Anda di halaman 1dari 24

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Gizi Buruk

A. Definisi Gizi Buruk


Gizi buruk adalah bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan
energi dan protein menahun pada balita. Penyakit Kurang Energi Protein (KEP) atau
Protein Energy Malnutrition (PEM) merupakan salah satu penyakit gangguan gizi
yang banyak mengenai anak-anak di bawah lima tahun (balita).
Penyakit ini banyak diselidiki di Afrika karena di negara tersebut ditemukan
anak dengan rambut merah. Nama lokal yang diberikan yaitu kwashiorkor
yang berarti penyakit rambut merah. Di tempat tersebut masyarakat menganggap
kwashiorkor sebagai kondisi yang biasa terdapat pada anak kecil yang sudah
mendapat adik lagi, karena perhatian orang tua telah beralih ke adik baru.
KEP menyebabkan berbagai macam keadaan patologis pada derajat
yang sangat ringan sampai berat. Pada keadaan yang sangat ringan tidak ditemukan
kelainan biokimiawi maupun gejala klinisnya, hanya terdapat pertumbuhan yang
kurang. Pada keadaan yang berat ditemukan 3 tipe yaitu kwashiorkor, marasmus,
dan kwashiorkor-marasmik, masing-masing dengan gejala yang khas. Pada semua
derajat maupun tipe KEP ini terdapat gangguan pertumbuhan di samping gejalagejala klinis maupun biokimiawi yang khas bagi tipe penyakitnya.
Gejala klinis untuk KEP pada tingkat kwashiorkor adalah anak terlihat
gemuk, ditemukan edema pada beberapa bagian tubuh yang diiringi asites, anak
apatis, adanya atrofi otot sehingga anak tampak lemah dan berbaring terus-menerus,
rambut mudah dicabut dan mengalami pembesaran hati. Gejala klinis pada KEP
tingkat marasmus yaitu wajah anak tampak seperti wajah orang tua, anak terlihat
sangat kurus, kulit biasanya mengering, dingin dan mengendor serta turgor kulit
mengurang. Penderita marasmus lebih sering menderita diare atau konstipasi. Pada
kwashiorkor marasmik kondisi penderita memperlihatkan gejala campuran yaitu
adanya edema, kelainan rambut, kelainan kulit dan kelainan biokimiawi.
Untuk menentukan status gizi balita, maka diperlukan klasifikasi menurut
derajat beratnya KEP. Klasifikasi yang dibuat oleh Dep.Kes.RI (disahkan dengan SK

Menkes RI No. 920/Menkes/SK/VIII/2002) tentang baku rujukan penilaian status gizi


anak perempuan dan anak laki-laki usia 0-59 bulan menurut Berat Badan dan Umur
(BB/U), adalah seperti terlihat pada Tabel 2.1:
Tabel 2.1. Klasifikasi Status Gizi (BB/U) Menurut Dep.Kes.RI (2002)

Status Gizi

Berat Badan Menurut Umur (BB/U)*)

Gizi Lebih

Z-Score : >+2 SD

Gizi Baik

Z-Score : -2 SD s/d +2 SD

Gizi Kurang

Z-Score : <-2 SD s/d - 3 SD

Gizi Buruk

Z-Score : <-3 SD

*) Daftar Baku Rujukan Penilaian Status Gizi (BB/U) dapat dilihat pada Lampiran 1.

Sehubungan

dengan semakin

maraknya

pemberitaan

kasus gizi

buruk di

media massa, serta untuk menyamakan persepsi dan upaya penanggulangannya, maka
Menteri Kesehatan Republik Indonesia menerbitkan kembali SK No.
347/Menkes/IV/2008 tentang Penanggulangan Gizi Buruk dengan menetapkan Baku
Rujukan Penilaian Status Gizi menurut Berat Badan dan Tinggi Badan (BB/TB). Penetapan
indeks BB/TB menunjukkan keadaan gizi kurang yang lebih jelas dan sensitif/peka jika
dibandingkan penilaian prevalensi berdasarkan BB/U, BB/TB dapat membedakan proporsi
badan apakah gemuk, normal, dan kurus (Atmarita, 2004: 9). Adapun penentuan status gizi
berdasarkan BB/TB dapat dilihat pada Tabel 2.2:
Tabel 2.2. Klasifikasi Status Gizi (BB/TB) Menurut Dep.Kes.RI (2002)

Status Gizi

Berat Badan Menurut Tinggi Badan BB/TB*)

Gemuk (Gizi Lebih)

Z-Score : >2 SD

Normal (Gizi Baik)

Z-Score : -2 SD s/d 2 SD

Kurus (Gizi Kurang)

Z-Score : <-2 SD s/d - 3 SD

Kurus Sekali (Gizi Buruk)

Z-Score : <-3 SD

Status gizi buruk memberikan dampak yang dapat mengganggu proses tubuh secara
keseluruhan, seperti:
a. Mengganggu proses pertumbuhan, anak tidak tumbuh menurut potensialnya

sehingga terlihat lebih pendek dari seharusnya.


b. Kekurangan tenaga untuk bergerak dan melakukan aktivitas sehari-hari.
c. Pembentukan sistem kekebalan tubuh yang tidak optimal.
d. Penurunan sistem imunitas dan antibodi, menyebabkan anak mudah terserang
infeksi seperti pilek, batuk dan diare yang dapat menyebabkan kematian.
e. Perkembangan otak yang terhambat. Otak mencapai bentuk maksimal pada usia dua
tahun, terganggunya perkembangan otak mempengaruhi tingkat kecerdasan dan
perkembangan mental anak .
B. Faktor-Faktor Penyebab Gizi Buruk pada Balita
Gizi buruk dipengaruhi banyak faktor yang saling terkait. Secara
langsung gizi buruk dipengaruhi oleh 2 hal, yaitu anak tidak cukup mendapat
makanan bergizi seimbang; dan anak mungkin menderita infeksi. Kedua penyebab
langsung tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:

Anak Tidak Cukup Mendapat Makanan Bergizi Seimbang


Bayi dan balita tidak mendapat makanan yang bergizi, dalam hal ini makanan
alamiah terbaik bagi bayi yaitu ASI, dan sesudah usia 6 bulan anak tidak mendapat
Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) yang tepat, baik jumlah dan mutunya. MP-ASI
yang

baik

tidak

hanya

cukup

mengandung

energi

dan

protein,

tetapi

juga mengandung berbagai vitamin dan mineral yang dibutuhkan balita dalam
proses tumbuh kembang.
MP-ASI yang tepat dan baik seharusnya dapat disiapkan sendiri di rumah.
Namun, dalam penyediaan MP-ASI yang sesuai dengan kebutuhan balita, banyak hal
yang mempengaruhinya. Tingkat pendidikan dan pengetahuan gizi yang rendah
pada ibu balita seringkali menjadi penyebab balita mendapat makanan yang
tidak seimbang.
Makanan bergizi seimbang adalah makanan yang terdiri dari beraneka ragam
makanan dalam jumlah dan proporsi yang sesuai, sehingga memenuhi kebutuhan gizi
seseorang guna

pemeliharaan,

perbaikan

sel-sel

tubuh,

pertumbuhan

dan

perkembangan. Makan makanan yang beranekaragam akan menjamin terpenuhinya


kecukupan sumber zat tenaga, zat pembangun dan zat pengatur.

Infeksi pada Balita


Gizi buruk merupakan penyakit lingkungan. Oleh karena itu ada beberapa faktor

yang bersama-sama menjadi penyebab timbulnya penyakit tersebut, antara lain faktor
diet, faktor sosial, kepadatan penduduk, infeksi, kemiskinan, dan lain-lain. Infeksi
memperburuk status gizi dan sebaliknya gangguan gizi memperburuk kemampuan anak
untuk mengatasi penyakit infeksi, karena gizi kurang menghambat reaksi pembentukan
kekebalan tubuh, sehingga anak yang status gizinya buruk akan lebih mudah terkena
infeksi. Hubungan timbal balik antara infeksi dan gizi buruk atau gizi buruk dengan
infeksi pada balita seperti lingkaran setan yang sulit untuk diputuskan.

Faktor tidak langsung


faktor tidak langsung yang berkaitan dan mempengaruhi status gizi balita, yaitu
ketahanan pangan di keluarga, pola pengasuhan anak, serta pelayanan kesehatan dan
kesehatan lingkungan.
Asuhan gizi adalah praktek yang dilakukan di rumah tangga yang diwujudkan
dengan tersedianya pangan dan perawatan kesehatan serta sumber lainnya, untuk
kelangsungan hidup, pertumbuhan dan perkembangan anak.
Anak tidak hanya mendapat makanan yang bergizi seimbang, tetapi anak juga
harus mendapat perhatian dan kasih sayang. Dalam hal ini, peranan ibu sangat kuat.
Anak yang diasuh ibunya sendiri dengan sabar dan penuh kasih sayang, apalagi
ibunya berpendidikan, mengerti soal pentingnya ASI, manfaat Posyandu dan kebersihan,
meskipun miskin akan dapat mengasuh dan memberi makan anak dengan baik sehingga
anaknya tetap sehat. Lagi-lagi unsur pendidikan dan pengetahuan gizi serta kesehatan
pada perempuan mempengaruhi kualitas pengasuhan anak.
Faktor kemiskinan dan pendidikan orangtua yang rendah serta kurangnya
pengetahuan soal gizi dan kesehatan, merupakan penyebab utama tingginya angka
penderita gizi buruk. Kemiskinan menyebabkan rendahnya kualitas intake zat gizi,
penyakit infeksi, buruknya pengetahuan dan praktek keluarga berencana, yang pada
akhirnya berpengaruh pada rendahnya status gizi balita dan ibu hamil. Namun, selain
disebabkan ketidakmampuan ekonomi, kasus gizi buruk juga dapat disebabkan pola asuh
ibu atau keluarga yang salah. Dengan kata lain pengasuhan merupakan faktor yang
sangat erat kaitannya dengan pertumbuhan dan perkembangan balita.
Kemiskinan selalu didengung-dengungkan menjadi penyebab gizi buruk,
tetapi tidak semua keluarga miskin memiliki balita gizi buruk. Hal ini dikuatkan oleh
penelitian mengenai penyimpangan positif (positive deviance), yang dilakukan oleh
Jusat, dkk (2000: 145-156) di DKI Jakarta dan Kabupaten Bogor. Penelitian ini

memberikan hasil bahwa status ekonomi keluarga-keluarga yang relatif sama, belum
tentu memiliki balita dengan status gizi yang sama juga.
Mengapa keluarga dengan status ekonomi yang rendah tetapi memiliki balita
dengan status gizi baik. Hal ini ditentukan oleh pola pengasuhan ibu, usaha ibu untuk
mengusahakan anak mau makan, berdampak memiliki gizi lebih baik dibandingkan jika
anak dibiarkan mengikuti kemauannya saja yaitu tidak mau makan. Pengasuhan anak
yang berpindah ke tangan kedua misalnya pembantu atau nenek, juga mempunyai
dampak pada keadaan gizi anak
C. Gejala Klinis
Pada kasus malnutrisi yang berat, gejala klinis terbagi menjadi dua bagian besar, yaitu
kwashiokor dan marasmus. Pada kenyataannya jarang sekali ditemukan suatu kasus yang
hanya menggambarkan salah satu dari bagian tertentu saja. Sering kali pada kebanyakan
anak-anak penderita gizi buruk, yang ditemukan merupakan perpaduan gejala dan tanda dari
kedua bentuk malnutrisi berat tersebut. Marasmus lebih sering ditemukan pada anak-anak
dibawah usia satu tahun, sedangkan insiden pada anak-anak dengan kwashiokor terjadi pada
usia satu hingga enam tahun. Pada beberapa negara seperti di Asia dan Afrika, marasmus juga
didapatkan pada anak yang lebih dewasa dari usia satu tahun (toddlers), sedangkan di Chili,
marasmus terjadi pada bulan pertama kehidupan anak tersebutnya.1,2
Gejala pertama dari malnutrisi tipe marasmus adalah kegagalan tumbuh kembang. Pada
kasus yang lebih berat, pertumbuhan bahkan dapat terhenti sama sekali. Selain itu didapatkan
penurunan aktifias fisik dan keterlambatan perkembangan psikomotorik. Pada saat dilakukan
pemeriksaan fisik, akan ditemukan suara tangisan anak yang monoton, lemah, dan tanpa air
mata, lemak subkutan menghilang dan lemak pada telapak kaki juga menghilang sehingga
memberikan kesan tapak kaki seperti orang dewasa. Kulit anak menjadi tipis dan halus,
mudah terjadi luka tergantung adanya defisiensi nutrisi lain yang ikut menyertai keadaan
marasmus. Kaki dan tangan menjadi kurus karena otot-otot lengan serta tungkai mengalami
atrofi disertai lemak subkutan yang turut menghilang. Pada pemeriksaan protein serum,
ditemukan hasil yang normal atau sedikit meningkat. Selain itu keadaan yang terlihat
mencolok adalah hilangnya lemak subkutan pada wajah. Akibatnya ialah wajah anak menjadi
lonjong, berkeriput dan tampak lebih tua (old man face). Tulang rusuk tampak lebih jelas.
Dinding perut hipotonus dan kulitnya longgar. Berat badan turun menjadi kurang dari 60%
berat badan menurut usianya. Suhu tubuh bisa rendah karena lapisan penahan panas hilang.

Cengeng dan rewel serta lebih sering disertai diare kronik atau konstipasi, serta penyakit
kronik. Tekanan darah, detak jantung dan pernafasan menjadi berkurang.
Pada kasus malnutrisi kwashiokor marasmik ditemukan perpaduan gejala antara
kwashiokor dan marasmus. Keadaan ini ditemukan pada anak-anak yang makanan sehariharinya tidak mendapatkan cukup protein dan energi untuk pertumbuhan yang normal. Pada
anak-anak penderita kasus ini disamping terjadi penurunan berat badan dibawah 60% berat
badan normal seusianya, juga memperlihatkan tanda-tanda kwashiokor, seperti edema,
kelainan rambut, kelainan kulit, dan kelainan biokimiawi. Kelainan rambut pada kwashiokor
adalah rambut menjadi lebih mudah dicabut tanpa reaksi sakit dari penderita, warna rambut
menjadi lebih merah, ataupun kelabu hingga putih. Kelainan kulit yang khas pada penyakit
ini ialah crazy pavement dermatosis, yaitu kulit menjadi tampak bercak menyerupai petechiae
yang lambat laun menjadi hitam dan mengelupas di tengahnya, menjadikan daerah sekitarnya
kemerahan dan dikelilingi batas-batas yang masih hitam. Adanya pembesaran hati dan juga
anemia ringan dikarenakan kekurangan berbagai faktor yang turut mengiringi kekurangan
protein, seperti zat besi, asam folat, vitamin B12, vitamin C, dan tembaga. Selain itu juga
ditemukan kelainan biokimiawi seperti albumin serum yang menurun, globulin serum yang
menurun, dan kadar kolesterol yang rendah.2,4
D. Diagnosis
Diagnosis marasmus dibuat berdasarkan gambaran klinis, tetapi untuk mengetahui
penyebab harus dilakukan anamnesis makanan dan kebiasaan makan anak serta riwayat
penyakit yang lalu. Pada awalnya, terjadi kegagalan menaikkan berat badan, disertai dengan
kehilangan berat badan sampai berakibat kurus, dengan kehilangan turgor pada kulit sehingga
menjadi berkerut dan longgar karena lemak subkutan hilang. Lemak pada daerah pipih adalah
bagian terakhir yang hilang sehingga untuk beberapa waktu muka bayi tampak relative
normal sampai nantinya menyusut dan berkeriput. Abdomen dapat kembung atau datar dan
gambaran usus dapat dengan mudah dilihat. Terjadi atrofi otot dengan akibat hipotoni. Suhu
biasanya subnormal, nadi mungkin lambat, dan angka metabolism basal cenderung menurun.
Mula-mula bayi mungkin rewel, tetapi kemudian menjadi lesu dan nafsu makan hilang. Bayi
biasanya konstipasi, tetapi dapat muncul diare dengan buang air besar sering, tinja berisi
mucus dan sedikit.

Ciri dari marasmus antara lain:

- Penampilan wajah seperti orang tua, terlihat sangat kurus


- Perubahan mental
- Kulit kering, dingin dan kendur
- Rambut kering, tipis dan mudah rontok
- Lemak subkutan menghilang sehingga turgor kulit berkurang
- Otot atrofi sehingga tulang terlihat jelas
- Sering diare atau konstipasi
- Kadang terdapat bradikardi
- Tekanan darah lebih rendah dibandingkan anak sehat yang sebaya
- Kadang frekuensi pernafasan menurun
Selain itu marasmus harus dapat dibedakan dengan kasus malnutrisi lainnya yaitu
kwashiokor agar tidak terjadi kesalahan dalam penegakkan diagnosa yang dapat berpengaruh
pada tindak lanjut kasus ini. Kwashiorkor merupakan sindroma klinis akibat dari malnutrisi
protein berat (MEP berat) dengan masukan kalori yang cukup. Bentuk malnutrisi yang paling
serius dan paling menonjol di dunia saat ini terutama yang berada didaerah industri belum
berkembang. Kwashiorkor berarti anak tersingkirkan, yaitu anak yang tidak lagi
menghisap, gejalanya dapat menjadi jelas sejak masa bayi awal sampai sekitar usia 5 tahun,
biasanya sesudah menyapih dari ASI. Walaupun penambahan tinggi dan berat badan
dipercepat dengan pengobatan, ukuran ini tidak pernah sama dengan tinggi dan berat badan
anak normal.3
Ciri dari Kwashiorkor menurut antara lain:
- Perubahan mental sampai apatis
- Sering dijumpai Edema
- Atrofi otot
- Gangguan sistem gastrointestinal
- Perubahan rambut dan kulit
- Pembesaran hati
- Anemia
E. Pencegahan
Tindakan pencegahan terhadap marasmus dapat dilaksanakan dengan baik bila

penyebabnya diketahui. Usaha-usaha tersebut memerlukan sarana dan prasarana kesehatan


yang baik untuk pelayanan kesehatan dan penyuluhan gizi. Beberapa diantaranya ialah:
1. Pemberian air susu ibu (ASI) sampai umur 2 tahun merupakan sumber energi yang
paling baik untuk bayi.
2. Ditambah dengan pemberian makanan tambahan bergizi dan berprotein serta energi
tinggi pada anak sejak umur 6 bulan ke atas
3. Pencegahan penyakit infeksi, dengan meningkatkan kebersihan lingkungan dan
kebersihan perorangan
4. Pemberian imunisasi.
5. Mengikuti program keluarga berencana untuk mencegah kehamilan terlalu kerap.
6. Penyuluhan/pendidikan gizi tentang pemberian makanan yang adekuat merupakan
usaha pencegahan jangka panjang.
7. Pemantauan (surveillance) yang teratur pada anak balita di daerah yang endemis
kurang gizi, dengan cara penimbangan berat badan tiap bulan.
8. Meningkatkan hasil produksi pertanian agar persediaan makan mencukupi.
9. Memperbaiki infrastruktur pemasaran dan mensubsidi harga bahan makanan
10. Melakukan program transmigrasi ke daerah lain agar terjadi pemerataan penduduk.
F. Pentingnya Deteksi Dan Intervensi Dini
Mengingat penyebabnya sangat kompleks, pengelolaan gizi buruk memerlukan
kerjasama yang komprehensif dari semua pihak. Tidak hanya dari dokter maupun tenaga
medis, namun juga pihak orang tua, keluarga, pemuka masyarakat maupun agama dan
pemerintah. Langkah awal pengelolaan gizi buruk adalah mengatasi kegawatan yang
ditimbulkannya, dilanjutkan dengan frekuen feeding ( pemberian makan yang sering,
pemantauan akseptabilitas diet ( penerimaan tubuh terhadap diet yang diberikan),
pengelolaan infeksi dan pemberian stimulasi. Perlunya pemberian diet seimbang, cukup
kalori dan protein serta pentingnya edukasi pemberian makan yang benar sesuai umur anak.
Pada daerah endemis gizi buruk, diperlukan tambahan distribusi makanan yang memadai.5,7
Posyandu dan puskesmas sebagai ujung tombak dalam melakukan skrining atau
deteksi dini dan pelayanan pertama menjadi vital dalam pencegahan kasus gizi buruk saat ini.
Penggunaan kartu menuju sehat dan pemberian makanan tambahan di posyandu perlu
digalakkan lagi. Tindakan cepat pada balita yang 2x berturut-turut tidak naik timbangan berat
badannya untuk segera mendapat akses pelayanan dan edukasi lebih lanjut, dapat menjadi
sarana deteksi dan intervensi yang efektif. Termasuk juga peningkatan cakupan imunisasi
untuk menghindari penyakit yang dapat dicegah, serta propaganda kebersihan personal

maupun lingkungan. Pemuka masyarakat maupun agama akan sangat efektif jika membantu
dalam pemberian edukasi pada masyarakat, terutama dalam menanggulangi kebiasaan atau
mitos-mitos yang salah pada pemberian makan pada anak.

G. Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan pada penderita marasmus adalah pemberian diet tinggi kalori dan
tinggi protein serta mencegah kekambuhan. Penderita marasmus tanpa komplikasi dapat
berobat jalan asal diberi penyuluhan mengenai pemberian makanan yang baik, sedangkan
penderita yang mengalami komplikasi serta dehidrasi, syok, asidosis dan lain-lain perlu
mendapat perawatan di rumah sakit. Penatalaksanaan penderita yang dirawat di RS dibagi
dalam dua fase.
Pada fase initial, tujuan yan diharapkan adalah untuk menangani atau mencegah
hipoglikemia, hipotermi, dan dehidrasi. Tahap awal yaitu 24-48 jam per-tama merupakan
masa kritis, yaitu tindakan untuk menyelamat-kan jiwa, antara lain mengkoreksi keadaan
dehidrasi atau asidosis dengan pemberian cairan intravena. Cairan yang diberikan ialah
larutan Darrow-Glucosa atau Ringer Lactat Dextrose 5%. Cairan diberikan sebanyak 200
ml/kg BB/hari. Mula-mula diberikan 60 ml/kg BB pada 4-8 jam pertama. Kemudian 140 ml
sisanya diberikan dalam 16-20 jam berikutnya.1,2,8
Hipotermia ditandai dengan suhu tubuh yang rendah dibawah 360 C. Pada keadaan ini
anak harus dihangatkan. Cara yang dapat dilakukan adalah ibu atau orang dewasa lain
mendekap anak di dadanya lalu ditutupi selimut (Metode Kanguru). Perlu dijaga agar anak
tetap dapat bernafas.
Semua anak, menurut guideline dari WHO, diberikan antibiotic untuk mencegah
komplikasi yang berupa infeksi, namun pemberian antibiotic yang spesifik tergantung dari
diagnosis, keparahan, dan keadaan klinis dari anak tersebut. Pada anak diatas 2 tahun
diberikan obat anti parasite sesuai dari protocol
Tahap kedua yaitu penyesuaian. Sebagian besar penderita tidak memerlukan koreksi
cairan dan elektrolit, sehingga dapat langsung dimulai dengan penyesuaian terhadap
pemberian makanan. Pada hari-hari pertama jumlah kalori yang diberikan sebanyak 30-60
kalori/kg BB/hari atau rata-rata 50 kalori/kg BB/hari, dengan protein 1-1,5 g/kg BB/hari.
Jumlah ini dinaikkan secara berangsur-angsur tiap 1-2 hari sehingga mencapai 150-175
kalori/kg BB/hari dengan protein 3-5 g/kg BB/hari. Waktu yang diperlukan untuk mencapai

diet tinggi kalori tinggi protein ini lebih kurang 7-10 hari. Cairan diberikan sebanyak 150
ml/kg BB/hari. Formula yang biasa diberikan dalam tahap ini adalah F-75 yang mengandung
75kcal/100ml dan 0,9 protein/100ml) yang diberika terus menerus setiap 2 jam.
Pemberian vitamin dan mineral yaitu vitamin A diberikan sebanyak 200.000. i.u
peroral atau 100.000 i.u im pada hari pertama kemudian pada hari ke dua diberikan 200.000
i.u. oral. Vitamin A diberikan tanpa melihat ada/tidaknya gejala defisiensi Vitamin A untuk
mencegah terjadinya xeroftalmia karena pada kasus ini kadar vitamin A serum sangat rendah.
Mineral yang perlu ditambahkan ialah K, sebanyak 1-2 Meq/kg BB/hari/IV atau dalam
bentuk preparat oral 75-100 mg/kg BB/hari dan Mg, berupa MgS04 50% 0,25 ml/kg BB/hari
atau magnesium oral 30 mg/kg BB/hari. Dapat diberikan 1 ml vitamin B (IC) dan 1 ml vit. C
(IM), selanjutnya diberikan preparat oral atau dengan diet.
Fase rehabilitasi dimulai saat nafsu makan anak meningkat dan infeksi yang ada
berhasil ditangani. Formula F-75 diganti menjadi F-100 yang dikurangi kadar gulanya untuk
mengurangi osmolaritasnya. Jenis makanan yang memenuhi syarat untuk penderita malnutrisi
berat ialah susu dan diberikan bergantian dengan F-100. Dalam pemilihan jenis makanan
perlu diperhatikan berat badan penderita. Dianjurkan untuk memakai pedoman BB kurang
dari 7 kg diberikan makanan untuk bayi dengan makanan utama ialah susu formula atau susu
yang dimodifikasi, secara bertahap ditambahkan makanan lumat dan makanan lunak.
Penderita dengan BB di atas 7 kg diberikan makanan untuk anak di atas 1 tahun, dalam
bentuk makanan cair kemudian makanan lunak dan makanan padat.

Sepuluh langkah tatalaksana gizi buruk


No Tindakan Pelayanan
1. Mencegah dan mengatasi
hipoglikemia
2. Mencegah dan mengatasi
hipotermia

Fase Stabilisasi

Fase Rehabilitasi Fase Tindak lanjut *)

H1-2H3-7

Minggu ke 3 - 6

Minggu ke 7 -26

3. Mencegah dan mengatasi


dehidrasi
4. Memperbaiki gangguan
keseimbangan elektrolit
5. Mengobati infeksi
6. Memperbaiki zat gizi mikro

Tanpa Fe Dengan Fe

7. Memberikan makanan
untuk stabilisasi dan
transisi
8. Memberikan makanan
untuk tumbuh kejar
9. Memberikan stimulasi
tumbuh kembang
10. Mempersiapkan untuk
tindak lanjut di rumah
*) Pada fase tindak lanjut dapat dilakukan di rumah, dimana anak secara berkala (1minggu/
kali) berobat jalan ke Puskesmas atau Rumah Sakit.
Pada pasien dengan gizi buruk dibagi dalam 2 fase yang harus dilalui yaitu fase
stabilisasi (Hari 1-7), fase transisi (Hari 8 14), fase rehabilitasi (Minggu ke 3 6), ditambah
fase tindak lanjut (Minggu ke 7 26) seperti tampak pada tabel diatas.
KOMPLIKASI
Keadaan malnutrisi marasmus dapat menyebabkan anak mendapatkan penyakit
penyerta yang terkadang tidak ringan apabila penatalaksanaan marasmus tidak segera
dilakukan. Beberapa keadaan tersebut ialah:4,6
1. Noma
Noma merupakan penyakit yang kadang-kadang menyertai malnutrisi tipe marasmuskwashiokor. Noma atau stomatitis gangraenosa merupakan pembusukan mukosa
mulut yang bersifat progresif sehingga dapat menembus pipi. Noma terjadi pada
malnutrisi berat karena adanya penurunan daya tahan tubuh. Penyakit ini mempunyai

bau yang khas dan tercium dari jarak beberapa meter. Noma dapat sembuh tetapi
menimbulkan bekas luka yang tidak dapat hilang seperti lenyapnya hidung atau tidak
dapat menutupnya mata karena proses fibrosis.
2. Xeroftalmia
Penyakit ini sering ditemukan pada malnutrisi yang berat terutama pada tipe
marasmus-kwashiokor. Pada kasus malnutrisi ini vitamin A serum sangat rendah
sehingga dapat menyebabkan kebutaan. Oleh sebab itu setiap anak dengan malnutrisi
sebaiknya diberikan vitamin A baik secara parenteral maupun oral, ditambah dengan
diet yang cukup mengandung vitamin A.
3. Tuberkulosis
Pada anak dengan keadaan malnutrisi berat, akan terjadi penurunan kekebalan tubuh
yang akan berdampak mudahnya terinfeksi kuman. Salah satunya adalah mudahnya
anak dengan malnutrisi berat terinfeksi kuman mycobacterium tuberculosis yang
menyebabkan penyakit tuberkulosis.
4. Sirosis hepatis
Sirosis hepatis terjadi karena timbulnya perlemakan dan penimbunan lemak pada
saluran portal hingga seluruh parenkim hepar tertimbun lemak. Penimbunan lemak ini
juga disertai adanya infeksi pada hepar seperti hepatitis yang menimbulkan penyakit
sirosis hepatis pada anak dengan malnutrisi berat.
5. Hipotermia
Hipotermia merupakan komplikasi serius pada malnutrisi berat tipe marasmus.
Hipotermia terjadi karena tubuh tidak menghasilkan energi yang akan diubah menjadi
energi panas sesuai yang dibutuhkan oleh tubuh. Selain itu lemak subkutan yang tipis
bahkan menghilang akan menyebabkan suhu lingkungan sangat mempengaruhi suhu
tubuh penderita.
6. Hipoglikemia
Hipoglikemia dapat terjadi pada hari-hari pertama perawatan anak dengan malnutrisi
berat. Kadar gula darah yang sangat rendah ini sangat mempengaruhi tingkat
kesadaran anak dengan malnutrisi berat sehingga dapat membahayakan penderitanya.

7. Infeksi traktus urinarius


Infeksi traktus urinarius merupakan infeksi yang sering terjadi pada anak bergantung
kepada tingkat kekebalan tubuh anak. Anak dengan malnutrisi berat mempunyai daya
tahan tubuh yang sangat menurun sehingga dapat mempermudah terjadinya infeksi
tersebut.
8. Penurunan kecerdasan
Pada anak dengan malnutrisi berat, akan terjadi penurunan perkembangan organ
tubuhnya. Organ penting yang paling terkena pengaruh salah satunya ialah otak. Otak
akan terhambat perkembangannya yang diakibatkan karena kurangnya asupan nutrisi
untuk pembentukan sel-sel neuron otak. Keadaan ini akan berpengaruh pada
kecerdasan seorang anak yang membuat fungsi afektif dan kognitif menurun,
terutama dalam hal daya tangkap, analisa, dan memori.

PROGNOSIS
Prognosis pada penyakit ini buruk karena banyak menyebabkan kematian dari
penderitanya akibat infeksi yang menyertai penyakit tersebut, tetapi prognosisnya dapat
dikatakan baik apabila malnutrisi tipe marasmus ini ditangani secara cepat dan tepat.
Kematian dapat dihindarkan apabila dehidrasi berat dan penyakit infeksi kronis lain seperti
tuberkulosis atau hepatitis yang menyebabkan terjadinya sirosis hepatis dapat dihindari. Pada
anak yang mendapatkan malnutrisi pada usia yang lebih muda, akan terjadi penurunan tingkat
kecerdasan yang lebih besar dan irreversibel dibanding dengan anak yang mendapat keadaan
malnutrisi pada usia yang lebih dewasa. Hal ini berbanding terbalik dengan psikomotor anak
yang mendapat penanganan malnutrisi lebih cepat menurut umurnya, anak yang lebih muda
saat mendapat perbaikan keadaan gizinya akan cenderung mendapatkan kesembuhan
psikomotornya lebih sempurna dibandingkan dengan anak yang lebih tua, sekalipun telah
mendapatkan penanganan yang sama. Hanya saja pertumbuhan dan perkembangan anak yang
pernah mengalami kondisi marasmus ini cenderung lebih lambat, terutama terlihat jelas
dalam hal pertumbuhan tinggi badan anak dan pertambahan berat anak, walaupun jika dilihat
secara ratio berat dan tinggi anak berada dalam batas yang normal.

2.2 Tumbuh Kembang Anak


A. Definisi Tumbuh Kembang
Istilah tumbuh kembang sebenarnya mencakup dua peristiwa yang sifatnya
berbeda, tetapi saling berkaitan yaitu pertumbuhan dan perkembangan. Sedangkan
pengertian mengenai apa yang dimaksud pertumbuhan dan perkembangan adalah
sebagai berikut:
1.
Pertumbuhan (growth) adalah bertambahnya ukuran dan jumlah sel, serta jaringan
interseluler, yang berarti bertambahnya ukuran fisik dan struktur tubuh dalam arti

sebagian atau keseluruhan. Pertumbuhan bersifat kuantitatif sehingga dapat diukur


2.

dengan menggunakan satuan panjang dan berat.2


Perkembangan (development) adalah bertambahnya kemampuan struktur dan
fungsi tubuh yang lebih kompleks, sehingga bersifat kualitatif, yang
pengukurannya jauh lebih sulit dibanding dengan pengukuran pertumbuhan. 2
Disini menyangkut adanya proses diferensiasi dari sel-sel tubuh, jaringan tubuh,
organ-organ dan sistem organ yang berkembang sedemikian rupa sehingga
masing-masing dapat memenuhi fungsinya. Termasuk juga perkembangan emosi,
intelektual dan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya. 1

B. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Tumbuh Kembang Anak


Secara umum terdapat dua faktor utama yang berpengaruh terhadap tumbuh
kembang anak, yaitu faktor genetik dan lingkungan.1 Dan dapat diuraikan faktor
pokok tersebut menjadi berbagai macam faktor yang secara khusus langsung
berpengaruh terhadap tumbuh kembang walau beberapa faktor tersebut dapat
tumpang tindih, faktor-faktor tersebut diantaranya; pengaruh saraf, pengaruh hormon,
pengaruh gizi, pengaruh sosial ekonomi, pengaruh musim dan iklim, penyakit emosi
dll.
1. Faktor genetik (internal)
Faktor genetik merupakan modal dasar dalam mencapai hasil akhir proses
tumbuh kembang anak. Melalui instruksi genetik yang terkandung di dalam sel
telur yang telah dibuahi, dapat ditentukan kualitas dan kuantitas pertumbuhan.
Ditandai dengan intensitas dan kecepatan pembelahan, derajat sensitivitas jaringan
terhadap rangsangan, umur pubertas dan berhentinya pertumbuhan tulang.
Termasuk faktor genetik antara lain adalah berbagai faktor bawaan yang normal
dan patologik, jenis kelamin, suku bangsa. Potensi genetik yang bermutu
hendaknya berinteraksi dengan lingkungan secara positif sehingga diperoleh hasil
akhir yang optimal. Gangguan pertumbuhan di negara maju lebih sering
diakibatkan oleh faktor genetik ini. Sedangkan di negara yang sedang berkembang,
gangguan pertumbuhan selain diakibatkan oleh faktor genetik juga oleh faktor
lingkungan yang kurang memadai untuk tumbuh kembang anak yang optimal
bahkan kedua faktor ini dapat menyebabkan kematian anak-anak sebelum
mencapai usia balita. Di samping itu banyak penyakit keturunan yang disebabkan
oleh kelainan kromosom seperti sindrom down, sindrom turner dan lain-lain. 1
2. Faktor lingkungan (eksternal)

Lingkungan merupakan faktor yang sangat menentukan tercapai atau tidaknya


potensi bawaan. Lingkungan yang cukup baik akan memungkinkan tercapainya
potensi bawaan, sedangkan yang kurang baik akan menghambatnya. Lingkungan
ini merupakan lingkungan bio-fisiko-psiko-sosial yang mempengaruhi individu
setiap hari, mulai dari konsepsi sampai akhir hayat, diantaranya:
a. Gizi ibu pada waktu hamil
Gizi ibu yang jelek sebelum terjadinya kehamilan maupun pada waktu
sedang hamil, lebih sering menghasilkan bayi BBLR (berat badan lahir rendah)
atau lahir mati dan jarang menyebabkan cacat bawaan. Disamping itu pula
menyebabkan hambatan pertumbuhan otak janin, anemia pada bayi baru lahir,
bayi baru lahir mudah terkena infeksi, abortus dan sebagainya.anak yang lahir
dari ibu yang gizinya kurang dan hidup di lingkungan miskin maka akan
mengalami kurang gizi juga dan mudah terkena infeksi selanjutnya akan
menghasilkan wanita dewasa yang berat dan tinggi badannya kurang pula.1
b. Mekanis
Trauma dan cairan ketuban yang kurang menyebabkan kelaianan bawaan pada
bayi yang dilahirkan.
b. Infeksi
Infeksi yang sering menyebabkan cacat bawaan adalah TORCH
(Toxoplasmosis, Rubella, Cytomegalovirus, Herpes simplex). Sedangkan infeksi
lainnya yang juga menyebabkan penyakit pada janin adalah varisela, Coxsackie,
Echovirus,

Malaria,

lues, HIV, polio,

campak,

listeriosis,

leptospira,

mikoplasma, virus influenza dan virus hepatitis.1


c. Toksin/ zat kimia
Masa organogenesis adalah masa yang sangat peka terhadap teratogen.
Misalnya obat-obatan seperti thalidomide, phenitoin, methadion, obat-obat anti
kanker dan lainnya. Demikian pula pada ibu hamil perokok berat/peminum
alkohol kronis sering melahirkan bayi BBLR, lahir mati, cacat atau retardasi
mental.1
d. Endokrin
Hormon-hormon yang mungkin berperan dalam pertumbuhan janin
adalah somatotropin, hormone plasenta, hormone tiroid, insulin dan peptidapeptida lain dengan aktivitas mirip insulin (Insulin like growth factors/IGFs).1
e. Imunitas
Rhesus atau ABO inkomtabilitas sering menyebabkan abortus, hidrops
fetalis, kern ikterus atau lahir mati.1
f. Stress

Stres yang dialami ibu pada waktu hamil dapat mempengaruhi tumbuh kembang
janin antara lain cacat bawaan,kelainan kejiwaan.1
g. Radiasi
Radiasi pada janin sebelum umur 18 minggu dapat menyebabkan kematian
janin, kerusakan otak, mikrosefali atau cacat bawaan lainnya. 1
h. Anoksia embrio
Kebutuhan dasar anak untuk tumbuh kembang, secara umum dibagi menjadi 3
kebutuhan dasar yaitu:1
1. Kebutuhan fisik-biomedis (ASUH)
a. pangan/gizi
b. perawatan kesehatan dasar: imunisasi, pemberian ASI, penimbangan yang
teratur, pengobatan
c. pemukiman yang layak- kebersihan perseorangan, sanitasi lingkungan
d. pakaian
e. rekreasi, kesegaran jasmani dll
2. Kebutuhan emosi/kasih sayang (ASIH)
Kasih sayang dari orang tua akan menciptakan ikatan yang erat dan
kepercayaan dasar untuk menjamin tumbuh kembang yang selaras baik fisik, mental
atau psikososial.
3. Kebutuhan akan stimulasi mental (ASAH)
Stimulasi mental mengembangkan perkembangan

kecerdasan,

kemandirian,

kreativitas, agama, kepribadian, moral-etika, produktivitas dan sebagainya


C. Tahap-Tahap Tumbuh Kembang
Anak yang mendapat ASUH, ASIH, dan ASAH yang memadai akan mengalami
tumbuh kembang yang optimal sesuai dengan potensi genetik yang dimilikinya. Setiap
anak akan melalui setiap tahapan tumbuh kembang yang mempunyai ciri tersendiri, yaitu:
1. Masa prenatal
a) Masa mudigah/embrio: dari konsepsi sampai 8 minggu di dalam kandungan.
b) Masa janin: mulai dari 9 minggu di dalam kandungan sampai lahir.
2. Masa bayi: usia 0 - 1 tahun
a) Masa neonatal dini: usia 0-7 hari
b) Masa nenonatal lanjut: usia 8-28 hari
c) Masa pasca neonatal: usia 29 hari sampai 1 tahun
3. Masa pra-sekolah: usia 1 6 tahun
4. Masa sekolah: usia 6 18/20 tahun
a) Masa pra-remaja: usia 6-10 tahun
b) Masa remaja dini: wanita usia 8-13 tahun, pria usia 10-15 tahun
c) Masa remaja lanjut: wanita usia 13-18 tahun, pria 15-20 tahun
Ciri-ciri pertumbuhan

Terdapat 4 indikator perubahan, yaitu: 1, 2

1. Perubahan ukuran
Tampak jelas pada perubahan fisik, yang dengan bertambahnya umur anak akan
terjadi

perubahan tinggi, berat badan, lingkar kepala, organ tubuh sesuai

kebutuhannya.
2. Perubahan proporsi
Perubahan proporsi tubuh dimulai dari usia kehamilan dua bulan sampai
dewasa, terlihat seperti gambar berikut.

Gambar 2.1 Menunjukan proporsi tubuh dari janin sampai dewasa (dikutip dari
Behrman 1992, gambar dikutip dari Markum AH 1991)

3. Hilangnya ciri-ciri lama


Menghilangnya kelenjar timus, lepasnya gigi susu, dan menghilangnya refleksrefleks primitif.
4. Timbulnya ciri-ciri baru
Tumbuhnya cirri-ciri baru ini adalah akibat pematangan fungsi-fungsi organ
seperti munculnya gigi tetap, munculnya tanda-tanda seks sekunder.
Jenis jenis Perkembangan
1) Perkembangan Fisik
Pertumbuhan fisik pada masa ini lambat dan relatif seimbang.
Peningkatan berat badan anak lebih banyak dari pada panjang badannya.

Peningkatan berat badan anak terjadi terutama karena bertambahnya ukuran


sistem rangka, otot dan ukuran beberapa organ tubuh lainnya.

2) Perkembangan Motorik Kasar


a) Perkembangan Motorik Kasar
Gerak kasar atau motorik kasar adalah aspek yang berhubungan
dengan kemampuan anak melakukan pergerakan dan sikap tubuh yang
melibatkan otot-otot besar seperti duduk, berdiri, dan sebagainya.
Perkembangan motorik pada usia ini menjadi lebih halus dan lebih
terkoordinasi dibandingkan dengan masa bayi. Anak anak terlihat lebih
cepat dalam berlari dan pandai meloncat serta mampu menjaga
keseimbangan badannya.
b) Perkembangan Motorik Halus
Untuk memperhalus ketrampilan ketrampilan motorik, anak anak
terus melakukan berbagai aktivitas fisik yang terkadang bersifat informal
dalam bentuk permainan. Gerak halus atau motorik halus adalah aspek yang
berhubungan dengan kemampuan anak melakukan gerakan yang melibatkan
bagian-bagian tubuh tertentu dan dilakukan oleh otot-otot kecil, tetapi
memerlukan koordinasi yang cermat seperti mengamati sesuatu, menjimpit,
menulis, dan sebagainya. Disamping itu, anak anak juga melibatkan diri
dalam aktivitas permainan olahraga yang bersifat formal, seperti senam,
berenang, dll.
c) Tahap Perkembangan Motorik
Berikut tahapan-tahapan perkembangannya:
Usia 1-2 tahun
Motorik Kasar
Merangkak
berdiri dan berjalan beberapa
langkah
berjalan cepat
cepat-cepat duduk agar tidak
jatuh
merangkak di tangga

Motorik Halus
mengambil benda kecil dengan ibu
jari atau telunjuk
membuka 2-3 halaman buku secara
bersamaan
menyusun menara dari balok
memindahkan air dari gelas ke
gelas lain

berdiri di kursi tanpa pegangan


menarik dan mendorong benda-

belajar memakai kaus kaki sendiri


menyalakan TV dan bermain

benda berat
melempar bola

remote
belajar mengupas pisang
Usia 2-3 tahun

Motorik Kasar
melompat-lompat
berjalan mundur dan jinjit
menendang bola
memanjat meja atau tempat tidur
naik tangga dan lompat di anak

Motorik Halus
mencoret-coret dengan 1 tangan
menggambar
garis
tak

tangga terakhir
berdiri dengan 1 kaki

beraturan
memegang pensil
belajar menggunting
mengancingkan baju
memakai baju sendiri

Usia 3-4 tahun

Motorik Kasar
melompat dengan 1 kaki
berjalan menyusuri papan
menangkap bola besar
mengendarai sepeda
berdiri dengan 1 kaki

Motorik Halus
menggambar manusia
mencuci tangan sendiri
membentuk benda dari plastisin
membuat garis lurus dan lingkaran
cukup rapi

Usia 4-5 tahun

Motorik Kasar
menuruni tangga dengan cepat
seimbang saat berjalan mundur
melompati rintangan
melempar dan menangkap bola
melambungkan bola

Motorik Halus
menggunting dengan cukup baik
melipat amplop
membawa gelas tanpa
menumpahkan isinya
memasikkan benang ke lubang
besar

d) Fungsi Perkembangan Motorik


Perkembangan motorik merupakan salah satu faktor yang sangat
penting dalam perkembangan individu secara keseluruhan. Beberapa
pengaruh perkembangan motorik terhadap konstelasi perkembangan
individu dipaparkan oleh Hurlock (1996) sebagai berikut:8

1. Melalui keterampilan motorik, anak dapat menghibur dirinya dan


memperoleh perasaan senang. Seperti anak merasa senang dengan
memiliki keterampilan memainkan boneka, melempar dan menangkap
bola atau memainkan alat-alat mainan.
2. Melalui keterampilan motorik, anak dapat beranjak dari kondisi tidak
berdaya pada bulan-bulan pertama dalam kehidupannya, ke kondisi yang
independent. Anak dapat bergerak dari satu tempat ke tempat lainnya dan
dapat berbuat sendiri untuk dirinya. Kondisi ini akan menunjang
perkembangan rasa percaya diri.
3. Melalui perkembangan motorik, anak dapat menyesuaikan dirinya
dengan lingkungan sekolah. Pada usia prasekolah atau usia kelas-kelas
awal Sekolah Dasar, anak sudah dapat dilatih menulis, menggambar,
melukis, dan barisberbaris.
4. Melalui perkembangan motorik yang normal memungkinkan anak dapat
bermain atau bergaul dengan teman sebayannya, sedangkan yang tidak
normal akan menghambat anak untuk dapat bergaul dengan teman
sebayanya bahkan dia akan terkucilkankan atau menjadi anak yang
fringer (terpinggirkan).
5. Perkembangan keterampilan motorik sangat penting bagi perkembangan
selfconcept atau kepribadian anak.

D. Gangguan tumbuh kembang


Gangguan perkembangan dan pertumbuhna merupakan hal yang sering luput dari
pengamatan orang tua, terutama apabila gangguan yang terjadi adalah gangguan
perkembangan dan perilaku. Hal ini selain dikarenakan rendahnya pengetahuan dari orang
tua juga diakibatkan ketidakpekaan orang tua. Pada saat ini utamanya dikalangan
menengah keatas permasalahan tumbuh kembang mendapat perhatian yang lebih. Ketika
mengamati balita memasuki ruang pemeriksaan bersama orang tuanya, sebenarnya kita

sudah mulaimendeteksi tumbuh kembangnya. Dengan memperhatikan penampilan


wajah, bentuk kepala, tinggibadan, proporsi tubuh, pandangan matanya, suara, cara bicara,
berjalan, perilaku, aktivitas dan interaksi denganlingkungannya bisa didapatkan beberapa
informasipenting berkaitan dengan tumbuh kembangnya. Tetapideteksi dini gangguan
tumbuh kembang balita sebaiknyadilakukan dengan anamnesis, pemeriksaan fisis
danskrining perkembangan yang sistematis agar lebihobyektif.3,4
Keluhan utama dari orangtua berupa kekhawatiranterhadap tumbuh kembang anak
dapat mengarah kepada kecurigaan adanya gangguan tumbuhkembang, misalnya anaknya
lebih pendek dari teman sebayanya, kepala kelihatan besar, umur 6 bulan belum bisa
tengkurap, umur 8 bulan belum bisa duduk, umur 15 bulan belum bisa berdiri, 2 tahun
belum

bisa

bicara

dan

lain

lain.

melaporkan

bahwa

kecurigaan

orangtua

terhadapperkembangan anaknya (dengan membandingkanterhadap anak-anak lain)


mempunyai korelasi yangcukup tinggi dengan gangguan perkembangantertentu (walaupun
mereka berpendidikan rendahdan belum berpengalaman mengasuh anak).
Penilaian orangtua pada perkembangan bicara anakny amempunyai korelasi yang
kuat dengan hasil kemampuan kognitif mereka. Namun orang tua tidak selalu benar,
karena 20-25% orang tua tidak mengetahui bahwa anaknya terganggu perkembangannya,
dan banyak orang tua yang khawatir pada perkembangan anaknya padahal tidak
terganggu.6 Oleh karena itu kita harus melakukan pemeriksaan fisis dan skrining
perkembangan untuk membuktikan apakah kecurigaan orang tua itu benar. Selanjutnya
anamnesis dapat diarahkan untuk mencari faktor-faktor risiko atau etiologi gangguan
tumbuh kembang yang disebabkan oleh faktor intrinsik pada balita dan atau faktor
lingkungan.
Faktor risiko yang harus ditanyakan antara lain retardasi pertumbuhan intra uterin,
berat lahir rendah, prematuritas, infeksi intra uterin, gawat janin,asfiksia, perdarahan
intrakranial,

kejang

neonatal,hiperbilirubinemia,

hipoglikemia,

infeksi,

kelainankongenital, temperamen, dan lain-lain.


Faktor risiko pada ibu antara lain umur, tinggi badan,pendidikan, kesehatan ibu
selama hamil dan persalinan(kadar Hb, status gizi, penyakit, pengobatan), jumlahanak dan
jarak kehamilan, pengetahuan, sikap danketrampilan ibu dalam mencukupi kebutuhan
biopsikososial(asuh, asih, asah) untuk tumbuhkembang

balitanya,

penyakit

keturunan, penyakitmenular, riwayat pernikahan (terpaksa, tidak direstui,single parent,


perceraian dan lain-lain), merokok,alkoholism, narkoba, pekerjaan/penghasilan, dan
lainlain.

Faktor resiko juga dapat muncul akibat perilaku dari lingkungan seperti pada ayah
dan anggota keluarga lain. Pada ayah yang perlu ditanyakan

umur, tinggi badan,

pendidikan, pekerjaan/penghasilan, pengetahuan, sikap dan ketrampilanayah dalam


mencukupi kebutuhan bio-psikososial(asuh, asih, asah) untuk tumbuh kembang
balitanya, penyakit, riwayat pernikahan (terpaksa,tidak direstui, perceraian dan lain-lain),
komitmen perencanaan kehamilan, hubungan ayah-ibu dananak dan lain-lain. Perhatikan
pula pola dari berbabagai faktor seperti Saudara kandung/tiri yang tinggal serumah:
jumlah, jarak umur, kesehatan (status gizi,imunisasi, kelainan bawaan, gangguan
tumbuhkembang, penyimpangan perilaku), pendidikan,hubungan dengan ayah-ibu dan
lain-lain.Anggota keluarga lain serumah (nenek, kakek,paman, bibi, pengasuh anak,
pembantu): pengetahuan,sikap dan ketrampilan mencukupi.
Pemeriksaan selanjutunya yang dilakukan pada penderita gangguan perkembangan
adalah melakukan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan fisik dilakukan denngan mengukur
tinggi , berat badan, ukuran kepala , status neurologis dan berbagai pemeriksaan motorik.
Sebagain besar dari pemeriksaan fisik ini dibentuk dalam bentukan skrining cepat sebagai
penanda deteksi dini gangguan perkembangan karena pertumbuhan yang dihitung secara
kuntitatif merupakan bukti yang kuat terhadap kelaina tumbuh kembang.
Terdapat beberapa Gangguan tumbuh kembang yang sering ditemukan, hal ini akan
membantu untuk pelaksana kesehatan untuk mendeteksi lebih dini apabila mengetahu
kecenderungan penyakit yang terjadi. Beberapa Gangguan Tumbuh-Kembang Yang Sering
Ditemukan.
1. Gangguan bicara dan bahasa.
Kemampuan berbahasa merupakan indikator seluruh perkembangan anak.
Karena kemampuan berbahasa sensitif terhadap keterlambatan atau kerusakan pada
sistem lainnya, sebab melibatkan kemampuan kognitif, motor, psikologis, emosi dan
lingkungan sekitar anak. Kurangnya stimulasi akan dapat menyebabkan gangguan
bicara dan berbahasa bahkan gangguan ini dapat menetap.
2. Celebral Palsy
Merupakan suatu kelainan gerakan dan postur tubh yang tidak progresif, yang
disebabkan oleh karena suatu kerusakan/gangguan pada sel-sel motorik pada susunan
saraf pusat yang sedang tumbuh/belum selesai pertumbuhannya.
3. Sindrom Down.
Anak dengan Sindrom Down adalah individu yang dapat dikenal dari
fenotipnya dan mempunyai kecerdasan yang terbatas, yang terjadi akibat adanya

jumlah kromosom 21 yang berlebih. Perkembangannya lebih lambat dari anak yang
normal. Beberapa faktor seperti kelainan jantung kongenital, hipotonia yang berat,
masalah biologis atau lingkungan lainnya dapat menyebabkan keterlambatan
perkembangan motorik dan keterampilan untuk menolong diri sendiri.
4. Perawakan Pendek.
Short stature atau Perawakan Pendek merupakan suatu terminologi mengenai
tinggi badan yang berada di bawah persentil 3 atau -2 SD pada kurva pertumbuhan
yang berlaku pada populasi tersebut. Penyebabnya dapat karena varisasi normal,
gangguan gizi, kelainan kromosom, penyakit sistemik atau karena kelainan endokrin.
5. Gangguan Autisme.
Merupakan gangguan perkembangan pervasif pada anak yang gejalanya
muncul sebelum anak berumur 3 tahun. Pervasif berarti meliputi seluruh aspek
perkembangan sehingga gangguan tersebut sangat luas dan berat, yang mempengaruhi
anak secara mendalam. Gangguan perkembangan yang ditemukan pada autisme
mencakup bidang interaksi sosial, komunikasi dan perilaku.
6. Retardasi Mental.
Merupakan suatu kondisi yang ditandai oleh intelegensia yang rendah (IQ <
70) yang menyebabkan ketidakmampuan individu untuk belajar dan beradaptasi
terhadap tuntutan masyarakat atas kemampuan yang dianggap normal.
7. Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH)
Merupakan gangguan dimana anak mengalami kesulitan untuk memusatkan
perhatian yang seringkali disertai dengan hiperaktivitas.

Anda mungkin juga menyukai