Anda di halaman 1dari 11

Gangguan kepribadian borderline: bipolaritas, mood stablizer dan antipsikotik atipikal

pada Terapi
Hasan Belli, Cenk Ural, Mahir Akbudak
Abstrak
Pada artikel ini, tulisan ini ditujukan untuk meninjau ulang efikasi dari mood stabilizers
dan antipsikotik atipikal, yang umum digunakan pada terapi psikofarmakologis dari
penyakit

bipolar

dan

gangguan

kepribadian

borderline.

Dalam

konteks

ini,

fenomenologi umum di antara gangguan kepribadian borderline dan gangguan bipolar


serta gambaran diferensial dari diagnosis klinis akan ditinjau ulang seiring dengan
literatur. Kedua gangguan tersebut dapat menunjukkan gambaran yang sama dalam
aspek diagnostik, dan dapat tumpang tindih secara fenomenologi. Tingkat kesamaan
dari kedua penyakit ini cukup tinggi. Untuk membedakan kedua penyakit ini dari yang
lain, kualitas fluktuasi mood, jenis impulsivitas dan perkembangan linier gangguan
perlu diperhatikan dengan cermat. Terdapat berbagai studi tentang penggunaan mood
stabilizer seperti lithium, carbamazepine, oxcarbazepine, sodium valproate dan
lamotrigine, pada terapi gangguan kepribadian borderline. Terlebih lagi, terdapat juga
studi yang telah menunjukkan efikasi dari risperidone, olanzapine, dan quetiapine
sebagai antipsikotik atipikal. Tidak mudah membedakan gangguan kepribadian
borderline dari gangguan bipolar. Sebuah evaluasi cermat secara intensif perlu
dilakukan. Diferensiasi ini dapat bergunna juga untuk terapi. Terdapat banyak studi
tentang efikasi dari valproate dan lamotrigine pada terapi gangguan kepribadian
borderline. Namun, temuan terkait mood stabilizer lain tidak adekuat. Olanzapine dan
quetiapine dilaporkan lebih efektif diantara antipiskotik atipikal. Belum ada obat yang
diakui untuk terapi gangguan kepribadian borderline oleh pihak yang terkait.
Pendekatan psikoterapetik dapat memberikan tempat signifikan mereka pada terapi
gangguan

kepribadian

borderline.

Terlebih

lagi,

pendekatan

berbasis

gejala

direkomendasikan dalam penggunaan mood stabilizer dan antipsikotik atipikal.


Kata kunci: gangguan kepribadian borderline; gangguan bipolar; mood stabilizer,
antipsikotik atipikal.
Pendahuluan
Walaupun istilah borderline telah digunakan sejak akhir tahun 1930-an, istilah
ini telah dijelaskan pada tahun 1980 sebagai kategori gangguan aksis kedua dari
(Diagnostic and Statistical Manuel of Mental Disorders, third edition) DSM-III yang

terpublikasi [1]. Gunderson telah membedakan diagnosis gangguan kepribadian


borderline (BPD), yang didefinisikan oleh DSM dan dipercaya terdapat pada lapisan
antara gangguan neurotik dan psikotik, dari konsep organisasi kepribadian borderlne
yang didefinisikan oleh Kernberg [1]. Kernberg menganalisis secara teoritis struktur
intrapsikis dengan definisinya. Dia menjelaskan sebuah gangguan kepribadian
borderline, yang tidak kehilangan persepsi realitasnya, menunjukkan ketahanan imatur
dan difusi identitas, serta mengandung sebagian gangguan kepribadian kelas A dan
sebagian kelas B [2]. Pada DSM-IV, pasien dengan gejala yang mencakup dari
spektrum gangguan mood hingga spektrum impulsivitas telah didefinisikan. BPD
didefinisikan sebagai sebuah pola berkelanjutan, yang dimulai saat awal masa dewasa
dan muncul di bawah beberapa kondisi; menunjukkan inkonsistensi pada hubungan
interpersonal, persepsi sendiri, dan mood yang dibarengi dengan impulsivitas yang
prominen [3]. Usaha berkelanjutan untuk menjauh daripada diacuhkan, inkonsistensi
dalam hubungan interpersonal dan persepsi diri, impulsitivitas, tindakan repititif terkait
bunuh diri, fluktuasi mood, perasaan kosong yang berkelanjutan, kemarahan yang
ekstensif, konten pemikiran paranoid, dan terkadang tanda disosiatif berat dapat
terlihat secara karakteristik pada BPD [4]/
Terdapat usaha yang lebih untuk memasukkan diagnosis BPD pada gangguan
aksis pertama, karena gangguan tersebut telah memiliki tempat pada klasifikasi DSM.
Ketika beberapa penulis telah mencoba untuk memasukkan BPD pada tempat di
spektrum skizofrenia [5], lebih banyak peneliti mencoba menghubungkannya dengan
gangguan mood. Gangguan tersebut sebelumnya telah dikaitkan dengan gangguan
depresif mayor [6], kemudian perhatian yang meningkat lebih banyak ditujukan pada
gangguan bipolar, dan gangguan kepribadian ini dicoba untuk dimasukkan pada
spektrum gangguan bipolar [7,8].
Beberapa peneliti percaya bahwa konsep gangguan bipolar digunakan pada
pengertian yang sangat sempit; mereka mengusulkan bahwa kategori diagnostik ini,
pada kenyataannya, meliputi spektrum yang lebih luas [9,10]. Peneliti ini juga
mengusulkan bahwa banyak kasus yang didiagnosis BPD sebenarnya termasuk pada
spektrum gangguan mood, dan terapi nya dapat dilakukan lebih efisien jika mereka
terdiagnosis dengan benar [11]. Kontribusi Akiskal pada diskusi ini lebih konkret dan
deskriptif. Menurut Akiskal, pasien dengan BPD sebenarnya orang-orang dengan
presentasi klinis sikotimik, yang secara berkelanjutan berfluktuasi antara depresi dan
hipomania iritabel, yang lebih gelap atau kondisi kurang stabil dari gangguan bipolar II.
Oleh karena itu, mereka perlu dimasukkan ke dalam spektrum bipolar dan terapi nya

perlu direncanakan dengan benar. Akiskal mengusulkan bahwa gangguan kepribadian


histrionik, narsisistik, dan bipolar yang dibarengi dengan depresi perlu dimasukkan ke
dalam klasifikasi gangguan bipolar ringan atau tidak dapat dibedakan (gangguan
bipolar halus). Akiskal mengusulkan bahwa terkadang penyakit ini dapat berkembang
dari presentasi yang lebih ringan menjadi bentuk yang lebih berat dari gangguan
bipolar (tipe 1 dan tipe 2). Akiskal telah mencoba untuk mendefinisikan spektrum
bipolar pada rentang diagnosis yang sangat luas. Menurut teori ini, spektrum bipolar
tidak hanya mencakup mania atau hipomania, namun juga temperamen hipertimik dan
siklotimik yang muncul. Kedua subtipe ini ditandai dengan spektrum gangguan bipolar
ringan atau tidak dapat dibedakan. Tiap fase didefinisikan sebgai periode eutimik yang
bertahan beberapa hari pada temperamen hipertimik atau siklotimik, yang dimulai saat
periode remaja atau awal masa dewasa, dan didefinisikan dengan siklus yang cepat.
Kondisi ini dianggap sebagai siklus yang sangat cepat (ultra rapid cycling). Model ini
juga merupakan gambaran khas dari fluktuasi mood yang terlihat pada gangguan
kepribadian borderline. Oleh karena itu, Akiskal mengusulkan bahwa kasus ini perlu
dievaluasi pada spektrum bipolar [9].
Penulis lain tidak menyetujui proposal ini. Mereka berpendapat bahwa
gangguan ini dapat terlihat bersamaan, namun BPD merupakan sebuah kategori
diagnostik yang berbeda dan klasifikasi DSM harus valid [12].
Berbeagai agen psikofarmakologis telah dicoba untuk mengatasi gejala pasien
dengan BPD> mood stabilizer dan antipsikotik atipikal memiliki tempat yang penting di
dalamnya. Obat-obatan ini telah dicoba terutama pada gejala impulsivitas, marah,
gangguan afektif, agresi, kecemasan, dan depresi. Obat-obatan ini telah dilaporkan
efektif pada beberapa studi. Namun, efikasi mereka telah dilaporkan dapat diragukan
pada beberapa studi yang lain [13].
Baik BPD dan gangguan bipolar secara signifikan berat dan memiliki potensi
signifikan untuk mempengaruhi berbagai aspek kehidupan. Kedua gangguan ini dapat
menunjukkan gambaran yang sama untuk diagnosis dan dapat tumpang tindih secara
fenotipik. Kualitas epsiode mood, jenis impulsivitas, dan perkembangan linier dari
gangguan perlu diperhatikan dengan cermat untuk melakukan diferensial diagnosis.
Diagnosis yang tepat dan perencanaan terapi yang sesuai sangatlah penting.
Keberadaaan bersama dari dua kondisi ini bukan merupakan kondisi yang jarang dan
seharusnya tidak terlewatkan.
Menurut hasil tanda retrospektif, telah terbukti bahwa kebersamaan gangguan
bipolar dan BPD tidak mempengaruhi perkembangan klinis yang terkait dengan kondisi

fungsional dari BPD, tingkat remisi dan angka rawat inap. Kebersamaan gangguan
bipolar dan BPD sangat signifikan untuk penggunaan mood stabilizer pada terapinya
dan dapat meningkatkan tindakan yang membahayakan diri [14].
Mood stabilizer telah diakui untuk minimal satu dari tiga fase gangguan bipolar
(mania, depresi bipolar, rumatan jangka panjang) dari FDA (Food and Drug
Administration). Namun, tidak ada obat, termasuk mood stabilizer dan antipsikotik
atipikal telah diakui untuk terapi BPD oleh FDA. Mood stabilizer dan antipsikotik atipikal
telah direkomendaiskan hanya pada beberapa gejala [8]. Kondisi ini menunjukkan
bahwa masuknya BPD dalam spektrum spektrum gangguan bipolar tidak memiliki
banyak kepentingan pada terapi.
Walaupun data tidak cukup dalam terapi BPD dengan mood stabilizer dan
antipsikotik atipikal, pendekatan psikoterapeutik, yang dapat dievaluasi sebagai terapi
psikososial sangat menjanjikan. Terapi perilaku dialektik [15], terasi terfokus skema
[16], dan psikoterapi terfokus transferens [17] dapat termasuk pada pendekatan ini.
Sebagaimana yang terlihat, usaha untuk meletakkan BPD pada gangguan bipolar tidak
memberikan kontribusi yang signifikan untuk pendekatan terapi. Tumpang tindih yang
signifikan dari kriteria diagnostik pada sistem DSM tidak menunjukkan bahwa kedua
kelompok gangguan ini benar-benar sama. Namun, fakta bahwa gangguan bipolar
terutama selain gangguuan bipolar I tidak dapat dengan mudah dibedakan dari BPD.
Usaha diferensiasi yang tidak merinci, yang sepenuhnya didasarkan pada kriteria
diagnosis dari sistem DSM, tidak adekuat. Diferensiasi dengan evaluasi yang lebih
komprehensif dapat juga menguntungkan untuk pemberian terapi.
Pada artikel tinjauan ulan ini, tulisan ini ditujukan untuk mendiskusikan
fenomenolgi tumpanng tindih antara BPD dan gangguan bipolar serta diagnosis klinis
diferensial. Selain itu, efikasi dari mood stabilizer dan antipsikotik atipikal yang
digunakan pada terapi psikofarmakologis dari BPD juga akan didiskusikan.
Gangguan kepribadian borderline dan prevalensi gangguan bipolar
Menurut DSM-IV-TR, tingkat prevalensi BPD pada populasi umum diperkirakan
sekitar 2%. Tingkat ini sekitar 1-2% untuk gangguan bipolar. Estimalsi lain memberikan
tingkat sebesar 5% untuk gangguan spektrum bipolar.
Pada studi literatur, yang telah disusun secara komprehensif oleh Paris et al,
telah ditekankan bahwa tingkat gangguan bipolar I pada pasien BPD sekitar 5,616,1%. Tingkat ini mendekati 9,2%. Tingkat ini didefinisikan 8-19% ketikak gangguan
bipolar II dimasukkan. Tingkat rerata nya ssebesar 10,7% [18]. Ketika dua studi

dengan ukuran sampel adekuat, yang memiliki fase follow up linear 6 tahun, dan
dilakukan dengan wawancara diagnostik terstruktur dengan menggunakan metode
keras, telah ditinjau ulang, gangguan bipolar onset baru telah dideteksi pada pasien
dengan BPD pada tingkat yang rendah. Namun, tingkat tersebut tidak berbeda dengan
yang ada pada kelompok kontrol [6, 19]. Ketika studi terdesain baik dengan metodologi
lain ditinjau ulang, gangguan bipolar I dan II telah dideteksi berada pada tingkat yang
lebih tinggi pada pasien dengan BPD dibandingkan dengan kelompok yang terdiri dari
gangguan kepribadian lain (gangguan kepribadian skizotipal, avoidant, dan obsesif
kompulsif). Tingkat ini sebesar 19,4% untuk BPD dan 7,9% untuk kelompok lain. Ketika
kelompok tersebut secara linear diikuti selama 4 tahun, tingkat inisiasi dari gangguan
bipolar I dan II pada kelompok BPD secara signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan
kelompok gangguan kepribadian lainnya. Tingkatnya sebesar 8,2% dan 3,1% secara
berturut-turut. Walaupun tingkat ini telah menunjukkan resiko tingkat menengah pada
pasien yang didiagnosis dengan BPD, tingkat ini cukup rendah dibandingkan pada
gangguan depresif mayor dan penyalahgunaan obat, yang dideteksi pada BPD [14].
Peneliti yang menginvestigasi tingkat BPD pada gangguan bipolar I telah
melaporkan hasil yang sangat berbeda, yang berbeda dengan kisara 0,5% hingga 30%
dengan nilai rerata 10,7%. Naun, tingkat ini pada gangguan bipolar II berbeda pada
kisaran 12-23% dan nilai reratanya 16,6%. Pada studi yang menginvestigasi hubungan
antara siklotimia dan BPD, tingkat kebersamaan dari kedua penyakit ini cukup tinggi.
Tingkatnya sebesar 62% [20].
Diagnosis dan diferensial diagnosis
Cukup sulit untuk membedakan gangguan bipolar dan BPD, karena kedua
gangguan berkembang dengan gangguan afekktif, iritabilitas, dan impulsivitas. Ketika
kriteria DSM=IV-TR dibandingkan dengan keduanya, jelas bahwa terdapat tumpang
tindih yang menonjol. Fenomologi dari mania jelas berbeda dari BPD. Akselerasi motor
dan psikis yang menonjol, psikosis, dan iritabilitas dapat dibedakan pada analisis faktor
dari gejala manik [21,22]. Ketika analisis faktor BPD dilakukan, tiga faktor terdeteksi
secara karakterisik; perburukan hubungan interpersonal, gangguan atau inkonsistensi
perilaku, dan gangguan afektif [23,24].
Pada studi terkini, beberapa parameter telah dijelaskan untuk membedakan
tumpang tindih antara kedua gangguan ini. Parameter tersebut dijelaskan sebagai
kualitas dari episode mood, jenis impulsivitas, dan progresi linear dari gangguan.

Episode mood
Kedua gangguan menyebabkan fluktuasi mood dan mobilitas afektif, namun
fenomenologi dari episode mood nya berbeda. Fluktuasi mood dan afek negatif
ditandai pada BPD. Kondisi ini dapat dipicu oleh stres yang diterima atau faktor stres
yang berasal dari hubungan interpersonal. Hal ini bersifat transien, utamanya
bergantung pada faktor lingkungan disekitarnya dan dapat bertahan selama beberapa
menit hingga jam. Fluktuasi mood pada gangguan bipolar lebih lama dan lebih
spontan. Terdapat lebih banyak periode gembira yang berkepanjangan terutama pada
gangguan bipolar tipe I. Selain itu, variabilitas afektif merupakan aspek karakteristik
dari respon emosional. Menurut data yang didapat, masalah afektif bertahan selama
hidup, yang ditandai saat kecil dan bahkan saat bayi. Akan tetapi, terdapat pula interval
asimtomatis pada gangguan bipolar [25,26].
Fluktuasi mood pada BPD dan gangguan bipolar II juga dibedakan melalui jenis
emosi. Orang yang didiagnosis dengan BPD telah menunjukkan fluktuasi dari eutimia
menjadi marah, dimana eutimia tidak sering. Akan tetapi pada gangguan bipolar II,
perubahan afektif adalah dari eutimia menuju kegirangan atau kegembiraan.
Perubahan pada BPD dipicu terutama oleh faktor stres interpersonal yang ditandai
oleh penolakan dan pengacuhan. Kondisi ini cukup jarang pada semua gangguan
borderline [27]. Diferensiasi antara BPD dan gangguan bipolar siklus cepat masih
menjadi masalah. Ketika durasi episode mood, perubahan emosional kualitatif, temuan
pemicu repetitif, dan evaluasi pola linear rinci membantu diferensial diagnosis antara
BPD dan gangguan bipolar; kondisi ini tidak mencegah dari kesulitan berat
berkelanjutan dalam mendiagnosis bentuk gangguan bipolar siklus cepat [27-29].
Impulsivitas
Impulsivitas terlihat pada BPD dan gangguan bipolar. Gambaran yang berbeda
dari impulsivitas meliputi impulsivitas motor yang tidak terencana pada fase manik,
sedangkan pada fase depresif ditandai kembali dengan impulsivitas tidak terencana
dan intens. Impulsivitas juga didominasi tidak terencana pada karakter dari BPD. Data
telah menunjukkan bahwa gejala yang ada utamanya tumpang tindih dengan kutub
depresif dari gangguan bipolar [30-32].
Seperti itu, BPD dapat dibedakan dari gangguan bipolar II dengan adanya
pikiran bermusuhan dan perbedaan dalam impulsivitas. Pada bipolar II, impulsivitas
dikaitkan pada atensi. Impulsivitas ini dapat dengan mudah teralihkan pada arah yang
lain dan menjauh dari target. Terdapat impulsivitas yang tidak terencana pada BPD.

Tingkat impulsivitas tertinggi pada populasi terdeteksi pada orang, yang memiliki
gangguan bipolar II dan BPD secara bersamaan. Telah diklaim bahwa subyek ini
memiliki tingkat tertinggi dari tindakan yang membahayakan diri mereka sendiri.
Temuan ini telah menunjukkan bahwa kedua gangguan dapat didiagnosis bersamaan
pada kondisi yang tepat [32]. Secara klinis, impulsivitas pada BPD dipercaya memiliki
karakter yang lebih episodik dibandingkan impulsivitas pada gangguan bipolar. Akan
tetapi, beberapa kondisi seperti penyalahgunaan zat, dapat menyebabkan gangguan
bipolar untuk menjadi lebih rumit, dan impulsivitas dapat terlihat antar episode pada
kasus bersamaan ini [33]. Tindakan impulsif, seperti komitmen bunuh diri, dapat terlihat
pada kedua gangguan, namun secara umum lebih sering pada fase depresif dari
gangguan bipolar. Hal ini secara umum berhubungan dengan kekosongan pada BPD
dan sering menyebabkan inkompetensi dari penanggulangan situasi stres [34-36].
Perkembangan linear dari gangguan
Ketika progresi linear gangguan dibandingkan secara tradisional berdasarkan
aksis I dan aksis II, gangguan mood telah diakui bersifat siklus dan dapat diterapi,
sedangkan gangguan kepribadian menetap sepanjang hidup dan resisten terhadap
terapi. Akan tetapi, telah dilaporkan pada banyak studi bahwa kasus bipolar dapat juga
memiliki progresi kronis, menunjukkan tanda penyakit jangka panjang dan gejala dapat
menjadi kronik di antara episode. Terlebih lagi, hasil dari studi follow up dengan durasi
yang lebih lama telah menunjukkan bahwa mayoritas subyek yang terdiagnosis
dengan BPD tidak memenuhi kriteria gangguan setelah beberapa tahun [37,38]. Akan
tetapi, tanda inti yang terdapat di bawah tingkat ambang berkelanjutan pada BPD.
Walaupun tindakan lebih dramatis dan berbahaya berkurang, tanda psikopatologis
pada wilayah hubungan interpersonal dan afektif bersifat permanen. Akan tetapi, kasus
yang tidak mencapai remisi parsial dapat juga terlihat [39,40].
Penggunaan mood stabilizer pada terapi gangguan kepribadian ambang
Psikoterapi memberikan signifikansinya pada pusat terapi BPD. Akan tetapi,
farmakoterapi dapat direkomendasikan pada beberapa situasi [41,42]. Terdapat
informasi bahwa beberapa pengobatan efektif pada beberapa kelompok gejala dan
krisis. Mood stabilizer memiliki tempat yang penting diantara pengobatan ini [43].
Mood stabilizer
Lithium karbonat

Lithium dibandingkan dengan desiperamine pada 10 pasien yang didiagnosis


dengan BPD pada studi double blind 6 minggu terkontrol plasebo. Pada studi ini, telah
dilaporkan bahwa lithium efektif menanggulangi gambaran psikopatologis dasar dari
BPD: iritasi, marah, dan tindakan membahayaan diri [44]. Pada sebuah studi kajian
ulang yang didesain oleh Stein, lithium dan karbamazepine terlihat efektif pada
perubahan tingkah laku dan agresivitas yang terlihat pada pasien dengan BPD atau
gangguan kepribadian antisosial [45].
Karbamazepine
Gradner dan Crowdry telah menunjukkan pada studi mereka dengan 11 pasien
wanita bahwa karbamazepine menurunkan frekuensi dan tingkat keparahan dari
tingkah laku yang tidak terkontrol [46]. Hasil ini telah dikonfirmasi oleh studi yang lain.
Salah satu dari mereka telah menunjukkan pada studi terkontrol doubleblind 6 minggu
yang mana karbamazepine (820 mg/hari) telah dibandingkan dengan alprazolam (4,7
mg/hari), trifluoperazine (7,8 mg/hari) dan transilpromine (40 mg/hari). Pada studi ini,
16 pasien dengan disforia histeroid dengan BPD telah diinklusi dan efikasi dari
karbamazepin telah dikonfirmasi [47].
Uji coba terkontrol telah menunjukkan bahwa karbamazepine telah menolong
tidak hanya pada agresivitas impulsif, namun juga fluktuasi afektif [48,49]. Denicoff et
al melakukan sebuah studi pada 1.257 subyek dengan berbagai gangguan neurologis
dan psikiatrik, dan membandingkan karbamazepine, lithium, valproate, klonazepam,
calcium channel blocker, fenitoin, antipsikotik dan terapi elektrokonvulsif. Pada studi ini,
karbazepin telah menunjukkan memiliki superioritas signifikan pada nilai pemulihan
total dengan subkelompok diagnosis BPD dibandingkan yang lain [50].
Oxcarbazepine
Pada sebuah studi pilot 12 minggu, 13 subyek dari klinik rawat jalan dengan
BPD dilibatkan pada studi. Pasien mendapatkan oxcarbazepine dan secara statistik
perbaikan signifikan terlihat dalam hal tanda kecemasan, hubungan interpersonal,
impulsivitas, fluktuasi afektif dan marah [51].
Divalproex sodium dan valproate
Divalproex sodium merupakan di antara mood stabilizer yang secara
komprehensif dipelajari pada pasien dengan BPD [52]. Wilcox mengklaim bahwa
divalproex menurunkan agitasi secara signifikan pada pasien dengan BPD. Dia

mendeteksi penurunan yang jelas pada tanda agitasi pada kelompok pasien dengan
BPD dan gangguan bipolar [53]. Temuan ini telah dikonfirmasi dengan beberapa studi,
yang telah dilakukan kemudian dengan menggunakan divalproex sodium [54].
Kemudian tiga studi terkontrol plasebo dilakukan. Pada sebuah studi double
blind yang dilakukan oleh Hollander et al, valproate digunakan pada kadar plasma 80
g/ml pada 16 pasien dengan BPD, terlepas perbaikan yang jelas pada simtomatologi
global, penurunan yang jelas telah dilaporkan pada gejala depresif, agresi, iritabilitas,
dan ide atau tindakan bunuh diri [55]. Pada sebuah studi double blind sekuensial dari
durasi 12 minggu, yang mana 52 pasien yang mendatangi klinik rawat jalan dilibatkan,
efikasi dari valproat (dosis harian rerata 1.325 mg) dikonfirmasi pada agresi impulsif
[56]. Pada studi terkontrol 6 bulan dari Frankenburg dan Zanarin, yang terdiri dari 30
pasien BPD yang didiagnosis bersamaan dengan gangguan bipolar II, efek yang jelas
dari valproat (kadar plasma pada rentang 50-100 g/ml) telah terdeteksi pada
sensitivitas interpersonal, kemarahan, kebencian, dan agresi [57].
Lamotrigine
Penggunaan lamotrigine pada terapi BPD telah berawal dari studi yang
dilakukan Pinto dan Akiskal. Open ended studi terdiri dari 8 pasien, yang diikuti selama
satu tahun dan pada klinik rawat jalan. Perbaikan signifikan pada fungsi total sekitar
40% pada studi. Selain itu, perbaikan menonjol telah dilaporkan pada impulsivitas
seksual, penyalahgunaan zat, dan tingkah laku bunuh diri [58]. Pada artikel tinjau ulang
yang disiapkan oleh Green, telah dilaporkan bahwa obat ini, yang efektif pada
gangguan mood, juga efektif pada keseimbangan mood pada pasien yang didiagnosis
dengan BPD [59].
Preston et al mendeteksi bahwa sekitar 40% dari 35 pasien bipolar terdiagnosis
dengan BPD, ketika mereka dievaluasi untuk diagnosis BPD bersamaan dengan
secara retrospektif. Pasien ini telah dievaluasi untuk efikasi lamotrigine pada dua open
ended studies. Hasil menunjukkan bahwa lamotrigine efektif pada seluruh gambaran
karakteristik dari BPD dan terutama memperbaiki impulsivitas dan fluktuasi mood [60].
Pada studi yang lebih terkini, Tritt et al melibatkan 24 pasien wanita, yang
memenuhi kriteria BPD dan membandingkan lamotrigine dan plasebo. Setelah 8
minggu, mereka menemukan perbaikan yang menonjol pada kontrol amarah pada
pasien yang diterapi dengan lamotrigine [61].
Antipsikotik atipikal

Antipsikotik atipikal mengeblok baik reseptor dopamin dan serotonin (5-HT2).


Obat-obat ini menunjukkan efek antianik dengan blokade reseptor dopamin, dan efek
antidepresan dengan antagonis 5-HT2. Oleh karena itu, antipsikotik atipikal telah
diusulkan efektif pada terapi dan pencegahan mania dan depresi bipolar [62]. Hipotesis
ini telah dikonfirmasi oleh serangkaian studi [63].
Klozapine ditemukan efektif pada seluruh gejala, terutama gejala agresi dan
psikotik berat yang terkait dengan BPD [64-68]. Namun, pasien yang diterapi dengan
lozapin, memiliki komorbiditas gangguan aksis 1 lebih sering dan resisten terhadap
terapi sebelumnya.
Studi terkait risperidone telah didapatkan lebih sering dari presentasi kasus dan
satu studi open labeled [69-72]. Rocca et al melaporkan dari studi label terbuka 8
minggu mereka, yang mellibatkan 15 pasien dengan BPD bahwa risperidone (dosis
rerata 3,3 mg/hari) efektif pada tindakan agresif, fluktuasi afektif dan psikopatologi
global [72].
Schulz et al menginvestigasi efikasi olanzapine pada sebuah studi label terbuka
dengan 9 pasien dengan distimia dan komorbid diagnosis BPD. Perbaikan yang
menonjol telah dilaporkan 8 minggu stelah terapi pada impulsivitas, kebencian,
psikopatologi global dan fungsi global [73]. Setelah itu, beberapa studi terkontrol telah
dipublikasikan pada efikasi olanzapine. Zanarini dan Frankenburg menunjukkan pada
studi terkontrol plasebo, double blind, 6 bulan mereka pada 28 pasien wanita dengan
BPD bahwa olanzapine (dengan dosis rerata 5,33 mg/hari) efektif pada kecemasan,
pemikiran paranoid, dan sensitivitas interpersonal [74]. Bogenschutz dan Nurnberg
mencoba olanzapine (rentang dosis 5-10 mg/hari) pada 40 pasien dengan BPD pada
studi terkontrol plasebo double blind 12 minggu lainnya. Mereka menemukan
perbaikan yang menonjol pada psikopatologi ambang dan ager pada pasien [75].
Zanarini et al membandingkan fluoxetine, olanzapine, dan kombinasi olanzapinefluoxetine pada 45 pasien ambang wanita. Studi ini didesain sebagai studi double blind
8 minggu. Investigator menemukan bahwa ketiga terapi memperbaiki secara menonjol
disforia kronis dan agresi impulsif. Selain itu, mereka melaporkan bahwa monoterapi
olanzapine dan kombinasi olanzapine-fluoxetine secara signifikan superior terhadap
monoterapi fluoxetine [76]. Soler et al membandingkan olanzapine dan plasebo pada
kombinasi dengan terapi tindakan dialektik. Studi 12 minggu ini terdiri dari 60 subyek,
yang mendatangi klinik rawat jalan. Investigator melaporkan bahwa olanzapine (dosis
rerata 8,8 mg/hari) menyebabkan penurunan yang kelas pada tindakan agresif
impulsif, depresi, dan kecemasan [77].

Antipsikotik atipikal lain, yang telah diinvestigasi pada terapi BPD, adaah
quetiapine. Schulz mengevaluasi quetiapine (antara 25 dan 300 mg/hari) pada sebuah
studi label terbuka dari durasi 8 minggu dengan 10 pasien. Hasil telah menunjukkan
bahwa quetiapine menyebabkan perbaikan menonjol pada kebencian, impulsivitas dan
fungsi sosial [78]. Villeneuve dan Lemellin melaporkan temuan yang mirip pada studi
mereka. Mereka mempelajari quetiapine (dosis 175 dan 400 mg/hari) pada studi 12
minggu pada 23 pasien, yang kemudian diikuti pada klinik rawat jalan. Investigator ini
melaporkan bahwa quetiapine memiliki perbaikan signifikan pada impulsivitas,
kebencian, depresi, kecemasan, dan fungsi sosial [79]. Bellino et al melakukan studi
pilot 12 minggu pada 14 pasien, dan mereka meneliti efikasi terapi dari quetiapine
(dosis rerata 309 mg/hari). Temuan ini konsisten pada wilayah yang luas dengan studi
sebelumnya. Peneliti melaporkan bahwa quetiapine menyebabkan perbaikan menonjol
pada gejala global, impulsivitas, ledakan amarah, kecemasan dan fungsi sosial [80].
Kesimpulan
Menurut studi yang dilakukan, BPD didiagnosis 10% dari pasien klinik rawat
jalan dan 20% pasien rawat inap. BPD dibarengi pada tingkat yang signifikan dengan
penurunan psikososial dan mortalitas terkait usaha bunuh diri. Lebih dari 10% pasien
telah mencoba bunuh diri. Tingkat ini diperkirakan 50 kali meningkat dibandingkan
pada populasi umum [81]. Tingkat ini telah menunjukkan signifikansi dari terapi efisien
untuk BPD.
Gangguan bipolar dan BPD terkait dekat dengan gangguan psikologis baik
pada fenomologi maupun respon terapi. Terdapat kesulitan untuk menentukan
gambaran yang sama dan berbeda dari keduanya. Namun, jika simtomatologi umum
dipertimbangkan, terlepas tempat sentral dari intervensi psikoterapeutik pada terapi,
terdapat beberapa wilayah pada terapi BPD bahwa mood stabilizer dan antipsikotik
atipikal dapat berguna. Menurut literatur, terdapat lebih banyak data terkait efikasi
valproate, lamotrigine, olanzapine, dan quetiapine. Tedapat cukup sedikit data terkait
obat lain. Pada konteks ini, studi buta terkontrol plasebo lebih lanjut dibutuhkan yang
akan memperkenalkan prosedur disetujui resmi terpisah untuk setiap mood stabilizer
dan antipsikotik atipikal.

Anda mungkin juga menyukai