Anda di halaman 1dari 8

MARASMUS

PENDAHULUAN

Penyakit kurang energi protein (KEP) merupakan salah satu penyakit gangguan gizi
yang penting di Indonesia maupun banyak negara yang sedang berkembang di Asia,
Afrika, Amerika Tengah dan Amerika Selatan.
Prevalensi yang tinggi terdapat pada anak-anak di bawah umur 5 tahun (Balita).
Karena pada saat itu gizi atau makanan tersebut disediakan untuk pertumbuhan dan
perkembangan serta energi yang lebih aktif pada anak tersebut.
Pada penyakit KEP ditemukan berbagai macam keadaan patologis disebabkan oleh
kekurangan energi maupun protein dalam proporsi yang bermacam-macam akibat
kekurangan tersebut timbul keadaan KEP pada derajat yang ringan sampai berat.
Pada keadaan yang berat secara klinis terdapat 3 tipe: Kwashiorkor, Marasmus,
Marasmus Kwashiorkor. Pada semua derajat maupun tipe KEP ini terdapat gangguan
pertumbuhan, disamping gejala-gejala klinis maupun biokimiawi yang khas bagi tipe
penyakitnya. 1
DEFINISI
Marasmus adalah salah satu bentuk KEP berat yang timbul karena defisiensi
karbohidrat dengan presentasi berat badan kurang dari 60% tanpa edema.
ETIOLOGI
Marasmus dapat terjadi pada semua umur, akan tetapi sering dijumpai pada bayi yang
tidak mendapat cukup ASI dan tidak diberi makanan penggantinya atau sering
diserang diare.
Marasmus dapat terjadi akibat berbagai penyakit seperti infeksi, kelainan bawaan
saluran pencernaan, kelainan jantung bawaan, malabsorpsi, gangguan metabolik,
penyakit ginjal menahun dan gangguan saraf pusat. 1,2
Dapat juga disebabkan oleh karena pemasukan kalori atau protein atau keduanya yang
tidak mencukupi akibat kekurangan dalam susunan makanan, dan kebiasaan makan
makanan yang tidak layak. 2
FAKTOR-FAKTOR YANG MEYEBABKAN TERJADINYA MARASMUS

1. Faktor diet. Diet kurang energi akan mengakibatkan penderita marasmus.


2. Peranan faktor sosial. Pantangan untuk menggunakan bahan makanan tertentu
yang sudah turun-temurun.
3. Peranan kepadatan penduduk. Mc Laren (1982) memperkirakan bahwa
marasmus terdapat dalam jumlah yang banyak akibat suatu daerah terlalu padat
penduduknya dengan higiene yang buruk.
4. Faktor infeksi. Terdapat interaksi sinergistis antara infeksi dan malnutrisi.
Infeksi berat dapat memperjelek keadaan gizi melalui gangguan masukan dan
meningginya kehilangan zat-zat gizi esensial tubuh.
5. Faktor kemiskinan. Dengan penghasilan yang rendah, ketidakmampuan
membeli bahan makanan ditambah timbulnya banyak penyakit infeksi karena
kepadatan tempat tinggal dapat mempercepat timbulnya KEP. 2
PATOFISIOLOGI
Untuk kelangsungan hidup jaringan diperlukan sejumlah energi yang dalam keadaan
normal dapat dipenuhi dari makanan yang diberikan. Kebutuhan ini tidak terpenuhi
pada intake yang kurang, karena itu untuk pemenuhannya digunakan cadangan protein
sebagai sumber energi.
Penghancuran jaringan pada defisiensi kalori tidak saja membantu memenuhi energi
tetapi juga memungkinkan sintesis glukosa dan metabolit esensial lainnya seperti
berbagai asam amino. Karena itu pada marasmus kadang-kadang masih ditemukan
kadar asam amino yang normal, sehingga hati masih dapat membentuk albumin. 3
GAMBARAN KLINIS
Gejala klinis marasmus terdiri dari: 1,2,3,4,5
1. Pertumbuhan dan perkembangan fisik terganggu (berat badan < 60%).
2. Tampak sangat kurus (gambaran seperti kulit pembalut tulang).
3. Muka seperti orang tua (old man face).
4. Pucat, cengeng, apatis.
5. Rambut kusam, kadang-kadang pirang, kering, tipis dan mudah dicabut.

6. Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada, sehingga
kulit kehilangan turgornya.
7. Jaringan otot hipotrofi dan hipotoni.
8. Perut membuncit atau cekung dengan gambaran usus yang jelas.
9. Ujung tangan dan kaki terasa dingin dan tampak sianosis.
10. Sering disertai penyakit infeksi, diare kronis atau konstipasi.
LABORATORIUM
Perubahan biokimia yang ditemukan pada marasmus adalah: 1,4,5
1. Anemia ringan sampai berat.
2. Kadar albumin dan globulin serum rendah.
3. Kadar kolesterol serum yang rendah.
4. Kadar gula darah yang rendah.
DIAGNOSIS
Marasmus ditegakkan berdasarkan gambaran klinis, pemeriksaan fisik, dan didukung
oleh pemeriksaan laboratorium. 1
PENATALAKSANAAN
Pasien marasmus berat dirawat inap dengan pengobatan rutin sebagai berikut:

1,2,3,4

1. Atasi/cegah hipoglikemia
Periksa kadar gula darah bila ada hipotermia (suhu aksila < 35C, atau suhu rektal
35,5C). Bila kadar gula darah di bawah 50 mg/dl, maka berikan:
50 ml bolus glukosa 10% atau larutan sukrosa (1 sendok teh gula dalam 5
sendok makan air) secara oral atau sonde/pipa nasogastrik.
Selanjutnya berikan larutan tersebut setiap 30 menit selama 2 jam (setiap kali
berikan bagian dari jatah untuk 2 jam).

Secepatnya berikan makan setiap 2 jam, siang dan malam.


1. Atasi/cegah hipotermia
Bila suhu rektal < 35,5C, hangatkan anak dengan pakaian atau selimut, atau
letakkan dekat lampu atau pemanas.
Suhu diperiksa sampai mencapai > 36,5C.
1. Atasi/cegah dehidrasi
Jika anak masih menyusui, teruskan ASI dan berikan setiap setengah jam
sekali. Jika anak masih dapat minum, lakukan tindakan rehidrasi oral dengan
memberikan minum anak 5 ml/kgBB setiap 30 menit cairan rehidrasi oral
khusus untuk KEP.
Jika tidak ada cairan khusus untuk anak dengan KEP berat dapat menggunakan
oralit. Jika anak tidak dapat minum maka dilakukan rehidrasi intravena dengan
cairan Ringer Laktat/Glukosa 5% dan NaCl 0,9%.
1. Koreksi gangguan keseimbangan elektrolit
Pada semua KEP berat terjadi gangguan keseimbangan elektrolit diantaranya:
Kelebihan natrium tubuh, walaupun kadar natrium plasma rendah.
Defisiensi kalium dan magnesium. Ketidakseimbangan ini diterapi dengan
memberikan:

K 2 4 meq/kgBB/hari (150 300 mg KCL/kgBB/hari).

Mg 0,3 0,6 meq/kgBB/hari (7,5 15 MgCl 2/kgBB/hari).


1. Obati/cegah infeksi

Pada KEP berat, tanda yang umumnya menunjukan adanya infeksi seperti demam,
seringkali tidak nampak, oleh karena itu pada semua KEP berat secara rutin diberikan:
Antibiotika spektrum luas, bila tanpa komplikasi: kontrimoksazol 5 ml suspensi
pediatri secara oral, 2 kali sehari selama 5 hari (2,5 ml bila BB < 4 kg).

Bila anak sakit berat (apatis, letargi) atau ada komplikasi (hipoglikemia,
hipotermia, infeksi kulit, infeksi saluran napas atau saluran kencing) beri
ampisilin 50 mg/kgBB IM atau IV setiap 6 jam selama 2 hari, kemudian secara
oral amoksisilin 15 mg/kgBB setiap 8 jam, selama 5 hari.
Bila amoksisilin tidak ada, maka teruskan ampisilin 50 mg/kgBB setiap 6 jam
secara oral, atau gentamisin 7,5 mg/kgBB/IM atau IV sekali sehari selama 7
hari.
Bila dalam 48 jam tidak ada kemajuan klinis, tambahkan kloramfenikol 25
mg/kgBB/IM atau IV setiap 6 jam selama 5 hari.
Bila terdeteksi kuman spesifik, beri pengobatan spesifik. Bila anoreksia
menetap selama 5 hari pengobatan antibiotik, lengkapi pemberian hingga 10
hari.
Vaksinasi campak bila umur anak > 6 bulan dan belum pernah diimunisasi.
1. Koreksi defisiensi nutrien mikro
Berikan setiap hari:
Tambahan multivitamin.
Asam folat 1 mg/hari (5 mg hari pertama).
Seng (Zn) 2 mg/kgBB/hari.
Bila berat badan mulai naik: Fe 3 mg/kgBB/hari atau sulfas ferosus 10
mg/kgBB/hari.
Vitamin A oral pada hari 1, 2 dan 14. Untuk umur > 1 tahun 200.000 SI, umur 6
12 bulan 100.000 SI, dan umur 0 5 bulan 50.000 SI.
1. Mulai pemberian makanan
Pemberian diet dibagi dalam 3 fase, yaitu: fase stabilisasi, fase transisi, dan fase
rehabilitasi.
Fase Stabilisasi (2 7 hari)

Fase dimulainya pemberian makanan segera setelah anak dirawat sehingga energi dan
protein cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme basal tubuh.
Prinsif pemberian nutrisi pada fase inisial/stabilisasi adalah sebagai berikut:

Porsi kecil, sering, rendah serat dan rendah laktosa.

Oral atau nasogastrik.

Kalori 100 kkal/kgBB/hari

Protein 1 1,5 gr/kgBB/hari.

Cairan 130 ml/kgBB/hari.


Fase Transisi (Minggu ke-2)

Fase pemberian makanan secara perlahan-lahan untuk menghindari resiko gagal


jantung dan intoleransi saluran cerna bila anak mengkonsumsi makanan dalam jumlah
banyak secara mendadak.

Kalori 150 kkal/kgBB/hari

Protein 2 3 gr/kgBB/hari

Cairan 150 ml/kgBB/hari.


Fase Rehabilitasi (Minggu ke-3 7)

Pada masa pemulihan, dibutuhkan berbagai pendekatan secara gencar agar tercapai
asupan makanan yang tinggi dan pertambahan BB > 10 gr/kgBB/hari. Awal fase
rehabilitasi ditandai dengan timbulnya selera makan, biasanya 1 2 minggu setelah
dirawat.
Setelah masa transisi dilampaui, anak diberi:

Makanan/formula dengan jumlah tidak terbatas dan sering.

Energi 150 220 kkal/kgBB/hari.

Protein 4 6 gr/kgBB/hari


Bila anak masih mendapat ASI, teruskan tetapi beri formula lebih dulu karena
energi dan protein ASI tidak akan mencukupi untuk tumbuh kejar.
1. Fasilitasi tumbuh kejar
Untuk mengejar pertumbuhan yang tertinggal, anak diberi asupan makanan seperti
pada fase-fase tersebut di atas. Untuk itu harus tersedia jumlah asupan makanan yang
memadai seperti pada tahapan fase-fase di atas.
1. Sediakan stimulasi sensorik dan dukungan emosi/mental.
10. Siapkan follow up setelah sembuh
Bila berat badan sudah mencapai 80% BB/U dapat dikatakan anak sembuh. Pola
pemberian makan yang baik dan stimulasi harus tetap dilanjutkan di rumah setelah
penderita dipulangkan. Kepada orang tua disarankan:
Membawa anaknya kembali untuk kontrol secara teratur.
Pemberian suntikan/imunisasi ulang (booster).
Pemberian vitamin A setiap 6 bulan.
Selain itu atasi penyakit penyerta, yaitu:
Defisiensi vitamin A.
Dermatosis.
Penyakit karena parasit/cacing.
Diare berlanjut.
Tuberkulosis, obati sesuai dengan pedoman tuberkulosis.
PROGNOSIS
Dengan pengobatan adekuat, umumnya penderita dapat ditolong walaupun diperlukan
waktu sekitar 2 3 bulan untuk tercapainya berat badan yang diinginkan. Pada tahap
penyembuhan yang sempurna, biasanya pertumbuhan fisik hanya terpaut sedikit
dibandingkan dengan anak yang sebayanya. Namun kadang-kadang perkembangan
intelektualnya akan mengalami kelambatan yang menetap, khususnya kelainan mental

dan defisiensi persepsi. Retardasi perkembangan akan lebih nyata lagi bila penyakit
ini diderita sebelum anak berumur 2 tahun, ketika masih terjadi proliferasi, mielinisasi
dan migrasi sel otak. 1,4

Anda mungkin juga menyukai