Anda di halaman 1dari 119

UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS PENYEBAB KECELAKAAN FATAL


JATUH DARI KAPAL PADA TRANSPORTASI AIR
SURVEI SEISMIK 2D PT. X DI SIMENGGARIS
KALIMANTAN TIMUR TAHUN 2010

TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar MKKK

DYAH HERMIYANTI
0806482781

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


PROGRAM STUDI KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
DEPOK
JANUARI 2012

Analisis penyebab..., Dyah Hermiyanti, FKM UI, 2012

HALAMAN PENGESAHAN

Tesis ini diajukan oleh


Nama

Dyah Hermiyanti

NPM

0806482781

Program Studi

Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Judul Tesis

Analisis Penyebab Kecelakaan Fatal Jatuh dari


Kapal pada Transportasi Air Survei Seismik 2D
PT. X di Simenggaris, Kalimantan Timur tahun
2010

DEWAN PENGUJI

Pembimbing

: dr. Chandra Satrya, M. App. Sc

Penguji

: Dr. Robiana Modjo, SKM, M. Kes

Ditetapkan di

: Depok

Tanggal

: 26 Januari 2012

()

Analisis penyebab..., Dyah Hermiyanti, FKM UI, 2012

UCAPAN TERIMA KASIH


Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan tesis ini. Penulisan tesis ini
dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar
Magister Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari
berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan tesis, sangatlah
sulit bagi saya untuk menyelesaikan tesis ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan
terima kasih kepada:
(1) dr. Chandra Satrya, M. App. Sc., selaku dosen pembimbing, serta Ibu Dr.
Robiana Modjo, S.KM, M.Kes dan Bapak Hendra S.KM, MKKK yang telah
menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam
penyusunan tesis ini;
(2) Pihak PT X yang telah banyak membantu dalam usaha memperoleh data yang
saya perlukan;
(3) Orang tua dan keluarga saya yang telah memberikan bantuan dukungan
material dan moral; dan
(4) Sahabat yang telah banyak membantu saya dalam menyelesaikan tesis ini.
Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas
segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga tesis ini membawa
manfaat bagi pengembangan ilmu.

Depok, Januari 2012


Penulis

Analisis penyebab..., Dyah Hermiyanti, FKM UI, 2012

Analisis penyebab..., Dyah Hermiyanti, FKM UI, 2012

Analisis penyebab..., Dyah Hermiyanti, FKM UI, 2012

ABSTRAK

Nama

Dyah Hermiyanti

Program Studi

Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Judul

Analisis Penyebab Kecelakaan Fatal Jatuh dari Kapal pada


Transportasi Air dalam Kegiatan Survei Seismik 2D PT. X
di Simenggaris, Kalimantan Timur tahun 2010

Penelitian ini berfokus pada analisis penyebab kecelakaan kerja fatal jatuh dari
kapal pada transportasi air dalam kegiatan survei seismik 2D PT. X di
Simenggaris, Kalimantan Timur tahun 2010, dimana satu orang kru rintis #2 pada
line 26 karyawan PT. SMK (mitra kerja) kehilangan nyawa karena korban terjatuh
dari kapal saat akan mengambil pelampung yang diletakkan di atap kapal dan
kemudian tenggelam.
Penelitian dilakukan dengan pendekatan kualitatif berdasarkan data sekunder
berupa dokumen laporan hasil investigasi kecelakaan dan foto kejadian mengenai
kecelakaan kerja fatal jatuh dari kapal pada penggunaan transportasi air dalam
survei seismik yang dilakukan oleh PT. X di Simenggaris, Kalimantan Timur.
Adapun teknik yang digunakan untuk menganalisis penyebab kecelakaan adalah 5
Whys dan SCAT.
Hasil analisa peneliti terkait penyebab kecelakaan fatal ini, mencakup dua hal,
yaitu penyebab langsung berupa tindakan tidak aman korban yang tidak
memperkirakan risiko yang dihadapi saat mengambil pelampung, dan kondisi
tidak aman yaitu akses untuk menaiki dan menuruni kapal (bridging) yang belum
disesuaikan dengan kondisi pasang-surut permukaan air sungai sehingga kondisi
berlumpur, housekeeping yang buruk serta pengaman kapal yang tidak memadai.
Sedangkan penyebab pedukung, mencakup: mitra kerja tidak memiliki SMK3,
HSE Plan, dan Instruksi Kerja/SOP pekerjaan yang belum dilaksanakan secara
konsisten oleh mitra kerja, tidak memadainya standar K3, serta kurangnya
kesadaran dan pengawasan mandor.
Kata kunci

: kecelakaan fatal, jatuh dari kapal, penyebab langsung, penyebab


pendukung

Analisis penyebab..., Dyah Hermiyanti, FKM UI, 2012

ABSTRACT

Name

: Dyah Hermiyanti

Study Program

: Occupational Safety and Health

Title

: The Causes Analysis of Fatal Accident Man Overboard on


Water Transport in the 2D Seismic Survey Activities of PT.
X in Simenggaris, East Kalimantan in 2010

This study focused on analyzing the causes of fatal accident man overboard on
water transport in the 2D seismic survey activities of PT. X in Simenggaris, East
Kalimantan in 2010. One crew of Rintis # 2 on line 26, employees of PT. SMK
(partners) lost his lives because fell from the ship when took a life jacket which
placed on the ship roof and then he sank.
The study was conducted with a qualitative approach based on secondary data
from the investigation report documents of the accident, as well as the
documentation pictures. The technique used to analyze the causes of accidents is
5 Whys and SCAT.
The results of research analysis on the causes of this fatal accident, include two
major; 1) direct cause of action; the victim did not conscious about the risk in
front of him, by did not cleaned up the boot and use the life jacket before entering
the boat) and unsafe conditions of access to up and down ship (bridging) that have
not adapted to the conditions of the tidal river water surface, poor housekeeping,
and minimum fence security on boat. While the contributing cause, including:
sub-contractor did not have HSE system, HSE Plan, and Work Instructions / SOPs
of work was not carried out consistently, minimum HSE, minimum training and
controlling by PT X, as well as lack of supervision.

Key words

: fatal accidents, man overboard, direct causes, contributing causes

Analisis penyebab..., Dyah Hermiyanti, FKM UI, 2012

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.............

HALAMAN PENGESAHAN............

ii

UCAPAN TERIMA KASIH..............

iii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS...........

iv

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR.....

ABSTRAK

....

vi

ABSTRACT ....

vii

DAFTAR ISI...

viii

DAFTAR TABEL

....

DAFTAR GAMBAR ....

xi

DAFTAR LAMPIRAN .

xii

BAB 1
1.1
1.2
1.3
1.4
1.5
1.6

PENDAHULUAN
Latar Belakang ..
Perumusan Masalah
Pertanyaan Penelitian .
Tujuan Penelitian ..
Manfaat Penelitian .
Ruang Lingkup Penelitian .

1
4
4
4
4
5

BAB 2
2.1
2.2
2.3

TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian Kecelakaan Kerja .
Kerugian Akibat Kecelakaan Kerja
Teori Penyebab Kecelakaan .
2.3.1 Teori Domino
2.3.2 The ILCI Incident Sequence .
2.3.3 Teori Transfer Energi
2.3.4 Teori Faktor Manusia
2.3.5 Teori Kecelakaan ...
2.3.6 Teori Sistem/ Teori Keseimbangan ..
2.3.7 Teori Perilaku
Pendekatan Pencegahan Kecelakaan
Sistem Manajemen K3 .
2.5.1 Manajemen Risiko .
2.5.2 Hubungan Manajemen Risiko dan Manajemen K3....
2.5.3 Proses Manajemen Risiko ..
Investigasi Kecelakaan Kerja..
2.6.1 Penyelidikan Insiden
2.6.2 Teknik Pengumpulan Bukti ..

6
6
8
9
13
18
18
20
22
23
23
30
31
33
35
36
36
40

2.4
2.5

2.6

Analisis penyebab..., Dyah Hermiyanti, FKM UI, 2012

2.6.3 Teknik Menganalisa Bukti

42

3.1
3.2
3.3

RANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP & DEFINISI


ISTILAH
Kerangka Teori .
Kerangka Konsep .
Definisi Istilah ..

49
50
53

BAB 4
4.1
4.2
4.3
4.4

METODOLOGI PENELITIAN
Desain Penelitian
Waktu Penelitian ..
Metode Pengumpulan Data ..
Metode Analisis Data .

54
54
54
54

BAB 5
5.1

HASIL DAN PEMBAHASAN


Kronologi Peristiwa ..
5.1.1 Kondisi Lokasi Peristiwa
Analisis Penyebab Kecelakaan
5.2.1 Analisis dengan Metode 5 Whys..
5.2.2 Analisis dengan Metode SCAT
Pembahasan Hasil Analisa ..

BAB 3

5.2

5.3

BAB 6
6.1
6.2

56
58
59
63
65

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan
Saran .

75
76

DAFTAR REFERENSI ...

78

LAMPIRAN

Analisis penyebab..., Dyah Hermiyanti, FKM UI, 2012

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1

Accident Causation and the Management System ..

Tabel 2.2

Persyaratan Pekerja

24

Tabel 5.1

Gambaran Peristiwa ..

57

Analisis penyebab..., Dyah Hermiyanti, FKM UI, 2012

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1

Rasio Kecelakaan menurut Dupont .

Gambar 2.2

Structure of Accidents ...

Gambar 2.3

Ilustrasi Teori Domino .

13

Gambar 2.4

Faktor-faktor yang Menyebabkan Human Error .

18

Gambar 2.5

Human Factor Theory..

20

Gambar 2.6

Accident/Incident Theory ..

22

Gambar 2.7

Elemen Implementasi dari SMK3 menurut OHSAS 18001

31

Gambar 2.8

Hubungan Bahaya dan Risiko

32

Gambar 2.9

Hubungan Manajemen K3 dan Manajemen Risiko .

34

Gambar 2.10 Proses Manajemen Risiko ..

36

Gambar 2.11 Contoh Teknik 5 Whys

43

Gambar 2.12 Ishikawa or Fishbone Diagram

44

Gambar 2.13 Cause Effect Diagram

..

45

Gambar 2.14 Failure Mode and Effect Diagram .

46

Gambar 2.15 SCAT Analysis ..

46

Gambar 3.1

Kerangka Teori ..

50

Gambar 3.2

Kerangka Konsep

52

Gambar 5.1

Kondisi Sungai ..

59

Gambar 5.2

Timeline Kejadian .

60

Analisis penyebab..., Dyah Hermiyanti, FKM UI, 2012

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1

Persyaratan Bidang Kesehatan, Keselamatan kerja dan

80

Lindungan Lingkungan (K3LL)...


Lampiran 2

Rencana Tanggap Darurat Orang Jatuh dari Kapal...

83

Lampiran 3

Kenijakan Transportasi .

86

Lampiran 4

Prosedur Transfer Personil dari Jetty ke Boat dan

88

sebaliknya
Lampiran 5

Pemeriksaan Alat Marine....

90

Lampiran 6

Kesaksian.

93

Lampiran 7

Foto-foto .

96

Lampiran 8

Diagram SCAT ...

104

Analisis penyebab..., Dyah Hermiyanti, FKM UI, 2012

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) dalam perusahaan merupakan

suatu hal yang penting, dimana upaya K3 bertujuan untuk mencegah kecelakaan
yang ditimbulkan karena adanya suatu bahaya terhadap pekerja di lingkungan
kerja. Kecelakaan menurut M. Sulaksmono (1997) adalah suatu kejadian tak
diduga dan tidak dikehendaki yang mengacaukan proses suatu aktivitas yang telah
diatur (dalam Anizar 2009). Sedangkan menurut Frank Bird, an accident is
undesired event that result in physical harm to a person or damage to property. It
is usually the result of a contact with a source of energy (kinetic, electrical,
chemical, thermal, etc).
Terjadinya kecelakaan seringkali disertai luka, kelainan tubuh, cacat
bahkan kematian. Jika hal tersebut terjadi pada pekerja, tentu saja menjadi
kerugian besar bagi pekerja, keluarganya, juga perusahaan tempat ia bekerja, baik
berupa kerugian material dan fisik maupun kerugian langsung (direct cost) dan
kerugian tidak langsung (indirect cost). Kerugian langsung misalnya cedera pada
tenaga kerja dan kerusakan pada sarana produksi. Sedangkan kerugian tidak
langsung 1 misalnya terhentinya proses produksi, penurunan produksi, klaim atau
ganti rugi, dampak sosial, citra dan kepercayaan konsumen.
Setiap kecelakaan tidak terjadi kebetulan dan pasti ada penyebabnya. Oleh
karenanya, sebab-sebab kecelakaan harus diteliti dan ditemukan agar kecelakaan
serupa tidak berulang kembali. Dengan melakukan penyelidikan penyebab
terjadinya kecelakaan, diharapkan hasilnya dapat digunakan sebagai dasar
pembelajaran untuk melakukan pencegahan terulangnya kejadian kecelakaan
serupa di masa depan.
1

Kerugian tidak langsung disebut pula sebagai kerugian yang tidak terlihat atau kerugian
tersembunyi (hidden cost)

Analisis penyebab..., Dyah Hermiyanti, FKM UI, 2012

PT. X (Geoscience Services Division) adalah perusahaan kontraktor di


bidang jasa seismik dan telah memiliki Sistem Manajemen Kesehatan,
Keselamatan Kerja dan Lindungan Lingkungan (K3LL). Dalam kegiatan survei
seismik 2D di Blok Simenggaris, pelaksanaannya dilakukan oleh sub-kontraktor.
Kegiatan survei seismik minyak dan gas bumi merupakan kegiatan yang
bertujuan untuk mencari data bawah permukaan dengan metoda seismik yang
nantinya data tersebut akan diproses dan dianalisis sehingga bisa diperkirakan ada
atau tidaknya kandungan minyak/gas bumi di dalamnya. Penyelidikan seismik
baru berupa tahap awal untuk mendapatkan data keberadaan minyak dan gas
bumi. Jenis aktifitas penyelidikan seismik meliputi: (1) Perizinan, sosialisasi dan
persiapan tenaga kerja; (2) Topografi (pengukuran posisi); (3) Rintisan/titian; (4)
Pemboran & pengisian sumber getar; (5) Rekaman; dan (6) Ganti rugi (PT. M
2006).
Pada umumnya kegiatan ini dibagi menjadi 4 (empat) tahapan kegiatan,
yaitu:
a. Tahap Persiapan: Pada tahap ini dilakukan pembuatan design engineering,
studi lingkungan, perizinan, dan rintisan.
b. Tahap Pelaksanaan: Pada tahap ini dilakukan pembuatan jalan masuk,
pembangunan fasilitas penunjang (bridging/jembatan darurat, base camp, dan
penempatan peralatan pemboran), mobilisasi peralatan dan material kerja,
serta pengangkutan bahan peledak.
c. Kegiatan Operasi: Pada tahap ini dilakukan operasi pemboran sumur dangkal
sedalam 20 - 30 meter, pengisian bahan peledak, peledakan/penekanan
kemudian dilakukan perekaman.
d. Tahap Pasca Operasi: Pada tahap ini dilakukan pembongkaran demobilisasi
instalasi rig (rig down) dan seluruh fasilitas penunjang lainnya.
Kegiatan survei seismik minyak dan gas bumi merupakan kegiatan yang
sangat rawan terhadap bahaya kecelakaan, ledakan bahan peledak, kebakaran dan
pencemaran lingkungan. Kegiatan ini sarat dengan tenaga kerja, sehingga
memungkinkan kru seismik menghadapi banyak situasi dan prosedur kerja yang

Analisis penyebab..., Dyah Hermiyanti, FKM UI, 2012

sangat berbahaya. Banyak operasi yang sangat memerlukan kekuatan fisik dan
tergantung pada kegiatan dan waktu yang terkoordinasi dari setiap anggota kru
terhadap keefektifan dan akhirnya keselamatan kerja mereka.
Berdasarkan kajian bahaya (risk assessment) di lokasi survei, setidaknya
teridentifikasi lima subyek bahaya (PT. X, 2011), yaitu:
1. Transportasi (air dan darat)
Lokasi survei seismik berada pada areal yang harus ditempuh dengan
mempergunakan kapal (sungai di antara delta-delta).
2. Camp
3. Bahan peledak
4. Lingkungan (bahaya alami di area berawa, sungai, dan bahaya non alami
berupa instalasi listrik tegangan tinggi), aspek sosial kemasyarakatan (humas),
kesehatan
5. Operasi (topo/rintis bridging, drilling/preloading, recording).
Walau PT. X telah memiliki Sistem K3, pada tanggal 24 Desember 2010
telah terjadi kecelakaan kerja pada penggunaan transportasi air saat kegiatan
survei seismik 2D Blok Simenggaris. Kecelakaan tersebut menyebabkan seorang
kru rintis #2 line 26 (karyawan subkontraktor) meninggal dunia, sehingga
kecelakaan tersebut tergolong pada fatality. Korban terjatuh dari kapal saat akan
mengambil pelampung yang diletakkan di atap kapal dan kemudian tenggelam.
Korban baru ditemukan setelah pencarian selama dua hari dalam kondisi tidak
bernyawa. Dalam kecelakaan fatal jatuh dari kapal di kasus ini, terjadi pada saat
kru melakukan operasi rintis bridging, saat transportasi di air.
Berdasarkan hal di atas, peneliti bermaksud melakukan analisis apa yang
menjadi penyebab kecelakaan fatal tersebut untuk mengetahui apa yang menjadi
penyebab langsung dan penyebab pendukung dari kecelakaan tersebut meskipun
PT. X telah memiliki sistem K3.

Analisis penyebab..., Dyah Hermiyanti, FKM UI, 2012

1.2

Perumusan Masalah
Dalam suatu kecelakaan, terdapat penyebab langsung dan pendukung.

Dalam penelitian ini yang menjadi rumusan masalah adalah apa yang
menyebabkan kecelakaan kerja fatal jatuh dari kapal pada penggunaan
transportasi air saat kegiatan survei seismik 2D oleh PT X di Simenggaris,
Kalimantan Timur tahun 2010.
1.3

Pertanyaan Penelitian
Apakah yang menyebabkan kecelakaan kerja fatal jatuh dari kapal pada

penggunaan transportasi air saat kegiatan survei seismik 2D tersebut?


1.4

Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum


Secara umum, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
penyebab kecelakaan kerja fatal jatuh dari kapal pada penggunaan transportasi air
saat kegiatan survei seismik 2D yang dilakukan oleh subkontraktor - mitra kerja
PT. X.
1.4.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian ini adalah:
1. Mengetahui faktor kritis yang menyebabkan kecelakaan tersebut.
2. Mengetahui penyebab kecelakaan kerja fatal jatuh dari kapal tersebut dengan
menggunakan pendekatan analisa 5 Whys dan SCAT.
1.5

Manfaat Penelitian

1.5.1 Bagi Perusahaan


Untuk memberikan saran dan rekomendasi tambahan kepada PT. X
mengenai penyebab kecelakaan kerja fatal jatuh dari kapal pada penggunaan
transportasi air survei seismik 2D Perusahaan X berdasarkan pendekatan analisa 5
Whys dan SCAT.

Analisis penyebab..., Dyah Hermiyanti, FKM UI, 2012

1.5.2 Bagi Universitas Indonesia


Hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran tentang analisa penyebab
kecelakaan fatal jatuh dari kapal pada transportasi air dalam kegiatan survei
seismik dengan teknik analisa 5 Whys dan SCAT.
1.5.3 Bagi Peneliti
Meningkatkan pengetahuan dan pemahaman peneliti dalam menganalisa
penyebab kecelakaan fatal jatuh dari kapal dari transportasi air dengan teknik
analisa 5 Whys dan SCAT.
1.6

Ruang Lingkup Penelitian


Ruang lingkup dari penelitian ini adalah analisa penyebab kecelakaan fatal

jatuh dari kapal pada penggunaan transportasi air saat kegiatan survei seismik 2D
untuk mengetahui penyebab langsung dan penyebab pendukung terjadinya
kecelakaan kerja fatal.

Analisis penyebab..., Dyah Hermiyanti, FKM UI, 2012

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Pengertian Kecelakaan Kerja


Menurut Frank Bird, kecelakaan adalah peristiwa tidak diinginkan yang

mengakibatkan kerugian fisik pada manusia atau kerusakan pada properti. Hal ini
biasanya merupakan hasil dari kontak dengan sumber energi (kinetik, listrik,
kimia, termal, dll) (dalam Ramli, 2010b). Menurut Dupont, rasio kecelakaan
adalah: 1 : 30 : 300 : 3000: 30.000, yang artinya untuk setiap 30.000 bahaya atau
tindakan tidak aman atau kondisi tidak aman, akan terjadi 1 kali kecelakaan fatal,
30 kali kecelakaan berat, 300 kali kecelakaan serius dan 3000 kecelakaan ringan
(Ramli, 2010a).

Gambar 2.1. Rasio Kecelakaan menurut Dupont


(Sumber: Ramli, 2010a)

Analisis penyebab..., Dyah Hermiyanti, FKM UI, 2012

Gambar 2.2 Structure of Accidents


(Sumber: Raouf 1998)
Secara umum dapat dikatakan bahwa kejadian kecelakaan disebabkan oleh
banyak faktor. Gross mengenalkan model yang disebutnya sebagai Multiple
Factor Theories (Brauer 1990). Faktor-faktor yang memiliki kontribusi dalam
kecelakaan, menurut Gross mencakup 4 M, yaitu: Man, Machine, Media dan
Management yang digambarkannya saling berinteraksi satu sama lain.
Karakteristik man atau manusia meliputi umur, gender, kemampuan,
keterampilan, training yang diikuti, kekuatan, motivasi, keadaan emosi, dan lainlain. Media meliputi lingkungan kerja misalnya suhu, kebisingan, getaran,
gedung, jalan, ruang kerja dan sebagainya. Karakteristik machine atau mesin
meliputi ukuran, bobot, bentuk, sumber energi, cara kerja, tipe gerakan dan bahan
mesin itu sendiri. Sedangkan management adalah konteks dimana ketiga faktor itu
berada dan dijalankan, hal ini bisa meliputi gaya manajemen, struktur organisasi,
komunikasi, kebijakan dan prosedur-prosedur yang dijalankan di organisasi
(Winarsunu 2008).

Analisis penyebab..., Dyah Hermiyanti, FKM UI, 2012

2.2

Kerugian Akibat Kecelakaan Kerja


Mengukur biaya dari kecelakaan kerja merupakan hal yang kompleks.

Meskipun tidak ada metodologi umum yang berlaku untuk melakukannya, telah
diperkirakan bahwa kecelakaan kerja menghabiskan lebih banyak waktu kerja dan
lebih banyak produktivitas kerja yang hilang, terutama jika dibandingkan dengan
ancaman lain terhadap kesehatan, seperti kanker dan penyakit kardiovaskular
(Brunette 2006).
Kerugian akibat kecelakaan dapat dikategorikan atas kerugian langsung
(direct cost) dan kerugian tidak langsung (indirect cost). Kerugian langsung
adalah kerugian akibat kecelakaan yang langsung dirasakan dan membawa
dampak terhadap organisasi, misalnya biaya pengobatan cedera dan kompensasi
pada tenaga kerja dan kerusakan sarana produksi. Kerugian tidak langsung adalah
kerugian yang tidak terlihat sehingga sering disebut juga sebagai kerugian
tersembunyi (hidden cost), misalnya kerugian akibat terhentinya proses produksi,
penurunan produksi, klaim atau ganti rugi, dampak sosial, citra dan kepercayaan
konsumen (Ramli, 2010b). Meskipun terdapat metode penelitian dan teknik untuk
menghitung biaya ekonomi, hanya sedikit yang bisa mengeksplorasi biaya tidak
langsung dari kecelakaan kerja dan dampak sosialnya (Brunette, 2006).
2.3

Teori Penyebab Kecelakaan


Kecelakaan kerja timbul sebagai akibat dari berbagai penyebab. Menurut

Sumamur (2009), ada dua golongan penyebab kecelakaan kerja. Golongan


pertama adalah faktor mekanis dan lingkungan, yang meliputi segala sesuatu
selain faktor manusia golongan kedua adalah faktor manusia itu sendiri yang
merupakan penyebab kecelakaan.
Di masa lalu, banyak teori penyebab kecelakaan kerja difokuskan pada
pekerja. Namun, diakui bahwa interaksi antara berbagai faktor pribadi dan tempat
kerja menghasilkan situasi berbahaya dan menghasilkan insiden dan luka. Setiap
strategi untuk pengendalian dan pencegahan harus mempertimbangkan faktorfaktor tersebut dan interaksinya.

Analisis penyebab..., Dyah Hermiyanti, FKM UI, 2012

Tabel 2.1 Penyebab Kecelakaan dan Sistem Manajemen


Struktur
Manajemen
Objectives
Goals
Standards
Appraisals
Measurements
Organizations
Chain of
Command
Span of Control
Delegation of
Authority
Operations
Equipment
Scheduling
Procedures
Environment

Operational Errors
Manager
Behavior
Policy
Goals
Authority
Responsibility
Accountability
Span of
Attention
Delegation

Tactical Errors

Supervisor
Behavior
Conduct
Responsibility
Authority
Rules
Coaching
Initiative
Morale
Operations

Employee Behavior
(Unsafe Acts)
Poor Teamwork
Using Unsafe
Equipment
Failure to Use
Protective Gear
Failure to Warn
Others
Using Equipment
in an Unsafe
Manner
Horseplay

Work
Conditions
(Unsafe
Conditions)
Improper
Design
Poor
Housekeeping
Improperly
Guarded
Improper
Illumination
Improper
Ventilation

Kecelakaan
/Insiden
Injury
Producing

Cedera/
Kerusakan
To Persons
To Property

Near-miss/
No Injury
Property
Damage
Incident

(Sumber: Adams, 1976)

Faktor tempat kerja yang mungkin berkontribusi terhadap cedera adalah


pajanan berbahaya, desain tempat dan proses kerja, organisasi dan lingkungan
kerja, dan ekonomi. Meskipun tidak ada satu teori penyebab kecelakaan yang
telah diterima secara universal, terdapat beberapa teori yang menjelaskan
hubungan antara faktor-faktor tersebut, diantaranya adalah teori domino, ILCI
Sequence incident (Ontario Forestry Safe Workplace Association), teori transfer
energi, teori kecelakaan/ insiden, teori sistem dan teori perilaku.
2.3.1 Teori Domino
Ahli keselamatan industri H.W. Heinrich telah mempelajari ribuan laporan
cedera pada awal 1930an dan mengembangkan teori domino untuk menjelaskan
bagaimana kecelakaan terjadi. Teori ini lebih banyak menerapkan kesalahan atas
terjadinya kecelakaan pada pekerja.
Heinrich dalam bukunya Accident Prevention mengemukakan bahwa
setiap kecelakaan pasti ada penyebabnya. Jika faktor penyebab tersebut
dihilangkan, maka dengan sendirinya kecelakaan dapat dicegah. Sebagai contoh,
lantai yang licin karena ceceran minyak merupakan faktor penyebab kecelakaan

Analisis penyebab..., Dyah Hermiyanti, FKM UI, 2012

atau terpeleset. Jika lantai dibersihkan dan ceceran minyak dibuang, maka dengan
sendirinya kemungkinan kecelakaan akibat terpeleset dapat dihindarkan.
Selanjutnya Heinrich mengemukakan 10 aksioma sebagai berikut:
1. Bahwa kecelakaan merupakan rangkaian proses sebab dan akibat. Tidak ada
kecelakaan yang hanya disebabkan oleh faktor tunggal, namun merupakan
rangkaian sebab dan akibat yang saling terkait. Sebagai contoh, adanya
ceceran minyak di lantai kemungkinan disebabkan peralatan yang rusak atau
bocor, sistem penimbunan yang tidak baik, prosedur pembersihan tidak ada
atau karena pengawasan yang kurang baik.
2. Bahwa sebagian besar kecelakaan disebabkan oleh faktor manusia dengan
tindakannya yang tidak aman yang menurut penyelidikan mencapai 85% dari
seluruh kecelakaan.
3. Bahwa kondisi tidak aman dapat membahayakan dan menimbulkan
kecelakaan. Dari setiap 300 tindakan tidak aman, akan terjadi satu kali
kecelakaan yang mengakibatkan kehilangan hari kerja.
4. Bahwa tindakan tidak aman dari seseorang dipengaruhi oleh tingkah laku,
kondisi fisik, pengetahuan dan keahlian serta kondisi lingkungan kerjanya.
5. Untuk itu upaya pencegahan kecelakaan harus mencakup berbagai usaha
antara lain dengan melakukan perbaikan teknis, tindakan persuasif,
penyesuaian individu dengan pekerjaannya dan dengan melakukan penegakan
disiplin (law enforcement).
6. Keparahan suatu kecelakaan berbeda satu dengan lainnya, dan ini dipengaruhi
oleh berbagai faktor terutama kondisi lingkungan kerja dan potensi bahaya
serta ketahanan manusia menerima bahaya tersebut.
7. Program pencegahan kecelakaan harus sejalan dengan program lainnya dalam
organisasi seperti program produksi, penekanan biaya dan produktivitas. Hal
ini sangat jelas, karena aspek K3 berkaitan dengan seluruh proses bisnis dalam
organisasi, sehingga berkembang konsep integrated safety.
8. Pencegahan kecelakaan atau program keselamatan dalam organisasi tidak
akan berhasil tanpa dukungan dan peran serta manajemen puncak dalam
organisasi. Manajemen harus memiliki komitmen nyata mengenai K3 sebagai

Analisis penyebab..., Dyah Hermiyanti, FKM UI, 2012

bagian penting dalam keberhasilan usahanya, sehingga bukan sekedar untuk


memenuhi formalitas.
9. Pengawas merupakan unsur kunci dalam program K3, karena pengawas
adalah orang yang langsung berhubungan dengan tempat kerja dan
pekerjanya. Pengawas paling tahu mengenai kondisi tempat kerja, dan
memiliki otoritas untuk melakukan pengawasan dan pembinaan.
10. Bahwa usaha keselamatan menyangkut aspek ekonomis yang berkaitan
dengan produktivitas serta biaya kecelakaan yang harus dikeluarkan. Namun
demikian, biaya langsung yang terlihat hanya sebagian kecil dari kerugian
kecelakaan yang sebagian besar merupakan kerugian tidak langsung (Ramli,
2010b).
Urutan kejadian yang menyebabkan kecelakaan mencakup lima faktor
yang digambarkan dalam serangkaian kartu domino yang jatuhnya sejajar:
1. Background
Latar belakang pekerja (lingkungan sosial seseorang, dimana karakter
dikembangkan, seperti gaya hidup dan kepribadian).
2. Characteristics
Karakteristik personal pekerja (sikap, tingkat pengetahuan, kondisi fisik dan
mental).
3. Unsafe Act/Condition
Tindakan tidak aman dan atau kondisi tidak aman yang disebabkan oleh faktor
domino #1 dan #2.
a. Tindakan tidak aman
Tindakan tidak aman adalah setiap karakteristik pribadi atau kondisi yang
dapat menyebabkan atau mempengaruhi seorang pekerja untuk bertindak
tidak aman. Kondisi ini mungkin saja kondisi mental, emosional atau fisik.
Beberapa jenis tindakan tidak aman, antara lain: tidak mau menggunakan
alat keselamatan dalam bekerja, melepas alat pengaman, tidak menyadari
bahaya pekerjaan, kurang perhatian terhadap bahaya pekerjaan, rendahnya
tingkat keterampilan kerja atau yang tidak cukup terlatih untuk pekerjaan
tertentu atau bekerja sambil bergurau. Bisa jadi pekerja berusaha

Analisis penyebab..., Dyah Hermiyanti, FKM UI, 2012

menghindari pekerjaan ekstra atau mencoba menghemat waktu dengan


mengambil jalan pintas. Tindakan ini dapat membahayakan dirinya atau
orang lain yang dapat berakhir dengan kecelakaan. Terpeleset atau jatuh
adalah tindakan tidak aman karena pekerja bisa mencegah terpeleset dan
jatuh jika dia memperhatikan permukaan jalan. Perhatian ke permukaan
jalan dapat mencegah terpeleset dan jatuh bahkan jika lantai tidak rata,
licin, basah atau memiliki bahaya fisik, seperti lubang atau karpet yang
robek.
b. Kondisi tidak aman
Kondisi tidak aman yaitu kondisi di lingkungan kerja baik alat, material
atau lingkungan yang tidak aman dan membahayakan. Sebagai contoh
lantai yang licin, tangga yang rusak atau patah, penerangan yang kurang
baik atau kebisingan yang melampaui batas aman yang diperkenankan.
4. Incident
Kecelakaan itu sendiri.
5. Loss
Cedera dan atau kerusakan properti yang terjadi sebagai hasilnya.
Ide dibalik teori domino adalah jika kita menghilangkan salah satu dari
domino, kemungkinan dari kerugian yang terjadi akan berkurang. Heinrich
berpendapat bahwa domino #3 (unsafe act/condition) adalah domino utama yang
harus dihilangkan dari rangkaian tersebut. Tujuan dari APD adalah untuk
menghilangkan domino #5 (injury) dari rangkaian kejadian tersebut walaupun
empat domino lainnya sudah jatuh.
Heinrich menekankan bahwa kecelakaan, bukan cedera atau kerusakan
properti, yang harus menjadi fokus perhatian. Jika seseorang terpeleset dan jatuh,
mungkin akan ada atau tidak ada cedera, tapi sebuah kecelakaan sudah terjadi dan
penyebabnya harus diselidiki untuk mencegah cedera di masa depan.
Teori

domino

kemudian

dikembangkan

oleh

Frank

Bird

yang

menggolongkan atas sebab langsung (immediate causes) dan faktor dasar (basic
causes). Penyebab langsung kecelakaan adalah pemicu yang

langsung

menyebabkan terjadinya kecelakaan, misalnya terpeleset karena ceceran minyak

Analisis penyebab..., Dyah Hermiyanti, FKM UI, 2012

di lantai. Penyebab tidak langsung (basic causes) merupakan faktor yang turut
memberikan kontribusi terhadap kejadian tersebut, misalnya dalam kasus
terpeleset tersebut adalah adanya bocoran atau tumpahan bahan, kondisi
penerangan tidak baik, terburu-buru atau kurangnya pengawasan di lingkungan
kerja.

Gambar 2.3 Ilustrasi Teori Domino


(Sumber: Ontario Forestry Safe Workplace Association)
Sebab langsung hanyalah sekedar gejala bahwa ada sesuatu yang tidak
baik dalam organisasi yang mendorong terjadinya kondisi tidak aman. Karena itu,
dalam konsep pencegahan kecelakaan, adanya sebab langsung harus dievaluasi
lebih dalam untuk mengetahui faktor dasar yang turut mendorong terjadinya
kecelakaan.
Di samping faktor manusia, ada faktor lain yaitu ketimpangan sistem
manajemen seperti perencanaan, pengawasan, pelaksanaan, pemantauan dan
pembinaan. Dengan demikian penyebab kecelakaan tidak selalu tunggal tetapi
bersifat multi kausal sehingga penanganannya harus secara terencana dan
komprehensif yang mendorong lahirnya konsep sistem manajemen keselamatan
dan kesehatan kerja.
2.3.2 The ILCI Incident Sequnce
Pada pertengahan tahun 1980an the International Loss Control Institute
(ILCI)

mengembangkan

lima

bagian

dari

rangkaian

kecelakaan

yang

mengkombinasikan elemen-elemen dari seluruh model sebelumnya ke dalam satu


model yang melanjutkan penyediaan basis yang solid untuk penyelidikan

Analisis penyebab..., Dyah Hermiyanti, FKM UI, 2012

kecelakaan yang efektif. ILCI Incident Sequence memberikan versi terkini dari
teori domino yang meliputi sistem manajemen, engineering, desain kerja dan
faktor manusia. Incident sequence ini meliputi semua elemen kunci yang
diperlukan untuk pengujian untuk mengontrol dan mencegah kecelakaan di tempat
kerja.
a. Lack of control
ILCI mengidentifikasi kontrol sebagai satu dari empat fungsi manajemen yang
esensial

(tiga

lainnya

yaitu

perencanaan,

kepemimpinan). Ketika kontrol manajemen

pengorganisasian

dan

program keselamatan dan

kesehatan, sistem dan prosedur terganggu. Incidence sequence berlangsung.


Ada tiga penyebab utama dari minimnya kontrol, antara lain:
1) Program K3 yang tidak memadai, maksudnya minimnya manajemen,
pelatihan untuk supervisor dan pekerja, serta sedikitnya inspeksi terencana
dan penyelidikan kecelakaan.
2) Program K3 yang tidak memenuhi standar; maksudnya program tersebut
tidak jelas dan tidak spesifik. Adanya standar menunjukkan apa yang
diharapkan dan memungkinkan pengukuran tentang sebaikmana manusia
melakukan pekerjaan yang sesuai standar.
3) Standar program yang tidak terpenuhi. Banyak manajer yang merasa
bahwa hal inilah yang menjadi alasan utama penyebab terjadinya
kecelakaan.

b. Underlying causes (Penyebab Dasar)


ILCI membagi penyebab pokok menjadi 2, yaitu faktor personal dan faktor
pekerjaan. Faktor personal meliputi:
1) Kemampuan fisik yang tidak memadai, mencakup: tinggi, berat, ukuran,
kesehatan, defisiensi sensorik, cacat, dll.
2) Kemampuan

mental/psikologi

yang

tidak

memadai,

mencakup

kemampuan untuk memahami, mengingat, reaction time, ketakutan atau


fobia, dll.

Analisis penyebab..., Dyah Hermiyanti, FKM UI, 2012

3) Tekanan fisik, mencakup kelelahan karena beban kerja yang berlebihan,


kurang istirahat, cedera atau sakit yang pernah dialami, obat-obatan, dll.
4) Tekanan psikologi, mencakup emosi yang berlebihan, kebosanan, tuntutan
keputusan atau pertimbangan, arahan atau tuntutan yang membingungkan
atau bertentangan, frustasi, dll.
5) Minimnya pengetahuan seperti orientasi, pelatihan dan pengalaman.
6) Minimnya keahlian seperti instruksi awal, praktik, pembinaan, pekerjaan
yang jarang dilakukan.
7) Motivasi yang kurang seperti insentif yang sedikit, minimnya pengawasan,
adanya kecurangan, pemberian reward terhadap praktik yang kurang baik,
pemberian hukuman bagi praktik yang baik, dll.
Sedangkan faktor pekerjaan mencakup:
1) Minimnya kepemimpinan dan supervisi, misal; rantai komando dan
tanggung jawab yang tidak jelas atau bertentangan, perencanaan kerja
yang buruk, dll.
2) Tidak memadainya engineering seperti ergonomik, desain proses kerja,
dll.
3) Tidak memadainya pemeliharaan (pencegahan dan perbaikan)
4) Tidak memadainya peralatan dan perlengkapan
5) Tidak memadainya standar kerja, seperti; desain proses, aliran kerja,
prosedur keamanan, dll
6) Keausan; minimnya inspeksi/pemantauan/pemeliharaan, penggunaan oleh
orang yang tidak terlatih, penggunaan yang tidak sesuai, dll.
7) Penyalahgunaan; baik sengaja maupun tidak disengaja, dll
Penyebab dasar adalah faktor-faktor di tempat kerja yang menyebabkan
penyebab langsung kecelakaan.
c. Immediate causes (Penyebab Langsung)
Penyebab langsung terbagi menjadi substandard practices dan substandard
conditions. Substandard practices mencakup:

Analisis penyebab..., Dyah Hermiyanti, FKM UI, 2012

1) Gagal memperingatkan adanya kondisi berbahaya


2) Menghilangkan atau merusak penjagaan dan alat-alat keselamatan lainnya.
3) Tidak

mematikan

atau

mencegah

akses

terhadap

bahaya

atau

mengoperasikan peralatan atau area dengan tidak memadai.


4) Tidak mengunci peralatan sebelum melakukan pemeliharaan atau
perbaikan.
5) Mengoperasikan peralatan tanpa izin.menggunakan
6) Penggunaan peralatan yang cacat atau tidak sesuai.
7) Tidak menggunakan APD secara memadai.
8) Mengabaikan prosedur keamanan.
Sedangkan substandard conditions mencakup:
1) Penjagaan atau penghalang yang tidak memadai.
2) APD yang tidak memadai atau tidak sesuai.
3) Cacatnya peralatan, perlengkapan dan material.
4) Sistem peringatan yang tidak memadai.
5) Housekeeping yang minim
6) Gas, debu, asap, uap air berbahaya
7) Kebisingan, panas, dan dingin yang berlebihan
8) Penerangan yang tidak memadai atau berlebihan
9) Ventilasi yang tidak memadai.
Berdasarkan sistem The Management Oversight and Risk Tree (MORT) dalam
menganalisa kecelakaan tempat kerja, kondisi fisik yang di bawah standar ada
karena adanya praktik di bawah standar. Mayoritas kondisi di bawah standar
ini meliputi desain ergonomi mesin yang buruk, serta peralatan dan
lingkungan kerja yang buruk.
Sangat penting untuk memikirkan substandard practices dan substandard
condition sebagai gejala dari suatu masalah yang mendasar. Untuk
menentukan penyebab dasar, ada dua pertanyaan penting yang perlu
ditanyakan:
1) Mengapa substandard practice dan substandard conditions ada?

Analisis penyebab..., Dyah Hermiyanti, FKM UI, 2012

2) Apa kegagalan sistem pengawasan K3 sehingga keadaan tersebut ada?


d. Incident (Insiden)
Setiap insiden melibatkan transfer energi yang tidak diinginkan. Berikut
adalah beberapa jenis kontak energi yang umum terjadi dalam insiden.
Terminologinya berasal dari CSA (Coding of Work Injury or Disease
Information) yang digunakan WSIB (Workplace Safety & Insurance Board)
ketika melakukan klaim cedera di tempat kerja.
1) Menghantam objek. Mencakup menabrak, menginjak, atau terlempar ke
objek.
2) Ditabrak oleh objek. Hal ini terjadi ketika pekerja ditabrak oleh objek
bergerak.
3) Terperangkap atau terjepit peralatan atau objek. Pekerja tertekan atau
terhimpit diantara dua atau lebih benda, atau diantara bagian-bagian benda.
4) Terjatuh ke tempat yang lebih rendah.
5) Terjatuh di tempat dengan ketinggian yang sama, misal; terpeleset,
tersandung.
6) Reaksi tubuh dimana gerakan tubuh pekerja menekan atau menghimpit
bagian tubuhnya. Contohnya adalah keseleo, cedera otot, dll.
7) Penggunaan tenaga yang berlebihan, maksudnya fisik dipaksa untuk
melakukan suatu kegiatan yang berlebihan, misal saat mengangkat barang,
mendorong, menarik, memegang, membawa, atau melempar.
8) Gerakan repetitif, maksudnya cedera disebabkan oleh gerak tubuh dalam
melakukan suatu pekerjaan yang biasanya dilakukan.
e. Loss (Kerugian)
Berbagai tipe kerugian disebabkan oleh insiden yang beragam, mulai dari
permasalahan sepele hingga masalah besar. Tipe loss ini tergantung pada
kondisi dan situasi dari insiden tersebut dan aksi yang diambil untuk
meminimalisir kerugian. Kehilangan atau kerugian ini mencakup:
1) Kematian

Analisis penyebab..., Dyah Hermiyanti, FKM UI, 2012

2) Cedera kualitas hidup dan waktu dari pekerja


3) Biaya kesehatan dan rehabilitasi
4) Kerugian waktu rekan sejawat dan supervisor
5) Waktu produksi
6) Kerusakan perlengkapan dan properti
7) Peraturan, denda dari kementerian tenaga kerja atau instansi terkait
8) Berkurangnya semangat pekerja
2.3.3 Teori Transfer Energi (Energy-Transfer Theory)
Pada tahun 1970, William Haddon, Jr, mengusulkan bahwa kecelakaan
dan cedera melibatkan transfer energi. Haddon menyarankan bahwa jenis dan
keparahan cedera berhubungan langsung dengan jumlah energi, cara transfer
energi dan tingkat transfer energi. Teori ini, juga dikenal sebagai teori pelepasan
energi, mengusulkan skema pencegahan kecelakaan di mana langkah-langkah
untuk mencegah kecelakaan harus ditetapkan secara simultan pada sumber energi
(teknik pengendalian untuk menghilangkan sumber), jalur (menutup jalur, seperti
penutup mesin) dan penerima (penggunaan alat pelindung diri yang tepat).
Pendekatan pararel pencegahan kecelakaan berbeda dari pendekatan seri, yang
sebelumnya disarankan oleh Heinrich.
2.3.4 Teori Faktor Manusia (Human Factors Theory)
Teori faktor manusia sebagai penyebab kecelakaan menautkan kecelakaan
sebagai akibat dari serangkaian/rantai peristiwa yang disebabkan oleh human
error (kesalahan manusia). Dalam teori ini, ada tiga faktor utama yang memandu
kepada human error, yaitu overload (kelebihan beban), inappropriate response
(respon yang tidak tepat), dan inappropriate activities (kegiatan yang tidak
pantas/tepat).
Overload

Inappropriate
Activities

Human Error

Inappropriate
Response

Analisis penyebab..., Dyah Hermiyanti, FKM UI, 2012

Gambar 2.4 Faktor-faktor yang menyebabkan Human Error


(Sumber: Goesch 1996)

a. Overload
Kelebihan beban (overload) merupakan hasil dari ketidakseimbangan antara
kapasitas seseorang dalam waktu yang diberikan dan beban yang dibawa
seseorang pada saat itu. Kapasitas seseorang merupakan hasil dari faktorfaktor seperti kemampuan alami, pelatihan, state of mind, kelelahan, tekanan
dan kondisi fisik. Beban yang dibawa seseorang terdiri dari tugas-tugas yang
ia emban dan tanggung-jawabkan dan beban tambahan yang disebabkan oleh
faktor lingkungan (seperti: kebisingan, disktraksi, dll), faktor internal
(permasalahan pribadi, tekanan emosional, kekhawatiran, dll) dan faktor
situasi (tingkat resiko, instruksi yang kurang jelas, dll). Bentuk perilaku
seseorang merupakan hasil dari tingkat motivasi dan keinginannya.
b. Inappropriate Response/Incompatibility
Bagaimana seseorang merespon dalam suatu situasi dapat menyebabkan atau
mencegah terjadinya kecelakaan. Jika seseorang mendeteksi adanya kondisi
berbahaya, namun ia tidak melakukan apapun untuk memperbaikinya, ini
berarti ia bertindak dengan tidak sesuai. Jika seseorang melepaskan pelindung
keamanan dari mesin dengan tujuan untuk meningkatkan hasil, ini berarti ia
bertindak dengan tidak sesuai. Jika seseorang tidak mematuhi prosedur
keamanan yang sudah dibuat, ia bertindak tidak sesuai. Tindakan-tindakan
tersebut dapat mengarah kepada kecelakaan. Selain hal-hal tersebut di atas,
ada pula faktor lain yang mempengaruhi yaitu workstation incompatibility
(ketidakcocokan tempat kerja). Workstation incompatibility seseorang terkait
dengan ukuran, kekuatan fisik, dan faktor-faktor serupa yang dapat mengarah
kepada kecelakaan dan kerusakan.
c. Inappropriate Activities
Human error dapat disebabkan oleh inappropriate activities. sebagai
contohnya adalah jika seseorang melakukan tugas yang ia tidak tahu

Analisis penyebab..., Dyah Hermiyanti, FKM UI, 2012

bagaimana cara melakukannya. Contoh lainnya adalah seseorang yang salah


memperkirakan tingkatan resiko dari tugas yang diberikan. Tindakan seperti
ini dapat menyebabkan kecelakaan dan kerusakan.
Gambar di bawah ini menggambarkan teori faktor manusia:

Gambar 2.5 Human Factors Theory


(Sumber: Goesch 1996)

2.3.5 Teori Kecelakaan/Insiden (Accident/Incident Theory)


Teori kecelakaan/insiden merupakan lanjutan dari teori faktor manusia.
Teori ini dikembangkan oleh Dan Petersen, sehingga terkadang teori ini disebut
sebagai Teori Kecelakaan/Insiden Petersen. Petersen menetapkan bahwa
kecelakaan dan cedera disebabkan oleh dua komponen utama: kesalahan manusia
(human error) dan kegagalan sistem. Tiga faktor yang menyebabkan kesalahan
manusia adalah:
a. Overload: terlalu banyak tekanan, kelelahan fisik dan mental, kurangnya
motivasi.
b. Perangkap ergonomis (ergonomic traps): tempat kerja yang tidak kompatibel
atau beban kerja fisik yang ekstrim.

Analisis penyebab..., Dyah Hermiyanti, FKM UI, 2012

c. Keputusan untuk berbuat salah (decision to err): sindrom itu tidak akan
terjadi pada saya.
Keputusan berbuat salah mungkin dilakukan secara sadar dan berdasarkan
logika, atau mungkin pula dilakukan secara tidak sadar. Berbagai macam tekanan
seperti batas waktu, tekanan pekerjaan, dan faktor anggaran dapat membuat
seseorang cenderung membuat keputusan dan bertindak tidak aman. Faktor lain
yang dapat mempengaruhi keputusan seperti itu adalah sindrom It wont happen
to me atau hal ini tidak akan terjadi kepada saya.
Komponen dari kegagalan sistem kebijakan, tanggung jawab, pelatihan,
pemeriksaan, dan standar memberi kontribusi yang sangat penting bagi teori
Petersen. Pertama, hal ini menunjukkan potensi dari hubungan kausal antara
kebijakan manajemen atau sikap manajemen dan keamanan. Kedua, hal ini
membentuk peranan manajemen dalam pencegahan kecelakaan termasuk konsep
yang luas dalam kesehatan dan keselamatan di tempat kerja.
Ada beberapa perbedaan potensi kegagalan sistem, seperti: manajemen
gagal untuk membentuk kebijakan keamanan yang komprehensif, tanggung jawab
dan kewenangan yang terkait dengan keselamatan tidak secara jelas didefinisikan,
prosedur keselamatan seperti measurement, inspeksi, perbaikan dan penyelidikan
tidak dilakukan dengan benar atau kurang diperhatikan, pekerja tidak
mendapatkan orientasi yang cukup, atau pekerja tidak diberikan pelatihan
keselamatan yang sesuai. Hal-hal tersebut hanya beberapa dari banyak tipe
kegagalan sistem yang dapat terjadi berdasarkan teori Petersen.

Analisis penyebab..., Dyah Hermiyanti, FKM UI, 2012

Gambar 2.6 Accident Incident Theory


(Sumber: Goetsch 1996)

2.3.6 Teori Sistem (Teori Keseimbangan)


Teori keseimbangan, yang dikembangkan oleh Michael J. Smith dan
Pascale Carayon-Saintfort, digunakan untuk menganalisis unsur-unsur yang
berbeda dari sistem kerja serta keterkaitan dan hasilnya. Teori ini menganalisa
sistem kerja dan lima subsistem: (a) organisasi, (b) tugas, (c) alat dan teknologi,
(d) lingkungan fisik, dan (e) orang tersebut. Masing-masing faktor memiliki
karakteristik spesifik dalam mempengaruhi pajanan terhadap bahaya dan potensi
cedera.

Analisis penyebab..., Dyah Hermiyanti, FKM UI, 2012

Teori keseimbangan menyatakan bahwa sebuah elemen dalam sistem akan


mempengaruhi unsur lainnya, yang berasal dari interaksi terus-menerus antar
sistem (prinsip keseimbangan sistem). Pada saat yang sama, efek interaksi dapat
menyebabkan atau mengurangi pajanan, jadi aspek positif dari sistem dapat
mengkompensasi aspek negative (prinsip keseimbangan kompensasi). Sebagai
contoh, memiliki hubungan yang baik dengan atasan dianggap sebagai elemen
positif dalam sistem, karena dapat digunakan untuk mengatasi beberapa aspek
merugikan yang dirasakan oleh para pekerja, seperti jadwal bekerja yang
fleksibel.
2.3.7 Teori Perilaku
Teori ini, dikenal juga sebagai perilaku berbasis keselamatan (behaviorbased safety), yang menerapkan teori-teori perilaku dari psikologi dengan
keselamatan. Hal ini mendorong gagasan bahwa perilaku pekerja adalah penentu
paling penting untuk keselamatan mereka, dan memberi konsekuensi positif,
seperti insentif dan penghargaan, yang dapat digunakan untuk mempromosikan
perilaku aman dan mencegah perilaku tidak aman.
Kritik utama atas teori ini adalah bahwa perilaku saja tidak akan membuat
pekerjaan yang berbahaya menjadi aman. Insentif yang bertujuan meningkatkan
kesadaran dan motivasi pekerja, seperti penghargaan, tidak efektif dalam
mempengaruhi pekerja berperilaku aman atau meningkatkan kinerja keselamatan
perusahaan (Brunette, 2006).
2.4

Pendekatan Pencegahan Kecelakaan


Pencegahan kecelakaan kerja pada dasarnya merupakan tanggung jawab

para manajer lini, penyelia, mandor kepala dan juga kepala urusan. Fungsionaris
lini wajib memelihara kondisi kerja yang selamat sesuai dengan ketentuan
perusahaan (Silalahi, 1985). Prinsip mencegah kecelakaan sebenarnya sangat
sederhana yaitu dengan menghilangkan faktor penyebab kecelakaan yaitu
tindakan tidak aman dan kondisi yang tidak aman. Namun dalam praktiknya tidak
semudah yang dibayangkan karena menyangkut berbagai unsur yang saling

Analisis penyebab..., Dyah Hermiyanti, FKM UI, 2012

terkait, mulai dari penyebab langsung, penyebab dasar dan latar belakang. Oleh
karena itu berkembang berbagai pendekatan dalam pencegahan kecelakaan.
Banyak teori dan konsep yang dikembangkan para ahli, beberapa
diantaranya :
a. Pendekatan Energi
Sesuai dengan konsep energi, kecelakaan bermula karena adanya sumber
energi yang mengalir mencapai penerima (recipient). Karena itu pendekatan
energi mengendalikan kecelakaan melalui 3 titik yaitu pada sumbernya, pada
aliran energi (path way) dan pada penerima.
1) Pengendalian pada sumber bahaya
Bahaya sebagai sumber terjadinya kecelakaan dapat dikendalikan langsung
pada sumbernya dengan melakukan pengendalian secara teknis atau
administratif. Sebagai contoh mesin yang bising dapat dikendalikan
dengan mematikan mesin, mengurangi tingkat kebisingan, memodifikasi
mesin, memasang peredam pada mesin, atau mengganti dengan mesin
yang lebih rendah tingkat kebisingannya.
2) Pendekatan pada jalan energi
Pendekatan berikutnya dapat dilakukan dengan melakukan penetrasi pada
jalan energi sehingga intensitas energi yang mengalir ke penerima dapat
dikurangi. Sebagai contoh, kebisingan dapat dikurangi tingkat bahayanya
dengan memasang dinding kedap suara, menjauhkan manusia dari sumber
bising, atau mengurangi waktu paparan.
3) Pengendalian pada penerima
Pendekatan berikutnya adalah melalui pengendalian terhadap penerima
baik manusia, benda atau material. Pendekatan ini dapat dilakukan jika
pengendalian pada sumber atau jalannya energi tidak dapat dilakukan
secara efektif. Oleh karena itu perlindungan diberikan kepada penerima
dengan meningkatkan ketahanannya menerima energi yang datang.

Analisis penyebab..., Dyah Hermiyanti, FKM UI, 2012

Sebagai contoh untuk mengatasi bahaya bising, manusia yang menerima


energi suara tersebut dilindungi dengan alat pelindung telinga sehingga
dampak bising yang timbul dapat dikurangi.
b. Pendekatan Manusia
Pendekatan secara manusia didasarkan hasil statistik yang menyatakan bahwa
85% kecelakaan disebabkan oleh faktor manusia dengan tindakan yang tidak
aman. Pencegahan kecelakaan dipandang dari aspek manusianya harus
bermula pada hari pertama ketika semua karyawan mulai bekerja. Setiap
karyawan harus diberitahu secara tertulis uraian mengenai jabatannya yang
mencakup fungsi, hubungan kerja, wewenang dan tanggunggugat, tugas dan
tanggungjawab, serta syarat-syarat kerjanya.
Setelah itu harus dipegang prinsip bahwa kesalahan utama sebagian besar
kecelakaan, kerugian, atau kerusakan terletak pada karyawan yang kurang
bergairah, kurang terampil, kurang tepat, terganggu emosinya, yang pada
umumnya menyebabkan kecelakaan dan kerugian.
Jika manajemen adalah melaksanakan suatu kegiatan dengan menggunakan
tenaga orang lain maka setiap tenaga kerja itu harus memenuhi persyaratan
berikut:
Tabel 2.2 Persyaratan Pekerja
Kualitas

Pembinaan/Tindakan

Terampil

Latihan secukupnya

Sesuai

Seleksi yang baik

Bergairah

Pimpinan yang baik

Berhati-hati

Seleksi dan latihan yang baik

Tahu

Cukup pendidikan

Sikap Positif

Hubungan kerja yang baik

(Sumber: Silalahi, 1985)

Analisis penyebab..., Dyah Hermiyanti, FKM UI, 2012

Dari aspek manusia, gejala penyebab kecelakaan bermula pada kegiatan tidak
selamat manusia itu sendiri. Beberapa perbuatan yang mengusahakan
keselamatan antara lain:
1) Setiap karyawan bertugas sesuai dengan pedoman dan penuntun yang
diberikan.
2) Setiap kecelakaan atau kejadian yang merugikan harus segera dilaporkan
kepada atasan.
3) Setiap peraturan dan ketentuan keselamatan dan kesehatan kerja harus
dipatuhi secermat mungkin.
4) Semua karyawan harus bersedia saling mengisi atau mengingatkan akan
perbuatan yang dapat menimbulkan bahaya.
5) Peralatan dan perlengkapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja harus
dipakai atau dipergunakan bila perlu.

Pokok-pokok Peningkatan Kesadaran Keselamatan dan kesehatan Kerja di


Kalangan Karyawan:
1) Pengertian
Berikanlah pengertian yang sebaik-baiknya kepada mereka mengenai cara
bagaimana mereka harus bekerja secara benar, tepat, cepat dan selamat.
2) Contoh kerja
Berikanlah contoh-contoh kerja yang benar dan mudah ditiru.
3) Teladan kerja
Berikanlah teladan yang baik dengan mengadakan percobaan-percobaan
yang harus dilakukan, sehingga mereka dapat mengerti, memahami dan
dapat melaksanakannya sesuai dengan cara-cara yang telah anda berikan.
4) Dasar keselamatan kerja
Yakinkanlah mereka, bahwa keselamatan kerja dan kesehatan kerja
mempunyai dasar-dasar yang sama pentingnya dengan kualitas/mutu dan
target.
5) Pelaksanaan kerja
Berikanlah pengertian yang mendalam kepada mereka, bahwa cara-cara
pelaksanaan pengamanan kerja yang dipaksakan tanpa disertai kesadaran

Analisis penyebab..., Dyah Hermiyanti, FKM UI, 2012

mungkin akan berakibat

lebih buruk bila dibandingkan dengan

pelanggaran suatu peraturan.


6) Tanggungjawab
Berusahalah dengan bersungguh-sungguh agar seluruh isi program
keselamatan dan kesehatan kerja menjadi tanggungjawab setiap karyawan
demi kepentingan bersama.
7) Keinsyafan
Insyafkanlah diri anda sendiri beserta segenap anak buah anda, bahwa
kecelakaan kerja yang mungkin dan telah terjadi itu sebenarnya dengan
mudah dapat dihindarkan dan dicegah, jika para karyawan yang telah lebih
dahulu mengetahuinya mau mencegah atau menanggulanginya segera.
8) Pangamatan lingkungan
Hendaknya anda harus teru-menerus melakukan pengamatan dan
pengawasan terhadap pelaksanaan kerja dan lingkungan dengan baik,
sehingga dapat dipastikan bahwa setiap bawahan anda telah dapat
membiasakan diri bekerja dengan perilaku sebaik-baiknya dan selamat.
9) Kebiasaan perilaku kerja
Sangat perlu dicamkan bahwa cara kerja yang baik dan aman sebenarnya
merupakan kebiasaan saja, dan hal itu hanya bisa dikembangkan dengan
kesadaran serta pengertian yang cukup. Sesuai dengan ketentuanketentuan keselamatan yang seharusnya teruji di dalam keadaan yang
dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, sebaiknya seluruh karyawan
bekerja sesuai dengan harkat jasmaniah maupun rohaniah mereka.

Pencegahan kecelakaan terhadap faktor manusia harus memperhatikan:


1) Pentingnya peraturan kerja
Aturan kerja harus lengkap, jelas dan diterapkan dengan penuh kepatuhan,
agar pekerja melaksanakannya dengan penuh kesungguhan.
2) Mempertimbangkan batas kemampuan dan keterampilan kerja
Ketidakmampuan

pekerja

meliputi

kurangnya

pengalaman,

memadainya kecakapan, dan lambatnya mengambil keputusan.


3) Meniadakan hal-hal yang mengurangi konsentrasi kerja

Analisis penyebab..., Dyah Hermiyanti, FKM UI, 2012

tidak

Konsentrasi berkurang biasanya merupakan akibat melamun, kurangnya


perhatian, dan sikap tidak mau memperhatikan atau pelupa.
4) Menegakkan disiplin kerja
Disiplin yang kurang harus diatasi dengan peringatan (warning) kepada
pekerja yang melanggar peraturan, atau kepada sesame pekerja yang
mengganggu pekerja lain, serta kepada pekerja yang main-main ketika
bekerja.
5) Menghindari perbuatan yang mendatangkan kecelakaan
Perilaku yang mendatangkan bahaya ialah berbuat iseng atau main cobacoba, mengambil jalan pintas atau cara mudahnya, dan sifat tergesa-gesa.
6) Menghilangkan adanya ketidakcocokan fisik dan mental
Untuk mengatasi ketidakcocokan fisik perlu diperhatikan kecacatan fisik,
kelelahan dan penyakit. Ketidakcocokan mental yang terutama perlu
diatasi adalah kelelahan mental berupa kejemuan atas dasar konflik batin,
sifat pemarah yang luar biasa dan emosi mudah tersinggung (Silalahi,
1985).

Karena itu untuk mencegah kecelakaan dilakukan berbagai upaya pembinaan


unsur manusia untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan sehingga
kesadaran K3 meningkat. Untuk meningkatkan kesadaran dan kepedulian
mengenai K3 dilakukan berbagai pendekatan dan program K3, antara lain:
1) Pembinaan dan pelatihan
2) Promosi K3 dan kampanye K3
3) Pembinaan perilaku aman
4) Pengawasan dan inspeksi K3
5) Audit K3
6) Komunikasi K3
7) Pengembangan prosedur kerja aman (Safe Working Practices)

Analisis penyebab..., Dyah Hermiyanti, FKM UI, 2012

c. Pendekatan Teknis
Pendekatan teknis menyangkut kondisi fisik, peralatan, material, proses
maupun lingkungan kerja yang tidak aman. Untuk mencegah kecelakaan yang
bersifat teknis dilakukan upaya keselamatan antara lain:
1) Rancang bangun yang aman yang disesuaikan dengan persyaratan teknis
dan standar yang berlaku untuk menjamin kelaikan instalasi atau peralatan
kerja.
2) Sistem pengaman pada peralatan atau instalasi untuk mencegah
kecelakaan dalam pengoperasian alat atau instalasi misalnya tutup
pengaman mesin, sistem inter lock, sistem alarm, sistem instrumentasi,
dan lainnya.
d. Pendekatan Administratif
Pendekatan secara administratif dapat dilakukan dengan berbagai cara antara
lain:
1) Pengaturan waktu dan jam kerja sehingga tingkat kelelahan dan paparan
bahaya dapat dikurangi.
2) Penyediaan alat keselamatan kerja
3) Mengembangkan dan menetapkan prosedur dan peraturan tentang K3
4) Mengatur pola kerja, sistem produksi dan proses kerja.
e. Pendekatan Manajemen
Banyak kecelakaan yang disebabkan faktor manajemen yang tidak kondusif
sehingga mendorong terjadinya kecelakaan.
Upaya pencegahan yang dilakukan antara lain:
1) Menerapkan Sistem Manajemen Keselamatan dan kesehatan Kerja
(SMK3).
2) Mengembangkan organisasi K3 yang efektif.
3) Mengembangkan komitmen dan kepemimpinan dalam K3, khususnya
untuk manajemen tingkat atas.

Analisis penyebab..., Dyah Hermiyanti, FKM UI, 2012

Berbagai pendekatan tersebut harus dilakukan secara simultan dan


seimbang karena saling terkait. Para ahli K3 sependapat bahwa upaya
pencegahan kecelakaan atau upaya keselamatan harus dilakukan secara
terpadu dengan memadukan semua unsur dan aspek keselamatan agar
memperoleh hasil yang diharapkan.
2.5

Sistem Manajemen K3
OHSAS 18001, menggunakan pendekatan kesisteman mulai dari

perencanaan, pemantauan dan tindakan perbaikan yang mengikuti siklus PDCA


(Plan-Do-Check-Action) yang merupakan proses peningkatan berkelanjutan.
Elemen dari implementasi sistem manajemen K3 menurut OHSAS 18001 adalah
sebagai berikut:
1. Kebijakan K3.
2. Identifikasi bahaya, penilaian risiko, dan mementukan pengendaliannya.
3. Persyaratan hukum dan lainnya.
4. Objektif K3 dan program K3.
5. Sumber daya, peran, tanggung jawab, akuntabilitas, dan wewenang.
6. Kompetensi, pelatihan dan kepedulian.
7. Komunikasi, partisipasi dan konsultasi.
8. Pendokumentasian.
9. Pengendalian dokumen.
10. Pengendalian operasi.
11. Tanggap darurat.
12. Pengukuran kinerja dan pemantauan.
13. Evaluasi kesesuaian.
14. Penyelidikan insiden, ketidaksesuaian, tindakan koreksi dan langkah
pencegahan.
15. Pengendalian rekaman.
16. Internal audit.
17. Tinjauan manajemen.

Analisis penyebab..., Dyah Hermiyanti, FKM UI, 2012

Sebagai suatu kesisteman, semua elemen tersebut saling terkait dan berhubungan
sehingga harus dijalankan secara terpadu agar kinerja K3 yang diinginkan dapat
tercapai.

Gambar 2.7 Elemen Implementasi dari SMK3 menurut OHSAS 18001

(Sumber: Ramli, 2010b)

2.5.1 Manajemen Risiko


Tujuan upaya K3 adalah untuk mencegah kecelakaan yang ditimbulkan
karena adanya suatu bahaya di lingkungan kerja. Karena itu pengembangan sistem
manajemen K3 harus berbasis pengendalian risiko sesuai dengan sifat dan kondisi
bahaya yang ada. Keberadaan bahaya dapat mengakibatkan terjadinya kecelakaan
atau insiden yang membawa dampak terhadap manusia, peralatan, material dan
lingkungan. Risiko menggambarkan besarnya potensi bahaya tersebut untuk dapat

Analisis penyebab..., Dyah Hermiyanti, FKM UI, 2012

menimbulkan insiden atau cedera pada manusia yang ditentukan oleh


kemungkinan dan keparahan yang diakibatkannya. Adanya bahaya dan risiko
tersebut harus dikelola dan dihindarkan melalui manajemen K3 yang baik. Karena
itu, manajemen K3 memiliki kaitan yang sangat erat dengan manajemen risiko.

Gambar 2.8 Hubungan Bahaya dan Risiko


(Sumber: Ramli, 2010b)

Sesuai persyaratan OHSAS 18001, organisasi harus menetapkan prosedur


mengenai Identifikasi Bahaya (Hazards Identification), Penilaian Risiko (Risk
Assessment) dan menentukan Pengendaliannya (Risk Control) atau disingkat
HIRARC. Keseluruhan proses ini disebut juga manajemen risiko (risk
management).
HIRARC merupakan elemen pokok dalam sistem manajemen keselamatan
dan kesehatan kerja yang berkaitan langsung dengan upaya pencegahan dan
pengendalian bahaya. Di samping itu, HIRARC juga merupakan bagian dari
sistem manajemen risiko (Risk Management). Menurut OHSAS 18001, HIRARC
harus dilakukan di seluruh aktivitas organisasi yang mengandung potensi untuk

Analisis penyebab..., Dyah Hermiyanti, FKM UI, 2012

menentukan kegiatan organisasi yang mengandung potensi bahaya dan


menimbulkan dampak serius terhadap keselamatan dan kesehatan kerja.
Selanjutnya hasil HIRARC menjadi masukan untuk penyusunan objektif
dan target K3 yang akan dicapai, yang dituangkan dalam program kerja. Dari alur
di bawah terlihat bahwa HIRARC merupakan titik pangkal dari pengelolaan K3.
Jika HIRARC tidak dilakukan dengan baik maka penerapan K3 akan salah arah
(misguided), acak atau virtual karena tidak mampu menangani isu pokok yang ada
dalam organisasi.
Elemen-elemen lainnya seperti pelatihan, dokumentasi, komunikasi,
pengukuran, pengendalian rekaman dan lainnya adalah untuk menopang atau
mengacu kepada program pengendalian risiko. Jangan terjadi sebaliknya, di mana
organisasi hanya focus kepada elemen-elemen pendukung, lengkap dengan
prosedur dan dokumentasinya, namun mengabaikan proses HIRARC, sehingga
kecelakaan masih akan dapat terjadi.
2.5.2 Hubungan Manajemen Risiko dan Manajemen K3
Manajemen risiko merupakan elemen sentral dari Manajemen K3 yang
diibaratkan sebagai mata uang dengan dua sisi. Manajemen risiko memberikan
warna dan arah terhadap penerapan dan pengembangan sistem manajemen K3.
Jika tidak ada bahaya dan tidak ada risiko, maka upaya K3 tentu tidak diperlukan
dan sebaliknya manajemen K3 diperlukan sebagai antisipasi terhadap adanya
bahaya dan risiko. Oleh karena itu, sebelum mengembangkan program K3,
terlebih dahulu harus diketahui apa saja risiko dan potensi bahaya yang terdapat
dalam kegiatan operasi.
Selanjutnya dikembangkan program pengendalian risiko yang tepat
melalui pendekatan sebagai berikut:

Manusia (human approach).

Teknis (engineering), seperti sarana, mesin peralatan atau material dan


lingkungan kerja.

Analisis penyebab..., Dyah Hermiyanti, FKM UI, 2012

Sistem dan prosedur, yang berkaitan dengan pengoperasian, cara kerja aman
atau sistem manajemen K3.

Proses, misalnya proses secara kimia atau fisis.


Dari keempat aspek tersebut dikembangkan berbagai elemen implementasi

yang lebih rinci sesuai dengan kebutuhan organisasi. Untuk mengendaliakn unsur
manusia

misalnya,

dilakukan

upaya

pendidikan,

pelatihan,

kompetensi,

peningkatan kesadaran, cara kerja aman dan perilaku K3 (safety behavior).

Gambar 2.9 Hubungan Manajemen K3 dan Manajemen Risiko


(Sumber: Ramli, 2010b)

Berkaitan dengan sarana, dikembangkan sistem rekayasa, inspeksi,


kalibrasi dan kajian K3 agar semua sarana aman dan dapat dioperasikan dengan
optimal. Sedangkan untuk aspek proses, dikembangkan identifikasi bahaya dalam
operasi, pemeliharaan, manajemen perubahan, keamanan operasi, serta sistem
tanggap darurat. Dari sisi prosedur dikembangkan sistem dokumentasi,

Analisis penyebab..., Dyah Hermiyanti, FKM UI, 2012

pengelolaan data dan informasi, pengukuran K3, tinjau ulang manajemen dan
lainnya. Semua program tersebut merupakan elemen dasar untuk mengelola risiko
dan bahaya yang ada dalam organisasi. Dengan demikian bahwa manajemen
risiko K3 merupakan bagian tidak terpisahkan dari manajemen K3.
2.5.3 Proses Manajemen Risiko
Mengelola risiko harus dilakukan secara komprehensif melalui pendekatan
manajemen risiko sebagaimana terlihat dalam Risk Management Standard
AS/NZS 4360, yang meliputi:
1. Penentuan konteks
2. Identifikasi risiko
3. Analisa risiko
4. Evaluasi risiko
5. Pengendalian risiko
6. Komunikasi
7. Pemantauan dan tinjau ulang.
Langkah awal mengembangkan manajemen risiko adalah menentukan
konteks yang diperlukan karena manajemen risiko sangat luas dan bermacam
aplikasinya, salah satu diantaranya adalah manajemen risiko K3. Untuk
manajemen risiko K3 sendiri, juga diperlukan penentuan konteks yang akan
dikembangkan misalnya menyangkut risiko kesehatan kerja, kebakaran, higiene
industri, dan lainnya.

Analisis penyebab..., Dyah Hermiyanti, FKM UI, 2012

Gambar 2.10 Proses Manajemen Risiko


(Sumber: Ramli, 2010b)

Dari konteks tersebut masih dapat dikembangkan lebih lanjut misalnya


manajemen risiko untuk aktivitas rumah sakit, industri kimia, kilang minyak,
konstruksi, dan bidang lainnya. Penentuan konteks ini diselaraskan dengan visi
dan misi organisasi serta sasaran yang ingin dicapai. Lebih lanjut ditetapkan pula
kriteria risiko yang sesuai bagi organisasi.
2.6.

Investigasi Kecelakaan Kerja

2.6.1 Penyelidikan Insiden


Setiap insiden harus diselidiki untuk mencari tahu apa yang terjadi dan apa
yang dapat dilakukan untuk mencegah terulang kembali. Ketika melakukan
penyelidikan insiden, jangan berhenti bertanya mengapa sampai didapat akar
permasalahannya. Kemudian kembangkan sebuah pemecahan dan yakinkan
pekerja terlatih secara memadai.

Analisis penyebab..., Dyah Hermiyanti, FKM UI, 2012

OHSAS 18001 mensyaratkan diadakannya penyelidikan setiap insiden


yang terjadi dalam organisasi. Insiden adalah semua kejadian yang menimbulkan
atau dapat menimbulkan kerugian baik materi, kerusakan atau cedera pada
manusia. Insiden meliputi kecelakaan, kebakaran, penyakit akibat kerja,
kerusakan dan hampir celaka (near miss). Penyelidikan bertujuan untuk:
a. Mencari faktor utama penyebab kejadian untuk mencegah terulangnya
kejadian serupa.
b. Memberikan perlindungan kepada tenaga kerja yang mengalami kecelakaan.
Dengan melakukan penyelidikan dapat diketahui faktor penyebab utama, dan
tidak menjadikan pekerja sebagai kambing hitam penyebab kecelakaan.
c. Sebagai bahan laporan kecelakaan kepada institusi terkait termasuk
kepentingan asuransi kecelakaan.
d. Mengetahui kelemahan yang ada dalam sistem manajemen K3. Setiap
kecelakaan mengindikasikan adanya kelemahan dalam sistem manajemen K3
organisasi.
Penyelidikan insiden bukan untuk mencari siapa yang salah tetapi apa
yang tidak aman. Karena itu, penyelidikan tidak mudah sehingga harus dilakukan
oleh orang yang memiliki kompetensi antara lain:
a. Pengetahuan teknis yang cukup mengenai aktivitas dan operasi terkait dengan
kecelakaan.
b. Bersifat obyektif, tidak memihak dan dapat bekerja sama.
c. Kemampuan berkomunikasi tertulis dan lisan.
d. Pengetahuan mengenai K3 khususnya konsep kecelakaan.
e. Kemampuan menganalisa permasalahan secara sistematis.
Penyelidikan insiden paling tepat dilakukan oleh pengawas setempat atau
ahli keselamatan dan kesehatan kerja dengan pertimbangan antara lain:
a. Pengawas paling bertanggung jawab menjaga kelancaran dan keselamatan
operasi sehari-hari.

Analisis penyebab..., Dyah Hermiyanti, FKM UI, 2012

b. Pengawas paling mengetahui dan memahami kondisi operasi, sifat pekerjaan,


kondisi pekerja serta permasalahan yang ada yang mendukung terjadinya
kecelakaan.
c. Pengawas juga memiliki ikatan personal dan emosional yang erat dengan
pekerja yang mengalami kecelakaan sehingga paling merasakan dampak dari
suatu kecelakaan.
Penyelidikan insiden sebaiknya dilakukan secepat mungkin setelah
kejadian. Namun dalam pelaksanaannya sangat tergantung dari kondisi setempat,
sifat kecelakaan, skala kecelakaan dan kerugian yang ditimbulkannya. Untuk
kecelakaan ringan dan skala kerugian terbatas, mungkin dapat dilakukan dengan
segera oleh pengawas atau petugas setempat. Untuk kecelakaan besar yang
memiliki dampak luas, penyelidikan perlu dilakukan oleh tim khusus baik dari
dalam maupun luar organisasi seperti instansi pemerintah atau kepolisian.
Beberapa

pertimbangan

yang

perlu

mendapat

perhatian

dalam

pengembangan prosedur penyelidikan insiden antara lain:


1. Peryaratan Umum
Prosedur penyelidikan insiden sekurangnya memuat hal sebagai berikut:
a) Tanggung jawab dalam penyelidikan insiden, termasuk tindak lanjutnya.
b) Ketentuan mengenai pelaporan kejadian dan batasannya misalnya kejadian
hampir celaka, kecelakaan ringan, berat atau fatal.
c) Prosedur penyelidikan insiden, pelaporan dan tindak lanjutnya.
2. Tindakan Segera
Setiap kejadian, terutama yang menimbulkan cedera atau kerusakan besar
diperlakukan sebagai keadaan darurat yang harus ditangani dengan cepat.
Dalam prosedur harus dijelaskan bagaimana prosedur melaporkan kejadian
termasuk tindakan penanganan dan pengamanannya. Organisasi sekurangnya
menetapkan nomor telepon khusus untuk melaporkan setiap kejadian kepada
pihak berkepentingan misalnya ambulance, sekuriti, petugas K3 dan lainnya.
3. Rekaman Kejadian
Data dan informasi mengenai kejadian harus tercatat dan disimpan dengan
baik misalnya di klinik darurat, sekuriti atau kantor K3.

Analisis penyebab..., Dyah Hermiyanti, FKM UI, 2012

4. Penyelidikan
Prosedur juga mencakup proses penyelidikan kejadian, termasuk penentuan
penanggungjawab penyelidikan yang meliputi:

Siapa yang melakukan penyelidikan baik secara individu maupun dalam


bentuk tim penyelidikan kejadian.

Tujuan penyelidikan kejadian.

Proses dan teknik penyelidikan.

Laporan penyelidikan kejadian.

5. Tindakan Koreksi
Setelah kejadian harus segera diambil langkah koreksi untuk menghilangkan
faktor penyebab kejadian atau penyimpangan yang ditemukan dalam
penyelidikan awal. Langkah ini diperlukan agar kondisi operasi dapat pulih
kembali dan aman dari sumber bahaya. Tindakan koreksi dapat mencakup
manusia, mesin, alat kerja, lingkungan kerja atau proses yang berbahaya.
6. Tindakan Pencegahan
Tindakan pencegahan harus segera dilakukan agar kecelakaan tidak meluas
sehingga menimbulkan korban atau kerusakan yang lebih besar.
7. Tindak Lanjut
Prosedur juga memuat tindak lanjut upaya pencegahan, termasuk tanggung
jawab, batas waktu pelaksanaan dan pelaporannya. (Ramli,, 2010)
Beberapa elemen penting yang harus diperhatikan saat melakukan
investigasi kecelakaan:
1.

Peralatan

2.

Lingkungan
Cahaya, gelap, basah, dingin, di dalam atau luar, bayangan, atau berangin.

3.

Pekerja

Apakah ada prosedur tertulis untuk tugas yang sedang dilakukan dan bila
ada, apakah pekerja diberi pelatihan?

Apakah karyawan secara fisik mampu melaksanakan tugas tersebut?

Apakah pekerja mengenakan alat pelindung diri yang tepat?

Analisis penyebab..., Dyah Hermiyanti, FKM UI, 2012

Apakah pekerjaan terstruktur membuat pekerja tergoda untuk menyimpang


dari prosedur, seperti tidak ada cukup waktu untuk menyelesaikan tugas?

4.

Manajemen

Apakah manajemen terlatih dalam mengidentifikasi bahaya?

Apakah manajemen mengantisipasi bahaya dan risiko?

Apakah

manajemen

mengantisipasi

dan

memperbaiki

potensi

penyimpangan dari prosedur?

Apakah peran manajemen dalam identifikasi bahaya dan tindakan koreksi


didefinisikan dengan jelas dan ditetapkan? (KeepTruckingSafe.org)

2.6.2 Teknik Pengumpulan Bukti


Dalam Incident Management Investigation Methodology Guide (Hydro
Tasmania, 2010) disebutkan bahwa penting untuk mengumpulkan bukti dari tahap
awal karena kualitas bukti akan semakin berkurang seiring dengan bertambahnya
waktu. Selain itu individu yang bertanggung jawab untuk respon awal perlu
memperhatikan untuk mempertahankan bukti sebanyak mungkin. Berikut di
bawah ini adalah beberapa teknik pengumpulan bukti:
1. Sistem 4P
Dalam proses pengumpulan bukti mempertimbangkan sistem 4P, yang
mencakup:
a. Positions (posisi) orang, peralatan, bahan dan lingkungan
b. People (orang) termasuk pernyataan dari saksi dan orang yang terlibat
c. Parts (komponen) mempertimbangkan mesin, alat dan komponen
mekanis lainnya
d. Paper (kertas) mempertimbangkan kontrol administratif seperti
pelatihan, prosedur dan catatan
2. Foto
Jika kamera tersedia pada tahap awal insiden, asalkan aman untuk
melakukannya bukti fotografi harus dikumpulkan. Kejadian mana yang harus
dimodifikasi dalam rangka untuk mengamankan, foto bukti kejadian harus
diambil jika memungkinkan untuk melakukannya. Selama penyelidikan foto
kemudian dapat dilengkapi dengan keterangan secara tertulis atau bukti lain.

Analisis penyebab..., Dyah Hermiyanti, FKM UI, 2012

3. Penyelidik harus mewawancarai orang-orang yang hadir pada insiden tersebut,


mereka yang terlibat dengan respon awal dan mereka yang bertanggung jawab
untuk operasi, memelihara dan mengelola mesin, proses atau proyek. Hasil
wawancara harus membantu mengidentifikasi kejadian (menjelang, selama
dan segera setelah) insiden. Karena wawancara merupakan pernyataan verbal
berdasarkan pengalaman individu atas insiden tersebut maka harus diingat
bahwa penyataan tersebut belum tentu merupakan fakta yang benar sehingga
bukti untuk menguatkan harus dicari. Penguat bisa dalam bentuk bukti lainnya
seperti foto dan hasil sampel.
4. Penilaian ahli
Penilaian ahli dapat membantu dengan pemahaman insiden terutama di mana
penyelidik insiden kekurangan pengetahuan dari proses atau peralatan yang
terlibat dalam insiden tersebut. Penilaian ahli oleh pihak eksternal dapat
memberikan wawasan segar di mana karyawan mungkin terlalu erat terlibat
untuk mengambil sudut pandang obyektif.
5. Pengambilan sampel (sampling)
Pengambilan

sampel adalah

suatu

bentuk pengumpulan data

yang

dimaksudkan untuk memberikan informasi ilmiah yang obyektif sebagai


pembanding dari hasil wawancara yang merupakan pendapat pribadi.
Sampling mungkin tidak memberikan informasi kronologis misalnya pada
kejadian tanah terkontaminasi. Selain menjadi sampel mungkin tidak dapat
sepenuhnya menyangkal sesuatu sebagai proses sampling dapat melewatkan
bukti. Jenis sampling meliputi: pengambilan sampel tanah, udara atau air,
pengujian obat-oabatan dan alkohol, audit catatan, dll.
2.6.3 Teknik Menganalisis Bukti
Berdasarkan Hydro Tasmania (2010) dalam Investigation Methodology
Guide, tujuan menganalisis bukti-bukti adalah untuk mengidentifikasi peristiwaperistiwa yang mengarah pada insiden yang terjadi. Dengan mengidentifikasi
penyebab insiden tersebut, perusahaan dapat berupaya mencegah insiden serupa
terulang kembali. Dalam beberapa kejadian ada beberapa faktor atau penyebab
utama. Penyebabnya sering disebut sebagai akar penyebab, yaitu proses untuk

Analisis penyebab..., Dyah Hermiyanti, FKM UI, 2012

mengidentifikasi apa yang sebenarnya salah dan sering

membutuhkan

penyelidikan mendalam melalui lapisan gejala atau efek dalam rangka untuk
mengidentifikasi penyebab.
Ada beberapa teknik untuk menganalisis bukti, antara lain:
1. 5 Whys
Teknik ini dilakukan dengan berulang kali mengajukan pertanyaan yang
sama dari suatu masalah, memilah penyebab atau solusi ke dalam elemen yang
lebih jelas. Pada setiap tahap, ada beberapa jawaban dari pertanyaan Why, yang
menghasilkan struktur pohon hirarki. Keuntungan menggunakan teknik ini adalah:

Memungkinkan penyidik berbagi situasi.

Memungkinkan pemeriksaan ulang bagian-bagian dari analisis, sehingga dapat


diubah, dihapus atau ditambahkan setiap saat. Teknik ini mendukung cara
berpikir acak/ non-linear.

Memungkinkan untuk tidak mengikuti beberapa cabang pohon, menganalisis


lebih hanya pada area yang lebih mungkin.

Analisis penyebab..., Dyah Hermiyanti, FKM UI, 2012

Gambar 2.11 Teknik 5 Whys


(Sumber: Hydro Tasmania 2010)

2. Ishikawa or Fishbone Diagrams


Dikenal juga sebagai diagram tulang ikan, yang digunakan untuk menemukan
penyebab permasalahan. Diagram ini menunjukkan faktor-faktor yang
tersusun secara hirarkis (terlihat seperti pohon) yang mempengaruhi item yang
melekat padanya. Dengan diagram Ishikawa, dapat dipakai untuk annotation,
eksplorasi, dan perluasan diagram dengan jangkauan yang luas. Hal ini dapat
mengarahkan pengembangan pemahaman dan komunikasi dari diagram
tersebut. Penggunaan standar diagram ini biasanya ditujukan untuk
menunjukkan penyebab dari efek yang sudah diketahui.

Analisis penyebab..., Dyah Hermiyanti, FKM UI, 2012

Gambar 2.12 Ishikawa or Fishbone Diagram


(Sumber: Hydro Tasmania 2010)

3. Cause and Effect Analysis


Analisa penyebab dan dampak ini menggunakan diagram/ Gambar hirarki.
Setiap sebab seringkali disebabkan oleh lebih dari satu penyebab. Seringkali
penyebab dasar/ akarnya merupakan pelaku yang sebenarnya. Prinsipnya,
memperbaiki penyebab akarnya lebih baik daripada memperbaiki gejalagejalanya. Berikut di bawah ini adalah contoh ilustrasi dari Cause and Effect
Analysis:

Analisis penyebab..., Dyah Hermiyanti, FKM UI, 2012

Gambar 2.13 Cause Effect Diagram


(Sumber: Hydro Tasmania 2010)

4. Failure Mode Effects Analysis


Failure Mode Effects Analysis, atau FMEA merupakan metode yang mudah
untuk menemukan penyebab utama dari potensi kegagalan di berbagai produk
maupun sistem. FMEA dapat digunakan selama desain maupun analisa produk
atau proses untuk membantu mengidentifikasi risiko kegagalan yang
signifikan. Metoda ini merupakan alat yang dapat digunakan untuk menguji
kegagalan dalam sistem yang lengkap, sub-sistem maupun komponen
individual. Level dan kedalaman analisa bergantung pada apa yang diuji dan
yang paling penting adalah menemukan semuka kunci risiko.
Kegagalan suatu produk maupun proses dapat sering terjadi dengan cara yang
tak terduga, contohnya ketika kegagalan sistem listrik di mobil yang dapat
menyebabkan api dan kebakaran. Permasalahan tersebut dapat diidentifikasi
sebelum hal tersebut terjadi dengan menggunakan serangkaian pertanyaan
mudah. Pertama-tama, item yang bisa gagal dipilih, kemudian untuk
mengetahui dengan cara apa item tersebut bisa gagal (failure modes) dapat
diidentifikasi dengan cara bertanya bagaimana ini bisa gagal?. Pada

Analisis penyebab..., Dyah Hermiyanti, FKM UI, 2012

akhirnya, penyebab sebenarnya dari potensi kegagalan tersebut diidentifikasi


dengan bertanya Apa yang dapat terjadi dari kegagalan ini? Akan tetapi,
untuk menentukan dampak kegagalan yang paling penting adalah tidak
mudah.

Gambar 2.14 Failure Mode and Effects Diagram


(Sumber: Hydro Tasmania 2010)

5. Systematic Cause Analysis Technique (SCAT)


Teknik SCAT merupakan suatu cara menganalisa yang didasarkan pada lima
langkah penyebab kesalahan yang dapat mengarahkan penyelidik pada
kesimpulan melalui set pertanyaan. Pertanyaan Ya/Tidak ini didesain agar
penyelidik dapat diarahkan ke pertanyaan berikutnya.

Gambar 2.15 SCAT Analysis


(Sumber: Hydro Tasmania 2010)

Analisis penyebab..., Dyah Hermiyanti, FKM UI, 2012

a. Langkah Pertama
Dalam tahap ini, penyidik perlu mengumpulkan bukti yang terdiri dari
lima kategori, yaitu bukti saksi, posisi/ lokasi, dokumen, parts evidence
dan reka ulang kecelakaan. Setelah bukti-bukti telah terkumpul, langkah
ini membutuhkan penyelidik untuk mengevaluasi potensi kerugian jika
kecelakaan tidak dapat dikendalikan. Ini adalah salah satu model
investigasi kecelakaan yang mencoba memperkenalkan prinsip-prinsip
penilaian risiko ke penyelidikan. Akan tetapi bagaimanapun potensi
kerugian atau tingkat keparahan kecelakaan yang digunakan di sini,
hanyalah salah satu faktor yang dipertimbangkan dalam asesmen risiko
tertentu.
b. Langkah 2
Langkah kedua dari penyelidikan ini, memerlukan penyidik untuk
mengidentifikasi perangkat dari daftar, seperti peralatan, mesin, listrik atau
bahan peledak.
c. Langkah 3
Pada langkah ketiga penyidik diperlukan untuk mengidentifikasi apa yang
disebut penyebab langsung dari dua daftar, satu untuk tindakan substandar dan yang lainnya untuk kondisi sub-standar. Daftar ini berisi
masing-masing

21

dan 16

pilihan

dan

termasuk

item

seperti

"mengoperasikan peralatan tanpa izin" dan "penggunaan tidak aman /


perlengkapan sub standar", "sistem peringatan tidak memadai" dan "substandar materi" di bawah kondisi.
d. Langkah 4
Langkah keempat mengharuskan penyidik untuk mengidentifikasi apa
yang disebut penyebab atau dasar kecelakaan. Pada langkah ini, sistem
membagi penyebab / dasar menjadi tiga kategori yaitu faktor pribadi,
faktor pekerjaan dan faktor alam. Penyidik diperlukan untuk menjawab
daftar 201 pertanyaan dalam tiga belas kategori.
e. Langkah 5
Dalam langkah ini, penyidik perlu mengidentifikasi tindakan kontrol yang
diperlukan. Pertanyaan-pertanyaan panduan mengajak penyidik kembali

Analisis penyebab..., Dyah Hermiyanti, FKM UI, 2012

ke unsur-unsur sistem manajemen keselamatan dan menuntu penyidik


untuk membuat rekomendasi.

Analisis penyebab..., Dyah Hermiyanti, FKM UI, 2012

BAB 3
KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI ISTILAH

3.1

Kerangka Teori
Adanya prinsip bahwa dalam setiap kecelakaan pasti ada penyebabnya dan

setiap kecelakaan dapat dicegah, membuat penting bagi kita untuk mempelajari
faktor-faktor

yang

mungkin

mendukung

terjadinya kecelakaan.

Dengan

mempelajari faktor-faktor tersebut, akar penyebab kecelakaan dapat diisolasi dan


langkah-langkah yang diperlukan dapat diambil untuk mencegah terulangnya
kecelakaan. Analisis akar penyebab kecelakaan melibatkan pemeriksaan urutan
kejadian dan pengambilan keputusan yang mengarah ke kecelakaan dan
pengidentifikasian tindakan yang tak langsung yang memicu rangkaian kejadian
tersebut.
Akar penyebab kecelakaan dapat dikelompokkan sebagai penyebab
langsung dan penyebab pendukung. Penyebab langsung adalah tindakan tidak
aman pekerja dan kondisi tidak aman. Penyebab pendukung dapat berupa faktorfaktor terkait manajemen K3, lingkungan, serta kondisi fisik dan mental pekerja.
Kombinasi penyebab harus bertemu dalam rangka untuk menghasilkan
kecelakaan (Raouf 1998).
Kerangka teori yang digunakan dalam penelitian ini ditunjukkan oleh
Gambar berikut ini:

Analisis penyebab..., Dyah Hermiyanti, FKM UI, 2012

Penyebab Pendukung
Sistem Manajemen
K3
Faktor manusia
(kondisi fisik dan
mental)
Lingkungan

` Penyebab

Langsung

Tindakan
tidak aman
Kondisi tidak
aman

Accident/
Incident

Investigasi Kecelakaan

Gambar 3.1 Kerangka Teori

3.2

Kerangka Konsep
Setelah semua sumber informasi dan bukti telah dikumpulkan, penting

untuk menganalisanya dengan metode yang sesuai untuk membangun runtutan


kejadian dan kondisi yang dapat mengarah pada kecelakaan. Hal yang paling
efektif dilakukan adalah dengan membangun garis waktu/timeline kejadian dan
kondisi sebelum, saat dan sesudah kejadian. Cara yang mudah dan efisien untuk
membangun urutan ini adalah dengan menggunakan catatan post it untuk
merangkum setiap kejadian dan kondisi (e (event) = kejadian, c (condition) =
kondisi). Catatan ini kemudian dapat dipindahkan di sekitar dan diatur ke dalam
suatu timeline akhir. Ketika mengorganisir urutan ini, informasi yang
dikonfirmasi oleh dua atau lebih sumber bukti bisa dianggap fakta. Di sisi lain,
jika sepotong bukti tersebut tidak dikuatkan oleh setidaknya dua sumber, tidak
harus diperlakukan sebagai fakta sampai ada informasi lebih lanjut yang
dikumpulkan. Setelah semua bukti konsisten, dapat dianggap sebagai faktual.
Menggunakan bukti yang belum dikonfirmasi dapat menyebabkan identifikasi
faktor kritis dan penyebab kecelakaan yang salah.

Analisis penyebab..., Dyah Hermiyanti, FKM UI, 2012

1. Menentukan faktor kritis


Setelah urutan kejadian ditetapkan, analisis dari setiap peristiwa dan kondisi
dapat dimulai untuk menentukan faktor kritis yang menyebabkan kecelakaan
tersebut. Faktor kritis adalah faktor yang berkontribusi terhadap kecelakaan
yang terjadi dan tanpa faktor kritis kecelakaan tidak akan terjadi atau hasil dari
kecelakaan tersebut tidak akan parah. Biasanya ada 3-5 faktor kritis untuk
setiap kejadian. Untuk menentukan apakah suatu peristiwa atau kondisi adalah
faktor kritis, pertanyaan yang perlu ditanyakan Jika kejadian itu tidak terjadi
atau jika kondisi ini tidak ada, akankah insiden tersebut masih terjadi? Jika
jawaban untuk pertanyaan itu adalah Ya, yaitu insiden tersebut masih akan
terjadi, maka itu bukan faktor kritis. Alas an untuk mengidentifikasi faktorfaktor ini adalah untuk memastikan bahwa penyebab yang diidentifikasi masih
dapat diperbaiki atau dikendalikan. Suatu faktor hanya dapat dianggap sebagai
faktor kritis apabila masih bisa dikontrol atau dipengaruhi. Ada peristiwa atau
kondisi yang tidak bisa dikendalikan (misalnya bencana alam); ini tidak harus
dipertimbangkan dalam analisis akar penyebab.
2. Menentukan Penyebab
Untuk menentukan penyebab langsung dan akar penyebab yang menyebabkan
insiden itu, analisis akar penyebab dari masing-masing faktor kritis harus
dilakukan. 5 Whys adalah teknik pemecahan yang sederhana yang membantu
untuk cepat menentukan akar penyebab masalah. Strategi ini melibatkan
melihat masalah apapun dan bertanya Mengapa dan Apa yang
menyebabkan masalah ini? Sering jawaban dari pertanyaan Mengapa?
yang pertama meminta pertanyaan Mengapa? lain dan seterusnya, sehingga
strategi ini dinamakan 5 Whys. Ketika mencari pemecahan masalah, mulai dari
hasil akhir dan bekerja mundur (ke arah akar penyebab) dan terus bertanya
Mengapa?. Hal ini dilakukan berulang-ulang sampai akar penyebab dari
kondisi atau peristiwa menjadi jelas. Bila menggunakan teknik ini, tidak perlu
sampai tepat lima kali menanyakan Mengapa? , tetapi hanya sebanyak yang
diperlukan untuk sampai pada akar penyebab kondisi atau peristiwa.
Mengadopsi teknik ini dapat menyebabkan penggunaan diagram tulang ikan

Analisis penyebab..., Dyah Hermiyanti, FKM UI, 2012

(fishbone diagram) dalam kasus di mana sebuah pertanyaan memiliki lebih


dari satu jawaban.
Digabungkan

dengan

Whys,

metoda

SCAT

dapat

membantu

menghubungkan insiden dengan penyebab langsung, akar penyebab dan


kontrol tidak memadai yang menyebabkan masalah. Dengan menggunakan
teknik 5 Whys dan SCAT secara bersama-sama, penyebab langsung dan akar
penyebab dapat dengan jelas dan mudah ditentukan (Tullow Oil 2009).

Hasil Investigasi Kecelakaan

Membuat timeline kejadian dan


kondisi sebelum, saat dan sesudah
kejadian

Menentukan faktor kritis

Analisis akar penyebab dari


masing-masing faktor kritis
menggunakan metode 5 Whys dan
SCAT

Menentukan penyebab langsung


dan penyebab pendukung

Gambar 3.2 Kerangka Konsep

Analisis penyebab..., Dyah Hermiyanti, FKM UI, 2012

3.3

Definisi Istilah

Penyebab pendukung

Tindakan atau kegiatan yang menyebabkan kontak dengan


penyebab langsung.

Sistem Manajemen K3

Bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan yang


memudahkan pengelolaan dari risiko-risiko K3 yang terkait
dengan kegiatan perusahaan. Hal ini mencakup struktur
organisasi, rencana kegiatan, tanggung jawab, turunan,
prosedur, proses dan sumber daya untuk pengembangan,
penerapan, pencapaian dan peninjauan.

Faktor manusia

Kondisi fisik dan mental seseorang yang mempengaruhi


pekerja untuk melakukan tindakan tidak aman.

Lingkungan

Kondisi tempat kerja yang mempengaruhi terjadinya kondisi


tidak aman.

Penyebab langsung

Bagian atau komponen yang secara aktual menyebabkan


cedera atau kerusakan

Tindakan tidak aman

Setiap karakteristik pribadi atau kondisi yang dapat


menyebabkan atau mempengaruhi seorang pekerja untuk
bertindak tidak aman.

Kondisi tidak aman

Kondisi di lingkungan kerja, baik alat, material atau


lingkungan yang tidak aman dan membahayakan.

Accident

Sebuah kejadian tak terduga yang berhubungan dengan


pekerjaan yang menimbulkan atau dapat menimbulkan
cedera, penyakit kerja (tanpa memandang keparahannya),
luka, kematian, kerusakan atau kehilangan.

Incident

Peristiwa yang menyebabkan kecelakaan atau yang dapat


mengarah pada kecelakaan.

Analisis penyebab..., Dyah Hermiyanti, FKM UI, 2012

BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN

4.1

Desain Penelitian
Dalam melakukan analisa penyebab kecelakaan fatal ini, peneliti

menggunakan pendekatan kualitatif, dimana penelitian bertolak dari data-data dan


fakta lapangan yang ada dari laporan investigasi PT. X, kemudian memanfaatkan
teori yang sudah ada sebagai bahan penjelas dalam mengolah dan menganalisa
data dan fakta lapangan tersebut.
Penelitian kualitatif merupakan riset yang bersifat deskriptif dan
cenderung menggunakan analisis dengan pendekatan induktif. Yang dimaksud
dengan penelitian deskriptif adalah penelitian yang berusaha mendeskripsikan
suatu gejala, peristiwa, kejadian yang terjadi. Dalam konteks ini, pendekatan
kualitatif membantu peneliti untuk memaparkan dan memberikan gambaran yang
jelas tentang peristiwa kecelakaan fatal jatuh dari kapal pada transportasi air
dalam kegiatan survei seismik.
4.2

Waktu Penelitian
Penelitian berlangsung dari bulan November sampai Desember 2011.

4.3

Metode Pengumpulan Data


Data yang dianalisis dalam penelitian ini merupakan data sekunder berupa

dokumen laporan hasil investigasi kecelakaan dan foto kejadian mengenai


kecelakaan kerja fatal pada kegiatan survei seismik PT. X di Simenggaris,
Kalimantan Timur.
4.4

Metode Analisis Data


Metode yang digunakan untuk menganalisis penyebab kecelakaan adalah 5

Whys dan SCAT. Alasan pemilihan 5 Whys dibandingkan teknik lainnya, peneliti dapat
memproses fakta lapangan dengan berulang kali mengajukan pertanyaan yang sama

Analisis penyebab..., Dyah Hermiyanti, FKM UI, 2012

dari masalah yang menjadi faktor krusial, kemudian memilah penyebab atau
solusi ke dalam elemen yang lebih jelas. Pada setiap tahap tersebut, ada beberapa
jawaban dari pertanyaan Why, yang menghasilkan struktur pohon hirarki.
Untuk memperkuat hasil analisa 5 Whys tersebut, peneliti menganalisa
kembali dengan menggunakan metode SCAT. SCAT memberikan serangkaian
pertanyaan yang dapat memandu peneliti menemukan penyebab-penyebab
kecelakaan berdasarkan kategori yang telah dibuat oleh metode SCAT yang
memiliki pertanyaan yang lengkap untuk menemukan penyebab kecelakaan.

Analisis penyebab..., Dyah Hermiyanti, FKM UI, 2012

BAB 5
HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1

Kronologi Peristiwa
Pada tanggal 24 Desember 2010, pukul 16.14 WITA, satu unit Kru Rintis

#2 telah selesai melakukan pekerjaan topografi dan rintis di line 26 tr. 1142 Desa
Manjelutung, Kecamatan Sesayap Hilir, Kabupaten Tana Tidung. Dalam satu unit
pekerja, terdapat 8 kru. Saat itu, 2 kru pulang ke field camp melalui jalan akses
sedangkan 6 kru pulang menggunakan kapal. Enam kru tersebut

berjalan

beriringan menuju kapal, saat itu korban berjalan berada pada urutan ke-4.
Karena saat itu air dalam posisi surut, kapal merapat agak jauh dari pinggir
sungai ( 4 5 meter dari bridging). Kondisi bridging di ujung lintasan tidak ada
jetty, sehingga kru harus melalui bibir sungai dengan tanah berlumpur yang
memiliki kedalaman 20 cm agar bisa naik ke kapal.
Saat itu, nahkoda kapal/motoris bekerja seorang diri tanpa asisten. Mandor
(Syt) mengingatkan seluruh kru yang akan naik ke kapal agar berhati-hati karena
kondisi tanah berlumpur dan licin dan harus memakai baju pelampung . Namun
ternyata semua pelampung berada di atas kapal. Korban tanpa menghiraukan
peringatan Mandor langsung naik ke kapal, lalu melepaskan peralatan perintis
(parang dan safety helmet) untuk mengambil baju pelampung nya yang diletakkan
di atap kapal melalui sisi kiri kapal dengan posisi tubuh tegak berdiri menyerong
menghadap badan kapal. Kemudian, ia tiba-tiba terpeleset jatuh ke sungai
sebelum berhasil mengambil pelampung tersebut.
Mandor segera melompat ke air dengan mengenakan life jacket untuk
menolong korban tapi gagal, lalu mandor naik lagi ke perahu. 5-10 detik setelah
korban jatuh tenggelam, korban muncul kembali di sisi lambung kanan kapal
dengan kedua telapak tangan dan sebagian rambut muncul di permukaan air, akan
tetapi tidak tampak korban berusaha berontak/panik.
Motoris lalu melompat (dengan mengenakan life jacket) ke sungai diikuti
mandor untuk mencoba menolong korban. Satu personil kru melempar life ring ke

Analisis penyebab..., Dyah Hermiyanti, FKM UI, 2012

arah korban tetapi korban tidak bereaksi dan tenggelam kembali

dan tidak

muncul lagi.
Setelah kejadian, mandor segera melapor ke koordinator lapangan, lalu
korlap melapor ke base camp pukul 16.30 WITA. Bantuan pencari dari kru datang
dari Sesayap, Tanjung Kramat & Tarakan untuk mencari korban. PT. X
menghubungi SAR dan Polisi yang kemudian datang membantu. Pencarian
dilakukan sampai dengan pukul 24.00 WITA. Kemudian, tanggal 25 Desember
2010 pencarian dilanjutkan dengan memperluas radius pencarian hingga 5 km,
tetapi korban belum juga ditemukan. Akhirnya, pada tanggal 26 Desember 2010,
pukul 09.02 WITA, kru rintis berhasil menemukan korban 480 meter dari lokasi
korban terjatuh dalam kondisi sudah meninggal. Kondisi jenazah tampak bengkak
dan ada perdarahan di wajah (keterangan dokter visum: hal ini akibat proses
pembusukan).
Tabel 5.1. Gambaran Peristiwa
Tanggal kejadian

24 Desember 2010, pukul 16.14 WITA

Lokasi kejadian

Line 26, Desa Manjelutung, Kecamatan Sesayap Hilir, Kabupaten


Tana Tidung, Propinsi Kalimantan Timur

Peralatan yang

digunakan
Cuaca saat kejadian

Cerah

Kondisi lingkungan

Air sungai dalam keadaan surut ( 1,5 meter dari kondisi pasang)
Kedalaman air pada posisi kapal 5 meter

Data korban

Nama: AP
Umur: 21 tahun
Jabatan: Kru Rintis #2 line 26, karyawan PT. SMK
Pengalaman: tidak diketahui

Data peralatan

Saksi

Syt (24 tahun) Mandor


Sgt (25 tahun) Kru Rintis
Nt (27 tahun) Kru Rintis
Mdn (28 tahun) Kru Rintis
Ktr (22 tahun) Kru Rintis

Analisis penyebab..., Dyah Hermiyanti, FKM UI, 2012

Jn (30 tahun) Kru Rintis


Spr (23 tahun) Kru Rintis
Bj (27 tahun) Motoris
Akibat kejadian

Korban: Meninggal (ditemukan tanggal 26 Desember 2010, 09.00


WITA
Peralatan: tidak ada
Terhadap K3S: tidak ada
Media peliput: tidak ada
Pihak ketiga yang terlibat: Tim SAR Tarakan, Polres Bulungan

(Sumber: diolah dari PT. X 2011)

5.1.1 Kondisi Lokasi Peristiwa


Lokasi survei seismik 2D blok Simenggaris berada di Propinsi Kalimantan
Timur yang dapat ditempuh dengan perjalanan air dari kota Tarakan
menggunakan boat/kapal selama 2 jam. Dalam melakukan pekerjaan survei
seismik 2D tersebut, diperlukan transportasi air untuk mencapai lokasi rintis
bridging, dengan melewati Sungai Manjelutung.
Adapun morfologi Sungai Manjelutung adalah sebagai berikut (Sumber:
Laporan Investigasi PT. X):

Lebar sungai saat pasang = 800 meter


Lebar sungai saat surut = 750 meter

Dalam sungai saat pasang = maksimal 13,2 meter


Dalam sungai saat surut = maksimal 6,87 meter

Kuat arus = 0,002 - 0,807 m/s

Data Pasang Surut Saat Kejadian


(Tanggal 24 Desember 2010, pukul 16.00 17.00 WITA)

PT. X = 1,0 1,95 meter (Lokasi: Sesayap)

BMG = 1,8 2,5 meter (Lokasi: Tarakan)

Analisis penyebab..., Dyah Hermiyanti, FKM UI, 2012

Gambar 5.1 Kondisi Sungai

Titik jatuh

(Sumber: PT. X 2011)

Kondisi lokasi sebelum kejadian, menunjukkan bahwa air sungai sedang


dari tahapan surut ke pasang, di mana ketinggian air pasang surut 1 meter ke 1,35
meter (bathymetri EN), 1,8 m ke 2,5 m (BMG), dengan kecepatan arus 0,002
0,807 m/detik. Pada umumnya keadaan ini terjadi turbulensi pada dinding sisi
sungai. Data bathymetri di lokasi kejadian menunjukkan profil sungai yang curam
dari tepi ke tengah dasar sungai.
5.2.

Analisis Penyebab Kecelakaan

5.2.1 Analisis dengan Metode 5 Whys


Sebelum melakukan analisa penyebab kecelakaan dengan metode 5 Whys,
peneliti membuat timeline kejadian dari kasus kecelakaan fatal jatuh dari kapal
pada transportasi air dalam kegiatan survei seismik PT. X.

Analisis penyebab..., Dyah Hermiyanti, FKM UI, 2012

Gambar 5.2 Timeline Kejadian


(Sumber: diolah dari PT. X 2011)
Kemudian, berdasarkan timeline kejadian, dilakukan analisis peristiwa dan
kondisi untuk menentukan faktor-faktor kritis dari peristiwa kecelakaan ini.
a. Peristiwa (e):
1. Apabila korban tidak berjalan melalui daerah yang berlumpur, apakah
kejadian kecelakaan (terpeleset) masih bisa terjadi? Tidak (faktor kritis)
2. Apabila korban tidak naik ke sisi kapal untuk mengambil life jacket,
apakah kejadian kecelakaan (jatuh dari kapal) masih bisa terjadi? Tidak
(faktor kritis)
3. Apabila korban tidak terpeleset, apakah kejadian kecelakaan (jatuh dari
kapal) masih bisa terjadi? Tidak (faktor kritis)
b. Kondisi (c):
1. Apabila bridging memadai, apakah korban masih bisa berjalan melalui
daerah yang berlumpur? Tidak (faktor kritis)

Analisis penyebab..., Dyah Hermiyanti, FKM UI, 2012

2. Apabila kapal bisa merapat ke tepi sungai, apakah korban perlu melalui
daerah yang berlumpur? Tidak (faktor kritis)
3. Apabila life jacket tidak berada di atap kapal, apakah perlu korban naik ke
tepi kapal? Tidak (faktor kritis)
4. Apabila korban mengenakan life jacket, apakah masih bisa tenggelam?
Tidak (faktor kritis)
5. Apabila sepatu korban tidak berlumpur (bersih), apakah korban masih bisa
terpeleset? Tidak (faktor kritis)
6. Apabila sungai tidak dalam dan tidak berarus deras, apakah korban masih
bisa tenggelam? Ya (bukan faktor kritis)
Jadi Critical Factor pada kejadian ini adalah:

Naik ke tepi kapal karena hendak mengambil pelampung yang ada di atap
kapal

Naik ke kapal melalui jalan berlumpur karena bridging tidak memadai

Naik ke kapal tanpa menggunakan life jacket

Dari Critical Factor di atas kemudian dilakukan analisis untuk menentukan akar
penyebabnya. Analisis dilakukan dengan menggunakan metode 5 Whys. Adapun
pertanyaan-pertanyaan yang muncul berdasarkan metode 5 Whys:
1. T (Tanya): mengapa korban naik ke tepi kapal?
J (jawab): mengambil pelampung yang diletakkan di atap kapal?
T: mengapa pelampung diletakkan di atap kapal?
J: sedang dijemur
T: Apakah letak pelampung di atas atap kapal karena kesalahan housekeeping
dalam penyimpanan life jacket?
J: Ya
T: adakah prosedur penyimpanan peralatan keselamatan di kapal?

Analisis penyebab..., Dyah Hermiyanti, FKM UI, 2012

J: tidak
T: Siapakah yang bertanggungjawab dalam penyimpanan peralatan dan
pengawasan di atas kapal?
J: Motoris (nahkoda kapal)
2. T: mengapa korban jatuh dari kapal?
J: karena terpeleset.
T: mengapa bisa terpeleset?
J: karena sepatunya berlumpur.
T: mengapa sepatunya berlumpur?
J: karena melalui jalan berlumpur.
T: mengapa melalui jalan berlumpur?
J: karena bridging yang tidak memadai (tidak mengantisipasi kondisi sungai
yang surut)
T: adakah prosedur pembuatan bridging?
J: tidak
3. T: mengapa korban naik ke kapal tanpa menggunakan life jacket?
J: life jacket masih berada di atap kapal, karena itu korban berusaha
mengambilnya
T: adakah prosedur dalam mengenakan life jacket?
J: ada (prosedur transfer kru dari dan ke kapal).
T: mengapa korban dapat naik ke kapal tanpa menggunakan life jacket terlebih
dahulu dan mengikuti prosedur?
J: karena kurangnya pemahaman tentang prosedur oleh korban dan kurangnya
pengawasan dari penanggungjawab.

Analisis penyebab..., Dyah Hermiyanti, FKM UI, 2012

5.2.2 Analisis dengan Metode SCAT


Setelah melakukan analisis dengan 5 Whys, kemudian analisis dilanjutkan
dengan menggunakan metode SCAT.
Analisa SCAT
a. Type of event (jenis kecelakaan):
3. Fall from elevation to lower level
Korban terjatuh dari kapal ke sungai.
b. Immediate causes (Penyebab Langsung):
Substandard Acts
2. Failure to Warn
Mandor gagal dalam mengingatkan korban untuk menggunakan baju
pelampung sebelum naik ke kapal.
3. Failure to secure
Korban tidak terlindungi dari risiko tenggelam saat naik kapal
7. Failing to use PPE properly
Korban tidak menggunakan pelampung saat naik ke kapal
9. Improper placement
Baju pelampung diletakkan di atap kapal, sehingga sulit untuk
mengaksesnya.
11. Improper position for task
Korban mengambil pelampung yang berada di atas perahu, dari sisi tepi
kapal yang hanya memiliki pijakan yang sempit dan tidak terlindungi.
Substandard Conditions
20. Inadequate warning system
Tidak adanya rambu peringatan di dermaga.
22. Poor Housekeeping
Baju pelampung diletakkan di atap kapal sehingga sulit untuk diakses.
28. Hazardous Environmental Condition
Kondisi sungai yang surut membuat kapal tidak bisa bersandar.

Analisis penyebab..., Dyah Hermiyanti, FKM UI, 2012

Tidak adanya bridging membuat pekerja harus melalui tanah yang


berlumpur.
Sungai dalam dan berarus deras membuat korban tenggelam dengan cepat.
c. Basic Causes (Penyebab Dasar)
Personal Factor
1.2 Restricted range of body movement
Daerah pijakan yang sempit (15 cm) membuat korban kurang leluasa
untuk menggerakkan badan.
2.6 Poor Judgment
Tidak diperhitungkan risiko yang dihadapi bila tidak menggunakan life
jacket.
2.7 Poor coordination
Sebelum pekerja naik ke kapal tidak ada koordinasi dengan motoris kapal.
3.2 Fatique due task load or duration
Diduga korban sudah lelah karena pekerjaan rintis memerlukan aktivitas
otot yang banyak.
5.1 Lack of Experience
Korban baru pertama kali bekerja di operasi seismik.
5.2 Inadequate Orientation
Korban diduga belum cukup memahami operasi seismik, khususnya pada
saat bekerja di perairan, walaupun berdasarkan saksi, korban dianggap
cepat belajar dan menyesuaikan dengan pekerjaannya.
6.2 Inadequate Practice
Prosedur emergency Man Over Board sudah diberikan secara teori
namun secara praktek (drill) belum dilaksanakan,

yang diduga

berkontribusi pada mandor dan motoris yang melakukan pertolongan


dengan menceburkan diri ke air (berpotensi tenggelam juga).
6.4 Lack of Coaching
Kurangnya pengawasan secara khusus dari mandor/korlap terkait dengan
korban yang masih baru bekerja di seismik.

Analisis penyebab..., Dyah Hermiyanti, FKM UI, 2012

Job Factor
8.7

Inadequate instruction, orientation and or train


Pelatihan yang diberikan hanya berupa sosialisasi JSA dan prosedur
sedangkan drill/praktek belum dilaksanakan.

8.10 Lack of Supervisory/Management Job Knowledge


Mandor kurang tegas dalam menegakkan kesadaran HSE pada krunya.
Mandor kurang memahami tugas dan tanggung jawabnya sebagai
mandor dalam hal HSE.

5.3

Pembahasan Hasil Analisis Penyebab Kecelakaan


Berdasarkan hasil analisa dengan metoda 5 Whys dan SCAT didapat

bahwa penyebab kecelakaan kerja fatal jatuh dari kapal pada penggunaan
transportasi air saat kegiatan survei seismik 2D yang dilakukan oleh mitra kerja
adalah:
1. Penyebab langsung
a. Tindakan tidak aman
Menurut Newton (2011) ada beberapa hal yang dapat menyebabkan
kecelakaan, yaitu kelelahan, terlalu keras bekerja, ceroboh dan teknik yang
tidak benar. Ketika lelah, pekerja menjadi tidak waspada dan tidak sadar,
sehingga tidak lagi memperhatikan keselamatan. Terlalu keras bekerja
juga dapat menyebabkan kelelahan. Tindakan tidak aman dari seorang
manusia tersebut timbul karena 3 faktor yaitu karena tidak tahu, tidak
mampu dan tidak mau.
1) Seseorang melakukan tindakan tidak aman karena tidak tahu. Yang
bersangkutan tidak mengetahui tentang risiko, peraturan atau cara kerja
yang aman sehingga melakukan kesalahan dalam menjalankan
aktivitasnya yang berakhir dengan kecelakaan.
2) Faktor kedua adalah karena tidak mampu yang berkaitan dengan
kapasitas atau kompetensi dalam menjalankan pekerjaan. Yang
bersangkutan telah mengetahui bagaimana melakukan pekerjaan

Analisis penyebab..., Dyah Hermiyanti, FKM UI, 2012

dengan baik dan benar, namun kemampuan, yang berkaitan dengan


fisik, teknis, dan non teknis tidak mendukung.
3) Faktor ketiga adalah karena tidak mau. Yang bersangkutan telah
mengakui dan mampu melakukan pekerjaan dengan baik dan benar.
Namun yang bersangkutan tidak mau melakukannya sesuai prosedur
sehingga terjadi kecelakaan. Faktor ini berkaitan dengan perilaku dan
kepedulian tentang K3.
Ketiga faktor tersebut yang menyangkut pengetahuan (knowledge),
kompetensi (skill), dan perilaku (attitude) merupakan persyaratan utama
untuk bekerja dengan aman dan selamat. Karena itu, OHSAS 18001
menempatkan elemen ini sebagai salah satu persyaratan keberhasilan
penerapan K3 dalam organisasi (Ramli, 2010b).
Menurut prosedur transfer penumpang dari jetty ke kapal dan sebaliknya,
sebelum menaiki kapal dan memasuki daerah jetty/bridging, penumpang
harus menggunakan baju pelampung secara baik dan benar. Akan tetapi,
seluruh kru belum memakai baju pelampung karena baju pelampung ada
di atas kapal. Karena korban hendak mengambil baju pelampungnya yang
ada di atas atap kapal, maka ia menaiki sisi kapal tanpa memikirkan risiko
yang muncul akibat dari tindakannya tersebut.
b. Kondisi tidak aman
Dalam transportasi air, terutama proses berjalan menuju jetty, berdiri di
jetty dan masuk ke dalam kapal, terdapat beberapa risiko yang dihadapi,
yaitu terpeleset dan tenggelam di sungai. Kondisi sungai yang sedang
surut membuat kapal tidak bisa merapat ke tepi sungai. Karena bridging
tidak bisa mencapai kapal, maka pekerja harus melalui jalan berlumpur.
Karena sepatu korban berlumpur dan tidak dibersihkan sebelum memasuki
kapal, korban diduga terpeleset saat menaiki sisi kapal yang sempit.

Analisis penyebab..., Dyah Hermiyanti, FKM UI, 2012

2. Penyebab pendukung
a. Sistem Manajemen Keselamatan
HSE Korporat merupakan bagian dari Sistem Manajemen HSE PT. X
yang merupakan tujuan dan sasaran perusahaan dalam program tahunan.
Untuk tahun 2010 perusahaan menetapkan sasaran perusahaan yang harus
dicapai oleh seluruh kru sebagai berikut:

Tanpa cedera dengan cacat tetap.

Mengurangi tingkat LTI (Lost Time Injury) tahunan menjadi nol.

Melatih semua Korporat dan pengelolaan kru lini bawah di dalam


Manajemen HSE.

Menanamkan pengertian di dalam Korporat dan Manajemen Kru Lini


Bawah, bahwa HSE adalah tanggung jawab Manajemen Lini.

Untuk mencapai tujuan-tujuan ini, PT. X telah membangun sasaran untuk


tahun 2010 sebagai berikut:

Menyiapkan pelatihan Manajemen HSE untuk semua Pengawas.

Menyediakan

pelatihan

Manajemen

Lingkungan

untuk

semua

karyawan senior guna menghindari praktek kerja yang menimbulkan


dampak negatif pada lingkungan.

Menyediakan pelatihan untuk semua karyawan guna memungkinkan


melengkapi pekerjaan mereka dengan cara yang aman dan efektif.

Pastikan bahwa semua karyawan melaporkan dengan segera, tindakan


dan keadaan tidak aman.

Membangun kesempurnaan sistem pelaporan HSE yang standar untuk


menentukan semua laporan HSE dilengkapi dengan cara yang benar
dan tepat waktu.

Menimbulkan budaya perbaikan yang berkesinambungan di dalam


standar HSE.

Memastikan bahwa kinerja HSE adalah bagian dari penilaian tahunan


semua karyawan.

Analisis penyebab..., Dyah Hermiyanti, FKM UI, 2012

PT. X mengintegrasikan operasi terhadap semua subkontraktor ke dalam


HSE Management System sehingga dapat memastikan bahwa standarstandar untuk pekerjaan ini akan ditangani secara konsisten. Akan tetapi,
berdasarkan laporan investigasi, disebutkan bahwa subkontraktor untuk
pelaksanaan proyek ini tidak memiliki sistem manajemen HSE. Selain itu
subkontraktor tidak menjalankan dan menerapkan HSE Management
System yang diberikan PT. X.
Perusahaan harus melakukan pembinaan komprehensif terhadap mitra
kerja. Ada persepsi keliru terhadap mitra kerja, dengan menganggap
bahwa masalah K3 sepenuhnya diserahkan kepada mereka. Padahal, sejak
kontrak ditandatangani dan pekerjaan dimulai, seharusnya mitra kerja telah
menjadi bagian integral dalam operasi perusahaan. Mitra kerja harus
diperlakukan sama dengan pekerja perusahaan, dalam arti mereka juga
harus menjalankan dan mengikuti standar keselamatan yang berlaku di
lingkungan operasi perusahaan. Pembinaan dan pengawasan terhadap
kontraktor juga harus dilakukan secara intensif, termasuk program
pembinaan dan pelatihan.
Salah satu upaya menjamin bahwa mitra kerja menjalankan dan
menggunakan standar K3 yang sama dengan perusahaan adalah dengan
menerapkan Prosedur mengenai Sistem Manajemen K3 Kontraktor
(Contractor Safety Management System CSMS). Di dalam prosedur ini
harus memuat tata cara sejak pemilihan kontraktor, proses tender,
penetapan pemenang, memulai pekerjaan, pelaksanaan pekerjaan dan
pemantauan atau evaluasi setelah pekerjaan selesai.
Dalam memilih kontraktor yang akan bekerja di lingkungan organisasi,
harus dilakukan dengan hati-hati, karena kelalaian kontraktor yang
berakibat kecelakaan akan menimbulkan kerugian dan merusak kinerja K3
organisasi.
Pekerja kontraktor sangat rawan terhadap kecelakaan karena beberapa
faktor antara lain:

Analisis penyebab..., Dyah Hermiyanti, FKM UI, 2012

1) Tenaga kontraktor khususnya untuk pekerjaan kasar merupakan tenaga


kerja kurang terdidik dibanding dengan tenaga kerja perusahaan.
Karena faktor tersebut pengetahuan mengenai K3 relatif lebih rendah
dibanding pekerja perusahaan.
2) Tenaga kontraktor umumnya berada atau bersinggungan langsung
dengan pekerjaan. Merekalah yang sejatinya paling terkena pajanan
bahaya di tempat kerja. Pekerja perusahaan kadang-kadang hanya
bersifat memantau dan mengawasi pekerja kontraktor. Karena itu
pekerja kontraktor akan lebih rentan terhadap bahaya dan kecelakaan.
3) Kepedulian

kontraktor,

khususnya

kontraktor

kecil

terhadap

keselamatan pekerjanya relatif kurang. Mereka kadang-kadang tidak


mampu menyediakan alat keselamatan yang harganya relatif mahal.
4) Kontraktor selalu berupaya menyelesaikan pekerjaannya dengan cepat
karena dikejar jadwal atau target penyelesaian pekerjaan, sehingga
kadang-kadang mengabaikan keselamatan.
Dari sisi inilah OHSAS 18001 mensyaratkan organisasi agar mengelola
kontraktor dengan baik, mulai dari pemilihan, pelaksanaan sampai
pemantauan di akhir pekerjaannya.
Salah satu upaya adalah mengembangkan dan menjalankan sistem atau
prosedur untuk mengelola keselamatan kontraktor melalui Sistem
Manajemen Keselamatan Kontraktor (Contractors Safety Management
System CSMS). Prosedur CSMS mencakup tahapan sebagai berikut:
1) Pra-kualifikasi bertujuan untuk menentukan tingkat risiko suatu
pekerjaan yang akan diserahkan kepada kontraktor. Semakin tinggi
risiko suatu pekerjaan, semakin tinggi kualifikasi kontraktor yang
dapat mengerjakannya. Kecelakaan banyak terjadi karena kinerja K3
kontraktor sangat lemah sehingga tidak mampu mengerjakan kontrak
dengan baik dan aman.
2) Seleksi kontraktor (selection), untuk memilih kontraktor yang akan
melaksanakan pekerjaan. Pemilihan ini mengikuti proses yang berlaku
di lingkungan organisasi misalnya melalui tender terbuka atau

Analisis penyebab..., Dyah Hermiyanti, FKM UI, 2012

penunjukan. Kontraktor yang dapat mengikuti lelang ini adalah yang


telah lolos pra-kualifikasi K3 sesuai dengan minimum persyaratan
yang ditetapkan organisasi.
3) Penentuan pemenang (job awarded), yaitu penunjukan atau pemberian
kontrak kepada kontraktor terpilih.
4) Aktivitas awal mulai kerja (pre-job activity), yaitu aktivitas yang
dilakukan sebelum kontraktor memulai suatu pekerjaan. Dalam tahap
ini, kontraktor harus menyiapkan rencana pengelolaan K3 dalam
pekerjaannya, mempersiapkan pekerja, pelatihan dan penyiapan sarana
yang dibutuhkan.
5) Pelaksanaan pekerjaan (work in progress), yaitu aktivitas yang
dilakukan selama pekerjaan berlangsung seperti melakukan safety talk,
inspeksi K3, pertemuan K3, penyediaan alat keselamatan dan lainnya.
6) Evaluasi akhir (final evaluation), untuk mengevaluasi kinerja K3
kontraktor sebagai bahan pertimbangan untuk pekerjaan yang akan
datang.
Dalam setiap tahapan tersebut dilakukan upaya pembinaan dan
pengendalian kontraktor sehingga semua pekerjaan kontraktor dapat
berjalan dengan aman dan selamat (Ramli,, 2010b).
Pelatihan, pengetahuan tentang peraturan perairan dan navigasi serta
praktek kerja aman diperlukan dalam menggunakan transportasi air.
Tergelincir dan jatuh di atas kapal bisa berakibat serius. Selain tergores,
keseleo atau patah tulang karena jatuh, bisa juga mengakibatkan jatuh dari
kapal. Bersihkan lantai kapal dari genangan air. Gunakan sepatu yang
mempunyai alas slip resistant pada permukaan yang basah dan bergerak.
Ketika berada di dekat sisi kapal, tetaplah berada di belakang pagar,
gunakan penghubung atau pelindung jatuh.
Dapatkan

pelatihan

yang

dibutuhkan

yang

berhubungan

dengan

transportasi air untuk melakukan pekerjaan dengan aman. Dalam keadaan


darurat di air, pekerja harus mengandalkan sumber daya yang ada dan
pelatihan, tergantung pada lokasi dan keadaan. Jumlah jaket pelampung

Analisis penyebab..., Dyah Hermiyanti, FKM UI, 2012

harus sesuai dengan jumlah penumpang. Perlengkapan pertolongan


pertama harus tersedia di kapal bilamana terjadi keadaan darurat. Setiap
orang yang berada di atas kapal harus mengetahui prosedur darurat dan
lokasi

persediaan

darurat.

Pelajari

bagaimana

memaksimalkan

keselamatan di air dan metode penyelamatan. Praktek latihan keselamatan


dilakukan jika perlu.
Bila di tempat kerja ada bahaya tenggelam, peralatan darurat

harus

disediakan dan siap digunakan, orang yang memenuhi syarat untuk


mengoperasikan semua peralatan darurat yang disediakan harus ada, jika
perlu sebuah perahu mesin harus disediakan dan siap digunakan. Prosedur
darurat tertulis disiapkan oleh perusahaan yang mengandung deskripsi
lengkap dari prosedur yang harus diikuti dan tanggung jawab semua orang
yang diberikan akses ke tempat kerja dan lokasi peralatan darurat
(Sulowski Fall Protection, Inc).
b. Kurangnya instruksi
1) Mandor bertanggung jawab terhadap keselamatan pekerja di lapangan.
Mandor harus memastikan bahwa pelampung telah digunakan sebelum
ke jetty/bridging dan telah dikencangkan sebelum transfer. Motoris
membantu memeriksa kembali sebelum personil menaiki kapal.
Motoris dan asistennya membantu pada saat proses masuknya personil
ke kapal atau keluarnya personil dari kapal.
2) Motoris harus mengambil pendekatan proaktif untuk keselamatan dan
mempertimbangkan apa bahaya tertentu yang mungkin timbul dalam
konteks kegiatan di kapal. Mereka kemudian harus mengambil
tindakan yang tepat untuk mengurangi risiko sejauh cukup praktis.
Tujuannya adalah untuk menyediakan, sejauh cukup practicable,
lingkungan kerja yang aman, dengan kru mengikuti praktik kerja yang
aman. Pekerja harus diberikan instruksi dan informasi kesehatan dan
keselamatan yang tepat, dengan mempertimbangkan temuan dari
penilaian risiko (Maritime & Coastguard Agency).

Analisis penyebab..., Dyah Hermiyanti, FKM UI, 2012

c. Tidak diterapkannya peraturan


1) Dalam prosedur keselamatan khususnya persyaratan pengoperasian
kapal, motoris harus didampingi oleh paling tidak seorang asisten.
Pada saat kejadian, ternyata motoris hanya bekerja seorang diri.
Kurangnya pengawasan dari Supervisor HSE sebelum dan setelah
pekerjaan dilaksanakan mengakibatkan prosedur keselamatan tidak
dilaksanakan secara benar.
2) Prosedur transfer penumpang dari jetty ke kapal dan sebaliknya tidak
dijalankan. Prosedur ini antara lain menyebutkan bahwa sebelum
menaiki kapal dan memasuki daerah jetty/bridging, baju pelampung
harus digunakan secara baik dan benar. Mandor harus memastikan
bahwa life jacket telah digunakan sebelum ke jetty/bridging dan telah
dikencangkan sebelum transfer. Motoris memeriksa kembali sebelum
personil menaiki kapal.
3) Tidak dipatuhinya prosedur tanggap darurat orang jatuh dari kapal.
Saat korban jatuh dari kapal, motoris dan mandor berusaha menolong
dengan berusaha mencebur ke sungai. Dalam keadaan ini, seharusnya
tidak boleh dilakukan karena berisiko bertambahnya jumlah korban
yang tenggelam. Kurangnya pelatihan diduga menjadi faktor penyebab
kejadian ini.
d. Tidak memadainya standar kerja
1) Tidak adanya prosedur khusus dalam penyimpanan peralatan
keselamatan di kapal. Ketika kapal tidak digunakan, jaket pelampung
sebaiknya disimpan di area yang bersih dan kering. Saat kapal
digunakan, jaket pelampung harus berada pada daerah yang mudah
dijangkau. Berarti pelampung tidak boleh berada di dalam kantong
plastik, di dalam tas atau di bawah kursi duduk. Pastikan bahwa semua
kru tahu bagaimana menempatkan perangkat pelampung secara benar
dan mereka tahu di mana jaket pelampung diletakkan. Dari laporan

Analisis penyebab..., Dyah Hermiyanti, FKM UI, 2012

investigasi kecelakaan tidak diketahui mengapa baju pelampung


diletakkan di atap kapal.
2) Tanggung jawab motoris dalam keselamatan dan kesehatan kerja di
kapal tidak jelas. Seharusnya Motoris bertanggung jawab terhadap
keselamatan dan kesehatan penumpang kapal. Dalam kejadian ini,
motoris tidak berusaha mencegah korban naik ke kapal sebelum
menggunakan life jacket. Selain itu motoris juga membiarkan life
jacket diletakkan di atap kapal. Oleh karena itu perusahaan harus
menyadari risiko yang mempengaruhi pekerja dan memastikan bahwa
tindakan yang tepat diambil untuk meminimalkan risiko melalui
perbaikan prosedur atau peralatan yang diperlukan dan tingkat
kompetensi kru yang tinggi. Perusahaan harus menginstruksikan
mereka yang terkena dampak tentang risiko dan bagaimana
memastikan keselamatan mereka sendiri dan keselamatan orang lain.
3) Tidak ada standar pembuatan bridging atau jetty dan pemilihan
lokasinya. Berdasarkan hasil penyelidikan, diketahui bahwa data
bathymetri di lokasi kejadian menunjukkan profil sungai yang curam
dari tepi ke tengah dasar sungai. Saksi juga menyatakan arus sungai
sangat deras, sehingga korban dengan cepat terbawa arus dan
tenggelam. Posisi kapal yang tegak lurus dengan tepian sungai juga
memungkinkan korban langsung jatuh ke sungai yang dalam.
Seharusnya kapal bersandar sejajar dengan bibir sungai. Selain itu
bridging harus dibuat dengan menyesuaikan keadaan pasang surut
sungai. Bila perlu, pinggiran sungai yang berlumpur dikeruk supaya
kapal bisa merapat ke tepian.
e. Kurangnya pengawasan dari PT. X
Dalam kegiatan ini, tanggung jawab K3 di lapangan diserahkan kepada
mitra kerja. Karena kurangnya pengawasan dari PT. X, pelaksanaan HSE
plan di lapangan tidak dijalankan secara maksimal.

Analisis penyebab..., Dyah Hermiyanti, FKM UI, 2012

f. Kondisi Mental Pekerja


Berdasarkan teori penyebab pendukung kecelakaan, tindakan atau kondisi
tidak aman disebabkan oleh antara lain oleh faktor personal pekerja,
khususnya kondisi mental pekerja. Dalam laporan investigasi kecelakaan
oleh PT. X tidak disebutkan faktor-faktor personal dari pekerja secara
lengkap yang dapat mempengaruhi tindakan tidak aman korban. Namun
dalam hal ini, kondisi mental pekerja perlu diketahui agar hal-hal seperti:
kurangnya kesadaran tentang keselamatan, kurangnya koordinasi, dan
inattention.

Analisis penyebab..., Dyah Hermiyanti, FKM UI, 2012

BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1

Kesimpulan
Dari hasil analisa terkait penyebab kecelakaan fatal jatuh dari kapal ini,

mencakup dua hal, yaitu penyebab langsung dan penyebab pendukung. Adapun
untuk penyebab langsung, antara lain:
1. Tindakan tidak aman:
Korban tidak memahami risiko dan bahaya yang diakibatkannya dari tidak
membersihkan sepatu yang berlumpur sebelum memasuki kapal, dan tidak
menggunakan pelampung sebelum memasuki kapal serta berdiri di sisi kapal
yang sempit dan tidak ada pengamannya saat mengambil pelampung di atap
kapal.
2. Kondisi tidak aman, yaitu :
-

Akses untuk menaiki dan menuruni kapal (bridging) yang belum


disesuaikan dengan kondisi pasang-surut permukaan air sungai, sehingga
korban dan kru lainnya terpaksa melalui jalanan berlumpur yang berisiko
terhadap kejadian terpeleset.

Penyimpanan (housekeeping) pelampung tidak dijalankan sebagaimana


mestinya, sehingga pada kejadian ini pelampung yang ada di atap kapal
berusaha diambil oleh korban.

Sisi tepi kapal yang sempit dan tidak memiliki pengaman, memiliki risiko
yang besar terhadap jatuhnya orang dari kapal.

Sedangkan penyebab pedukung, mencakup:


1. Proses pemilihan mitra kerja tidak dilakukan sesuai dengan CSMS, yaitu
mitra kerja tidak mempunyai sistem manajemen K3.
2. HSE Plan, dan Instruksi Kerja/SOP pekerjaan belum dilaksanakan secara
konsisten.

Analisis penyebab..., Dyah Hermiyanti, FKM UI, 2012

3. Kurangnya pelatihan dan pengawasan dari PT. X dalam hal pelaksanaan


prosedur keselamatan oleh mitra kerja.
4. Tidak memadainya standar kerja/prosedur keselamatan, antara lain tidak
adanya prosedur penyimpanan peralatan keselamatan di kapal, prosedur
pembuatan dan pemilihan lokasi jetty/bridging dan tanggung jawab motoris.
5. Kurangnya kesadaran mandor dalam tanggungjawab HSE terhadap para
pekerja.
6.2

Saran

1. Pelaksanaan CSMS dalam pemilihan mitra kerja.


2. Penyimpanan pelampung harus sesuai dengan prosedur penyimpanan
housekeeping
3. Pelampung harus diserahkan oleh kru kapal ke calon penumpang sebelum
penumpang naik ke kapal.
4. Calon penumpang kapal harus mengenakan pelampung sebelum naik ke atas
kapal.
5. Memperbaiki akses menuju kapal, sehingga pekerja tidak perlu melalui bagian
yang berlumpur pada saat kondisi air surut.
6. Membuat dan menerapkan analisis keselamatan kerja (JSA) khusus untuk
transportasi air.
7. Melaksanakan pelatihan dengan peralatan keselamatan dan prosedur darurat
secara rutin untuk membiasakan kru seismik.
8. Mengkaji kembali prosedur transfer of passenger dari dan menuju kapal
(safety induction) kepada para pekerja dan kru kapal.
9. HSE Plan, Job Safety Analysis dan Instruksi Kerja/SOP agar selalu
disosialisasikan perusahaan kepada kontraktor dan sub-kontraktor, termasuk
untuk para pekerja yang dilakukan secara konsisten dan menyentuh kepada
potensi bahaya yang tampak maupun tersembunyi.
10. Membangun komunikasi antar pekerja dan kelompok/unit kerja secara efektif
dan selalu memastikan serta mengingatkan bahwa masing-masing rekan kerja
tidak berada dalam kondisi tidak aman.

Analisis penyebab..., Dyah Hermiyanti, FKM UI, 2012

11. Melakukan pengawasan secara ketat dan fokus khususnya untuk pekerjaan
yang berisiko dan berpotensi terjadinya kecelakaan fatal.
12. Dalam suatu proses investigasi kecelakaan, selidiki pula faktor-faktor personal
dari korban untuk mengetahui penyebab pendukung dari kecelakaan tersebut
(kondisi fisik dan mental pekerja).

Analisis penyebab..., Dyah Hermiyanti, FKM UI, 2012

DAFTAR REFERENSI
Adams, EE, 1976, Accident Causation and the Management System, American
Society of Safety Engineers.
Anizar 2009, Teknik Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Industri, Graha Ilmu,
Yogyakarta.
Brunette, Maria J, 2006, Safety in Occupational and Environmental Health:
Recognizing and Preventing Disease and Injury, eds Barry S. Levy,
Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia, USA, pp. 220-23.
Canadian Red Cross, Lifejackets and Personal Flotation Devices (PFDs).
Available form: <http://www.redcross.ca/article.asp?id=15198&tid=024>
[23 January 2012].
Department of Commerce, 2010, Man Overboard: Prevention and Response,
Government of Western Australia. Available from:
<http://www.commerce.wa.gov.au/worksafe/PDF/Codes_of_Practice/man
_overboard1.pdf> [23 January 2012].
Foss, M, Wlilliam, JH, Roberts, DS, Case Study: Koch Refining uses Total Safety
Culture Principles to Improve Safety. Available from: <
http://www.safetyperformance.com/CaseStudyKochRefiningUsesTotalSafetyCulturePrinciplestoImproveSafety.pdf> [23
January 2012].
Goetsch, DL, 1996, Occupational Safety and Health In the Age of High
Technology For Technologist, Engineers, and Managers, Second Edition,
Prentice-Hall, Inc, New Jersey.
Hydro Tasmania, 2010, Incident Management Investigation Methodology
Guide, Hydro Tasmania Procedure for Incident Management. Available
from: Hydro Tasmania. [9 Januari 2012].
KeepTruckingSafe.org, How to Investigate an Incident. Available from:
<http://www.keeptruckingsafe.org/safetymaterials/9081a2011.pdf> [19
Januari 2012].
Nevada Technical Associates, Man Overboard Prevention for Inland Waterways
and Maritime Personnel. Available from: <http://www.safety-videobmsh.com/Man-Overboard-Prevention-for-Inland-Waterways-andMaritime-Personnel-_p_4443.html>
Newton, Chris, 2011, The Leading Causes of Workplace Accidents. Available
from: <http://www.ehow.com/info_8035524_leading-causes-workplaceaccidents.html> [23 January 2012].
Noor, Juliansyah 2011, Metodologi Penelitian: Skripsi, Tesis, Disertasi, & Karya
Ilmiah, Kencana, Jakarta.

Analisis penyebab..., Dyah Hermiyanti, FKM UI, 2012

Ontario Forestry Safe Workplace Association, Incident Investigation Self-Guided


Working Package. Available from: <
http://www.ofswa.on.ca/downloads/incident_investigation_self_guided/In
cident%20Investigation%20Self%20Guided%20Working%20Package.pdf
> [19 Januari 2012].
Petersen, Dan 1994, Safety & Health Management in Occupational Health &
Safety, ed Joseph LaDou, 2nd Edition, National Safety Council, Itasca,
Illinois, USA.
PT. M 2006, Kegiatan Seismik dan Hubungannya dengan Masyarakat, 2D
Seismic Acquisition Proposal.
PT. X 2011, Laporan Investigasi Kecelakaan Kerja Kegiatan Survei Seismik 2D
di Wilayah Operasi Simenggaris, Kalimantan Timur.
Ramli,, Soehatman, 2010a, Pedoman Praktis Manajemen Risiko dalam Perspekif
K3, Dian Rakyat, Jakarta.
Ramli,, Soehatman, 2010b, Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
OHSAS 18001, Dian Rakyat, Jakarta.
Raouf, Abdul, 1998, Theory of Accident Causation in Encyclopaedia of
Occupational Health and Safety, ed Jeanne Mager Stellman, 4th edition,
International Labour Office, Genewa.
Silalahi,, BNB, Silalahi,, RB 1985, Manajemen Keselamatan dan Kesehatan
Kerja, Seri Manajemen No. 112, Institut Pendidikan dan Pembinaan
Manajemen (IPPM) dan PT Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta.
Sulowski Fall Protection Inc, Canada Occupational Health and Safety
Regulations for Protection against Drowning. Available from:
<http://www.fallpro.com/fall-protection-info-center/regulations/canadafederal/> [23 January 2012].
Sumamur 2009, Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (Hiperkes), Sagung
Seto, Jakarta.
The Maritime and Coastguard Agency, Inland Waters Small Passenger Boat
Code. Available from: <http://www.dft.gov.uk/mca/final_brochure-2.pdf>
[23 January 2012].

Tullow Oil 2009, Incident Investigation and Reporting Procedure. Available


from:
<http://www.erm.com/Global/Ad_Hoc_Sites/Tullow_Jubilee/UpdateJan20
10/Incident_Investigation_and_reporting.pdf?epslanguage=en> [23
January 2012].
Winarsunu, Tulus 2008, Psikologi Keselamatan Kerja, UMM Press, Malang.

Analisis penyebab..., Dyah Hermiyanti, FKM UI, 2012

LAMPIRAN 1
PERSYARATAN BIDANG KESEHATAN, KESELAMATAN KERJA DAN
LINDUNGAN LINGKUNGAN (K3LL)
I.

PERSYARATAN DI BIDANG SARANA TRANSPORTASI


1. Transportasi Air
a. Persyaratan Boat/Perahu
MITRA KERJA harus menyiapkan seluruh armada boat/perahu yang
akan digunakan dalam kegiatan seismik dengan memenuhi hal-hal
sebagai berikut, tetapi tidak terbatas pada:
-

Memiliki kelengkapan dokumen/surat-surat yang masih berlaku.

Memenuhi standar kelayakan fisik: mesin, interior/kabin, body


dalam kondisi baik.

Spesifikasi boat memenuhi kesesuaian untuk digunakan di sungai


atau laut.

PT. X akan melakukan inspeksi awal atas setiap boat/perahu yang


akan digunakan oleh MITRA KERJA. PT. X dapat menolak atau
menerima setiap boat/perahu yang diajukan MITRA KERJA.

b. Kelengkapan Small Boat/Perahu Kecil


MITRA KERJA harus melengkapi seluruh boat/perahu dengan
perlengkapan/peralatan keselamatan sebagai berikut, tetapi tidak
terbatas pada:
-

Baju pelampung (life jacket) berkualitas baik yang disesuaikan


dengan jumlah tempat duduk

Alat pemadam api serbaguna minimal 1 unit

Kotak P3K

Life ring dilengkapi dengan tali penarik 15 m

Jangkar

Dayung dan tongkat pengungkit

Radio komunikasi portable/rig

Kunci-kunci (tool kit), pen dan baling-baling cadangan

Analisis penyebab..., Dyah Hermiyanti, FKM UI, 2012

Senter dan lampu sorot lengkap dengan baterai

Tempat sampah

Selang BBM lengkap dengan pompa plastik

Tali tambat depan dan belakang

Ember kecil, gayung atau alat penuang air

Tersedia 1 (satu) tangki darurat berisi 20 liter air minum

Emergency flares (khusus untuk operasional laut/muara)

Rambu-rambu: dilarang merokok, jumlah penumpang maksimum,


gunakan pelampung

Double engine (2 mesin)

Pin baling-baling spare

Automatic engine shout down

Kompas/penunjuk arah

Memiliki kelengkapan dokumen yang sah (misal Pas Kecil)

c. Persyaratan Tambahan
-

Semua boat/perahu harus memenuhi standar kelayakan yang


ditetapkan dan lulus inspeksi awal atau seleksi yang dilakukan oleh
PT. X.

Calon motoris/pengemudi harus sudah memenuhi persyaratan yang


ditentukan antara lain: memiliki sertifikat/surat izin mengendarai
boat/perahu yang masih berlaku, tidak mendarita gangguan pada
mata,

memiliki

pengalaman

mengemudikan

boat/perahu,

diutamakan yang pernah bekerja di lapangan seismik PT. X dan


pernah mengikuti pelatihan (training) mengemudi yang aman.
-

PT.

akan

melakukan

seleksi

terhadap

seluruh

calon

pengemudi/motoris. PT. X berhak menolak atau menerima calon


pengemudi/motoris yang diajukan, berdasarkan hasil assessment
oleh Departemen HSE.
-

Setiap pengemudi/motoris boat/perahu harus bebas minuman keras


dan obat-obatan terlarang. Bilamana diperlukan PT. X akan

Analisis penyebab..., Dyah Hermiyanti, FKM UI, 2012

melakukan

tes

obat-obatan

dan

alkohol

kepada

para

pengemudi/motoris atas biaya MITRA KERJA.


-

Boat/perahu yang dioperasikan harus mempunyai ijin operasi di


wilayah kerja dari administrator pelabuhan/syah Bandar/instansi
terkait setempat.

Semua perlengkapan keselamatan kerja tersebut di atas harus


memenuhi minimal standar yang ditetapkan oleh British Standard
(BS), Standards Association of Australia (SAA), American
National Standards Institute (ANSI) dan MIGAS.

Setiap pengemudi boat (motoris) harus didampingi oleh paling


tidak 1 (satu) orang asisten motoris.

Apabila MITRA KERJA belum/kurang/tidak menyediakan dan


tidak sesuai dengan kriteria perlengkapan yang telah ditentukan
oleh PT. X sampai batas tenggat waktu yang ditetapkan, maka:
a) PT. X dapat, atas nama MITRA KERJA, menyediakan dan
melengkapi perlengkapan pekerja dimaksud dengan beban
biaya akan ditagihkan kepada MITRA KERJA, dan
b) MITRA KERJA dikenakan denda sesuai Pasal 7 Perjanjian isi
serta ditambah denda atas penyediaan atau dilengkapinya
peralatan oleh PT. X dengan denda sebesar 100% (seratus
persen) dari total minimal yang ditagihkan akibat penyediaan
atau dilengkapinya peralatan.

Analisis penyebab..., Dyah Hermiyanti, FKM UI, 2012

LAMPIRAN 2
RENCANA TANGGAP DARURAT
ORANG JATUH DARI KAPAL
Pada saat terjadi situasi ada orang yang terjatuh dari kapal, harus segera ditolong
secepat mungkin untuk menghindarkan cedera lebih lanjut.
1. Tindakan orang pertama
Yang pertama-tama harus dilakukan seseorang pada saat melihat ada orang
jatuh dari kapal adalah:

Beritahu awak kapal atau kapal yang lain dengan berteriak ADA
ORANG JATUH DARI KAPAL, ADA ORANG JATUH DARI
KAPAL!.

Pastikan bahwa mereka dapat tetap dan selalu melihat orang tersebut di
dalam air.

Segera lemparkan pelampung cincin kea rah orang yang jatuh.

Tunjukkan lokasi orang yang berada di dalam air tersebut kepada motoris
kapal dan supervisor atau pengawas, DAN TETAP MENUNJUK KE
POSISI ORANG YANG JATUH DI AIR.

2. Tindakan motoris kapal pada saat masih di atas air yang tidak berarus
Motoris kapal harus:

Segera memasukkan gerakan mesin kapal ke netral.

Memastikan posisi orang yang ada di dalam air.

Arahkan kapal mendekati orang yang jatuh tersebut dengan menggunakan


dayung jangan menggunakan mesin.

3. Tindakan motoris kapal pada saat berada di air yang berarus deras
Motoris kapal harus:

Mengetahui lokasi di mana orang yang jatuh tersebut berada.

Sesegera mungkin perahu dipindahkan ke arah hulu dari posisi orang yang
jatuh tersebut.

Memberitahu base camp melalui radio bahwa ada orang jatuh ke air dan
memberi tahu lokasinya.

Analisis penyebab..., Dyah Hermiyanti, FKM UI, 2012

Usahakan agar kapal berada pada posisi yang paling baik pada saat arus air
membawa kapal menuju tempat orang jatuh tersebut.

Pada saat menuju orang jatuh tersebut, dapat saja kapal bergerak mendekat
dengan mesin dihidupkan, tetapi pada saat berada di dekat posisi orang
jatuh tersebut, gerakan mesin harus dimasukkan ke netral.

Arahkan kapal mendekati orang yang jatuh dengan menggunakan dayung


jangan gerakkan kapal menggunakan mesin bila kapal dapat
membahayakan orang yang jatuh tersebut.

Posisikan kapal dengan aman supaya tidak ada risiko pada keselamatan
kapal dan penumpangnya. Jangan menambah orang masuk ke dalam air
atau membuat situasi makin buruk dengan menjadikan kapal tenggelam.
TETAPI TETAP DAPAT MELIHAT ORANG YANG JATUH.

4. Tindakan supervisor, foreman atau ketua personil di kapal


Supervisor senior, foreman atau ketua personil di perahu harus:

Mengakui bahwa motoris yang bertanggung jawab penuh untuk


keselamatan kapal dan penumpangnya.

Membantu motoris untuk mengatur dan melihat supaya semua penumpang


sudah mengikuti prosedur.

5. Pemulihan orang yang jatuh dari kapal


Upayakan kapal dapat berada di samping korban yang berada di dalam air, dan
pastikan kapal tidak akan terbalik selama melakukan pertolongan:

Memastikan hanya anggota kru yang diperlukan saja yang menarik korban
dari dalam air, dan berada di posisi yang benar.

Memastikan bahwa anggota kru yang lain berusaha untuk menjaga


keseimbangan kapal selama pertolongan berlangsung.

CPR atau P3K harus dibawa sesuai kebutuhan.

Analisis penyebab..., Dyah Hermiyanti, FKM UI, 2012

Analisis penyebab..., Dyah Hermiyanti, FKM UI, 2012

LAMPIRAN 3
KEBIJAKAN TRANSPORTASI
PT. X menyadari bahwa transportasi adalah aspek yang paling berbahaya dari
setiap pelaksanaan operasi. Oleh sebab itu, Kami menginstruksikan kepada semua
unit bisnis PT. X untuk menerapkan kebijakan transportasi baik di darat dan air
sebagai berikut:

Pengemudi atau operator kendaraan yang diperkenankan terlibat dalam


operasi PT. X adalah yang telah memenuhi persyaratan, terseleksi dan
disetujui oleh PT. X.

Pengemudi atau operator kendaraan harus mematuhi batas kecepatan sesuai


dengan peraturan yang telah ditetapkan oleh PT. X.

Tidak

seorang

pun

pengemudi/operator

kendaraan

diperkenankan

mengendarai kendaraan di bawah pengaruh minuman keras dan narkoba.

Pengemudi/operator kendaraan bertanggung jawab untuk memastikan jumah


penumpang sesuai dengan kapasitas kendaraan saat berkendaraan.

Setiap pengemudi dan penumpang WAJIB mengenakan sabuk pengaman/life


jacket tanpa kecuali saat melakukan perjalanan.

Dilarang merokok dalam kendaraan.

Pengemudi/operator kendaraan tidak diperbolehkan menggunakan telepon


seluler saat berkendaraan.

TIDAK DIPERKENANKAN melakukan perjalanan di malam hari, kecuali


keadaan darurat dan/atau dengan persetujuan Pimpinan atau personil yang
diberi kewenangan.

Semua kendaraan operasional PT. X harus dilengkapi dengan perlengkapan


keselamatan yang standar.

Tidak mengangkut penumpang dan barang dalam satu tempat/ruang, kecuali


diletakkan terpisah dan sudah dipastikan barang dalam keadaan terikat dengan
baik dan kuat.

Setiap kendaraan yang terlibat/mengalami kecelakaan harus dilaporkan


sesegera mungkin ke pimpinan.

Analisis penyebab..., Dyah Hermiyanti, FKM UI, 2012

Pemeriksaan kendaraan harus dilakukan secara teratur untuk memastikan


kelayakan kendaraan.

Seluruh pekerja dan karyawan PT. X wajib mentaati kebijakan ini tanpa
kecuali. Setiap pelanggaran atas kebijakan ini berakibat pada suatu sanksi.

Analisis penyebab..., Dyah Hermiyanti, FKM UI, 2012

LAMPIRAN 4
PROSEDUR TRANSFER PERSONIL DARI JETTY KE BOAT
DAN SEBALIKNYA

1. Memeriksa dan memastikan bahwa penumpang yang akan naik-turun kapal


harus sesuai dengan daftar penumpang/manifest.
2. Dispatcher akan mencatat semua penumpang yang akan masuk ke kapal,
sebelum kru masuk ke jetty/bridging.
3. Dilarang merokok saat transfer.
4. Pada saat transfer, personil yang lain harus tetap dalam keadaan duduk, serta
dilakukan secara tertib satu per satu pada satu waktu. Semua personil harus
saling membantu pada saat transfer dilakukan.
5. Kapal harus merapat dengan pelan-pelan pada jetty/bridging yang telah
disiapkan.
6. Mandor masing-masing kru wajib melakukan pengawasan HSE melekat pada
setiap anggotanya.
7. Sebelum menaiki kapal dan memasuki daerah jetty/bridging, baju pelampung
harus digunakan secara baik dan benar. Penggunaan baju pelampung secara
benar yaitu:
a. Melepas seluruh bawang bawaan yang dapat mengganggu pemakaian baju
pelampung.
b. Mengunci/mengaitkan semua sabuk baju pelampung dengan sempurna.
c. Mengatur kerapatan sabuk baju pelampung dengan kondisi badan dan
melakukan penguncian sabuk untuk menghindari lepasnya sabuk (kendor).
d. Dilarang membawa barang bawaan yang dapat mengganggu gerak badan
selama menggunakan baju pelampung.
8. Mandor memastikan bahwa life jacket telah digunakan sebelum ke
jetty/bridging dan telah dikencangkan sebelum transfer. Motoris membantu
memeriksa kembali sebelum personil menaiki kapal.

Analisis penyebab..., Dyah Hermiyanti, FKM UI, 2012

9. Pada saat menaiki kapal/menuruni jetty/bridging ke kapal dan sebaliknya,


dilakukan dengan cara:
a. Memastikan bahwa kedua tangan bebas dari beban/barang bawaan.
b. Apabila terdapat barang harus diserahkan dulu pada personil yang ada di
kapal dan sebaliknya.
c. Sepatu harus dalam kondisi bersih dari kotoran/lumpur yang dapat
mengakibatkan terpeleset.
d. Berpegangan pada handrail dan mencari tempat berpijak yang kokoh dan
tidak licin.
10. Motoris dan ABK membantu pada saat proses masuknya personil ke kapal
atau keluarnya personil dari kapal.
11. Kapal harus diikat dulu dengan kencang sebelum transfer orang maupun
barang.
12. Dilarang melakukan transfer personil pada kapal yang dalam keadaan
bergerak.
13. Motoris atau user harus melapor melalui radio pada saat hendak berangkat dan
ada pergerakan kapal, serta saat kapal akan merapat ke jetty/bridging, kecuali
kapal handak yang tidak memiliki radio.

Analisis penyebab..., Dyah Hermiyanti, FKM UI, 2012

LAMPIRAN 5
PEMERIKSAAN ALAT MARINE
DEPARTEMEN SHE PT. X
SIMENGGARIS
Pemeriksaan Alat Marine

Project No.

DEPARTEMEN
SHE
Form No.

Checklist inspeksi ini berlaku untuk secara umum untuk tindak lanjut/pemeriksaan
selama di proyek PT. X
Tanggal:

Lokasi:

Nama Pengemudi/Kapten & Nomor badge:

Jenis/Tipe:

Nomor Desain:

Tahun Pembuatan:

Penjelasan

Yes

No

Keterangan/Komentar

Speed boat yang digunakan dalam


keadaan bersih
Kondisi umum eksterior dalam boat
Kondisi umum interior dalam boat
Kompartemen mesin,
mesin/transmisi uji
Whiper untuk jendela
Tempat duduk
Lampu sorot dan navigasi lampu
VHF radio dan GPS
Jangkar

Analisis penyebab..., Dyah Hermiyanti, FKM UI, 2012

First aid kit


Pemadam api (APAR)
Ring pelampung, pompa lambung
kapal, dayung
Life jackets
Kapten berlisensi/berpengalaman
Emergency light
Kondisi tenda
Kelas sertifikasi, surat laik, registry
Tanda-tanda keselamatan/instruksi
pemberitahuan untuk pilot
ditampilkan
Apakah mesin yang digunakan
dalam keadaan baik
Apakah ditemukan indikator
kebocoran pada penampungan fuel
Apakah terdapat tempat
pembuangan sampah
Apakah terdapat lifeboy pada speed
boat
Apakah terdapat PAS KECIL
Team Inspeksi:

Analisis penyebab..., Dyah Hermiyanti, FKM UI, 2012

Rekomendasi/Kesimpulan dari hasil Pemeriksaan

Diperiksa oleh:

Disetujui oleh:

Diketahui oleh:

Diterima/Accepted
Ditolak/Rejected
Tanggal
Disetujui/Diterima:

Tanggal Pemeriksaan
Berikutnya:

Analisis penyebab..., Dyah Hermiyanti, FKM UI, 2012

LAMPIRAN 6
KESAKSIAN
Kesaksian 1
Nama

: Syt (24 tahun)

Jabatan

: Mandor Rintis 2

Tanggal 24 desember 2010, kami ikut tool box meeting di staging/camp topo
sesayap. Tema tool box tentang keselamatan kerja, APD. Berangkat kerja setelah
toolbox 6.45, sampai tempat kerja jam 07.00 WITA. Pulang kerja (lintasan 26 SP
1098 SP 1142) jam +- 15 WITA. Cuaca cerah. Lintasan sebagian besar di atas
rawa gambut. Ke tujuh teman sudah berjalan duluan, saya berjalan paling
belakang sambil membersihkan akar-akar di lintasan bridging.
Sampai di pinggir sungai kurang lebih jam 15.45 WITA. Kondisi sungai sedang
surut. Kami istirahat sekitar 15 menit menunggu kapal datang (Kapal KM
Dayang). Di kapal ada motoris (pak Bj) dan Medik (Pak Subhan). Kapal persiapan
untuk merapat/ bersandar. AP mulai berjalan mendekati kapal yang akan mulai
merapat. Saat kapal sudah merapat, AP langsung naik ke kapal. Saya sempat
memberikan peringatan (teriak) Pakai pelampung sebelum naik ke kapal.
Pelampung ada di atas kapal. Namun AP tidak menghiraukan teriakan saya dan
AP terus naik ke kapal dan berusaha untuk mengambil pelampung. AP naik di sisi
kiri kapal dan berusaha mengambil pelampung yang berada di atas atap kapal.
Sebelum AP dapat meraih pelampung tersebut, A terlihat terpeleset dan tercebur
ke sungai, tidak lama sesudah teriakan peringatan saya. Saya langsung naik kapal
dan pakai pelampung, kemudian terjun ke sungai untuk menolong AP. Namun A
sudah tenggelam. Saya kemudian naik ke kapal kembali. Tak lama berselang, A
muncul di sisi kanan kapal sekitar 4 meter dari kapal. A muncul di permukaan
hanya terlihat rambut dan kedua tangannya saja. Saya kembali terjun ke sungai
bersama motoris (Pak Bj). Pak Mardi yang di atas kapal melempar life ring ke
arah korban, namun ia tak dapat meraih. Kami (saya dan motoris) berenang
mendekati A untuk meraihnya. Namun korban tenggelam kembali. Motoris
kemudian melepas pelampung untuk menyelam tapi tidak berhasil A sudah tidak

Analisis penyebab..., Dyah Hermiyanti, FKM UI, 2012

terlihat. Saat saya di air, terasa arus sungai di bawah deras. Di darat, saya ambil
radio yang ada di sana untuk minta bantuan. Sebelumnya medik juga sudah
melapor untuk memberitahukan ada crew yang tercebur.
Pencarian dilakukan sampai jam 19.00 WITA, tak lama kemudian bantuan datang.
dari kami crew rintis 2 meminta kembali ke sesayap camp. Yang datang pada saat
itu adalah Pak Siswono, Pak Margono dan beberapa orang lain (kami tidak sempat
lihat secara detail). Sesekali makan malam di camp sesayap. Kami berangkat lagi
ke lokasi kejadian untuk berusaha melakukan pencarian kembali sampai jam 12
malam.
Demikian kesaksian ini saya buat dengan sebenar-benarnya.
Sesayap, 27 Desember 2010
Syt

Analisis penyebab..., Dyah Hermiyanti, FKM UI, 2012

Kesaksian 2
Nama

: Ay / Bjg (27 tahun)

Jabatan

: motoris

Sekitar jam 16.00 WIB, saya menyandarkan perahu/kapal. Setelah kapal


menyandar, A langsung naik kapal. Saya sempat mendengar mandornya (Pak Syt)
berteriak Hati-hati A, pakai pelampung dulu tapi A tetap naik dan tidak
menghiraukan. Setelah melepaskan ikat pinggang parang, A pergi ke sisi kiri
kapal untuk ambil pelampung di atap perahu. Tiba-tiba A terpeleset, karena
sepatunya penuh lumpur. Jatuh ke sungai dan langsung tenggelam. Mandor Syt
segera pakai pelampung dan terjun ke sungai untuk menolong A, tapi A sudah
tenggelam. Mandor Syt naik kembali ke kapal lagi. Tidak lama, A muncul lagi ke
permukaan di sisi kanan perahu kurang lebih 6 meter dari perahu/kapal.
Kemunculan A ke permukaan kurang lebih 6-10 detik setelah dia tercebur ke
sungai. Saya juga langsung terjun ke sungai untuk menolong A. Sekitar meter
tangan saya sampai ke tangannya, A kembali tenggelam. Saya coba menyelam
tapi tidak bisa karena saya pakai pelampung. Kemudian saya lepas pelampung
untuk menyelam untuk menolong A, berharap A bisa diraih. Saya mendapati arus
di dalam air sangat deras. Saya tidak bisa menembus arus. Saya tidak naik ke
darat atau ke kapal sampai kemudian datang teman-teman motoris datang
membantu. Mereka datang sekitar jam 20.00 WITA.
Demikian kesaksian ini saya buat dengan sebenarnya.
Sesayap, 27 Desember 2010
Ay/ Bjg

Analisis penyebab..., Dyah Hermiyanti, FKM UI, 2012

Kesaksian 3
Nama

: SA (26 tahun)

Jabatan

: Medik

Sekitar jam 16.00 WITA, kami sampai di tempat penjemputan crew Rintis 2. Saya
ada di kapal/ perahu bersama pak Bj (motoris). Kapal merapat, A sudah berada
paling dekat perahu. Saya sempat dengar Pak Mandor Syt Hati-hati A, licin.
Pakai pelampung. A naik perahu, lepaskan ikat pinggang parang di kapal.
Setelah itu A ke sisi kiri perahu untuk ambil pelampung di atas perahu. Mandor
Syt setelah pakai pelampung langsung terjun ke sungai untuk menolong korban,
tapi korban langsung tenggelam sekitar 5-10 detik A muncul di sisi kanan perahu.
Mandor Syt dan Pak Bj langsung terjun ke sungai buat bantu.
Saya melapor via radio untuk minta bantuan, Ada crew, satu crew terpeleset
jatuh ke sungai. Basecamp merespon dan langsung minta semua yang terdekat
untuk datang memberi bantuan. Saya melihat pak Bj berusaha menyelam tapi
tidak bisa karena masih pakai pelampung, kemudian pelampung Pak Bj dilepas,
kemudian menyelam, tapi tidak berhasil menolong A.
Hari itu A tampak sehat, tidak ada keluhan sakit terhadap saya. Saya tahu kalau A
tidak bisa berenang.
Demikian kesaksian saya.
Sesayap, 27 Desember 2010
SA

Analisis penyebab..., Dyah Hermiyanti, FKM UI, 2012

LAMPIRAN 7
FOTO-FOTO

Gambar. Wilayah Kegiatan Operasi Survei Seismik Party A2.85 Blok Simenggaris
(Sumber: Laporan Investigasi PT. X)

Gambar. Lokasi Kejadian

Analisis penyebab..., Dyah Hermiyanti, FKM UI, 2012

Gambar. Lokasi Kejadian

Gambar. Posisi kapal KM Dayang saat akan menjemput rombongan Kru


Rintis #2
(Foto Rekonstruksi - Tempat Kejadian Perkara)

Analisis penyebab..., Dyah Hermiyanti, FKM UI, 2012

Gambar. Posisi korban saat menaiki kapal untuk mengambil jaket pelampung

Analisis penyebab..., Dyah Hermiyanti, FKM UI, 2012

Gambar. Posisi korban saat menaiki kapal untuk mengambil jaket pelampung
(Foto Rekonstruksi - Tempat Kejadian Perkara)

Ujung L26 SP 1141

Lokasi korban jatuh

Gambar. Lokasi Kejadian

Analisis penyebab..., Dyah Hermiyanti, FKM UI, 2012

Gambar. Lokasi Kejadian - Bridging (Tanpa Jetty)

Analisis penyebab..., Dyah Hermiyanti, FKM UI, 2012

Gambar. Lokasi Kejadian bibir sungai berlumpur saat surut

Analisis penyebab..., Dyah Hermiyanti, FKM UI, 2012

Tangan tidak kokoh memegang

Kaki berpijak pada


area yang sempit

15 cm

Analisis penyebab..., Dyah Hermiyanti, FKM UI, 2012

LAMPIRAN 8
DIAGRAM SCAT
(SYSTEMATIC CAUSE ANALYSIS TECHNIQUE)

Penyebab Langsung (PL)

Analisis penyebab..., Dyah Hermiyanti, FKM UI, 2012

Penyebab Dasar (PD)

Analisis penyebab..., Dyah Hermiyanti, FKM UI, 2012

Analisis penyebab..., Dyah Hermiyanti, FKM UI, 2012

Analisis penyebab..., Dyah Hermiyanti, FKM UI, 2012

Anda mungkin juga menyukai