Anda di halaman 1dari 4

5.

Tatalaksaan
Penatalaksanaan pada nyeri rematik berdasarkan pada penyakit penyerta,
sifat nyeri, dan psikososial pasien serta tujuannya. Ada beberapa organisasi yang
telah membuat pedoman penatalaksanaan nyeri namun pedoman dari American
Geriatric Society (AGS) yang membahas tentang managemen nyeri pada pasien
tua. Pada umumnya managemen nyeri dapat dilakukan secara non farmakologi dan
farmakologi yang tujuannya sama yaitu meredahkan nyeri dan meningkatkan fungsi
organ sehingga dapat meningkatkan quality of life dari pasien.
5.1 Tatalaksana Non Farmakologi
5.1.1 Edukasi
Edukasi pasien tentang yang penting yaitu pertama tentang penyakit pasien
serta

pengobatannya

kemudian

faktor

yang

dapat

memperberat

dan

memperingan nyeri sampai penggunaan analgesik.


5.1.2 Intervensi Psikososial
Peran aktif dari pasien untuk melaksanakan beberapa strategi managemen
nyeri merupakan upaya yang baik. Namun dibandingkan dengan usia muda,
pasien geriatri cenderung lebih pasif dan mengandalkan obat. Menurut suatu studi
meta-analisis, intervensi psikososial dapat meringankan nyeri serta memperbaiki
fisik, psikologis, dan fungsi organ. Menurut Arthritis Foundation beberapa strategi
dapat dilakukan antara lain yoga, Tai-Chi, pijat, dan terapi musik dapat
meringankan nyeri.
5.1.3 Exercise
Exercise harus disesuaikan dengan umur dan kondisi pasien. Exercise yang
kurang juga dapat menyebabkan penurunan massa dan tonus otot, kekakuan
sendi dan akhirnya dapat menyebabkan nyeri. Dengan exercise yang baik dapat
meningkatkan fugsi otot, memperbaiki kebugaran tubuh, membantu proses
healing sampai dapat menurunkan resiko terkena penyakit jantung.
Exercise yang baik di dalamnya meliputi latian perluasan ROM, streching, dan
strengthening.
5.1.4 Penurunan Berat Badan
Pada pasien dengan OA, overweight merupakan faktor yang dapat
memperberat nyeri serta mempercepat progesifitas penyakit. Penurunan berat

badan dengan kombinasi exercise yang baik maka dapat memperbaiki kualitas
nyeri dan sendi pada pasien dengan OA.
5.1.5 Practitioner-Administered Treatments
Fisioterapi, perawat, dan psikologis dapat berperan sebagai jasa kesehatan
yang sederhana misalnya mengedukasi pasien, memberikan latihan fisik
sederhana sampai penggunaan alat bantu sederhana. Relaxation, mediasi,
massage, Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS) dan modalitas fisik
lainnya dapat diberikan oleh paramedis tersebut.
5.1.6 Pengobatan Herbal dan Nutrisi
Pengobatan herbal yang aman dan nutrisi yang baik dapat digunakan sebagai
terapi pengganti NSIDs dan dapat memodulai nyeri khususnya pada pasien
dengan OA. Omega-3 polyunsaturated fatty acids yang memiliki anti inflamasi
dapat digunankan sebagai suplemen untuk mengurangi rasa nyeri khususnya
pada pasien dengan OA.
5.2 Tatalaksana Farmakologi
Empat obat yang umumnya digunakan untuk nyeri pada rematik antara lain
analgesik non opioid seperti paracetamol, opioid, NSIDs, dan obat-obatan
adjuvant. Nyeri ringan dengan pemberian paracetamol atau NSID yang lain
biasanya sudah berespon baik. Namun nyeri sedang sampai hebat biasanya
menggunakan analgetik kuat seperti tramadol atau opioid.
5.2.1 Paracetamol (Acetaminophen) and Simple Analgesics
Paracetamol merupakan obat anti nyeri pilihan pertama dan paling sering
digunakan untuk nyeri ringan hingga sedang. Pada pasien dengan OA
penggunaan paracetamol dapat mengurangi efusi dari cairan sinovial sendi.
Namun mekanisme aksi dari paracetamol ini belum diketahui dengan pasti.
Kemungkinan mekanisme aksinya melibatkan peran dari COX-1 dan COX-2
insoenzyme pada otak, menurunkan inflamasi neurogenik maupun mekanisme
endocannabinoid.
Paracetaol cepat diserap dan dimetabolisme oleh hati dengan onset 30-60
menit setelah itu disekresikan oleh ginjal. Pada geriatri yang normal,
farmakokinetik parasetamol tidak berubah namun bisa meningkatkan waktu
paruhnya. Rekomendasi OARSI pada pasien OA tungkai bawah hati-hati
penggunaan paracetamol lebih dari 3 gram per hari karena dapat mengiritasi

sistem gastrointestinal. Hepatotoksis dapat terjadi pada pemakaian dengan dosis


tinggi, penurunan fungsi hati maupun malnutrisi atau dehidrasi. Peningkatan
faktor resiko gagal ginjal karena penggunaan jangka panjang juga pernah
dilaporkan.
Dosis harian maksimal paracetamol dapat diberikan sampai 4000mg per hari
dan direkomendasikan untuk penggunaan jangka panjang pada geriatri tidak lebih
dari 2600mg per hari.
5.2.2 NSID
NSID dan selective COX-2 inhibitor direkomendasikan untuk tatalaksana nyeri
pada pasien geriatri ketika terapi non farmakologi dan parasetamol tidak adekuat.
Namun NSID juga memiliki beberapa efek samping yaitu pada sistem
gastrointestinal (ulcer, gastritis), pada ginjal (AKI, hiperkalemia), hepatic, pada
jantung ( retensi cairan, hipertensi, CHF), dan toksik. Penggunaan Proton Pump
Inhibitor dapat memperingan efek samping pada sistem gastrointestinal. Efek
toksik pada ginjal dapat digunakan ACE inhibitor dan diuretik.
5.2.3 Opioids
Sama seperti pada pasien muda, opioid seperti oxycodone dan morfin juga
direkomendasikan pada pasien geriatri untuk nyeri yang bersifat sedang sampai
berat. Opioid yang paling umum yaitu digunakan pada pasien dengan OA pada
sendi yang weight-bearing dan pada low back pain.
Penggunaan opioid pada pasien geriatri lebih diwaspadai apabila terdapat
penyakit komorbid dan mencegah interaksi obat. Misalnya morfin dengan kodein
harus

hati-hati

pada

pasien

dengan

gagal

ginjal

kronis.

Pethidine,

dextropropoxyphene, dan pentazocine tidak boleh digunakan pada pasien geriatri


karena dapat bersifat toksik.
5.2.4 Obat-obatan Adjuvant
Obat-obatan adjuvant mempengaruhi nyeri dengan berperan pada sistem
saraf
sebagai anti depresan. Spinal stenosis adalah salah satu contoh sindroma nyeri
yang melibatkan nosiseptif dan neuropatik yang diakibatkan oleh obat-obatan
adjuvant.
Apabila dalam penggunaan obat-obatan adjuvant muncul efek anticholinergic
harus dihentikan misalnya retensi urin, glaucoma serta ganngguan pada jantung.
Kortikosteroid dapat digunakan untuk jangka pendek yang efektif untuk

pengobatan gout atau artritis serangan akut. Penggunaan steroid lebih dari 3
minggu dapat meningkatkan resiko supresi adrenal, hiperglikemi, infeksi,
osteoporosis, dan perdarahan saluran cerna.
5.2.5 Pengobatan Topikal
Pengobatan paling aman pada pasien geriatri terutama pada pasien dengan
gangguan gastrointestinal dan ginjal. Namun pada kondisi nyeri yang kronic,
penggunaan topikal dianggap sebagai kontra indikasi.
5.2.6 Injeksi pada Sendi dan Jaringan lunak
Pada pasien geriatri terapi ini bermanfaat untuk nyeri pada sendi dan jaringan
lunak. Misalnya injeksi kortikosteroid, asam hialuronat untuk jangka pendek. Pada
OA injeksi kortikosteroid belum terbukti memberi efek yang bagus. Sedangakn
injeksi asam hialuronat kelemahannya terdapat pada frekuensi suntikannya tiga
kali dalam seminggu, reaksi inflamasi lokal, dan biayanya.
6. Hambatan dalam Managemen Nyeri
Hambatan managemen nyeri tergantung pada pasien dan pelayanan
kesehatan yang diberikan. Pasien sering kali menganggap bahwa nyeri pada
penyakit rematik itu normal sehingga menyamarkan progesifitas dari penyakit. Studi
menunjukkan hanya 50% pasien dengan nyeri rematik yang berobat. Pelayanan
kesehatan yang diberikan juga kurang optimal misalnya seringkali dokter atau
perawat mengabaikan nyeri yang diderita oleh pasien
7. Kesimpulan
Masalah nyeri pada sendi dan otot pada pasien geriatri banyak didapatkan
dan masih kurang perhatian terbukti dengan jumlah pasien yang berobat sekitar
50%. Managemen nyeri pada geriatri masih perlu ditingkatkan lagi. Tatalaksana
nyeri dapat dilakukan dengan multimodal yaitu terapi non farmakologi maupun
farmakologi. Pada terapi farmakologi pasien geriatri perlu diperhatikan adanya
penyakit komorbid dan reaksi obat-obatan. Harapannya nyeri dapat berkurang dan
memperbaiki kualitas hidup pasien.

Anda mungkin juga menyukai