pada Terapi
Hasan Belli, Cenk Ural, Mahir Akbudak
Abstrak
Pada artikel ini, tulisan ini ditujukan untuk meninjau ulang efikasi dari mood stabilizers
dan antipsikotik atipikal, yang umum digunakan pada terapi psikofarmakologis dari
penyakit
bipolar
dan
gangguan
kepribadian
borderline.
Dalam
konteks
ini,
kepribadian
borderline.
Terlebih
lagi,
pendekatan
berbasis
gejala
fungsional dari BPD, tingkat remisi dan angka rawat inap. Kebersamaan gangguan
bipolar dan BPD sangat signifikan untuk penggunaan mood stabilizer pada terapinya
dan dapat meningkatkan tindakan yang membahayakan diri [14].
Mood stabilizer telah diakui untuk minimal satu dari tiga fase gangguan bipolar
(mania, depresi bipolar, rumatan jangka panjang) dari FDA (Food and Drug
Administration). Namun, tidak ada obat, termasuk mood stabilizer dan antipsikotik
atipikal telah diakui untuk terapi BPD oleh FDA. Mood stabilizer dan antipsikotik atipikal
telah direkomendaiskan hanya pada beberapa gejala [8]. Kondisi ini menunjukkan
bahwa masuknya BPD dalam spektrum spektrum gangguan bipolar tidak memiliki
banyak kepentingan pada terapi.
Walaupun data tidak cukup dalam terapi BPD dengan mood stabilizer dan
antipsikotik atipikal, pendekatan psikoterapeutik, yang dapat dievaluasi sebagai terapi
psikososial sangat menjanjikan. Terapi perilaku dialektik [15], terasi terfokus skema
[16], dan psikoterapi terfokus transferens [17] dapat termasuk pada pendekatan ini.
Sebagaimana yang terlihat, usaha untuk meletakkan BPD pada gangguan bipolar tidak
memberikan kontribusi yang signifikan untuk pendekatan terapi. Tumpang tindih yang
signifikan dari kriteria diagnostik pada sistem DSM tidak menunjukkan bahwa kedua
kelompok gangguan ini benar-benar sama. Namun, fakta bahwa gangguan bipolar
terutama selain gangguuan bipolar I tidak dapat dengan mudah dibedakan dari BPD.
Usaha diferensiasi yang tidak merinci, yang sepenuhnya didasarkan pada kriteria
diagnosis dari sistem DSM, tidak adekuat. Diferensiasi dengan evaluasi yang lebih
komprehensif dapat juga menguntungkan untuk pemberian terapi.
Pada artikel tinjauan ulan ini, tulisan ini ditujukan untuk mendiskusikan
fenomenolgi tumpanng tindih antara BPD dan gangguan bipolar serta diagnosis klinis
diferensial. Selain itu, efikasi dari mood stabilizer dan antipsikotik atipikal yang
digunakan pada terapi psikofarmakologis dari BPD juga akan didiskusikan.
Gangguan kepribadian borderline dan prevalensi gangguan bipolar
Menurut DSM-IV-TR, tingkat prevalensi BPD pada populasi umum diperkirakan
sekitar 2%. Tingkat ini sekitar 1-2% untuk gangguan bipolar. Estimalsi lain memberikan
tingkat sebesar 5% untuk gangguan spektrum bipolar.
Pada studi literatur, yang telah disusun secara komprehensif oleh Paris et al,
telah ditekankan bahwa tingkat gangguan bipolar I pada pasien BPD sekitar 5,616,1%. Tingkat ini mendekati 9,2%. Tingkat ini didefinisikan 8-19% ketikak gangguan
bipolar II dimasukkan. Tingkat rerata nya ssebesar 10,7% [18]. Ketika dua studi
dengan ukuran sampel adekuat, yang memiliki fase follow up linear 6 tahun, dan
dilakukan dengan wawancara diagnostik terstruktur dengan menggunakan metode
keras, telah ditinjau ulang, gangguan bipolar onset baru telah dideteksi pada pasien
dengan BPD pada tingkat yang rendah. Namun, tingkat tersebut tidak berbeda dengan
yang ada pada kelompok kontrol [6, 19]. Ketika studi terdesain baik dengan metodologi
lain ditinjau ulang, gangguan bipolar I dan II telah dideteksi berada pada tingkat yang
lebih tinggi pada pasien dengan BPD dibandingkan dengan kelompok yang terdiri dari
gangguan kepribadian lain (gangguan kepribadian skizotipal, avoidant, dan obsesif
kompulsif). Tingkat ini sebesar 19,4% untuk BPD dan 7,9% untuk kelompok lain. Ketika
kelompok tersebut secara linear diikuti selama 4 tahun, tingkat inisiasi dari gangguan
bipolar I dan II pada kelompok BPD secara signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan
kelompok gangguan kepribadian lainnya. Tingkatnya sebesar 8,2% dan 3,1% secara
berturut-turut. Walaupun tingkat ini telah menunjukkan resiko tingkat menengah pada
pasien yang didiagnosis dengan BPD, tingkat ini cukup rendah dibandingkan pada
gangguan depresif mayor dan penyalahgunaan obat, yang dideteksi pada BPD [14].
Peneliti yang menginvestigasi tingkat BPD pada gangguan bipolar I telah
melaporkan hasil yang sangat berbeda, yang berbeda dengan kisara 0,5% hingga 30%
dengan nilai rerata 10,7%. Naun, tingkat ini pada gangguan bipolar II berbeda pada
kisaran 12-23% dan nilai reratanya 16,6%. Pada studi yang menginvestigasi hubungan
antara siklotimia dan BPD, tingkat kebersamaan dari kedua penyakit ini cukup tinggi.
Tingkatnya sebesar 62% [20].
Diagnosis dan diferensial diagnosis
Cukup sulit untuk membedakan gangguan bipolar dan BPD, karena kedua
gangguan berkembang dengan gangguan afekktif, iritabilitas, dan impulsivitas. Ketika
kriteria DSM=IV-TR dibandingkan dengan keduanya, jelas bahwa terdapat tumpang
tindih yang menonjol. Fenomologi dari mania jelas berbeda dari BPD. Akselerasi motor
dan psikis yang menonjol, psikosis, dan iritabilitas dapat dibedakan pada analisis faktor
dari gejala manik [21,22]. Ketika analisis faktor BPD dilakukan, tiga faktor terdeteksi
secara karakterisik; perburukan hubungan interpersonal, gangguan atau inkonsistensi
perilaku, dan gangguan afektif [23,24].
Pada studi terkini, beberapa parameter telah dijelaskan untuk membedakan
tumpang tindih antara kedua gangguan ini. Parameter tersebut dijelaskan sebagai
kualitas dari episode mood, jenis impulsivitas, dan progresi linear dari gangguan.
Episode mood
Kedua gangguan menyebabkan fluktuasi mood dan mobilitas afektif, namun
fenomenologi dari episode mood nya berbeda. Fluktuasi mood dan afek negatif
ditandai pada BPD. Kondisi ini dapat dipicu oleh stres yang diterima atau faktor stres
yang berasal dari hubungan interpersonal. Hal ini bersifat transien, utamanya
bergantung pada faktor lingkungan disekitarnya dan dapat bertahan selama beberapa
menit hingga jam. Fluktuasi mood pada gangguan bipolar lebih lama dan lebih
spontan. Terdapat lebih banyak periode gembira yang berkepanjangan terutama pada
gangguan bipolar tipe I. Selain itu, variabilitas afektif merupakan aspek karakteristik
dari respon emosional. Menurut data yang didapat, masalah afektif bertahan selama
hidup, yang ditandai saat kecil dan bahkan saat bayi. Akan tetapi, terdapat pula interval
asimtomatis pada gangguan bipolar [25,26].
Fluktuasi mood pada BPD dan gangguan bipolar II juga dibedakan melalui jenis
emosi. Orang yang didiagnosis dengan BPD telah menunjukkan fluktuasi dari eutimia
menjadi marah, dimana eutimia tidak sering. Akan tetapi pada gangguan bipolar II,
perubahan afektif adalah dari eutimia menuju kegirangan atau kegembiraan.
Perubahan pada BPD dipicu terutama oleh faktor stres interpersonal yang ditandai
oleh penolakan dan pengacuhan. Kondisi ini cukup jarang pada semua gangguan
borderline [27]. Diferensiasi antara BPD dan gangguan bipolar siklus cepat masih
menjadi masalah. Ketika durasi episode mood, perubahan emosional kualitatif, temuan
pemicu repetitif, dan evaluasi pola linear rinci membantu diferensial diagnosis antara
BPD dan gangguan bipolar; kondisi ini tidak mencegah dari kesulitan berat
berkelanjutan dalam mendiagnosis bentuk gangguan bipolar siklus cepat [27-29].
Impulsivitas
Impulsivitas terlihat pada BPD dan gangguan bipolar. Gambaran yang berbeda
dari impulsivitas meliputi impulsivitas motor yang tidak terencana pada fase manik,
sedangkan pada fase depresif ditandai kembali dengan impulsivitas tidak terencana
dan intens. Impulsivitas juga didominasi tidak terencana pada karakter dari BPD. Data
telah menunjukkan bahwa gejala yang ada utamanya tumpang tindih dengan kutub
depresif dari gangguan bipolar [30-32].
Seperti itu, BPD dapat dibedakan dari gangguan bipolar II dengan adanya
pikiran bermusuhan dan perbedaan dalam impulsivitas. Pada bipolar II, impulsivitas
dikaitkan pada atensi. Impulsivitas ini dapat dengan mudah teralihkan pada arah yang
lain dan menjauh dari target. Terdapat impulsivitas yang tidak terencana pada BPD.
Tingkat impulsivitas tertinggi pada populasi terdeteksi pada orang, yang memiliki
gangguan bipolar II dan BPD secara bersamaan. Telah diklaim bahwa subyek ini
memiliki tingkat tertinggi dari tindakan yang membahayakan diri mereka sendiri.
Temuan ini telah menunjukkan bahwa kedua gangguan dapat didiagnosis bersamaan
pada kondisi yang tepat [32]. Secara klinis, impulsivitas pada BPD dipercaya memiliki
karakter yang lebih episodik dibandingkan impulsivitas pada gangguan bipolar. Akan
tetapi, beberapa kondisi seperti penyalahgunaan zat, dapat menyebabkan gangguan
bipolar untuk menjadi lebih rumit, dan impulsivitas dapat terlihat antar episode pada
kasus bersamaan ini [33]. Tindakan impulsif, seperti komitmen bunuh diri, dapat terlihat
pada kedua gangguan, namun secara umum lebih sering pada fase depresif dari
gangguan bipolar. Hal ini secara umum berhubungan dengan kekosongan pada BPD
dan sering menyebabkan inkompetensi dari penanggulangan situasi stres [34-36].
Perkembangan linear dari gangguan
Ketika progresi linear gangguan dibandingkan secara tradisional berdasarkan
aksis I dan aksis II, gangguan mood telah diakui bersifat siklus dan dapat diterapi,
sedangkan gangguan kepribadian menetap sepanjang hidup dan resisten terhadap
terapi. Akan tetapi, telah dilaporkan pada banyak studi bahwa kasus bipolar dapat juga
memiliki progresi kronis, menunjukkan tanda penyakit jangka panjang dan gejala dapat
menjadi kronik di antara episode. Terlebih lagi, hasil dari studi follow up dengan durasi
yang lebih lama telah menunjukkan bahwa mayoritas subyek yang terdiagnosis
dengan BPD tidak memenuhi kriteria gangguan setelah beberapa tahun [37,38]. Akan
tetapi, tanda inti yang terdapat di bawah tingkat ambang berkelanjutan pada BPD.
Walaupun tindakan lebih dramatis dan berbahaya berkurang, tanda psikopatologis
pada wilayah hubungan interpersonal dan afektif bersifat permanen. Akan tetapi, kasus
yang tidak mencapai remisi parsial dapat juga terlihat [39,40].
Penggunaan mood stabilizer pada terapi gangguan kepribadian ambang
Psikoterapi memberikan signifikansinya pada pusat terapi BPD. Akan tetapi,
farmakoterapi dapat direkomendasikan pada beberapa situasi [41,42]. Terdapat
informasi bahwa beberapa pengobatan efektif pada beberapa kelompok gejala dan
krisis. Mood stabilizer memiliki tempat yang penting diantara pengobatan ini [43].
Mood stabilizer
Lithium karbonat
mendeteksi penurunan yang jelas pada tanda agitasi pada kelompok pasien dengan
BPD dan gangguan bipolar [53]. Temuan ini telah dikonfirmasi dengan beberapa studi,
yang telah dilakukan kemudian dengan menggunakan divalproex sodium [54].
Kemudian tiga studi terkontrol plasebo dilakukan. Pada sebuah studi double
blind yang dilakukan oleh Hollander et al, valproate digunakan pada kadar plasma 80
g/ml pada 16 pasien dengan BPD, terlepas perbaikan yang jelas pada simtomatologi
global, penurunan yang jelas telah dilaporkan pada gejala depresif, agresi, iritabilitas,
dan ide atau tindakan bunuh diri [55]. Pada sebuah studi double blind sekuensial dari
durasi 12 minggu, yang mana 52 pasien yang mendatangi klinik rawat jalan dilibatkan,
efikasi dari valproat (dosis harian rerata 1.325 mg) dikonfirmasi pada agresi impulsif
[56]. Pada studi terkontrol 6 bulan dari Frankenburg dan Zanarin, yang terdiri dari 30
pasien BPD yang didiagnosis bersamaan dengan gangguan bipolar II, efek yang jelas
dari valproat (kadar plasma pada rentang 50-100 g/ml) telah terdeteksi pada
sensitivitas interpersonal, kemarahan, kebencian, dan agresi [57].
Lamotrigine
Penggunaan lamotrigine pada terapi BPD telah berawal dari studi yang
dilakukan Pinto dan Akiskal. Open ended studi terdiri dari 8 pasien, yang diikuti selama
satu tahun dan pada klinik rawat jalan. Perbaikan signifikan pada fungsi total sekitar
40% pada studi. Selain itu, perbaikan menonjol telah dilaporkan pada impulsivitas
seksual, penyalahgunaan zat, dan tingkah laku bunuh diri [58]. Pada artikel tinjau ulang
yang disiapkan oleh Green, telah dilaporkan bahwa obat ini, yang efektif pada
gangguan mood, juga efektif pada keseimbangan mood pada pasien yang didiagnosis
dengan BPD [59].
Preston et al mendeteksi bahwa sekitar 40% dari 35 pasien bipolar terdiagnosis
dengan BPD, ketika mereka dievaluasi untuk diagnosis BPD bersamaan dengan
secara retrospektif. Pasien ini telah dievaluasi untuk efikasi lamotrigine pada dua open
ended studies. Hasil menunjukkan bahwa lamotrigine efektif pada seluruh gambaran
karakteristik dari BPD dan terutama memperbaiki impulsivitas dan fluktuasi mood [60].
Pada studi yang lebih terkini, Tritt et al melibatkan 24 pasien wanita, yang
memenuhi kriteria BPD dan membandingkan lamotrigine dan plasebo. Setelah 8
minggu, mereka menemukan perbaikan yang menonjol pada kontrol amarah pada
pasien yang diterapi dengan lamotrigine [61].
Antipsikotik atipikal
Antipsikotik atipikal lain, yang telah diinvestigasi pada terapi BPD, adaah
quetiapine. Schulz mengevaluasi quetiapine (antara 25 dan 300 mg/hari) pada sebuah
studi label terbuka dari durasi 8 minggu dengan 10 pasien. Hasil telah menunjukkan
bahwa quetiapine menyebabkan perbaikan menonjol pada kebencian, impulsivitas dan
fungsi sosial [78]. Villeneuve dan Lemellin melaporkan temuan yang mirip pada studi
mereka. Mereka mempelajari quetiapine (dosis 175 dan 400 mg/hari) pada studi 12
minggu pada 23 pasien, yang kemudian diikuti pada klinik rawat jalan. Investigator ini
melaporkan bahwa quetiapine memiliki perbaikan signifikan pada impulsivitas,
kebencian, depresi, kecemasan, dan fungsi sosial [79]. Bellino et al melakukan studi
pilot 12 minggu pada 14 pasien, dan mereka meneliti efikasi terapi dari quetiapine
(dosis rerata 309 mg/hari). Temuan ini konsisten pada wilayah yang luas dengan studi
sebelumnya. Peneliti melaporkan bahwa quetiapine menyebabkan perbaikan menonjol
pada gejala global, impulsivitas, ledakan amarah, kecemasan dan fungsi sosial [80].
Kesimpulan
Menurut studi yang dilakukan, BPD didiagnosis 10% dari pasien klinik rawat
jalan dan 20% pasien rawat inap. BPD dibarengi pada tingkat yang signifikan dengan
penurunan psikososial dan mortalitas terkait usaha bunuh diri. Lebih dari 10% pasien
telah mencoba bunuh diri. Tingkat ini diperkirakan 50 kali meningkat dibandingkan
pada populasi umum [81]. Tingkat ini telah menunjukkan signifikansi dari terapi efisien
untuk BPD.
Gangguan bipolar dan BPD terkait dekat dengan gangguan psikologis baik
pada fenomologi maupun respon terapi. Terdapat kesulitan untuk menentukan
gambaran yang sama dan berbeda dari keduanya. Namun, jika simtomatologi umum
dipertimbangkan, terlepas tempat sentral dari intervensi psikoterapeutik pada terapi,
terdapat beberapa wilayah pada terapi BPD bahwa mood stabilizer dan antipsikotik
atipikal dapat berguna. Menurut literatur, terdapat lebih banyak data terkait efikasi
valproate, lamotrigine, olanzapine, dan quetiapine. Tedapat cukup sedikit data terkait
obat lain. Pada konteks ini, studi buta terkontrol plasebo lebih lanjut dibutuhkan yang
akan memperkenalkan prosedur disetujui resmi terpisah untuk setiap mood stabilizer
dan antipsikotik atipikal.