Anda di halaman 1dari 16

UNIVERSITY OF INDONESIA

TUGAS 2: HW 1 HW 4
6 Oktober 2015

Prof. Dr. Ing. Ir. Misri Gozan, M. Tech.


Prof. Dr. Ir. Widodo W. Purwanto, DEA

ENERGI BERKELANJUTAN

HW 1 Fossil Energy
HW 2 Global Climate Changer
HW 3 Conversion, Distribution, and Storage
HW 4 Energy Sustainability

Disusun Oleh:
Kameliya Hani Millati
Teknik Kimia
1206202034

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
2015

1
1. FOSSIL ENERGY
1.1. Geopolitical Aspect of Fossil Energy Condition (Oil and Gas)
Geopolitik merupakan hubungan antara politik dan wilayah baik skala nasional ataupun skala
internasional. Geopolitik mencakup praktik analisis, prasayarat, perkiraan, dan pemakaian kekuatan
politik pada suatu wilayah. Setiap wilayah memiliki cadangan energi fosil yang berbeda, ada negara
yang memiliki cadangan energi fosil dalam jumlah besar dan ada negara yang hampir tidak memiliki
cadangan energi fosil sama sekali. Berdasarkan IEA, 10 negara dengan cadangan energi fosil terbesar
adalah Arab Saudi, Venezuela, Kanada, Iran, Iraq, Kuwait, United Arab Emirates, Rusia, Libia, dan
Nigeria. Negara dengan cadangan energi fosil berlebih disebut sending end. Negara sending end
yang bergantung pada penjualan bahan bakar fosil ke negara lain untuk menunjang ekonomi negara
disebut eksportir minyak. Sedangkan negara industri yang sangat bergantung pada bahan bakar fosil
impor untuk menunjang ekonomi negara disebut receiving end. Setiap negara akan melakukan
berbagai cara untuk mengamankan pasokan energi dan ekonominya, mulai dari melakukan
kesepakaan, kerjasam ekonomi, bahkan sampai invasi secara langsung. Dari sinilah terjadi simbiosis
kegiatan politik antar negara dalam sektor energi fosil.
(Sumber: Tester, J. W. et al. 2012. Sustainable Energy Choosing Among Options 2 nd Edition. London:
The MIT Press)
1.2. The Trends of Indonesias Fossil Production Related to Current Fossil Demand

Gambar 1.1 Produksi dan Konsumsi di Indonesia: Minyak (kiri) dan Batubara (kanan)
(Sumber: EIA, 2014)

Gambar 1.1 Produksi dan Konsumsi di Indonesia: Gas Alam


(Sumber: EIA, 2014)

Berdasarkan Gambar 1.1 dapat diketahui beberapa hal sebagai berikut.


a) Minyak. Indonesia mulai mengalami penurunan produksi minyak mentah sejak tahun 2000. Hal
ini disebabkan karena peningkatan permintaan yang tidak diimbangi dengan pengembangan
lapangan baru. Sejak tahun 2004, konsumsi minyak sudah melebihi produksi domestik dan jika
selisih antara permintaan dan produsi terus bertambah maka harus dipenuhi dengan impor.
b) Batubara. Indonesia merupakan penyuplai utama batu bara di pasar Asia, dimana 75% produksi
batu bara diekspor dan sisanya dikonsumsi negara. Diperkirakan hal ini akan berlangsung hingga
2030.
c) Gas. Indonesia masih menjadi negara pengekspor gas dan merupakan negara pemilik cadangan
gas alam urutan ke-13 di dunia. Gas alam yang diekspor adalah LNG dan gas pipa. Sejak tahun
2005, permintaan domestik meningkat dua kali lipat tetapi hal ini masih sanggup dipenuhi oleh
produksi domestik.
(Sumber: EIA, 2014. Indonesia International Energy Data and Analysis)

Universitas Indonesia

2
1.3. The Most Significant Environmental Impact Associated with The Most Widely Used
Fossil Energy in Indonesia
Dampak lingkungan paling signifikan dari penggunaan bahan bakar fosil adalah terjadinya
pemanasan global (global warming). Pemanasan global ini terjadi sebagai akibat dari peristiwa efek
rumah kaca (greenhouse effect). Peristiwa efek rumah kaca terjadi sebagai akibat dari produksi gas
rumah kaca hasil pembakaran bahan bakar fosil. Pemanasan global mengakibatkan terjadinya
perubahan iklim. Perubahan iklim secara ekstrim mengakibatkan terjadinya ketidakseimbangan alam
seperti terjadinya perubahan pola hujan dan salju, peningkatan permukaan air laut, bahkan sampai
pencairan lempengan es di kutub.
(Sumber: IPCC, 2014. Impaacts, Adaptation, and Vulnerability)
1.4. The Main Causes and Consequences of Low Oil Prices
1.4.1.
Causes of Low Oil Prices
Beberapa faktor penyebab dari turunnya harga minyak dijelaskan sebagai berikut:
a) Supply dan Demand
Dalam skala global, demand minyak dunia menurun karena melambatnya pertumbuhan pada
pasar berkembang. Di sisi lain, supply minyak dunia meningkat karena pesatnya berkembangan
eksplorasi dan produksi minyak seperti shale oil dan oil sands.
b) Perubahan Kebijakan OPEC
Pada November 2014, OPEC menyatakan bahwa negara-negara OPEC akan menstabilkan
produksi pada 30 juta barel/hari. Hal ini mengakibatkan negara yang memproduksi minyak
nonkonvensional dapat berperan menjadi swing producer. Padahal selama ini OPEC berperan sebagai
swing producer untuk mencapai target harga 100-110 USD/bbl sesuai dengan kebijakan price
targeting.
c) Perkembangan Geopolitik
Produksi minyak di negara Timur Tengah dan Eropa Timur yang sedang mengalami konflik
malah meningkat.
d) Apresiasi Nilai Dolar AS
Pada juni 2014 sampai Januari 2015 terjadi apresiasi nilai tukar Dolar AS sebesar 10%. Hal ini
mengakibatkan penurunan permintaan di negara yang memiliki mata uang lokal dan kenaikan
penawaran dari negara produsen non-Dolar AS.
e) Inventori Minyak Mentah Negara OECD
Pada Januari 2014 sampai September 2014, inventori minyak mentah negara OECD
(Organization for Economic Cooperation and Development) meningkat sebesar 6%. Hal ini
diakibatkan oleh kondisi pasar yang surplus. Kondisi pasat yang surplus dapat mengakibatkan
penurunan harga minyak.
(Sumber: Baffes, J. et al. 2015. The Great Plunge in Oil Prices: Causes, Consequences, and Policy
Responses. World Bank Group)
1.4.2.

Consequences of Low Oil Prices


Beberapa dampak dari turunnya harga minyak dijelaskan sebagai berikut:
a) Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi
Dampak dari turunnnya harga minyak pada pertumbuhan ekonomi dan inflasi dapat terjadi secara
langsung (harga dan kegiatan ekspor-impor) dan tidak langsung (perdangangan dan pasar komoditas,
kebijakan fiskal dan moneter, dan ketidakpastian investasi). Pada kegiatan ekspor-impor, turunnya
harga minyak menyebabkan penurunan inflasi janga menengah bagi negara pengimpor minyak dan
menyebabkan penyesuaian nilai mata uang, harga kredir, dan kebijakan fiscal bagi negara pengekspor
minyak.
b) Investasi dan Konsumsi Barang
Turunnya harga minyak juga dapat menyebabkan turunnya investasi dan konsumsi durable
goods. Untuk industri yang energy-intensive, hal ini menyebabkan margin keuntungan lebih besar.
(Sumber: Baffes, J. et al. 2015. The Great Plunge in Oil Prices: Causes, Consequences, and Policy
Responses. World Bank Group)

Universitas Indonesia

3
2. GLOBAL CLIMATE CHANGE
2.1. GWP and Kaya Equation
2.1.1. GWP
Greenhouse Gas (GHG) memanaskan bumi dengan cara menyerap energi dan memperlambat
laju pelepasan energi tersebut ke ruang angasa. Setiap GHG memiliki dampak yang berbeda terhadap
pemanasan global. Cara membedakan suatu GHG dengan GHG lainnya adalah dari kemampuannya
menyerap energi (efisiensi radiatif) dan dari lama GHG tersebut berada di atmosfer (lifetime). Oleh
karena itu, dikembangkan Greenhouse Potential (GWP) untuk membandingkan dampak global
warming dari suatu GHG. GWP menghitung berapa jumlah energi emisi dari 1 ton gas yang akan
diserap oleh suatu GHG untuk suatu periode waktu tertentu relatif terhadap emisi 1 ton karbon
dioksida (CO2). Semakin besar nilai GWP, maka semakin besar dampak panas yang diberikan oleh
GHG tersebut dibandingkan dengan CO2 untuk suatu periode waktu tertentu. Periode waktu
perhitungan yang digunakan biasanya 100 tahun. GWP dari GHG utama (CO 2, CH4, N2O, dan gas
terfluorinasi) dijelaskan sebagai berikut.
a) CO2
Sesuai dengan definisi GWP, CO 2 memiliki nilai GWP 1 terlepas dari periode waktu yang
digunakan karena CO2 merupakan gas yang digunakan sebagai referensi. CO 2 berada dalam sistem
iklim dalam waktu yang sangat lama. Emisi CO 2 menyebabkan peningkatan konsentrasi CO 2 di
atmosfer yang akan berlangsung selama ribuan tahun.
b) Metana (CH4)
Metana (CH4) diperkirakan memiliki GWP 28-36 untuk periode waktu 100 tahun, artinya CH 4
yang dipancarkan hari ini akan berada di atmosfer selama 100 tahun (rata-rata). Nilai ini lebih kecil
dibandingkan CO2, tetapi CH4 menyerap energi lebih banyak daripada CO 2. Nilai GWP CO2 sudah
memperhitungkan penyerapan energi oleh CH4 dan efek tidak langsung dari CH 4 seperti metana
sebagai precursor ozon (ozon merupakan GHG).
c) Nitrogen dioksida (N2O)
Nitrogen dioksida (N2O) diperkirakan memiliki GWP 265-298 untuk periode waktu 100 tahun,
artinya N2O artinya yang dipancarkan hari ini akan berada di atmosfer selama 100 tahun (rata-rata).
d) Gas Terfluorinasi (CFC, HFCs, HCFCs, PFCs, dan SF6)
Gas terfluorinasi diperkirakan memiliki GWP 1.000-10.000 dan memerangkap panas lebih besar
dibandingkan CO2 sehingga gas terfluorinasi disebut juga high-GWP gas.
Nilai GWP dari suatu GHG dapat berubah-ubah seiring waktu. EPA dan organisasi lainnya
terus memperbarui nilai GWP berdasarkan estimasi scientific dari penyerapan energi, lifetime GHG,
atau perubahan konsentrasi GHG di atmosfer. Selain periode waktu 100 tahun, GWP juga dapat
dihitung untuk periode waktu lainnya seperti 20 tahun dengan konsep perhitungan yang sama yaitu
berdasarkan jumlah energi yang diserap oleh GHG selama 20 tahun.
(Sumber: EPA, 2015. Understanding Global Warming Potentials)
2.1.2.

Kaya Equation
Beberapa faktor pendorong dari masa lalu dan masa depan dari antropologi emisi GHG adalah
demografi, ekonomi, sumber daya, teknologi, dan peraturan non-iklim. Pendekatan yang paling sering
digunakan untuk menentukan hubungan antara demografi dan ekonomi terhadap sumber daya dan
emisi dikenal sebagai identitas IPAT atau persamaan IPAT (Persamaan 2.1)

Impact=Population Affluence Technology

2.1

Persamaan 2.1 menyatakan bahwaa dampak lingkungan (misalnya emisi) merupakan hasil dari tingkat
populasi dikalikan dengan kemakmuran (pendapatan per kapita, misalnya Gross Domestic Product
atau GDP dibagi dengan populasi) dikalikan dengan tingkat teknologi (emisi per unit pendapatan).
Persamaan IPAT sudah sering digunakan dalam diskusi analisis energi terhadap emisi CO 2 (Ogawa,
1991; Parikh et al, 1991; Nakicenovic et al, 1993; Parikh, 1994; Alcamo et al, 1995; Gaffin and
ONell, 1997; Grer and Ban, 1997; ONell et al, 2000) dan sering disebut sebagai persamaan Kaya
(Persamaan 2.2).

CO2 emissions=Population

CO2
GDP
Energy

Population
GDP
Energy

)(

)(

2.2

Universitas Indonesia

4
Persamaan Kaya dikembangkan oleh ekonom asal Jepang bernama Yoichi Kaya dalam
bukunya yang berjudul Environment, Energy, and Economy: Strategies for Sustainability dikarang
bersama Keiichi Yokobori sebagai hasil dari Conference on Global Environment, Energy, and
Economic Development pada tahun 1993 di Tokyo. Persamaan ini menghubungkan faktor-faktor
penentu besarnya dampak yang diberikan oleh manusia terhadap perubahan iklim dalam bentuk emisi
GHG berupa CO2. Persamaan ini memegang peran penting dalam perkembangan skenario emisi masa
depan pada IPCC Special Report on Emissions Scenarios. Persamaan Kaya dapat diuraikan menjadi
subkomponen yang lebih detail. Sebagai contoh, komponen energi dapat diuraikan menjadi fossil and
non-fossil, komponen emisis dapat diuraikan menjadi emisi karbon per unit energi fosil, dan lain
sebagainya. Hasil dari penggunaan persamaan Kaya dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Historical Trends in Energy-Related CO2 Emissions in The World


(Sumber: Grer and Ban, 1997)

(Sumber: IPCC, 2014. Emissions Scenarios)


2.2. Greenhouse Gas Concept and The Importance of Greenhouse
Ilustrasi dari konsep greenhouse gas dapat dilihat pada Gambar 2.2 dengan penjelasan sebagai
berikut. Cahaya matahari (energi) menyinari bumi. Cahaya matahari yang sampai ke bumi, diserap
oleh tanah dan air (sisanya yang tidak terserap, akan direfleksikan kembali ke atmosfer). Penyerapan
cahaya matahari ini membuat permukaan bumi menjadi hangat dan mengeluarkan energi dalam
bentuk yang berbeda yaitu radiasi inframerah. Energi ini kemudian dilepaskan kembali ke luar
atmosfer bumi. Sebelum keluar dari atmosfer bumi, GHG akan memerangkap sejumlah energi ini di
atmosfer sehingga membuat bumi menjadi lebih hangat. Dengan demikian, GHG penting
keberadaannya untuk menghangatkan bumi. Tanpa GHG, bumi akan menjadi terlalu dingin untuk
tumbuhan dan hewan.

Universitas Indonesia

Gambar 2.2 Greenhouse Gas Concept


(Sumber: EPA, 2015. Greenhouse Gas Effect)

Namun demikian, manusia menambah jumlah GHG di atmosfer. Setiap manusia mengendarai mobil,
menggunakan listrik, atau membuat produk di pabrik, maka manusia membutuhkan energi. Sebagian
besar energi ini berasal dari pembakaran bahan bakar fosil seperti minyak, gas, dan batubara yang
menghasilkan CO2. GHG tambahan ini akan meningkatkan jumlah panas yang terperangkap dalam
atmosfer bumi sehingga membuat seluruh planet bumi menjadi lebih hangat. Peningkatan suhu bumi
dapat menyebabkan perubahan pola hujan dan salju, peningkatan permukaan air laut, pencairan
glasier dan lempengan es, dan lain sebagainya. Hal ini dapat menyebabkan kekacauan keseimbangan
alam di bumi. Peristiwa meningkatnya suhu bumi ini disebut global waming.
(Sumber: EPA, 2015. Greenhouse Gas Effect)
2.3. Greenhouse Gas Come From and Go
GHG berasal dari seluruh aktivitas manusia setiap hari seperti menggunakan listrik,
memanaskan rumah, mengendarai mobil, dan lain sebagainya. GHG dari aktivitas manusia dilepaskan
ke udara dan akan tetap berada di atmosfer bumi untuk waktu yang cukup lama. Setiap GHG memiliki
lifetime yang berbeda-beda, dari beberapa tahun sampai ribuan tahun. GHG dalam atmosfer tidak
hanya berdiam di suatu tempat, melainkan bergerak bersama udara ke seluruh dunia sehingga
tercampur secara global. Maksudnya adalah konsentrasi GHG akan menunjukkan nilai yang sama
walaupun diukur di negara yang berbeda, walaupun beberapa negara menghasilkan GHG lebih
banyak dibandingkan negara lainnya. Sebagai contoh data sumber GHG di US dari aktivitas manusia
berdasarkan sektor ekonomi dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3 Source of U.S. Greenhouse Gas Emission

Universitas Indonesia

6
(Sumber: EPA, 2014. EPAS Inventory of U.S. Greenhouse Gas Emission and Sinks)

Berdasarkan Gambar 2.3, sumber utama GHG dari aktivitas manusia dapat dijelaskan sebagai berikut.
a) Listrik. GHG pada sektor listrik berasal dari pembakaran bahan bakar fosil.
b) Transportasi. GHG pada sektor transportasi berasal dari bahan bakar kendaraan seperti mobil,
truk, kapal, kereta, dan pesawat. Lebih dari 90% bahan bakar untuk transportasi adalah gasoline
dan diesel.
c) Industri. GHG pada sektor industri berasal dari pembakaran bahan bakar fosil untuk energi, dari
reaksi kimia tertentu untuk menghasilkan produk dari bahan mentah, dan lain sebagainya.
d) Komersial dan Perumahan. GHG pada sektor komersial (bisnis) dan perumahan berasal dari
pemabakaran bahan bakar fosil untuk proses pemanasan, dari penggunaan produk tertentu yang
mengandung GHG seperti penggunaan Freon pada pendingin ruangan, dan dari penanganan
limbah.
e) Pertanian. GHG dari sektor pertanian berasal dari peternakan seperti sapi, dari lahan pertanian,
dan dari kegiatan produksi seperti produksi padi.
f) Penggunaan Lahan dan Hutan. Lahan atau tanah dapat bertindak sebagai sink (menyerap CO 2
dari atmosfer) atau sebagai sumber emisi GHG.
(Sumber: EPA, 2015. Sources of Greenhouse Gas Emissions)

Universitas Indonesia

7
3. CONVERSION, DISTRIBUTION, AND STORAGE
3.1. Type of Electricity Storage and Thermal Storage
3.1.1.
Electricity Storage
Terdapat tiga mekanisme penyimpanan energi listrik yaitu elektrokimia, elektrostatik dan
elektromagnetik. Penjelasan dari salah satu contoh teknologi dari ketiga mekanisme tersebut adalah
sebagai berikut.
a. Elektrokimia: Baterai

Gambar 3.1 Skema Sel Elektrokimia Pada Baterai


(Sumber: ncsu.edu, 2014)

Pada baterai, energi listrik disimpan dalam sel elektrokimia (elektroda: anoda dan katoda)
sebagai tempat terjadinya aliran elektron ke elektroda sehingga terjadi reaksi reduksi-oksidasi
(redoks). Elektroda merupakan zat kimia (dapat berupa plat) yang memiliki perbedaan potensial
antara anoda dan katoda. Anoda dan katoda dihubungkan oleh larutan elektrolit sebagai media
konduktif secara ionik. Pada larutan elektrolit terjadi reaksi kimia melalui transfer elektron pada
permukaan elektroda dengan larutan elektrolit. Reaksi yang terjadi adalah reaksi oksidasi pada anoda
(menghasilkan elektron) dan reaksi reduksi pada katoda (membutuhkan elektron). Intensitas dari
driving force reaksi dinyatakan dalam voltase dan laju dimana reaksi dapat berlangsung disebut
dengan arus. Reaksi kimia yang terjadi menghasilkan arus DC, sehingga dibutuhkan suatu converter
untuk mengkonversi arus DC menjadi arus AC.
b. Elektrostatik: Superkapasitor

Gambar 3.2 Skema Aliran Listrik dengan Kapasitor


(Sumber: HowStuffWorks, 2007)

Kapasitor menyimpan energi listrik dalam bentuk muatan elektrostatik. Pada kapasitor, terminal
terhubung ke dua plat konduktif yang dipisahkan oleh medium dielektrik (non-konduktor). Medium
dielektrik menentukan jenis dan penggunaan suatu kapasitor. Recovery dari energi yang tersimpan
diperoleh dengan menghubungkan plat ke sebuah beban (load). Suatu kapasitor dapat melakukan
charge dan discharge dengan sangat cepat (hitungan detik) dan memiliki densitas daya yang sangat
besar. Kelemahan dari kapasitor generasi awal adalah nilai densitas energi spesifik yang sangat rendah
yaitu << 1 Weh/kg sehingga tidak cocok digunakan sebagai tempat penyimpanan energi. Pada
generasi selanjutnya dikembangkan superkapasitor. Superkapasitor terdiri dari bahan yang dapat

Universitas Indonesia

8
meningkatkan luas permukaan efektif dari elektroda kapasitor per unit massa secara signifikan,
sehinga superkapasitor dapat digunakan sebagai media penyimpan energi listrik. Densitas energi dan
densitas daya yang dapat dicapai oleh superkapasitor adalah 3000-10000 We/kg dan 10 Weh/kg.
Berdasarkan Gambar 3.2, prinsip kerja kapasitor dijelaskan sebagai berikut. Jika kapasitor cukup
besar, saat baterai dihubungkan maka lampu akan menyala dimana arus mengalir dari baterai ke
kapasitor untuk pengisian. Lama-lama lampu redup dan akhirnya padam, berarti kapasitor sudah
mencapai kapasitasnya (charge). Jika baterai diputus dan diganti dengan kawat, arus listrik akan
mengalir dari satu plat kapasitor ke plat kapasitor lainnya (discharge) sehingga lampu menyala
kembali sampai akhirnya padam ketika kapasitas kapasitor habis.
c. Elektromagnetik: Superconducting Magnetic Energy Storage (SMES)

Gambar 3.3 Prinsip Kerja SMES


(Sumber: meiji.ac.jp)

Pada SMES energi elektromagnetik disimpan dan diperoleh kembali secara langsung
menggunakan arus DC yang mengalir melalui koil superkonduktor untuk menghasilkan suatu medan
magnet. Kerugian resistif SMES cukup rendah, biasanya terjadi pada saat proses konversi AC ke DC
dan pada saat proses pengkondisian daya. Nilai efisiensi keseluruhan siklus mencapai > 95%. Untuk
mencapai kondisi superkonduktif dibutuhkan beberapa tingkat pendinginan kriogenik. Energi yang
dapat disimpan oleh SMES cukup besar yaitu 1500 MWeh dan dapat digunakan untuk laju yang
sangat tinggi yaitu 10-1000 MWe. Salah satu kekurangan dari unit SMES adalah ukurannya yang
cukup besar sehingga biaya modal yang dibutuhkan besar. Oleh karena itu, selanjtunya dikembangkan
unit micro-SMES yang dapat digunakan untuk aplikasi energi sebesar 1 - 30 MWe.
Beradasarkan Gambar 3.3, prinsip kerja SMES dijelaskan sebagai berikut. Medan magnet
dihasilkan oleh aliran DC melalui koil superkonduktor, didinginkan secara kriogenik. Charged
superconducting coil dicharge dan didischarge melalui sistem pengkondisian daya berupa padatan.
Proses konversi tidak membutuhkan media penggerak, walaupun proses charging dan discharging
dibatasi oleh sistem konversi daya.
3.1.2.
Thermal Storage
Berdasarkan prinsip penyimpanannya, penyimpanan panas dapat dibedakan menjadi:
a) Penyimpanan energi panas sensibel. Prinsipnya adalah memberikan energi panas kepada media
penyimpan sehingga suhunya naik dan suatu saat dapat diambil kembali energinya. Kapasitas
panas yang dapat disimpan dari media penyimpan panas ini adalah 100 MJ/m 2. Contohnya adalah
tangki air atau penyimpanan bawah tanah.
b) Penyimpanan energi panas laten. Prinsipnya adalah menggunakan material yang berubah fasa
jika diberikan panas dan panas tersebut dapat diambil dengan merubah fasa material tersebut
kembali seperti semula. Kapasitas panas yang dapat disimpan dari media penyimpan panas ini
adalah 300-500 MJ/m2.
c) Penyimpanan dengan reaksi termokimia. Prinispnya adalah reaksi adsorbsi, absorpsi dan reaksi
kimia lainnya. Kapasitas panas yang dapat disimpan dari media penyimpan panas ini adalah 1000
MJ/m2.

Universitas Indonesia

9
3.2. Basic Principle of Storage Weight/Capacity Calculation
Prinsip dasar untuk menghitung kapasitas penyimpanan adalah dengan mengetahui sifat
kapasitas material (seperti kapasitas pans dan kapasitas listrik) sehingga dapat diketahui kapasitas
penyimpanannya persatuan volume (J/m3). Selain itu, dengan mengetahui sifat termodinamika dan
sifat kimia material sehingga dapat diketahui berapa jumlah panas atau listrik yang akan dihasilkan
jika material tersebut dipanaskan atau direaksikan.
3.3. The High Value of Electricity Transmission Losses
Terdapat 2 jenis sistem transmisi yaitu AC dan DC. Pada praktiknya sistem AC lebih sering
digunakan untuk berbagai aplikasi. Untuk transmis listrik, banyaknya daya (power) yang dapat
ditransportasikan berbanding lurus dengan tegangan (voltage) yang digunakansesuai dengan Hukum
Ohm (V = IR) pada Persamaan 3.1.
2

Power=I eff V eff =

V
=I rms V rms
R

(3.1)

Persamaan 3.1 belum mempertimbangkan efek induktansi dan kapasitansi secara eksplisit, artinya
tegangan yang ebih tinggi dan tahanan yang lebih rendah akan menghasilkan kapasitas daya yang
lebih besar dengan loss yang lebih rendah. Rata-rata kehilangan (loss) energi listrik yang terjadi pada
proses transmisi dan distribusi adalah 11% dari total energi listrik yang dikirim. Kehilangan energi
listrik tersebut dapat disebabkan oleh hal-hal berikut :
Corona discharge.
Pemanasan resistif (Ohmic) dalam kabel.
Kehilangan energi secara irreversibel dalam peralatan penyesuai daya.
Kehilangan energi pada transmisi pada umumnya meningkat seiring dengan menurunnya besar
tegangan listrik yang ditransmisikan. Sebagai contoh, sistem aliran AC tegangan tinggi >500 kV
menyebabkan kehilangan energi listrik sebesar 3-5% untuk setiap jarak 1000 mil, sementara sistem
aliran AC <10 kV menyebabkan kehilangan energi sebesar 5-7% pada jarak yang sama (Ilicic, 2001).
Selain itu, bahan yang digunakan untuk mentransmisikan listrik juga menentukan kehilangan
(loss) energi listrik. Hal ini disebabkan karena setiap bahan memiliki tahanan listrik yang berbedabeda yang menunjukkan kemampuan bahan tersebut dalam menghalangi aliran listrik yang
melaluinya. Berdasarkan persamaan 3.1, tahanan listrik berbanding terbalik dengan daya listrik,
artinya semakin besar tahanan listrik yang dimiliki oleh suatu bahan, maka akan semakin sedikit
energi listrik yang dapat dihantarkan oleh bahan tersebut.
3.4. Storage: Problem 16.3 and 16.6 [Jefferson W. Tester, et al., Sustainable Energy: Choosing
Among Option, MIT Press, 2005]
3.4.1.
Problem 16.6
Storage batteries that have small volumes and masses and high energy storage densities are in
demand for both electric and hybrid vehicle applications. Based on your assessment of evolving
technologies for advanced electrochemical batteries, estimate the smallest volume and weight battery
system that might be available in the foreseeable future to provide full vehicle power for one hour of
urban commuting in a family-sized five-passenger sedan. You can assume that minimum power levels
for such a vehicle are 20 hp at average speeds and 80 hp at peak acceleration. A dynamic flywheel or
supercapacitor storage system integrated with a regenerative breaking device can also be assumed to
be on board to offset the peak loads by 50% or so.
Diketahui :
Pavg. speed = 20 hp = 14914 W
Ppeak acc. = 80 hp = 59656 W
t = 1 jam
50% daya dibantu oleh sistem penyimpanan energi yang lain saat beban puncak berangsung
Asumsi :

Universitas Indonesia

10
Mobil berada pada kecepatan rata-rata selama 0.5 jam (t avg. speed) dan berada pada puncak akselerasi
selama 0.5 jam (tpeak acc.)
Data :
Berikut adalah data spesific energy dari beberapa jenis baterai. Spesific energy menyatakan banyaknya
energy yang dapat disimpan per kg baterai.
Tabel 4.1 Data Spesific Energy Beberapa Jenis Baterai

Spesific energy
(Wh/kg)

Lead acid

Nickel
cadmium

Sodium
sulphur

Lithium
ion

Sodium nickel
chloride

35 - 50

75

150 - 240

150 - 200

125

Perhitungan :
a) Menentukan energi total selama 1 jam

Energitotal=Pavg . speed t avg . speed + P peak acc . t peak acc .


Energitotal=14914 W 0.5 h+59656 W 0.5 h
Energitotal=37285 Wh

b) Menentukan energi yang disimpan di baterai

Energibaterai=Energitotal Energisistem penyimpanan energi yang lain


Energibaterai=37285 Wh50 P peak acc . t peak acc.
Energibaterai=37285 Wh50 59656 W 0.5 h
Energibaterai=37285 Wh14914 Wh
Energibaterai=22371 Wh

c) Menentukan berat baterai


Berat baterai diperoleh dengan rumus berikut :

W baterai=

Energibaterai
Spesific energy baterai

Persamaan di atas digunakan untuk menghitung berat masing-masing baterai. Energi baterai yang
dijadikan basis adalah energi yang telah dihitung pada poin b yaitu 22371 Wh. Karena masing-masing
baterai memiliki nilai spesific energy yang berbeda, maka berat yang dibutuhkan untuk menympan
energi yang sama pun akan berbeda pula. Hasil perhitungan berat baterai dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Hasil Perhitungan Berat Baterai

Jenis Baterai
Lead acid
Nickel cadmium
Sodium sulphur
Lithium ion
Sodium nickel chloride

Spesific Energy (Wh/kg)


35 - 50
75
150 - 240
150 - 200
125

Berat (kg)
447.2 - 745.7
298.28
93.2 149.1
111.9 149.1
178.9

Universitas Indonesia

11
Berdasarkan Tabel 4.2 dapat disimpulkan bahwa berat baterai paling ringan untuk menggerakkan
kendaraan listrik dengan kondisi seperti pada soal adalah 93.2 149.1 kg dengan menggunakan
baterai sodium sulphur.

Universitas Indonesia

12
3.4.2.
Problem 16.3
Compressed-air energy storage (CAES) is being considered as a means for storing energy
during off-peak periods and for generating electric power during peak demand periods. The Alabama
Electric Cooperative has adopted a novel scheme that pumps air underground into a huge cavern
created deep in a solid salt deposit. The cavern is a cylinder about 300 m tall by 80 m in diameter and
has an internal volume of about 1.5 x 10 6 m3. Maximum storage pressures of 100 bar are possible
using multistage compressors/turbine units that operate with equivalent efficiencies of

compressor =turbine=0.85 . The ambient air temperature is 25 C, while the salt cavern s natural

temperature is about 300 C as a result of prevailing geologic conditions. To keep the cavern from
collapsing, a minimum pressurization level of 2 bar is required. Note that the thermal conductivity of
the salt is high, and the thickness (radial and lateral extent) of the salt deposit is large relative to the
dimensions of the cavity.
In the first part of the cycle, excess electrical power being produced during an offpeak period
is used to operate the compressor to inject air into the cavern to pressurize it to 100 bar. In the final
part of the cycle, power is produced during a peak demand period by expanding the caverns
pressurized air in a turbine (which is actually the compressor operating in reverse) to generate electric
power. Provide an expression for the net work produced during a single full cycle of energy storage
and recovery and describe how you would estimate the net work produced. Please list all assumptions
and simplifications used in your analysis. Your answer may be expressed as an integral equation
involving the following variable:

( C p /C v ) , cavern volume ( V cavern ) , T cavern , T ambient ,

Pcavernmax , Pcavernmin , compressor , turbine .

Universitas Indonesia

13
4. ENERGY SUSTAINABILITY
4.1. Energy Trilemma and Energy Sustainability Index
Berdasarkan The World Energy Council Energy, definisini energy berkelanjutan adalah sebagai
berikut:
a) Energy security: manajemen efektif dari suplai energi primer dari sumber domestik maupun
eksternal, keandalan infrastruktur energi, dan kemampuan partisipasi perusahaan energi untuk
memenuhi permintaan energi saat ini dan masa depan.
b) Energy equity: keterjangkauan dan aksesibilitas dari pasokan energi di seluruh populasi
c) Environmental sustainability: pencapaian dari efisiensi pasokan dan permintaan energi dan
pengembangan pasokan energi dari sumber terbaharukan dan sumber yang rendah tingkat emisi
karbonnya.
Ketiga definisi tersebut tergabung dalam suatu diagram segitiga (Gambar 4.1) dengan setiap
sudutnya menunjukkan security, equitiy, dan environmental. Diagram segitiga ini dikenal sebagai
trilemma. Trilemma melibatkan hubungan kompleks antara pelaku publik dan swasta, pemerintah dan
regulator, faktor ekonomi dan sosial, sumber daya nasional, masalah lingkungan, dan perilaku
individu. Keseimbangan trilemma merupakan dasar dari kemakmuran dan daya saing dari negara
tersebut. Energy trilemma mengandung kerangka kerja yang jelas untuk memberikan transformasi
energi dan menjadikan sistem energi berkelanjutan menjadi kenyataan.

Gambar 4.1 The World Energy Trilemma


(Sumber: World Energy Council/Oliver Wyman, 2013)

Sustainability Energy Index mengelompokkan negara berdasarkan kemungkinan kemampuan


suatu negara memberikan kebijakan energi berkelanjutan melalui tiga dimensi energi berkelanjutan
(security, equity, dan environmental). Indeks ini mengukur kinerja keseluruhan dan keseimbangan nilai dari ketiga dimensi energi berkelanjutan sehingga dapat merepresentasikan seberapa baik suatu
negara dalam mengelola trade-off antara tiga dimensi tersebut. Nilai terbaik adalah A, diberikan
untuk kinerja yang sangat baik. Sedangkan negara dengan hasil penilaian baik akan diberikan nilai
B. Kinerja tinggi akan diberikan nilai AAA sedangkan negara yang dengan performa yang belum
baik akan diberikan nilai DDD.
4.2. Indonesia Rank Based on Energy Sustainability Index
Berdasarkan data tahun 2014, Indonesia menempati posisi ke-17 untuk kategori energy security,
posisi ke 64 untuk kategori energy equity, dan posisi 106 untuk kategori environmental sustainability.
Untuk peringkat keseluruhan (indeks trilemma energi), Indonesia menempati posisi ke 69 (Gambar
4.2). Sedangkan pada tahun 2013, Indonesia menempati posisi ke 73 untuk peringkat keseluruhan
(indeks trilemma energi). Tantangan terbesar bagi Indonesia adalah penyeimbangan dari ketiga

Universitas Indonesia

14
dimensi, dimana energy security dan energy equity sudah sangat baik (A) dan cukup baik (C) namun
sustainable performance masih belum baik (D).
Energy security merupakan dimensi paling kuat, dengan rasio total produksi energi
dibandingkan konsumsi energi sangat menguntungkan dan laju pertumbuhan konsumsi energi cukup
lambat. Energy equity sudah cukup baik, dengan harga bahan bakar dan listrik cenderung pada tingkat
yang sama dan kualitas dari pasokan listrik yang semakin meningkat. Environmental sustainability
belum baik, dengan perbaikan energi dan intensitas emisi yang diimbangi dengan kenaikan emisi CO 2
dari pembangkit listrik. Secara kontekstual, kekuatan politik dan masyarakat cenderung stabil namun
kekuatan ekonomi mengalami penurunan yang signifikan akibat terbaharuinya titik data yang
mendasari indikator untuk biaya pengeluaran hidup.
(Sumber: World Energy Council, 2014. Energy Trilemma Index)

Gambar 4.2 Indonesia Sustainable Energy Index


(Sumber: World Energy Council, 2014)

Universitas Indonesia

15
DAFTAR PUSTAKA

Baffes, J. et al. 2015. The Great Plunge in Oil Prices: Causes, Consequences, and Policy Responses.
World Bank Group.
EIA, 2014. Indonesia International Energy Data and Analysis. [ONLINE]. Terdapat pada:
http://www.eia.gov/beta/international/analysis.cfm?iso=IDN [Diakses pada: 3 Oktober 2015].
EPA, 2015. Sources of Greenhouse Gas Emissions. [ONLINE] Terdapat pada:
http://www3.epa.gov/climatechange/ghgemissions/sources.html [Diakses pada: 3 Oktober
2015].
EPA,
2015.
The
Greenhouse
Gas
Effect.
[ONLINE]
Terdapat
pada:
http://www3.epa.gov/climatechange/kids/basics/today/greenhouse-effect.html [Diakses pada: 3
Oktober 2015].
EPA, 2015. Understanding Global Warming Potentials. [ONLINE] Terdapat pada:
http://www3.epa.gov/climatechange/ghgemissions/gwps.html [Diakses pada: 3 Oktober 2015].
IPCC,
2007.
Direct
Global
Warming
Potential.
[ONLINE]
Terdapat
pada:
https://www.ipcc.ch/publications_and_data/ar4/wg1/en/ch2s2-10-2.html [Diakses pada: 3
Oktober 2015].
IPCC,
2014.
Emissions
Scenarios.
[ONLINE]
Terdapat
pada:
http://www.ipcc.ch/ipccreports/sres/emission/index.php?idp=50 [Diakses pada: 3 Oktober
2015]
IPCC, 2014. Impaacts, Adaptation, and Vulnerability.
Nadeau, M. J, et al. 2015. World Energy Trilemma. [ONLINE] Terdapat pada:
https://www.worldenergy.org [Diakses pada: 3 September 2015].
NASA. 2015. A Blanket around the Earth. [ONLINE]. Terdapat pada: http://climate.nasa.gov/causes/
[Diakses pada: 3 Oktober 2015].
Radovic. 2015. Fossil Fuels: Environmental Effects. PennState University.
Tester, J. W. et al. 2012. Sustainable Energy Choosing Among Options 2nd Edition. London: The MIT
Press.
World Energy Council. 2014. Energy Trilemma Index. [ONLINE] Terdapat pada:
https://www.worldenergy.org [Diakses pada: 3 Oktober 2015].

Universitas Indonesia

Anda mungkin juga menyukai