Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN
1

Latar belakang
Istilah Attention Deficit Disorder (ADD) pertama sekali diperkenalkan pada tahun 1980an

dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM) III edisi ketiga yang
menjadi panduan psikiatris. Pada tahun 1994 istilah tersebut diganti Attention Deficit
Hyperactivity Disorder (ADHD) merupakan gangguan perilaku yang paling banyak didiagnosis
pada anak-anak dan remaja. Gejala intinya meliputi tingkat aktivitas dan impulsivitas yang tidak
sesuai perkembangan serta kemampuan mengumpulkan perhatian yang terganggu.1,2
Prevalensi ADHD pada anak usia sekolah adalah 8-10%, hal tersebut menjadikan ADHD
sebagai salah satu gangguan yang paling umum pada masa kanak-kanak. Penelitian yang
dilakukan oleh Saputro menunjukkan prevalensi anak GPPH di DKI Jakarta
sebesar 26,2%.

Dari hasil penelitian terhadap siswa dan siswi sekolah dasar negeri Kecamatan

Padang Timur Kota Padang Tahun 2013 dapat diambil kesimpulan bahwa prevalensi Gangguan
Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH) adalah 8% dengan perbandingan antara laki laki dan
perempuan 2 : 1. 3

Gejala inti ADHD meliputi tingkat aktivitas dan impulsivitas yang tidak sesuai

perkembangan serta kemampuan mengumpulkan perhatian yang terganggu.1,2


Hasil penelitian menunjukkan bahwa 40-50% kasus ADHD menetap pada masa remaja,
bahkan sampai dewasa. Bila menetap sampai remaja, dapat memunculkan masalah lain seperti
kenakalan remaja, gangguan kepribadian antisosial, dan cenderung terlibat penyalahgunaan
narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya (NAPZA). Orang dewasa dengan ADHD sering
bertengkar dengan pimpinannya, sering pindah pekerjaan dan dalam melaksanakan tugasnya
seringkali terlihat tidak tekun. Diagnosis ADHD tidak dapat ditegakkan dengan pemeriksaan
laboratorium atau alat kedokteran, sekalipun wawancara terhadap orang tua merupakan hal
penting. Selain itu, diperlukan laporan dari sekolah mengenai gangguan tingkah laku, kesulitan
belajar dan kurangnya prestasi akademis oleh gurunya.1,2
Penanganan ADHD perlu melibatkan berbagai disiplin ilmu dalam suatu tim kerja yang
terdiri dari dokter spesialis anak, psikiater, dokter spesialis saraf, psikolog, pendidik, dan pekerja
sosial. Penanganan ADHD memerlukan evaluasi jangka panjang dan berulang untuk dapat
menilai keberhasilan terapi. Penanganan ADHD biasanya berupa terapi obat, terapi perilaku, dan
perbaikan lingkungan.1,2

Tujuan penulisan
Tujuan penulisan referat ini adalah:

Memahami etiologi, gejala, mampu mendiagnosis Attention Deficit Hyperactivity


Disorder (ADHD) atau gangguan kronis pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (GPPH)
secara tepat berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan fisik.

Meningkatkan kemampuan penulisan ilmiah di bidang kedokteran khususnya di Bagian


Ilmu kedokteran jiwa.

Memenuhi salah satu syarat ujian kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Kesehatan
Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Riau Rumah Sakit Jiwa Tampan Pekanbaru

Metode penulisan
Penulisan referat ini menggunakan metode tinjauan pustaka yang mengacu pada beberapa

literatur.

Definisi
Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) atau gangguanpemusatan perhatian dan

hiperaktivitas (GPPH) merupakan gangguan kronis perilaku yang paling banyak di diagnosis
pada anak-anak. Gejala intinya meliputi tingkat aktivitas dan impulsivitas yang tidak sesuai
perkembangan serta kemampuan mengumpulkan perhatian yang terganggu. Anak yang
menderita gangguan tersebut akan sukar menyesuaikan aktivitas mereka dengan norma yang ada
sehingga mereka sering dianggap sebagai anak yang tidak baik di mata orang dewasa maupun
teman sebayanya. Mereka sering gagal mencapai potensinya dan memiliki banyak kesulitan
komorbid seperti gangguan perkembangan, gangguan belajar spesifik, dan gangguan perilaku
serta emosional lainnya.2,3
2

Epidemiologi
Istilah Attention Deficit Disorder (ADD) pertama sekali diperkenalkan pada tahun 1980an

dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM) III edisi ketiga yang
menjadi panduan psikiatris. Pada tahun 1994 istilah tersebut diganti Attention Deficit
Hyperactivity Disorder (ADHD) merupakan gangguan perilaku yang paling banyak didiagnosis
pada anak-anak dan remaja.2,3
Prevalensi ADHD pada anak usia sekolah adalah 8-10%, hal tersebut menjadikan ADHD
sebagai salah satu gangguan yang paling umum pada masa kanak-kanak. Bradley dan Golden

pada tahun 2005 mengatakan hal yang sama, yaitu ADHD merupakan masalah psikologis yang
paling banyak terjadi akhir-akhir ini, sekitar 3-10% terjadi di Amerika Serikat, 3-7% di Jerman,
5-10% di Kanada dan Selandia Baru. Di Indonesia angka kejadiannya masih belum ditemukan
angka yang pasti, meskipun kelainan ini tampak cukup banyak terjadi dan sering dijumpai pada
anak usia pra sekolah dan usia sekolah. Saputro 2005 di Indonesia, populasi anak Sekolah Dasar
adalah 16,3% dari total populasi yaitu 25,85 juta anak mengalami ADHD. Berdasarkan data
tersebut diperkirakan tambahan kasus baru ADHD sebanyak 9000 kasus. Terdapat
kecenderungan lebih sering pada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan. Secara
epidemiologis rasion kejadian dengan perbandingan 4 : 1.2,5

2.1 Penatalaksanaan
Tata laksana anak dengan ADHD terdiri dari terapi farmakologi (medikasi) dan
terapi non farmakologi (konseling). Pengobatan ADHD merupakan gabungan dari
kerjasama antara pemberi pelayanan kesahatan, orang tua atau pengasuh dengan
anak itu sendiri (Wiguna, 2010).
1) Terapi farmakologi
Terdapat tiga obat untuk terapi ADHD yang biasa digunakan di Amerika Serikat
yaitu methylphenidate hydrochloride, dexamphetamine sulfat dan atomoxetine. Obat
obatan di gunakan biasanya untuk anak usia 6 tahun atau lebih sedangkan utuk
dexamphetamine untuk usia 3 tahun atau lebih. Medikasi tidak direkomendasikan pada
anak untuk usia pre sekolah. Terapi farmakologis untuk ADHD dibagi dua obat
pskiostimulan dan non psikostimulan.
a) Obat Psikostimulan
Obat psikostimulan merupakan obat yang sering digunakan untuk mengobati
ADHD. Obat ini bekerja dengan meningkatkan dan menyeimbangkan keadaan
neurotransmitter otak, sehingga dapat memperbaiki gejala-gejala inti. Obat ini hanya
bekerja dengan waktu terbatas, dapat bekerja dalam jangka waktu panjang dan waktu
pendek. Penggunaan obat psikostimulan jangka panjang dapat berfungsi 6-12 jam
sedangkan jangka pendek kurang lebih 4 jam. Selain itu untuk dosis sangat diberikan
berbeda pada tiap anak, sehingga membutuhkan waktu yang lama untuk mendapatkan
dosis yang optimal. Adapun contoh obat psikostimulan ini adalah Amfetamindekstroamfetamin,

Deksmetilfenidat,

Dekstroamfetamin,

Lisdeksamfetamin

dan

Metilfenidat. Obat obatan yang terdapat di Indonesia adalah Metilfenidat dan


Dekstroamfetamin.
Tabel 1. Obat-obatan Stimulan untuk Terapi ADHD

Nama Obat

Sediaan
(mg)

Lama kerja

Dosis Anjuran

Golongan Metilfenildat
Ritalin

5, 10, 15,
20

3-4 jam

0,3-1 mg/kg 3x/hari; ~60mg/hari

Ritalin-SR

20

8 jam

~60mg/hari

Concerta

18, 36, 54

12 jam

~54mg/tiap pagi

Metadate ER

10,20

8 jam

~60mg/hari

Metadate CD

20

12 jam

~60mg/tiap pagi

Ritalin LA

5, 10, 15,
20

8 jam

Focalin

2,5, 5, 10

3-4 jam

~10mg

Focalin XR

5, 10, 20

6-8 jam

~20mg

Dexedrin

5, 10

3-4 jam

0,15-0,5mg/kgBB
~40mg/hari

Dexedrin Spansule

5, 10, 15

8 jam

~40mg/tiap pagi

Adderall

5, 10, 20,
30

4-6 jam

0,15-0,5mg/kgBB
~40mg/hari

Adderall XR

10, 20, 30

12 jam

~40mg/tiap pagi

Golongan
Deksmetilfenidat

Golongan
Dekstroamfetamin
2x/hari;

Golongan
Dekstroamfetamin&
Garam Amfetamin
2x/hari;

b) Obat Non Psikostimulan


Obat ini diberikan pada anak- anak yang tidak memiliki respon pada obat
psikostimulan atau memiliki efek samping pada penggunaan obat psikostimulan. Salah
satu contoh golongan obat non psikostimulan ada Atomoksetine dengan cara kerja
sebagai stimulant tetapi kemungkinan penyalahgunaannya rendah, sayangnya obat ini
tidak terdapat di Indonesia.
c) Antidepressan trisiklik
Penggunaan obat ini diberikan pada gejala behavioral ADHD dan gangguan
hiperkinetik, Pada penggunaan terapi ini tidak boleh diberikan sebagai obat rutin untuk
terapi ADHD karena obat ini memiliki efek samping seperti anoreksia, letargi, insomnia.
Adapun obat obat yang termasuk golongan ini yaitu imipramine, desipramine,
amitriptiline, noretriptiline dan clomipramine.
Untuk menemukan kriteria diagnosisnya, penting untuk mengetahui gejala dibwah
ini :
1. Onsetnya sebelum usia 7 tahun (ADHD) atau 6 tahun (HKD)
2. Sudah jelas nampak minimal selama 6 bulan
3. Harus pervasif (ada pada lebih dari 1 setting, missal : rumah, sekolah, lingkungan
sosial)
4. Menyebabkan gangguan fungsional yang signifikan
5. Tidak ada penyebab gangguan mental lainnya
6. Morbiditas penyerta meliputi kegagalan akademis, perilaku antisosial dan
peningkatan resiko kecelakaan lalu lintas pada remaja.Sebagai tambahan, dapat
pula timbul pengaruh yang dramatis di kehidupan keluarga.
2) Terapi non farmakologis
Terapi perilaku dan konseling diberikan oleh psikiater, psikolog, atau petugas kesehatan
jiwa lainnya. Beberapa anak dengan ADHD juga mengalami kondisi lainnya seperti
gangguan cemas dan depresi. Konseling dapat membantu ADHD dan masalah
penyertanya. Hasil yang terbaik didapatkan dari kerjasama tim, dimana semua pihak
bekerjasama.
a. Konseling

1. Terapi Perilaku. Guru dan orang tua dapat mempelajari strategi-strategi yang dapat
mengubah perilaku anak untuk menangani situasi yang sulit. Strategi-strategi ini
dapat berupa sistem reward dan timeout.

2. Psikoterapi. Ini memungkinkan anak dg ADHD yang lebih tua untuk membicarakan
masalah-masalah yang mengganggunya, menelaah pola tingkah laku dan belajar
cara untuk menangani gejalanya.
3. Parenting Skills Training. Ini akan membantu orang tua mengembangkan cara
untuk memahami dan mengarahkan perilaku anaknya.
4. Terapi Keluarga. Cara ini dapat membantu orangtua dan saudaranya untuk
mengatasi stress hidup dengan orang dengan ADHD.
5. Pelatihan social skills. Ini akan membantu anak mempelajari perilaku sosial yang
sesuai.
6. Kelompok Dukungan. Kelompok support dapat memberikan anak dengan ADHD
dan orangtuanya jaringan dukungan sosial, informasi, dan pendidikan.
b. Terapi Perilaku

Terapi saling berbicara untuk anak dan keluarganya akan membantu semua pihak
memahami dan mengatasi perasaan-perasaan tertekan karena ADHDnya. Orangtua
sebaiknya menggunakan sistem reward dan hukuman untuk membantu angarahkan
perilaku anaknya. Mempelajari bagaimana mengatasi perilaku disruptif sangatlah
penting. Kelompok pendukung dapat membantu keluarga untuk berhubungan dengan
orang lain yang memiliki masalah yang sama.

1.6 Prognosis
Perjalanan ADHD itu bervariasi, ada yang mengalami remisi dan menetap.
1) Persisten atau menetap. Pada 40-50% kasus, gejala akan persisten hingga masa
remaja atau dewasa. Gejala akan lebih cenderung menetap jika terdapat riwayat
keluarga, peristiwa negatif dalam hidupnya, komobiditas dengan gejala-gejala
perilaku, depresi dan gangguan cemas. Dalam beberapa kasus, hiperaktivitasnya
akan menghilang, tetapi tetap mengalami inatensi dan kesulitan mengontrol
impuls (tidak hiperaktif, tetapi impulsif dan ceroboh). Anak ini rentan dengan
penyalahgunaan

alkohol

dan

narkoba,

kegagalan

disekolah,

sulit

mempertahankan pekerjaan, serta pelanggaran hukum.


2) Remisi. Pada 50% kasus, gejalanya akan meringan atau menghilang pada masa
remaja atau dewasa muda. Biasanya remisi terjadi antara usia 12 hingga 20
tahun. Gejala yang pertama kali memudar adalah hiperaktivitas dan yang paling
terakhir adalah distractibility.
a. Remisi total. Anak yang mengalami remisi total akan memiliki masa remaja dan
dewasa yang produktif, hubungan interpersonal yang memuaskan, dan memiliki
gejala sisa yang sedikit.

b. Remisi parsial. Pada masa dewasanya, anak dengan remisi parsial mudah
menjadi antisosial, mengalami gangguan mood, sulit mempertahankan pekerjaan,
mengalami kegagalan disekolah, melanggar hukum, dan menyalahgunakan
alkohol dan narkoba.
Prognosa anak dengan ADHD tergantung dari derajat persistensi psikopatologi
komorbidnya, terutama gangguan perilaku, disabilitas sosial, serta faktor-faktor
keluarga. Prognosa yang optimal dapat didukung dengan cara memperbaiki fungsi
sosial anak, mengurangi agresivitas anak, dan memperbaiki keadaan keluarganya
secepat mungkin

1) Gejala ADHD terbagi menjadi tiga kelompok, yaitu kurang perhatian, hiperaktivitas
dan perilaku impulsif.
2) Terapi standar anak dengan ADHD terdiri dari medikasi (farmakologi) dan
konseling (non farmakologi).

Anda mungkin juga menyukai