Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Masalah


Kebudayaan bukanlah sesuatu yang muncul bersamaan
dengan kelahiran, melainkan kebudayaan bisa diperoleh
melalui

suatu

proses

belajar

dari

lingkungan,

baik

lingkungan alam maupun lingkungan sosial. Manusia

yang

telah dilengkapi dirinya dengan kebudayaan maka manusia


tersebut

telah

lingkungan
berupa

melakukan

sehingga

rencana,

proses

memiliki

aturan

resep,

belajar

terhadap

perangkat

pengendali

instruksi

yang

akan

digunakan untuk mengatur terwujudnya tingkah laku dan


tindakan

tertentu

proses

belajar

manusia

baik

(Geertz,
tersebut

yang

1972
adalah

berbentuk

:33-34).
berupa

kongkrit

Hasil

dari

kebudayaan

maupun

abstrak

merupakan bentuk adaptasi manusia terhadap lingkungan.


Hal ini menunjukkan bahwa antara manusia, kebudayaan
dan lingkungan terdapat kaitan yang sangat erat.
Dalam proses adaptasi lingkungan tersebut, alam
pikiran

manusia

menurut

levi-straus

degerakkan

oleh

pemikiran disinterested yaitu kegunaan-kegunaan serta


kebutuhan

untuk

mengenal

lingkungan

sekitar

mereka,

baik lingkungan alam maupun lingkungan sosial sehingga

untuk mencapai tujuannnya


baik

yang

bersifat

kongkrit

pengertian

ini

pengetahuan

sekaligus

efektif

dan

manusia menciptakan alat


maupun

kebudayaan

dianggab

sebagai

efisien

dalam

abstrak.

alat

Dalam

merupakan
yang

menghadapi

paling

lingkungan

(Ahimsa, 1984 : ). Salah satu bentuk adaptasi manusia


baik terhadap lingkungan alam maupun lingkungan sosial
budaya adalah adanya kebutuhan akan hunian atau tempat
tinggal. Tempat tinggal atau rumah adalah manivestasi
akan kebutuhan ruang oleh manusia.
Hubungan antara manusia dengan
salah

satu

dari

sekian

banyak

ruang merupakan

relasi

manusia

yang

dipelajari oleh para peneliti. Dalam kaitannya dengan


kajian arkeologi, wujud relasi ini tampak nyata dalam
pemukiman
baik

manusia

secara

merupakan
manusia
upaya

sadar

manusia

pandangan

pola-pola

maupun

pengejawantahan

mengenai

lingkungan

dan

ruang,
untuk

fisiknya
dan

yang

tidak.

Sebuah

(ekspresi)
serta

dan

berdasarkan
yang

pemukiman

dari

merupakan

mengubah

pengetahuan

dihasilkannya,

konsepsi

hasil

dari

memanfaatkan

atas

pandangan-

dimilikinya

mengenai

lingkungan tersebut (Ahimsa, 1995:10). Menurut Evon Z.


Vogt
mencakup

(1956)
usaha

studi
untuk

pola

pemukiman

pada

mendeskripsikan

dasarnya

butir-butir

berikut : 1.hakekat dari suatu atau beberapa tipe rumah


tinggal ("the nature of individual domestic housetype
or types") 2.pengaturan spasial tipe-tipe rumah tinggal
dalam hubungannya satu sama lain di satu desa atau
suatu

komunitas

domestic

house

("the
types

spatial
with

arrangement

respect

to

of

one

these

another

within the village or community unit") 3.relasi antara


tipe-tipe

rumah

arsitektur

lainnya

houstypes

to

tinggal

other

dengan

("the

bangunan-bangunan

relationship

special

of

architectural

domestic
features")

4.perencanaan desa secara menyeluruh dan komunitasnya


("the

overall

village

5.hubungan-hubungan

spasial

komunitas-komunitas

satu

kawasan

sesuai

yang

luas

or

community
antara

dengan
dengan

yang

plan")

desa-desa
lain

dan
atau

di

suatu

kelayakannya

("the

spatial relationships of the villages or communities


to one another over as large an area as feasible")
(Ahimsa, 1995:12).
Arkeologi keruangan pada dasarnya merupakan kajian
dalam

arkeologi

yang

mempelajari

ruang

tempat

ditemukannya hasil-hasil kegiatan manusia masa lampau,


sekaligus

mempelajari

pula

hubungannya

antar

ruang

dalam satu situs, sistem situs, beserta lingkungannya


(Clarke,

1997:9).

Dalam

analisisnya,

terdapat

tiga

tingkat

ruang,

Tingkat

mikro

yaitu

mikro,

memusatkan

semi-makro,

perhatiannya

dan

pada

makro.

hubungan

antar komponen di dalam suatu bangunan atau struktur,


tingkat

semi-makro

komponen

di

dalam

memperhatikan
suatu

situs,

hubungan
dan

antar

tingkat

makro

memperhatikan hubungan antar situs dalam satuan wilayah


budaya

(Riyanto, 1995:118).

Di
lapisan

dalam

kehidupan

apapun

sehari-hari,

mempunyai

angan-angan

manusia
dan

dari

keinginan

untuk menciptakan sebuah hunian atau tempat tinggalnya


sebaik mungkin, seakan-akan itulah yang diidam-idamkan
(Ronald, 1990:1). Hal ini sangat menarik untuk dikupas,
tentang bagaimana proses manusia mengembangkan gagasan,
pemikiran

dan

perasaannya,

sehingga

sampai

pada

gambaran tentang perwujudan sebuah hunian.


Yogyakarta sebagai ibukota
Hadiningrat

tidak

dapat

bangsa-bangsa

asing

Cina

maupun

Jepang,

tersebut,
budayanya
disebabkan
Nusantara

bangsa
dari
oleh
ini

baik

dilepaskan
yang

Arab.

Belanda

pada

Kraton Ngayogyakarta

Di

berasal
antara

lebih

keberadaan

didukung

oleh

dari

Belanda,

tinggalan

lainya.
bangsa

suatu

hadirnya

bangsa-bangsa

banyak

bangsa-bangsa

karena

dari

Hal

itu

Belanda

pemerintah

di

yang

resmi

yaitu

pemerintah

Kolonial

Belanda

(Anonim,

2003:12).
Kehadiran bangsa-bangsa asing tersebut khususnya
bangsa Belanda tidak serta merta begitu saja singgah
dan menjajah kepulauan nusantara ini. Dalam hitungan
waktu

yang

cukup

lama

Belanda

singgah

di

Indonesia

meninggalkan suatu bentuk budaya yang masih dapat kita


lihat

sampai

monumental.

sekarang

Hasil

khususnya

budaya

hasil

monumental

bercorak

budaya
Eropa

(Belanda) di Yogyakarta sendiri terdiri atas beberapa


jenis baik berupa bangunan perkantoran, benteng, tempat
tinggal, tempat-tempat ibadah, maupun pabrik. Beberapa
gedung

yang

antaranya

hingga

adalah

kini

Benteng

masih

dapat

Vredeburg,

diamati

Gedung

di

Agung,

Gedung BNI 46, Kantor Pos Besar, Kantor Bank Indonesia,


Hotel

Toegoe,

Hotel

Garuda,

Stasiun

Lempuyangan

dan

Stasiun Tugu, Gereja Margomulyo, Kompleks Permukiman


Kota Baru dengan berbagai fasilitas baik hunian tempat
tinggal,
ibadah.

kantor,
Adanya

rumah

kawasan

sakit,
Kota

sekolah,

Baru

ini

dan
dipicu

sarana
oleh

banyaknya orang-orang Belanda yang bermukim di daerah


Yogyakarta
Hamengku

terutama
Buwana

perkebunan,

sejak

VII

masa

seiring

perindustrian,

dan

pemerintahan

Sultan

dengan

perkembangan

maraknya

perekonomian

(Anonim, 2003:12). Perkembangan wilayah hunian tidak


hanya di pusat kota Yogyakarta lama, akan tetapi juga
daerah pinggiran kota waktu itu, misalnya di sebelah
utara ada kawasan Jetis, di sebelah timur ada kawasan
Bintaran dan sebelah timur laut terdapat kawasan Kota
Baru ini.
Kawasan pemukiman Kota Baru selain bangunan Hunian
juga

terdapat

Wijk

Katholieke

Gereja

Santo

bangunan
Kerk

untuk
yang

Antonius,

keagamaan

sekarang

yaitu

dikenal

Gereformeerde

Kerk

Nieuw
dengan
Djogja

sekarang bernama Gereja HKBP , Kolese Santo Ignatius,


sarana

olah

raga

voetbal

terrein

(lapangan

bola)

Kridosono. Di samping itu juga ada fasilitas-fasilitas


pendidikan

di

antaranya

5)bertempat

di

Christelijke

MULO

Sport

Normaalshool
Boulevard

(sekarang

SMU

(Sekarang
(Jl.

BOPKRI)

SMPN

Wardani),
dibangun

tahun 1921 bertempat di Petrolella Weg (Jl. Wardani 2),


dan AMS (sekarang SMUN 3), serta fasilitas kesehatan
seperti Rumah Sakit Petronella (sekarang Rumah Sakit
Bethesda), Rumah sakit militer (sekarang Rumah Sakit
DKT). Semua bangunan-bangunan di kawasan ini mempunyai
gaya arsitektur yang khas yaitu gaya arsitektur eropa.
Bagaimana

gaya-gaya

penerapannya

di

arsitektur

kawasan

eropa

permukiman

dan
Kota

bagaimana
Baru

ini

merupakan

suatu

objek

kajian

arkeologi

yang

menarik

untuk diteliti lebih lanjut.


Diantara bangunan-bangunan yang telah disebutkan
di atas, salah satu tinggalan budaya kolonial berupa
bangunan

rumah

tinggal

di

kawasan

Kota

Baru

adalah

sebuah bangunan yang terletak di jalan Abu Bakar Ali


No.12. Bangunan ini sejak tahun 1966 beralih fungsi
menjadi

biara

tempat

pendidikan

bagi

calon-calon

suster

yang diberi nama Susteran Amal Kasih Darah

Mulia. Bangunan ini dahulu merupakan sebuah bangunan


tempat tinggal seorang bangsawan berketurunan Cina 2.
Bangunan
dulunya

Susteran

merupakan

Amal

tempat

Kasih

tinggal

Darah
ini

Mulia

juga

yang

merupakan

sebuah bangunan yang menunjukkan apresiasi gagasan dan


konsep yang matang oleh pembuatnya. Secara keseluruhan
nampak
juga

gaya

indis

beberapa

mendominasi

bangunan

bangunan

pendukung

meskipun

seperti

ada

pagar

mempunyai ciri arsitektur Cina. Dengan mengamati

gaya

arsitektur dari bangunan yang merupakan perpaduan dari


tiga gaya arsitektur yaitu Jawa, Eropa dan Cina ini
dapat memberikan satu gambaran
dari

sebuah

fasat

budaya yang ditampilkan

bangunan.

Pengertian

tentang

arsitektur ini tergantung dari segi mana memandangnya.


Dari

segi

seni,

arsitektur

adalah

seni

bangunan

termasuk di dalamnya bentuk dan ragam hiasnya. Dari


segi

teknik,

bangunan

arsitektur

termasuk

adalah

proses

sistem

mendirikan

perancangan,

konstruksi,

struktur, yang juga menyangkut dekorasi dan keindahan.


Dipandang dari segi ruang arsitektur adalah pemenuhan
kebutuhan
untuk

ruang

oleh

melaksanakan

sejarah,

manusia

atau

aktivitas

kebudayaan

dan

kelompok

tertentu.

geografi,

manusia

Dari

arsitektur

segi
adalah

ungkapan fisik penggalan budaya dari suatu masyarakat


dalam

batasan

tempat

dan

waktu

tertentu

(Sumalyo,

1997:01).

Setelah tahun 1966 ketika bangunan ini bukan lagi


menjadi rumah tinggal tetapi berganti fungsi menjadi
tempat pendidikan dan asrama bagi calon-calon suster
yang

biasa

mengalami

dikenal

sebagai

perluasan

ruang

biara,

untuk

bangunan

memenuhi

ini

kebutuhan

komunitas penghuni baru. Beberapa yang nampak terlihat


dari

perubahan

sebelah

ruang

pendidikan,

alih

fungsi

tamu

utama,

tempat

ibadah

adalah

adanya

penambahan

(kapel),

kantor

ruang

ruang

ruang makan. Dalam proses perubahan fungsi

di

untuk

tidur,

dan

bangunan

yang terjadi nampak juga adanya peralihan sifat dari


masing-masing ruang, yaitu profan ke sakral mengingat

bahwa ketika menjadi sebuah biara, sifat dari bangunan


ini berubah. Peralihan sifat sakral (suci) dikarenakan
terdapat

bangunan

peribadatan

yang

disebut

kapel.

Kapel menurut penganut agama nasrani dikenal sebagai


rumah

tuhan

bait

allah.

penambahan

ruang

pada

bangunan ini tetap memperhitungkan nilai estetika yang


tinggi, yaitu nampak pada keselarasan bentuk arsitektur
yang

merupakan

suatu

adaptasi

dengan

bangunan

rumah

tinggal sebelumnya. Bangunan ini sampai sekarang masih


terjaga kelestariannya, maka tak heran jika pada tahun
2002

Susteran Amal Kasih Darah Mulia ini mendapatkan

Penghargaan

Warisan

Budaya

yang

disampaikan

oleh

Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwana X.


Mengingat objek dari penelitian ini berangkat dari
satu bangunan maka bisa dikatakan sebagai

kajian ruang

skala mikro. Kajian ini meliputi pengatuaran ruang dan


hubungan antar ruang dalam satu bangunan tunggal dalam
usaha rekonstruksi jenis aktivitas dan ruang aktivitas
(Mundardjito, 1990:01 ).

I.2 Rumusan Masalah


Berangkat
dipaparkan
diajukan

di

dari
atas,

adalah

latar
topik

mengenai

belakang

yang

telah

permasalahan

yang

akan

arsitektur

gaya

dan

pengorganisasian
arsitektur

ruang,

sendiri

lingkungan

di

mana

meliputi

berdasarkan

gagasan

dari

penataan
manusia

pengertian
ruang

untuk

dan

menata

ruang dan lingkungannya. Bangunan yang dirancang dan di


wujudkan
kondisi

itu

sebagai

yang

bisa

tanggapan

bersifat

terhadap

fungsional,

sekumpulan

atau

mungkin

juga refleksi dari derajat sosial, ekonomi, politik,


bahkan

bisa

juga

mengarah

pada

unsur

simbolisme

Untuk itu permasalahan yang akan dibahas adalah :


1. Bagaimana
penataan

perkembangan
ruang

Susteran

fungsi
Amal

bangunan

Kasih

Darah

dan
Mulia

ketika masih menjadi rumah tinggal sampai beralih


fungsi

menjadi

tempat

pendidikan

calon-calon

suster sejak tahun 1966 ?


2. Faktor-faktor

apa

yang

menjadi

penyebab

dari

perkembangan dan perubahan alih fungsi bangunan


ini ?
3. Apa

yang

melatarbelakangi

unsur

perpaduan

gaya

arsitektur eropa, jawa, dan cina pada bangunan ?

I.3 Tujuan Penelitian


Penelitian
perkembangan

ini

bertujuan

untuk

mengetahui

tata ruang di Susteran Amal Kasih Darah

Mulia ketika masih menjadi rumah tinggal sampai beralih

10

fungsi

menjadi

suster

yang

adanya

hirarki

tempat

nantinya
dan

pendidikan
dapat

sifat

bagi

calon-calon

menunjukkan
dari

fungsi

setiap

ruang

atau
dalam

bangunan. Hirarki yang dimaksud adalah ruang-ruang yang


menunjukkan

satu

status

yang

berbeda

dalam

satu

komunitas. sedangkan sifat yang dimaksud adalah wilayah


atau ruang-ruang yang dianggap sakral dan profan atau
juga ruang yang

bersifat pribadi (privacy area) dan

wilayah yang bersifat umum (public area) 4.


Penelitian ini juga berusaha untuk mendeskripsikan
gaya arsitektur
kesatuan
fungsi

baik

bangunan

tata

ruang

interior maupun eksterior dalam

selama
sejak

terjadinya
tahun

perubahan

1925

ketika

alih
masih

menjadi rumah kediaman pribadi sampai tahun 1983 ketika


sudah

menjadi

bangunan

biara.

Bagi

arkeologi,

gaya

arsitektur pada sebuah bangunan dapat menujukkan suatu


makna

simbolis,

manusia.
atau

kronologi

Sedangkan

style

pada

menurut
sebuah

atau

wujud

Budi

Adelar

bangunan

dari

perilaku

Sukada,

penting

Gaya

dipahami

terutama karena sering kali merupakan salah satu cara


untuk mengekspresikan aspirasi dan cita rasa pemilik
rumah, baik secara perorangan maupun berkelompok. Juga
merepresentasikan selera umum yang berlaku dalam suatu

11

periode. Dengan mengenali style bangunan gedung yang


mendominasi suatu lingkungan, akan lebih mudah menduga
periode

pembangunannya.

Selain

itu,

juga

akan

dapat

dengan pasti menyatakan apakah bangunan gedung tersebut


orisinil atau tidak apabila style-nya dapat dikenali 5.
I.4 Tinjauan Pustaka
Penelitian-penelitian yang dilakukan pada kawasan
Kota Baru telah banyak dilakukan terutama penelitian
yang mengupas

kawasan ini secara umum, seperti pola

permukiman masyarakat Belanda di Kawasan Kota Baru dan


faktor-faktor

yang

melatarbelakangi

munculnya

permukiman di Kawasan Kota Baru seperti penelitian yang


dilakukan oleh Muhammad Junawan dalam skripsi sarjana
pada

tahun

1998

dengan

judul

"Kota

Baru

Pola

Pemukiman Masyarakat Belanda di Yogyakarta tahun 1899

1936"

Surayati

Supangkat

dan

Rita

Margareta

Setyaningsih dalam BERKALA Arkeologi 1995 yang berjudul


"Kota

Baru

Kajian

awal

tentang

kawasan

di

Jogjakarta". Serta Buku yang berjudul "Mosaik Pusaka


Budaya

Yogyakarta"

terbitan

Balai

Pelestarian

Peninggalan Purbakala Jogjakarta. Dalam buku ini banyak


memaparkan tinggalan-tinggalan arkeologis di Yogyakarta
yang di kemas dalam suatu periodesasi atau pembabakan,

12

yaitu masa prasejarah, klasik (Hindu-Budha), Islam, dan


kolonial. Keterangan mengenai tinggalan budaya bangsa
Belanda khususnya di kawasan Kota Baru juga tak lepas
dari pembahasan. Dalam buku ini juga terdapat

satu

deskripsi singkat mengenai bangunan Susteran Amal Kasih


Darah Mulia yang menjadi objek dari penelitian .
Ada

beberapa

penelitian

yang

sudah

mencoba

mendeskripsikan satu bangunan saja di kawasan Kota Baru


ini, seperti penelitian yang dilakukan oleh Muhammad
Panji

Kusumah

pada

tahun

2002

yang

berjudul

Perkembangan Fungsi Bangunan dan Penataan Ruang Hotel


Phoenix Yogyakarta. Sulistianingsih Catur Wibowo pada
tahun

2000

yang

berjudul

"Perubahan

Penataan

dan

Fungsi Ruang Rumah Sakit Mata dr. Yap Jogjakarta tahun


1923-1999".

serta

penelitian

yang

dilakukan

Daru

Istiarin pada tahun 2000 yang berjudul "Perkembangan


Tata Letak dan Fungsi Ruang pada Rumah Sakit Panti
Rapih

tahun

1929-1998".

Dan

penelitian

Penempatan dan Tata Ruang SMU BOBKRI,


5

di

Kota

Baru

Jogjakarta".

perkembangan tata ruang

"Pola

SMU 3, dan SLTP

Untuk

dan arsitektur

penelitian

Susteran Amal

Kasih Darah Mulia selama ini belum penah dilakukan.


Beberapa

literatur

diatas

dapat

membantu

memberikan gambaran umum mengenai kondisi geografis,

13

sosial budaya, serta lingkungan

permukiman kawasan

Kota Baru.

1.5 Metode Penelitian


Penelitian

ini

merupakan

penelitian

yang

menerapkan pendekatan keruangan. Arkeologi Ruang yang


merupakan salah satu studi kasus dalam bidang arkeologi
pada

pokoknya

pengakajian

lebih

menitikberatkan

dimensi

ruang

perhatian

(spasial).

pada

Perhatian

arkeologi ruang lebih banyak ditekankan kepada benda


arkeologi sebagai kumpulan atau himpunan dalam suatu
ruang

dari

pada

sebagai

satuan

benda

tunggal

yang

berdiri sendiri (Mundardjito, 1993:5). Oleh karena itu


keseluruhan bangunan, dan konteks lingkungan sebagai
satuan ruang dijadikan bahan analisis.
Objek dari penelitian ini adalah sebuah bangunan
yang terletak di Jalan Abu Bakar Ali No.12 Kota Baru
Jogjakarta.
tinggal

Bangunan

keluarga

ini

Dr.

dulunya

Yap,

merupakan

kemudian

tempat

ditempati

oleh

keluarga pribumi dari tahun 1954, dan pada tahun 1966


bangunan

rumah

tinggal

ini

beralih

fungsi

menjadi

biara, tempat pendidikan calon-calon suster.


Penelitian yang akan dilakukan bersifat deskriptif
yaitu memberikan gambaran dan menjelaskan secara rinci

14

tentang fakta atau gejala tertentu yang diperoleh dalam


penelitian.
model

Sedangkan

penalaran

metode

induktif,

penalaranya

yaitu

satu

menggunakan

metode

untuk

menjelaskan suatu masalah berdasarkan data yang ada,


sehingga memperoleh suatu pemecahan dan menghasilkan
generalisasi

secara

umum.

Penelitian

dengan

metode

induktif ini bertujuan untuk memperdalam pengetahuan


mengenai

suatu

gejala

tertentu

atau

mendapatkan

ide

baru mengenai gejala tersebut. Penelitian ini diawalai


dengan pengumpulan data melalui observasi dan survey
lapangan, untuk kemudian data yang sudah diperoleh tadi
dianalisis

untuk

penarikan

suatu

kesimpulan.

Sesuai

dengan penalaran di atas maka tahap-tahap yang akan


dilakukan dalam penelitian ini adalah :
1. Tahap Pengumpulan Data
a. Observasi dan Survey Lapangan
observasi

dan

pengumpulan

data

penelitian

melalui

terhadap
penelitian.

survey

secara

Objek

langsung

pengematan

gejala-gejala
dari

lapangan

yang

dan
ada

penelitian

di

adalah
lokasi

pencatatan
pada
ini

objek
adalah

bangunan Susteran Amal Kasih Darah Mulia Kota Baru


baik bangunan lama (asli) maupun bangunan tambahan.
Pengamatan ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran

15

perkembangan tata ruang dan unsur-unsur arsitektur


indis dan cina pada bangunan. Objek bangunan ini
merupakan data primer.
b. Wawancara
wawancara

ini

dilakukan

untuk

mendapatkan

informasi mengenai perubahan fungsi bangunan dan


perkembangan tata ruang ketika digunakan sebagai
rumah

tinggal

pribadi

menjadi biara.

hingga

kemudian

berganti

Wawancara akan dilakukan kepada

pihak susteran yang telah melakukan serah terima


kepemilikan

hak

rumah.

Wawancara

ini

dilakukan

dengan cara bertanya langsung kepada informan dan


mencatat data yang diberikan informan tersebut.
c. Studi Pustaka
Data

dari

studi

pustaka

merupakan

data

skunder yang berupa literatur buku atau laporan


penelitian.

Tak

lupa

juga

data-data

piktorial

seperti peta, foto-foto lama dan baru, dan denah


rumah

bangunan

Susteran

Amal

Kasih

Darah

Mulia

Kota baru Yogyakarta.

2. Tahap Analisis Data


Pada tahap ini data-data yang terkumpul baik
dari lapangan ataupun pustaka kemudian dianalisis

16

untuk

memperoleh gambaran pola keletakan ruang,

fungsi,

serta kondisi dari bangunan

berupa

rumah

fungsi

menjadi

selain

itu

analisis

tinggal

keluarga

Susteran

juga

pada

elemen

Amal

ketika masih

sampai

Kasih

tahap

ini

arsitektural.

beralih

Darah

juga

Mulia.

dilakukan

Arsitektur

yang

dipakai dalam penelitian ini adalah arsitektur yang


berarti

seni

pengorganisasian

ruang.

ruang

yang

dimaksud adalah keseluruhan bangunan Susteran Amal


Kasih Darah Mulia Kota Baru yogyakarta ketika masih
menjadi

rumah

pendidikan
berbagai

bagi

ruang

tinggal
calon
yang

sampai

suster
satu

menjadi
yang

sama

tempat

terdiri

lain

atas

merupakan

bagian yang integral. Analisus yang kedua adalah


kajian gaya (style), bentuk, bahan, teknologi dan
penerapannya dalam konstruksi bangunan ini. Dalam
hal

ini

dimensi
membantu
gaya

paradigma
spasial,
untuk

arsitektur

arkeologi
formal,

menjelaskan
dan

yang

dan,

menggabungkan

temporal

bagaimana

penerapannya

pada

sangat

akulturasi
sebuah

bangunan ini.

3.

Tahap Kesimpulan

17

Tahap

ini

merupakan

proses

terakhir

dari

penelitian. Kesimpulan dari penelitian ini adalah


gambaran

peralihan

mempengaruhi
mengingat

fungsi

tata

akan

ruang

kebutuhan

bangunan
yang

dari

ada

yang

akan

didalamnya

komunitas

penghuni

bangunan yang baru. Hasil lain yang ingin dicapai


adalah

penjelasan

mengenai

akulturasi

arsitektur

yang ada pada bangunan Susteran Amal Kasih Darah


Mulia

baik

bangunan

lama

(asli)

maupun

bangunan

yang baru.

18

CATATAN

1. Wilayah Budaya ; wilayah budaya diartikan sebagai


satu kawasan yang luas,lebih dari satu situs. Ex.
Kawasan permukiman Belanda di Yogyakarta tidak
hanya terletak di Kota baru tetapi ada juga di
Jetis,

Bintaran

yang

merupakan

satuan

wilayah

budaya.
2. Hasil dari wawancara tgl 19 Februari 2005 dengan
Suter Wilhelmine.
3. Arsitektur

memiliki

batasan

yang

berbeda-beda

tetapi pada dasarnya saling melengkapi.


4. Wilayah

pribadi (privacy area);merupakan tempat

yang tidak semua orang bisa leluasa masuk seperti


kamar tidur, kamar mandi. Sedangkan wilayah untuk
umum

(public

area)adalah

tempat-tempat

yang

memungkinkan orang lain selain komunitas biara


dapat masuk seperti kantor, ruang tamu, kapel,
tempat pendidikan. Ketika berlalih fungsi menjadi
menjadi

biara, bangunan ini tertutup untuk kaum

laki-laki.
5. Budi

Adelar

Arsitektur.

Sukada
Keterangan

adalah
diambil

pakar

sejarah

dari

internet

http://www.kompas.com/kompas-

19

cetak/0407/16/rumah/1151083.htms

17

Mar

2005

00:47:03 GMT

20

Anda mungkin juga menyukai