Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN

PRAKTIKUM KULTUR JARINGAN TUMBUHAN

ACARA 4
(SUBKULTUR)

Oleh :
Golongan B / Kelompok 2
SYUKRON MAMUN

131510501201

WILDAN SYUKRON A

131510501205

DWI LUTFIA Q A

131510501223

MUHAMMAD JAHWARI

131510501241

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


LABORATORIUM KULTUR JARINGAN TANAMAN
JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2015

BAB 1. PENDAHULUAN
1.1

Latar belakang
Teknik Kultur Jaringan adalah mengisolasi bagian tanaman seperti daun,

mata tunas serta menumbuhkan bagian-bagian tersebut dalam media buatan secara
aseptik yang kaya nutrisi dan zat pengatur tumbuh dalam wadah tertutup yang
tembus cahaya sehingga bagian tanaman dapat memperbanyak diri dan
bergenerasi menjadi tanaman lengkap. Dalam metode pembuatan kultur jaringan
ada faktor penentunya yaitu media. Media merupakan faktor penentu dalam
perbanyakan dengan kultur jaringan.

Komposisi media yang digunakan

tergantung dengan jenis tanaman yang akan diperbanyak. Media yang digunakan
biasanya terdiri dari garam mineral, vitamin, dan hormon. Selain itu, diperlukan
juga bahan tambahan seperti agar, gula, dan lain-lain. Zat pengatur tumbuh
(hormon) yang ditambahkan juga bervariasi, baik jenisnya maupun jumlahnya,
tergantung dengan tujuan dari kultur jaringan yang dilakukan. Media yang sudah
jadi ditempatkan pada tabung reaksi atau botol-botol kaca. Media yang digunakan
juga harus disterilkan dengan cara memanaskannya dengan autoklaf.
Sel yang berasal dari spesies tanaman apapun dapat dibiakkan atau
dikulturkan secara aseptic pada atau dalam medium hara. Kultur biasanya dimulai
dengan menanamkan satu iris jaringan steril pada medium hara yang dipadatkan
dengan agar. Dalam waktu 2-3 minggu akan terbentuk kalus. Kalus semacam ini
dapat disubkulturkan dengan memindahkan potongan kecil pada agar segar.
Sedangkan tahapan-tahapan dari kultur jaringan itu sendiri dimulai dari
pemilihan dan penyiapan tanaman induk sumber eksplan, inisiasi kultur,
multifikasi dan perbanyakan propagul, pemanjangan tunas dan pertumbuhan akar
dan aklimatisasi. Pada saat tahapan-tahapan tersebut berlangsung terutama pada
tahapan multifikasi dan elongasi media untuk eksplan harus diganti, pergantian
dari media lama ke media baru disebut dengan subkultur.
Masalah yang sering dihadapi pada kultur tahap ini adalah terjadinya
pencokelatan atau penghitaman bagian eksplan (browning). Hal ini disebabkan
oleh senyawa fenol yang timbul akibat stress mekanik yang timbul akibat

pelukaan pada waktu proses isolasi eksplan dari tanaman induk. Senyawa fenol
tersebut bersifat toksik, menghambat pertumbuhan atau bahkan dapat mematikan
jaringan eksplan.
Subkultur adalah salah satu tahap dalam perbanyakan tanaman melalui
kultur jaringan. Pada dasarnya subkultur kita memotong, membelah dan menanam
kembali eksplan yang telah tumbuh sehingga jumlah tanaman akan bertambah
banyak. Pada dasarnya subkultur merupakan tahap kegiatan yang relatif mudah
dibandingkan dengan kegiatan lain dalam kultur jaringan.
Subkultur juga merupakan pemindahan eksplan ke media lain baik media
yang sama maupun media yang berbeda. Subkultur atau overplanting adalah
pemindahan planlet yang masih sangat kecil (planlet muda) dari medium lama ke
dalam medium baru yang dilakukan secara aseptis. Alasan dilakukan Subkultur
adalah unsur hara dalam media sudah banyak berkurang sehingga eksplan tidak
dapat tumbuh secara optimal. Eksplan tersebut merupakan tanaman yang sudah
lengkap, seperti telah mempunyai akar, batang, dan bagian lainnya, yang akan
dituang/ditanam di media kultur.
1.2

Tujuan

1.

Mengetahui pertumbuhan kultur baru setelah dilakukan subkultur dengan


media yang berbeda.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA


Subkultur atau overplanting adalah pemindahan planlet yang masih sangat
kecil (planlet muda) dari medium lama ke dalam medium baru yang dilakukan
secara aseptis di dalam entkas atau Laminar Air Flow (LAF). Pada tahap sub
kultur, frekuensi pengulangan dari sub kultur bervariasi untuk tiap spesies dan
kondisi pertumbuhan. Beberapa macam kultur umumnya disub kultur tiap 4-8
minggu. Hampir tidak ada kepustakaan yang menyebutkan jumlah pengulangan
sub kultur yang dapat dilakukan untuk maksud-maksud propagasi. Secara teori
sedikitnya ada tiga masalah yang dapat menyebabkan kerusakan dari kultur-kultur
tersebut, yaitu terjadinya perubahan genetik, kekurangan nutrisi, dan penyakit.
Beberapa peneliti melaporkan bahwa pada beberapa tanaman yang telah disub
kulturkan beberapa kali, ternyata tidak terjadi penurunan daya tumbuh atau
perubahan karakteristik yang bisa diamati. Beberapa peneliti lain menganjurkan
untuk melakukan sub kultur paling banyak 3-6 kali. Sebagai aturan yang dapat di
pakai adalah untuk menghentikan sub kultur setelah terjadi perubahan morfologis
yang tidak dikehendaki atau setelah kekuatan tumbuh kultur menurun
(Hendaryono dan Wijayani, 1994).
Subkultur dapat diartikan sebagai usaha untuk mengganti media tanam
kultur jaringan dengan media yang baru sehingga kebutuhan nutrisi untuk
pertumbuhan kecambah ataupun plantlet dapat terpenuhi. Subkultur merupakan
salah satu tahap metode dalam kultur jaringan, yaitu suatu teknik yang dilakukan
di antara tahapan kultur jaringan. Kultur jaringan pada dasarnya merupakan suatu
sistem pertumbuhan sel-sel yang belum berdiferensiasi sehingga berkemampuan
menghasilkan tanaman-tanaman baru (Amilah dan Astuti, 2006).
Sering dikatakan bioteknologi kultur jaringan merupakan teknologi yang
berpotensi untuk dimanfaatkan dalam kegiatan pelestarian plasma nutfah,
khususnya tanaman obat. Penerapan penyimpanan in vitro ada beberapa cara di
antaranya adalah penyimpanan dalam keadaan tumbuh (jangka pendek),
penyimpanan pertumbuhan minimal (jangka pendek dan menengah) dan
penyimpanan dengan pembekuan (jangka panjang). Penyimpanan dalam keadaan

tumbuh adalah cara pemeliharaan dengan melakukan pemindahan tanaman


(subkultur) secara rutin pada media yang sama agar biakan tetap hidup. Untuk
menghindari terjadinya mutasi dan menjaga viabilitas tanaman maka zat pengatur
tumbuh yang digunakan diusahakan seminimal mungkin (Bermawie dkk, 2003).
Laju pertumbuhan sel, jaringan, organ tanaman dalam kultur akan menurun
setelah periode tertentu yang disebabkan oleh menyusutnya kadar nutrien pada
media dan senyawa racun yang terbentuk dan dilepaskan oleh eksplan disekitar
media. Subkultur merupakan suatu proses pemindahan sel, jaringan, atau organ ke
dalam media baru. Hal ini dilakukan agar laju pertumbuhan sel tetap konstan dan
untuk diferensiasi kalus. Media yang digunakan untuk subkultur dapat sama atau
berbeda dengan media yang digunakan sebelumnya. Perbedaan kondisi media
yang jauh akan membuat kondisi pertumbuhan tanaman subkultur terhambat.
Metabolisme akan meningkat karena sumber gula tinggi, namun perubahan
keadaan dari kondisi dengan tekanan osmotic berbeda justru akan menghambat
proses penyerapan nutrisi dari media. (Yuliarti, 2010).
Alasan dilakukan subkultur adalah unsur hara dalam media sudah banyak
berkurang; Nutrisi dalam media menguap karena kering, akibatnya media
mengandung garam dan gula tinggi; Pertumbuhan tanaman sudah memenuhi botol
atau tabung sehingga berdesakan, dan sudah saatnya dipindah untuk diperbanyak
atau diakarkan; Terjadi pencoklatan pada media sehingga bila dibiarkan akan
mematikan jaringan; Eksplant memerlukan komposisi media baru untuk
membentuk organ atau struktur baru; Media berubah, menjadi cair karena
penurunan pH oleh tanaman. (Wardiyati,1998).
Masalah lain yang sering muncul adalah tanaman hasil kultur jaringan
sering berbeda de-ngan tanaman induknya atau mengalami mutasi. Hal ini dapat
terjadi karena penggunaan metode perbanyakan yang salah, seperti frekuensi
subkultur yang terlalu tinggi, perbanyakan melalui organogenesis yang tidak
langsung (melalui fase kalus) atau konsentrasi zat pengatur tumbuh yang
digunakan terlalu tinggi (Sukmadjaja, 2003).
Kemampuan multiplikasi akan meningkat apabila biakan di subkultur
berulang kali. Namun perlu diperhatikan, walaupun subkultur dapat meningkatkan

faktor multiplikasi dapat juga meningkatkan terjadinya mutasi. Untuk itu, biakan
perlu diistirahatkan pada media MS0, yaitu tanpa zat pengatur tumbuh. Biasanya
pada jarak sebelum dilakukan induksi akar planlet di pindahkan dalam media MS
guna penetralan dari zpt yang sebelumnya diberikan. Media yang digunakan ialah
media MS + BAP 0,5 mg/l. (Sriyanti dkk,1994).
Media sub kultur II merupakan media pembesaran bibit dari hasil sub
kultur I, sering juga disebut media pengakaran karena memang bertujuan untuk
menumbuhkan akar. Komposisi media sub kultur II juga membutuhkan komposisi
yang dapat memacu pertumbuhan bibit dengan cepat
diaklimatisasi. Penggunaan pupuk daun Vitabloom 2

sampai bibit

siap

g.l-1 pada sub kultur

kecambah anggrek denrobium memberikan pertumbuhan yang paling baik dan


lebih cepat (Ferziana, 2013).

BAB 3. METODE PRAKTIKUM


3.1 Waktu dan Tempat
Kegiatan praktikum Kultur Jaringan dengan acara Sub Kultur
dilaksanakan pada hari Rabu, 14 April 2015, Pukul 07.00 wib 09.00 wib,
bertempat di laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan, Fakultas Pertanian,
Universitas Jember.
3.2 Bahan dan Alat
3.2.1 Bahan
1. Planlet tembakau
2. Media
3. Petridisk steril
3.2.2 Alat
1. Pinset steril
2. Pisau steril

3.3 Cara Kerja


1. Menyiapkan kultur tembakau yang sudah siap di sub kultur dan media kosong.
2. Mengeluarkan tanaman tembakau dari botol kultur dan meletakkan di petridisk
steril.
3. Memisahkan satu per satu tanaman yang tumbuh menggerombol menggunakan
pinset dan pisau steril
4. Menanam satu persatu tembakau ke dalam media kososng.

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Hasil
Kelompok Ulangan
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3

1
2
3
4
5

Parameter Pengamatan
JT
JA
PA
1
0
0
1
1
0,8
1
0
0
1
0
0
2
0
0
1
0
0
3
0
0
1
0
0
1
0
0
1
6
2
0
0
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0

TT
5
6
3,5
3,5
2,5
3,5
5,5
3
3
7,5
3
2,3
3
2

Keterangan
K
K
K
K
K
Mati
K
K
K

Keterangan :
JT

: Jumlah Tunas

JA

: Jumlah Akar

PA

: Panjang Akar

TT

: Tinggi Tanaman

: Kontaminasi

4.2 Pembahasan
Subkultur atau overplanting adalah pemindahan planlet yang masih sangat
kecil (planlet muda) dari medium lama ke dalam medium baru yang dilakukan
secara aseptis di dalam entkas atau Laminar Air Flow (LAF). Pada tahap sub
kultur, frekuensi pengulangan dari sub kultur bervariasi untuk tiap spesies dan

kondisi pertumbuhan. Beberapa macam kultur umumnya disub kultur tiap 4-8
minggu (Hendaryono dan Wijayani, 1994).
Alasan dilakukan subkultur adalah unsur hara dalam media sudah banyak
berkurang; Nutrisi dalam media menguap karena kering, akibatnya media
mengandung garam dan gula tinggi; Pertumbuhan tanaman sudah memenuhi botol
atau tabung sehingga berdesakan, dan sudah saatnya dipindah untuk diperbanyak
atau diakarkan; Terjadi pencoklatan pada media sehingga bila dibiarkan akan
mematikan jaringan; Eksplant memerlukan komposisi media baru untuk
membentuk organ atau struktur baru; Media berubah, menjadi cair karena
penurunan pH oleh tanaman. (Wardiyati,1998).
Pada dasarnya, dalam sub kultur kita memotong, membelah dan menanam
kembali eksplan pada media yaang baru. Planlet dikeluarkan dari botol kultur lalu
dimasukkan dalam cawan petri, planlet dipotong-potong dengan menggunakan
scalpel steril. Potongan tadi kemudian dimasukan ke dalam media multlipikasi
yang baru (Jumroh dkk., 2014).
Pemotongan bagian planlet berdasarkan arah potongannya dibedakan
menjadi dua, yaitu pemotongan transversal dan pemotongan longitudinal.
Pemotongan transversal merupakan pemotongan planlet dengan arah melintang.
Pemotongan transversal bertujuan untuk memisahkan planlet memiliki ruas-ruas.
Bagian planlet dipisahkan per ruas dengan pemotongan secara transversal.
Sedangkan pemotongan longitudinal merupakan pemotongan bagian planlet
dengan arah membujur. Pemotongan longitudinal biasanya dilakukan pada planlet
dengan populasi yang banyak. Pemotongan dengan arah membujur bertujuan
untuk mencegah terjadinya kerusakan pada bagian planlet yang dipotong.
Pemotongan secara longitudinal akan mempermudah pemisahan setiap tunas yang
muncul pada planlet.
Pemotongan planlet tersebut tentunya disesuaikan dengan karakteristik
pertumbuhan dan morfologi masing-masing tanaman yang akan di subkulturkan.
Pada tanaman yang beruas seperti tebu, bambu, atau tembakau dapat dilakukan
pemotongan secara transversal pada tiap ruasnya. Sedangkan pada planlet
tanaman yang pertumbuhannya secara melebar atau banyak menghasilkan tunas,

dapat dilakukan pemotongan secara longitudinal seperti pada tanaman padi,


anggrek, atau pisang.
Pada pucuk yang Abnormal biasanya pusuk akan menunjukkan beberapa
ciri, yaitu, Pencoklatan, pencoklatan adalah suatu keadaan munculnya warna
coklat atau hitam yang menyebabkan tidak terjadi pertumbuhan dan
perkembangan atau bahkan menyebabkan kematian pada eksplan. Pencoklatan
umumnya merupakan tanda adanya kemunduran fisiologis eksplan biasanya
eksplan akan mati. Selanjutnya adalah senescence, senescence dicirikan dengan
menguningnya daun karena penurunan jumlah klorofil dan kloroplas. Secara
alami senescence timbul akibat dari kematian sel yang dilakukan oleh tanaman itu
sendiri (Programmed Cell Death / PCD), karena pengaruh umur dan cekaman
lingkungan sekitar, Lalu pucuk yang mengalami dorman, dimana terlihat tidak
mampu merespon zat pengatur tumbuh tetapi dari fisik eksplan tersebut masih
terlihat segar. Eksplan Gosong, ada bagian tertentu pada eksplan dimana selnya
menjadi mati, tetapi bukan akibat browning. Sering kita mendapati eksplan yang
ditanam menjadi mati, atau ada bagian pada eksplan yang mati dalam beberapa
hari saja, Sedangkan pada pucuk yang normal, pucuk akan tumbuh tanpa ada
gejala-gejala seperti diatas dan berwarna hijau cerah.
Subkultur dapat diartikan sebagai usaha untuk mengganti media tanam
kultur jaringan dengan media yang baru sehingga kebutuhan nutrisi untuk
pertumbuhan kecambah ataupun plantlet dapat terpenuhi. Subkultur merupakan
salah satu tahap metode dalam kultur jaringan, yaitu suatu teknik yang dilakukan
di antara tahapan kultur jaringan. Kultur jaringan pada dasarnya merupakan suatu
sistem pertumbuhan sel-sel yang belum berdiferensiasi sehingga berkemampuan
menghasilkan tanaman-tanaman baru (Amilah dan Astuti, 2006).
Masalah lain yang sering muncul adalah tanaman hasil kultur jaringan
sering berbeda de-ngan tanaman induknya atau mengalami mutasi. Hal ini dapat
terjadi karena penggunaan metode perbanyakan yang salah, seperti frekuensi
subkultur yang terlalu tinggi, perbanyakan melalui organogenesis yang tidak
langsung (melalui fase kalus) atau konsentrasi zat pengatur tumbuh yang
digunakan terlalu tinggi (Sukmadjaja, 2003).

Kemampuan multiplikasi akan meningkat apabila biakan di subkultur


berulang kali. Namun perlu diperhatikan, walaupun subkultur dapat meningkatkan
faktor multiplikasi dapat juga meningkatkan terjadinya mutasi. Untuk itu, biakan
perlu diistirahatkan pada media MS0, yaitu tanpa zat pengatur tumbuh. Biasanya
pada jarak sebelum dilakukan induksi akar planlet di pindahkan dalam media MS
guna penetralan dari zpt yang sebelumnya diberikan. Media yang digunakan ialah
media MS + BAP 0,5 mg/l. (Sriyanti dkk,1994).
Berdasar data yang diperoleh, kelompok kami kelompok 2, menghasilkan
tanaman hasil subkultur yang cukup baik jika dibandingkan dengan kelompok
lainnya dikarenakan, pada kelompok kita tidak mengalami kotaminasi, dan juga
ada satu tanaman dari 3 ulangan yang menghasilkan tunas, akan tetapi jika
dibandingkan dengan kelompok 1, hasil tanaman kelompok 1 lebih baik
dibandingkan dengan kelompok lainnya termasuk kelompok 2, dikarenakan
berdasar data hasil yang ada, tanaman ulangan kelompok 1 ada yang sudah
tumbuh akar, dan hal ini menunjukkan bahwa sub kultur kelompok 1 lebih baik
dibandingkan kelompok lainnya, dan untuk kelompok 4 meskipun tanman pada
ulangan pertama tumbuh dengan baik akan tetapi mengalami kontaminasi,
sehingga tidak dapat digunkan untuk tahapan selanjutnya. Keberhasilan dalam
sub kultur sangat dipengaruhi oleh keadaan eksplan juga pengerjaan oleh
praktikan dimana hal ini berpengaruh terhadap kesterilan pengerjaan.

Keterangan :
JT

: Jumlah Tunas

JA

: Jumlah Akar

PA

: Panjang Akar

TT

: Tinggi Tanaman

: Ulangan

: Kelompok

BAB 5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Subkultur atau overplanting adalah pemindahan planlet yang masih sangat kecil
(planlet muda) dari medium lama ke dalam medium baru.
2. Pada dasarnya, dalam sub kultur kita memotong, membelah dan menanam
kembali eksplan pada media yaang baru.
3. Kemampuan multiplikasi akan meningkat apabila biakan di subkultur berulang
kali.
4. Berdasar data yang diperoleh, kelompok kami kelompok 2, menghasilkan
tanaman hasil subkultur yang cukup baik.
5.2 Saran
Praktikum sudah berjalan dengan baik, dan menghasilkan pemahaman
yang cukup baik terhadap praktikan.

DAFTAR PUSTAKA
Amilah dan Y. Astuti. 2006. Pengaruh Konsentrasi Ekstrak Taoge dan Kacang
Hijau pada Media Vacin and Went (VW) terhadap Pertumbuhan Kecambah
Anggrek Bulan (Phalaenopsis amabilis, L). Agroteksos, Vol. 2(1) : 13-21
Bermawie, Nurliani dan Natalini Nova Kristina. Penyimpanan In Vitro Tanaman
Obat Potensial. Perkembangan Teknologi TRO, Vol. 15 (1) : 51-60.
Ferziana. 2013. Pengaruh Pupuk Daun dan Arang Aktif pada Media Subkultur II
terhadap Pertumbuhan Bibit Anggrek Phalaenopsis. Pertanian Terapan, Vol.
13 (3): 144-150.
Hendaryono, D. P. S. dan A. Wijayani. 1994. Teknik Kultur Jaringan Pengenalan
dan Petunjuk Perbanyakan Tanaman
secara
Vegetatif-Modern.
Yogyakarta: Kanisius.
Jumroh, P. H., L. A. M. Siregar, dan S. Ilyas. 2014. Pertumbuhan dan
perkembangan Tunas Puar Tenangau (Elettriopis sp.) Akibat Perbedaan
Periode Sub Kultur. Online Agroteknologi, 2 (3): 1010 1014.
Sukmadjaja, Deden dan Ika mariska. 2003. Perbanyakan bibit jati dengan kultur
Jaringan. Bogor : Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik
Pertanian.
Sriyanti D.P. dan Wijayani A. 1994. Teknik Kultur Jaringan. Kansius.Yogyakarta.
Wardiyati, Tatik. 1998. Kultur Jaringan Tanaman Hortikultura. FP UB. Malang.

Yuliarti, Nurheti. 2010. Kultur jaringan Skala rumah tangga. Andi : Yogyakarta.

DOKUMENTASI

Anda mungkin juga menyukai