Anda di halaman 1dari 10

ANALISIS UNDANG UNDANG PER PAJAKAN

DALAM TINDAK KASUS PIDANA

DI SUSUN OLEH:
MUHAMMAD PADLI
3143111031

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN


FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2015

I. PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG

Salah satu ciri dari sistem pemungutan pajak di Indonesia adalah self assessment
system yaitu sistem pemungutan pajak yang memberikan kepercayaan kepada
masyarakat/Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan
melaporkan sendiri jumlah pajak yang terutang. Sistem pemungutan pajak tersebut
mempunyai arti bahwa penentuan /penetapan, serta pelaporan secara teratur tentang
besarnya pajak terutang dan jumlah pajak yang telah dibayar, sebagaimana ditentukan
dalam peraturan perundang-undangan perpajakan dipercayakan sepenuhnya kepada
Wajib Pajak (WP). Artinya, keberhasilan dan kegagalan di bidang pajak sangat
dipengaruhi oleh Wajib Pajak. System tersebut lebih memandang Wajib Pajak sebagai
subjek dan bukan objek semata. Hak dan Kewajiban Wajib Pajak menurut undangundang sekarang sama dengan fiskus . Agar suatu Self assessment system berhasil,
tidak hanya diperlukan pengetahuan yang cukup dari wajib pajak . Tanpa dilandasi oleh
kesadaran , kejujuran, dan kedisiplinan yang memadai, maka kepercayaan yang
diberikan kepada Wajib Pajak (WP) dapat disalahgunakan.Untuk itu Administrasi
perpajakan harus berperan aktif dalam melaksanakan pengendalian administrasi
pemungutan pajak yang meliputi tugas-tugas pembinaan, pelayanan, pengawasan, dan
penerapan sanksi perpajakan.
Salah satu pengendalian administrasi pemingutan pajak adalah dengan adanya
kewajiban untuk menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) dengan benar dan
lengkap seperti yang tercantum dalam Pasal 3 UU KUP, Seperti yang kita ketahui
belakangan ini muncul pemberitaan berbagai kasus pajak seperti kasus Gayus
Tambunan dan Paulus Tumewu, tapi yang menjadi latar belakang dari makalah ini
adalah kasus penghentian penyidikan kasus Penggelapan Pajak Paulus Tumewu
yang Berdasar hasil penyelidikan, Paulus diduga melakukan tindak pidana perpajakan
yang berhubungan dengan Surat Pemberitahuan karena tidak melaporkan sebagian
penghasilan (telah melanggar ketentuan pasal 39 ayat (1) UU nomor 16 tahun 2000
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) sebelum perubahan
oleh UU No 28 tahun 2007 ) yaitu, menyampaikan Surat Pemberitahuan dan/atau
keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap dan telah P-21 (berkas
dinyatakan lengkap) oleh Kejaksaan atas dasar surat permohonan dari Menteri
Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, agar Jaksa Agung mengeluarkan surat untuk
menghentikan kasus Paulus Tumewu. Surat permohonan itu dibuat atas surat
permohonan dari Paulus Tumewu yang telah melunasi utang pajaknya ke Menkeu (Sri
Mulyani). Yang akhirnya Dibalas Menkeu dengan memberi disposisi ke Sekjen Depkeu
yang menyatakan Paulus dikenakan denda 400 persen dari hutang pokok pajak. Paulus

meminta Menkeu mengusulkan ke Jaksa Agung menghentikan penyidikan dan


penuntutan atas dirinya. Dan akhirnya memang berkas kasus pidana pajak Paulus
Tumewu yang telah P-21 itu tidak berlanjut ke Pengadilan. Padahal di dalam ketentuan
Pasal 39 itu sanksi pidananya bukan alternatif tetapi kumulatif yaitu pidana penjara
paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit
2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4
(empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar. sehingga
pemberhentian penyidikan/ pengeluaran SKPP tersebut oleh sebagian kalangan di
anggap ada intervensi dari Menteri Keuangan.
Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis membuat makalah dengan judul
PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PAJAK YANG BERKAITAN DENGAN
KEWAJIBAN MENYAMPAIKAN SURAT PEMBERITAHUAN DENGAN BENAR DAN LENGKAP
MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2007 MENGENAI KETENTUAN UMUM
PERPAJAKAN

B. RUMUSAN MASALAH

Bagaimana penegakan hukum dalam tindak pidana pajak yang berkaitan dengan
kewajiban menyampaikan surat pemberitahuan dengan benar dan lengkap menurut
Undang-Undang Nomor 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Perpajakan ?
II. PEMBAHASAN

Dalam berbagai macam literatur dapat ditemukan berbagai pengertian atau definisi
tentang pajak dari berbagai pakar yang satu sama lain ada kesamaan dan ada juga
perbedaan, sehingga supaya pengertian atau definisi ini bisa diterima semua kalangan
maka di ambillah pengertian atau definisi yang berasal dari Undang-Undang KUP (UU
28/2007) yang tercatum dalam pasal 1 angka 1 yang menyatakan bahwa,
Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau
badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Undang-undang KUP sendiri telah mengalami tiga kali perubahan sejak diundangkan
pertama kali dengan UU Nomor 6 Tahun 1983 yang mulai berlaku sejak 1 Januari 1984.
Perubahan pertama dilakukan dengan UU Nomor 9 Tahun 1994 dan mulai berlaku 1
Januari 1995. Perubahan kedua dilakukan dengan UU Nomor 16 Tahun 2000 dan mulai
berlaku tanggal 1 Januari 2001. Perubahan terakhir dilakukan dengan UU Nomor 28
Tahun 2007 yang mulai berlaku tanggal 1 Januari 2008 sampai sekarang.
Dalam pajak sendiri ada berbagai macam system pemungutan di antaranya, yaitu :
1. Official Assessment System : suatu system pemungutan pajak yang berdasarkan
undang-undang pemerintah (fiskus) diberi wewenang untuk menentukan besarnya
pajak terutang.
2. Self Assesmentsystem : suatu system pemungutan pajak yang berdasarkan undangundang memberikan kepercayaan lepada wajib pajak (WP) untuk melaksanakan hak
dan kewajibannya dibidang perpajakan.
3. With Holding System : suatu system pemungutan pajakyang berdasarkan undangundang memberi kepercayaan /wewenang kepada pihak ketiga(bukan pemerintah dan
bukan wajib pajak (WP) yang bersangkutan ) untuk memotong atau memungut pajak
yang wajib dipotong /dipungut dari wajib pajak (WP) yangwajib membayarnya.
Undang-undang KUP sendiri menganut system pemungutan pajak Self Assessment
System. Jiwa Self Assessment tercantum dalam pasal 12 UU KUP yang berbunyi :
(1) Setiap WP wajib membayar pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan, dengan tidak menggantungkan pada adanya SKP.
(2) Jumlah Pajak yang terutang menurut SPT yang disampaikan oleh WP adalah jumlah
pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan.
(3) Apabila Direktur Jenderal Pajak (Dirjen Pajak) mendapatkan bukti jumlah pajak yang

terutang menurut SPT sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak benar, Dirjen Pajak
menetapkan jumlah pajak yang terutang.
Dari bunyi Pasal 12 UU KUP tersebut dapat dilihat bahwa penghitungan pajak yang
terutang pembayarannya ke Kas Negara, dan pelaporannya diserahkan sepenuhnya
kepada WP serta tidak didasarkan pada SKP yang diterbitkan administrasi pajak.
Perhitungan, pembayaran dan pelaporan yang dilakukan WP tersebut dianggap benar
(sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan) sepanjang
Dirjen Pajak tidak dapat membuktikan sebaliknya. Pada prinsip self assessment beban
pembuktian (bahwa pajak terutang yang telah dilaporkan adalah tidak benar) berada di
pihak fiskus (Dirjen Pajak). SKP hanya diterbitkan oleh fiskus apabila perhitungan wajib
pajak tersebut tidak benar berdasarkan pada suatu pembuktian oleh fiskus.
Seperti yang telah dibahas sebelumnya, Sistem pemungutan pajak dengan self
assessment ini mempunyai arti bahwa penentuan /penetapan, serta pelaporan secara
teratur tentang besarnya pajak terutang dan jumlah pajak yang telah dibayar,
sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundang-undangan perpajakan
dipercayakan sepenuhnya kepada Wajib Pajak (WP). Artinya, keberhasilan dan
kegagalan di bidang pajak sangat dipengaruhi oleh Wajib Pajak.
Lepas dari kesadaran kewargaan dan solidaritas nasional, lepas pula dari pengertian
tentang kewajibannya terhadap Negara, pada sebagian besar di antara rakyat tidak
akan pernah meresapi kewajibannya membayar pajak sedemikian rupa sehingga
memenuhinya tanpa menggerutu. Bahkan, bila ada sedikit kemungkinan saja, maka
pada umumnya cenderung untuk meloloskan diri dari setiap pajak. Dalam usaha
perlawanan inilah, terletak faktor utama dari perlawanan terhadap pajak, yang dapat di
bedakan ke dalam :
1. Perlawanan pasif
Perlawanan pasif ini terdiri dari hambatan-hambatan yang mempersukar pemungutan
pajak dan erat hubungannya dengan struktur ekonomi suatu Negara, dengan
perkembangan intelektual dan moral penduduk, dan dengan teknik pemungutan pajak
itu sendiri.
2. Perlawanan aktif
Perlawanan aktif meliputi semua usaha dan perbuatan, yang secara langsung ditujukan
terhadap fiskus dan bertujuan untuk menghindari pajak di antaranya dapat dibedakan
dengan cara-cara sebagai berikut :
Penghindaran diri dari pajak
Pengelakan/ penyelundupan pajak
Melalaikan pajak
Dari berbagai macam perlawanan terhadap pajak ini kemudian dengan berdasar pada
self assessmet system ini, maka dalam undang-undang KUP ini mewajibkan si wajib
pajak (WP) untuk menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT), yang dimaksud Surat
Pemberitahuan (SPT) ini sendiri seperti yang tercantum dalam Pasal 1 angka 11
Undang-Undang KUP, yaitu :

Surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau
pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan
kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Kewajban melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau
bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan dalam SPT tercantum dalam Pasal 3 ayat 1 UU KUP
yang berbunyi sebagai berikut :
Setiap Wajib Pajak wajib mengisi Surat Pemberitahuan dengan benar, lengkap, dan
jelas, dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan
mata uang Rupiah, dan menandatangani serta menyampaikannya ke kantor Direktorat
Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang
ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
Yang dimaksud dengan benar, lengkap, dan jelas dalam mengisi SPT adalah :
a. benar adalah benar dalam perhitungan, termasuk benar dalam penerapan ketentuan
peraturan UU Pajak, dalam penulisan, dan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya;
b. lengkap adalah memuat semua unsur-unsur yang berkaitan dengan objek pajak dan
unsur-unsur lain yang harus dilaporkan dalam SPT; dan
c. jelas melaporkan asal-usul / sumber objek pajak dan unsur lain yang harus diisikan
dalam SPT.
Bahkan kewajiban untuk menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) dengan benar dan
lengkap ini juga ada sanksi pidananya seperti yang tercantum dalam UU KUP Pasal 38,
yaitu :
Setiap orang yang karena kealpaannya:
a. tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan; atau
b. menyampaikan Surat Pemberitahuan, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap,
atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar
sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dan perbuatan
tersebut merupakan perbuatan setelah perbuatan yang pertama kali sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13A, didenda paling sedikit 1 (satu) kali jumlah pajak terutang
yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 2 (dua) kali jumlah pajak terutang
yang tidak atau kurang dibayar, atau dipidana kurungan paling singkat 3 (tiga) bulan
atau paling lama 1 (satu) tahun.
Dan juga di Pasal 39 ayat (1) menyatakan bahwa,
Setiap orang yang dengan sengaja:
a. tidak mendaftarkan diri untuk diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak atau tidak
melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;
b. menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak atau

Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak;


c. tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan;
d. menyampaikan Surat Pemberitahuan dan/atau keterangan yang isinya tidak benar
atau tidak lengkap;
e. menolak untuk dilakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29;
f. memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang palsu atau
dipalsukan seolah-olah benar, atau tidak menggambarkan keadaan yang sebenarnya;
g. tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan di Indonesia, tidak
memperlihatkan atau tidak meminjamkan buku, catatan, atau dokumen lain;
h. tidak menyimpan buku, catatan, atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau
pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang
dikelola secara elektronik atau diselenggarakan secara program aplikasi on-line di
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (11); atau
i. tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut.
sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan
denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar
dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.
Dari isi pasal-pasal di atas bisa dilihat bahwa kedua-duanya memiliki sanksi pidana baik
di Pasal 38 yang karena kealpaan juga Pasal 39 yang karena kesengajaan.
Tetapi harus diingat bahwa dalam pelaksanaan ketentuan di bidang perpajakan itu ada
2 jenis penegakan hukum, yaitu :
1. Penegakan Hukum Administrasi
Penegakan hukum administrasi bertujuan agar sesuatu yang menyimpang dapat
dibenahi. Dalam hal ini, yang menjadi fokus perhatian untuk mendapatkan penanganan
adalah perbaikan atau perubahan sikap atau perilaku dari si subjek. Penegakan hukum
administrasi kurang memberikan tekanan pada si subjek atau pelaku pelanggaran,
melainkan lebih menekankan pada perbuatannya. Penegakan hukum administrasi
dilakukan oleh aparat pemerintah dibidang pajak, jadi bukan oleh hakim.
2. Penegakan Hukum Pidana
Penegakan hukum pidana dilakukan melalui melalui proses peradilan. Dalam rangka
penegakan hukum pidana di mungkinkan adanya kumulasi eksternal atas penerapan
sanksi. Penerapan sanksi kumulatif secara eksternal adalah pengenaan sanksi
administrasi dan pengenaan sanksi pidana secara sekaligus.
Di dalam hukum pidana ada berbagai macam cara penerapan sanksi / stelsel
pemidanaan, yaitu :
1. Stelsel Alternatif
Ciri khas suatu UU mengatur stelsel pemidanaan yang alternatif yaitu norma dalam UU
ditandai dengan kata atau. Misalnya ada norma dalam UU yang berbunyi diancam
dengan pidana penjara atau pidana denda .

2. Stelsel Kumulatif
Stelsel kumulatif ini ditandai dengan cirri khas adanya kata dan.UU Tindak Pidana
Korupsi merupakan salah satu contoh UU yang menganut stelsel ini. Dengan adanya
kata dan, maka hakim harus menjatuhkan pidana dua-duanya.
3. Stelsel Alternatif Kumulatif
Berbeda halnya dengan dua stelsel di atas, berdasarkan stelsel alternatif kumulatif ini,
ditandai dengan ciri dan/atau. Suatu UU yang menganut stelsel ini, memberikan
kebebasan hakim untuk menjatuhkan pidana apakah alternatif (memilih) ataukah
kumulatif (menggabungkan).
Bila dianalisa dari cara penerapan sanksi / stelsel pemidanaan, maka Pasal 38 UU KUP
ini menggunakan cara penerapan sanksi / stelsel pemidanaan alternatif karena di dalam
isi pasalnya menggunakan kata atau antara sanksi denda dan penjaranya, sedangkan
untuk Pasal 39 ayat (1) UU KUP ini menggunakan cara penerapan sanksi / stelsel
pemidanaan Kumulatif karena menggunakan kata dan antara sanksi denda dan
penjaranya.
Lalu bagaimana dengan penerapan kasus Paulus Tumewu seperti yang telah di
jelaskan sebelumnya di latar belakang, untuk kasus Paulus Tumewu ini memang
menurut jaksa berdasarkan hasil penyidikan, Paulus diduga melakukan tindak pidana
perpajakan karena telah melanggar ketentuan pasal 39 ayat (1) UU nomor 16 tahun
2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) sebelum
perubahan oleh UU No 28 thun 2007 yang isinya pada intinya sama. Tetapi meskipun
Pasal 39 ayat (1) ini menganut penerapan sanksi / stelsel pemidanaan Kumulatif ,
dalam UU KUP ini baik yang tahun 2000 maupun yang tahun 2007 juga di Pasal 44B
menyatakan bahwa,
(1) Untuk kepentingan penerimaan negara, atas permintaan Menteri Keuangan, Jaksa
Agung dapat menghentikan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan paling lama
dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal surat permintaan.
(2) Penghentian penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) hanya dilakukan setelah Wajib Pajak melunasi utang pajak yang tidak
atau kurang dibayar atau yang tidak seharusnya dikembalikan dan ditambah dengan
sanksi administrasi berupa denda sebesar 4 (empat) kali jumlah pajak yang tidak atau
kurang dibayar, atau yang tidak seharusnya dikembalikan.
Bila melihat isi Pasal 44B ini. Maka, apa yang di lakukan Menteri Keuangan dan Jaksa
Agung ini adalah sudah sesuai dengan undang-undang apabila memang sebelum
masuk ke Pengadilan Paulus Tumewu telah melunasi utang pajak yang tidak atau
kurang dibayar atau yang tidak seharusnya dikembalikan dan ditambah dengan sanksi
administrasi berupa denda sebesar 4 (empat) kali jumlah pajak yang tidak atau kurang
dibayar, atau yang tidak seharusnya dikembalikan.
III. PENUTUP

A. KESIMPULAN

Bahwa penegakan hukum dalam tindak pidana pajak yang berkaitan dengan kewajiban
menyampaikan surat pemberitahuan dengan benar dan lengkap menurut UndangUndang Nomor 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Perpajakan adalah :
1. Apabila karena kealpaan maka penerapan sanksinya / stelsel pemidanaannya
alternatif seperti yang tercantum dalam Pasal 38 UU KUP
2. Apabila karena kesengajaan maka penerapan sanksinya / stelsel pemidanaannya
kumulatif seperti yang tercantum dalam Pasal 39 ayat (1) UU KUP
B. SARAN

Penekanan penerapan sanksi pidana itu harus lebih di tekankan pada tindak pidana
yang di lakukan oleh pegawai Dirjen Pajak, sedangkan kepada wajib pajak lebih baik di
tekankan penerapan sanksi administrasi untuk kepentingan penerimaan Negara.

Daftar Pustaka
Buku:
Gunadi dkk, Perpajakan Buku 1, Edisi Revisi 2, Lembaga Penerbit FEUI, Jakarta, 2001,
Hasan Basri, MODUL KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN,

PUSDIKLAT Pajak dan BPPK,


Oyok Abuyamin, Perpajakan Pusat dan Daerah, Humaniora, Bandung, 2010,
R Santoso Brotodihardjo, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, cetakan keduapuluh satu,
Refika Aditama, Jakarta, 2008,
Y Sri Pudyatmoko, Penegakan dan Perlindungan Hukum Di bidang Pajak, Penerbit
Salemba Empat, Jakarta, 2007,
Bahan lainnya :
http://www.mediaindonesia.com/read/2010/04/21/137543/16/1/Kronologi-KasusPenggelapan-Pajak-Paulus-Tumewu Rabu 21 April 2010.
http://www.dutamasyarakat.com/artikel-29080-ani-dibidik-kasus-adik-edy-tanzil.html
Peraturan Perundang-undangan:
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Perpajakan
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1994 tentang Perubahan Atas UU KUP
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas UU KUP
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas UU KUP

Anda mungkin juga menyukai