PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Aborsi merupakan salah satu komplikasi yang masih sering
ditemukan akibat terjadinya perdarahan pada kehamilan muda. Setiap
tahun terdapat sekitar 22 juta kasus aborsi di dunia dan sekitar 98%
diantaranya terjadi di negara berkembang. Jumlah kasus aborsi yang
tidak aman meningkat dari sekitar 20 juta kasus pada tahun 2003 menjadi
22 juta kasus pada tahun 2008. Tepatnya 47.000 kasus kehamilan yang
berkaitan dengan kematian terjadi sebagaikomplikasi aborsi yang tidak
aman. Sebanyak 5 juta wanita diperkirakan akan mengalami disabilitas
sebagai komplikasi aborsi yang tidak aman. (WHO, 2012)
Menurut WHO 2002, angka kejadian abortus di Asia Tenggara
mencapai 4,2 juta pertahun termasuk Indonesia, sedangkan frekuensi
abortus spontan di Indonesia adalah 10% - 15% dari 6 juta kehamilan
setiap tahunnya, sedangkan abortus provokatus sekitar 750.000 - 1,5 juta
setiap tahunnya.
Penyebab kematian maternal tersering adalah perdarahan.
Perdarahan dapat terjadi pada setiap usia kehamilan, dan pada
kehamilan
muda
sering
dikaitkan
dengan
kejadian
abortus.
(Sarwono,2008)
Abortus merupakan berakhirnya kehamilan sebelum 20 minggu
usia gestasi atau dengan berat badan kurang dari 500 gram. Ada
beberapa jenis abortus yang diketahui, salah satunya adalah abortus
inkomplit. Abortus inkomplit merupakan abortus dimana hanya sebagian
hasil konsepsi dikeluarkan melalui jalan lahir dengan masih ada bagian
yang tersisa di dalam rahim. Pada abortus inkomplit, risiko terjadinya
perdarahan dan infeksi meningkat, yang bila tidak segera ditangani dapat
meningkatkan risiko kematian maternal (Cunninghamet.al., 2010).
Beberapa faktor predisposisi terjadinya abortus yaitu faktor fetal
(kelainan kromosom), faktor maternal (infeksi, penyakit kronik, kelainan
endokrin), faktor lingkungan (paparan radiasi) dan faktor paternal
(kelainan sperma) (Cunningham et.al., 2010). Jumlah paritas yang tinggi
1
Kemungkinan
terjadinya
abortus
berulang
pada
seorang wanita yang mengalami abortus tiga kali atau lebih adalah
83,6% (Prawirohardjo, 2007).
Penanganan awal yang cepat dan tepat dapat menurunkan risiko
kematian maternal akibat perdarahan dan infeksi pada kasus abortus
inkomplit. Oleh karena itu penulis tertarik dengan masalah ini karena
dengan penanganan yang tepat dan cepat, maka risiko kematian ibu
dapat diturunkan.
1.2
Tujuan
1. Mengetahui penegakkan diagnosa abortus inkomplit pada pasien ini.
2. Mengetahui faktor risiko abortus inkomplit pada pasien ini.
3. Mengetahui penatalaksanaan abortus inkomplit pada pasien ini.
4. Mengetahui bagaimana monitoring pada kondisi abortus inkomplit.
1.3
Manfaat
BAB 2
LAPORAN KASUS
2
2.1
Identitas
Nama
: Ny. S
Usia
: 23 tahun
No. RM
: 11246726
Alamat
Pendidikan
: SMA
Pekerjaan
MRS
: 03-08-2015
Menikah
: 1x selama 5 tahun
Penggunaan KB
:-
Menarche
: 14 tahun
Siklus
: teratur, 28 hari
Lama haid
: 7 hari
Jumlah haid
Nama suami
: Tn. W
Usia
: 25 tahun
Alamat
Pendidikan
: SMA
Pekerjaan
: Sales
2.2
Subjektif
2.2.1
Keluhan utama
Keluar darah dari jalan lahir.
2.2.2
Perjalanan Penyakit
2.2.3
HPHT
: 11-05-2015
Usia Kehamilan
: 12-14 minggu
Ini merupakan Ini merupakan kehamilan kedua pasien
Riwayat Kehamilan/Persalinan
NO.
At/P/I/Ab/E
BBL
Cara lhr
Penolong
L/P
Umur
H/M
1.
Matur
2500
gr
Spontan
Bidan
6,5
bulan
Hamil ini
2.2.4
Riwayat Kontrasepsi
Pasien tidak menggunakan alat kontrasepsi sebelum kehamilan ini.
2.2.5
Riwayat Pernikahan
Pasien menikah 1 kali dengan usia pernikahan 5 tahun.
2.2.6
2.2.7
2.2.8
Riwayat Pengobatan
Pasien belum melakukan pengobatan untuk penyakitnya.
Obyektif
2.3.1
Pemeriksaan fisik
Keadaan umum
Kesadaran
GCS
Tanda-tanda vital
- TD
- Nadi
- RR
- Tax
- Trec
: Cukup
: Komposmentis
: 456
: 110/70
: 80 x/menit
: 20x/menit
: 36,10C
: 36,80C
: anemis -/- ikterik -/-
Kepala/leher
Thorax
sinistra
Abdomen
P/ Simetris, suara paru vesikular, Rh Wh : Flat, soefl, bising usus menurun, TFU 2 jari diatas
simfisis
Ekstremitas
GE
Insp
tampak jaringan
VT
teraba jaringan
CUAF ~ kesan membesar 10-12 minggu
AP D/S ~ nyeri (-), massa (-)
CD ~ tidak menonjol
2.3.2
Rencana diagnosis
Darah lengkap
Hasil lab tanggal 03-08-2015
Hb
: 11,7 gr/dl
5
Eritrosit
: 3,93 /l
Leukosit
: 8,03 /l
Hematokrit
: 33,30 %
Trombosit
: 178,000 /l
Urinalisis
Tes kehamilan (+)
2.4
Diagnosis Kerja
Abortus Inkomplit
2.5
2.6
Planning Terapi
1.
a.
Pro kuretase
Persiapan kuretase:
Drip Oxytocin 20 IU
IVFD RL 500 ml
Persiapan kuretase (30 sebelum kuretase): Inj. Gentamisin 80 mg iv +
b.
Kaltrofen supp II
Post kuretase:
Amoxicilin 3 x 500 mg
Asam mefenamat 3x500mg
Methergin 3x1tab
Rob 1x1 tab
Planning Monitoring
Keluhan subjektif, tanda- tanda vital, fluksus, kontraksi uterus
2.7
KIE
Menjelaskan kepada pasien tentang:
1. Penyakit yang diderita
2. Penyebab dari perdarahan dan komplikasinya
3. Tindakan medis yang akan dilakukan, jika dibutuhkan
4. Efek samping dari tindakan yang akan dilakukan
BAB 3
PERMASALAHAN
1.
2.
ini?
3. Bagaimana manajemen dan penatalaksanaan abortus inkomplit pada
pasien ini?
4.
Bagaimana prognosis pada pasien ini?
BAB 4
TINJAUAN PUSTAKA
4.1
Definisi
Abortus adalah kematian bayi dalam kandungan dengan umur kehamilan
kurang dari 20 minggu. Umur kehamilan didasarkan dari tanggal hari pertama
haid terakhir. Definisi lain yang sering digunakan adalah pelahiran janin yang
beratnya kurang dari 500 gram (Kemenkes RI, 2013; Kenneth et al., 2003).
4.2
Epidemiologi
Frekuensi abortus diperkirakan sekitar 10-15 % dari semua kehamilan
Klasifikasi Abortus
Abortus menurut Sarwono, 2008 dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1.Abortus Spontan
Adalah abortus yang terjadi tanpa tindakan mekanis atau medis
untuk mengosongkan uterus, maka abortus tersebut dinamai abortus
spontan. Kata lain yang luas digunakan adalah keguguran (miscarriage).
Abortus spontan secara klinis dapat dibedakan antara abortus imminens,
abortus insipiens, abortus inkompletus, abortus kompletus. Selanjutnya
dikenal pula missed abortion, abortus habitualis, abortus infeksiosus, dan
abortus septik.
2. Abortus Imminens (keguguran mengancam)
Peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada kehamilan
sebelum 20 minggu, dimana hasil konsepsi masih dalam uterus, dan
tanpa adanya dilatasi serviks.
Diagnosis abortus imminens ditentukan karena pada wanita hamil
terjadi perdarahan melalui ostium uteri eksternum, disertai mules sedkit
atau tidak sama sekali, uterus membesar sebesar tuanya kehamilan,
serviks belum membuka, dan tes kehamilan positif. Pada beberapa
wanita hamil dapat terjadi perdarahan sedikit pada saat haid yang
semestinya datang jika tidak terjadi pembuahan. Hal ini disebabkan oleh
penembusan villi koreales ke dalam desidua, pada saat implantasi ovum.
Perdarahan implantasi biasanya sedikit, warnanya merah, cepat berhenti,
dan tidak disertai mules-mules.
3. Abortus Insipien (keguguran berlangsung)
Peristiwa perdarahan uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu
dengan adanya dilatasi serviks uteri yang meningkat, tetapi hasil konsepsi
masih dalam uterus. Dalam hal ini rasa mules menjadi lebih sering dan
kuat, serta perdarahan bertambah.
4. Abortus Inkomplit (keguguran tidak lengkap)
9
Faktor Risiko
Faktor risiko adalah keadaan ibu baik berupa faktor biologis
maupun non biologis, yang biasanya sudah dimiliki ibu sejak sebelum
hamil dan dalam kehamilan mungkin memudahkan timbulnya gangguan
lain.
Beberapa faktor risiko diduga merupakan faktor risiko dari kejadian
abortus yaitu (Widjanarko, 2009; Cunningham et.al., 2005; Prawirohardjo,
2007; Mochtar,1998):
1) Usia
Risiko abortus semakin tinggi dengan semakin bertambahnya usia
ibu. Insiden abortus dengan trisomi meningkat dengan bertambahnya
usia ibu. Risiko ibu terkena aneuploidi adalah 1:80, pada usia diatas 35
tahun karena angka kejadian kelainan kromosom/trisomi akan meningkat
setelah usia 35 tahun (Prawirohardjo, 2009).
2) Usia Kehamilan
Usia kehamilan saat terjadinya abortus bisa memberi gambaran
tentang penyebabnya. Paling sedikit 50% kejadian abortus pada trimester
pertama merupakan kelainan sitogenetik. Separuh dari abortus karena
kelainan sitogenetik pada trimester pertama berupa trisomi autosom
(Prawirohardjo, 2009).
3) Paritas Ibu
Semakin banyak jumlah kelahiran yang dialami seorang ibu
semakin tinggi risikonya untuk mengalami komplikasi kehamilan,
persalinan dan
nifas (Mulyati,
2003).
Sejalan
dengan
pendapat
kelompok
yang
berpendidikan
lebih
tinggi.
Menurut
Etiologi
Abortus yang terjadi pada minggu-minggu pertama kehamilan umumnya
USG
janin
dan
histopatologis
selanjutnya
menunjukkan bahwa pada 70% kasus, ovum yang telah dibuahi gagal
untuk berkembang atau terjadi malformasi pada tubuh janin. Pada 40%
kasus, diketahui bahwa latar belakang kejadian abortus adalah kelainan
chromosomal. Pada 20% kasus, terbukti adanya kegagalan trofoblast
untuk melakukan implantasi dengan adekuat.
Faktor maternal :
Sebanyak 2% peristiwa abortus disebabkan oleh adanya penyakit
sistemik maternal (systemic lupus erythematosis) dan infeksi sistemik
maternal tertentu lainnya. 8% peristiwa abortus berkaitan dengan
abnormalitas uterus (kelainanuterus kongenital, mioma uteri submukosa,
inkompetensia servik). Terdapat dugaan bahwa masalah psikologis
memiliki peranan pula dengan kejadian abortus meskipun sulit untuk
dibuktikan atau dilakukan penilaian lanjutan.
14
juga bisa
brucellosis.
Berbagai
teori
diajukan
untuk
mencoba
perlu
perhatian
langsung
terhadap
sistem
hormon
secara
Patogenesis
Proses abortus inkomplit dapat berlangsung secara spontan
maupun sebagai komplikasi dari abortus provokatus kriminalis ataupun
medisinalis. Proses terjadinya berawal dari pendarahan pada desidua
basalis yang menyebabkan nekrosis jaringan diatasnya. Selanjutnya
sebagian atau seluruh hasil konsepsi terlepas dari dinding uterus. Hasil
konsepsi yang terlepas menjadi benda asing terhadap uterus sehingga
akan dikeluarkan langsung atau bertahan beberapa waktu. Pada
kehamilan kurang dari 8 minggu hasil konsepsi biasanya dikeluarkan
seluruhnya karena villi korialies belum menembus desidua secara
mendalam. Pada kehamilan antara 8 minggu sampai 14 minggu villi
koriales menembus desidua lebih dalam sehingga umumnya plasenta
tidak dilepaskan sempurna yang dapat menyebabkan banyak perdarahan.
Pada kehamilan lebih dari 14 minggu umumnya yang mula-mula
dikeluarkan setelah ketuban pecah adalah janin, disusul kemudian oleh
plasenta yang telah lengkap terbentuk. Perdarahan tidak banyak jika
plasenta segera terlepas dengan lengkap (Prawirohardjo, 2007).
4.7
Diagnosis
17
Rasa mulas atau keram perut didaerah atas simfisis, sering disertai
nyeri pingang akibat kontraksi uterus
b. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum tampak baik atau syok akibat perdarahan,
tekanan darah normal atau menurun, denyut nadi normal atau cepat dan
kecil, suhu badan normal atau meningkat.
c. Pemeriksaan ginekologi
Menurut Prawirohardjo, 2007 adalah sebagai berikut:
-
Colok Vagina: Porsio terbuka atau sudah tertutup, teraba atau tidak
jaringan dalam kavum uteri, besar uterus sesuai atau lebih kecil dari
usia kehamilan, tidak nyeri saat porsio digoyang, tidak nyeri pada
peraban adneksa, kavum douglasi tidak menonjol dan tidak nyeri.
d. Pemeriksaan bimanual
Uterus membesar, besar uterus tidak sesuai dengan besar
seharusnya, tidak mendatar dan mempunyai konsistensi hamil normal.
e. Pemeriksaan penunjang :
1. Pemeriksaan USG
Hal ini membantu untuk melihat adakah sisa dari hasil konsepsi di
dalam uterus.
2. Pemeriksaan darah
HCG beta untuk mendiagnosis adanya kehamilan. Darah lengkap
untuk melihat adanya kemungkinan terjadi infeksi dan anemia.
18
4.8
Diagnosis Banding
Adapun diagnosis banding abortus inkomplit adalah abortus
komplitus, dimana pada abortus komplitus, darah yang keluar dari jalan
lahir dalam jumlah yang banyak, disertai keluarnya seluruh konseptus dan
pada pemeriksaan USG, tidak didapatkan sisa konsepsi di dalam uterus.
Diagnosa banding lain adalah kehamilan mola dimana hasil konsepsi
yang keluar berupa gelembung-gelembung mola, kehamilan ektopik
terganggu dan
abortus imminens
(perdarahan lebih
sedikit
dan
dapat diraba dalam kavum uteri atau kadang-kadang sudah menonjol dari
ostium uteri eksternum. Pada abortus yang terjadi sebelum usia gestasi
10 minggu, janin dan plasenta biasanya keluar bersama-sama, tetapi
setelah waktu ini keluar secara terpisah. Apabila plasenta (sebagian atau
seluruhnya) tertahan di uterus, cepat atau lambat akan terjadi perdarahan
yang merupakan tanda utama abortus inkomplit (Cunningham, 2010).
Perdarahan pada abortus inkomplit dapat banyak sekali, sehingga
menyebabkan syok dan perdarahan tidak akan berhenti sebelum sisa
hasil konsepsi dikeluarkan (Prawirohardjo, 2007).
4.9.2
evakuasi
mengeluarkan
hasil
secara
digital
konsepsi.
Bila
atau
cunam
perdarahan
ovum
berhenti
untuk
beri
setiap 8 jam.
Bila pasien tampak anemik, berikan sulfasferosus 600 mg/hari selama
kuretase,
sekurang-kurangnya
untuk
menghentikan
4.10
Penanganan Lanjutan
21
Komplikasi
22
berat
yang ditandai
dengan
adanya
peningkatan
Prognosis
Prognosis keberhasilan kehamilan tergantung dari etiologi abortus
spontan sebelumnya:
1) Perbaikan endokrin yang abnormal pada wanita dengan abortus yang
rekuren mempunyai prognosis yang baik sekitar >90%.
2) Pada
wanita
dengan
etiologi
abortus
yang
tidak
diketahui,
23
BAB 5
PEMBAHASAN
1.
pemeriksaaan
penunjang
dilakukan
pemeriksaan
benda asing (corpus alienum). Oleh karena itu, uterus akan berusaha
mengeluarkannya
dengan
mengadakan
kontraksi
sehingga
ibu
merasakan nyeri.
2. Apa saja yang dapat menyebabkan abortus inkomplit pada pasien
ini?
Penyebab terjadinya abortus inkomplit pada pasien ini belum
dapat dipastikan. Dimungkinkan bisa terjadi karena faktor koitus. Menurut
Hanifa 2005, aborsi stelah koitus biasanya terjadi perdarahan kurang dari
24 jam setelah hubungan seksual. Perdarahan diperkirakan tercetus
dengan adanya prostaglandin pada sperma.
Saran
27
fisik,
terutama
dalam
mendiagnosis
perdarahan
DAFTAR PUSTAKA
28
:http://www.uptodate.com/contents/sepsis-and-the-systemic-
inflammatory-response-syndrome-definitions-epidemiology-and-prognosis
Sarwono P. Perdarahan pada Kehamilan Muda. Ilmu Kebidanan Edisi 4.
Jakarta : Yayasan Bina Pustaka; 2010. P. 473.
Sulaiman S, dkk. Kelainan Lama Kehamilan, Obstetri Patologi. Jakarta:
Penerbit EGC; 2005. P.1-9
Syaifuddin A.B, 2002, Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan
Maternal Dan Neonatal, Edisi I. Cetakan I. YBP-SP. Jakarta.
Trinder, P Brocklehurst, R Porter, M Read, S Vyas, L Smith, 2006.
Management of miscarriage: expectant, medical, or surgical? Results of
randomised controlled trial (miscarriage treatment (MIST) trial)
Wiknjosastro,
Hanifa.2007.Ilmu
Kebidanan,
29
Yayasan
Bina
Pustaka