Anda di halaman 1dari 15

TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT

Rumah sakit adalah suatu unit yang memiliki organisasi yang teratur, tempat
pencegahan dan penyembuhan penyakit, peningkatan dan pemulihan
kesehatan penderita yang dilakukan secara multi disiplin oleh berbagai
kelompok profesional terdidik dan terlatih yang menggunakan prasarana dan
sarana fisik,perbekalan farmasi dan alat kesehatan. Berdasarkan keputusan
Menteri

Kesehatan

RI

No.983/Menkes/SK/XI/1992

tentang

pedoman

Organisasi Rumah Sakit Umum, maka rumah sakit adalah rumah sakit yang
memberikan pelayanan kesehatan yang
bersifat dasar, spesialistik, dan subspesialistik.Pelayanan medis spesialistik
dasar adalah pelayanan spesialistik penyakit dalam, kebidanan dan penyakit
kandungan, bedah dan kesehatan anak. Pelayanan medis spesialistik luas
adalah pelayanan medis spesialistik dasar ditambah dengan pelayanan
spesialistik telinga, hidung, dan tenggorokan, mata, syaraf, jiwa, kulit, dan
kelamin, jantung, paru, radiologi, anestesi, rehabilitasi medis, patologi
anatomi.

Pelayanan

medis

subspesialistik

luas

adalah

pelayanan

subspesialistik di setiap spesialisasi yang ada. Contoh: endokrinologi,


gastrohepatologi, nefrologi, geriatri, dan lain-lain.
Tugas dan Fungsi Rumah Sakit
Berdasarkan Pedoman Organisasi Rumah Sakit Umum, maka rumah sakit
umum mempunyai tugas melaksanakan upaya kesehatan. Upaya kesehatan
adalah
setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang
bertujuan
mewujudkan

derajat

kesehatan

masyarakat

secara

optimal.

Upaya

kesehatan
dilakukan
(promotif),

dengan

pendekatan

pemeliharaan,

peningkatan

kesehatan

pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), yang


dilaksanakan

secara

serasi

dan

terpadu

serta

berkesinambungan.

Berdasarkan SK
MenKes RI No. 983/MenKes/SK/XI/1992 rumah sakit umum mempunyai
fungsi:
a. menyelenggarakan pelayanan medis
b. menyelenggarakan pelayanan penunjang medis
c. menyelenggarakan pelayanan dan asuhan keperawatan
d. menyelenggarakan pelayanan rujukan
e. menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan
f. menyelenggarakan penelitian dan pengembangan
g. menyelenggarakan administrasi umum dan keuangan.
Klasifikasi Rumah Sakit

Klasifikasi Rumah Sakit Secara Umum

Rumah sakit dapat diklasifikasikan berdasarkan berbagai kriteria sebagai


berikut:
A. Berdasarkan Kepemilikan
1. Rumah Sakit Pemerintah, terdiri dari:
a. Rumah sakit yang langsung dikelola oleh Departemen Kesehatan
b. Rumah Sakit Pemerintah Daerah
c. Rumah Sakit Militer
d. Rumah Sakit BUMN
2. Rumah Sakit Swasta yang dikelola oleh masyarakat.
B. Berdasarkan Jenis Pelayanan
Berdasarkan jenis pelayanannya, rumah sakit terdiri atas:
1. Rumah Sakit Umum, memberi pelayanan kepada pasien dengan beragam
jenis penyakit.
2. Rumah Sakit Khusus, memberi pelayanan pengobatan untuk pasien
dengan kondisi medik tertentu baik bedah maupun non bedah. Contoh:
rumah sakit kanker, rumah sakit bersalin.
C. Berdasarkan Afiliasi Pendidikan

Terdiri atas 2 jenis, yaitu:


1. Rumah Sakit Pendidikan, yaitu rumah sakit yang menyelenggarakan
program latihan untuk berbagai profesi.
2. Rumah Sakit Non Pendidikan, yaitu rumah sakit yang tidak
menyelenggarakan program latihan untuk berbagai profesi dan tidak
memiliki hubungan kerjasama dengan universitas.

Klasifikasi Rumah Sakit Umum Pemerintah


Rumah sakit umum pemerintah pusat dan daerah diklasifikasikan menjadi
Rumah sakit kelas A, B, C, dan D. Klasifikasi tersebut didasarkan pada unsur
pelayanan, ketenagaan, fisik dan peralatan.
a. Rumah sakit umum kelas A, adalah rumah sakit umum yang mempunyai
fasilitas

dan

kemampuan

pelayanan

medik

spesialistik

luas

dan

subspesialistik luas.
b. Rumah sakit umum kelas B, adalah rumah sakit umum yang mempunyai
fasilitas dan kemampuan pelayanan medik sekurang-kurangnya sebelas
spesialistik dan subspesialistik terbatas.
c. Rumah sakit umum kelas C, adalah rumah sakit umum yang mempunyai
fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik dasar.
d. Rumah sakit umum kelas D, adalah rumah sakit umum yang mempunyai
fasilitas dan kemampuan pelayanan medik dasar.
Misi dan Visi Rumah Sakit
Misi rumah sakit merupakan pernyataan mengenai mengapa sebuah rumah
sakit didirikan, apa tugasnya dan untuk siapa rumah sakit tersebut
melakukan
kegiatan. Visi rumah sakit adalah gambaran keadaan rumah sakit di masa

mendatang dalam menjalankan misinya. Isi pernyataan visi tidak hanya


berupa
gagasan-gagasan kosong, visi merupakan gambaran mengenai keadaan
lembaga
di masa depan yang berpijak dari masa sekarang. Adapun pernyataan misi
dan visi
merupakan hasil pemikiran bersama dan disepakati oleh seluruh anggota
rumah
sakit. Misi dan visi bersama ini memberikan fokus dan energi untuk
pengembangan organisasi.
Rumah sakit umum mempunyai misi memberikan pelayanan kesehatan
yang bermutu dan terjangkau oleh masyarakat dalam rangka meningkatkan
derajat
kesehatan masyarakat (Trisnantoro, 2005).
Indikator Pelayanan Rumah Sakit
Program akreditasi rumah sakit yang dilaksanakan sejak tahun 1995
diawali dengan 5 jenis pelayanan yaitu pelayanan medis, pelayanan
keperawatan,
rekam medis, administrasi dan manajemen dan pelayanan gawat darurat.
Pada
tahun 1997, program diperluas menjadi 12 pelayanan yaitu kamar operasi,
pelayanan perinata resiko tinggi, pelayanan radiologi, pelayanan farmasi,
pelayanan laboratorium, pengendalian infeksi dan kecelakaan keselamatan
serta
kewaspadaan bencana. Pada tahun 2000 dikembangkan instrumen 16
bidang
pelayanan di rumah sakit. Pelatihan akreditasi rumah sakit oleh Balai
Pelatihan
Kesehatan dilakukan untuk membantu proses persiapan akreditasi.
Beberapa indikator pelayanan di rumah sakit antara lain adalah:

1. Bed Occupancy Rate (BOR): angka penggunaan tempat tidur


BOR digunakan untuk mengetahui tingkat pemanfaatan tempat tidur
rumah sakit. Angka BOR yang rendah menunjukkan kurangnya pemanfaatan
fasilitas perawatan rumah sakit oleh masyarakat. Angka BOR yang tinggi
(lebih
dari 85 %) menunjukkan tingkat pemanfaatan tempat tidur yang tinggi
sehingga
perlu pengembangan rumah sakit atau penambahan tempat tidur.
2. Length Of Stay (LOS): lamanya dirawat
LOS digunakan untuk mengukur efisiensi pelayanan rumah sakit yang
tidak dapat dilakukan sendiri tetapi harus bersama dengan interpretasi BTO
dan
TOI.
3. Bed Turn Over (BTO): frekuensi penggunaan tempat tidur
Bersama-sama indikator TOI dan LOS dapat digunakan untuk mengetahui
tingkat efisiensi penggunaan tempat tidur rumah sakit.
4. Turn Over Interval (TOI): interval penggunaan tempat tidur
Bersama-sama dengan LOS merupakan indikator tentang efisiensi
penggunaan tempat tidur. Semakin besar TOI maka efisiensi penggunaan
tempat
tidur semakin jelek.
Rekam Medik
Rekam medik adalah sejarah ringkas, jelas dan akurat dari kehidupan dan
kesakitan penderita dan ditulis dari sudut pandang medik. Setiap rumah
sakit
dipersyaratkan mengadakan dan memelihara rekam medik yang memadai
dari
setiap pasien, baik pasien rawat inap maupun pasien rawat jalan.
Suatu rekam medik yang lengkap mencakup data identifikasi dan

sosiologis,

sejarah

famili

pribadi,

sejarah

kesakitan

yang

sekarang,

pemeriksaan
fisik, pemeriksaan khusus seperti: konsultasi, data laboratorium klinis,
pemeriksaan sinar X dan pemeriksaan lain, diagnosis sementara, diagnosis
kerja,
penanganan medik atau bedah, patologi mikroskopik dan nyata, kondisi pada
waktu pembebasan, tindak lanjut dan temuan otopsi (Siregar dan Amalia,
2004).
Kegunaan rekam medik:
a. dasar perencanaan dan keberkelanjutan perawatan penderita
b. merupakan suatu sarana komunikasi antara dokter dan setiap profesional
yang
berkontribusi pada perawatan penderita
c. melengkapi bukti dokumen terjadinya atau penyebab penyakit penderita
dan
penanganan atau pengobatan selama dirawat di rumah sakit.
d. digunakan sebagai dasar untuk kaji ulang studi dan evaluasi perawatan
yang
diberikan kepada penderita.
e. membantu perlindungan kepentingan hukum penderita, rumah sakit dan
praktisi yang bertanggung jawab
f. menyediakan data untuk digunakan dalam penelitian dan pendidikan
g. dasar perhitungan biaya karena dengan menggunakan data dalam rekam
medik mempermudah bagian keuangan untuk menetapkan besarnya biaya
pengobatan seorang penderita (Siregar dan Amalia, 2004).
Komite Medik dan Panitia Farmasi dan Terapi (PFT)
Komite medik adalah wadah non struktural yang keanggotaannya dipilih
dari Ketua Staf Medis Fungsional (SMF) atau yang mewakili SMF yang ada di
Rumah Sakit. Komite Medis berada dibawah dan bertanggung jawab kepada
Direktur Utama.

PFT adalah sekelompok penasehat dari staf medik dan bertindak sebagai
garis komunikasi organisasi antara staf medik dan Instalasi Farmasi Rumah
Sakit
(IFRS). Pembentukan suatu PFT yang efektif akan memberikan kemudahan
dalam
pengadaan sistem formularium yang membawa perhatian staf medik pada
obat
yang terbaik dan membantu mereka dalam menyeleksi obat terapi yang
tepat bagi
pengobatan penderita tertentu. Panitia ini difungsikan rumah sakit untuk
mencapai
terapi obat yang rasional.
Ketua PFT dipilih dari dokter yang diusulkan oleh komite medik dan
disetujui pimpinan rumah sakit. Ketua adalah seorang anggota staf medik
yang
memahami benar dan pendukung kemajuan IFRS dan ia adalah dokter yang
mempunyai pengetahuan mendalam di bidang farmakologi klinik. Sekretaris
panitia adalah kepala IFRS atau apoteker senior lain yang ditunjuk oleh
kepala
IFRS. Susunan anggota PFT harus mencakup dari tiap SMF yang ada di rumah
sakit. Fungsi dan ruang lingkup PFT adalah:
1. menyusun formularium rumah sakit sebagai pedoman utama bagi para
dokter
dalam memberi terapi kepada pasien. Pemilihan obat untuk dimasukkan ke
dalam formularium harus didasarkan pada evaluasi terhadap efek terapi,
keamanan serta harga obat dan juga harus meminimalkan duplikasi produk
obat yang sama. PFT berdasarkan kesepakatan dapat menyetujui atau
menolak
produk obat atau dosis obat yang diusulkan oleh SMF
2. menetapkan pengelolaan obat yang digunakan di rumah sakit dan yang
termasuk kategori khusus

3. melakukan tinjauan terhadap penggunaan obat di rumah sakit dengan


meneliti
rekam medik kemudian dibandingkan dengan standar diagnosa dan terapi
4. mengumpulkan dan meninjau laporan mengenai efek samping obat
5. mengembangkan ilmu pengetahuan yang menyangkut obat kepada staf
medis
dan perawat
6. membantu instalasi farmasi dalam mengembangkan tinjauan terhadap
kebijakan-kebijakan dan peraturan-peraturan mengenai penggunaan obat di
rumah sakit sesuai dengan peraturan yang berlaku secara lokal maupun
nasional
7. membuat Pedoman Penggunaan Antibiotik (Siregar dan Amalia, 2004)
PFT ini meningkatkan penggunaan obat secara rasional melalui
pengembangan kebijakan dan prosedur yang relevan untuk seleksi obat,
pengadaan, penggunaan dan melalui edukasi tentang obat bagi penderita
dan staf
profesional.
Formularium Rumah Sakit
Formularium rumah sakit adalah daftar obat baku yang dipakai oleh rumah
sakit yang dipilih secara rasional dan dilengkapi penjelasan, sehingga
merupakan
informasi obat yang lengkap untuk pelayanan medik rumah sakit, terdiri dari
obatobatan
yang tercantum Daftar Obat Essensial Nasional (DOEN) dan beberapa
jenis obat yang sangat diperlukan oleh rumah sakit serta dapat ditinjau
kembali
sesuai dengan perkembangan bidang kefarmasian dan terapi serta keperluan
rumah

sakit

yang

No.0428/YanMed/RSKS/SK/89

bersangkutan
tentang

Petunjuk

(SK

Dirjen

YanMed

Pelaksanaan

Permenkes

No.085/MenKes/Per/I/1989).
Penyusunan formularium rumah sakit merupakan tugas PFT. Adanya

formularium diharapkan dapat menjadi pegangan para dokter staf medis


fungsional dalam memberi pelayanan kepada pasien sehingga tercapai
penggunaan obat yang efektif dan efisien serta mempermudah upaya
menata
manajemen kefarmasian di rumah sakit.
Kegunaan formularium di rumah sakit:
1. membantu menyakinkan mutu dan ketepatan penggunaan obat di rumah
sakit
2. sebagai bahan edukasi bagi staf medik tentang terapi obat yang benar
3. memberi ratio manfaat yang tinggi dengan biaya yang minimal (Siregar
dan
Amalia, 2004).
2.5 Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS)
IFRS adalah fasilitas pelayanan penunjang medis, di bawah pimpinan
seorang apoteker dibantu oleh beberapa orang apoteker yang memenuhi
persyaratan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan kompeten
secara profesional, yang bertanggung jawab atas seluruh pekerjaan serta
pelayanan kefarmasian, yang terdiri atas pelayanan paripurna, mencakup
perencanaan;

pengadaan;

produksi;

penyimpanan

perbekalan

kesehatan/sediaan farmasi;
dispensing obat berdasarkan resep bagi penderita rawat tinggal dan rawat
jalan;
pengendalian mutu dan pengendalian distribusi dan penggunaan seluruh
perbekalan kesehatan di rumah sakit; serta pelayanan farmasi klinis (Siregar
dan
Amalia, 2004).
2.5.1 Pelayanan Kefarmasian
Pelayanan kefarmasian dibagi menjadi 2 bagian yaitu pelayanan farmasi
minimal dan pelayanan farmasi klinis.
2.5.1.1 Pelayanan Farmasi Minimal
Dalam pelaksanaannya, pelayanan farmasi minimal dibagi atas:

a. Produksi
Instalasi farmasi rumah sakit memproduksi produk non steril serta
pengemasan kembali produk-produk tertentu.
b. Perbekalan
Merupakan unit pelaksana instalasi farmasi rumah sakit yang meliputi
pengadaan dan penyimpanan perbekalan farmasi. Pengadaan merupakan
proses
kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah dan harga perbekalan farmasi.
Pengadaan
bertujuan untuk mendapatkan jenis dan jumlah sesuai dengan kebutuhan
dan
anggaran serta menghindari kekosongan obat.
Pedoman perencanaan berdasarkan:
1. Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) atau formularium, standar terapi
rumah sakit dan ketentuan setempat yang berlaku.
2. data catatan medik
3. anggaran yang tersedia
4. penetapan prioritas
5. siklus penyakit
6. sisa stok
7. data pemakaian periode lalu
8. perencanaan pengembangan
Pengadaan perbekalan farmasi merupakan kegiatan untuk merealisasikan
kebutuhan yang telah direncanakan. Penyimpanan perbekalan farmasi
merupakan
kegiatan pengaturan sediaan farmasi di dalam ruang penyimpanan dengan
tujuan
untuk:
1. menjamin mutu tetap baik, yaitu kondisi penyimpanan disesuaikan
dengan
sifat obat, misalnya dalam hal suhu dan kelembaban.

2. memudahkan dalam pencarian, misalnya disusun berdasarkan abjad.


3. memudahkan pengawasan persediaan/stok dan barang kadaluarsa, yaitu
disusun berdasarkan First In First Out (FIFO) dan First Expired First Out
(FEFO)
4. menjamin pelayanan yang cepat dan tepat.
c. Distribusi
Distribusi merupakan serangkaian kegiatan dalam rangka penyaluran
obatobatan
dan alat kesehatan.
Sistem distribusi obat harus menjamin:
1. obat yang tepat diberikan kepada pasien yang tepat
2. dosis yang tepat dan jumlah yang tepat
3. kemasan yang menjamin mutu obat
d. Administrasi
Administrasi yang teratur sangat dibutuhkan untuk menjamin
terselenggaranya sistem pembukuan yang baik. Oleh karena itu tugas
administrasi
di instalasi farmasi dikoordinir oleh koordinator yang bertanggung jawab
langsung kepada kepala instalasi farmasi rumah sakit.
2.5.1.2 Pelayanan Farmasi Klinis
Pelayanan farmasi klinis adalah praktek kefarmasian berorientasi kepada
pasien dengan penerapan pengetahuan dan keahlian farmasi dalam
membantu
memaksimalkan efek obat dan meminimalkan toksisitas bagi pasien secara
individual.
Tujuan pelayanan farmasi klinis adalah meningkatkan keuntungan terapi
obat dan mengoreksi kekurangan yang terdeteksi dalam proses penggunaan
obat
karena itu tujuan farmasi klinis adalah meningkatkan dan memastikan
kerasionalan, kemanfaatan dan keamanan terapi obat.
Menurut SK MenKes No.436/MenKes/SK/VI/1993 pelayanan farmasi

klinis meliputi:
a. melakukan konseling
b. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
c. pencampuran obat suntik secara aseptik
d. menganalisa efektivitas biaya secara farmakoekonomi
e. penentuan kadar obat dalam darah
f. penanganan obat sitostatika
g. penyiapan Total Parenteral Nutrisi (TPN)
h. pemantauan dan pengkajian penggunaan obat
i. pendidikan dan penelitian (Aslam, dkk., 2003).
2.5.2 Pengelolaan dan Penggunaan Obat Secara Rasional (PPOSR)
PPOSR adalah pengelolaan obat yang dilaksanakan secara efektif dan
efisien dimana pemanfaatan atau efikasi, keamanan (safety) dan mutu (quality)
obat terjamin; serta penggunaan obat secara 4 T + 1 W, artinya obat harus
diberikan dengan tepat pasien, tepat indikasi, tepat obat, tepat dosis dan
senantiasa
waspada terhadap kemungkinan terjadinya efek samping obat yang tidak
diinginkan.
Kegiatan pengelolaan dan penggunaan obat dimulai dari:
a. pemilihan jenis obat dan alat kesehatan yang dibutuhkan
b. perencanaan untuk mengadakan obat dan alat kesehatan tersebut dalam
jenis,
jumlah, waktu dan tempat yang tepat
c. pengadaan berdasarkan pertimbangan dana yang tersedia dan skala
prioritas
untuk pengadaan yang tepat
d. penyimpanan yang tepat sesuai dengan sifat masing-masing obat dan alat
kesehatan
e.

penyaluran

kepada

unit-unit

pelayanan

dan

penunjang

yang

membutuhkan
obat dan alat kesehatan tersebut di Instalasi Gawat Darurat, Instalasi Bedah

Pusat, Instalasi Rawat Jalan dan Instalasi Rawat Inap


f. penulisan resep oleh dokter (Prescribing Process)
g. peracikan oleh farmasis (Dispensing Process)
h. pemberian oleh perawat kepada penderita (Administration Process)
i. penggunaan oleh penderita (Consuming Process)
j. pemantauan khasiat dan keamanan obat oleh dokter, perawat, farmasis
dan
penderita.
Seluruh kegiatan pengelolaan dan penggunaan obat yang dimulai dari
pertama sampai langkah ke 10 disebut sebagai Lingkar Sepuluh Kegiatan
Pengelolaan Dan Penggunaan Obat Secara Rasional (LSK-PPOSR), dimana
jika semua langkah dilakukan dengan tepat, maka diharapkan akan dapat
mencegah timbulnya masalah-masalah yang berkaitan dalam pengelolaan
dan
penggunaan obat serta alat kesehatan.
Instalasi Central Sterilization Supply Department (CSSD)
Central Sterilization Supply Department (CSSD) atau Instalasi Pusat
Pelayanan Sterilisasi merupakan satu unit atau departemen dari rumah sakit
yang
menyelenggarakan proses pencucian, pengemasan, sterilisasi terhadap
semua alat
atau bahan yang membutuhkan kondisi steril. Berdirinya CSSD di rumah
sakit dilatar belakangi oleh:
a. besarnya angka kematian akibat infeksi nasokomial.
b. kuman mudah menyebar, mengkontaminasi benda dan menginfeksi
manusia
di lingkungan rumah sakit.
Fungsi utama CSSD adalah menyiapkan alat-alat bersih dan steril untuk
keperluan perawatan pasien di rumah sakit. Secara lebih rinci fungsinya
adalah

menerima, memproses, mensterilkan, menyimpan serta mendistribusikan


peralatan medis ke berbagai ruangan di rumah sakit untuk kepentingan
perawatan
pasien. Alur aktivitas fungsional CSSD dimulai dari proses pembilasan,
pembersihan/dekontaminasi,

pengeringan,

inspeksi

dan

pengemasan,

memberi
label, sterilisasi, sampai proses distribusi (Hidayat, 2003).
Lokasi CSSD sebaiknya berdekatan dengan ruangan pemakai alat steril
terbesar. Dengan pemilihan lokasi seperti ini maka selain meningkatkan
pengendalian infeksi dengan meminimalkan resiko kontaminasi silang, serta
meminimalkan lalu lintas transportasi alat steril (Hidayat, 2003).
Instalasi Gas Medis
Defenisi Gas Medis
a. instalasi gas medis adalah seperangkat sentral gas medis, instalasi pipa
gas
medis sampai ke outlet.
b. gas medis adalah gas dengan spesifikasi khusus yang digunakan untuk
pelayanan medis pada sarana kesehatan
c. instalasi pipa gas medis adalah seperangkat prasarana perpipaan beserta
peralatan yang menyediakan gas medis tertentu yang dibutuhkan untuk
penyaluran gas medis ke titik outlet ke ruang tindakan dan ruang perawatan.
d. sentral gas medis adalah seperangkat prasarana peralatan dan atau
tabung
gas/liquid yang menyimpan beberapa gas medis tertentu yang dapat
disalurkan
melalui pipa instalasi gas medis.
e. Outlet adalah keluaran gas medis melalui dinding.
2.7.2 Penyimpanan Gas Medis
Persyaratan penyimpanan gas medis:
a. tabung-tabung gas medis harus disimpan berdiri, dipasang penutup kran

dan dilengkapi tali pengaman untuk menghindari jatuh pada saat terjadi
bencana
b. lokasi penyimpanan harus khusus dan masing-masing gas medis
dibedakan tempatnya
c. penyimpanan tabung gas medis yang berisi dan tabung gas medis yang
kosong dipisahkan untuk memudahkan pemeriksaan dan penggantian
d. lokasi penyimpanan diusahakan jauh dari sumber panas, listrik dan oli
atau
sejenisnya
e. gas medis yang sudah cukup lama disimpan, agar dilakukan uji atau tes
kepada produsen untuk mengetahui kondisi gas medis tersebut (SK
Menkes No. 1439/Menkes/SK/XI/2002).

Anda mungkin juga menyukai