ada

Warna

hitam

hitam

Tumbuhnya

normal

normal

sawo matang

sawo matang

dalam batas normal

dalam batas normal

2. Supercilium

Kulit
Geraknya

3. Pasangan Bola Mata dalam Orbita


Heteroforia

tidak ada

tidak ada

Strabismus

tidak ada

tidak ada

Pseudostrabismus

tidak ada

tidak ada

Exophtalmus

tidak ada

tidak ada

Enophtalmus

tidak ada

tidak ada

Anopthalmus

tidak ada

tidak ada

4. Ukuran bola mata

Mikrophtalmus

tidak ada

tidak ada

Makrophtalmus

tidak ada

tidak ada

Ptisis bulbi

tidak ada

tidak ada

Atrofi bulbi

tidak ada

tidak ada

Buftalmus

tidak ada

tidak ada

Megalokornea

tidak ada

tidak ada

Temporal superior

dalam batas normal

dalam batas normal

Temporal inferior

dalam batas normal

dalam batas normal

Temporal

dalam batas normal

dalam batas normal

Nasal

dalam batas normal

dalam batas normal

Nasal superior

dalam batas normal

dalam batas normal

Nasal inferior

dalam batas normal

dalam batas normal

Gerakannya

dalam batas normal

dalam batas normal

Lebar rima

7 mm

10 mm

tidak ada

tidak ada

5. Gerakan Bola Mata

6. Kelopak Mata

Pseudoptosis
Benjolan

ada, massa 1 mm-2 mm

tidak ada

tunggal, keras
Nyeri tekan

tidak ada

tidak ada

Tepi kelopak mata


Oedem

ada

tidak ada

tidak ada

tidak ada

Hiperemis

ada

tidak ada

Entropion

tidak ada

tidak ada

Ekstropion

tidak ada

tidak ada

Oedem

tidak ada

tidak ada

Hiperemis

tidak ada

tidak ada

Margo intermarginalis

7. Sekitar saccus lakrimalis

8. Sekitar Glandula lakrimalis


Oedem

tidak ada

tidak ada

Hiperemis

tidak ada

tidak ada

kesan normal

kesan normal

tidak dilakukan

tidak dilakukan

9. Tekanan Intra Okuler


Palpasi
Tonometer Schiotz
10. Konjungtiva
Konjungtiva palpebra superior
Oedem

tidak ada

tidak ada

Hiperemis

tidak ada

tidak ada

Sikatrik

tidak ada

tidak ada

Konjungtiva palpebra inferior


Oedem

ada

tidak ada

Hiperemis

ada

tidak ada

tidak ada

tidak ada

Oedem

tidak ada

tidak ada

Hiperemis

tidak ada

tidak ada

Sikatrik

tidak ada

tidak ada

Pterigium

tidak ada

tidak ada

Oedem

tidak ada

tidak ada

Hiperemis

tidak ada

tidak ada

Sikatrik

tidak ada

tidak ada

Injeksi konjungtiva

tidak ada

tidak ada

Sikatrik
Konjungtiva Fornix

Konjungtiva Bulbi

Caruncula dan Plika Semilunaris


Oedem

tidak ada

tidak ada

Hiperemis

tidak ada

tidak ada

Sikatrik

tidak ada

tidak ada

putih

putih

tidak ada

tidak ada

12 mm

12 mm

11. Sklera
Warna
Penonjolan
12. Kornea
Ukuran
Limbus

jernih

jernih

Permukaan

rata, mengkilat

rata, mengkilat

Sensibilitas

normal

normal

Keratoskop (Placido)

tidak dilakukan

tidak dilakukan

Fluoresin Test

tidak dilakukan

tidak dilakukan

Arcus senilis

tidak ada

tidak ada

Isi

jernih

jernih

Kedalaman

dalam

dalam

coklat

coklat

spongious

spongious

Bentuk

bulat

bulat

Sinekia

tidak ada

tidak ada

Ukuran

3 mm

3 mm

Bentuk

bulat

bulat

Tempat

sentral

sentral

13. Kamera Okuli Anterior

14. Iris
Warna
Gambaran

15. Pupil

Reflek direct

(+)

Reflek indirect

(+)

(+)

Reflek konvergensi

(+)

(+)

(+)

Ada/tidak

ada

ada

Kejernihan

jernih

jernih

Letak

sentral

sentral

(-)

(-)

16. Lensa

Shadow test
17. Korpus vitreum
Kejernihan

tidak dilakukan

tidak dilakukan

IV. KESIMPULAN PEMERIKSAAN


OD

OS

Visus sentralis jauh

6/6

6/7

Pinhole

tidak dilakukan

tidak dilakukan

Refraksi

tidak dikoreksi

tidak dikoreksi

30/30

30/30

Koreksi

tidak dilakukan

tidak dilakukan

Sekitar mata

dalam batas normal dalam batas normal

Supercilium

dalam batas normal dalam batas normal

Pasangan bola mata

dalam batas normal dalam batas normal

Visus sentralis dekat

dalam orbita
Ukuran bola mata

dalam batas normal

dalam batas normal

Gerakan bola mata

dalam batas normal

dalam batas normal

Palpebra superior

dalam batas normal

dalam batas normal

Palpebra inferior

benjolan (+) tunggal,

dalam batas normal

oedem, hiperemis,
terfiksir kulit palpebra,
keras
Sekitar saccus lakrimalis

dalam batas normal

dalam batas normal

Sekitar glandula lakrimalis dalam batas normal

dalam batas normal

Tekanan intra okuler

kesan normal

kesan normal

Konjunctiva bulbi

dalam batas normal

dalam batas normal

Sklera

dalam batas normal

dalam batas normal

Kornea

dalam batas normal

dalam batas normal

Camera oculi anterior

dalam batas normal

dalam batas normal

Iris

dalam batas normal

dalam batas normal

Pupil
Lensa
Corpus vitreum
V. FOTO KLINIS

dalam batas normal

dalam batas normal

dalam batas normal

dalam batas normal

tidak dilakukan

tidak dilakukan

Gambar 2. Kalazion pada regio palpebra inferior dekstra


VI. DIAGNOSIS BANDING
o Kalazion
o Meibomitis
o Hordeolum
o Adenocarcinoma sebasea
VII. DIAGNOSIS
o OD Kalazion
VIII. PLANNING
o Insisi + Eskokleasi Kalazion
IX. TERAPI
Kompres hangat selama 10-15 menit, minimal 4 kali dalam sehari pada mata
kanan.
X. PROGNOSIS
Ad vitam
Ad sanam

OD
bonam
bonam

OS
bonam
bonam

Ad kosmetikum

bonam

bonam

Ad fungsionam

bonam

bonam

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.

DEFINISI1,3,4,5
Kalazion merupakan peradangan granulomatosa kelenjar Meibom yang
tersumbat. Pada kalazion terjadi penyumbatan kelenjar Meibom dengan infeksi
ringan yang mengakibatkan peradangan kronis tersebut. Biasanya kelainan ini
dimulai penyumbatan kelenjar oleh infeksi dan jaringan parut lainnya.
Kalazion adalah radang granulomatosa menahun steril dan idiopatik pada
kelenjar meibom, umumnya ditandai pembengkakan terbatas yang tidak terasa
sakit dan berkembang dalam beberapa minggu.
Kalazion merupakan peradangan granulomatosa kronik kelenjar meibom
yang terjadi setelah timbulnya hordeulum internal. Kalazion akan terus tumbuh
dan diperlukan eksisi atau suntikan steroid untuk alasan kosmetik atau jika
penglihatan terganggu.
Kalazion merupakan peradangan lipogranulomatosa yang berlokasi di
kelenjar Meibom atau kelenjar Zeiss. Kalazion biasanya berkembang secara
spontan sebagai hasil dari penyumbatan satu atau lebih kelenjar bersifat tidak
nyeri. Nodulnya berkembang secara lambat dan biasanya tidak sakit dan
eritematosa. Lesinya biasanya hilang dalam beberapa minggu sampai beberapa
bulan saat lesinya di drainase baik secara eksternal melalui kulit kelopak mata
atau secara internal melalui tarsus, atau saat lipid yang tertekan difagosit dan
granuloma menghilang. Sebagian kecil daripada jaringan parut nungkin akan
tetap ada. Kadang-kadang pasien dengan kalazion mungkin mengalami
pengelihatan kabur yang sekunder sampai astigmatisma karena tekanan dari
kalazion terhadap bola mata.
Kalazion terjadi pada semua umur, sementara pada umur yang ekstrim
sangat jarang, kasus pediatrik mungkin dapat dijumpai. Pengaruh hormonal

terhadap sekresi sabaseous dan viskositas mungkin menjelaskan terjadinya


penumpukan pada masa pubertas dan selama kehamilan.

Gambar 3. Kalazion
B.

ETIOLOGI3
Kalazion juga disebabkan sebagai lipogranulomatosa kelenjar Meibom.
Kalazion mungkin timbul spontan disebabkan oleh sumbatan pada saluran
kelenjar atau sekunder dari hordeolum internum. Kalazion dihubungkan dengan
seborrhea, chronic blepharitis, dan acne rosacea.
1. Sumbatan pada kelenjar Meibom. Kelenjar Meibom adalah kelenjar sebasea,
yang menghasilkan minyak yang membentuk permukaan selaput air mata.
2. Penyakit mata lainnya: blefaritis ulseratif, dan hordeolum.

C.

EPIDEMIOLOGI1,2,3,4
Kalazion terjadi pada semua umur, sementara pada umur yang ekstrim
sangat jarang, kasus pediatrik mungkin dapat dijumpai. Pengaruh hormonal
terhadap sekresi sabaseous dan viskositas mungkin menjelaskan terjadinya
penumpukan pada masa pubertas dan selama kehamilan.

D. ANATOMI KELOPAK MATA


Kelopak mata atau palpebra di bagian depan memiliki lapisan kulit yang
tipis, sedangkan di bagian belakang terdapat selaput lendir tarsus yang disebut
konjungtiva tarsal. Pada kelopak terdapat bagian-bagian berupa kelenjar-kelenjar
dan otot. Kelenjar yang terdapat pada kelopak mata di antaranya adalah kelenjar
Moll atau kelenjar keringat, kelenjar Zeiss pada pangkal rambut, dan kelenjar
Meibom pada tarsus yang bermuara pada margo palpebra.
Sedangkan otot yang terdapat pada kelopak adalah M. Orbikularis Okuli
dan M. Levator Palpebra. Palpebra diperdarahi oleh Arteri Palpebra. Persarafan
sensorik kelopak mata atas berasal dari ramus frontal n. V, sedangkan kelopak
mata bawah dipersarafi oleh cabang ke II n. V.

Gambar 4. Anatomi Kelopak Mata


Pada kelopak mata terdapat bagian-bagian:
1. Kelenjar:
a. Kelenjar Sebasea

b. Kelenjar Moll atau Kelenjar Keringat


c. Kelenjar Zeis pada pangkal rambut, berhubungan dengan folikel rambut
dan juga menghasilkan sebum
d. Kelenjar Meibom (Kelenjar Tarsalis) terdapat di dalam tarsus. Kelenjar ini
menghasilkan sebum (minyak).
2. Otot-otot Palpebra:
a. M. Orbikularis Okuli
Berjalan melingkar di dalam kelopak atas dan bawah, dan terletak di
bawah kulit kelopak. Pada dekat tepi margo palpebra terdapat otot
orbikularis okuli yang disebut sebagai M. Rioland. M. Orbikularis
berfungsi menutup bola mata yang dipersarafi N. Fasialis.
b. M. Levator Palpebra
Bererigo pada Anulus Foramen Orbita dan berinsersi pada Tarsus Atas
dengan sebagian menembus M. Orbikularis Okuli menuju kulit kelopak
bagian tengah. Otot ini dipersarafi oleh N. III yang berfungsi untuk
mengangkat kelopak mata atau membuka mata.
3. Tarsus yang merupakan jaringan ikat dengan kelenjar di dalamnya atau
kelenjar Meibom yang bermuara pada margo palpebra
4. Septum Orbita yang merupakan jaringan fibrosis berasal dari rima orbita
merupakan pembatas isi orbita dengan kelopak depan
5. Tarsus ditahan oleh septum orbita yang melekat pada rima orbita pada seluruh
lingkaran pembukaan rongga orbita. Tarsus (tediri atas jaringan ikat yang
merupakan jaringan penyokong kelopak dengan kelenjar Meibom (40 buah di
kelopak mata atas dan 20 buah di kelopak bawah)
6. Pembuluh darah yang memperdarahinya adalah A. Palpebrae
7. Persarafan sensorik kelopak mata atas dapat dibedakan dari remus frontal N.
V, sedang kelopak bawah oleh cabang ke II saraf ke V (N. V2).
Konjungtiva tarsal yang terletak di belakang kelopak hanya dapat dilihat
dengan melakukan eversi kelopak. Konjungtiva tarsal melalui forniks menutup

bulbus okuli. Konjungtiva merupakan membrane mukosa yang mempunyai sel


goblet yang menghasilkan musin.
Gerakan palpebra:
1. Menutup: Kontraksi M. Orbikularis Okuli (N.VII) dan relaksasi M. Levator
Palpebra superior. M. Riolani menahan bagian belakang palpebra terhadap
dorongan bola mata.
2. Membuka: Kontraksi M. Levator Palpebra Superior (N.III). M. Muller
mempertahankan mata agar tetap terbuka.
3. Proses Berkedip (Blink): Refleks (didahului oleh stimuli) dan Spontan (tidak
didahului oleh stimuli). Kontraksi M. Orbikularis Okuli Pars Palpebra.
E.

PATOFISIOLOGI1,2,3
Kalazion merupakan radang granulomatosa kelenjar Meibom. Nodul
terlihat atas sel imun yang responsif terhadap steroid termasuk jaringan ikat
makrofag seperti histiosit, sel raksasa multinucleate plasma, sepolimorfonuklear,
leukosit dan eosinofil.
Kalazion akan memberi gejala adanya benjolan pada kelopak, tidak
hiperemik, tidak ada nyeri tekan, dan adanya pseudoptosis. Kelenjar preaurikuler
tidak membesar. Kadang-kadang mengakibatkan perubahan bentuk bola mata
akibat tekanannya sehingga terjadi kelainan refraksi pada mata tersebut.
Produk-produk hasil pemecahan lipid (lemak), mungkin dari enzim-enzim
bakteri yang berupa asam lemak bebas, mengalami kebocoran dari jalur
sekresinya memasuki jaringan di sekitarnya dan merangsang terbentuknya respon
inflamasi. Massa yang terbentuk dari jaringan granulasi dan sel-sel radang ini
membentuk kalazion. Hal ini dapat membedakan kalazion dari hordeolum, yang
merupakan reaksi radang akut dengan leukosit PMN dan nekrosis disertai
pembentukan pus. Namun demikian, hordeolum dapat menyebabkan terbentuknya
kalazion, dan sebaliknya.

Kerusakan lipid yang mengakibatkan tertahannya sekresi kelenjar,


kemungkinan karena enzim dari bakteri, membentuk jaringan granulasi dan
mengakibatkan inflamasi. Proses granulomatous ini yang membedakan antara
kalazion dengan hordeolum internal atau eksternal (terutama proses piogenik
yang menimbulkan pustul), walaupun kalazion dapat menyebabkan hordeolum,
begitupun sebaliknya. Secara klinik, nodul tunggal (jarang multipel) yang agak
keras berlokasi jauh di dalam palpebra atau pada tarsal. Eversi palpebra mungkin
menampakkan kelenjar meibom yang berdilatasi.
Riwayat blefaritits, hordeolum dan penyumbatan spontan yang terjadi
pada saluran kelenjar Meibom menyebabkan terjadinya sumbatan pada drainase
normal kelenjar Meibom. Sumbatan pada drainase normal kelenjar Meibom
menyebabkan terjadinya penumpukkan sekresi kelenjar Meibom. Penumpukkan
sekresi tersebut akan menimbulkan terjadinya reaksi inflamasi/peradangan pada
kelenjar Meibom sehingga timbul jaringan granulasi/ jaringan ikat dan hialin dan
peradangan kronis pada kelenjar Meibom yang disebut dengan kalazion. Masa
yang terbentuk dari jaringan granulasi tersebut tampak sebagai nodul pada
kelopak mata yang tidak nyeri, teraba keras dan terfiksir pada tarus.
F.

MANIFESTASI KLINIS5
1. Benjolan pada kelopaka mata, tidak hiperemis dan tidak ada nyeri tekan.
2. Pseudoptosis
3. Kadang-kadang mengakibatkan perubahan bentuk bola mata akibat
tekanannya sehingga terjadi kelainan refraksi pada mata tersebut.
4. Pada anak muda dapat diabsobsi spontan.

G.

PENEGAKAN DIAGNOSIS1,2,4,5
Diagnosa ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan kelopak
mata. Kadang saluran kelenjar Meibom bisa tersumbat oleh suatu kanker kulit,
untuk memastikan hal ini maka perlu dilakukan pemeriksaan biopsi. Pemeriksaan

histopatologi dilakukan bila kalazion terjadi berulang kali sehingga dicurigai


keganasan.
1. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan yang umum dilakukan pada pasien dengan kalazion adalah
pemeriksaan fisik pada kelopak mata pasien.
a. Inpeksi: pada pemeriksaan secra inspeksi dapat dilihat adanya nodul pada
kelopak mata atas atau bawah, dimana nodul menonjol ke arah
konjungtiva dan tampak adanya daerah berwarna kemerahan pada
palpebra bagian dalam.
b. Palpasi: pada pemeriksaan secara palpasi dapat ditemukan adanya masa

yang keras dan terfiksasi pada tarsus.


2. Pemeriksaan Histopatologi
Pemeriksaan histopatologi dilakukan bila

kalazion

terjadi

berulang

kalisehingga dicurigai keganasan


3. Pemeriksaan Tonografi
Untuk mengetahui apakah terjadi peningkatan tekanan intra okuler (TIO) pada
mata. Biasanya tidak terjadi peningkatan, namun pemeriksaan tetap dilakukan
untuk memperkuat diagnosis
4. Pemeriksaan Darah Lengkap
Kadang kalazion dapat diikuti infeksi pada mata. Selain itu juga untuk
membedakan antara kalazion dan herdeolum.
5. Pemeriksaan Lipid Serum
Digunakan untuk memperkuat diagnosis.
H.

PENATALAKSANAAN1,2,3,4,6
Kalazion yang kecil dan tanpa disertai nyeri dapat diabaikan. Pengobatan
secara konservatif seperti pemijatan pada palpebra, kompres hangat, dan steroid
topikal ringan biasanya dapat berhasil dengan baik. Pada sebagian besar kasus,
pembedahan hanya dilakukan bila pengobatan selama berminggu-minggu tidak
membuahkan hasil.

Sebagian besar kalazion berhubungan dengan kalazion lain yang berlokasi


di bagian yang lebih dalam dari palpebra. Isi dari kalazion marginalis murni akan
menyatu bila 2 buah kapas didorong ke arah tepi palpebra dari kedua sisinya. Jika
isi kalazion tidak dapat dikeluarkan, lakukan insisi distal kalazion dan isinya
dikerok.
Penatalaksanaan dari kalazion terinfeksi (misalnya hordeolum interna)
meliputi pemanasan, serta antibiotik topikal dan atau sistemik. Pada beberapa
kasus mungkin diperlukan insisi dan drainase. Yang dikeluarkan hanyalah pus,
kuretase atau kerokan yang berlebihan dapat memperluas infeksi dengan rusaknya
jaringan. Steriod topikal diperlukan untuk mencegah terjadinya reaksi peradangan
kronis yang dapat menimbulkan sikatrik.
Mengingat kalazion adalah peradangan, maka terapinya bersifat anti
peradangan.
1. Menggunakan kompres hangat selama kira-kira 15 menit, 2-4 kali sehari
Penanganan konservatif kalazion adalah dengan kompres air hangat 15 menit
(4 kali sehari). lebih dari 50% kalazion sembuh dengan pengobatan
konservatif. Obat tetes mata atau salep mata jika infeksi diperkirakan sebagai
penyebabnya.
2. Injeksi steroid untuk mengurangi inflamasi
3. Injeksi steroid ke dalam kalazion untuk mengurangi inflamasi, jika tidak ada
bukti infeksi. Steroid menghentikan inflamasi dan sering menyebabkan regresi
dari kalazion dalam beberapa minggu kemudian. Injeksi 0,2 2 ml
triamsinolon 5 mg/ml secara langsung ke pusat kalazion, injeksi kedua
mungkin

diperlukan.

Komplikasi

dari

penyuntikan

steroid

meliputi

hipopigmentasion, atropi, dan potensial infeksi.


4. Tindakan bedah jika gumpalan tersebut tidak dapat hilang.
a. Eksisi kalazion. Jika perlu, buatlah insisi vertikal pada permukaan
konjungtiva palpebra. Untuk kalazion yang kecil, lakukan kuretase pada
granuloma inflamasi pada kelopak mata. Untuk kalazion yang besar, iris
granuloma untuk dibuang seluruhnya Cauter atau pembuangan kelenjar

meibom (yang biasa dilakukan). Untuk kalazion yang menonjol ke kulit,


insisi permukaan kulit secara horisontal lebih sering dilakukan daripada
lewat konjungtiva untuk pembuangan seluruh jaringan yang mengalami
inflamasi.

Gambar 5. Eksisi
b. Eskokleasi Kalazion. Terlebih dahulu mata ditetes dengan anestesi topikal
pentokain. Obat anestesia infiltratif disuntikkan dibawah kulit di depan
kalazion. Kalazion dijepit dengan kelem kalazion dan kemudian klem
dibalik sehingga konjungitva tarsal dan kalazion terlihat. Dilakukan insisi
tegak lurus margo palpebra dan kemudian isi kalazion dikuret sampai
bersih. Klem kalazion dilepas dan diberi salep mata.

I.

PROGNOSIS1,2,3,4,5
Pasien yang memperoleh perawatan biasanya memperoleh hasil yang baik.
Seringkali timbul lesi baru, dan rekuren dapat terjadi pada lokasi yang sama
akibat drainase yang kurang baik. Kalazion yang tidak memperoleh perawatan

dapat mengering dengan sendirinya, namun sering terjadi peradangan akut


intermiten.
Kalazion rekuren atau berulang, terutama yang terjadi di tempat yang
sama meskipun telah dilakukan drainase dengan baik sebelumnya, harus
dipertimbangkan adanya suatu keganasan berupa karsinoma sel sebasea. Biopsi
langsung dengan potongan beku perlu dilakukan.
Insisi yang kurang baik dapat menyebabkan terbentuknya tonjolan.
Sedangkan insisi yang terlalu dalam dapat menyebabkan timbulnya fistula dan
jaringan parut. Suntikan kortikosteroid intralesi dapat menimbulkan hilangnya
pigmentasi pada kulit. Pada pasien tertentu, pemberian kortikosteroid dapat
menimbulkan peningkatan tekanan intra okular. Kuretase dan drainase yang
inadekuat

dapat

menyebabkan

berulangnya

atau

berkembangnya

suatu

granulomata.
Pasien yang memperoleh perawatan biasanya memperoleh hasil yang baik.
Seringkali timbul lesi baru, dan rekuren dapat terjadi pada lokasi yang sama
akibat drainase yang kurang baik. Kalazion yang tidak memperoleh perawatan
dapat mengering dengan sendirinya, namun sering terjadi peradangan akut
intermiten.
J.

KOMPLIKASI3
Rusaknya sistem drainase pada kalazion dapat menyebabkan trichiasis,
dan kehilangan bulu mata. Kalazion yang rekuren atau tampat atipik perlu
dibiopsi untuk menyingkirkan adanya keganasan. Astigmatisma dapat terjadi jika
massa pada palpebra sudah mengubah kontur kornea. Kalazion yang drainasenya
hanya sebagian dapat menyebabkan massa jaringan granulasi prolapsus diatas
konjungtiva atau kulit.
1. Astigmatisma
Kelainan refraksi sehingga sinar tidak bisa difokuskan pada satu titik. Hal ini
bisa disebabkan oleh kalazion yang massa nya besar, sehingga massa tersebut

menekan permukaan kornea yang mengakibatkan terjadinya perubahan


kelengkungan kornea. Kelengkungan kornea yang bertambah mengakibatkan
berkas cahaya yang masuk ke retina tidak difokuskan pada satu titik dengan
tajam tetapi pada 2 titik , sehingga bayangan yang dihasilkan tampak silendris.
2. Meibomianitis
Infeksi pada kelenjar meibom dapat terjadi jika kalazion terkontaminasi oleh
debu atau pun bakteri dan virus yang di akibatkan oleh kurangnya personal
higiene seseorang terutama pada daerah kelopak mata, Sehingga terjadi
peradangan pada kelenjar meibom.
3. Blefaritistarsus superior
Peradangan pada kelopak mata yang biasanya disebabkan oleh infeksi dan
alergi. Blefaritis dapat terjadi jika kebersihan kelopak mata tidak diperhatikan,
selain itu insisi pada kalazion yang tidak steril juga dapat menyebabkan
peradangan pada kelopak mata.
4. Obstruksi duktus lakrimalis
Penyumbatan kelenjar air mata, hal ini terjadi jika massa kalazion besar.
Sehingga akan menekan kelenjar lakrimalis, hal ini mengakibatkan saluran
kelenjar air mata menjadi tersumbat dan kehilangan fungsinya
5. Trikiasis
Adalah suatu keadaan dimana bulu mata mengarah kebola mata sehingga
kornea tergores, hal ini terjadi jika kalazion tidak ditangani dengan benar
sehingga menyebabkan blefaritis. Peradangan pada kelopak mata dapat
menyebabkan pembentukan parut, pembentukan parut yang sempurna pada
konjungtiva tarsus superior menyebabkan perubahan bentuk pada tarsus.
Sehingga mengakibatkan pertumbuhan bulu mata abnormal.
6. Hordeolum internum
Peradangan supuratif kelenjar kelopak mata. Hordeulum internum merupakan
komplikasi lanjutan dari meibomianitis.
7. Obstruksi duktus lakrimalis
Penyumbatan kelenjar air mata, hal ini terjadi jika massa kalazion besar.
Sehingga akan menekan kelenjar lakrimalis, hal ini mengakibatkan saluran
kelenjar air mata menjadi tersumbat dan kehilangan fungsinya.

DAFTAR PUSTAKA
1.
2.

Ilyas S (2010). Ilmu penyakit mata. Jakarta: FK Universitas Indonesia.


Ilyas S, Mailangkay HHB, Taim H, Saman R, Simarwata M, Widodo PS (2010).
Ilmu penyakit mata untuk dokter umum dan mahasiswa kedokteran. Jakarta:

3.

Sagung Seto.
Wicaksono

EN

(2013).

Kalazion

(Chalazion).

http://emirzanurwicaksono.blog.unissula.ac.id/author/emirzanurwicaks
ono/. Diakses tanggal 1 Februari 2015.

4.

Vaughan DG, Asbury T, Riordan Eva P (2000). Oftalmologi umum, Edisi 14.
Jakarta: Widya Medika.

5.

Mansjoer, Arif (1999). Kapita selekta kedokteran, Jilid I. Jakarta: Media

6.

Aesculapius.
Leonid SJ (2014). Hordeolum and chalazion treatment. www.optometry.co.uk.
Diakses tanggal 1 Februari 2015.

Anda mungkin juga menyukai