EPIDEMIOLOGI, KEMAJUAN,
TANTANGAN, DAN
KESENJANGAN PENELITIAN
Journal Reading:
DM Amandra, DM
Dewa Gede, DM Arief,
DM Akbar
PENDAHULUAN
Kusta adalah suatu penyakit infeksi yang tersering
menyebabkan kecacatan.
Kejadian kusta telah mengalami penurunan selama 50 tahun
terakhir ini, namun transmisi kusta masih berlanjut.
Transmisi penyebaran kusta masih belum diketahui benar,
meskipun penularannya dapat dianggap terjadi dari nasal
droplets.
Keterlambatan diagnosis akan berdampak negatif, contohnya
dapat meningkatkan risiko kerusakan saraf.
WHO merekomendasikan penggunaan multidrug terapi
selama 6 bulan untuk pasien dengan kusta tipe
paucibacillary (1-5 lesi pada kulit) dan selama 12 bulan
untuk pasien dengan kusta tipe multibacillary (lesi lebih dari
EPIDEMIOLOGI
Tingkat deteksi kasus baru untuk kusta tetap tinggi,
dengan sekitar 250.000 kasus baru yang terdaftar setiap
tahun.
Sekitar 15 juta orang telah diobati dengan terapi
multidrug, dan diperkirakan 2 juta orang telah dicegah
dari kecacatan.
Meskipun nilai prevalensi kusta jatuh mencolok dari
620,638 kasus pada tahun 2002, menjadi 213,036 kasus
pada tahun 2009, penurunan ini disebabkan sebagian
untuk nilai-nilai prevalensi berkurang setengahnya oleh
durasi pengobatan yang dikurangi dari 24 bulan sampai
12 bulan.
45
35
25
15
5
-5
Prevalence
Incidence
25
20
15
10
5
Prevalence
Incidence
TRANSMISI
Kusta disebabkan oleh Mycobacterium leprae.
Metode penularan masih belum terbukti secara meyakinkan,
meskipun penyebaran human-to-human melalui nasal droplet
diyakini menjadi rute utama.
Mycobacterium leprae tumbuh lambat dan masa inkubasi kusta
panjang di 2-12 tahun.
Pasien kusta lepromatosa mengeluarkan Mycobacterium leprae
dari mukosa hidung dan kulit.
Besarnya risiko terkena penularan kusta tergantung pada
kedekatan kontak, dan seberapa / sering terpapar.
Kusta tipe multibacillary memiliki risiko dua kali lebih mudah
menginfeksi dibandingkan kusta tipe paucybacillary.
TRANSMISI
Masih belum jelas apakah faktor genetik mempengaruhi
perkembangan penyakit kusta.
Sebuah studi terbaru menunjukkan adanya hubungan antara
jenis gen pada NOD2, yang mengatur respon imun bawaan,
dan menentukan risiko dan bentukan penyakit.
Urutan genom dari Mycobacterium leprae telah tersedia
sejak tahun 2001.
Penelitian awal dengan polimorfisme nukleotida tunggal
telah menghasilkan empat subtipe Mycobacterium leprae
dan mendalilkan rute penyebaran di seluruh dunia.
Temuan tersebut menyimpulkan bahwa kebanyakan strain
Mycobacterium leprae membentuk kluster bersama-sama di
negara-negara yang spesifik, dan bahwa kehadiran temuan
PENYAKIT KLINIS
Infeksi M.leprae menyebabkan peradangan granulomatous
kronis di kulit dan saraf perifer. Jenis kusta pasien ditentukan
oleh respon imun cell-mediated mereka terhadap infeksi.
Jenis penyakitnya dapat dikategorikan menurut klasifikasi
Ridley-Jopling, yang didasarkan pada jenis lesi kulit dan jumlah
bakteri dalam tubuh.
WHO telah memperkenalkan klasifikasi yang disederhanakan
menggunakan jumlah lesi kulit untuk mengklasifikasikan
penyakit sebagai paucibacillary (hingga sampai lima lesi) atau
multibasiler (lebih dari lima lesi kulit).
Klasifikasi ini secara luas digunakan untuk membantu
pengambilan keputusan pengobatan.
PENGOBATAN
WHO merekomendasikan terapi multi-obat dengan rifampisin
dan dapson untuk penyakit pausibasiler, atau dengan
rifampisin, dapson, dan clofazimine untuk pasien dengan
penyakit multibasiler.
Durasi yang direkomendasikan terapi adalah 6 bulan untuk
pasien dengan penyakit pausibasiler dan 12 bulan bagi mereka
dengan penyakit multibasiler, dan regimen ini akan secara
efektif memberantas M.leprae pada kebanyakan pasien.
Pengobatan yang lebih lama mungkin diperlukan pada
beberapa pasien dengan Indeks Bakteri yang tinggi pada saat
diagnosis untuk mencegah kambuh.
DIAGNOSIS
Diagnosis yang terlambat, dapat
penyebaran penyakit dan kecacatan.
memicu
terjadinya
Richardus
dan
Habbema
berargumen
bahwa
untuk
memusnahkan penyakit menular, kita membutuhkan sebuah
intervensi yang dapat menghambat transmisis, alat diagnosis
yang praktis engan sensitivitas dan spesifisitas yang memadai,
serta ketidakberdaannya resevoir.
Dasar dari prinsip ini dapat dicapai dengan penelitian yang
mendalam di bidang epidemiologis dan mikrobiologis untuk
menemukan alat yang baik untuk mendeteksi infeksi, cara
intervensi yang baru seperti kemopofilaksis dan vaksinasi, semua
hal ini haruslah segera dikembangkan dan diimplementasikan.
PENCEGAHAN
Kemoprofilaksis secara efektif mampu menurunkan angkan kejadian
kusta pada kontak di lingkungan rumah.
Penggunaan
pembahasan.
cara
ini
secara
umum
masih
dalam
tahap
Tambahan pada kemoprofilaksis terhadap kontak dekat nonhousehold sangat sangatlah didukung oleh pendapat
epidemiologis yang baik, namun berbagai hambatan dapat
menghalangi implementasi dari peraturan yang akan
ditegakkan.
Sebagai contoh, perhitungan terhadap indeks kasus kusta
membutuhkan identifikasi terhadap kontak, terutama di luar
rumah, hal ini bisa jadi tidak diinginkan oleh masyarakat
maupun melanggar etik.
KESIMPULAN
Prioritas penelitian terhadap kusta mampu mencakup area
yang luas, mulai dari sains dasar hingga pelayanan
kesehatan.
Pengertian yang lebih mendalam sangat dibutuhkan baik
dibidak epidemiologi, seperti transmisi penyakit, peranan
dari armadillo, dan kontribusi relatif dari transmisi dan
reinfeksi hingga segala permasalahan yang menyertai
penyakit ini, serta patogenesis dari kerusakan saraf.
Alat yang efektif harus dikembangkan untuk deteksi dini
pada infeksi, point-of-contact diagnosis, memprediksi
kerusakn saraf, dan menggolongkan kecacatan
TERIMAKASIH
THANK
YOU
Salamat sa iyo
BEDANKT
MERCI
GRAZIE